IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah Pulau Kalimantan didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Pulau Kalimantan sangat kaya akan sumberdaya alam tetapi tingkat pengangguran masih tinggi, jumlah penduduk miskin masih sangat banyak, kualitas manusia masih rendah dan infrastruktur masih sangat minim. Selain itu, struktur perekonomian cenderung imbalance dan berbasis pada sektor pertambangan. Kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian pada beberapa provinsi di Kalimantan, utamanya Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan cukup besar, masing-masing mencapai 47.88 persen dan 21.91 persen. Besarnya kontribusi sektor pertambangan dalam perekonomian ditengarai kurang berdampak langsung pada pembangunan manusia, utamanya pada wilayah sekitar kawasan tambang. Kondisi ini menarik untuk menjadi wilayah penelitian, karena pembangunan ekonomi yang didasarkan pada sumberdaya alam tidak dapat diperbaharui dan akan habis pada suatu periode tertentu, tentu saja perlu dicarikan strategi kebijakan pembangunan untuk mengoptimalkan manfaat SDA pertambangan untuk kesejahteraan masyarakat pada saat sekarang dan juga masa mendatang. Pelaksanaan penelitian lapang guna memperoleh informasi yang terkait dengan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli tahun 2011. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dimaksudkan untuk dapat
90
memperoleh gambaran yang akurat tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat Kalimantan dan proses produksi sektor pertambangan dengan mengambil sampel Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Informasi yang dikumpulkan meliputi struktur produksi sektor-sektor ekonomi yang dominan (pertambangan, kehutanan, perkebunan dan industri hilir hasil perkebunan dan kehutanan), perdagangan antar daerah, dan pengeluaran rumahtangga. Data sekunder yang digunakan sebagai dasar didalam penelitian ini adalah data IRSAM lima pulau tahun 2005, kemudian di up-dating dan balancing dengan menggunakan metoda RAS, hingga menjadi Tabel IRSAM tahun 2008. Data lainnya yang digunakan antara lain SNSE Nasional 2008, Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS)
Tahun
2009,
Survey
Angkatan
Kerja
Nasional
(SAKERNAS) Tahun 2008, PDRB provinsi seluruh Indonesia, dan Data Indikator Ekonomi Indonesia Tahun 2008. 4.3. Struktur IRSAM Kalimantan dan Non Kalimantan Studi ini akan menggunakan Model IRSAM Kalimantan dan Non Kalimantan, 2008. Masing-masing pulau terdiri atas 35 sektor ekonomi, 16 klasifikasi tenaga kerja (8 formal dan 8 informal), 2 (dua) jenis kapital (tanah dan kapital), 2 (dua) tipe rumah tanngga (urban dan rural), 2 (dua) tipe institusi lainnya (pemerintah daerah dan perusahaan) dan neraca lainnya seperti pajak lokal, subsidi dan inventory. Pada level nasional terdiri atas 3 (tiga) jenis neraca kapital (pemerintah pusat, lokal dan perusahaan), neraca pemerintah pusat dan neraca lainnya seperti pajak dan subsidi.
91
Tabel 6.
Klasifikasi IRSAM Kalimantan dan Non Kalimantan, Tahun 2008 Indikator Klasifikasi Penerima Upah dan Gaji Pertanian
Tenaga Kerja
Faktor Produksi
Bukan Penerima Upah dan Gaji Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan Buruh Kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan Tenaga Kerja
Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Kapital Land
Sektor
Institusi
Rumahtangga Desa Berpendapatan Kalimantan
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Rumahtangga Rumahtangga Kota Berpendapatan Pemerintah Pemerintah Daerah Perusahaan Perusahaan Padi Tanaman Bahan Makanan Lainnya Tanaman Perkebunan Peternakan Dan Hasil-Hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Minyak, Gas Dan Panas Bumi Pertambangan Batu Bara, Biji Logam, Dan Penggalian Lainnya Pengilangan Minyak Bumi Industri Kelapa Sawit Industri Pengolahan Hasil Laut Industri Makanan Minuman Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Industri Alas Kaki Industri Barang Kayu Industri Pulp Dan Kertas Industri Karet Dan Barang Dari Karet Industri Petrokimia Industri Semen Industri Dasar Besi Dan Baja Dan Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang Dari Logam Indusri Mesin Dan Peralatan Listrik
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
92
Lanjutan Industri Alat Angkutan Dan Perbaikannya Industri Lainnya Listrik, Gas Dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan Hotel Dan Restoran Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Komunikasi Lembaga Keuangan Pemerintah Umum Dan Pertahanan Jasa-Jasa Lainnya Pajak Tidak Langsung Pemerintah Daerah Subsidi Pemerintah Daerah Inventori Lainnya
Neraca
Tabel 6.
Penerima Upah dan Gaji Pertanian
Tenaga Kerja
Faktor Produksi
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan Buruh Kasar
Penerima Upah dan Gaji
Tata Usaha, Penjualan, JasaJasa
Penerima Upah dan Gaji
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi
Penerima Upah dan Gaji
Bukan Tenaga Kerja
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Bukan Penerima Upah dan Gaji Kapital Land Rumahtangga Desa Berpendapatan
Institusi
Non Kalimantan
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Rumahtangga Rumahtangga Kota Berpendapatan Pemerintah Perusahaan
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Pemerintah Daerah Perusahaan
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 63 64 65 67 69 71 73 75 77 79 81 83 85 87 89 91 67 69 71 72 74 76 78 80 82 84 86 88 90
93
Lanjutan
Neraca Lainnya
Padi Tanaman Bahan Makanan Lainnya Tanaman Perkebunan Peternakan Dan Hasil-Hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Minyak, Gas Dan Panas Bumi Pertambangan Batu Bara, Biji Logam, Dan Penggalian Lainnya Pengilangan Minyak Bumi Industri Kelapa Sawit Industri Pengolahan Hasil Laut Industri Makanan Minuman Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Industri Alas Kaki Industri Barang Kayu Industri Pulp Dan Kertas Industri Karet Dan Barang Dari Karet Industri Petrokimia Industri Semen Industri Dasar Besi Dan Baja Dan Logam Dasar Bukan Besi Industri Barang Dari Logam Indusri Mesin Dan Peralatan Listrik Industri Alat Angkutan Dan Perbaikannya Industri Lainnya Listrik, Gas Dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan Hotel Dan Restoran Angkutan Darat Angkutan Air Angkutan Udara Komunikasi Lembaga Keuangan Pemerintah Umum Dan Pertahanan Jasa-Jasa Lainnya Pajak Tidak Langsung Pemerintah Daerah Subsidi Pemerintah Daerah Inventori Neraca Kapital Swasta Pajak Tidak Langsung Pemerintah Pusat Subsidi Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat Komoditi Impor ROW Total Pemeri ntah
N.Pem.Pusat dan Lainnya
Sektor
Non Kalimantan
Tabel 6.
91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134
94
4.4. Metode Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) menggunakan nilai-nilai yang di ekstrak dari tabel IRSAM Kalimantan dan Non Kalimantan 2008, (2) menganalisis keterkaitan sektor pertambangan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya baik di Kalimantan maupun wilayah lainnya di Indonesia (3) menganalisis multiplier effect (pengganda) sektor pertambangan di Kalimantan terhadap kenaikan pendapatan Sektor Produksi, Faktor Produksi dan Institusi, dan (4) menganalisis dampak peningkatan investasi sektor pertambangan di Kalimantan dan berbagai kebijakan lainnya terhadap pembangunan ekonomi wilayah lainnya (spillover effect) dan terhadap perekonomian wilayah itu sendiri (self-generate
effect),
yang
muaranya
adalah
menemukan
solusi
bagi
pembangunan sektor pertambangan yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan nasional dan regional. Secara lengkap penjelasan mengenai metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan dari penelitian dapat dijelaskan seperti yang akan diuraikan berikut ini. 4.4.1.
Metode Analisis Keterkaitan Sektor Pertambangan dengan Sektor Ekonomi Lainnya. Analisis keterkaitan sektor pertambangan di Kalimantan terhadap sektor-
sektor produksi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu keterkaitan ke belakang (backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages). Keterkaitan ke belakang menunjukkkan daya penyebaran, artinya kalau terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap suatu sektor tertentu maka sektor tersebut akan mendorong peningkatan output semua sektor dengan kelipatan sebesar multipliernya. Backward linkages menggambarkan keterkaitan antar sektor
95
(aktivitas) produksi yang berada di berada di hilir (downstream sectors). Sisi pandanganya adalah dari hilir ke hulu, dimana sektor yang berada di hilir sebagai pembeli input yang dihasilkan oleh sektor yang berada di hulu. Keterkaitan ke depan (forward linkages) menunjukkan derajat kepekaan suatu sektor tertentu terhadap permintaan akhir semua sektor-sektor laninnya. Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor produksi maka suatu sektor tertentu akan memberikan respon dengan menaikkan output sektor tersebut dengan
kelipatan
sebesar
koefisien
multipliernya.
Forward
linkages
menggambarkan keterkaitan antar sektor (aktifitas) produksi yang berada di hulu (upstream
sectors)
dengan
sektor-sektor
produksi
yang
berada
dihulu
(downstream sectors). Sisi pandangnya adalah sebagai penjual input dan koefisien multipliernya menunjukkan kemampuan menjual sektor hulu tersebut apabila terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor ekonomi. Forward linkages dan eksis apabila peningkatan produksi oleh sektor hulu (upstream sector) memberikan dampak ekternalitas positif terhadap sektor-sektor hilir (downstream sectors). 4.4.2.
Metode Analisis Multiplier Effect Sektor Pertambangan terhadap Peningkatan Pendapatan Sektor Produksi Adanya kenaikan permintaan atau investasi di sektor pertambangan dapat
memicu perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. Besarnya efek yang ditimbulkan sangat tergantung kepada besarnya keterkaitan yang terjadi pada rangkaian proses produksi di sektor pertambangan. Untuk mendapatkan informasi ini dapat dilihat pada matrik multiplier IRSAM (Ma) perpotongan antara kolom sektor pertambangan di Kalimantan dengan baris semua Sektor Produksi di semua Pulau. Sebagai contoh apabila kita ingin melihat seberapa besar multiplier effect
96
sektor pertambangan terhadap peningkatan pendapatan Sektor Produksi di Kalimantan, maka informasi ini dapat kita baca pada matriks multiplier IRSAM (Ma) kolom sektor pertambangan di Kalimantan dengan baris Sektor Produksi di Kalimantan. 4.4.3.
Metode Analisis Multiplier Effect Sektor Pertambangan terhadap Peningkatan Pendapatan Faktor Produksi Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, adanya injeksi terhadap
neraca eksogen akan berpengaruh pada ke tiga neraca endogen. Adanya peningkatan di Sektor Produksi akibat injeksi pada neraca eksogen pada akhirnya juga akan mempengaruhi pendapatan faktor produksi yang terlibat dalam kegiatan ekonomi. Informasi multiplier effect sektor pertambangan dapat dilihat pada matriks multiplier IRSAM (Ma) pada perpotongan kolom sektor pertambangan di Kalimantan dengan baris semua Faktor Produksi di semua pulau. Sebagai contoh apabila kita ingin mengetahui seberapa besar multiplier effect sektor pertambangan di Kalimantan terhadap pendapatan Faktor Produksi di Jawa-Bali, maka informasi ini dapat dilihat pada matriks multiplier IRSAM perpotongan pada kolom pertambangan di Kalimantan dengan baris Faktor Produksi di JawaBali. 4.4.4.
Metode Analisis Multiplier Effect Sektor Pertambangan terhadap Peningkatan Pendapatan Institusi Pertambahan pendapatan Faktor Produksi pada akhirnya juga akan
mempengaruhi pendapatan Institusi. Dengan metode yang sama, informasi mengenai multiplier effect sektor pertambangan di Kalimantan terhadap pendapatan Institusi dapat dilihat pada matriks multiplier IRSAM perpotongan antara kolom sektor pertambangan di Kalimantan dengan baris semua Institusi di
97
semua pulau. Sebagai contoh apabila kita ingin melihat seberapa besar multiplier effect sektor pertambangan di Kalimantan terhadap pendapatan Institusi di Sulawesi, maka dapat dilihat pada matriks multiplier IRSAM pada perpotongan antara kolom pertambangan di Kalimantan dengan baris Institusi di Sulawesi. 4.4.5.
Metode Analisis Jalur Struktural Analisis dekomposisi pengganda dimaksudkan untuk menunjukkan proses
pengganda secara jelas dan dapat menerangkan kaitan antara neraca endogen dalam model IRSAM akibat adanya injeksi terhadap neraca eksogen. Dekomposisi pengganda IRSAM ini terdiri dari tiga bahasan, yaitu (1) Mr3 disebut sebagai pengganda closed-loop multiplier effect within region (2) Mr2 disebut interregional open-loop multiplier effect, dan (3) Mr1 disebut sebagai transfer effect within region. Sedangkan Structural Path Analysis (SPA) digunakan untuk melacak interaksi dalam suatu sistem perekonomian. Dalam analisis SPA, masing-masing elemen pada multiplier IRSAM dapat di dekomposisi kedalam pengaruh langsung, pengaruh total dan pengaruh global. Metode SPA mampu menunjukkan bagaimana pengaruh transmisi dari satu sektor ke sektor lainnya secara bersambungan dalam suatu gambar. Ini berarti, SPA itu pada dasarnya adalah sebuah metoda yang dilakukan untuk mengidentifikasi seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainnya dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit). Menurut Defourny dan Thorbecke (1988) dalam Daryanto (2001) bahwa metode dekomposisi yang konvensional tidak mampu untuk menguraikan multiplier ke dalam transaksi
98
komponennya atau untuk mengidentifikasi transaksi dengan menyertakan suatu keterkaitan secara berurutan. Dekomposisi multiflier yang konvensional hanya mampu untuk menguraikan pengaruh-pengaruh dalam dan antra neraca endogen saja. Untuk menganalisis jalur structural dari semua sektor ekonomi tersebut digunakan perangkat lunak Matrix Account Tranformation System (MATS) version 1.0.5. 4.4.6.
Metode Analisis Simulasi Dampak Kebijakan Pembangunan Sektor Pertambangan di Kalimantan Analisis simulasi kebijakan pembangunan sektor pertambangan di
Kalimantan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk: (1) melihat seberapa besar sensitifitas sektor pertambangan di Kalimantan terhadap pembangunan ekonomi inter dan intra regional, (2) menemukan alternatif pembangunan ekonomi di Kalimantan dan bermanfaat bagi pembangunan ekonomi nasional dan regional, dan (3) mencari alternatif sektor ekonomi diluar sektor pertambangan yang dapat dijadikan leading sector bagi pembangunan ekonomi di Kalimantan. Kegiatan tambang pada umumnya menimbulkan eksternalitas negatif, yaitu berupa dampak lingkungan (pencemaran, banjir, dan lain-lain) bagi masyarakat sekitar kawasan. Selain itu, dengan membuka areal tambang baru (investasi) maka beberapa sektor seperti kehutanan akan berkurang. Adanya eksternalitas ini maka pemerintah perlu untuk melakukan menginternalisasikan eksternalitas, sehingga masyarakat (pihak ketiga) dapat merasakan manfaat dari aktivitas pelaku ekonomi yang lain. Dalam hal ini pemerintah perlu mengadakan intervensi dan membuat suatu insentif sehingga pilihan private bagi produsen maupun konsumen akan mencapai efisien. Bila terjadi biaya eksternal (external
99
cost), maka pemerintah dapat mengenakan pajak sebesar biaya eksternal tambahan (marginal external cost) terhadap pihak yang menimbulkan eksternalitas (negative externality). Pajak. ini akan mendorong baik bagi konsumen maupun produsen (pihak yang menimbulkan eksternalitas) untuk memasukkan biaya-biaya eksternal yang ada ke dalam suatu keputusan ekonomi. Dengan kata lain pelaku eksternalitas membayar sejumlah biaya sebesar biaya eksternal tambahan per unit output yang terjual, sehingga pajak sama dengan marginal external cost. Upaya
internalisasi
eksternalitas
dapat
juga
dilakukan
dengan
mengenakan subsidi. Pengenaan subsidi ini dapat dilakukan pemerintah ketika eksternalitas yang terjadi menimbulkan manfaat eksternal (external benefit positive externality). Bila konsumen maupun produsen terlalu underestimate benefit dengan tidak mempertimbangkan manfaat tersebut pada orang lain, maka dengan subsidi akan dapat mengurangi private cost dan mendorong peningkatan dalam konsumsi pada tingkat yang efisien. Bila penyebab terjadinya eksternalitas adalah tidak adanya property right, maka cara mengatasi eksternalitas adalah dengan membuat suatu property right bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap suatu sumberdaya. Bila solusinya seperti ini maka tidak perlu lagi ada intervensi pemerintah (internalization of externality). Pemerintah dengan membuat suatu right untuk menggunakan suatu sumberdaya, maka dapat menginternalisasikan eksternalitas ketika biaya transaksi adalah nol. Bila hal ini dicapai maka masing-masing pihak dalam aktivitas yang ada akan dapat melakukan pertukaran dengan bebas terhadap property right yang ada dengan pembayaran secara tunai, sehingga tingkat efisiensi dalam
100
penggunaan sumberdaya dapat dicapai. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam upaya mencari solusi alternatif kebijakan pengelolaan tambang di Kalimantan dalam rangka meningkatkan perekonomian, simulasi ini menggunakan instrumen fiskal berupa pajak dan subsidi. Secara rinci kebijakan tersebut adalah: 1. Skenario Satu: Peningkatan pajak tidak langsung sebesar 10 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut ke rumahtannga di desa 2. Skenario Dua: Peningkatan pajak tidak langsung sebesar 10 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut untuk rehabilitasi bekas areal tambang 3. Skenario Tiga: Peningkatan pajak tidak langsung sebesar 10 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut untuk rehabilitasi bekas areal 10 persen dan rumahtangga di desa sebesar 10 persen 4. Skenario Empat: Peningkatan penerimaan royalty oleh pemerintah daerah sebesar 6.5 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut ke seluruh kelompok rumahtangga. 5. Skenario Lima: . Peningkatan penerimaan royalty oleh pemerintah saerah sebesar 6.5 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut untuk belanja infrastruktur. 6. Skenario Enam: Peningkatan penerimaan royalty oleh pemerintah daerah sebesar 6.5 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut sebesar 20 persen untuk pertanian dan 80 persen untuk industri 7. Skenario Tujuh: Peningkatan penerimaan royalty oleh pemerintah daerah sebesar 6.5 persen dan mendistribusikan pendapatan tersebut sebesar 20 persen untuk pertanian dan 40 persen untuk infrastruktur dan 40 persen untuk agroindustri