NOTULENSI SEMINAR
JAKARTA–2010
PEMBUKAAN PENGANTAR ACARA :
Ilham Cendekia (Direktur PATTIRO) : Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatuh, Terimakasih kepada Bapak-Ibu semua, kepada Bapak pembicara, serta kita semua yang telah hadir di seminar ini. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama antara PATTIRO (Pusat Telaah Informasi Regional) dengan RWI (Revenue Watch Institute), dan juga LGI (Local Goverment Inisiative). Acara ini adalah sebuah refleksi dari suatu rangkaian panjang dari kegiatan yang dilakukan PATTIRO bersama teman LPAW yang ada di Blora dan Bojonegoro Institute yang ada di Bojonegoro. Kami disini akan menceritakan bagaimana proses mengenalkan dalam kerangka bagaimana menangkis bencana dan menjala berkah. Ini menarik sekali kenapa bencana dan berkah, dua kata bencana dan berkah ada dalam satu kata yaitu minyak dan gas. Minyak dan gas bisa menjadi berkah dan juga bencana. Karena ada banyak cerita dibanyak negara-negara yang punya sumberdaya minyak besar dan ternyata gagal untuk menjadikan negaranya sukses, makmur bahkan damai. Ada Nigeria, ada beberapa negara Afrika lainnya. Dan juga perang antar negara karena minyak. Dan itu adalah Bencana. Indonesia sebenarnya adalah suatu negara yang berhasil lepas dari resource curse, berhasil lepas dari bencana-bencana minyak, setidaknya selama kurun 30 tahun lalu. Tapi mungkin tantangan saat ini adalah berbeda. Karena pada saat itu Indonesia bisa memanfaatkannya dengan melakukan pembangunan yang cukup baik dengan meng create industri-industri yang lebih sustainable, bisa juga memajukan sektor pertanian dengan dana minyak itu. Nah sekarang kondisinya adalah dimana minyak tinggal sedikit, dan Indonesia berada pada sistem desentralisasi yang memberi peran yang lebih besar kepada daerah untuk memutuskan segala sesuatu tentang pembangunan. Dan dalam kondisi itu maka resource curse terjadi tergantung pada daerah. Tidak lagi tergantung pada nasional. Dan yang kami lakukan ini sebetulnya adalah dalam rangka itu, dalam kerangka bagaimana daerah sebagai aktor dalam konteks pembangunan saat ini disentralisasi, bisa melepaskan diri dari kutukan sumberdaya alam itu. Tidak hanya itu tetapi juga bagaimana berkahnya bisa dijala. Saya pikir apa yang kami lakukan saat ini adalah baru satu inisiatif kecil, langkah kecil, tetapi mungkin dampaknya akan sangat kuat sekali apa-apa yang telah dilakukan
oleh teman-teman Bojonegoro. Dan ini adalah pembuka yang mungkin nanti akan muncul inisiatifinisiatif lain yang bisa bersinergi dengan ini. Saya terimakasih sekali atas kehadiran Bapak-bapak ibu sekalian, dan atas keaktifan Bapak Ibu semua dalam diskusi nanti, Terimakasih, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. SAMBUTAN The Local Government & Public Service Reform Initiative :
Kristof Zoltan Varga (The Local Government & Public Service Reform Initiative) Selamat pagi semuanya, selamat datang. Saya berbahagia sekali hadir disini, mewakili open society foundation, yang merupakan lembaga donor internasional yang bermarkas di new york. Kita mempunyai kehormatan untuk bisa bekerja disini selama tiga tahun sampai sekarang, dengan mitra-mitra kami di Blora dan Bojonegoro. Dalam suatu proyek yang merupakan suatu pelopor. Banyak yang sudah dilaksanakan dan ditulis mengenai kutukan sumberdaya alam pada level nasional seperti tadi diuraikan oleh Ilham. Tetapi sejauh pengetahuan kami disini kami bekerja dengan Revenue Watch Institute belum banyak yang dilakukan pada level sub nasional seperti yang kita lakukan disini. Jadi kami berharap dengan partner-partner kami di Indonesia ini kami bisa membuat minyak menjadikan sesuatu yang membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi penduduk. Saya yakin bahwa kami sebagai organisasi donor telah belajar banyak dari pengalaman bekerjasama dengan saudara-saudara semua. Dan untuk itu saya berterimakasih. Proyek ini mendekati masa akhirnya , kita akan menyelesaikan fase ini tahun depan. Dan karena itu saya berbahagia banyak sekali orang yang hadir dalam seminar ini. Harapan saya adalah bahwa kita nanti bisa menggunakan apa-apa yang kita pelajari disini untuk daerah lain di Indonesia dan tempat-tempat lain. Saya berharap bahwa pertemuan kita hari ini bisa membantu untuk tujuan itu dan saya mengharapkan nanti diskusi-diskusi ini bisa bermanfaat. Terimakasih.
KEY NOTE SPEECH :
Bapak Erry Ryana Hardja Pamekas (Ketua Tim Formatur EITI – Indonesia): Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatuh, selamat pagi dan salam sejahtera Ibu-ibu dan Bapak –bapak sekalian. Di tengah-tengah banyaknya gumpalan persoalan yang dihadapi bangsa ini dari mulai demokrasi, hak asasi manusia, kemiskinan dan banyak hal yang memang harus kita hadapai. Dan yang sekarang tengah menjadi pembicaraan banyak orang adalah pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Tidak ada demokrasi yang berjalan tanpa penegakan hukum yang jelas/ firm dan sustainable. Jadi kunci dari semuanya adalah sustainability atau berkelanjutan. Ada penegakan hukum, ada penegakan hak asasi manusia, kemudian ada kemiskinan. Ada kemiskinan yang dihadapkan pada lapangan kerja, lapangan kerja bersangkutan dengan banyaknya investasi, investasi ada banyak pilihan apakah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, atau sumberdaya yang lain. Tetapi kebangkitan atau pengembangan masyarakat sipil harus terus diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan seperti yang kita lakukan sekarang ini. Bukan semata-mata untuk masyarakat sipilnya sendiri akan tetapi untuk kemaslahatan kita semua. Tiga pilar masyarakat sipil, masyarakat swasta/ private sector, dan juga negara atau pemerintah dan aparat-aparat kepemerintahan lainnya. Konsep pembangunan berkelanjutan tentu harus berlandaskan dengan apa yang saya sampaiakan tadi, arah pembangunan diberbagai sektor juga harus jelas tujuannya. Dan sektor-sektor ekstraktif yang disini disebutkan sebagai pertambangan mineral dan pertambangan minyak dan gas bumi tentunya menjadi perhatian kita, karena selama ini menjadi salah satu sumber utama pembangunan disamping pajak. Masalah ini sejak lama menjadi persoalan bukan karena pemberian lisensinya akan tetapi banyak pihak memiliki pandangan bahwa dampaknya terhadap daerah dimana mereka beroperasi dianggap kurang. Akhir-akhir ini sudah ada undang-undang perseroan terbatas yang mewajibkan tanggung jawab sosial perusahaan atau yang kita kenal sebagai CSR (Corporate Social Responsibility). Tetapi itu saja tentusaja tidak cukup. Mewajibkan semua perseroan terbatas melakukan CSR itu tidak cukup hanya mencantumkannya dalam undang-undang. Harus ada syarat-syaratnya, petunjuk-petunjuk teknisnya, dan juga jabaran-jabaran teknis dalam pelaksanaannya. Khusus dalam masalah ekstraktif, sudah disebutkan oleh pembawa acara ada EITI (Inisiatsi Transparansi Industri Ekstraktif/ Extractive Industry Transparancy Inisiative). Kita bersyukur bahwa
kolaborasi antara masyarakat industri pertambangan dan migas, pemerintah dan masyarakat sipil, sudah berhasil mendorong walaupun memerlukan waktu 2-3 tahun. Oleh karena itu sustainability tidak hanya berlaku pada tujuan, tetapi berlaku juga pada proses pelaksanaan. Harus ada perjuangan yang sustainable juga jangan berhenti dan jangan cepat putus asa. Dengan niat baik saya kira semua sektor paham bahwa apapun yang kita inginkan sepanjang itu hal yang terbaik pasti akan menjadi kesepakatan bersama. Masalah lain dalam sektor ekstraktif dalah desentralisasi, desentralisasi disatu sisi bisa menjadi alat untuk pemerataan tetapi disisi lain korupsipun terdesentralisasikan. Ini saya kira tantangan lain untuk teman-teman. Barangkali kegagalan mengelola kekayaan sumberdaya menjadi suatu sebab munculnya eluang untuk korupsi itu. Oleh karena itu salah satu cara untuk menangkal atau mencegahnya adalah dengan kehadiran transparansi, keterbukaan. Sebagaimana kita ketahui good governance pilar utamanya ada empat yaitu transparansi, acountability, responsibility dan partisipasi. Berdasarkan semangat itu maka EITI digulirkan, Peraturan Presidennya sudah ada, paling tidak ini bisa mendorong tata kelola yang baik di sektor ekstraktif. Dan itu hanya bisa dilakukan dimulai dengan munculnya transparansi. Ditengah banyak persoalan, tentu kita punya peran masing-masing sekecil apapun semuanya penting. Dan EITI adalah salah satu yang penting untuk memunculkan transparansi disektor ekstraktif. EITI sendiri merupakan standar global, sudah diikuti oleh 33 negara. Dimana Indonesia sejak Oktober 2010 sudah sebagai calon negara yang akan melaksanakan EITI. Pemerintah dalam hal ini Pak Hussein dengan timnya sudah secara khusus dengan susah payah meyakinkan semua pihak. Sehingga pada akhirnya muncul Perpres berkenaan dengan penerapan EITI ini. EITI berlaku bukan hanya untuk perusahaan milik negara tetapi juga untuk semua perusahaan swasta. Untuk teman-teman di Bojonegoro seharusnya sudah lebih maju lagi karena mereka sudah melangkah lebih dulu dibandingkan dengan inisiatif ini. Mudah-mudahan inisiatif ini bisa membantu kerja teman-teman seperti yang terjadi di Bojonegoro dan mudah-mudahan daerah-daerah lain juga bisa mengikuti langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh teman-teman Bojonegoro. Seabagai negara kandidat yang akan menerapkan EITI kita memiliki waktu dua tahun. Dua tahun waktu yang seperti panjang tetapi sebetulnya sangat singkat. Dan juga ketika kita memulai EITI saya dengan Chandra dan teman-teman lain bertemu kira-kira tiga tahun yang lalu, peraturan presidennya baru muncul tahun 2010, hampir tiga tahun atau bahkan lebih. Kemudian dua tahun ini harus kita lakukan banyak upaya supaya efektifitasnya tinggi dalam memenuhi persyaratan sebagaimana dipersyaratkan oleh sekretariat EITI dunia. Saya ingin menekankan juga bahwa dari sektor industri tidak ada keberatan sama sekali, dari pemerintah juga sudah mendapat komitmen yang tinggi dari pihak civil socity juga sudah memiliki semangat yang tinggi untuk melaksanakan EITI dan dalam waktu dua tahun akan segera diaplikasikan. Bahkan percobaan pertama akan dilakukan segera pada tahun depan untuk laporan 2009. EITI sendiri juga bisa merupakan model karena sekretariat EITI akan dikelola oleh berbagai stake holder, multipemangku kepentingan, multi pihak. Dimana duduk wakil masyarakat sipil, wakil pemerintah daerah dan juga wakil dari industri pertambangan dan migas. Peraturan Presiden sudah keluar Maret 2010 persiapan sekretariat sedang dilakukan memenuhi dan mematuhi birokrasi yang ada. Memang agak
terlambat, tetapi kami sudah bertekad agar 2011 kami sudah mampu menghasilkan laporan transparansi industri ekstraktif untuk tahun 2009. Mudah-mudahan selanjutnya bisa lebih cepat. Saudara-saudara sekalian saya tidak akan berpanjang-panjang, selamat berdiskusi, diskusi ini sangat penting, ditengah gumpalan persoalan yang tengah dihadapi negeri ini upaya sekecil apapun itu harus kita lakukan. Karena pada suatu saat usaha-usaha kecil ini akan bertemu disatu titik dan tujuannya adalah pelaksanaan demokrasi, perlindungan hak asasi manusia, pemberantasn kemiskinan dan ujungnya adalah kesejahteraan masyarakat. Terimakasih selamat berseminar, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. SAMBUTAN RWI/ Revenue Watch Institute ASIA-PASIFIK :
Ibu Chandra Kirana (RWI/ Revenue Watch Institute ASIA-PASIFIK) Revenue Watch Institute yang saya kelola disini di Asia Pasifik adalah salah satu mitra pendukung kegiatan di dua Kabupaten ini. Ini merupakan suatu eksperimen, suatu pilot dari tiga pilot yang lain diseluruh dunia. Kita punya pilot di Ghana, Nigeria dan di Peru. Dimana kita membantu stakeholder ditempat-tempat tersebut untuk mulai bersama-sama membahas bagaimana mentransparankan pendapatan-pendapatan dari revenue migas dan pertambangan ini. Kemudian bisa bersama-sama merancang bagaiamana menggunakannya secara sustainable. Jadi roh dari proyek ini di empat Negara adalah bagaimana menciptakan dialog multipihak yang konstruktif untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul ditingkat proyek yang ada kegiatan-kegiatan ekstraktif. Seperti dikatakan sebelumnya biasanya masalah resource curse di address atau dikelola pada level nasional. Tetapi kita lihat bahwa sebetulnya masalah itu jauh lebih berat pada level daerah dimana project itu berada. Sehingga dengan percobaan ini kta mencoba untuk bisa meningkatkan pemanfaatan revenue disati sisi, tetapi minimalisasi dampak-dampak negative disisi lain. Jadi kira-kira itu adalah roh dari project ini selama tiga tahun yang sampai saat ini sudah menghasilkan berbagai hal yang akan kita kupas dalam seminar satu hari ini. Terimakasih, selamat berseminar.
OVERVIEW :
Widi Heriyanto (Manager Program PATTIRO) : “Mengubah Bencana Menjadi Berkah : Inovasi Transparansi Migas untuk Pembangunan Berkelanjutan di Blora dan Bojonegoro “ Bismillahirohmanirrohim, Assalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuh, selamat pagi salam sejahtera untuk kita semua. Terima kasih Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang sudah bersedia hadir memenuhi undangan kami . Mandatnya adalah saya ingin menyampaikan apa saja atau bagaimana yang saya kerjakan di lapangan di Blora dan Bojonegoro selama hampir 3 tahun, seperti apa yang disampaikan Kristof, program ini sudah mendekati sesi akhir, tetapi belum stasiun pemberhentian akhir. Saya harapkan pribadi bahwa dalam seminar ini menjadi proses dalam mendapatkan masukan atau pembekalan dalam perjalan berikutnya untuk lebih baik menghadapi proses akhir nanti yang lebih baik. Proyek kami dilaksanakan di dua kabupaten, satu di jawa tengah dan satu di jawa timur, dua-duanya dibatasi oleh sungai Bengawan Solo dan ini adalah dua kabupaten atau provinsi yang berbeda, tetapi satu blok geologi, dua-duanya daerah kaya migas. Seperti kita ketahui Migas pertama kali ditemukan di dua daerah tersebut, sejak abad 18an. Dua daerah tersebut sampai sekarang adala daerah termiskin,di provinsinya masing-masing. Blora menempati peringkat ke-3 dari daerah termiskin di jawa tengah, dan Bojonegoro peringkat ke-5 termiskin di jawa timur. Pilot Proyek ini adalah Pilot proyek pertama di Indonesia dan di dunia untuk mencoba mengantisipasi kutukan sumberdaya alam,di level sub nasional, yang pertama kali didukung oleh revenew watch institute dan local government institute bersama 4 negara lainnya, yang terdiri dari Gana, Peru, Nigeria dan Indonesia. Kira-kira Program yang dihadapi di daerah migas adalah ada fluktuasi pendapatan dan keniscayaan berhenti. Fluktuasi pendapatan,karena industry migas ini sangat berkaitan dengan industri global. Sebagaimana yang kita tahu, meskipun sumur minyaknya ada di sebuah desa mojo delik,tetapi keputusan-keputusan di New York yang diambil oleh Exxon akan mempengaruhi di daerah tersebut. Karena pasar minyak adalah pasar dunia, ketika harganya naik turun,maka akan mempengaruhi pendapatan di daerah tersebut. Wassalamu ‘alaikum WR.WB.
SESI 1 : Topik “Inisiatif Mekanisme Transparansi Migas Tingkat Lokal”
Moderator : Ibu Chitra Hariyadi (PATTIRO) Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh. Senang sekali hari ini kita bisa hadir. Seminar kali ini menurut kami sangat spesial karena ada beberapa hal karena hari ini kita akan punya tiga sesi yang cukup padat dan menarik untuk membedah sebuah project yang sudah dilakukan selama tiga tahun yang diklaim sebagai project pertama ditingkat nasional dan memang itu betul. Juga project yang sangat sedikit dilakukan di dunia. Percobaan yang karenanya menjadi sangat menarik untuk kita cermati. Yang kedua kita spesial karena kita punya enam resources person yang betul-betul expert dibidangnya dan juga dua narasumber utama Pak Erry dan Pak emil. Juga spesial karena walaupun kita punya enam narasumber dan dua tokoh nasional kita akan meminta dua nrarsumber ini untuk menjadi penanggap atau pengkritisi dari model yang akan dipresentasikan oleh teman-teman program. Jadi kita akan siapkan diskusi hari ini untuk mengkritisi, menajamkan, mempertanyakan, menggali lebih dalam bagaimana sih lesson learn dari program tiga tahun di lapangan. Juga spesial karena para stakeholder langsung dari daerah, baik dari perusahaan, dari DPRD maupun Pemerintah Daerah, yang bersama-sama membangun inisiatif ini. Karena cukup padat perkenankan kami memulai sesi pertama, kita akan membahas mengenai inisiatif transparansi Migas di tingkat lokal. Seperti Bapak Ibu ketahui bahwa program ini akan fokus pada dua inisiatif yaitu yang pertama transparansi migas dan nanti yang kedua adalah perencanaan pembangunan berkelanjutan. Yang akan mempresentasikan adalah Ibu Maryati Abdullah dari PATTIRO. Dan kita juga menghadirkan para reviewer yang pertama adalah Bapak Hussein dari asisten deputi III Kemenko, Pak Hussein ini adalah orang dibelakang layar yang sangat aktif mendorong inisiatif EITI dan banyak membantu kami mengembangkan model ini di lapangan. Juga kehadiran Mas Jalal dari lingkar studi CSR dan penasihat teknis Kiroyan Partner, seperti anda mungkin ketahui Pak Jalal ini sangat aktif menulis dan expert mengenai CSR. Beliau banyak membantu kami mendudukan bagaimana CSR dalam model transparansi ditingkat lokal. Juga terimakasih Pak Yuris dari BUMD Bojonegoro dan Pak Seno dari DPRD Blora. Silahkan Mbak Maryati untuk memulai presentasinya.
Maryati Abdullah (PATTIRO) : “Inisiatif Mekanisme Transparansi Migas Tingkat Lokal” Selamat pagi Ibu-ibu Bapak-bapak sekalian. Mekanisme transparansi di Blora dan Bojonegoro ini kita inisiasi kurang lebih setahun setengah terakhir. Dimana program ini sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir. Pada tahap awal kita memetakan beberapa persoalan-persoalan dan mendorong pengembangan ekonomi lokal dan membuat perencanaan pembangunan. Ternyata kita melihat ada kebutuhan bahwa Kabupaten Blora dan Bojonegoro erlu membuat inisiatif transparansi. Kami membuat ini pada tahap awal adalah terinspirasi dari Model EITI yang bersifat multi pihak namun pada kenyataannya ditingkat lokal ada kebutuhan terkait kepentingan masyarakat yaitu CSR dan juga persoalan dampak lingkungan dan sosial yang sangat penting untuk ditransparansikan juga. Sehingga mekanisme transparansi kami mencakup pada tiga hal atau tiga ruang lingkup. Yang pertama terkait dengan revenue atau pendapatan, baik dari BBH Migas maupun participating interest atau penyertaan modal daerah. Kalau kita tahu Blok Cepu adalah blok pertama yang ditanda tangani setelah undang-undang migas terbaru dan perticipating interest Cepu adalah participating interest pertama dari penerapan undang-undang migas no 22 tahun 2001. Transparansi pendapatan yang lain juga menyangkut pajak dan pendapatanpendapatan ditingkat daerah seperti PDRB dan lainsebagainya. Ruanglingkup yang lain yang kami inginkan dari model transparansi ini adalah terkait dengan dampak sosial dan lingkungan. Misalnya bagaimana tahapan-tahapan eksplorasi dan eksploitasi itu berdampak kepada lingkungan ditransparansikan kepada masyarakat sekitar, dikoordinasikan kepada pemerintah daerah, kemudian ditanggulangi secara bersama ketika terjadi resiko-resiko kebencanaan dar Migas. Sebagai salah satu contoh yang sering terjadi di Blora dan Bojonegoro terutama dalam akhir-akhir 2010 ini yang namanya kick gas itu sering sekali terjadi. Walaupun itu kita katakan kick gas itu masih kecil, kalau besar mungkin menjadi mud flow seperti Lapindo misalnya. Kita menginginkan transparansi dalam hal ini adalah sebelum kejadian masyarakat harus sudah mengetahui informasi apa yang penting dari dampak-dampak kegiatan eksplorasi ini terhadap masayarakat. Misalnya juga terkait polusi, misalnya ketika memasukan bahan-bahan kimia kedalam lokasi eksplorasi dan eksploitasi dan ini juga diberitahukan kepada masyarakat. Bagaiamana upaya tanggap darurat ketika terjadi kick gas, apa yang harus dilakukan, koordinasi dengan pemerintah setempat, dengan kepolisian, dengan rumah sakit dan sebagainya itu juga dilakukan. Kemudian transparansi yang lain terkait dampak sosial misalnya adalah terkait pembebasan lahan, misalnya pembebasan lahan itu yang ingin ditransparansikan adalah kapan tahapan-tahapan itu dilakukan. Kemudian dengan transparansi yang lain terkait dengan penyerapan tenaga kerja lokal dan sebagainya. Kemudian isu ruang lingkup yang lain adalah terkait CSR ataupun Comdev yang dilakukan oleh perusahaan. Masyarakat sekitar selain ingin mengetahui apa programnya, bagi beberapa kelompo-kelompok masyarakat juga ingin mengetahui berapa besar dana yang dialkasikan oleh perusahaan satu tahun untuk dialokasikan dalam kegiatan CSR. Selain transparansi dalam hal itu juga diharapkan program-program CSR juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah sehingga proses perencanaan daerah dan pembangunan di daerah bersinergi dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh CSR. Sehingga pembangunan bagi masyarakat bisa dioptimalkan.
Mekanisme ini kami lakukan dengan cara kami menawarkan sebuah bentuk multi pihak diaman kita memfasilitasi dan memediasi tiga pihak yaitu perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat sipil didaerah tersebut. Komisi transparansi ini harapannya menjalankan tiga ruang lingkup tadi. Kemudia melakukan pertemuan-pertemuan rutin dan komunikasi rutin untuk membahas persoalan-persoalan dari tiga ruang lingkup tadi kemudian mencari solusi bersama bahkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan jika ternyata persoalan-persoalannya tidak bisa diselesaikan ditingkat lokal sehingga harus diselesaikan di tingkat nasional. Beberapa agenda kerja dari mekanisme transparansi sudah kami lakukan dalam bentuk piloting sebagian lainnya juga akan kami terapkan pada periode berikutnya. Karena dasar hukum pembentukan transparansi ini untuk di Kabupaten Blora baru terbentuk dan di Kabupaten Bojonegoro payung hukumnya masih berupa draft. Agenda kerja yang telah kami lakukan adalah memediasi multipihak ketika membentuk mekanisme apa yang kita inginkan, modelnya bagaimana, dan sebagainya. Kita melakukan kajian dan rekomendasi-rekomendasi kebijakan ini adalah salah satu bentuk piloting, misalnya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Blora bersama multipihak untuk mempertanyakan mekanisme bagi hasil yang didasarkan pada mulut sumur dan sebaginya. Kemudian rekomendasi kebijakan yang lain adalah melakukan diskursus tentang bagaiaman peran pemerintah daerah dalam revisi undang-undang migas seharusnya kedepan misalnya. Dan kajian-kajian terhadap persoalan mekanisme bagi hasil, persoalan flow revenue atau bagaimana alur penerimaan dari sektor migas itu dilakukan, dan juga jenis-jenis informasi apa saja yang seharusnya terbuka mengenai pendapatan dan lain-lainnya. Kemudian piloting, kita menyebutnya piloting karena dengan adanya payung hukum ataupun tidak, dengan adanya komisi ataupun tidak forum multipihak ini kita jalankan, untuk semaksimal mungkin melaksanakan mekanisme transparansi di dua kabupaten ini. Kemudian yang lain adalah mengakses infromasi publik dengan memanfaatkan momentum penerapan undang-undang keterbukaan informasi publik atau freedom of information. Dimana masyarakat di tingkat lokal mengakses informasi ke badan-badan publik. Denagn undang-undang KIP no 14 tahun 2008, harapannya informasi penting tentang tiga ruang lingkup tadi bisa dibuka. Sebagaimana yang dilakukan oleh teman-teman Blora misalnya mereka mengakses perjanjian PT BTH atau BUMD di daerah dengan pihak ketiga terkait pemanfaatan atau mekanisme dari pembagian hasil dari saham participating interest di Kabupaten Blora. Akses informasi yang lain juga dilakukan di dua kabupaten untuk meminta meminta kontrak, meminta POD, WTB dan sebagainya. Kemudian hal lain yang kami lakukan sebagai agenda kerja adalah melakukan capacity building atau penguatan kapasitas dari stake holder. Kami pernah melakukan pelatihan DBH bagi pemerintah daerah dan responnya cukup bagus. Ada permintaan lagi karena bagi masyarakat adalah hal penting supaya ketika pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam rekonsiliasi DBH dalam rekonsiliasi lifting yang dilakukan triwulan kami berharap pemerintah daerah memiliki bargaining. Bagaimana caranya memiliki data dan bahkan melakukan mengkritisi dan menanyakan lifting, menanyakan DBH dan hal-hal lainnya. Kemudian upaya lain yan kami lakukan adalah membuat payung hukum ditingkat lokal. Di Kabupaten Bojonegoro peraturan Bupati sudah keluar tahun 2010 kemarin. Meskipun terjadi
pergantian Bupati yang cuku pelik di Blora tetapi bisa dengan cukup smooth difasilitasi oleh teman-teman LPAW Blora untuk Bupati barupun bisa Engage dalam Peraturan Bupati yang ada dan mengerti sebenarnya mekanisme apa yang ingin diterapkan. Perda itu bahkan di tahun 2010 telah mendapatkan alokasi anggaran APBD. Kemudian payung hukum di Kabupaten Bojonegoro barubaru ini Peraturan daerah Bojonegoro terkait dengan tata kelola ekstraktif itu menjadi prioritas legislatif daerah PROLEGDA (Program legislatif daerah). Dan dijadikan sebagai inisiatif DPRD Kabupaten Bojonegoro. Dan alokasi anggaran untuk membahas draft itu ada pada tahun 2011. Kemudian kerja-kerja yang lain yang menjadi agenda kerja adalah melakukan sosialisasi, membuat bahan-bahan publikasi, yang bisa Bapak-bapak Ibu-Ibu baca sekarang. Kemudian kita melakukan kampanye dan penyadaran-penyadaran publik baik di tingkat nasinal maupun di tingkat lokal. Model inisiatif ditingkat lokal ini kami berharap dapat menjadi model yang integrated dengan EITI di tingkat nasional. Ketika bulan April kemarin ditandatangani Perpres EITI kami berharap EITI nasional bisa melengkapi model di tingkat lokal dengan melengkapi dari rekonsiliasi revolving yang sudah diaudit. Karena inisiatif kami terus terang tidak bisa melakukan rekonsiliasi seperti yang dilakukan oleh EITI. Karena mengingat perusahaan terikat dengan Badan Publik ditingkat nasional tidak terikat Badan Publik di tingkat lokal. Sehingga kami tidak bisa memaksa atau mengobligasikan tiga pihak ini untuk saling memberikan informasi penerimaan dan pendapatan. Tapi kami berharap integrasi itu terjadi di EITI tingkat nasional. Sehingga masyarakat lokal di Blora dan Bojonegoro ketika Pemda Blora melaporkan berapa pendapatan dari Miga yang itu juga direkonsiliasi secara tidak langsung oleh pemerintah pusat dan perusahaan ditingkat nasional maka masyarakat akan mendapatkan informasi terkait dengan rekonsiliasi pendapatan yang dimaksud. Berapa capain-capain yang kita capai hingga saat ini yang dari harapan kami di dua Kabupaten ini sudah terbentuk kelompok multi pihak yang terdiri dari perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat sipil. Kemudian sudah adanya Peraturan Bupati tentang mekanisme transparansi di Kabupaten Blora dan adanya Raperda di Kabupaten Bojonegoro, dan adanya alokasa anggaran di dua Kabupaten ini. Ini capaian besar yang kami highlight. Mungkin hal-hal kecil tentang benefit apa yang dirasakan komunitas dengan adanya mekanisme ini mungkin akan menjadi cerita ketika kita review nanti. Strategi pencapaian yang mungkin bisa kami bagi dari mekanisme di dua Kabupaten ini adalah kami melakukan inisiatif ini secara bertahap. Misalnya karena tiga pihak perusahaan, pemerintah daerah dan masyarakat sipil tidak bisa bergabung secara formal dalam waktu yang bersamaan maka ada langkah-langkah tahapan atau tingkatan-tingkatan mekanisme transparansi yang kami maksudkan. Dari tahun pertama, tahun kedua, kami membagi strategi-strategi pada pada level apa transparansi dilakukan. Misalnya sekarang pada tahun pertama mekanisme kami jalankan tahapan kami pada masih pada tahapan dialog. Belum pada tahapan masing-masing pihak memberikan informasi secara tertulis untuk dibahas bersama itu belum. Sekarang pada tahapan pertama kami masih duduku bersama untuk membicarakan persoalan dari tiga ruang lingkup itu. Tahapan yang sudah kami tempuh adalah sekarang secara bersama-sama membuat Perda, membuat Perbup, sampai pada bersama-sama menyusun agenda kerja. Tetapi tahapan yang lebih advance atau lebih lanjut dari yang kami inginkan adalah ditahun-tahun berikutnya masing-masing pihak sudah bisa
saling terbuka, saling duduk setara dan melaporkan dan membuka informasi-informasi terkait tiga ruang lingkup tadi. Kemudian bisa dibuat publikasi bahkan membuat agenda kerja bersama, sehingga transparansi yang kita inginkan tdiak sekedar formalitas. Strategi pencapaian yang lain adalah yang saya sebutkan sebelumnya adalah piloting. Jadi tiga pihak itu kita fasilitasi untuk bertemu, untuk ke pemerintah pusat, kita mediasi dan sebagainya. Supaya walaupun tanpa ada komisi yang terbentuk secara formal melalui peraturan atau SK Bupati tetap bisa dijalankan. Kemudian strategi yang lain adalah dengan menempuh atau memanfaatkan momentum undangundang KIP bersinergi dengan upaya advokasi dengan EITI di tingkat nasional melakukan strategi komunikasi kampanye, berjejaring dengan jaringan-jaringan tingkat nasional dan regional misalnya Asean dan sebagainya. Yang akan menjadi isu pembahasan yang kita highlight tadi adalah berkait dengan tantangan. Tantangan dan peluang yang kita temukan di program ini adalah saat ini keterlibatan perusahaan belum secara formal atau belum optimal dalam forum multipihak. Perusahaan selalu datang ketika kita undang dalam forum-forum mediasi, dialog, pembahasan dan sebagainya tetapi tetap sebagai undangan. Ketika kita minta kesediaan untuk duduk secara formal dalam komisi transparansi perusahaan ditingkat daerah itu belum mau atau belum memberikan jawaban. Ini kendalanya adalah karena mereka menunggu keputusan ditingkat nasional. Bahkan ketika kita melakukan melakukan jajak pendapat kira-kira bagaimana dengan perusahaan nasional apakah ingin masuk kedalam mekanisme lokal ini, jawaban mereka adalah ’kita terikat pada BP Migas’, selalu seperti itu. Kemudian itu rasanya memang menjadi tantangan untuk bisa menjangkau masyarakat grass root, karena butuh waktu yang cukup untuk kemudian memahamkan atau membangun kesadaran bahwa transparansi pendapatan itu sangat bermanfaat bagi masyarakat di komunitas atau terkait dampak lingkungan itu adalah sesuatu yang harus dirasakan. Walaupun masyarakat sekitar tambang itu ehari-harinya melihat kegiatan itu dan sudah merasakan tetapi terus terang forum multi pihak ini keberadaannya belum tersosialisasi atau terasakan dengan baik ditingkat grass root. Karena kami tiga tahun terakhir banyak melakukan loby-loby atau pekerjaan-pekerjaan untuk mendorong Perda atau memfasilitasi forum multipihak dan sebagainya. Kemudian peluang yang lain sebenarnya adalah menurut kami mekanisme ini bisa direplikasi di beberapa daerah kaya migas atau daerah penghasil tambang lainnya. Karena rata-rata persoalan yang dihadapi didaerah penghasil tambang adalah hampir sama. Mereka membutuhkan transparansi, membutuhkan perencanaan yang benar-benar spesifik, bagi daerah Migas. Supaya bisa memanfaatkan revenue dengan berkelanjutan dan sebagainya. Saya pikir ini, Mbak Citra dan Bapak-Bapak Ibu-ibu sekalian. Terimakasih atas kesempatannya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. M. Hussein (Asisten Deputi III, Kemenko Ekuin): Saya kira salah satu alasan kenapa di Perpres itu jelas-jelas disebutkan ada daerah alasan utamanya adalah alasan Blora dan Bojonegoro. Kesatu karena potensinya yang ada, dan kita memang baru diawal ini. Nanti saya akan cerita kalau ada gambarnya. Kemudian juga dari temanteman PATTIRO segala memang sudah jauh bergerak melebihi pergerakan kami yang di Jakarta. Dan sekarang sudah juga mulai kelihatan championnya yang dilihat dari ada Pak Hadi, Kepala Dinas
dari Blora sendiri, kemudian dari Politik ada Pak Seno dari DPRD sudah mulai. Saya mau manasmanasin mana Bojonegoro kok ketinggalan sama Blora. Ini saya kira akan menjadi, betul Mbak Mar, ini yang akan menjadi kira-kira kita harus pakai juga model ini untuk kita pakai di daerahdaerah yang lain. Ini idealnya begitu dan mumpung ini sebenarnya kita untuk Blora dan Bojonegoro ini sebenarnya baru mulai. Gambar yang satu ini. Jadi gambar awal yang paling kiri adalah Blok pada waktu Humpuss Patra Gas. Bloknya segede itu, sekarang posisi Bloknya tinggal yang kanan itu. Nah itu batas Kabupaten Blora dan Bojonegoro adalah Sungai Bengawansolo. Nah Lapangan Banyuurip itu posisinya disebelah Bojonegoro. Nah in adalah pada waktu ini dibikin dari tahun 2005 awal. Saya waktu itu masih sebagai kepala eksplorasi di Lemigas yang sekaligus waktu itu ditugaskan untuk appraisal dari reserve proposal yang dilakukan oleh exxon mobile. Jadi angkanya itu, ada dua kalau kita ngitung cadangan ini, cadangan yang kita sebut dengan oil implist tapi yang bener-benar terambil itu kita ngomongnya yang jadi duit itu yang reserve aja. Nah kalau minyak itu statementnya exxon mobile pada waktu itu 735 juta barel. Nah kami di Lemigas waktu itu 458 juta barel. Kemudian gasnya kami lebih besar dari exxon, exxon kan 5,9 Lemigas 6,3 TCF (Trilion Cubic Feet). Jadi ini gasnya sebesar 60% dari Tangguh. Ini yang sekarang itu baru dilakukan early production system, sambil menunggu project yang sesungguhnya jalan ini baru diproduksi dengan alat-alat yang disewa. Sekaran, ini sebetulnya dihasilkan dari sumur hasil eksplorasi saja sekarang diproduksi 20.000 barel per hari. Tapi seringsering karena off taker dilapangan, infrastrukturnya tidak mendukung, sering-sering produksinya kurang. Tetapi dari sisi lapangannya sendiri sebetulnya produksinya lebih. Bahkan produksinya lebihpun bisa, kalau infrastrukturnya ada. Karena tiga dari pengeboran terakhir hasilnya bagusbagus bahkan angka 450 Juta Barel itu sudah proven lah. Sehingga mereka peak productionnya naik dari usulan POD pertama 165 sekarang 185.000 barel per hari. Ini satu sisi. Dan ini kalau ETC yang kita tunggu-tunggu kemarin mungkin teman-teman dari Blora dan Bojonegoro sudah dengar tertunda dengan EPC 5 (Enginering Procurement and Construction 5). Jadi project ini dibagi menjadi lima tahap atau kapling lah begitu, EPC5 ini yang tertahan-tahan tadinya. Yang depat soal airnya mau pakai air Bengawansolo atau air laut. Sekarang sudah selesai dua minggu yang lalu sudah selesai. Cara penyelesainnya tipikal orang Indonesia, setengah-setengah, setengah dari air Bengawansolo, setengah dengan air laut. Sekarang kalau ini jalan, katakanlah per desember ini jalan atau katakanlah januari ini jalan, argonya kira-kira kalau jalan produksi setiap fasilitas itu 30 bulan. Kami mengharapkannya sebelum 30 bulan sudah selesai, karena ini akan menjadi sangat politis untuk Pemilu 2014 biar selesai. Jadi ada dua sisi. Setelah itu baru ada produksi. Kegiatankegiatan yang dilakukan oleh teman-teman ini saya kira ideal sekali, karena saya di industri ini sudah dari tahun 83 jadi sudah 27 tahun. Jadi saya agak banyak tahu dari EPC tiba-tiba jadi operation, jadi duit, termasuk bagaimana masyarakatnya, seperti yang terjadi di Minas, di Balikpapan, segalamacam, di Tangguh saya juga mengikuti. Mudah-mudahan di Blora dan Bojonegoro ini kejadiannya agak baikan dikit lah, syukur-sukur baikan banyak. Kemudian juga yang Pak Hadi harus sikapi memang nanti, kalau sekarang Pak Hadi jatahnya masih sedikit tapi nanti your turn will be, sebetulnya gambar ini menunjukan ini baru gas, tapi sebetulnya range ini adalah minyak, gas, di Jawa Timur ini tipical. Dan ini gas-gasnya kita juga belum ngomong. Tapi Pertamina yang Randu gunting segala sebenarnya sudah mulai yang gasnya akan ditarik ke Tambak Lorok. Ini
kan ada gas besar kalau tadi proven reservenya 6 TCF itu besar sekali pak. Kalau itu ditarik itu juga heboh dan itu banyak ke Bojonegoro. Kemudian lapangan-lapangan kaplingnya di Bojonegoro sudah selesai ini juga target berikutnya. Saya kira ini yang harus kita sikapi. Saya inginjelaskan ke teman-teman bahwa kita ini sekarang sedang menghadapi sesuatu yang gede, kalau ngomong 100.000 barel per hari itu duit gede banget itu. Tapi masalahnya juga nanti gede banget. Kemudian dari CSR segala teman-teman sikapi, 30 bulan yang akan datang akan ada project saya bingung ngomongnya, katakanlah 2.5-3 milyar US$ akan di spending disitu, di kampungnya Pak Hadi. Sudah terbayang ngga, kalau tiba-tiba ada duit segitu kan dibelanjain heboh. Kalau nanti ada mobil sewaan tiba-tiba di Cepu itu berkeliaran mobil project 2000 mobil sudah kebayang ngga gimana jadinya Cepu. Kemudian ini juga yang dari Pak Jalal tolong disikapi, disatu sisi kita juga akan berinteraksi dengan world class oil company, yang HSE nya, safetynya luar biasa. Bayangkan saja saya kalau jadi tamunya Exxon mobile begitu mau kunjungi ke Cepu, dia ngga bisa ditawar saya harus pakai pesawat ke Surabaya dan dari Surabaya harus pakai kereta api ke Cepu, bayarnya bayar ke Jakarta lagi. Itu ngga bisa di tawar pak. Harusnya kan pakai kereta api aja, saya kan juga dosen AKA Migas kan gampang, dari sini turun di Cepu kan selesai. Tapi sistem mereka tidak mengizinkan itu. Dan juga jam-jam nya sama-sam juga, repot juga, ke Bandara macetnya, Kereta api nunggunya lagi, sama juga habis waktu saya. Tapi itulah sistemnya dia. Nanti juga ada culture safety yang begitu ketat yang dengan Pertaminapun berbeda jauh, ini dengan masyarakat dan segala macem pak. Ini yang juga, mungkin nanti juga penting. Kemudian nati dari sisi partisipasi mungkin gmn Mbak Mar, ini bukan wewenang saya, apakah sudah bisa ngga melihat sejauh mana. Sebetulnya kan Blora dan Bojonegoro kan shareholder tu, harusnya bisa minta apa saja yang mau di spending itu. Bagaimana partisipasi masyarakat, paling ngga bagi saya gambarannya seperti ini sajalah, nanti kan akan ada ribuan orang, pasti kan makan ayam makan daging, kalau bisa yang dibeli-beli sekitar situ dululah. Cuman nanti persoalannya kan ditanya kalau ayam misalnya nanti ditanya ini sertifikatnya mana. Jangan-jangan dikasi pelet segala macam, padahal orang minyak tidak boleh makan yang begituan. Mendingan dia import dari Australi, tapi jelas urusannya. Persoalannya yang kayak simple seperti ini nanti ada masalah. Sehingga nanti masyarakatnya jadi penonton lagi. Karena ini kan sebetulnya kan Huge money sebetulnya. Namum bagaimana cara ini berpartisipasi disitu. Ini yang juga saya inging melemparkan yang dalam waktu segera dalam 3 tahun kedepan Mbak Mar ini adalah tantangan. Dan harusnya sekarang company juga menyadari kalau yang gini-gini dia ngga direspek nanti juga akan capek di demo melulu. Ini juga kan paradigmanya, sebetulnya perusahaan sudah menyadari ini paradigmanya sudah mulai berbeda. Apalagi ini, kita kan bisanya ngebor di tengah hutan di kalimantan, ini kan di kampungnya Pak Hadi kan di tengah kota, urusannya kan ngga gampang jadinya. Kalau say si belum apa-apa ngebayangin penginepannya aja dimana gitu karena Cepu itu ngga memenuhi syarat orang minyak itu. Dan dulu orang minyak ini kan pernah bawa, ngga lucu tu pak, di dekat Banyu urip di pinggir jalan Cepu Bojonegoro kita bawa Porpaken itu yang biasa kita bawa kalau di tengah hutan, kita nginep disitu. Bayangin pak dipinggir jalan antara Cepu Bojonegoro, karena penginapan yang ada disana tidak memenuhi standar orang minyak. Dari standart safety, social interaction, dan segala macam. Saya juga ngga ngerti juga bagimana nangani yang begini. Kira seperti itu yang saya ingin saya pesan, mumpung ada ang di atas-atasnya Mbak Mar, ini seharusnya jangan berhenti terlalu lama. Bahkan gerakannya Mbak Mar ini harusnya brau mulai, jadi belum boleh berhenti dulu diterminalnya
jangan terlalu lama ngasonya. Karena ini argonya pas baru mulai, jangan berhenti kelamaan, karena ini juga yang harus kita starting, kalau feeling saya si all the project dimulainya Januari. Ini dari kami yang sisi transparansi ini memang kami ingin melihat disini sukses. Dulu, yang katanya bisa direplokasi ke yang lain, tetapi coba lanjut dulu ke slide yang lain. Sebenarnya saya dulu sebegai Geolog ingin mengingatkan ini, Jawa Timur itu yang Banyu Urip itu hanya salah satu rise built up 1, ketemu terbukti bisa berproduksi itu banyak. Ini ada buktinya ini ada pengeboran kita sampai tahun 2003 saja waktu itu saya masih aktif jadi Geologist setelah itu saya pindah jadi ngga megikuti. Ini ada discovery dan sebetulnya Banyu urip itu salah satu temuan, dan ada temuantemuan yang lain yang gede-gede juga di Jawa Timur. Kalau ini kita sudah siap dan nanti menurut saya Riau berikutnya adalah Jawa Timur. Nah tantangannya ke teman-teman ada di Blora dan Bojonegoro dan di Jawa Timur, mumpung kita dari awal maka jangan sampai salah kelola. Demikian dan terimakasih. Jalal (Lingkar Studi CSR & Penasehat Teknis Kiroyan partners) : Terimakasih atas kesempatannya. Yang pertama berdasarkan konsep CSR yang benar apa yang perlu ditransparansikan? Kalau menjawab pertanyaan kayak gini berarti pertama-tama saya harus memberitahukan CSR yang benar itu seperti apa. Saya kira ini menarik ini tanggal 2 Desember, hampir persis sebulan yang lalu tanggal 1 November tepatnya sebetulnya seluruh dunia itu sudah sepakat bahwa CSR itu seperti apa, yaitu sebagaimana yang didefinisikan dalam ISO 26.000, keluar 1 November 2010. Prosesnya 10 tahun, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dari seluruh dunia, puluha ribu orang terlibat. Dan sekarang kita sudah tahu yang namanya CSR itu adalah kuntabilitas terhadap dampak, ekonomi, lingkungan dan sosial. CSR tujuannya pembangunan berkelanjutan. Tujuan yang lain tidak diterima, itu yang sangat penting. Jadi CSR tidak seperti yang didefinisikan oleh kebanyakan perusahaan di Indonesia yang berpikir dan berbicara kemana-mana bahwa CSR itu donasi, CSR itu philantropi, CSR itu sekedar community development. Sebetulnya bukan itu. CSR itu jauh lebih luas daripada itu semua. Kalau kita lihat yang namanya ISO 26000, dokumen itu menyatakan bahwa ada tujuh core subyek CSR, yang pertama adalah Governance, jadi tatakelola perusahaan adalah bagian dari CSR. Tatakelola seperti apa yang masuk kedalam CSR adalah tatakelola yang memperhitungkan transparansi dan akuntabilitas terhadap pemangku kepentingan. Jadi bukan hany bagaiaman susunan direksi misalnya, sebagaimana yang banyak diomongin di Indonesia, tetapi transparansi dan akuntabilitas itu yang sebenarnya jauh lebih penting. Jadi kalau perusahaan tidak mau transparan, tidak mau akuntable, itu sebetulnya sudah mati CSR nya dari awal. Yang kedua adalah bagaimana penghormatan terhadap HAM. Yang ketiga adalah bagaimana perusahaan berhubungan dengan para pekerja, termasuk pekerja kontraktor. Yang keempat adalah bagaimana perusahaan mengelola lingkungannya. Dan disini yang sangat penting sudah masuk dalam ISO 26000 adalah bagaimana perusahaan mengelolanya terkait dampak perubahan iklim. Jadi mitigasi emisi, kemudian adaptasi itu juga jadi bagian yang sangat penting. Kalau perusahaan tidak mau mengurusi apa dampaknya terhadap perubahan iklim apalagi perusahaan Migas, itu CSRnya tidak memadai. Yang kelima adalah fair operating practices, atau operasi yang adil. Bagaimana perusahaan berhubungan dengan kontraktornya. Apalagi kalau kontraktornya merupakan kontraktor lokal. Karena urusan dengan kontraktor local ini sangat banyak. Tidak bisa disamakan
dengan kontraktor-kontraktor besar. Kalau kontraktor lokal butuh peningkatan kapasitas (capacity Building), perusahaan harus menyediakannya. Perusahaan juga harus menyediakan proporsi tertentu dari seluruh kontrak kepada kontraktor local. Ini tidak bisa dihindarkan bila perusahaan mau menjalankan fair operating practices. Dalam ranah CSR ini. Yang ke enam itu konsumen, bagaiamana perusahaan itu mengurus konsumennya. Mungkin kalau perusahaan Migas seperti yang berjalan di Bojonegoro dan Blora ini konsumennya kebanyakan luar negeri, tetapi kalau Pertamina yang konsumennya langsung masyarakat itu tanggungjawab terhadap masyarakat seperti kita tahu masalah-masalah ledakan tabung gas 3 kg itu juga bagian dari CSR. Yang terakhir baru community involvement and community development, bagaimana melibatkan masyarakat dan pengembangan masyarakat. Ini macam-macam sebetulnya urusan yang terakhir ini. Saya pertama akan bilang kita jangan ngecil-ngecilin CSR, kita seharusnya menggunakan CSR dengan standart global. Kita jangan sampai terjebak dengan definisi CSR misalnya dalam undang-undang perseroan terbatas, karena definisi itu adalah definisi yang sangat ketinggalan zaman, tidak sesuai dengan semangat zaman sekarang. Jadi mari kita pakai definisi CSR sebagaimana dipahami oleh masyarakat global. Dan kalau kita mau bicara CSR khusus untuk masyarakat setempat, yang sangat penting adalah community involvement tadi. Bagaimana masyarakat diajak untuk ikut mengambil kepeutusan bersama terhadap apapun yang mengenai diri mereka. Jadi masyarakat harus diajari untuk menolak banyak hal, apabila mereka tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan itu padahal itu mengenai diri mereka sendiri. Dan yang namanya masyarakat juga harus beneran sampai Grass root, bukan hanya perwakilan, misalnya kalau Bupatinya sudah setuju kemudian iya, itu boleh, bukan begitu. Tetapi ini benar-benar community involvement bener-bener sampai level grass root. Community development nya sendiri ini juga ada tiga hal yang sangat penting. Pertama adalah kesempatan kerja, ini pasti banyak urusannya, terutama di fase konstruksi, butuh tenaga banyak. Kalau tidak ada transparansi dalam hal ini nanti benar-benar masyarakat nanti hanya jadi penonton saja. Kemudian yang kedua adalah kesempatan berusaha. Sebetulnya perusahaan harus membuka lebar-lebar apa sih sebetulnya yang sub contracting works yang bisa dikerjakan oleh siapapun. Kemudian masyarakat secara umum melalui perwakilannya harus membicarakan pekerjaan-pekerjaan mana yang seharusnya di sub kontrakan kepada kontraktor-kontraktor local. Yang ada di level Kabupaten, Kecamatan bahkan Desa. Karena hanya dengan demikian kita akan tahu apakah pekerjaan-pekerjaan itu bisa dikerjakan atau tidak. Kalau ini tidak transparan, pertama saya khawatir lagi, masyarakat kembali hanya bisa menjadi penonton dan kedua menjadi pemarah. Karena curiga bahwa perusahaan tidak memberikan kesempatan kepada mereka. Nah yang banyak diomongin sebagai CSR itu dalah komponen ketiga dari community development yaitu project-project untuk masyarakat. Project-project untuk masyarakat ini bagaimanapun sangat penting dirundingkan prioritasnya. Dengan Pemerintah Daerah, dengan masyarakat langsung. Jadi tidak bisa perusahaan sendiri yang membuat perencanaan kemudian langsung mejalankannya. Karena itu bertentangan dengan prinsip partisipatoris dalam CSR. Ini kemudian apakah bisa ditegakkan atau tidak ini sangat tergantung pada jawaban atas pertanyaan berikutnya, pertanyaan kedua. Tapi saya mau bilang Dulu rekomendasi untuk sinergi dengan pembangunan daerah itu sangat penting. Di CSR terkenal sebuah konsep yang namanya stake holder convining.
Stake holder convining itu isinya ada 3, yang pertama adalah belajar bersama (collaborative learning), yang kedua adalah bertindak bersama (cooperative action), kemudian yang ketiga adalah outreach. Jadi yang penting dilakukan oleh perusahaan dan pemangku kepentingannya dalam sinergi dengan pembangunan daerah adalah pertama-tama belajar tentang CSR itu apa secara luas. Jangan sampai tidak ada kesepakatan yang benar tentang CSR. Yang kedua kalau sudah ada kesepakatan disitu, bikin rencana tindakan bersama yang tidak terpisah sebetulnya dari rencana pembangunan daerah. Yang sangat sering terjadi disini adalah bahwa Pemda selalu berfikir apa yang direncanakan sudah benar dan mereka memaksakan perusahaan untuk melakukan A,B,C sesuai dengan kehendak mereka. Ini harus dikembalikan ke yang pertama, collaborative learning. Ini harus belajar sama-sama dan semua pihak mengakui bahwa pemahaman tentang pembangunan berkelanjutan atau CSR belum tentu benar. Sehingga mungkin perlu bukan hanya re learn tetapi un learn, membalik semua pengetahuan yang selama ini mereka punya, jangan-jangan memang salah. Sehingga semakin lama semakin banyak pihak yang tahu tentang CSR yang benar. Semakin banyak pihak yang mau ikut bekerja bersama-sama, dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan dalam arti yang sesungguhnya. Ini akan jadi outreach tersendiri, jadi pihak-pihak lain bisa diundang masuk lebih banyak. Dan kalau boleh mengutip Margaret Mith, ‘tidak ada kemajuan yang bisa dicapai oleh kelompok-kelompok yang sedemikian besar, tetapi mulai dari kelompok kecil yang memiliki dedikasi yang luar biasa kemudian nanti akan banyak yang ikut’. Nah pertanyaan yang kedua, bagaimana mendorong pihak perusahaan terlibat lebih jauh dalam mekanisme ini? Saya mau bilang pertama-tama kita harus tahu sebetulnya seluruh stake holder pembangunan berkelanjutan. Ini sangat penting untuk memisahkan antara mereka yang betulbetul ingin memajukan pembangunan sama mereka yang ingin mengganggu. Kita tahu betul kondisi mereka yang mau memperoleh keuntungan pribadipun banyak dan ada pihak-pihak yang betul-betul ingin bekerja untuk kepentingan bersama, ini harus dipisahkan. Elino Ostrom pemenang nobel Ekonomi tahu lalu sudah mengingatkan, kalau mau bekerjasama untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan maka hanya mereka yang punya tujuan pembangunan berkelanjutan saja yang boleh ikut. Jangan sampai pihak-pihak yang ingin mengganggu ikut masuk. Jadi kita harus tahu persis ada kepentingan politik kaya apa tu di daerah yang ternyata itu bukan untuk kepentingan pembangunan daerah. Kalau ada kelompok masyarakat sipil yang ingin mendapatkan keuntungan sendiri itu juga tidak boleh diikutsertakan. Itu adalah prasyarat pembangunan berkelanjutan yang bisa dicapai secara bersama-sama. Secara lebih detil saya kira ini perjuangannya tidak bisa hanya di level lokal saja. Jelas bahwa pemerintah pusat ini perlu sekali disadarkan tentang makna CSR yang sesungguhnya. Bagaimana pasal 74 seharusnya itu yang minimalah, tetapi yang lebih besar harusnya juga ada. Kalau mau ngomongin transparansi harusnya pasal 66 UU tentang PT itu segera ditindaklanjuti dengan misalnya sebuah format pelaporan aspek social, aspek lingkungan dan aspek ekonomi perusahaan. Jadi jangan sekedar kalau sekarang ada annual report untuk perusahaan-perusahaan terbuka misalnya kenapa ngga diminta sustainability reportnya, ini diwajibkan saja. Kalau cumin annual report kemudian komponen social dan lingkungan Cuma pelengkap penderita, Cuma berapa lembar biasanya hanya 3-6 halaman sudah selesai. Saya kira itu tidak memadai dengan spirit
pembangunan berkelanjutan. Aspek ekonomi, social dan lingkungan harus ditekan untuk dilaporkan secara seimbang ke pemerintah pusat. Yang kedua ke BP Migasnya, saya kira sudah sangat jelas bahwa BP Migas merupakan sebuah lembaga yang perlu didorong untuk mengadopsi standar-standar internasional yang benar terkait dengan CSR. Kita sudah melihat tentang EITI mereka mau juga mengakui dengan standar ini. Tetapi apakah mungkin BP Migas mau men endorce atau memaksa bahwa ISO 26000 itu dipakai, IFC Performance standart dipakai, lebih jauh lagi kalau mau pelaporan kenapa ngga GRI aja sekalian. Buat perusahaan diberitahu ide CSR yang benar itu penting tetapi juga kalau ngga masuk-masuk kedalam sanubari mereka maka memang harus ada pihak yan mau menekan. Jadi ada dua sayap, ada sayap yang mengajak perusahaan untuk berbuat baik, tetapi kalu tidak juga sampai ke hati mereka harus juga ada kelompok watch dog yang mampu menekan mereka. Masyarakat sipil juga perlu belajar CSR yang benar dan kemudian selain menjadi watch dog yang sangat fasih tetapi juga ada pihak-pihak yang mau jadi konsultannya perusahaan. Tahu persis bagaimana caranya membantu perusahaan berurusan dengan maslaah ketenagakerjaan local misalnya. Bagaimana membantu perusahaan untuk menegmbangkan bisnis local. Itu harus ada yang mau mengerjakan itu, kalau tidak perusahaan juga kebingungan. Dan yang terakhir Pemda saya kira sangat penting untuk belajar CSR lagi, jangan buru-buru ngiler bikin Perda yang isinya adalah narik duit. Karena CSR bukan hanya urusannya duit. Tetapi urusan bagaimana mereka bertanggungjawab terhadap dampak social, ekonomi dan lingkungan. Bentuk pertanggungjawaban atas dampak itu ada dua, yang pertama menghindari dan meminimumkan dampak negatif, yang kedua memaksimumkan dampak positif. Jadi urusannya jangan urusan duit. Duit itu konsekuensi, untuk menimimumkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif memang ada berbagai sumberdaya yang perlu dicurahkan, dan uang itu hanya salah satu sumberdaya. Kalau Penda buru-buru nyari duit saya agak khawatir bahwa kewajiban mereka dalam payung CSR yang sesungguhnya itu tidak dilaksanakan. Yang terakhir tentang Pemda, musyawarah pembangunan daerah atau Musrembangda ini Sangay baik untuk dipakai jadi ajang membuat rencana pembangunan tripartid. Dan Sangay penting bagi Pemda untuk mengasumsikan dirinya nomor satu, yang paling benar, yang paling tahu tentang daerahnya. Saya Kira kemitraan tiga pihak asumís dasarnya adalah kesetaraan tapi bukannya Pemda itu menyuruh pihak lain untuk melakukan Project A, B, C, tetapi juga memikirkan secara bersama-sama Project apa yang harus dijalankan, kemudian berbagi pekerjaan. Ada pekerjaan yang dikerjakan bersama-sama, ada pekerjaan yang dibagi untuk dikerjakan sendiri-sendiri. Saya Kira itu, terimakasih. DISKUSI SESI 1 : Penanya 1 : Pak Adi Purwanto Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami berpendapat sifatnya, untuk transparansi di Blora it’s ok. Kami sebagai stake holder sangat mendukung tercapainya peraturan Bupati ini. Namun demikian masih perlu untuk dicari bentuk yang lebih menggigit, mari kita bersama-sama multipihak dan kami menginginkan bahwa peraturan Bupati tentang transparansi ini bisa muncul
di tiap-tiap kabupaten se Indonesia. Sehingga 84 Kabupaten penghasil migas ini apabila sudah mempunyai itu saya kira akan menjadi isu nasional. Sehingga akan lebih mudah lagi untuk diterapkan secara nasional dan mudah untuk mempengaruhi pengambil kebijakan nasional. Oleh sebab itu kalau disini ada LSM/ NGO yang lain, bersama-samalah mari mendorong seluruh Kota/Kabupaten penghasil Migas untuk memiliki aturan tersebut. Perlu kami sampaikan bahwa Perbup atau regulasi yang ada Blora akan tetap terus bergulir mencari bentuk dan bulan ini akan ada focus group discussion dan akan ada lokakarya untuk menjabarkan itu. Kemudian kami mengapa sangat tertarik dan harus berhasil di Blora transparansi ini karena ada potensi yang belum tertulis di situ di Blora. Yaitu Blok Randu Gunting, Blok Randu Gunting ini kira-kira ada 300 mmbo (million metric barrel oil) dan ini di Blora saja satu desa ada hampir 156 mmbo hampir sama dengan lapangan di Bojonegoro yang sudah operasi. Itu belum ditambah lagi dengan Blok Nggundi. Blok Nggundi itu Gas ada kemungkinan kalau dirupiahkan itu dengan asumsi 20 dolar US per barel itu senilai 1.2 trilyun Rupiah. Dengan Blok Cepu, Blok Randu Gunting, Blok Nggundu, dan Operasi dari Pertamina EP, kalau kami tidak antisipatif kenceng tentang transparansi nanti akan apa yang terjadi. Oleh sebab itu multipihak di Blora kami sudah bersatu padu termasuk rekan kita di Dewan ini, oleh sebab itu majulah terus Mbak Maryati cs, dan kami akan selalu di belakangnya. Terimakasih. Penanya 2 : Yuli (Jatam/ warga Bojonegoro) Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Yang pertama judul seminar ini adalah menangkis bencana dan menjala berkah. Tetapi kemudian ketika saya disana duduk dengan warga disana bahwasannya mereka bercerita dalam kurun semester awal saja sejak awal produksi misalnya exxon yang katanya menggunakan teknologi tinggi dia tujuh kali ledakan. Dan itu tahukan kalau kota Banyu urip ke Bojonegoro sendiri itu lokasinya sangat jauh. Itu hanya dikondisikan seperti itu saja. Maskerpun kalau diminta tidak dikasih, hal yang minimal. Terus misalnya perawatan mereka seperti apa. Itu berulangkali terjadi dan tidak ada tanggapan dari perusahaan, Pemerintah daerah juga kalau tidak didorong-dorong tidak ada perhatian. Akhirnya mereka sampai blokir jalan, seolah-olah mereka diposisikan bahwasannya mereka harus dapat kompensasi. Dan untuk memperoleh kompensasi pun mereka seolah-olah harus memohon-mohon. Dan akhirnya keluarlah 250 ribu pertahun per jiwa, tetapi kemudian bisa apa dengan 250 ribu per tahun per jiwa. Ongkos dari Banyu Urip aja ke kota ke rumah sakit itu berapa. Dan apakah itu bisa menyembuhkan kalau ada yang ISPA atau ada penyakit yang lebih kronis, kemudian kena gas beracun itu kemudian seperti apa. Ada stigma bahwa CSR adalah kompensasi. Ada CSR-CSR disana yang misalnya pembangunan sekolah. Saya pikir teman-teman juga tahu bahwa CSR yang berjalan sekarang diberikan ke konsultan, ke kontraktor bahkan yang tidak di Bojonegoro, sebagian saja yang di Bojonegoro. Dan warga lokal itu dipekerjakan disitu. Sikontraktor tadi merekrut warga lokal menjadi pekerjanya, hanya pekerja kasar, ada yang kuli bangunan, mengerjakan jalan. Itu yang terjadi. Artinya dengan adanya transparansi kemudian bisa menangkis bencana menjala berkah, dimana? Karena kalau mau ledakan ya ledakan aja. Apakah dengan transparansi kemudian masyarakat tahu bahwa ada uang sekian-sekian, apakah ledakan ngga akan terjadi. Karena yang penting bagi kami untuk didorong adalah bagaimana siperusahaan, pemerintah daerah, pemerintah pusat menekan perusahaan untuk memberikan jaminan keselamatan warga yang ada
disana. Kemudian bagaimana dengan layanan alam yang ada disana, ketika exxon misalnya mengambil air dari Bengawansolo dan saya juga sempat membaca amdalnya mereka akan membuang limbahnya ke sungai walaupun disana dikatakan telah memenuhi standar saya tidak yakin juga, pasti ada bocornya. Apalagi kita tahu Bengawansolo kalau musim kering untuk mengairi sawahnya ada susah, dan itu akan berjalan berpuluh-puluh tahun dan dia akan rutin mengambil walaupun dikatakan pada musim penghujan saja. Yang mengawasi seperti itu siapa, dengan 800 liter per detik padahal Bojonegoro saja hanya menggunakan 70 liter per detik. Ketika limbahnya di buang ke Bengawansolo bagaimana dengan warga di Bojonegoro, Lamongan, Gresik. Itu masih panjang sekali kesana. Artinya itu yang harus didorongkan sebenarnya kalau mau menangkis bencananya. Bukan hanya perkara kedepan ada duit sekian terus kedepannya kita sudah siap atau belum. Terus tadi dalam CSR disebutkan, tadi Mas Jalal tadi mengatakan harus ada kesetaraan. Berangkatnya saja tidak setara, ketika saja warga disana mau mengambil gambar di depan exxon kita diusir –usir sama satpamnya. Sudah seperti bukan warga sana, harus ada izin, izinnya bukan dari pusat atau Jakarta tetapi dari Texas hanya untuk mengambil gambarnya. Itu sudah seperti kita dinegara siapa. Terimakasih. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Penanya 3 : Firdaus Ilyas (ICW) Terimakasih. Menyambung apa yang sudah ditanyakan oleh dua penanya tadi, kesimpulannya berkahnya belum. Saya langsung menyimpulkan. Blok Cepu kita belum melihat berkahnya. Tetapi pertanyaannya adalah kalau kita bangsa yang belajar maka kita akan banyak belajar dari Rokan, dari CPI. Yang akan didapatkan pelajaran berharga kemudian tidak mengulang kutukan sumberdaya atau bencana yang terjadi pada teman-teman di Riau sana. Karena kalau kita lihat dari profilnya misalnya, untuk Blok Cepu tidak hampir mendekati Duri, jauh. Kalau Duri ketika puncak produksinya bisa sampai 600-700.000 barel per hari sementara Cepu ini mungkin hampir 180.000 barel per hari. Tetapi kalau kita mau belajar dari teman-teman di Duri, di Blok Rokan sana jelas ketika produksinya sudah mulai menurun masuk tertier begitu kita lihat teman-teman disana kesejahteraannya masih buruk, indeks sumberdayanya masih rendah. Padahal dahulu kalau kita mau bicara apa yang tidak dimiliki Riau dengan kekayaan alam yang sebesar itu. Sekarang pertanyaannya untuk teman-teman Blok Cepu, memang benar persoalan transparansi bukan hanya sekedar berapa pendapatan kita. Dan sekali lagi bahwa persoalan industri Migas ini kan bukan hanya tahun ini saya berhasil mengangkat produksi sekian juta barel atau lifting anda sekian, dan untuk saya kasikan ke pemerintah Indonesia sekian dan di DBH kan sekian. Salah satu yang menjadi kelemahan dikita walaupun ini sebagai sebuah harapan, sebuah langkah awal, di EITI proses transparansi kita baru mencakup transparansi pendapatan, kita belum bicara persoalan beban. Kalau tadi sempet disinggung cost recovery, permen-permen untuk daerah, permen betulan bukan peraturan pemerintah, ini hanya sekedar candy saja untuk teman-teman di daerah. Comdev itu hanya untuk menenangkan segelintir elite atau kelompok-kelompok sosial yang memiliki kepedulian atau bersuara agak keras di daerah. Menurut saya persoalannya seperti yang teman Jatam tadi katakan, bahwa pertambangan/ mining extractive tidak hanya persoalan pendapatan itu yang jelas. Yang kedua kita lihat bagaimana standar atau prosedur, Pak Erry misalnya punya pengalaman, kita ambil contoh misalnya bagaimana kilang kita begitu dekat dengan rumah penduduk, bagaimana kalau isntalasi pertambangan atau migas itu begitu dekat.
Karena kalau dianggap memenuhi SOP yang standar misalnya itu akan membengkak biaya produksinya. Artinya kalau seharusnya kilang atau stasiun pump yang harusnya 500 m menjadi 50 meter kalau terjadi ledakan misalnya itu akan berdampak kepada publik. Saya pikir sekali lagi juga persoalan rente di industri pertambangan menjadi persoalan tersendiri. Bahwa bagaimana misalnya apa yang terjadi di Blok Cepu itu sama seperti di CPI. Kemudian persoalan dia akan menggunakan water flow, atau misalnya steam injection segala macem. Kalau kita lihat misalnya untuk kalau kita belajar misalnya dari CPI Blok Rokan-Duri, betul bahwasannya kalau fiscal term nya besar kalau dia di atas 150.000 barel kita akan dapat 90 bagian bersihnya. Tetapi pertanyaannya bahwa sekali lagi perusahaan oke lah fiscal termnya sangat berpihak kepada negara, tetapi mereka juga punya siasat atau pola baru untuk mendapatkan bagian yang lebih besar. Contoh misalnya untuk produksi di Duri misalnya instalasi listrik entah itu untu meninjeksi water flow, sekunderinya atau tersiernya mulai steam flow, bahwa mereka me mark up semuanya. Kemudian juga kalau kita melihat mereka juga menjual secara rente kepada Bumi Siak Pusako, padahal Bumi Siak Pusako itu punya BUMD disana sepulu persen. Saya tidak tahu apakah juga nanti Cepu BUMD nya seperti itu nanti. Artinya begini bahwa BUMD itu hanya untuk sekedar penyertaan tetapi tidak memberikan kontribusi. Nah itu mungkin sedikit ilustrasi yang saya coba lihat. Tetapi memang bahwa sesungguhnya transparansi pendapatan itu tidak cukup itu jelas, sekedar mentransparankan bahwa anda dapa sekian itu juga tidak cukup. Yang lebih penting adalah kita bicara rantai nilainya, transparansi beban itu harus, baik cost recovery, invesment creditnya, cost recover drawl nya, semuanya. Kemudian yang berikutnya juga kita harus mentransparankan bagaimana pengelolaan kebijakannya, bagaiaman dampaknya, bagiamana rencananya, bahkan misalnya kalau multi teknis misalnya kalau disepan rumah saya akan di bangun pipa, SOP nya berapa sih jarak pipa dari rumah. Sekarang kan kontraktor maunya murah cepat berproduksi dan pemerintahnya tidak hirau. Saya pikir sebagai langkah awal ini layak untuk kita tingkatkan lebih lanjut EITI ini. Tetapi kalau hanya sekedar itu saja tidak. Artinya begini, sepintar-pintarnya bangsa ini kita pernah belajar, kita melihat, bahwa kita selalu dua langkah tertinggal di belakang orang-orang yang ingin mengambil keuntungan atau yang berusaha di negeri ini. Dan mungkin itu saja dari saya, terimakasih. Tanggapan : Seno (DPRD Blora , Jawa Tengah) : Terimakasih. Ini pertemuan yang kesekian, saya selaku bagian dari stakeholder di program ini setelah tiga tahun, meskipun baru mengikuti sekitar separonya. Tapi saya terus belajar dan saya bersyukur ketemu dengan orang-orang yang pintar. Karena di Blora sedikit orang pintar atau sedikit orang yang jujur pintar kemudian membagi kepintarannya untuk rakyat. Saya selaku wakil rakyat sekali lagi ingin kalau boleh bukan jawaban mungkin, tangisan rakyat yang ingin saya sampaikan. Ada satuhal kalau tadi banyak yang disampaikan intinya transparansi bagi kami tidak hanya soal tentang pendapatan, itupun kami belum dapat. Dan datanya menunjukan PDRB kami menunjukan kami nomor 35 dari 35 Kabupaten di Jawa Tengah. Tingkat kemiskinan kami sama. Kemudian kalau komponen Migas pendapatan dimasukan dalam PDRB itu mengurangi PDRB jadi peringkat 36 dari 35 Kabupaten, aneh. Kemudian DBH dari data karena saya badan anggaran
sebesar 4% dari APBD dan trennya menurun. Padahal tadi disampaikan Pak Hussein potensi kami 60% gas Tangguh. Dan beliau memberi clue yang luar biasa, clue kedua setelah pertama saya dulu saya ingat-ingat saatnya daerah tahu, sekarang kita Blora harus lebih baik. Ceritanya harus lebih baik, storynya itu jangan seperti Rokan, kita bisa belajar dari rokan, kita bisa belajar dari manapun. Dan kata kuncinya kami ingin didampingi terus, karena tidak banyak orang yang concern, tidak banyak orang yang komitmen untuk memperjuangkan ini. Karena bagi kami ini merupakan harapan masyarakat meskipun masih hanya menjadi isu elit di masyarakat. Tidak semua orang, bahkan Bupatipun hari ini agak bebal karena Perbup sudah muncul cuman tim teknis yang saya kira memiliki daya dorong untuk membantu beliau yang tidak terlalu pintar itu untuk berfikir cepat. Untuk kemudian mengeksekusi ini dengan cepat karena Januari ini early production ya, 2011 baru pembangunan ya. Tetapi apapun itu kami sudah tidak dapat DBH, kami terlibat dalam itu tapi kita tidak pernah dapat bocoran persiapan, sub contract dan sebagainya yang membuat multiplier effect ini menjadi luar biasa. Maaf kata-kata saya agak kasar, karena saya agak marah. Kalau yang kami rasakan pemahaman kami muncul kemudian muncul dalam kesadaran bahwa ini adalah isu bersama bagi semua stakeholder Kabupaten dan yang terlibat dalam isu ini. Kemudian kami munculkan dan sudah jadi kesepakatan dalam common interest bahwa ini sudah kepentingan bersama. Sehingga kami dorong dalam peraturan berupa Perbup, yang kami dorong betul-betul dorong sampai detik terakhir yang menandatangani adalah Bupati yang sudah kalah, tetapi sebelum kalah, Pak tanda tangani dulu pak. Nanti urusan timnya itu urusan Bupati yang baru lah. Anda harus berprestasi sebelum anda mantan. Dan itu kita lakukan, setelah itu didalam anggaran itu belum ditanda tangani, APBD waktu dibahas itu kami sudah dorong dengan tindakan berupa pemberian anggaran senilai 100 juta untuk komisi yang belum terbentuk ini. Tapi kami sudah anggarkan. Kalau dalam urusan undang-undang agak aneh dan agak melanggar sedikit tapi ngga apa. Dan soal keterlibatan kemudian dalam sikap kami munculkan dalam event kami dorong juga teman-teman ikut dikomisi yang belum terbentuk ini melakukan road show ke pemerintah pusat di semua kementrian. Terakhir lewat Wapres, secara politis lewat DPR RI dan DPD. Kami lakukan ini karena kami ingin transparansi minimal dari pendapatan. Kemudian kami juga ingin pengelolaan sumberdaya alam ini 30-50 tahun kedepan kalau Pak Jalal bilang CSR nya, kita bicara perencanaan program pembangunan berkelanjutannya bagaimana. Nah agar kami setelah ini tidak mendadak melarat atau tidak punya duit tapi kami masih bisa saving, kami tetap menjadi Kabupaten yang mau kaya dan tetap kaya. Itu poin yang ingin saya sampaikan karenanya kami mohon program ini tidak berhenti seperti Pak Hussein bilang karena perlu banyak orang yang masih punya nurani agar Blora tidak jadi cerita Rokan kedua atau selanjutnya yang perih dan membuat saya harus pindah ke jakarta. Terimakasih. Yuris (BUMD Bojonegoro , Jawa Timur) : Terimakasih. Tadi intinya diharapkan untuk bisa memediasi, bisa pendampingan kepada masyarakat. Tetapi saya singgung sedikit bahwa aspek-aspek yang terjadi di lapangan yang menyebabkan malapetaka atau permasalahan di masyarakat itu selalu penyebabnya sangat teknis yang biasanya masyarakat sulit untuk hal-hal seperti itu. Makanya mungkin ini salah satu dari sasaran tim ini nanti. Tadi disinggung Mbak Yuli yang disebut tuju kali ledakan, ini saja sudah ada sedikit kalimat yang salah, itu kebocoran bukan ledakan. Jadi di wilayah-wilayah eksplorasi NCL
belum pernah ada ledakan yang ada kebocoran. Tetapi memang kebocoran itu memang gas yang mengandung H2S. Itu memang sangat riskan sekali dimasyarakat. Apalagi yang tidak memiliki pengetahuan tentang H2S gas yang sangat beracun dan sangat mematikan. Dan itu terbawa di gas. Dan itu yang perlu dipahami oleh masyarakat sekitar, dan tim ini juga perlu mendampingi itu. Memberikan sosialisasi kepada masyarakat seperti apa gas itu. Sehingga masyarakat bisa mengambil langkah dini jika nnterjadi hal-hal seperti itu. Gas seperti H2S sendiri itu ada sifat-sifat khusus, bau yang khas seperti telur busuk atau got, yang pada konsentrasi pada konsentrasi 10 ppm tidak terlalu bahaya tetapi kalau sudah mencapai 100 ppm dia segera mematikan indra penciuman. Padahal pertama kita mendeteksi H2S itu dari bau, tetapi kalau tiba-tiba dengan cepat indra penciuman kita mati apa yang terjadi. Kita mengira H2S sudah tidak ada tetapi kita tetap menghirup. Dan itu masa jenisnya lebih berat dari udara maka keberadaanya ada di bawah dan jika orang kemudian pusing, mual-mual, muntah, jatuh, akan semakin cepat. Jadi pemahamanpemahaman seperti itu yang perlu disampaikan tim kepada masyarakat sekitar oleh tim ini. Jadi itu tadi yang tentang masalah ledakan yang tidak tepat, kalau yang terjadi itu di Petrochina, jadi pemboran sumur eksplorasi di Sukowati 5 atau 4 saya lupa tahun 2005 kejadiannya itu memang terjadi suatu semburan yang sangat besar yang menimbulkan api yang bergemuruh sangat besar yang membuat masyarakat lari menyebar, akhirnya di evakuasi ditempatkan di lokasi-lokasi tertentu oleh pihak-pihak yang terkait. Kalau hal-hal seperti itu masyarakat waktu itu kan menuntut suatu jaminan ganti rugi. Tetapi kesulitannya kalau ditanya kembali lagi ke teknis, apakah masyarakat bisa membuktikan bahwa itu adalah akibat dari resirkulasi dari drilling fluid yang masuk ke formasi dan seperti itu. Karena itu sangat teknis yang menyebabkan kalkulasi tekanan hidrostatik di bottom hole menjadi berkurang akibat lost sirkulasi lumpur masuk ke formasi. Sehingga tegangan gas naik ke atas dan karena tekanan gas di wilayah Sukawati sangat tinggi sekedar info bahwa bottom hole preasure itu sekitar 6000-7000 WSHS sangat tinggi. Jadi waktu itu dia meluncur keatas waktu itu driller tidak berani menutup blow out preventer karena takut effect hummering dari tekanan gas yang tinggi itu meluncur keatas. Maaf kalau saya sedikit bicara ini karena saya sendiri mantan driller dulu pegang rig laut di Muara Mahakam, dan saya mantan engineer slumbersea dalam bisang well vest, jadi untuk pengujian-pengujian reservoir. Jadi sehingga masyarakat itu perlu pendampingan baik dari sisi politis, sosial, maupun teknis. Kalau hanya dari sisi sosial dan politik saja kita akan kalah waktu kita bernegosiasi atau bargaining dengan industri yang disupport oleh para engineer yang memiliki wawasan teknologi sangat cukup. Saya kira salah satunya itu. Tapi saya juga akan bersikap adil disini. Artinya saya akan melihat contohnya seperti di Petrochina sendiri yang ada di Bojonegoro mereka sudah menyiapkan semacam safety device yang bagus yang bisa melindungi secara dini yaitu sistem-sistem alarm dini untuk detektor-detektor H2S ketika terjadi kebocoran itu akan cepat mendeteksi. Dan kemudian membunyikan alarm yang pada tingkat lebih lanjut nanti akan men shut down kan sumur. Dan selain itu juga barangkali jika terjadi kebocoran besar di pipa hilir itu akan terjadi penurunan tekanan di manifolve, artinya perusahaan sudah memasang alat-alat safety seperti itu. Itu yang menurut saya langkah tengah, tidak hanya kita terus menyalahkan perusahaan. Jadi ada hal-hal tertentu yang sudah dilakukan perusahaan dan sudah cukup baik. Tetapi meskipun begitu kegagalan seringkali tetap ada. Demikian.
Pak Hussein : Saya Kira betul sekali kalau hanya transparansi pendapatan saja tidak cukup. Tetapi paling tidak itu sudah mulai dulu. Itu saja lebih dari, orang saya saja dikenalkan transparansi ini oleh Pak David ini mungkin empat tahun yang lalu. Kalau Pak Erry bilang tiga tahun saya Kira lebih. Segini aja butuh empat tahun kok. Tetapi ini juga harus jalan terus. Memang idealnya bukan hanya dipendapatan saja, tetapikan dari flor of maoney seperti itu untuk entry point ke yang lain-lain jadi lebih cepat. Kemudian saya ingin melihat dari sisi yang lebih positif lagi ini juga dari gerakan-gerakannya Mbak Mar dan teman-teman, ada perubahan yang significant. Saya orang pemerintah mau datang ke acara seperti ini, Pak Hadi juga mau. Coba empat tahun yang lalu dijamin tidak akan hadir. Memang untuk Semarang kalau BP Migas diundang juga pasti ngga akan datang. Dirjen Migas saya kira juga masih belum. Tetapi ini juga sudah mulai, ini juga yang harus menjadi momentum, bahwa sekarang sudah mulai. Dari Politik ada seperti Pak Seno segala kan sudah mulai berkomunikasi. Kedua mungkin ini juga dari cerita yang tadi sebetulnya ini ada yang critical untuk CSR adalah yang tadi untuk pembelajaran, mungkin CSR yang diutamakan disini mumpung ini kan baru mulai biar ini pemahaman kita mengenai industri migas muali dari operasional seperti yang Bapak cerita itu agar ngertinya agak lebih bagus. Sampai nanti pada flow of money. Memang jangan kaget nanti Bapak begitu operation di tahun 2013 jangan mengharapkan uangnya langsung gede. Karena produksi juga masih kecil dan ini ada uang balik modal dulu yang agak gede disitu. Kan cost recovery sistem. Memang ada mekanisme first trans of petroleum, ada mekanisme yang diambil lebih dahulu ini juga yang seharusnya disosialisasikan. Karena jangan-jangan orang Bojonegoro Blora sudah ngitung-ngitung uangnya jadi berapa-berapa. Nanti kecewa begitu di ujung. Begitu tahu uangnya ternyata cuma 100 juta, nanti kan kaget. Katanya Trilyun-trilyunan. Ini juga saya kira critical sekali, jadi harus di edukasi aspek operation itu tadi. Yang dari Jatam juga dan dari yang diceritakan oleh BUMD ini saya kira itu critical karena pemahaman mengenai operasionalisasi. Kemudian juga adakan sekarang yang informasinya ke publik, kan dulu sebelum operation ini kan amdalnya harus sudah setuju dulu, di amdal itu kan harusnya ada public hearing mestinya informasi itu sudah ada. Termasuk harusnya dalam dokumen amdal juga tercantum berapa jumlah uang yang untuk Comdev juga seharusnya ada. Dan itu adalah informasi-informasi yang wajib diketahui publik. Itu juga yang saya kira perlu dilihat-lihat lagi semua. Karena dokumen itu mestinya ada dibeberapa teman. Karena ini kan pembangunan sudah akan mulai. Saya kira yang kita convincing ke exxon mobile, ke Pertamina, ke Pemerintah pertama-pertama CSR itu adalah dalam rangka mensetarakan pemahaman antara pelaku, kita-kita disini, masyarakat, dengan sekelasnya exxon mobile begitu, yang kelasnya itu Pertamina aja ngga level ama dia. Saya tahu persis karena saya Komisaris di Pertamina EP. Dari standar safety dan segala macam itu jauh. Tadi cerita kalau Lapangan Sukawati itu 80% punya kami itu safetynya jauh sekali dengan di Banyu urip. Kami juga sekarang sedang ngebor di Randu Gunting di Gundi. Saya pada waktu pertama menghadiri kesana ke tempatnya Pak Hadi itu lain. Kalau masuk ke Exxon mobile itu semua orang yang masuk itu harus memakai H2S detector, kalau kelas Pertamina ngga, cuman kita ada alarm. Saya tanta kenapa di Pertamina ngga ada, alasannya mahal pak. Kalau di Exxon mobile uang itu tidak ada kompromi. Levelnya ini kan critical sekali soal tuntutan level yang equal pemahaman dan nantinya tuntutan informasi ini critical sekali. Otherwise, ini project ini bisa acak-acakan lagi.
Pak Jalal : Transparansi benar tidak menjamin bahwa ini semua akan berhasil menjadi berkah tidak menjadi bencana. Tapi tanpa transparansi itu sama sekali tidak ada harapan. Jadi bukan jaminan, tapi tanpa transparansi tidak ada harapan sama sekali. Sama dengan transparansi yang salah satu tonggak penting di CSR, CSR tidak akan menyelesaikan semua masalah, CSR itu bukan pannacea kecuali CSR kepanjangannya kita bikin menjadi Command and Share Responsibility, atau tanggungjawab ramai-ramai. Kalau CSR bukan corporate social responsibilty tetapi Command and Share Responsibility itu akan jadi jalan keluar seperti Pannacea atau obat buat semuanya. Kenapa transparansi itu sangat penting karena sampai sekarang informasi yang apa yang dibutuhkan oleh seluruh pemangku kepentingan itu tidak seimbang. Misalnya tidak banyak orang Indonesia tahu bahwa yang namanya keamanan, keselamatan dan kesehatan masyarakat itu menjadi bagian penting dalam standar CSR nya AFC, yang tidak pernah disosialisasikan. Kemudian tidak banyak juga orang Indonesia yang tahu Comdev itu sebenarnya apa si? Dan sesungguhnya comdev itu adalah upaya pemberdayaan kelompok masyarakat rentan/ vulnerable groups. Sementara di Indonesia kebanyakan Comdev kalau kita periksa duit yang seharusnya untuk kegiatan Comdev untuk membuat Aquarium Kepala Dinas Pertambangan masuk kedalam dana Comdev. Padahal itu bukan Comdev sama sekali. Makanya kita harus membuka semuanya CSR yang bener itu seperti apa, Comdev yang bener itu seperti apa, baru kita nanti bisa duduk setara dengan Exxon. Kalau tadi ada Mbak Yuli bilang bagaimana mau setara kalau starnya ngga setara, kalau kita ngga melakukan apa-apa atas ketidak setaraan itu ya memang tidak akan pernah jadi setara. Tapi buktinya ada kok dalam proses yang sudah dijalankan sama PATTIRO pengetahuan itu terakumulasi dan kemudian bisa duduk baren-bareng walaupun belum terjadi kesetaraan wajar karena Exxon mobile perusahaan paling gede di dunia, dan jelas masyarakat Blora dan Bojonegoro bukan masyarakat terbesar didunia. Tetapi jelas ada gap yang semakin lama semakin kecil dan untuk itu kerjaannya PATTIRO sangat perlu untuk diapresiasi. Maryati Abdullah (PATTIRO) : Saya sepakat bahwa pekerjaan ini masih banyak tantangannya, dan ini adalah baru langkah pertama. Bahkan kita baru memulai seperti kata Pak Hussein. Dan sebenarnya saya ingin menawarkan dan merangkul berbagai pihak termasuk teman-teman Jatam yang ada di Bojonegoro dan sebagainya. Bagiaman supaya instrumen yang sudah ada disana dalam penanganan bencana misalnya bencana resiko Migas, itu bisa diselesaikan dengan baik kalau sudah ada timnya. Memang saat ini pilihan kami untuk membangun komunikasi dan mediasi multipihak dua tiga tahu kedepan ini akan membawa berkah artinya manfaat bagi semuanya. Kami merangkul misalnya Pak Yuris yang punya pengalaman teknis yang banyak, kami berusaha agar PakYuris bisa membagi pengalamannya ke komunitas tentang hal-hal teknis dan memang kami sepakat dan tidak berputus asa walaupun kami tidak bisa berdiri secara setara atau duduk secara setara begitu tetapi kami equal itu dengan terus belajar dan mengedukasi atau menanyakan hal-hal teknis sekalipun untuk membangunknowledge juga untuk menkontruksi pengetahuan-pengetahuan. Supaya kita berbicara dampak lingkungan kita menggunakan term atau istilah yang sama dengan perusahaan, ketika kita bicara tentang CSR kita berada pada definisi dan ranah yang benar tentang CSR bahkan
ini menjadi tantangan kedepan tentang bagaimana pelaksanaan EITI dua tiga tahun kedepan itu juga bermanfaat bagi masyarakat Blora dan Bojonegoro dan multipihak disana, tentu itu masih merupakan jalan panjang upaya-upaya advokasi kami, terimakasih atas masukannya. Kami selalu terbuka untuk selalu bekerjasama menerima kritik dan bahkan kami terus akan memperbaiki tahapan-tahapan dari mekanisme model-model yang kami bentuk. Dan kami mengapresiasi teman-teman LPAW Blora dan Bojonegoro Institute di Bojonegoro yang terus berupaya di tengah gempuran multipihak ketika berbicara dengan komunitas yang kepentingannya berbeda, berbicara dengan Pemda mungkin inginnya beda bahkan dengan Perusahaan mungkin keluhannya juga beda. Tetapi kami berusaha untuk berada ditengah-tengah memediasi mencari jalan yang terbaik. Terimakasih.
SESI 2 : “Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan”
Moderator : Ibu Chitra Hariyadi (PATTIRO Institute) Pada sesi ini, kita kembali mendiskusikan bagaimana planning daerah diperbaiki juga untuk menyelesaikan masalah-masalah spesifik migas. Mas Iskandar akan mempresentasikan model planning tersebut. Dan pak Holi akan mengkritisi, menambahkan, dan mempertajam. Pak Holi banyak membantu kami membuat preview di awal (baseline) bagaimana kondisi awal governance dan nanti juga akan menilai di akhir program. Pak Hanafi dan Pak Sukarno yang sudah banyak terlibat dalam proses perencanaan partisipasi tersebut. Iskandar Saharudin (PATTIRO) : “Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan dan Partisipatif” Assalamu alaikum Wr. Wb. Pertanyaan besar muncul ketika kita mulai menjalankan program ini. Apa perbedaan perencanaan daerah yang akan kita jalankan di Blora dan Bojonegoro dengan perencanaan daerah yang ada di daerah lain. Ini adalah sebuah ide kritis awal. System perencanaan dan penganggaran yang sudah ditentukan oleh pemerintah seperti yang tertuang dalam UU no 25 tahun 2004 tentang system perencanaan pembangunan nasional itu sudah jelas bahwa mekanisme perencanaan sudah ditentukan dan secara umum ada perencanaan jangka panjang yang 20 tahun, perencanaan jangka menengah yang lima tahun, dan ada perencanaan
tahunan. Ternyata pada dasarnya, kita tidak memiliki satu perbedaan yang cukup ketat dengan daerah-daerah yang lain. Perbedaannya hanya pada dua hal. Pertama, dana perimbangan yang akan diterima sangan besar bagi Blora dan Bojonegoro, sehingga membutuhkan system perencanaan dan penganggaran yang lebih ketat dan disiplin. Kedua, target atau capaian yang diharapkan akan jauh lebih tepat karena ekspektasi naik, investasi lebih tinggi dari daerah lain yang tidak memiliki sumberdaya migas yang sedemikian kayanya seperti Blora dan Bojonegoro. Kita bias menyimak seorang Bupati Kukar yang terperangkap oleh kutukan sumberdaya alam karena korupsi. Itu bias jadi karena dua persoalan. Keadaan yang memungkinkan untuk korupsi atau malinisiasi, karena system perencanaan penganggarannya tidak tersusun dengan baik. Kemudia kita coba susun itu dalam sebuah kerangka kerja bersama. Yang penting adalah komitmen awal yang harus diorganisir bersama dengan seluruh stakeholder di tingkat kabupaten ini. Sesuai dengan PP No 8 tahun 2008 tentang tahapan tata cara penyusunan rencana pembangunan daerah, proses RPJMD ini memang didominasi atau merupakan turunan dari mandat Bupati terpilih. Akibatnya proses ini bersifat teknokratis dan yang bersifat partisipatif hanya satu ruang yang sangat terbatas. Kemudian kita melakukan upaya dengan melihat di mana sebenarnya titik-titik kelemahan dari proses perencanaan yang berjalan. Kita temukan ada beberapa hal. Pertama, meskipun ada system perencanaan jangka panjang dan menengah, ternyata penganggaran pemerintah terlalu focus di tahunan. Kedua, proses pembahasan acap kali terkendala pada hal-hal teknis. Sisi yang lain ternyata proses perencanaan di kabupaten ada dualisme. Satu, perencanaan yang dilakukan oleh Bappeda dan satu lagi perencanaan yang dilakukan oleh DPRD. Yang DPRD lebih berbau politis dan yang Bappeda lebih berbau teknokratis. Yang politisi ini yang menyebabkan program yang bersifat partisipatif menjadi tereduksi. Dari pengalaman itu, kami mencoba merancang suatu gagasan bahwa proses perencanaan pembangunan di daerah tidak boleh mengabaikan pendekatan yang kita tentukan. Pendekatan dalam perencanaan pembangunan di daerah itu ada 5, yaitu partisipasi, teknokrasi, politisi, bottom up, dan top down. Proses perencanaan yang dilakukan dalam RBCMD terlalu didominasi oleh politisi dan teknokrasi daripada yang bersifat partisipatif. Di sisi lain, penyusunan RPJMD tidak berdasarkan informasi yang tumbuh kembang di lapangan atau miskin data. Kalaupun ada datanya, belum tertata dengan rapi. Akibatnya mereka membutuhkan bantuan konsultan untuk menyusun dokumen perencanaan daerah itu. Salah satu kekuatan dari upaya yang kita bangun ini adalah adanya pendekatan multi stakeholder. Dari awal kita membuat komitmen dengan Bupati berupa MoU. Bersama Bappeda bersama-sama membentuk tim inti. Pertama kita mengadakan forum-forum diskusi di tingkat distrik atau kecamatan. Kedua, workshop 1, membangun kemitraan. Di tahun pertama, tantangan terbesar saat pertama kali memperkenalkan gagasan demokrasi adalah kesulitan membangun komunikasi antara para pihak (pemerintah dan masyarakat). Untuk itu dibutuhkan pertemuan untuk membuat
persepsi dan visi bersama dan didorong untuk membuat komitmen bersama. Workshop 1 berhasil membuat komitmen tersebut. Kemudian di workshop 2, setelah rasa percaya sudah terbangun antara pemerintah dan masyarakat juga perusahaan, maka kita coba bangun kesepakatankesepakatan yang akan menjadi pegangan bersama. Di workshop 3, kita sampai di pembicaraan, di tiga pihak itu, program dan kegiatannya. Disepakati dan ditandatangani sebuah dokumen yang diberi nama “Dokumen Perencanaan Pembangunan yang Berkelanjutan”. Proses ini bukan untuk menganggap proses yang sudah berjalan yang diatur oleh pemerintah itu keliru. Melainkan ini merupakan bagian untuk melengkapi. Titik temunya adalah pada saat Bappeda menyusun rancangan awal RPJMD. Yang terakhir kita mendampingi dan mengorganisir kelompok kerja teknis dan menyepakati rancangan awal pembangunan berkelanjutan menjadi RPJMD. Proses kerja ini tidak mungkin akan tercapai tanpa komitmen awal yang kuat dan menuntut proses produksi pengetahuan kolektif. Akan tetapi, ada tantangannya. Salah satunya adalah kapasitas yang dimiliki pemerintah terbatas. Contoh di Blora, pegawai Bappeda ada sekitar 48 orang yang punya latar belakang planner hanya sekitar 5 orang. Tentu ini akan membuat proses perancangan rancangan APBD terkendala. Hal yang paling berat yang kita hadapi di negeri ini adalah perencanaan yang tidak konsisten atau koheren dengan proses penganggaran. Salah satu yang kita temukan yaitu suatu aturan tentang perencanaan dan penganggaran. Secara nasional, kita sudah punya Permendagri yang baru yaitu Permendagri No 54 tahun 2010 tentang penerapan PP No 8 tahun 2008 yang mengatur tentang tata cara perencanaan. Di lain pihak, kita juga punya peraturan yang berbeda yang mengatur penganggaran, yaitu Peremdagri No 13 tahun 2006. Nampaknya dua Permendagri ini tidak memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Ternyata dua Permdagri itu dikeluarkan oleh dua Dirjen yang berbeda, yaitu Dirjen BKAD dan BANGDA. Mereka punya interest yang berbeda dan agenda yang berbeda. Kemudian, partisipasi acap kali terjebak pada hal prosedur. Terimakasih. Holi Bina Wijaya (PS-Undip) : Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Kami sekali lagi ingin mengapresiasi apa yang dilakukan oleh teman-teman dari PATTIRO, LPAW, RWI, dan LGI. Ini termasuk hal yang jarang dilakukan di daerah, sudah banyak korban tapi pertolongan jarang. Kami sangat mendukung dan ingin sharing. Kami melihat bahwa tantangan terbesarnya ada di tingkat nasional, di samping di tingkat lokal. Mungkin pertanyaan kritis yang ingin saya sampaikan secara masiv sekali adalah sampai berapa lama kita dapat mendampingi Blora dan Bojonegoro. Salah satu temuan kita juga bahwa road map transformasi sosial melebihi dari tiga tahun. Tidak mungkin mengubah pemerintah daerah untuk siap menerima kutukan ini dalam waktu tiga tahun. Yang perlu kita persiapkan adalah platform untuk keberlanjutan usaha kemampuan ini agar masukan dari luar menjadi kekuatan dari dalam. Dari sisi awareness, sebenarnya ini sudah kelihatan. Tapi, dari struktur pemerintahan belum. Berikutnya, tantangan yang berkaitan dengan perencanaan partisipatif yang berkelanjutan yaitu bagaimana memastikan bahwa eksplorasi minyak dapat ditransfer menjadi kualitas kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat di daerah. Tadi disampaikan, transparansi tidak menjamin
kesejahteraan. Tapi, tanpa transparansi menjadi tidak ada harapan. Pun perencanaan, dilakukan atau tidak, kehidupan akan berjalan terus. Perencanaan adalah riset masa depan untuk menggaransi langkah-langkah yang dilakukan untuk mensejahterkan kehidupan. Apa yang disampaikan Pak Iskandar mungkin adalah kita mencoba membangun peta jalan. Tantangan terbesarnya bukan peta jalan yang teknokratis saja, tapi juga yang disepakati. Perencanaan pembangunan partisipatif bukanlah pembanguna yang paling baik, pembangunan yang tidak efisien, waktu lama, biaya besar, dan belum tentu solusi yang terbaik. Tapi ada kondisi yang tepat kapan pembangunan partisipatif diterapkan, yaitu dalam kondisi otoritas tersebar. Resource sharing/decision sharing yang akan memastikan sense of belonging dan monitoring terhadap pencapaian kualitas kehidupan. Persyaratan yang dibutuhkan untuk perencanaan partisipatif. Pertama, kemauan bekerja sama. Apa yang dilakukan Pattiro sudah baik, tapi mungkin masih ada pihak yang belum siap bekerja sama. Kedua, kemampuan untuk bekerja sama. Tidak akan mungkin duduk bersama kalau kapasitasnya tidak sama. Pasti pihak yang berkemampuan akan lebih dominan. Apa yang dibutuhkan untuk mengintegrasikan model ini ke dalam system perencanaan daerah yang berlaku? Jawabannya dua. Satu, akses terhadap otoritas kekuasaan. Dua, kemampuan untuk berkerja sama. Itu yang menjadi tantangan. Bagaimana membuat partisipasi tidak sekedar procedural? Menjadi procedural karena adanya sufoksi SKPD atau dinas yang harus dipenuhi. Kalau pandangannya bukan sekedar kewajiban SKPD, tapi lebih ke arah fungsi dan kepentingan, pada saat itulah pasti tidak akan procedural. Manajemen kepentingan ini yang harus diangkat. Jadi, kepentingan pemerintah dan masyarakat yang dapat mendorong partisipasi tidak sekedar prosedur. Semangatnya dulu, baru pemberdayaan. Terakhir, capacity building. Ini bukan sekedar training, tapi pemahaman terhadap suatu hakikat pembangunan dalam masyarakat. Hakikat ini dapat dihayati kalau ada pemanfaatan. Pemanfaatan inilah yang harus secara eksplisit. Sekian masukan dari kami. Terimakasih.
DISKUSI SESI 2 : Penanya 1 : Bakriyono (DPPKA Kabupaten Bojonegoro) Kami mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh Pattiro dalam asistensi pengelolaan blok Cepu. Kaitannya dengan perencanaan pembangunan, apa yang dilakukan di Bojonegoro tidak terlepas dari ketentuan yang diatur dalam PP No 25 tentang system perencanaan pembangunan. Ada beberapa kendala ketika RPJMD sudah menjadi dokumen dan dilanjutkan menjadi rencana kerja tahunan (RAPBD kabupaten Bojonegoro) yaitu kaitannya dengan ketersediaan dana sebagai sumber pembiayaan. Ketika akan kami lakukan tindak lanjut rencana kerja tahunan menjadi RAPBD, kendala ini terasa sekali. Dengan adanya bagi hasil yang belakangan kita dapatkan, sedikit
demi sedikit dapat teratasi. Tahun 2010, kami akan memperoleh bagi hasil dari migas berdasarkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan) sekitar Rp. 159 milyar. Ini merupakan berkah. Tapi, berkah ini tidak terlalu menonjol apabila dikaitkan dengan fiscal Kabupaten Bojonegoro. Pendapatan bagi hasil yang meningkat akan menurunkan dau yang kita terima, sehingga kemampuan fiscal kita tetap. Pengalaman kami tahun 2009, berdasarkan PMK, kami akan mendapat sekitar Rp. 103 milyar. Kenyataannya, dalam waktu sebulan, turun lagi PMK yanag sifatnya revisi menjadi Rp. 68 milyar. Padahal yang awal sudah kita alokasikan dalam anggaran belanja. Justru ini menjadi bencana. Hal seperti ini mempersulit kabupaten Bojonegoro melaksanakan pembangunan. Berkah yang kita dapatkan kita alokasikan untuk program yang sifatnya makro di Kabupaten Bojonegoro seperti jamkesda, pembangunan sekolah, inseminasi buatan, dan lain-lain. Hal ini kita lakukan untuk mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Tahun 2009, kami sempat melakukan rescheduling terhadap program-program yang sudah kami anggarkan di APBD karena turunnya penerimaan tadi. Penanya 2 : Zaki (IDEA) Pertama terkait dengan CSR, apakah pemda melihat CSR mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap indeks pembangunan manusia di wilayah itu? Kemudian seberapa jauh CSR ada engagement dengan proses-proses planning budgeting di daerah? Kedua, belajar dari kasus-kasus bencana, konteks risk reduction menjadi salah satu hal yang masuk dalam proses-proses perencanaan pembangunan. Jadi konteks emergency respon harus disiapkan sedari awal mungkin. Apakah ini mulai dilakukan juga? Pengalaman di DIY proses ini sudah berhasil dilaksanakan diintegrasikan dalam RPJM. Ketiga, rencana pembangunan tata wilayah pasti akan berubah. Pertanyaan saya, seberapa jauh pemda mempersiapkan itu? Pengalaman kami di DIY di daerah yang akan dijadikan tambang, ada rencana tata ruang wilayah kalau tambang mau dibuka.
Tanggapan Holi Bina Wijaya (PS-Undip) : Yang tadi kami sampaikan sebenarnya itu road map. Jadi adanya scenario yang jelas dalam proses pembangunan. Scenario buruknya seperti apa dan scenario baiknya seperti apa. Scenario buruknya sampai tidak ada penghasilan. Scenario baiknya kalau ada penghasilan. Harus ada banyak rencana. Kalau ada resiko bencana, bagaimana? Itu yang mungkin harus mulai dipikirkan dalam penilaian baseline. Kami mencoba menangkap bagaimana kondisi pelaku. Apakah pelaku sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang scenario tersebut atau sedikit atau terbatas tapi tidak punya rekomendasi dan seterusnya. Kalau kita berbicara tentang keberlanjutan, sebenarnya kalau ingin kesejahteraan masa depan itu sama dengan atau lebih baik dari masa sekarang harusnya
menggunakan konsep pemerataan kesejahteraan hidup antar waktu. Lalu strategi apa yang diambil untuk memastikan kesejahteraan antar waktu ini. Sederhananya, bagaimana mentransfer minyak menjadi kesejahteraan masa kini dan masa datang. Konsepnya, bagaimana kita bias berhemat terhadap sumberdaya tersebut. Kemudian bagaimana mentransfer sumberdaya tersebut menjadi sumberdaya yang terbarukan (motor penggerak ekonomi). Berikutnya, bagaimana itu menjadi suberdaya alternatif. Sekian dari kami. Terimakasih.
Hanafi (Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur) Dalam membuat perencanaan, ada dua sumber, yaitu Blor RPB dan dari pemerintah berupa RPJPM yang terdiri dari lima tahunan dan tahunan. Yang tahunan disusun dalam muserbang. Peserta muserbang ini terdiri dari tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Mekanisme ini yang akhirnya mendapatkan input berupa RKPD. Peserta yang ikut dalam RPB biasanya tidak ikut dalam RPJPM, karena tidak diajak oleh kepala desa. Sehingga ada keterkaitan antara RPB dan RPJPM. RPB prosesnya panjang. Karena sering diadakan pertemuan diulang-ulang dan ada dana untuk itu, sehingga kualitasnya lebih bias menjamin. Oleh karenanya, masukan dari RPB untuk pemda ini sangat bagus sekali. Untuk RTRW di Blora sudah masuk ke DPR. Kita sudah punya draftnya, dimana untuk bidang pertanian sudah terakomodir dalam RTRW. Kami tidak akan melanggar RTRW yang sekarang sudah menjadi draft di tingka DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Sukarno (Dinas Peternakan Kabupaten Blora, jawa tengah) Saya ingin memberikan apresiasi kepada keterlibatan kami dalam proses perencanaan terutama dalam bidang pendidikan. Kami sering diajak sharing untuk membuat perencanaan dengan Pattiro. Perencanaan yang sudah jadi berupa dokumen perencanaan pembangunan berkelanjutan sering kita gunakan sebagai acuan dalam pembuatan RKA di kami. Fiscal yang ada di Kabupaten kami, meskipun dana migasnya naik tapi dau-nya turun. Akhirnya perkembangan dari sisi pendidikan belum maksimal. Dari sisi dana ini yang mungkin perlu kita perjuangkan. Iskandar Saharudin (PATTIRO) Ada pertanyaan menarik dari Mba Zaki. Di mana kolaborasi dana CSR dengan dana pembangunan daerah? Setahu saya, dana CSR memang diagendakan dalam dokumen mereka, work plan and Budget yang disusun setiap tahun dan didiskusikan setiap tahun dengan pemda dan Bappeda. Ke depan bias kita jajaki, kemungkinan-kemungkinan yang melibatkan pihak perusahaan dalam proses-proses perencanaan itu untuk menghindari tumpang tindih. Untuk informasi di Blora dan Bojonegoro, saat ini sudah masuk proses kelembagaan mekanisme perencanaan daerahnya dalam bentuk perencanaan pembangunan daerah.
SESI 3 :
Topik “Melembagakan Inisiatif Lokal melalui Regulasi dan Peluang di Tingkat Nasional” Moderator & Pembahas : Alamsyah Saragih (Ketua Komisi Informasi Pusat) Terima kasih saya ucapkan kepada Panitia. Semula saya diminta untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan keterbukaan informasi , tetapi kemudian berjalan saya diminta memoderasi juga, jadi dua hal harus dilakukan, mudah-mudahan diskusi kita yang singkat ini, kita dapat beberapa hal point-point penting. Ada pertanyaan saya sebelumnya ke teman-teman panitia, sebetulnya kick point dalam sesi ini apa. apakah kaitannya dengan transparansi dan kemudian juga ada keinginan untuk melihat proses transparansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan ada inisiatif di bojonegoro dan blora untuk mempertemukan masing-masing stakeholder untuk berbagi informasi yang kemudian juga berkembang pada tahap macam-macam kegiatan di dalam stakeholder, termasuk salah-satunya mendorong implementasi CSR dan lain sebagainya. Nah mungkin,ada beberapa point yang penting dan nanti disampaikan oleh beberapa narasumber saat ini, pertama dari teman-teman di bojonegor dan di blora bisa bercerita secara singkat sebetulnya apa yang dilakukan inisiatifnya di kedua daerah tersebut, kemudian kita juga akan berbagi dengan Pak Nuke Kiroyan, pengalaman beliau di bidang CSR ini dalam konteks inisiatif yang dilakukan bojonegoro dan Blora,kira-kira apa yang bermanfaat yang bisa didorong untuk diimplementasi juga di tempat-tempat lain. Hadir juga pada hari ini, Pak Iman Gunarto, beliau dari arsip nasional republic Indonesia. Sering sekali didalam perbincangan itu orang melihat undang-undang keterbukaan informasi publik, dimana ada salah satu komisi informasi, tapi kita juga sering kali lupa ada undang-undang arsip nasional yang disahkan yang isinya mensyaratkan beberapa badan hukum atau lembaga-lembaga untuk memberikan arsip-arsip, yang mungkin nanti Pak Iman bisa menceritakan jenis – jenis arsip mulai dari yang biasa sampai dengan yang disebut arsip vital, termasuk salah satunya kompas karya yang harus disetorkan ke kantor arsip nasional,saat ini mungkin dia dipegang oleh pihak swasta . kalau arsip vital tersebut tidak diberikan ke ANRI maka sangsinya lebih seram dibandingkan undang-undang keterbukaan informasi , sangsinya bisa pidana lima tahun sampai kemudian denda lima ratus juta. Kemudian kita juga melihat beberapa ketentuan-ketentuan atau regulasi agar efektif bisa dimanfaatkan oleh semua stakeholder untuk mendorong transparansi yang ada di daerah tersebut.
Kunarto Marzuki (LPAW Blora): “Institusionalisasi melalui regulasi dan Peluang di Tingkat Nasionlal” Assalamu ‘alaikum warohmatullahiwabarokatuh, selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua, terima kasih Pak Alam atas waktu yang diberikan. Saya akan memberikan beberapa pengalaman yang telah kita lakukan dan apa-apa yang bisa kita lakukan kedepan,dengan proses yang sudah kita jalani selama tiga tahun ini. Sekarang kita akan diskusi soal transparansi migas yang dilembagakan atau bagaimana keterbukaan di dunia atau sektor migas itu kita bisa lembagakan. Ada dua point yang ingin saya sampaikan, yang pertama adalah saya ingin bercerita tentang bagaimana di blora dan di bojonegoro, sektor-sektor migas, dokumen-dokumen dan informasi-informasi yang dibutuhkan masyarakat, bisa kita publikasikan melalui dua regulasi local, yang mana regulasi lokal ini menjadi semacam dasar hukum atas kelembagakan dari mekanisme transparansi yang kita bangun. Kemudian yang kedua,saya akan mencoba mengkaitkan antara mekanisme transparansi di tingkat local yang kita bangun dengan dikuatkan dan berlandaskan hukum dengan adanya aturanaturan yang lebih atas, seperti undang-undang 14 tentang keterbukaan informasi dan juga jalannya EITI ditingkat nasional. Jadi dua hal tersebut yang akan kita diskusikan di sesi ini. Kita mulai dari regulasi lokal, di blora sudah ada peraturan bupati nomor 65 tahun 2010 tentang transparansi migas, yang didalamnya diamanatkan tentang adanya tim transparansi yang terdiri dari multimia. Data apa saja yang diamanatkan dalam peraturan bupati, yang pertama adalah pendapatan daerah dengan bagi hasil dan partisipasi interest, yang kedua adalah data soal CSR, dan yang ketiga adalah data-data soal dampak social dan lingkungan yang mungkin timbul dari proses pertambangan,apakah dua hal ini yang tidak ada diamanatkan di level nasional ini, kita bangun di daerah,kemudian tim transparansi pun,nanti akan mendorong soal keterbukaan informasi di tiga hal tadi, melalui publikasi kemudian pertemuan-pertemuan media sehingga terjadi masalah lingkungan dan social dan juga memberikan input data-data yang muncul itu terhadap rencana pembangunan yang sudah disusun oleh pemerintah daerah yang merupakan menjadi hal yang penting. Kedua adalah kita mencari calonan hokum ke atas yang sekarang sudah sama-sama kita jalani, dengan menggunakan momentum keterbukaan informasi publiik, kita tahu bahwa pengelolaan pashing-pashing interest di blora dan bojonegoro merupakan yang pertama di indonesia , makanya kemaren kemudian kita bersama-sama melakukan uji akses terhadap dokumen partisipasi interes kita masukan, karena ini sebuah proyek pertama di Indonesia, bagaiman kita bisa menguji dokumen kontrak itu bisa dipubliksikan atau dibuka, makanya kita menggunakan undang-undang 14 yang kemudian berakhir pada pernyataan informasi adalah ingin kita lihat sejauh mana ini bisa dibuka dan dijadikan sebagai hipotyesis bagi didaerah-daerah lain yang mungkin kedepan akan mengelola partisipasi interes dari migas, dari proses ini yang bisa kita ambil adalah bila kemudian langkah ini benar-benar bis a dilakukan, ini akan menjadi unit potensi , maka kemudian dokumen kontrak baik di tingkat nasional atau didaerah lain kedepan bisa kita buka melalui persamaan hokum.kalau sudah begitu maka ini bisa dilakukan di semua daerah di Indonesia,yang akan coba kita dorong dari blora. Kemudian melalui momentum KIP ini, data apa saja yang bisa di buka kepada public, mestinya
adalah dokumen-dokumen kontrak pertambangan yang banyak menyangkut soal kesepakatkesepakatan yang berhubungan dengan keuntungan daerah atau Negara, kemudian perjanjianperjanjian pengelolaan sumber daya alam migas, yang merupakan penting untuk dibuka, kemudian data yang bisa dibuka adalah data pendapatan Negara dan daerah dari sector migas,yang bisa diakses melalui KIP dan juga data bagi hasil pusat daerah. Dari proses yang kita lakukan bersama di komisi informasi ini, memberikan sebuah gambaran awal yaitu adanya putusan bahwa perjanjian dengan pihak ketiga mengenal pengelolaan sumberdaya alam migas ini bisa dibuka. Jika ini bisa diimplementasikan kemudian menjadi satu hal yang menarik pertama kalinya, yang bisa kita jadikan contoh untuk daerah lain terutama juga bagi arsip nasional, bagaimana dokumen kontrak ini bisa disimpan menjadi arsip nasional dan di informasikan kepada public. Yang ketiga melalui momentum menggunakan EITI yang sudah mulai jalan di Indonesia. Target kita adalah bagaimana wakil dari daerah , karena tim itu mengamanatkan adanya dua orang dari daerah-daerah penghasil industry ekstraktif itu lebih maksimal bersuara.baik itu dari jawa timur maupun dari riau yang mewakili kepentingan daerah yang ada di indonesia. Tim ini akan mempublikasikan data-data yang bisa diakses misalnya mengenai data produksi yang selama ini diperlukan daerah.Dearah Pati tidak pernah tau secara riil berapa produksinya.kemudian data-data pembayaran dari perusahaan, data penerimaan Negara, juga data penerimaan daerah setelah diaudit.ini menjadi momentum yang perlu kita laksanakan. Penutupny adalah langkah-langkah yang kita bangun di daerah itu mempunyai keterkaitan antara mekanisme lokal dengan nasional, misalnya di undang-undang keterbukaan informasi dan di EITI belum mencantumkan bahwa adanya kewajiban untuk mempublikasikan soal adanya CSR dan dampak social.sehingga mekanisme lokal ini yang kita bangun agar lebih maju, yaitu bagaiman perusahaan di awal tahun harus mempublikasikan berapa perusahaan punya dana CSR yang akan dikucurkan di daerah dan apa saja programnya,dan merupakan menjadi suatu bahan untuk dilakukan social audit bagi masyarakat yang ada sekitar daerah tambang tersebut. Tantangannya bagaimana mengawali regulasi, yaitu ada tantangantantangan lokal yang muncul, kemudian mengawal proses utusan komisi ini, benar-benar bisa diimplementasikan sehingga benar-benar menjadi yuris proteksi, yang menurut saya merupakan hal yang sangat penting sekali. Demikian wassalmu alaikum warohmatullahi wabarakatuh.
Joko Purwanto (Bojonegoro Institute): Assalamu ‘alaikum warohmatullahiwabarokatuh, salam sejahtera untuk kita semua. Saya di divisi yang melembagakan perencanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal. Kelembagaan itu tentunya harus didahului dengan local law atau regulasi lokal. Di Bojonegoro, draftnya sudah masuk Perda di DPRD. Direncanakan selesai tahun 2011. Berikutnya soal bagaimana memperkuat standar pendukung menjadi lebih luas, karena seringkali problem di tingkat lokal yaitu kemauan untuk menginisiasi atau membangun sebuah regulasi cenderung tidak berkembang. Idenya adalah bagaimana menyimpan atau menabung sebagian bagi hasil migas atau oil fund.
Berikutnya adalah perda apa saja atau local law apa saja yang sedang kita kembangkan. Di Bojonegoro, Kami mengembangkan 3 Perda. Pertama, Perda tentang Sistem Pembangunan Daerah yang Berkelanjutan. Kedua, Perda tentang Transparansi Tata Kelola Pemerintah di Bidang Industri Praktis Migas. Dua perda ini sudah ada di DPRD. Perda pertama mengatur tentang bagaimana sistem perencanaan ini tidak habis dari tahun ke tahun. Juga bagaimana melihat ke depan mengaitkan sistem perencanaan lima tahunan dengan perencanaan tahunan. Perda kedua meliputi beberapa aspek, yaitu aspek perizinan, prarekonstruksi, pengendalian lingkungan, dan pendapatan migas. Yang ketiga raperda tentang investasi. Sekarang policy-nya ada di bagian hukum. Perda ini membayangkan bagaimana dana minyak disimpan dan akan digunakan pada saat dana minyak itu habis. Pada tahun 2009, Bojonegoro mengalami 3 kali perubahan kebijakan pendapatan dari dana migas. Pertama, kita dianggarkan sekitar 100-sekian milyar. Kemudian dikoreksi menjadi sekian puluh milyar. Dikoreksi lagi menjadi sekian puluh milyar. Sedangkan di satu sisi, sudah ada perencanaan pembangunan tahun itu akan membangun apa dan dibelanjakan untuk apa. Sehingga banyak sekali kegiatankegiatan pembangunan tidak dijalankan. Kelihatannya kecil, tapi dampaknya luar biasa sekali. Dari sinilah kemudian ada pemikiran bagaimana mengamankan sebagian dana migas itu untuk mengatasi volatilitas dana migas ini. Proses membangun perencanaan berkelanjutan di Bojonegoro dan Blora dibangun sebuah tim, namanya Tim Perencanaan. Hasilnya adalah adanya dokumen perencanaan pembangunan berkelanjutan di 2 Kabupaten, Bojonegoro dan Blora. Dokumen ini sebagai rujukan dokumen pemerintah lima tahunan dan tahunan. Idenya adalah bagaimana adanya baku indikatif jangka panjang. Selama ini modelnya baku indikatif tahunan. Berikutnya tentang dukungan regulasi nasional. Kami mengalami kendala terkait dengan peraturan-peraturan yang memperbolehkan dan tidak memperbolehkan kebijakan oil fund. Ini masih menjadi diskusi yang intens di daerah tentang pilihan-pilihan bagaimana ada kebijakan yang jelas untuk mengamankan dana migas. Berikutnya soal mendorong regulasi reformasi planning budgeting yang sedang bergulir di tingkat nasional. Menurut beberapa sumber yang dapat dipercaya, di enam kementerian sudah melakukan MPM. Ini yang kemudian menjadi acuan agar bisa dikembangkan di kementeriankementerian yang lain sehingga menjadi kebijakan nasional. Kemudian kami berusaha mendorong agar ada evaluasi pembangunan. Misalkan, daerah migas harus memiliki tingkat pelayanan yang lebih tinggi dari daerah-daerah yang lain karena daerah migas memiliki problem-problem yang spesifik. Alamsyah saragih (moderator) Ada satu hal lagi yang menarik kalau kita lihat Bojonegoro. Untuk menangkis kutukan sumberdaya atau bencana di Blora dibuat regulasi dan tim transparansi. Semua informasi yang berkaitan dengan sumberdaya alam bisa diketahui oleh publik semua. Kalau di Bojonegoro, ternyata lebih luas lagi. Rencananya dibuat lebih panjang supaya dananya tidak habis. Untuk itu muncul gagasan
untuk membuat peraturan daerah tentang oil fund. Kemudian perlu adanya juga transparansi. Bedanya dengan blora, meskipun sudah ada transparansi, Bojonegoro mempunyai regulasi yang bernama peraturan Bupati. Bojonegoro gagasannya besar, tapi regulasinya belum keluar. Blora lebih fokus, tapi regulasinya sudah keluar. Noke Kiroyan ( Kiroyan Partners) : Selamat sore Ibu-ibu dan Bapak-bapak sekalian. Saya tertarik dengan konsep-konsep yang ditawarkan. Pernah memimpin di daerah tambang. Jadi saya pernah mengalami secara langsung menganai hal-hal yang bersangkutan dengan dana itu. Kebanyakan keinginan di daerah, dana itu disetorkan kepada pemerintah daerah untuk digunakan apa saja. Itulah yang menimbulkan masalah. Di public governance, dana itu bermasalah karena tidak jelas pertanggungjawabannya. Dilihat dari pemberi dan penerimanya, itu bisa dilihat sebagai suap. Saya kira kalau di Bojonegoro dan Blora bisa dijalankan seperti apa yang dikemukakan oleh Bapak-bapak tadi bisa menjadi contoh yang sangat baik untuk seluruh Indonesia. Akan sangat sedih sekali jika uang itu dihamburkan tanpa tujuan. Penghasilan dari sumberdaya yang tidak terbarukan ini bukanlah suatu income yang dikonsumsikan, melainkan suatu modal untuk digunakan di masa datang. Jadi, kalau pemerintah belum mempunyai peraturannya, kita harus mendorong ke arah itu tercapai, yaitu penggunaan dana jangka panjang yang rasional. Kalau kita berpikir dana CSR sebagai tanggung jawab dulu dan kemudian dicari dari mana sumber dananya, saya kira akan berbeda. Di banyak instansi di banyak kementerian, Koperasi misalkan, dana CSR akan digunakan untuk mengembangkan UKM di daerah. Menteri yang lain mengatakan bahwa dana yang diperlukan untuk membangun atau menjalankan programnya diperlukan 2/3 diambil dari dana CSR. Jadi kalau dana-dana yang diinginkan oleh seluruh pelaksana Negara ini dihimpun, saya pikir revenue pun tidak cukup karena tidak ada penggunaan yang rasional. Ada hal yang kontradiktif dalam buku ini. Dalam buku ini dikatakan bahwa alokasi anggaran kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dilakukan perusahaan cukup besar namun karena belum bersinergi dengan rencana pembangunan daerah sehingga dana CSR perusahaan belum maksimal mengena pada masyarakat. Sedangkan di awal, dikatakan mengenai pembangunan jembatan yang merupakan rencana pembangunan pemerintah. Jadi, apa yang direncanakan pemerintah belum tentu akan menyentuh masyarakat. Adanya rencana pemerintah itu tidak dengan sendirinya akan menyentuh kebutuhan masyarakat. Saya setuju bahwa perusahaan harus mensinergikan kegiatan community development-nya sebagai bagian CSR dengan perencanaan daerah yang dimintakan partisipasi masyarakat untuk penyusunannya. Jadi, kalau masyarakat turun dalam penentuan apa yang diinginkan seingga itu dianggarkan dalam anggaran daerah dan perusahaan setempat dapat mensinergikan CSR-nya, saya kira itu akan tercapai. Itu pun yang saya usahakan sewaktu saya memimpin perusahaan tambang di Kalimantan Timur. Demikian tanggapan awal saya. Terimakasih.
Alamsyah saragih (moderator) Menurut Pak Nuke, ada baiknya kalau ada gagasan tentang dana dibicarakan tadi ada juga upaya untung mendorong regulasi yang mendukungnya. Juga akan lebih baik kalau daerah-daerah penghasil sumberdaya itu yang mendorong regulasi itu ketimbang didorong oleh actor-aktor level nasional. Kemudian, fokuslah pada social responsibility-nya bukan pada fund-nya. Kemudian bagaimana dana CSR itu teregenerasi dengan perencanaan yang dibuat. Catatan dari Pak Nuke, paling tidak untuk membuat skema transparansi, kelembagaan itu perlu didorong lebih banyak tentang informasi-informasi CSR-nya. Belajar dari kasus Blora, susah sekali mendapat informasi surat perjanjian kerjasama. Perlu ada kerjasama dengan investor (pihak ketiga) secara terikat atau tidak. Imam Gunarto (Arsip Nasional Republik Indonesia): “Peran Kearsipan Nasional dalam Penyelamatan Aset Ekonomi Nasional” Assalamu alaikum wr.wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Izinkan saya menyampaikan peran Arsip Nasional dalam penyelamatan asset ekonomi nasional. Salah satu tujuan UU No 43 Tahun 2009 tentang kearsipan. Kearsipan dapat digunakan untuk menyelamatkan aset nasional, bidang budaya, sosial, politik, termasuk ekonomi. Dalam konteks kajian kali ini, kita lihat kearsipan nasional digunakan untuk menyelamatkan asset nasional dalam bidang ekonomi. Arsip nasional merupakan lembaga non-kementerian yang dipimpin oleh seorang kepala dibantu oleh seorang sistama dan tiga orang deputi. Deputi pertama adalah deputi konservasi yang tugasnya memelihara, menyelamatkan, dan melayangkan arsip Negara. Deputi kedua adalah deputi pembinaan yang tugasnya membina dan mengembangkan sistem kearsipan pusat dan daerah, pemerintah dan swasta. Deputi ketiga adalah deputi formasi yang tugasnya membangun sistem kerarsipan secara nasional. Kita beralamat di Jalan Ampera Raya No. 7 Jakarta Selatan. Di gedung arsip nasional, siapa saja boleh masuk. Sayangnya, bukan orang Indonesia yang banyak datang. Justru orang asing yang banyak mempelajari arsip-arsip nasional. Dengan adanya transparansi migas ini, maka arsip-arsip nasional yang terkait dengan pertambangan akan tersimpan. Di tempat kita, arsip yang paling tua adalah tahun 1602. Yang terbaru adalah arsip-arsip pemilu dan pilkada. Semua sudah masuk di arsip nasional. Untuk kebutuhan naik banding di mahkamah konsitusi, mencari bukti-bukti pun di arsip nasional. Kita punya 97.000 lembar lebih di bidang kartografi. Untuk film, ada 30.000 kaset dan lain-lain. Arsip pertambangan dimulai dari taun 1828-1940. Isinya tentang segala kegiatan pertambangan dan nama-nama perusahaannya. Kalau kita ingin memahami atau mengembangkan pertambangan, kita harus mengkaji dulu sejarah pertambangan dulu seperti apa. Dulu, hanya orang kerajaan saja yang bisa menggunakan arsip. Arsip itu melekat pada kekuasaan. Di masa reformasi, kita belum dapat hak untuk mendapat informasi. Kalau kita bicara informasi di
instansi atau organisasi, informasi itu adalah arsip itu sendiri. Tidak akan informasi terbentuk tanpa ada arsip. Kalau Pak Joko dan Pak Kunarto kesulitan meminta arsip meminta arsip kepada institusi di pusat atau di daerah, itu karena sistem arsipnya buruk. Tidak ada tata kelola arsip yang baik. Untuk itu, Arsip Nasional mengembangkan sistem kearsipan nasional. Sistem ini dibangun agar informasi yang tersebar di institusi di seluruh Indonesia bis menjadi satu kesatuan. Dalam hal akses, kita bangun sistem kearsipan nasional. Di dalam undang-undang 43, bahwa arsip terjaga itu harus dijaga oleh Negara secara khusus, misal kontrak karya. Ada kewajiban setiap lembaga ketika satu tahun menyimpan arsip maka harus melaporkan kepada Arsip Nasional. Satu tahun setelah melaporkan, institusi tersebut wajib menyerahkan salinan otentik. Untuk arsip kontrak karya, institusi wajib memberkaskan. Setelah diberkaskan, wajib dilaporkan. Tahun ini, kita baru mengidentifikasi kira-kira kontrak karya ada di mana saja. Untuk mendukung semua itu, kita melakukan pembinaan kearsipan. Secara regular kita masuk ke instansi pusat dan daerah melakukan pembinaan tata kelola kearsipan. Kaitannya dengan kearsipan, ada 8 pasal tentang sanksi pidana. Pertama, siapa saja yang menguasai atau memiliki arsip secara tidak sah dan bukan haknya, maka akan kena hukuman lima tahun penjara atau denda Rp. 250.000.000. Kedua, siapa saja yang menyediakan arsip rahasia, maka kena hukuman tiga tahun penjara atau denda Rp. 125.000.000. Ketiga, jika tidak menjaga arsip, keutuhan, keamanan, dan keselamatan arsip terjaga, maka kena hukuman satu tahun penjara. Keempat, jika tidak memberkaskan dan tidak melaporkan arsip, maka kena hukuma 10 tahun penjara. Kelima, jika memusnahkan arsip yang tidak sesuai prosedur. Keenam, jika menjual arsip. Biasanya naskah-naskah kuno. Sekian dari saya. Terimakasih. Alamsyah saragih (moderator) Terimakasih pak Imam. Paling tidak kita punya perspektif baru bahwa ternyata dokumen-dokumen harus diserahkan salinannya ke kantor Arsip Nasional. Satu tahun harus diserahkan. Banyak sekali orang melihat dananya, bukan CSR-nya. Ada juga ketentuan arsip Nasional bahwa dokumendokumen dalam rangka mendukung transparansi masih bisa di-back up juga dengan undangundang arsip. Apakah ini inisiatif-iisiatif yang layak untuk di-publish atau kemudian supaya kelembagaan di daerah bisa lebih friendly, bagaimana menurut media? Bambang Harimurti (Tempo): Saya sebetulnya, melihat apa yang disampaikan teman-teman dati Bojonegoro dan Blora ini, mengingatkan saya pada dua tempat. Norwegia yang punya oil fund dan Timor Leste yang mencoba menerapkan konsep di Norwegia itu di Negara yang belum berkembang. Sebetulnya, dengan kedua contoh ini, walaupun kita kritis pada studi banding, saya rasa pejabat yang mengerti layak untuk melakukan pembandingan atau studi banding terhadap dua wilayah ini. Walaupun mekanisme sudah disampaikan, tapi prinsip kenapa Norwegia mau melakukan itu perlu dicontoh. Norwegia menganggap kekayaan ekstraktif atau tak terbarukan bukanlah milik generasi ini. Tapi milik kesemua generasi. Oleh karena itu, generasi ini tidak boleh menghabiskan itu. Itu artinya bisa menghabiskan punya generasi berikut. Mereka berprinsip apa yang didapatkan dari industry
ekstraktif hanya boleh diinvestasikan. Dan generasi yang menggunakan hanya boleh memanfaatkan keuntungan dari investasi itu. Akibatnya, di Norwegia oil fund menjadi nomor dua di dunia setelah dana pensiun California. Konsep ini kemudian diadopsi oleh Timor Leste untuk memanfaatkan Selat Timor. Cuma konsultannya, saking takutnya bahwa di Negara miskin seperti Timor Leste akan dikorup, mereka punya pagar-pagar yang luar biasa ketat. Akhirnya uang itu sama sekali tidak bisa dipake untuk membangun. Sebetulnya ada beberapa ide yang bisa digunakan. Misalnya, untuk menyiasati uang digunakan untuk membangun fasilitas lintas generasi seperti stasiun, pelabuhan, jalan-jalan, dan sekolah. Kalau di Norwegia, saking majunya di decision making-nya sampai mempunyai seorang professor doctor bidang etik untuk menguji investasi, apakah investasi yang beretika atau tidak. Bisa ditolak atau dicabut jika sudah berjalan tapi bermasalah. Saya kira mungkin dari awal ini harus menjadi perdebatan public. Apakah investasi-investasi yang boleh digunakan, tapi tetap dengan prinsip bahwa uang ini untuk seluruh generasi. Dalam teori ekonominya, harusnya ketika minyak habis, minyak ini ditranfer ke investasi lain. Di Norwegia masyarakat selalu tahu untung ruginya. Yang jadi masalah, saking besarnya uang itu, dia tidak bisa dipakai di ekonominya sendiri karena akan menyebabkan inflasi. Jadi uangnya selalu digunakan investasi di tempat-tempat yang menguntungkan di luar. Parlemennya selalu ribut investasi oil fund ini mau diapakan. Menurut saya sebagai orang media, ini merupakan bagian dari pendidikan masyakat. Hal-hal seperti ini semestinya harus mulai didiskusikan. Bahkan saya akan mengusulkan, karena dengan perkembangan teknologi saat ini, media yang konvensional mulai terancam oleh yang namanya media citizen atau media wadah. Saya melihat sebetulnya banyak hal yang baik dari situ. Saya menganjurkan salah satu investasi di bidang media yang menurut saya boleh digunakan dalan Blora fund atau Bojonegoro fund ini adalah membangun Blorapedia atau Bojonegoropedia untuk mengakses informasi. Jadi orang tidak perlu ke Arsip Nasional. Asal ada internet, langsung tahu bagaimana kontrak karyanya. Belajar dari Mahkamah Konstitusi. Paling lama setelah 15 menit setelah keputusan dibacakan sudah tersedia di website-nya. Dengan seperti itu, saya kira sulit untuk orang main-main. Cuma ini akan mendapat resistensi dari kaum elit karena merasa memiliki informasi itu adalah power. Jadi, kalau buat saya yang paling penting sebetulnya the raw material. Semua dokumen-dokumen itu jangan terulang lagi sejarah kita mau mencari dokumen kontrak karya DPR saja tidak sanggup. Bahkan saya dengar, dulu beberapa menteri keuangan mengeluh. Menteri keuangan tidak bisa tahu berapa persisnya uang pemerintah yang didapat dari minyak, karena kuatnya mafia perminyakan ini. Mumpung Bojonegoro dan Blora ini baru memulai, kita mulailah seperti bayi. Tentu selain itu, saya juga ingin mengajukan. Saya mengakui terus terang kalau dia antara model Negara yang ada, kagum pada Negara Skandinavia. Di Skandinavia, walau pajaknya gede, tapi kalau tinggal di sana kita tidak pusing harus menolong oran miskin karena orang miskin tidak ada. Tapi tentu itu semua harus akuntabel.
Saya senang KIP sudah terlibat. Saya punya janji pada KIP. Saya dengan teman-teman akan menggugat Pertamina dan PLN karena semua yang menerima subsidi Negara datanya harus menjadi data publik. Kalau informasi ini keluar, menurut saya masyarakat semakin cerdas, makin banyak seperti saya yang tidak bisa terima. Masa subsidi yang diterima oleh PJKA yang mengangkut 120 juta penumpang kelas menengah-bawah sama dengan subsidi yang diterima oleh Blue Bird group yang diisi kelas menengah-atas yang jumlahnya jauh lebih sedikit? Kenapa juga rumah Arifin Panigoro kok disubsidi 100 juta lebih setahun listriknya? Saya kira Blora dan Bojonegoro menurut saya merupakan daerah yang bakal punya modal, saya berharap Blora dan Bojonegoro mau juga menyisihkan sedikit prestasinya lembaga penyiaran publik supaya orang-orang yang kritis bisa dapat tempat untuk menyampaikan penelitianpenelitiannya kepada masayarakat. Saya berharap bahwa nanti market research bisa menjadi alat utama di Bojonegoro dan Blora melalui sistem media yang baik dan mudah diakses oleh setiap orang untuk menentukan kebijakan-kebijakan. Tetapi, ada syaratnya. Pertama setiap orang yang terlibat bebas untuk berpendapat apa pun. Kedua, mereka independen. Saya harap media yang dibuat bisa menjadi infrastruktur yang membuat masyarakat Bojonegoro dan Blora mempunyai wisdom karena dua sifat tersebut. Saya kira itu. Terimakasih. Alamsyah saragih (moderator) Saya ada catatan dari Mas Bambang Harimurti bahwa kalau mau mengambil contoh Norwegia jangan langsung ambil. Paling tidak dari beberapa pembicara didapat satu model yang dapat kita lihat cukup baik. Kedua harus dikawal dengan transparansinya.
DISKUSI SESI 3 : Penanya 1, Akara (Timor Leste) Saya sebenarnya hanya mau dengar, mau belajar banyak dari teman-teman Blora yang telah melakukan banyak hal. Pengalamannya cukup bagus. Bahwa spiritnya migas adalah milik semua, bagaimana menggunakan dana minyak secara boros, tapi harus memikrikan ke depan. Itu diadopsi di Timor. Kemudian, dananya sebaiknya diinvestasi atau dialokasikan di sektor-sektor yang sustainable. Untuk pemerintah Timor, masalahnya bukan mengambil dana banyak atau tidak, tapi masalahnya bahwa kemampuan pemerintah untuk mengeksekusi dana yang mereka ambil. Misalnya, tahun ini pemerintah hanya mampu mengeksekusi dana hanya 38% dari total dana. Jadi di Timor, miskin bukan karena tidak mengambil banyak dana. Kira-kira itu referensi dari saya. Tapi saya belajar banyak dari Blora. Jawaban Narasumber Noke Kiroyan (Kiroyan Partners) Kalau BUMD itu didirikan dengan dana public, saya kira harus juga membuka diri sejauh mungkin. Kalau ada kerjasama antara perusahaan dengan BUMD harus dipublikasikan. Walaupun
keterbukaan public masih terdapat banyak kekurangan, tapi saya melihat sekarang ini sudah menjadi kenyataan dan perlu kita manfaaatkan sejauh-jauhnya. Kalau setiap delegasi DPR ke luar negeri, membuat laporan tertulis dan dipublikasikan secara terbuka saya kira keberatan. Imam Gunarto (Arsip Nasional RI) Saran saja dari kami untuk Pak Joko dan Pak Kunarto, tolong libatkan kantor arsip daerah Blora dan Bojonegoro, karena di sana ada institusi yang memang membawahi dokumentasi di sana. Gunakan lembaga ini untuk mengakses dokumen atau mengambil dokumen dari perusahaan karena memang dilindungi oleh undang-undang. Itu juga adalah hak masyarakat Bojonegoro untuk mendapat layanan dari institusi itu. Bambang Harimurti (Tempo) Ini problem dari Negara-negara berkembang yang sering menerima bantuan dari Negara maju. Bagusnya dari konsultan Negara maju banyak. Tapi kadang-kadang eksesnya konsultan dari Negara maju ini sering punya paradigma Negara yang dibantunya itu punya infrastruktur yang sama seperti negaranya, sehingga membuat aturan-aturan yang tidak masuk akal. Pernah di Telkom, karena konsultannya dari Amerika, dia pikir semua orang punya telepon. Demokrasi itu trial an error. Jangan lupa ada unsure erornya. Cuma erornya itu akuntabel. Kalau orang tidak bikin eror, sistem demokrasinya tidak akan jalan. Tapi eror itu bukan karena disengaja, tapi karena mencoba, ada unsur risikonya, ternyata salah, dan itulah uang belajar kita untuk tahu jangan lewat jalan ini. Itu biayanya. Ini yang kadang-kadang tidak disadari. Menurut saya, daya serap anggaran ini justru menjadi problem karena standarnya dibuat terlalu tidak masuk akal. Harusnya ada ketentuan. Bahkan ada kecenderungan over manage. Lebih baik menurut saya menggunakan owner system. Seperti naik kendaraan transportasi di Belanda, dendanya bikin kapok. Di kita kan tidak. Dibuat aturan yang njlimet. Tapi saking njlimetnya, sampai tidak bisa diterapkan. Akhirnya orang yang bersalah pun tidak bisa dihukum. Kunarto Marzuki (LPAW Blora): Sebetulnya ini baru awal kita jalankan dan perlu banyak dukungan dari semua orang bagaimana mekanisme ini bisa dikembangkan dan dilembagakan. Menurut saya, dukungan dari pemerintah pusat kurang mendukung, karena ketertutupan informasi di sector migas itu kalau mau terbuka maka level di bawahnya akan terbuka. Joko Purwanto (Bojonegoro) Masalahnya ini bukan hanya di lokal, tapi juga di level nasional. Di perencanaan ini juga ada masalah di undang-undang yang belum jelas soal sistem pembangunan daerah. Pada kesempatan ini, kami juga meminta kepada teman-teman di jaringan nasional agar ikut concern dalam perencanaan daerah.
Alamsyah saragih (moderator) Ada catatan penting pertama bagaimana menjaga sumberdaya yang diperoleh bukan hanya generasi saat ini tapi juga untuk generasi ke depan. Kemudian kedua bagaimana mengelola program-program social bisa cocok dengan program di daerah, bukan hanya fokus pada dananya. Ketiga bagaimana membuat mekanisme transparansi yang membuat semua orang bisa ikut menungkapkan pendapatnya. Catatan lain adalah gunakanlah arsip nasional untuk mengakses informasi. Juga demokrasi adalah trial and error. Akan tetapi error tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Demikian dari sesi sekarang. Mudah-mudahan bisa menjadi inspirasi untuk daerah lain. Terimakasih.
PENUTUP : Syahrir Wahab (Founder Pattiro) Saya mengucapkan terimakasih kepada semua. Ini pekerjaan belum selesai. Banyak sekali agendaagenda yang harus dikerjakan bersama. Dan ini tidak cukup ini untuk tiga tahun. Sekali lagi kami mengucapkan terimakasih atas partisipasi anda. Mudah-mudahan komitmen anda untuk melanjutkan transparansi di masa yang akan datang dapat dilaksanakan. Atas nama panitia dan Pattiro dengan ini saya menutup seminar ini. Sekian. []