MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NO. 010/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (KPTPK) TERHADAP UUD 1945
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (PASCA PERBAIKAN PERMOHONAN)(II)
JAKARTA
SELASA, 20 JUNI 2006 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NO. 010/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (KPTPK) TERHADAP UUD 1945
PEMOHON A. H. WAKIL KAMAL, S.H. (DIREKTUR EKSEKUTIF MASYARAKAT HUKUM INDONESIA)
ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PERMOHONAN) (II)
(PASCA
PERBAIKAN
Selasa, 20 Juni Pukul 10.00 WIB TEMPAT Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 7, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Prof. Dr. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. 2) I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. 3) SOEDARSONO, S.H. Alfius Ngatrin, S.H.
Ketua Anggota Anggota Panitera Pengganti
2
HADIR: Pemohon : 1. Ahmad Wakil Kamal, S.H. (Direktur Eksekutif Masyarakat Hukum Indonesia) 2. Guntoro. (Sekretaris Dewan Penasehat, M.H. I) 3. Milyadi M. Pilian. (Sekretaris Eksekutif, M.H.I) 4. Mustakfirin. (Divisi Informasi & Komunikasi, M.H.I) 5. Sahrial Anas. (Staf Informasi & Komunikasi , M.H.I 6. Fuad Adnan. (Ketua Bidang Pelatihan dan pendidikan, M.H.I)
3
JALANNYA PERSIDANGAN
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB
1.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. Sidang Panel dalam Perkara Nomor 010/PUU-IV/2006 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar dengan ini dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3 X Baiklah, sebagaimana kuasanya diminta untuk memperkenalkan diri.
2.
lazimnya, Saudara Pemohon mengemukakan identitasnya
atau dan
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Nama saya A.H. Wakil Kamal, S.H., Direktur Eksekutif Masyarakat Hukum Indonesia (MHI).
3.
PEMOHON:GUNTORO Terima kasih Yang Mulia, nama saya Guntoro, Sekretaris Dewan Penasihat MHI.
4.
PEMOHON:MULYADI Terima kasih Yang Mulia, saya Mulyadi Pilian, Sekretaris Eksekutif Masyarakat Hukum Indonesia.
5.
PEMOHON:MUSTAKFIRIN Terima kasih Yang Mulia, nama saya Mustakfirin, saya Divisi Informasi dan Komunikasi.
6.
PEMOHON:FUAD ADNAN Terima kasih Yang Mulia, saya Fuad Adnan, Ketua Divisi Pelatihan dan Pendidikan.
4
7.
PEMOHON:SYAHRIAL SIREGAR Terima kasih Yang Mulia, saya Syahrial Anas Siregar, saya staf komunikasi dan informasi, terima kasih.
8.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. Baiklah, Sidang Panel pada pagi hari ini, dalam perkara ini dengan ini diberitahukan bahwa acara persidangan pada hari ini adalah untuk pemeriksaan pasca perbaikan permohonan yang Saudara telah ajukan dan pengesahan surat-surat bukti. Saudara Pemohon atau kuasanya, diminta kiranya menjelaskan secara singkat hal perbaikan permohonan Saudara termasuk utamanya mengenai kewenangan Mahkamah, legal standing (kedudukan hUkum) dan pokok permohonan, singkat saja.
9.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Terima kasih Yang Mulia. Sesuai dengan saran dari Majelis Mahkamah pada sidang sebelumnya, bahwa kami telah memperbaiki permohonan ini khususnya berkaitan dengan legal standing dari Pemohon, sehingga kami dalam halaman 5 telah merinci sesuatu yang dianggap oleh kami merugikan hak dan atau kewenangan konstitusional kami akibat berlakunya Undang-undang KPK ini dari a, b, c, d, e f, g, h, sampai j. Inilah kira-kira rincian dari yang menurut atau dianggap oleh kami merugikan kepentingan kami. Di sini diuraikan bahwa dengan keberadaan atau lahirnya Undang-undang KPK ini menurut kami menciptakan ketidakpastian hukum dan tidak menciptakan jaminan keadilan bagi seluruh warga negara Indonesia yang pada akhirnya juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan jaminan keadilan terhadap hak-hak konstitusional kami sebagai Pemohon. Selanjutnya juga ketidakpastian dan jaminan keadilan itu diantaranya oleh karena undang-undang ini memberikan kepada sebuah lembaga negara, hal mana lembaga ini muncul dengan kekuasaan yang absolut, yang menurut anggapan kami bertentangan dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum dan lain sebagainya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian juga, kami Masyarakat Hukum Indonesia (MHI), para pendiri adalah merupakan eksponen mahasiswa Angkatan ‘98 hal mana kami melakukan terhadap rezim otoriter orde baru yang salah satu agenda perjuangan reformasi adalah menegakkan supremasi hukum dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Justru lahirnya Undang-undang KPK sangat paradoks dan tidak sejalan
5
dengan script perjuangan reformasi. Karena Undang-undang KPK melahirkan lembaga negara yang absolut yang membuka peluang bagi munculnya otoriterianisme baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga jelas-jelas merugikan hak konstitusional kami sebagai Pemohon. Kemudian diantaranya juga bahwa kami juga pernah mencoba beberapa kali melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke KPK, karena KPK dianggap oleh masyarakat merupakan ketika awal berdirinya adalah upaya terobosan untuk memerangi kejahatan extra ordinary crime, yaitu tindak pidana korupsi, diantaranya kami yang terakhir yang paling aktual dan menjadi pemberitaan publik adalah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi berkaitan dengan katabelece renovasi gedung KBRI di Seoul yang dikenal dengan ”Sudigate”. Namun ternyata, setelah laporan hanya beberapa hari tanpa proses penyelidikan atau proses check and recheck oleh KPK sudah dinyatakan bahwa tindak pidana yang dilaporkan oleh kami ini tidak mememenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi, sehingga kami meragukan kredibilitas dan integritas dan keseriusan dari pimpinan KPK dalam menindaklanjuti setiap laporan oleh masyarakat. Dan kasus seperti ini sesungguhnya laporan masyarakat sangat banyak yang sama sekali tidak ditindaklanjuti oleh KPK. Bahkan, KPK cenderung tebang pilih dalam memilih-milih kasus. Bahkan, seharusnya KPK tidak masuk kepada ranah politik, seharusnya semata-mata berpedoman kepada penegakan hukum, tapi terkesan selama ini KPK adalah sebagai lembaga politik. Sehingga jelas ini tidak ada jaminan dan kepastian hukum bagi seluruh warga masyarakat Indonesia, tidak ada jaminan bagi seluruh masyarakat Indonesia bahwa korupsi di Indonesia akan betul-betul diberantas oleh lembaga baru ini, sehingga tidak ada kepastian hukum bagi kami sebagai salah satu dari warga masyarakat itu, sehingga merugikan bagi hak konstitusional kami. Kira-kira itu yang menjadi pokok, walaupun saya tidak bahas semuanya karena diantaranya ada dari a sampai huruf j kerugian konstitusional yang dianggap oleh kami. Kemudian landasan hukum permohonan hak uji materil bahwa berkaitan dengan kewenangan Mahkamah, jelas Mahkamah berwenang memeriksa dan mengadili permohonan ini karena sesuai dengan Pasal 24 ayat (2) perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya Pasal 24C ayat (1) perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-
6
undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. Berdasarkan dua ayat tersebut jelaslah bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili dan memeriksa permohonan hak uji materil terhadap Undang-undang KPK ini, di samping Undang-undang KPK ini terbit setelah terjadinya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 1999, hal mana bunyi lengkapnya Pasal 50 Undangundang Nomor 24 Tahun 2003, “undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945”. Namun demikian, dalam pertimbangan putusan Mahkamah Konstitusi justru Mahkamah Konstitusi RI juga berwenang menguji undang-undang yang lahir sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 oleh karena obyek permohonan ala Undang-undang KPK, maka berdasarkan landasan hukum yang telah diuraikan tersebut di atas Mahkamah Konstitusi RI berwenang memeriksa dan mengadili permohonan ini. Kemudian alasan-alasan hukum diajukan permohonan pengujian materil. Sebagaimana saran dan petunjuk dari Majelis Mahkamah pada persidangan sebelumnya, kami telah menyusun secara sistematis berdasarkan pasal per pasal dari pasalpasal dari Undang-undang KPK yang dianggap oleh kami bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Sesungguhnya yang menjadi pokok permohonan dari uji materil ini adalah berkaitan dengan; pertama, konsideran menimbang huruf b Undang-undang KPK yang menegaskan bahwa lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Jadi dengan demikian, bahwa pasal ini menurut kami sebagai landasan terbitnya Undang-undang KPK adalah bahwa lembaga pemerintah dalam hal ini kepolisian maupun kejaksaan dianggap belum efektif atau belum efisien dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga diperlukan lembaga baru untuk menangani tindak pidana korupsi ini. Tapi menurut kami justru dengan munculnya lembaga baru ini telah mengkebiri lembagalembaga yang sudah ada, lembaga kepolisian dan kejaksaan yang mempunyai wewenang juga dalam hal penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, dan seterusnya. Sehingga ini ada beberapa pertentangan yang sangat fundamental dalam sistem hukum kita, kira-kira itu. Kalau dianggap bahwa lembaga pemerintah yang ada kurang efektif dan efisien, maka bagi kami berdasarkan asas doelmatigheid, tidak bijak kiranya membentuk lembaga baru yang justru sampai saat ini tidak efektif, tidak efisien dalam melakukan tindak pidana korupsi, artinya sampai saat ini KPK juga tidak menjanjikan hasil yang baik dalam melakukan pemberantasan korupsi. Hal yang ditangani KPK
7
hanyalah kasus kelas teri. KPK justru melakukan diskriminatif dan tebang pilih dalam hal melakukan penanganan terhadap dugaan tindak pidana korupsi. Dari sekitar 11 ribu kasus yang masuk di KPK, hanya beberapa saja yang ditinjaklanjuti, bahkan tidak lebih dari 35 kasus yang sampai di pengadilan, itupun kasus-kasus tidak sesungguhnya bukan kasus yang besar. Bahkan kalau dilihat dari anggaran negara yang digunakan untuk biaya KPK sangat besar, besar pasak daripada tiang. Apa yang dihasilkan oleh KPK untuk menyelamatkan keuangan negara, perekonomian negara, justru dengan adanya lembaga baru ini menghambur-hamburkan anggaran negara, bahkan merugikan keuangan negara. Sebagaimana dijelaskan di dalam lebih rinci, bagaimana, berapa kasus-kasus yang telah ditangani oleh KPK dan biaya-biaya dari anggaran negara dan realisasi anggaran cukup besar untuk itu, tidak sebanding dengan hasil dari KPK untuk menyelamatkan. Demikian juga upaya pencegahan yang dilakukan oleh KPK sampai sekarang nyata-nyata KPK juga gagal melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Salah satu contoh adalah isu terhangat adalah seperti bantuan tsunami di Aceh. Ini jelas-jelas KPK gagal memposisikan perannya sebagai pencegah dari tindak pidana korupsi, isu penyelewengan bantuan tsunami di Aceh luar biasa menjadi pemberitaan media massa. Dengan demikian dimanakah peran KPK dalam melakukan pencegahan tindak pidana korupsi? Dengan demikian baik pencegahan maupun pemberantasan tindak pidana korupsi sampai saat ini, sejak KPK dilantik 30 Desember 2003 tidak ada hal yang luar biasa yang dihasilkan dari lembaga baru yang bernama makhluk KPK ini. Kemudian yang paling inti dari permohonan kami adalah berkaitan dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang KPK. Di sini menjelaskan tentang bahwa kewenangan pemberantasan korupsi yang diberikan ke KPK sangat besar dan begitu luas, bahkan KPK dalam Pasal 1 ayat (3) ini diberi kewenangan untuk sebagai koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di muka persidangan. Betapa lembaga KPK ini lembaga yang hanya dibentuk kewenangannya berdasarkan undang-undang bisa mensupervisi, bisa mengkoordinasi, bisa memonitoring lembaga lain yang jelas-jelas dalam sistem ketatanegaraan ini menjadi kacau. Bagaimana Kepolisian yang jelas-jelas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang kewenangannya walaupun secara pokok dijelaskan diantaranya sebagai menjaga ketertiban dan penegakan hukum, kemudian bisa dikoordinir, bisa disupervisi, bisa di-monitoring oleh lembaga yang hanya dibentuk oleh undang-undang? Bukankah ini telah menempatkan posisi KPK berada setingkat di atas kepolisian ataupun kejaksaan? Dengan demikian ini nyata-nyata bertentangan dengan
8
prinsip-prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum, serta asas-asas pemisahan kekuasaan serta prinsip keseimbangan kekuasaan. Dengan demikian, lebih dahsyat lagi, dalam hal kewenangan yang dimiliki oleh KPK supervisi, KPK bisa merampas, bisa mengambil alih kasus yang ada di kepolisian maupun di kejaksaan. Bukankah kepolisian itu kewenangannya, walaupun secara pokok diberikan oleh Undang-Undang Dasar, bagaimana lembaga baru bisa mengambil alih lembaga yang ada di atasnya? Ini prinsip dari sistem ketatanegaraan kita. Kemudian bisa mengkoordinasi, berarti kalau koordinasi posisinya selevel atau sederajat di atas lembaga kepolisian dan kejaksaan. Bagaimana dalam sistem ketatanegaraan? Inilah perlunya MK sebagai penjaga Konstitusi dan penafsir Konstitusi untuk memberikan tafsiran yang jelas tentang keberadaan lembaga baru yang dalam sistem ketatanegaraan kita jelas-jelas, menurut masyarakat hukum di Indonesia, bertentangan dengan spirit dan paradigma UndangUndang Dasar 1945, sehingga pasal-pasal yang berkaitan dengan Pasal 1 ayat (3) ini, yaitu pasal-pasal yang berkaitan dengan supervisi, monitoring, koordinasi, penyelidikan dan seterusnya, dengan sendirinya batal atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga dengan sendirinya juga pasal-pasal sebagai penjabaran Pasal 1 ayat (3), karena Pasal 1 ayat (3) ini mencantum dari Undang-undang KPK ini, maka dengan sendirinya pasal-pasal yang merupakan penjabaran di Pasal 1 ayat (3) ini dengan sendirinya juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Kemudian Pasal 2 juga, bahwa lembaga KPK ini adalah merupakan lembaga negara (…) 10.
KETUA : Prof. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. Saudara Pemohon, dengan tidak mengurangi hak Saudara kiranya Saudara menyimpulkannya saja, pokok-pokoknya saja.
11.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Pokok-pokok dari permasalahan, karena sudah dijelaskan pada sidang minggu lalu, jadi kami sudah menyusun secara sistematis pasal demi pasal dan pada prinsipnya berarti kami ini, pasal-pasal pokok yang menjadi jantung dari Undang-undang KPK ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu asas kedaulatan rakyat, negara hukum, dan asas pemisahan kekuasaan dan prinsip keseimbangan kekuasaan. Dengan demikian, sebenarnya banyak sudah dijelaskan di dalam, sehingga bagi kami dianggap sudah dijelaskan. Sehingga, oleh karena pasal-pasal yang dimohonkan oleh kami adalah jantung dari Undang-undang KPK yang merupakan paradigma yang mendasari
9
Undang-Undang Dasar 1945, maka dengan sendirinya seluruh Undang-undang KPK dinyatakan tidak berlaku mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia dan dinyatakan bertentangan dengan UndangUndang Dasar 1945. Demikian Yang Mulia. Terima kasih. 12.
KETUA : Prof. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. Terima kasih. Selanjutnya saya persilakan bapak Hakim Konstitusi I Dewa Palguna, S.H., untuk menggali kejelasan, meminta kejelasan atau pertanyaan. Terima kasih.
13.
HAKIM : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H Terima kasih Pak Ketua. Saudara Pemohon, sebenarnya yang dinasihatkan oleh Panel pada persidangan yang lalu, tentu pertama kami berterima kasih, Saudara sudah melakukan perbaikan, artinya mengikuti saran Panel, tetapi ternyata ada beberapa hal yang sesungguhnya, rupanya entah tidak jelas ditangkap maksudnya atau memang tidak ada, begitu ya? Pada waktu persidangan yang dahulu, Panel sudah menasihatkan kepada Saudara Pemohon bahwa, pertama, sesuai dengan ketentuan Pasal 51 dari Undang-undang Mahkamah Konstitusi ayat (1) itu, itu penjelasan tentang siapa yang menjadi Pemohon, begitu kan? Dari ketentuan Pasal 51 itu, kita bisa melihat ada dua unsur, pertama, kualifikasi Saudara Pemohon harus jelas. Pertama, apakah sebagai perorangan warga negara Indonesia, itu ada bagian pada soal itu sudah ada penjelasan Saudara. Kedua, apakah sebagai masyarakat hukum adat dan sebagainya itu sudah ada, tetapi yang kedua ini yang tidak tampak sebenarnya dalam permohonan, yaitu kerugian dari hak konstitusional yang diderita dalam kualifikasi itu. Kalau Saudara, misalnya tadi menjelaskan ada prinsip kedaulatan rakyat, negara hukum, prinsip pemisahan kekuasaan. Walaupun itu argumentasinya benar, tapi itu bukan hak konstitusional Saudara dalam konteks Pasal 51 dan untuk menilai legal standing itu, itu maksudnya. Kemudian mengenai persoalan kerugian konstitusional itu, itu ada yurisprudensi Mahkamah yang bersifat tetap sebenarnya. Bahwa ada lima syarat kerugian itu. Itu juga sudah dinasihatkan pada waktu yang lalu yaitu, yang pertama bahwa Pemohon memang memiliki hak konstitusional ini syarat yang pertama. Kemudian yang kedua, bahwa hak tersebut dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan, pengujian. Kemudian yang ketiga, hak itu harus spesifik disebut yang hak dirugikan itu dan aktual atau setidak-tidaknya potensial, kerugian itu maksudnya, kerugian hak itu. Kemudian yang
10
keempat, ada hubungan kausal antara kerugian yang diderita dengan ketentuan yang dimohonkan pengujian. Dan yang terakhir syaratnya itu, bahwa andaikata permohonan ini dikabulkan maka kerugian itu akan menjadi pulih atau setidak-tidaknya tidak akan terjadi. Itu dulu yang sudah dinasihatkan turunan dari Pasal 51 sampai penjelasan tentang kerugian hak konstitusional. Maksud saya menjelaskan ini adalah begini, misalnya kita lihat sekarang logika permohonan ini. Saudara misalnya mempersoalkan ketentuan menimbang, pada huruf b. Bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Pertanyaannya tentu saja, apa hak konstitusional Saudara yang dirugikan oleh ketentuan ini? Dalam kualifikasi sebagai perorangan warga negara Indonesia menurut Pasal 51. Itu sebenarnya maksudnya konstruksi berpikir yang dimaksud Panel dulu itu. Kedua, misalnya di sini didalilkan Pasal 2, “dengan undangundang ini dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk selanjutnya disebut KPK”, apa hak konstitusional yang dirugikan oleh rumusan ini? Itu sesungguhnya, oleh karena itu permohonan ini lumayan komprehensif tetapi mungkin ini lebih tepat kalau dijadikan materi legislative review sebenarnya, bukan yudicial review itu kalau menurut saya. Maka oleh karena itu, sebenarnya lebih bagus kalau ini ditujukan saran ini kepada pembentuk undang-undang, pada DPR. Karena kalau dilihat dari itu pertentangannya tampaknya sudah, karena ini persoalan, kalau ini tidak jelas maka persoalan kedudukan hukum Saudara sebagai Pemohon menurut Pasal 51 itu, bisa kasihan. Tapi batas waktu itu sudah lewat, tetapi nanti ini tentu kami akan melaporkan kepada Majelis Pleno Permusyawaratan Hakim, karena Panel tidak boleh mengambil keputusan, biarlah Pleno nanti akan menentukan kelanjutan dari ini, apakah misalnya perlu memanggil Pemerintah untuk mendengarkan ini ataukah tidak? Karena sesuai dengan ketentuan Pasal 54 Undang-undang Mahkamah Konstitusi, kita dapat memanggil Pemerintah kalau memang itu urgensinya ada untuk pemeriksaan kelanjutan dari kasus ini, tetapi saran saya sebagai anggota Panel adalah tentu saja di samping Saudara sudah mengajukan permohonan ini kemari, barangkali akan lebih bagus kalau materi ini disampaikan juga sebagai materi legislative review ke DPR atau mungkin itu sudah dilakukan, saya tidak tahu juga, tapi itu langkah yang lebih cocok sebenarnya kalau melihat argumentasi yang Saudara sampaikan. Baik dalam permohonan semula maupun dari perbaikan permohonan ini. Ada hal kedua yang lebih penting yang berkaitan dengan nanti persoalan dengan legal standing Saudara dan kewenangan anda untuk bertindak atas nama organisasi ini. Saya mencoba melihat dalam anggaran dasar atau di dalam akta pendirian itu, siapa yang berwenang untuk bertindak mengatasnamakan organisasi ini? Karena
11
tidak jelas itu. Misalnya, kalau di dalam anggaran dasar dari organisasi yang lain itu ada. Bahwa ketua atau misalnya apakah presidium misalnya, diberikan kewenangan untuk bertindak untuk atas nama organisasi di luar maupun di dalam pengadilan, saya belum melihat di sini, apakah Saudara bisa menunjukkan, misalnya ketentuan itu? Dan itu seharusnya yang lebih pokok untuk lebih poin untuk disampaikan. Saya kira ini sekali lagi, empat belas hari sudah lewat ya Pak (Laica)? Tentu kita laporkan, kami tentu akan melaporkan kondisi ini kepada Pleno Permusyawaratan Hakim nanti, akan Pleno yang akan mengambil keputusan. Tapi saya kira buktibukti yang diajukan oleh Saudara Pemohon pada kesempatan ini mungkin sudah disahkan hari ini juga, karena untuk kewenangan itu ada pada kami, pada hakim. Saya kira itu hanya penjelasan saja kepada Saudara, ya? Tetapi saran saya yang poinnya adalah, bahwa akan lebih bagus kiranya atau akan lebih komprehensif pemikiran-pemikiran Saudara ini yang Saudara kemukakan di sini, sesuai dengan tujuan organisasi yang Saudara bentuk ini, kalau ini misalnya kalau memang Saudara menganggap ini sebagai suatu hal yang sangat urgent dengan alasanalasan yang sudah dikemukakan tadi itu, akan lebih bagus kalau ini diajukan sebagai usulan materi legislative review dengan latar belakang seperti itu. Saya kira baik juga untuk membuka discourse mengenai soal ini, di DPR. Apalagi kalau melihat latar belakang Saudara yang setidak-tidaknya menurut permohonan yang di sini dan pernyataan Saudara di sidang tadi bahwa Saudara adalah aktivis eksponen ’98 mungkin itu akan bisa memberikan gambaran yang lebih komprehensif kalau ini dijadikan materi legislative review. Kalau memang itu tidak cocok dengan, misalnya tujuan daripada perjuangan dan sebagainya itu, karena kalau ini, challenge itu ke Undang-Undang Dasar 1945 masalahnya dan kaitannya ke (legal) standing, itu yang jadi soal. Tapi karena ini sudah melewati batas waktu perbaikan, tentu kami tidak ada waktu lagi untuk memberikan nasihat kebaikan kedua kepada Saudara, kami hanya mempunyai satu pilihan yaitu melaporkan ini kepada Pleno. Tapi saran saya, ya itu tadi, mungkin ini akan lebih bagus kalau menjadi discourse untuk legislative review. Terima kasih Pak Ketua. Saya kira dari saya sekian. 14.
KETUA : Prof. H.M. LAICA MARZUKI, S.H. Demikian pendapat, tanggapan, dan saran dari Hakim Konstitusi I Dewa Palguna. Selanjutnya saya persilakan kepada Hakim Konstitusi Bapak Soedarsono SH. Silakan Pak.
12
15.
HAKIM : SOEDARSONO, S.H. Terima kasih Bapak Ketua. Menyambung apa tadi dinasihatkan atau diutarakan oleh Yang Terhormat Bapak Hakim Anggota, saya ingin bertanya kepada Saudara untuk mempertegas, untuk kejelasan daripada kedudukan hukum anda atau legal standing, yaitu berkaitan dengan apa yang anda uraikan dalam halaman delapan dan halaman tujuh belas dari perbaikan Saudara. Saya pertanyakan adakah di antara Saudarasaudara Pemohon ini yang berprofesi sebagai penyelidik, atau penyidik, atau penuntut umum? Ya silakan, kalau ada masih ada waktu detik ini juga, saat ini juga untuk menambahkan di dalam perbaikan. Silakan.
16.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Begini yang Mulia. Kaitannya dengan Pasal 39 ayat (3), Undang-undang KPK bahwa ini jelas-jelas, menurut kami ini diskriminatif.
17.
HAKIM : SOEDARSONO, S.H. Sebentar ya Saudara, Ini kan pemeriksaan pendahuluan, Anda kan sudah mempelajari Undang-undang Mahkamah Konstitusi, ini untuk minta kejelasan dari permohonan anda, tidak argumentasi yang sudah Saudara utarakan tidak usah diulang-ulang lagi, cuma hanya saya tanya apakah diantara Saudara-Saudara Pemohon ini ada yang berprofesi sebagai pegawai penyidik, penyelidik atau penuntut umum. Itu hanya pertanyaannya, andai kata ada, bisa saja ditambahkan di dalam karena di sini masalah…terdiri dari kalangan aktivis, kalangan akademisi, kalangan praktisi hukum. Siapa tahu mungkin ada apa diantara anda ini ada yang berprofesi seperti apa yang saya tanyakan tadi, itu saja kalau ada silakan kalau tidak ada jawab tidak ada itu saja untuk kejelasan saja, terima kasih.
18.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Untuk sementara ini kami tidak ada tapi sesungguhnya Pasal 39 ini membatasi kami untuk menjadi penyidik, penyelidik maupun penuntut umum di KPK. Pasal 39 ini akan membatasi diskriminatif, kalau pertimbangannya bahwa kepolisian, kejaksaan itu tidak efektif seharusnya penyelidik, penyidik maupun penuntut umum di KPK harus
13
dibuka kepada warga negara pada umumnya sehingga bagi kami, kami sebagai warga negara yang peduli terhadap penegakan hukum maksudnya tindak pidana korupsi, hak kami dibatasi dengan Pasal 39 khususnya ayat (3) ini, sehingga kami tidak bisa berperan aktif untuk menjadi pegawai penyelidik, penyidik ataupun penuntut umum. Sehingga kami menilai ini pasal ini diskriminatif, itu penilaiannya bagi kami, kira-kira begitu. Jadi bagi setiap warga negara punya hak yang sama dalam peran serta dalam Pemerintah sebagaimana di Pasal 28D ayat (1), (2) dan (3). Saya kira jelas hak-hak konstitusi kami dirugikan, jadi bagi kami pasal-pasal yang ada dalam Undang-undang KPK secara langsung ada hubungan kausalitas seperti absolutisme jelas seluruh warga negara berdampak langsung, kalau bagi kami dinilai bahwa lembaga ini adalah lembaga absolut maka seluruh warga negara secara langsung, secara kausal hubungan langsung pasti ada hak-hak konstitusional yang telah dilanggar oleh undangundang yang absolute itu. jadi saya kira uraian-uraian bagi kami, kami berpedoman berkeyakinan bahwa apa yang diuraikan kerugian hak konstitusional kami dari huruf A sampai J ini adalah betul-betul sudah memenuhi Pasal 5 ayat (1), terserah Majelis apakah menilai seperti apa itu pedoman kami, kami hanya menyampaikan silakan Majelis yang mempertimbangkan. Saya kira mungkin kalau dicerna lebih dalam lagi dari A samapi J ini kami berkeyakinan, anak muda berkeyakinan bahwa kami mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan terhadap undang-undang yang dianggap tidak adil bagi kami. Kemudian menjawab dari Pak Hakim Anggota tadi menyatakan bahwa berkaitan dengan anggaran dasar tadi bahwa berdasarkan sebagaimana halaman satu, yang pertama, dalam ini berdasarkan Pasal 18 ayat (1) anggaran dasar tersebut diwakili oleh direktur eksekutif yang bernama H Wakil Kamal, kebetulan direktur eksekutifnya H. Wakil Kamal, yang Mulia. Jadi Pasal 18 jelas dalam anggaran dasar perubahan dinyatakan bahwa direktur eksekutif berhak dan berwenang mewakili untuk dan atas nama perhimpunan ini baik di dalam di luar pengadilan, ini jelas dalam pasal. 19.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. Sebentar dulu, itu bukti P berapa itu?
20.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. P-1.
14
21.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. P-1, jangan-jangan kita membaca dokumen yang berbeda ini karena di sini tidak ada P-1? Pasal 18 ya Saudara? Pasal 18, ayat (1) ini?
22.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Iya.
23.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. P-1, berarti yang karena kita belum pengesahan alat bukti ya? Ini ada P-1 (B), itu berarti yang?
24.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Itu yang pendirian yang Mulia.
25.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H.
Oke, Oh iya betul.
Jadi maksud saya apakah Saudara itu, maksudnya yang Saudara baca itu sekarang ditambahkan di dalam permohonan karena tidak ada lagi perbaikan setelah ini. 26.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Sudah ada di alat bukti sudah ada.
27.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. Bukan, bukan di alat bukti maksudnya di argumentasi permohonan bahwa Saudara yang bertindak sebagai Pemohon, maka berdasarkan pasal sekian dari ketentuan ini, bahwa Saudara memang memiliki kewenangan untuk bertindak, kalimat itu belum ada di permohonan.
28.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Ada di depan, Dalam hal ini berdasarkan pasal, paling depan yang Mulia di halaman satu dalam hal ini berdasarkan Pasal 18 ayat (1).
15
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H.
Nah, ini anggaran dasar perubahan kan? Maksudnya kata perubahan belum, tidak kalau anggaran dasarkan berarti kami yang mana ini. Tadi Saudara menyebut anggaran dasar perubahan ya? Ini anggaran dasar apa anggaran dasar perubahan Pasal 18 yang dimaksud ini? 29.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Anggaran dasar perubahan.
30.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. Ya, sudah sekarang….itu maksud saya supaya tidak keliru, betul kan itu?
31.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Iya, yang Mulia.
32.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. Ya, baik terima kasih Pak Ketua.
33.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Karena sudah diuraikan di atas itu yang Mulia.
34.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H.
Oh, iya. 35.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Anggaran dasar berdiri dari tanggal sekian dan sebagaimana diubah begitu.
36.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. Tapi yang di bawahnya dimaksud adalah?
37.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Jadi mengacu kepada perubahan.
16
38.
HAKIM: I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. M.H. Anggaran dasar perubahan, jadi itu dianggap hari ini dilakukan perubahan, baik.
39.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. Terima kasih, Ini saatnya pengesahan Surat-Surat bukti, alat-alat bukti. Sesuai catatan yang masuk kepada kepaniteraan Saudara telah mengajukan P-IA sampai dengan bukti Surat bertanda P-35, betul itu Saudara?
40.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Betul yang Mulia.
41.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. Baik, Apa ada tambahan?
42.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Sampai saat ini belum.
43.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. Saya bacakan Saudara, perhatikan baik-baik. Bukti P-1A: Akta pernyataan keputusan rapat perubahan anggaran dasar perkumpulan Masyarakat Hukum Indonesia Nomor 45 tanggal 10 Mei 2006. Betul itu Saudara?
44.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Ya.
45.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. KETUK PALU 1X Bukti P-1B; Akta pendirian perkumpulan Masyarakat Hukum Indonesia Nomor 8 tanggal 20 April 2004. Betul itu Saudara?
17
46.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Ya.
47.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. KETUK PALU 1X
Bukti P-2; Fotokopi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 137 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4.250. Benar itu? 48.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Benar.
49.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. KETUK PALU 1X Bukti P-3; Kliping Koran KOMPAS Selasa, 28 Februari 2006 berjudul “KPK dinilai mulai kekurangan adrenaline.”
50.
PEMOHON: A.H. WAKIL KAMAL, S.H. Benar itu.
51.
KETUA: Prof. Dr. H. M. LAICA MARZUKI, S.H. KETUK PALU 1X Bukti P-4; Situs berita www.detik.com Senin, 25 April 2005 judul “KPK diminta bergerak maju jangan terpaku kasus suap.” KETUK PALU 1X Bukti P-5; Situs berita semacamnya, Senin 27 Februari 2006 judul “KPK bantah disebut tebang pilih.”
18
KETUK PALU 1X
Bukti P-6; Situs berita semacamnya, Kamis 8 Januari 2004 judul “Muladi politisasi hukum di DPR lemahkan kinerja KPK.” KETUK PALU 1X Bukti P-7; Situs berita semacamnya, Kamis 18 Desember 2003 berjudul “Terpilihnya anggota KPK keliru tapi perlu diberi kesempatan.” KETUK PALU 1X Bukti P-8; Kliping Koran KOMPAS, Senin 27 Maret 2006 judul “Konsistensi berantas korupsi.”. KETUK PALU 1X Bukti P-9; Kliping Koran KOMPAS, Kamis 19 Januari 2006 judul “KPK dan politik.” KETUK PALU 1X Bukti P-10; Kliping Koran KOMPAS, Rabu 12 April 2006 judul “KPK dan pemberantasan korupsi.” . KETUK PALU 1X Bukti P-11; Kliping Koran KOMPAS, Jumat 10 Maret 2006 judul “KPK harus berani ambil alih.” KETUK PALU 1X Bukti P-12; Kliping Koran RAKYAT MERDEKA, Selasa 21 Februari 2006 judul “Dilaporkan ke Komisi Pemberantas Korupsi, SBY menduga ada manipulasi di kasus sudi.” KETUK PALU 1X Bukti P-13;
19
Kliping Koran KOMPAS, Selasa 18 April 2006 judul “Menneg PAN diadukan, Taufik Efendi mengaku siap diperiksa KPK.” KETUK PALU 1X Bukti P-14; Kliping koran RAKYAT MERDEKA, Jumat 10 Maret 2006 judul “KPK didesak ungkap perang Harry Tanoe di surat bodong,” benar Saudara? KETUK PALU 1X Bukti P-15; Kliping Koran KOMPAS, Senin 1 Mei 2006 judul “Kebablasan Hakim Tipikor.” KETUK PALU 1X Bukti P-16; Kliping Koran KOMPAS, Kamis 4 Mei 2006 judul “Sidang suap Mahkamah Agung, Majelis Hakim Tipikor, pecah tiga hakim WO.” KETUK PALU 1X Bukti P-17; Kliping Koran KOMPAS, Jumat 28 Oktober 2005 judul “KPK geledah ruang kerja Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan.” KETUK PALU 1X Bukti P-18; Kliping Koran KOMPAS, Rabu 15 Maret 2006 judul “Korupsi KPK menangkap penyidiknya sendiri.” KETUK PALU 1X Bukti P-19; Kliping Koran KOMPAS, Jumat 17 maret 2006 judul “KPK pecat penyidiknya.” KETUK PALU 1X Bukti P-20; Kliping Koran KOMPAS, Kamis 23 Maret 2006 judul “Pemerasan Ajun Komisaris SUP diperiksa secara intensif.” KETUK PALU 1X 20
Bukti P-21; Kliping Koran KOMPAS, Kamis 6 April 2006 judul “AKP dipecat dari KPK.” KETUK PALU 1X Bukti P-22; Kliping Koran KOMPAS, Selasa 11 “Penyelewengan KPK jangan lepas tangan.”.
April
2006
judul
KETUK PALU 1X Bukti P-23; Kliping Koran KOMPAS, Kamis 23 Februari 2006 judul “Politisi dan birokrat terkorup pemberantasan tak punya fokus.” KETUK PALU 1X Bukti P-24; Kliping Koran KOMPAS, Kamis 12 Januari 2006 judul “Potensi kerugian 2.628 triliun,” benar Saudara? 2, 628 triliun. KETUK PALU 1X
Bukti P-25; Kliping Koran KOMPAS, Selasa 11 April 2006 judul “Komitmen Presiden dipertanyakan.” KETUK PALU 1X Bukti P-26; Kliping Koran KOMPAS, Jumat 7 April 2006 judul “Mantan Dirut Jamsostek dituntut 16 tahun.” KETUK PALU 1X Bukti P-27; Kliping Koran KOMPAS, Rabu 11 Januari 2006 judul “Peradilan tak pernah jera Hakim Herman Alositandi ditahan Timtas Tipikor.”. KETUK PALU 1X Bukti P-28; Kliping Koran KOMPAS, Selasa 18 April 2006 judul “Korupsi seorang Hakim PN Jaksel diadili.” KETUK PALU 1X 21
Bukti P-29; Kliping Koran KOMPAS, Rabu 10 Mei 2006 judul “Korupsi DAU hukum Said Agil diperberat,” benar Saudara? KETUK PALU 1X Bukti P-30; Kliping Koran KOMPAS, Senin 24 April 2006 judul “Berita gambar Direktur utama PLN menjadi tersangka,” benar Saudara? KETUK PALU 1X Bukti P-31; Kliping Koran REPUBLIKA, Kamis 4 Mei 2006 judul “Dirut PLN ditahan.” KETUK PALU 1X BUkti P-32; Situs berita semacamnya, Kamis 4 Mei 2006 judul “Direktur utama Pupuk Kaltim temani Dirut PLN.” KETUK PALU 1X Bukti P-33; Situs berita semacamnya, Jumat 5 Mei 2006 judul “Tim Tastipikor tahan Dirut PT Pupuk Kaltim.” KETUK PALU 1X Bukti P-34; Situs berita semacamnya, Selasa 20 April 2006 judul “Buyung Komjen Suyitno Landung Kesatria.” Terakhir, P.35. Kliping koran KOMPAS, Sabtu 15 Oktober 2005 judul Perpres BBM ke Mahkamah Agung. KETUK PALU 1 X.
Kemudian, Sidang Panel menanyakan bagaimana caranya Saudara mendapatkan bukti-bukti ini? 52.
PEMOHON : A.H WAKIL KAMAL, S.H.
22
Terima kasih yang Mulia. Bahwa bukti P.1 A, P1.B adalah merupakan akta notaris yang didapatkan secara resmi dari di keluarkan oleh notaris. Kemudian fotokopi Undang-undang Nomor 30 yaitu P.2, itu tentunya kami beli di toko buku. Kemudian kliping-kliping adalah seperti kliping KOMPAS, kliping RAKYAT MERDEKA adalah kami beli kemudian kami kliping, kemudian juga kami mengambil dari situs berita di internet, itu diambil secara sah dan halal. Terima kasih. 53.
KETUA : Prof.Dr. H.M. LAICA MARZUKI, S.H.
sah.
Baik,. Bukti-bukti bertanda P.1A, sampai P.35 dengan ini dinyatakan
KETUK PALU 3 X. Baiklah, seperti apa yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi bahwa jalannya persidangan pada pagi hari ini akan dilaporkan di RPH. Baik, Sidang Panel pada pagi hari ini dinyatakan ditutup, dan sidang selanjutnya akan disampaikan kepada Saudara. ‘
KETUK PALU 3 X
SIDANG DITUTUP PUKUL 10.49 WIB.
23