IV. METODOLOGI PENELITIAN Daya saing udang Indonesia dianalisis pada tingkat nasional dan hasilnya dikonfirmasi pada tingkat lapang dengan tahapan seperti disajikan pada Gambar 22. Tingkat Nasional Aspek Produksi dan Perdagangan Tujuan 1:
Menganalisis posisi daya saing Udang Indonesia di pasar internasional dibandingkan Thailand setelah pergantian varietas dari udang windu ke
Analisis RCA dan CMSA
Data sekunder (1989-2008)
Analisis Ekonometrika
Data sekunder (1989-2008)
Tujuan 2:
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran, permintaan, dan daya saing udang tambak Indonesia di pasar internasional terkait dengan produktivitas dan mutu
Tingkat Lapangan Studi Kasus:Jatim dan Non Jatim Mengkonfirmasi hasil analisis Produktivitas (pada tingkat pembuddiaya) dan Mutu serta Keamanan Hasil Produksi Perikanan (Aspek Produksi, Pengolahan, Distribusi, Pemasaran)
Data primer (2009-2010)
Tujuan 3:
Menganalisis dampak alternatif kebijakan terhadap daya saing sebagai dasar strategi peningkatan ekspor udang
Gambar 22. Tahapan Analisis Daya Saing Industri Udang Indonesia
102
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan secara nasionaldan tingkat lapang. Lokasi penelitian tingkat lapang dipilih secara sengaja (purposive) yaitu tambak di Provinsi Jawa Timur, dan dibandingkan dengan tambak di luar Provinsi Jawa Timur (Provinsi Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, dan Jawa Barat). Provinsi Jawa Timur dipilih karena mempunyai sistem usaha budidaya lengkap mulai dari ekstensif (termasuk sistem organik), semi-intensif, dan intensif. Jawa Timur juga memiliki aktivitas perikanan yang lengkap sejak produksi
sampai
dengan
pemasaran.
Provinsi
Lampung
merupakan
menyumbang terbesar produksi udang di Indonesia karena keberadaan perusahaan terintegrasi di bawah CP Prima Grup (PT. Wahyuni Mandira, PT Aruna Wijaya Sakti, dan PT. Central Pertiwi Bahari). Tambak di Provinsi Sulsel mayoritas dikelola secara semi-intensif dan ekstensif, sedangkan NTB merupakan daerah pengembangan tambak dan Jawa Barat merupakan daerah yang pernah mengalami kejayaan pada usaha budidaya udang tahun 1990-an. Secara kumulatif, kuantitas produksi udang dari Jawa Timur, Lampung, dan Sulsel mencapai sekitar 70% dari total produksi udang tambak Indonesia. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada Desember 2009 sampai dengan Maret 2010. 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.2.1. Tingkat Nasional Analisis daya saing pada level nasional menggunakan data sekunder antara lain data harga, jumlah produksi, kuantitas ekspor, dan nilai ekspor berdasarkan negara tujuan yaitu Jepang, AS, dan UE-27 untuk ekspor dari
103
Indonesia dan Thailand, direkam menurut periode 1989 – 2008 (Lampiran 1) dan untuk menghitung TFP disajikan pada Lampiran 2. Sumber data terutama berasal UNComtrade, Statistik Perikanan Budidaya (Ditjen Perikanan Budidaya, KKP), Survey Perusahaan Perikanan (BPS), Statistik Harga Perdagangan Besar Beberapa Provinsi di Indonesia (BPS), Kementerian Perdagangan, FAO, dan instansi lainnya. Salah satu kelemahan dari data sekunder di negara berkembang, seperti Indonesia, adalah kualitas data. Hal itu juga yang menjadi keterbatasan analisis pada tingkat nasional dari studi ini. Untuk data yang tidak tersedia digunakan metode “mirror statistics”, misalnya jumlah ekspor udang segar Indonesia ke AS tidak tersedia maka digunakan data impor AS dari Indonesia. 4.2.2. Tingkat Lapangan Konfirmasi pada tingkat lapang menggunakan data primer berasal dari responden di daerah lokasi penelitian. Data mencakup kuantitas dan harga baik untuk input (faktor produksi) maupun output pada usaha budidaya udang. Informasi
ditanyakan
dan
dielaborasi
melalui
wawancara
langsung
menggunakan kuesioner terstruktur. Beberapa simplifikasi dilakukan pada studi ini sehingga hasilnya mungkin bias ke atas maupun ke bawah. Hasil produksi tambak mencakup udang windu, udang putih, udang vaname, udang api-api dan ikan bandeng, disederhanakan menjadi udang windu, udang putih, dan bandeng. Obat-obatan yang dipergunakan di tambak juga beragam yaitu terkait pencegahan seperti kapur, dolomit, probiotik, pupuk dan terkait pemberantasan hama seperti pestisida. Pada studi ini obat-obatan yang digunakan dihitung setara kapur.
104
Penggunaan listrik di tambak sebagian menggunakan BBM dan sebagian berasal dari PLN menjadi setara pemakaian listrik dari PLN. Dummy kerjasama juga disimplikasi berupa pembudidaya yang melakukan kerja sama dalam arti luas yaitu baik dengan pedagang pengumpul, perusahaan obat, pakan, atau menjadi bagian dari perusahaan terintegrasi. Selain pembudidaya, responden lainnya yaitu pedagang pengumpul, dan unit pengolah ikan/eksportir. Teknik penarikan sampel menggunakan metode snowbolling dengan sampling frame berasal dari daftar pembudidaya yang menerapkan Cara Budidaya ikan yang Baik (CBIB) oleh Ditjen Perikanan Budidaya. Responden berikutnya diambil dari rekomendasi responden sebelumnya. Akhirnya diperoleh 163 petak yang dimiliki oleh 99 pembudidaya, dengan komposisi: 74 petak tambak di Jawa Timur atau 45.4%, dan 89 petak di luar Jawa Timur atau 54.6%. Berdasarkan tingkat teknologi, komposisinya adalah menggunakan teknologi intensif sebanyak 98 petak atau 60.12%, dan 65 petak atau 39.88% berupa tambak non-intensif. Sebanyak 43 petak atau 26.3% membudidayakan udang windu dan 120 petak atau 73.7% memelihara udang vaname. 4.3. MetodeAnalisis 4.3.1. Tingkat Nasional: Analisis Ekonometrika Model Daya Saing Udang Indonesia yang dibangun mengacu pada model Soepanto (1999) dan Raharjo (2001). Berbeda dengan keduanya, model ini menekankan pada produktivitas dan mutu sebagai penentu daya saing. Analisis ekonometrika digunakan guna mengetahui faktor yang diduga mempengaruhi penawaran, permintaan, dan daya saing. Indikator daya saing
105
yang digunakan yaitu indeks RCA dan model CMSA. Persamaan simultan digunakan karena variabel dalam model saling berinterelasi. Analisis produktivitas hanya untuk udang tambak dengan pertimbangan meningkatnya peran udang tambak dari 27% pada tahun 1995 (Primavera, 1997) menjadi 43% pada tahun 2008 (FA0, 2008). Selain itu, dalam konteks perdagangan internasional, udang tambak mendapat perlakuan
khusus
terutama terkait hambatan teknis oleh negara maju. Contohnya, konteks antidumping oleh pemerintah AS terhadap China, Thailand, Vietnam, Ekuador, dan Brazil atas isu perbedaan biaya produksi dengan harga dunia sebesar 3.0% - 112.5%.
Thailand dipilih karena negara tersebut memproduksi udang
bermutu dan mempunyai produktivitas tinggi. Hasil studi Soepanto (1999) menunjukkan
bahwa
Thailand
merupakan
pesaing
utama
Indonesia.
Pengorganisasian Model Daya Saing Udang Indonesia disajikan pada Tabel 14 dan 15 dan dalam bentuk peta alir disajikan (Gambar 24, 25, dan 26). Tabel 14. Pengorganisasian Model Daya Saing Udang Indonesia No. 1. 2. 3. 4.
Nama Blok Produksi udang tambak
No. Persamaan 1- 15
Blok Perdagangan udang segar Blok Perdagangan udang beku Blok Perdagangan udang olahan
16– 39 40 – 62 63 – 85
Tujuan Melihat perilaku produksi terkait produktivitas Melihat perilaku faktor penentu daya saing pada aspek perdagangan
Tabel 15. Dasar Pengagregasian Model Daya Saing Udang Indonesia No.
Dasar Disagregasi
Jenis Disagregasi
1.
Jenis udang ekspor
udang beku, udang segar, dan udang olahan
2.
Tujuan ekspor
AS, Jepang, UE-27
3.
Pesaing Indonesia
Thailand
QTAMB
PrUBI QXSIJ
QMSJD
PXBIJ
PXSIA
PXOIJ
QMBJD
QXOIA
QXBIA PUSD
QMSAD
TXUBD
QXSIU
PUBD
QXBIU
TMUBD
TXUOD
QMBAD
QXOIU
PXBIU
DUSDOM
PUOD
TMUOD
QMOAD
PXOIU
QMSUD PUSDOM
QMOJD
PXOIA
PXBIA
QXSIA
PXSIU
QXOIJ
QXBIJ
PXSIJ
QTANKP
PrUOI
106
PrUSI
QMOUD
QMBUD QDUSB
DUBDOM
QDUBO
PUBDO
BLOK PRODUKSI
BLOK PERDAGANGAN UDANG SEGAR
BLOK PERDAGANGAN UDANG BEKU
Gambar 23. Peta Alir Model Sederhana Daya Saing Udang Indonesia
BLOK PERDAGANGAN UDANG OLAHAN
107
Harga Benur
Jumlah Pakan
Harga Pakan
Anggaran irigasi
Produksi Udang Tambak Indonesia
TFP Tambak Udang Indonesia
Harga BBM
Alat Tangkap Pukat udang
Konversi SB
Ke Blok perdagangan Udang Beku
Harga Ekspor Udang Segar Indonesia di pasar k
Tingkat pendidik an
Tingkat pendidik an Permintaan Udang Domestik
Total Produksi Udang Segar Indonesia
Udang Hasil Tangkapan
Nilai tukar riil Indonesia terhadap US$
Dummy penyakit Udang
Jumlah Benur
Harga Udang Segar Domestik
Daya Saing Udang Segar Indonesia di pasar k
Jumlah Ekspor Udang Segar Indonesia di pasar k
Nilai total perdagangan Indonesia di pasar k
Dummy HACCP
GDP Negara k
Dummy LAW
Jumlah Impor Udang Segar Importir utama di pasar k
Harga Udang Segar Dunia
Nilai total perdagangan Negara k
Dummy MRL Nilai tukar riil Pesaing terhadap US$
Harga Ekspor Udang Segar Pesaing di pasar k
= Keterangan
Daya Saing Udang Segar Pesaing di pasar k
Jumlah Ekspor Udang Segar Pesaing di pasar k
= variabel eksogen = variabel endogen
Konversi SB
= konversi
Populasi Negara k
= ke Blok lain
Gambar 24. Peta Alir Blok Produksi dan Blok Perdagangan Udang Segar
Nilai total perdagangan Pesaing di pasar k
108
Nilai tukar riil Indonesia terhadap US$ Dari Blok Produksi
Jumlah Ekspor Udang Beku Sisa Dunia di pasar k
Total Ekspor Udang Beku Dunia
Jumlah Ekspor Udang Beku Pesaing di pasar k
Dummy LAW
Harga Ekspor Udang Beku Pesaing di pasar k Harga Ekspor Udang Olahan Pesaing di pasar k
Jumlah Ekspor Udang Olahan Sisa Dunia di pasar k
Harga Udang Beku Dunia
Total impor Udang Beku Dunia
Nilai total perdagangan Pesaing di pasar k
Daya Saing Udang Beku Pesaing di pasar k
Nilai tukar riil Pesaing terhadap US$
Jumlah Impor Udang Beku Importir Utama di pasar k
Nilai total perdagangan Negara k Daya Saing Udang Olahan Pesaing di pasar k
Populasi Negara k
GDP negara k
Jumlah Impor Udang Olahan Sisa Dunia di pasar k
Jumlah Ekspor Udang Olahan Pesaing di pasar k Total Ekspor Udang Olahan Dunia
Nilai total perdagangan Indonesia di pasar k
Jumlah Impor Udang Beku Sisa Dunia di pasar k
Jumlah Ekspor Udang Beku Indonesia di pasar k
Dummy HACCP
Dummy MRL
Daya Saing Udang Beku Indonesia di pasar k
Harga Ekspor Udang Beku Indonesia di pasar k
Harga Udang Olahan Dunia
Total impor Udang Olahan Dunia
Jumlah Impor Udang Olahan Importir Utama di pasar k
Jumlah Ekspor Udang Olahan Indonesia di pasar k Harga Ekspor Udang Olahan Indonesia di pasar k
Keterangan variabel eksogen = variabel endogen
Tarif bea masuk udang olahan Daya Saing Udang Olahan Indonesia di pasar k
= sambungan dari blok lain
Gambar 25. Peta Alir Blok Perdagangan Udang Beku dan Udang Olahan
109
1. Blok Produksi Permintaan Faktor Produksi Permintaan faktor produksi udang tambak diduga dipengaruhi oleh harga faktor produksi itu sendiri, harga input lainnya, dan harga output berupa harga udang segar domestik yaitu: QPAKN t = a 0 + a 1 *PPAKN t + a 2 *(PUSDOM t -PUSDOM t-1 ) + a 3 *TREND +ε 1 .................................................................
(1)
QBENR t = b 0 +b 1 *PBENR t + b 2 * PPAKN t + b 3 *PUSDOM t + b 4 *TREND + b 5 *QBENR t-1 +ε 2 .......................................
(2)
dimana:
QPKAN t QBENR t
: :
PPKAN t PUSDOM t PBENR t TREND QBENR t-1
: : : : :
Jumlah penggunaan pakan Indonesia pada tahun t (ribu Kg) Jumlah benur yang digunakan untuk tambak Indonesia pada tahun t (miliar ekor) Harga riil pakan pada tahun t (Rp/Kg) Harga riil udang segar domestik pada tahun t (Rp/Kg) Harga riil benur pada tahun t (Rp/ekor) Tren Waktu Jumlah penggunaan benur Indonesia beda kala (Rp/Kg)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: a 2 , a 3 , b 3 , b 4, > 0; a 1 , b 1 , b 2 < 0; dan 0 < , b 5 < 1
Pertumbuhan Total Factor Prductivity (TFP) Produktivitas dapat meningkat antara lain ditentukan oleh tiga hal yaitu: skala ekonomi, efisiensi teknis, dan kemajuan teknologi. Penggunaan TFP sebagai variabel endogen mengacu pada studi Fan et al., (1998). Pada studi ini pertumbuhan TFP dihitung menggunakan angka indeks Tornqvist-Theil. Data yang diperlukan terkait perhitungan TFP tersebut yaitu jumlah dan harga output (udang windu, udang putih, dan bandeng), serta jumlah dan harga input (Lampiran 2). Faktor yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas dalam studi ini yaitu tingkat pendidikan dari tenaga kerja dan pembangunan irigasi. Perbedaan produksi antar wilayah diduga dapat disebabkan oleh perbedaan faktor fisik.
110
Perbedaan wilayah juga mencerminkan kecenderungan perbedaan pengelolaan seperti budidaya udang secara integrasi vertikal di Lampung atau mayoritas dikelola secara tradisional seperti di Sulawesi Selatan. Namun hal tersebut tidak tertangkap dalam Model yang dibangun. Dengan demikian, persamaan yang diduga mempengaruhi pertumbuhan TFP sebagai berikut: TFPIN t dimana:
= c 0 +c 1 *EDUC t +c 2 *IRIG t + ε 3 .........................................
TFPIN t EDUC t IRIG t
(3)
: : :
Pertumbuhan TFP udang tambak Indonesia pada tahun t Tingkat pendidikan pembudidaya (tahun) anggaran Pemerintah untuk pembangunan irigasi tambak (Milyar Rp). Tanda parameter dugaan yang diharapkan: c 1 , c 2 > 0
Produksi Udang Tambak Indonesia Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap produksi udang tambak yaitu harga riil udang segar domestik, harga riil BBM, jumlah pakan, jumlah benur, tingkat suku bunga efektif, dummy terjadinya serangan penyakit, dan pertumbuhan TFP. Luas area tidak dimasukan karena pada saat studi dilakukan kegiatan ekstensifikasi tambak terbatas, dan di lain pihak tambak mangkrak/idle tersedia luas. Dengan demikian persamaan produksi udang dapat dirumuskan sebagai berikut: QTAMB t = d 0 + d 1 *PUSDOM t-1 + d 2 *(PBBM t - PBBM t-1 ) + d 3 *QPAKN t + d 4 *(QBENR t - QBENR t-1 )+ d 5 *INTRE t + d 6 *DPENY + d 7 * TFPIN t + ε 4 ......................................... dimana:
QTAMB t PBBM t INTRE t DPENY
: : : :
Produksi udang tambak Indonesia pada tahun t (ribu ton) harga solar pada tahun t (rupiah/liter) Tingkat suku bunga rill (%) Dummy terjadinya serangan penyakit, bernilai 1 untuk tahun 1989,1990,1993, 1998, 2000,2002,2003,2005, 2008 dan bernilai 0 sisanya.
PUSDOM t , TFPIN t , QPAKN t , QBENR t ,TREND t : lihat definisi sebelumnya
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: d 1 , d 3 , d 4 , d 7 > 0; dan d 2 , d 5 , d 6, <0
(4)
111
Menurut Wyban (2007a), perkembangan udang tambak dunia dibagi tiga periode. Phase pertama tahun 1980-an ditandai dengan penggunaan benur dari alam. Periode berikutnya yaitu 1988-1996 adalah pembenihan/hatchery. Pada periode tersebut, udang tambak di Asia didominasi udang windu, sedangkan di bagian Barat didominasi vaname. Periode ketiga “breeding era” sejak tahun 1997 sampai dengan saat ini, ditandai dengan kemajuan dibidang pembenihan, domestikasi dan penyebaran vaname ke negara-negara di benua Asia. Pada periode ini, produksi meningkat rata-rata 20%, dibandingkan pada periode kedua yang hanya 2%. Sebagai ilustrasi, mengenai perbedaan produksi udang windu dan vaname di Thailand disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Perbandingan Pemeliharan Udang Windu dan Vaname di Thailand Parameter Padat Penebaran (PL/ m2) Lama pemeliharaan (hari)
Udang windu
Udang vaname 40-50 120-200
Kenaikan (%) 300
110-140
105-120
27
22-28
21-25
5
8
24
300
Nilai panen (US$/ Ha)
45 000
96 000
220
Biaya produksi (US$/ Ha)
32 000
60 000
187
Keuntungan (US$/ Ha)
13 000
36 000
280
Ukuran panen (gram) Hasil panen (ton/ Ha/ musim)
Sumber: Wyban (2007a)
Di Indonesia, menurut Widigdo dan Pribadi (2005), teknik ablasi mata yang ditemukan oleh Dr. Made L. Nurdjana tahun 1976 dibidang pembenihan udang menjadi cikal bakal perkembangan tambak. Sejak itu, hatchery/ pembenihan tumbuh dengan cepat. Sejak 1986 intensifikasi dilaksanakan dan beberapa proyek besar di Lampung (diantaranya PT CP Bahari) dan Kalimantan terjadi pada tahun 1990-an. Hasilnya, tahun 1992 ekspor udang
112
meningkat menjadi 141 500 ton. Pada periode 1990-1993, upaya intensifikasi menyebabkan serangan penyakit MBV (Monodon Baculo Virus). Pada tahun 1996 terjadi serangan penyakit oleh WSSV (White Spot Syndrome Virus). Akibatnya pada tahun 2001 kuantitas ekspor udang turun menjadi 70 ribu ton. Sekitar 90% dari 350 ribu Ha ditelantarkan. Mulai tahun 2000/2001 vaname diperkenalkan. Sejak itu produksi udang kembali meningkat. Akan tetapi bukan berarti dapat bebas dari penyakit karena pada awal semester 2002 terjadi serangan TSV (Taura Syndrome Virus) di Jawa Timur disebabkan induk yang tidak SPF (Specific Pathogen Free). TSV menyerang di NTT, NTB, Bali dan Banyuwangi, sedangkan di daerah lainnya didominasi oleh WSSV. Produksi Udang Hasil Tangkapan Indonesia Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap produksi udang hasil tangkapan antara lain harga udang domestik, pukat udang, harga BBM, dan produksi udang hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dengan demikian persamaan produksi udang hasil tangkapan dapat dirumuskan sebagai berikut: QTNKP t dimana:
= e 0 + e 1 *PUSDOM t + e 2 *ATPU t + e 3 *PBBM t-1 +ε 5 .......
QTNKP t ATPU QTNKP t -1
: : :
(5)
Produksi udang hasil tangkapan Indonesia pada tahun t (ribu ton) Alat tangkap pukat udang (ribu unit) Produksi udang hasil tangkapan beda kala (ribu ton per tahun)
PUSDOM t : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: e 1 ,e 2 > 0; dan e 3 <0
Total Produksi Udang Segar Indonesia Total produksi udang Indonesia merupakan gabungan dari udang hasil budidaya dan udang hasil penangkapan. PrUSI t dimana:
=
QTAMB t + QTNKP t ................................................................
(6)
113
PrUSI t : Produksi total udang Indonesia pada tahun t (ribu ton) QTAMB t , QTNKP t : lihat definisi sebelumnya
Produksi Udang Beku Indonesia Konversi udang segar ke udan beku atau ke udang olahan bervariasi antara lain tergantung ukuran dan species udang. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT, 2005) konversi udang besar beku adalah 60% dari berat basah, dan 40% untuk udang tidak beku, sedangkan untuk udang kecil dan udang biasa konversinya adalah 42% beku dan 40% tidak beku. Carita (2004) menganilisis
rendemen udang windu dan memperoleh hasil sebagai berikut: (1) dari Head On (HO) 100% menjadi headless 63.14% - 65.04%, (2) HO menjadi Peeled Tail On (PTO) 54.35% - 55.48%, (3) HO menjadi Peel Devined Tail On (PDTO) 54.17%-55.38%, (4) HO menjadi Peel Undevined (PUD) = 52.58% 53.49%, (5) HO menjadi Peel Devined (PD) 52.39% - 53.39%, (6) Headless untuk breaded (tepung udang): 63.24%-64.57% , dan (7) Peel Tail On (PTO) pada breaded 54.84% - 55.54%. Pada studi ini, konversi dari udang segar ke udang beku menggunakan pendekatan Soepanto (1999) yaitu udang beku adalah 0.6 dari udang segar. Dengan demikian produksi udang beku: . PrUBI
= 0.6*PrUSI+ 0.6*QMUSID- 0.6*QDUSL- 0.6*QXISD ...
PrUBI t QMUSID t QDUSL t
: : :
QXSID t PrUSI t
: :
dimana:
(7)
Produksi total udang beku Indonesia pada tahun t (ribu ton) Jumlah impor udang segar Indonesia pada tahun t (ribu ton) Permintaan udang segar untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton) Total ekspor udang segar Indonesia ke dunia pada tahun t (ribu ton) Lihat definisi sebelumnya
Produksi Udang Olahan Indonesia Produksi udang beku tersebut, sebagian besar diekspor, sebagian kecil dijadikan udang olahan, dan sisanya untuk konsumsi domestik. Konversi dari udang beku menjadi udang olahan digunakan perhitungan yang digunakan
114
Soepanto (1999) yaitu udang olahan adalah 0.5 dari udang beku. Sebagai derived demmand, maka produksi udang olahan diduga dipengaruhi oleh harga input (udang beku domestik), dan harga output. Karena data harga output (udang olahan domestik) tidak tersedia, maka digunakan harga udang olahan dunia, dan jumlah eskpor udang olahan Indonesia. Selain itu dipengaruhi juga oleh tingkat suku bunga. Dengan demikian, persamaannya menhadi: PrUOI t
= f 0 + f 1 *PUBDOM t-1 + f 2 *(PUOD t - PUOD t-1 ) + f 3 * INTRE t + f 4 *QXOID t-1 + ε 6 .....................................
dimana:
(8)
: Produksi udangolahan Indonesia pada tahun t (ribu ton) PrUOI t PUBDOM t : Harga riil udang beku dunia (US$/kg) : Harga riil udang olahan dunia pada tahun t (US$/kg) PUOD t : Jumlah ekspor udang beku Indonesia ke dunia (ribu ton) QXOID t INTRE t, : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: f 2 , f 4 > 0; f 1, f 3 <0
Permintaan Udang Segar Domestik Data permintaan udang segar domestik tidak tersedia secara khusus. Dalam studi ini, permintaan udang segar domestik merupakan permintaan udang segar untuk industri udang beku, dan permintaan udang segar lainnya (dikonsumsi masyarakat domestik) sebagai berikut: DUSDOM t = QDUSB t + QDUSL t ........................................................
(9
dimana:
DUSDOM t QDUSB t QDUSL t
: : :
Permintaan domestik udang Segar Indonesia pada tahun t (ribu ton) Permintaan udang segar oleh udang beku pada tahun t (ribu ton) Permintaan udang segar untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton)
Permintaan Udang Beku Domestik Permintaan udang beku domestik terbagi dua yaitu untuk industri udang olahan dan untuk dikonsumsi masyarakat domestik. Bentuk persamaannya: DUBDOM t = QDUBO t + QDUBL t ........................................................ (10) dimana:
115
DUBDOM t
:
QDUBO t
:
QDUBL t
:
Permintaan domestik udangbeku domestik Indonesia pada tahun t (ribu ton) Permintaan udang beku oleh industri udang olahan Indonesia pada tahun t (ribu ton) Permintaan udang bekul untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton)
Permintaan Udang Olahan Domestik Konsumsi udang olahan domestik mengikuti Soepanto (1999) yaitu diperkirakan 5% dari produksi udang olahan. Bentuk persamaannya: QDUOL t = 0.05* PrUOI t .....................................................................
(11)
dimana:
QDUOL t
:
PrUOI t
:
Permintaan udangolahan untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton) Produksi udang olahan Indonesia pada tahun t (ribu ton)
Harga Udang Segar Domestik Harga udang di pasar internasional dijadikan sebagai panduan pembentukan harga di pasar domestik karena pasar internasional dan pasar domestik di negara pengekspor saling terkait. Perkembangan nilai tukar berpengaruh terhadap terhadap pembentukan harga impor. Selain itu, harga juga ditentukan oleh jumlah permintaan domestik. Dengan demikian, harga udang segar domestik diduga dipengaruhi permintaan udang domestik, jumlah ekspor udang segar ke AS, tren, dan harga udang domestik sebelumnya. PUSDOM t = g 0 + g 1 *DUSDOM t-1 + g 2 *QXSIA t +g 3 *TREND+ g 4 *PUSDOM t-1 +ε 7 ........................................................... (12) dimana:
PUSDOM t : Harga riil domestik udang segar Indonesia pada tahun t (Rp per Kg) DUSDOM t : Permintaan domestik udang Segar Indonesia pada tahun t (ribu ton) QXSIA t : Jumlah ekspor udang segar Indonesia ke AS tahun t (ribu ton) PUSDOM t-1 : Harga riil domestik udang segar Indonesia beda kala (Rp per Kg) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: g 1, g 2, g 3 > 0 dan 0
116
Harga Udang Beku Domestik Harga udang beku domestik dipengaruhi oleh harga udang beku dunia, permintaan udang beku domestik, dan harga udang domestik beda kala. PUBDOM t = h 0 + h 1 *PUBD t + h 2 *DUBDOM t +h 3 *TREND + h 4 *PUBDOM t-1 +ε 8 .......................................................... dimana:
(13)
PUBDOM t : Harga riil domestik udang beku domestik pada tahun t (Rp per Kg) PUBD t : Harga riil ekspor udang beku dunia pada tahun t (US$/kg) DUBDOM t : Permintaan domestik udang beku Indonesia pada tahun t (ribu ton) PUBDOM t-1 : Harga riil domestik udangbeku domestik beda kala (Rp per Kg) Tanda parameter dugaan yang diharapkan: h 1 , h 2, h 3 > 0 dan 0
Permintaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku Produksi udang total (segar) tersebut, sebagian diekspor dalam bentuk udang segar, sebagian dibekukan, dan sisanya untuk konsumsi domestik, termasuk didalamnya untuk udang olahan tradisional. Sebagian besar produksi udang beku diekspor dan sebagian kecil dikalengkan dan sisanya untuk konsumsi dalam negeri. Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap permintaan udang segar oleh industri udang beku sebagi berikut: QDUSB t = i 0 + i 1 *(PUSDOM t -PUSDOM t-1 )+ i 2 *PUBDOM t + i 3 *TREND+ε 9 .................................................................. dimana:
(14)
QDUSB t : Permintaan udang segar oleh udang beku pada tahun t (ribu ton) PUSDOM t , PUBDOM t ,TREND: lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: i 2, i 3 > 0 dan i 1 < 0
Permintaan Udang Beku oleh Industri Udang Olahan Selain dipengaruhi harga input (PUBDOM), permintaan udang beku oleh industri udang olahan juga dipengaruhi harga udang olahan domestik. Mengingat tidak tersedianya data harga domestik udang olahan, maka dalam
117
analisis ini digunakan harga dunia dan untuk menghubungkan antara produk beku dengan produk olahan, maka digunakan juga produksi udang olahan Indonesia sebagai berikut: QDUBO t = j 0 + j 1 *(PUBDOM t -PUBDOM t-1 ) + j 2 *PrUOIt + j 3 *PUOD t +ε 10 ...............................................................
(15)
dimana:
QDUBO t
:
Permintaan udang beku oleh industri udang olahan Indonesia pada tahun t (ribu ton) PUBDOM t , PrUOI t , PUOD t : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: j 2 , j 3 > 0, dan j 1 < 0
2. Blok Perdagangan Udang Segar Penawaran Ekspor Indonesia dan Thailand Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap penawaran ekspor udang segar yaitu harga ekspor, nilai tukar, dan jumlah ekspor sebelumnya. Selain itu, ekspor juga dipengaruhi oleh tekanan permintaan di negara importir dan kebijakan perdagangan di negara eksportir dan importir (Labys, 1973). Dalam model ini, mutu diproxy dari dummy penerapan mutu dan keamanan hasil produk perikanan berupa: penerapan HACCP oleh AS sejak tahun 1997, Minimum Required Performance Limit (MRPLs) oleh UE sejak tahun 2002; dan the Food Safety Basic Law oleh Jepang sejak tahun 2003 (Nguyen dan Wilson, 2009). Mutu merupakan faktor penentu keputusan konsumen di Jepang membeli udang (Kagawa dan Bailey, 2003). Upaya peningkatan mutu dan keamanan hasil produk perikanan melibatkan berbagai pihak. Ditingkat budidaya, kebijakan pemerintah terkait dengan mutu dan keamanan hasil produk perikanan antara lain berupa monitoring residu antibiotik sejak tahun
118
2006, penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)/Good Aquaculture Practices (GAP) sejak tahun 2004, dan sertifikasi tambak sejak tahun 2004. Di AS, sejak tahun 2002 Aquaculture Certification Council (ACC) melakukan sertifikasi terhadap fasilitas budidaya yang melaksanakan best management practices untuk meyakinkan penerapan akuakultur secara bertanggungjawab baik sosial, lingkungan, keamanan hasil produk perikanan, dan traceability dalam rantai produksi (Michalowski, 2006). Ditingkat pengolah, variabel yang diduga berpengaruh yaitu penerapan instrumen
manajemen
keamanan
hasil
produk
perikanan
seperti
HACCP/PMMT (Delgado et al., 2003; Unnevehr, 2000). Menurut Hallak dan Scott (2009), sertifikasi ISO 9000 merupakan proxy mutu dengan pertimbangan banyak digunakan pada literatur internasional. Perusahaan Multi National Companies (MNC) diasumsikan mempunyai mutu lebih baik. Akan tetapi, hal tersebut tidak dapat diakomodir dalam Model karena keterbatasan data. Dengan demikian, persamaan penawaran ekspor udang Indonesia dan pesaing dirumuskan sebagai berikut: QXSIJ t
= k 0 + k 1 *PXSIJ t +k 2 *(PXSTJ t -PXSTJ t-1 )+ k 3 *D_LAW +k 4 *PrUSIt +k 5 *TREND+ k 6 *QXSIJ t-1 +ε 11 ...................
QXSIA t
= l 0 +l 1 *PXSIA t-1 + l 2* PXSTA t +l 3 *D_HACCP + l 4 *PrUSIt(17) 1 +l 5 *TREND +ε 12 ...........................................................
QXSIU t
= m 0 +m 1 *(PXSIU t -PXSIU t-1 )+m 2 *D_MRL+ m 3 *TREND+ m 4 *PrUSIt +ε 13 ................................................................. (18)
QXSTJ t
= n 0 +n 1 *PXSTJ t-1 + n 2 *PXBTJ t +n 3 *D_LAW + n 4 *TREND+ε 14 ................................................................
(19)
QXSTA t
= o 0 + o 1 *PXSTA t + o 2 *(PXBTA t - PXBTA t-1 ) +o 3 *D_HACCP + o 4 *TREND +ε 15 .................................
(20)
(16)
119
QXSTU t
= p 0 +p 1 *(PXSTU t /PXSIU t-1 )+p 2 *D_MRL+p 3 *TREND + p 4 *QXSTU t-1 + ε 16 ...........................................................
(21)
dimana: QXSij t
:
PXSij t
:
PrUSI t D_LAW
: :
D_HACCP
:
D_MRL
:
QXSijt-1
:
Jumlah ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27), L (sisa dunia) pada tahun t (ton) Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27), L (sisa dunia) pada tahun t (US$ per Kg) Produksi udang Segar Indonesia pada tahun t (ton) Dummypenerapan persyaratan mutu ke Jepang sejak tahun 2003, bernilai 1 untuk tahun 2003 sampai dengan 2008, dan sisanya bernilai 0. Dummy penerapan HACCP sejak tahun 1996, bernilai 1 untuk tahun 1996 sampai dengan 2008, dan sisanya bernilai 0. Dummy penerapan minimum requirement limits ke UE-27 sejak tahun 2002, bernilai 1 untuk tahun 2002 sampai dengan 2008, dan sisanya bernilai 0. Jumlah ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27), L (sisa dunia) beda kala t (ton)
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: k 1 , k 3, k 4, k 5, l 1 , l 3 , l 4 , l 5 m 1, m 2, m 3, m 4, n 1, n 3, n 4, o 1, o 3, o 4, p 1, p 2, p 3 > 0; k 2, l 2 < 0; dan 0
Harga Ekspor Udang Segar Indonesia dan Thailand tahun t Menurut Cong Sach (2003) harga udang di dunia berfluktuasi. Tingkat fluktuasi tergantung pasar tujuan ekspor, ukuran udang, mutu, perbedaan metode pengolahan, asal produk. Pada periode 1988-1992 harga dunia turun karena
kelebihan
penawaran.
Tahun
1994
harga
meningkat
karena
berkurangnya penawaran dari China. Tahun 1995-1996 harga menurun disebabkan permintaan di pasar Jepang dan Amerika mengalami stagnasi. Tahun 1997-1999 harga meningkat disebabkan menurunnya penawaran dari Thailand sebagai pemasok utama karena serangan penyakit. Harga ekspor udang segar diduga dipengaruhi oleh harga udang dunia (segar dan beku), nilai tukar, permintaan udang segar domestik, dan harga udang ekspor tahun sebelumnya. Dengan demikian, persamaannya menjadi:
120
PXSIJ t
= q 0 +q 1 *(PUSD t /PUBD t )+ q 2 *EXCIt +q 3 *DUSDOM t +q 4 *TREND +q 5 * PXSIJ t-1 + ε 17 ....................................
(22)
PXSIA r
= r 0 + r 1 *PUSD r + r 2 *EXCI r +r 3 *DUSDOM + r 4 *TREND +ε 18 ................................................................
(23)
PXSIU t
= s 0 + s 1 *PUSD t-1 + s 2 *EXCIt-1 + s 3 *DUSDOM t-1 + s 4 *PXSIU t-1 +ε 19 ...............................................................
(24)
PXSTJ t
= t 0 + t 1 *(PUSD t /PUBD t )+ t 2 *(EXCt t - EXCT t-1 )+ t 3 *TREND+ε 20 .................................................................
(25)
PXSTA t
= u 0 + u 1 *(PUSD t /PUBD t )+ u 2 *(EXCT t - EXCT t-1 ) + u 3 *TREND+ ε 21 ...............................................................
(26)
PXSTU t
v 0 + v 1 *(PUSD t /PUBD t ) + v 2 *(EXCT t - EXCT t-1 ) + v 3 *TREND + ε 22 ..............................................................
(27)
dimana: PXSij t
:
Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) PUSD t : Harga riil udang segar Dunia pada tahun t (US$ per kg) EXCI t : Nilai tukar riil rupiah terhadap dolar Amerika (Rupiah/US$) tahun t EXCT t : Nilai tukar riil Baht terhadap dollar Amerika (Baht/US$) tahun t PXSij t-1 : Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) beda kala (US$ per Kg) TREND, DUSDOM t : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: q 1, q 2, q 3, q 4, r 1, r 2, r 3, r 4, s 1, s 2, s 3, t 1, t 2, t 3, u 1, u 2, u 3, v 1, v 2, v 3, > 0; dan 0 < q 1, s 4 < 1
Impor Udang Segar AS, Jepang, dan UE-27 Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap permintaan impor udang segar oleh UE, AS, dan Jepang adalah: harga riil udang dunia (segar dan beku), GDP riil, sebagai berikut: QMSJD t
= w 0 + w 1 *(PUBD t /PUSD t )+ w 2 *GDPJ t + w 3 *TREND + w 4 *QMSJD t-1 + ε 23 ...........................................................
(28)
QMSAD t = x 0 + x 1 *PUSD t-1 + x 2 *PUBD t + x 3 *TREND+ε 24 ..............
(29)
QMSUD t = y 0 + y 1 *(PUSD t /PUBD t-1 )+ y2 *QMSUD t-1 +ε 25 ..............
(30)
121
dimana: QMSJD t QMSAD t QMSUD t GDPi t
: : : :
Jumlah impor udang Segar Jepang dari dunia pada tahun t (ribu ton) Jumlah impor udang Segar AS dari dunia pada tahun t (ribu ton) Jumlah impor udang Segar UE-27 dari dunia pada tahun t (ribu ton) Produk Domestik Bruto (A=AS, J=Jepang, U=UE-27 pada tahun t (ribu US $)
: Jumlah impor udang Segar Jepang dari dunia beda kala (ribu ton) QMSJD t-1 QMSAD t-1 : Jumlah impor udang Segar AS dari dunia beda kala (ribu ton) QMSUD t-1 : Jumlah impor udang Segar UE-27dari dunia beda kala (ribu ton) PUSD, PUBD, TREND : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: w 2 , w 3 , x 1 , x 3 , y 1 > 0; w 1 , x 2 , < 0, dan 0 < w 4 , y 4 < 1
Daya Saing Udang Segar Tahun t Indikator daya saing yang digunakan yaitu indeks RCA. Nilai indeks RCA di atas satu menunjukkan adanya relatif advantage, dan jika nilainya dibawah satu menunjukkan kondisi disadvantage dalam mengekspor produk ini. Sebagai persamaan identitas, rumusnya: RCSIJ t
= ((QXSIJ t )*(PXSIJ t ))/(VXTIJ t )/(VXSDJ t /VXTDJ t ) .........
(31)
RCSIA t
= ((QXSIA t )*(PXSIA t ))/(VXTIA t )/(VXSDA t /VXTDA t ) ..
(32)
RCSIU t
= ((QXSIU t )*(PXSIU t ))/(VXTIU t )/(VXSDU t /VXTDU t ) ..
(33)
RCSTJ t
= ((QXSTJ t )*(PXSTJ t ))/(VXTTJ t )/(VXSDJ t /VXTDJ t ) .....
(34)
RCSTA t
= ((QXSTA t )*(PXSTA t ))/(VXTTA t )/(VXSDA t /VXTDA t )
RCSTU t
= ((QXSTU t )*(PXSTU t ))/(VXTTU t )/(VXSDU t /VXTDU t )
dimana: RCSij t QXSij t PXSij t VXTij t VXSDj t VXTDj t
: Revealed Comparative Advantage udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t : Jumlah ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (ribu ton) : Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$/Kg) : Nilai total ekspor semua produk asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$) : Nilai total ekspor udang segar asal dunia ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$) : Nilai total ekspor semua produk asal dunia ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$)
122
3. Blok Perdagangan Udang Beku Penawaran Ekspor Indonesia dan Pesaing tahun t: Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap penawaran ekspor udang beku diasumsikan sama dengan udang Segar. Dengan demikian persamaan penawaran ekspor udang Indonesia dan pesaing dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: QXBIJ t
= z 0 + z 1 *(PXBIJ t -PXBIJ t-1 )+ z 2 *(PXOIJ t -PXOIJ t-1 )+ z 3 *(PrUBIt - PrUBI t-1 )+ z 4 *D_LAW+ z 5 *TREND + z 6 *QXBIj t-1 +ε 26 ...............................................................
(37)
QXBIA t
= aa 0 + aa 1 *(PXBIA t -PXBIA t-1 ) + aa 2 *PXBTA t + aa 3 *PrUBI t + aa 1 *D_HACCP +ε 27 ...................................
(43)
QXBIU t
= bb 0 + bb 1 *(PUBD t - PUBD t-1 ) + bb 2 *PUOD t + bb 3 *(PrUBI t - PrUBI t-1 ) + bb 4 *D_MRL+ bb 5 *QXBIU t1 +ε 28 ..................................................................................
(38)
= cc 0 + cc 1 *(PUBD t - PUBD t-1 ) + cc 2 *PUOD t-1 + cc 3 *D_LAW +cc 4 *TREND + cc 5 *QXBTJ t-1 +ε 29 ..........
(39)
QXBTA t = dd 0 + dd 1 *PXBTA t + dd 2 *TREND + dd 3 *D_HACCP + dd 4 * QXBTA t-1 + ε 30 .......................................................
(40)
QXBTJ t
QXBTU t = ee 0 +ee 1 *PXBTU t +ee 2 *PXBTJ t +ee 3 *(EXCT t -EXCT t-1 )+ ee 4 *D_MRL +ee 5 *TREND+ε 31 ...................................... (41) TXBID t
= QXBIJ t + QXBIA t + QXBIU t + QXBIL t ..... ..................
(42)
dimana: QXBij t
:
Jumlah ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27), L (Lainnya) pada tahun t (ribu ton) PXBij t : Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) PXOij t : Harga riil ekspor udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) QXBijt-1 : Jumlah ekspor udang beku asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) beda kala t (ribu ton) PrUBI t , TREND, D_LAW, D_HACCP,D_MRL: lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: z 1 ,z 3 , z 4 , z 5 , aa 1 , aa 1 , aa 3 , aa 4 , bb 1 , bb 3 , bb 4 , cc 1 , cc 3 , cc 4 , dd 1 , dd 2 , dd 3 , ee 1 , ee 3 , ee 4 > 0; z 2, aa 2, bb 2 , , cc 2 , ee 2 < 0, dan 0 < z 6 , bb 5 , cc 5 , dd 5 < 1
123
Total Penawaran Udang Beku Dunia Total penawaran merupakan penjumlahan dari penawaran total udang beku Indonesia, Thailand, dan sisa dunia. TXUBD t = TXBID t + QXBTJ t +QXBTA t + QXBTU t + QXBTLt + QXBLL t ............................................................................
(43)
dimana:
TXUBD t QXBij t
: :
Jumlah penawaran udang beku dunia pada tahun t (ribu ton) Jumlah ekspor udang beku asal i T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (ribu ton) QXBIL t : Jumlah ekspor udang beku asal Indonesia ke sisa dunia pada tahun t (ribu ton) QXBTL t : Jumlah ekspor udang beku asal Thailand ke sisa dunia pada tahun t (ribu ton) QXBLL t : Jumlah ekspor udang beku dari sisa dunia pada tahun t (ribu ton) TXBID t : lihat definisi sebelumnya
Harga Ekspor Udang Beku Indonesia dan Thailand Harga ekspor diduga dipengarui oleh harga udang dunia, nilai tukar, dan harga udang ekspor sebelumnya. PXBIJ t
= ff 0 +ff 1 *PUBD t +ff 2 *(EXCIt * EXCI t-1 )+ff 3 *TREND+ε 32
(44)
PXBIA t
= gg 0 + gg 1 *PUBD t +gg 2 *EXCIt +gg 3 *TREND + gg 4 *PXBIA t-1 +ε 33 ............................................................
(45)
PXBIU t
= hh 0 + hh 1 *PUBD t +hh 2 *TREND+hh 3 * PXBIU t-1 +ε 34 ....
(46)
PXBTJ t
= ii 0 +ii 1 *PUBD t + ii 2 *EXCT t +ii 3 *TREND+ ε 35 ................
(47)
PXBTA t
= jj 0 +jj 1 *PUBD t + jj 2 *EXCT t +jj 3 *TREND + jj 4 *PXBTA t-1 +ε 36 .............................................................
(48)
PXBTU t
= kk 0 +kk 1 *PUBD t + kk 2 *EXCT t +kk 3 *TREND + kk 4 *PXBTU t-1 + ε 37 ..........................................................
(49)
dimana: PXBij t
:
PXOij t
:
PXBij t-1
:
Harga riil ekspor udang beku asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) Harga riil ekspor udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) Harga riil ekspor udang beku asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar
124
j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) beda kala (US$ per Kg) PUBD t , EXCI t , EXCT t , DUSDOM: lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: ff 1 , ff 2 , ff 3, gg 1 , gg 2 , gg 3, hh 1 , ii 1 , ii 2 , ii 3, jj 1 , jj 2 , jj 3, kk 1 , kk 2 , kk 3 > 0, dan 0 < jj 4 , kk 4 < 1
Impor Udang Beku AS, Jepang, dan UE-27 Hudson et al. (2003) menyebutkan bahwa impor udang AS dari ASEAN sensitif dengan perubahan pendapatan. Peningkatan 1% pendapatan akan meningkatkan impor udang sebesar 1.6%. Dalam studi ini perubahan pendapatan diproxy dari GDP. Dengan demikian, permintaan udang beku oleh importir diduga dipengaruhi oleh harga udang beku dunia, harga udang olahan, GDP, dan populasi sebagai berikut: QMBJD t
= ll 0 +ll 1 *PUBD t-1 +ll 2 *PUOD t-1 + ll 3 *GDPJ t + ll 4 *POPJ t + ll 5 *TREND+ε 38 ................................................................
(50)
QMBAD t = mm 0 +mm 1 *(PUBD t /PUOD t )+mm 2 *POPA + mm 3 *TREND + mm 4 *QMBAD t-1 +ε 39 ...........................
(51)
QMBUD t = nn 0 + nn 1 *PUBD t-1 + nn 2 *PUOD t + nn 3 *POPU t + nn 4 *TREND + +ε 40 .........................................................
(52)
dimana QMBJD t : Jumlah impor udang beku Jepang dari dunia pada tahun t (ribu ton) QMBAD t : Jumlah impor udang beku AS dari dunia pada tahun t (ribu ton) QMBUD t : Jumlah impor udang beku UE-27 dari dunia pada tahun t (ribu ton) QMBAD t-1 : Jumlah impor udang beku AS dari dunia beda kala (ribu ton) PUBD t , TREND, GDP : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: ll 2 , ll 3 , ll 4 , ll 5 , mm 2, mm 3, nn 3, nn 4 > 0, ll 1 , mm 1, nn 1 < 0; dan 0 < mm 4 < 1
Total Impor Udang Beku Dunia Total impor dunia merupakan gabungan jumlah dari importir utama ditambah sisa dunia sebagai berikut: TMUBD t
=
QMBJD t +QMBAD t +QMBUD t +QMBLL t ..............................
:
Jumlah Total Ekspor udang beku dunia pada tahun t (ribu ton)
dimana: TMUBD t
(53)
125
QMBLL t : Jumlah impor udang beku dari sisa dunia pada tahun t (ribu ton) QMBJD t , QMBAD t , QMBUD t : lihat definisi sebelumnya
Harga Udang Beku Dunia PUBD t
= oo 0 + oo 1 *TXUBD t-1 +oo 2 *TMUBD t +oo 3 *PUBD t-1 +ε 41
dimana:
(54)
PUBD t : Harga riil udang beku dunia pada tahun t (US$ per Kg) PUBD t-1 : Harga riil udang beku dunia beda kala(US$ per Kg) TMUBD t , TXUBD t : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: oo 2 > 0; oo 1 < 0 dan 0
Daya Saing Udang Beku Tahun t Indeks RCA sebagai indikator daya saing merupakan persamaan identitas sebagai berikut. RCBIJ t
= ((QXBIJ t )*(PXBIJ t ))/(VXTIJ t )/(VXBDJ t /VXTDJ t ) .......
(55)
RCBIA t
= ((QXBIA t )*(PXBIA t ))/(VXTIA t )/(VXBDA t /VXTDA t ) .
(56)
RCBIU t
= ((QXBIU t )*(PXBIU t ))/(VXTIU t )/(VXBDU t /VXTDU t ) .
(57)
RCBTJ t
= ((QXBTJ t )*(PXBTJ t ))/(VXTTJ t )/(VXBDJ t /VXTDJ t ) ....
(58)
RCBTA t
= ((QXBTA t )*(PXBTA t ))/(VXTTA t )/(VXBDA t /VXTDA t )
RCBTU t
= ((QXBTU t )*(PXBTU t ))/(VXTTU t )/(VXBDU t /VXTDU t )
dimana: RCBij t QXBij t PXBij t VXTij t VXBDj t VXTDj t
: Revealed Comparative Advantage udang beku asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t : Jumlah ekspor udang beku asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (ribu ton) : Harga riil ekspor udang beku asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$/Kg) : Nilai total ekspor semua produk asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$) : Nilai total ekspor udang beku asal dunia ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$) : Nilai total ekspor semua produk asal dunia ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$)
126
4. Blok Perdagangan Udang Olahan Penawaran Ekspor Indonesia dan Pesaing Tahun t: Persamaan penawaran ekspor udang Indonesia dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: QXOIJ t
= pp 0 +pp 1 *PXOIJ t +pp 2 *PXOTJ t + pp 3 *PrUOIt + pp 4 * D_LAW +ε 42 ............................................................
(61)
QXOIA t
= qq 0 +qq1*PXOIA t +qq 2 *PrUOI t-1 +qq 3 *D_HACCP+ qq 4 *QXOIA t-1 +ε 43 ...........................................................
(62)
QXOIU t
= rr 0 +rr 1 *PXOIU t-1 +rr 2 *(PXOTU t -PXOTU t-1 ) + rr 3 *PrUOIt +rr 4 *D_MRL+ rr 5 *QXOIU t-1 +ε 44 ..................
(63)
QXOTJ t
= ss 0 + ss 1 *(PXOTJ t -PXOTJ t )+ ss 2 *PXOIJ t + ss 3 *D_LAW + ε 45 ............................................................
(64)
QXOTA t = tt 0 + tt 1 *(PXOTA t -PXOTA t-1 )+ tt 2 *D_HACCP+ε 46 ........
(65)
QXOTU t TXOID t
uu 0 +uu 1 *(PXOTU t -PXOTU t-1 )+uu 2 *(PXOIU t -PXOIU t1 ) +uu 3 * D_MRL + uu 4 * TREND + uu 5 *QXOTU t-1 +ε 47 = QXOIJ t + QXOIA t + QXOIU t + QXOILL t .....................
(67)
dimana: QXOij t
:
Jumlah ekspor udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (ribu ton) PXOij t : Harga riil ekspor udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) QXSijt-1 : Jumlah ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) beda kala t (ribu ton) PrUOI t, D_LAW, D_HACCP, D_MRL, PUBD t , TREND, : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: pp 1 , pp 3, pp 4 , qq 1 , qq 2 , qq 3, rr 1 , rr 3 , rr 4, ss 1, ss 3, tt 1 , tt 2 , uu 1 , uu 3 , uu 4 > 0; pp 2 , rr 2, ss 2, uu 2 < 0, dan 0
Total Penawaran Udang Olahan Dunia Total penawaran dari tiap negara eksportir merupakan penjumlaan penawaran udang Indonesia ke dunia, Thailand ke AS, Jepang, UE dan sisa dunia, serta ekspor dari sisa dunia. TXUOD t
=
TXOID t +QXOTJ t +QXOTA t +QXOTU t +QXOTL t +QXOLL t
(68)
127
dimana: TXUOD t QXOTL t
: :
Jumlah penawaran udang olahan dunia pada tahun t (ribu ton) Jumlah ekspor udang olahan asal Thailand ke sisa dunia pada tahun t (ribu ton) QXOLL t : Jumlah ekspor udang olahan dari sisa dunia pada tahun t (ribu ton) TXOID t : lihat definisi sebelumnya
Harga Ekspor Udang Olahan Indonesia dan Thailand Harga ekspor diduga dipengarui oleh harga udang olahan dunia, harga udang beku dunia, nilai tukar, dan harga ekspor sebelumnya. Demikian halnya untuk pesaing, variabel yang diduga berpengaruh sama dengan ekspor Indonesia. PXOIJ t
= vv 0 +vv 1 *PUOD t +vv 2* PUBD + vv 3 *TREND+ vv 4 * PXOIJ t-1 + ε 48 ..........................................................
(69)
PXOIA t
= ww 0 + ww 1 *(PUOD t -PUOD t-1 )+ ww 2 *( PUBD t-1 ) + ww 3 *( EXCIt -EXCI t-1 )+ww 4 *TREND + ww 5 *PXOIA t-1 + ε 49 .........................................................
(70)
PXOIU t
= xx 0 + xx 1 *PUOD t-1 +xx 2 *PUBD t + xx 3 *( EXCIt -EXCIt-1 )+ xx 4 *TREND+xx 5 *PXOIU t-1 + ε 50 .................................... (71)
PXOTJ t
= yy 0 +yy1 *( PUOD t /PUBD t )+yy 2 *EXCT t +yy3 *TREND+ yy 4 * PXOTJ t-1 +ε 51 ..........................................................
(72)
PXOTA t
= zz 0 +zz 1 *( PUOD t /PUBD t )+ zz 2 *EXCT t + zz 3 *TREND+ε 52 ...............................................................
(73)
PXOTU t
= ab 0 +ab 1 *( PUOD t /PUBD t ) + ab 2 *EXCT t + ab 3 *TREND +ε 53 ..............................................................
(75)
dimana: PXOij t
:
Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (US$ per Kg) PXOij t-1 : Harga riil ekspor udang segar asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) beda kala (US$ per Kg) PUOD t , TREND, TXOID t , EXCT t , EXCI t, : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: vv 1 , vv 3 , ww 1 , ww 3 , ww 4 , xx 1 , xx 3 , xx 4 , yy 1 , yy 2 , yy 3 , zz 1 , zz 2 , zz 3 , ab 1 , ab 2 , ab 3 > 0; vv 1, ww 2 , xx 2 < 0; dan 0
128
Total Impor Udang Olahan Jepang, AS, dan UE-27 Total impor di pasar tertentu sebagai berikut: QMOJD t
= bc 0 +bc 1 *PUOD t + bc 2 *GDPJ t +bc 3 *POPJ t + bc 4 *TRFOJ t-1 + bc 5 *TREND+bc 6 *QMOJD t-1 +ε 54 .........
(76)
QMOAD t = cd 0 +cd 1 *(PUOD t -PUOD t-1 ) +cd 2 *GDPA t + cd 3 *POPA t +cd 4 *TRFOA t-1 + cd 5 *QMOAD t-1 +ε 55 ........
(77)
QMOUD t = de 0 + de 1 *(PUOD t -PUOD t-1 ) + de 2 *(GDPU t /POPU t ) +de 3 *TRFOU t +ε 56 ............................................................
(78)
dimana:
QMOJD t : Jumlah impor udang olahan Jepang dari dunia pada tahun t (ribu ton) QMOAD t : Jumlah impor udang olahan AS dari dunia pada tahun t (ribu ton) QMOUD t : Jumlah impor udang olahan UE-27 dari dunia pada tahun t (ribu ton) QMOJD t-1 : Jumlah impor udang olahan Jepang dari dunia beda kala (ribu ton) QMOAD t-1 : Jumlah impor udang olahan AS dari dunia beda kala (ribu ton) QMOUD t-1 : Jumlah impor udang olahan UE-27 dari dunia beda kala (ribu ton) POPi t , PUOD t , GDPi, TREND , : lihat definisi sebelumnya
Tanda parameter dugaan yang diharapkan: bc 2 , bc 3 , bc 5, cd 2 , cd 3 , de 2 > 0; bc 1 , bc 4 , cd 1 , cd 4 , de 1 , de 3 < 0, dan 0 < bc 6, cd 5 < 1
Total Impor Udang Olahan Dunia Total impor dunia tertentu merupakan gabungan dari impor di ketiga pasar tersebut ditambah dengan sisa dunia sebagai berikut: TMUOD t = QMOJD t +QMOAD t +QMOUD t +QMOLL t ..................... dimana:
TMUOD t : Jumlah Total Ekspor udang olahan dunia pada tahun t (ribu ton) QMOLL t : Jumlah impor udang olahan dari sisa dunia pada tahun t (ribu ton) QMOJD t , QMOAD t , QMOUD t, : lihat definisi sebelumnya
(79)
129
Harga Udang Olahan Dunia Harga dunia diduga dipengaruhi oleh jumlah yang ditawarkan dengan jumlah yang diminta, ditambah harga dunia tahun sebelumnya sebagai berikut: PUOD t
= ef 0 + ef 1 * (TXUOD t -TXUOD t-1 ) +ef 2 *TMUOD t +ef 3 *TREND + ef 4 *PUOD t-1 +ε 57 ....................................
dimana:
(80)
PUOD t : Harga riil udang olahan Dunia pada tahun t (US$ per Kg) PUOD t-1 : Harga riil udang olahan Dunia beda kala(US$ per Kg) TMUOD t , TXUSD t : lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: ef 2, ef 3 > 0; ef 1 < 0 ; dan 0 < ef 4 < 1
Daya Saing Udang Olahan tahun t RCA merupakan persamaan identitas sebagai berikut. RCOIJ t
=
((QXOIJ t )*(PXOIJ t ))/(VXTIJ t )/(VXODJ t /VXTDJ t ) ...............
(81)
RCOIA t
=
((QXOIA t )*(PXOIA t ))/(VXTIA t )/(VXODA t /VXTDA t ) ........
(82)
RCOIU t
=
((QXOIU t )*(PXOIU t ))/(VXTIU t )/(VXODU t /VXTDU t ) ........
(83)
RCOTJ t
=
((QXOTJ t )*(PXOTJ t ))/(VXTTJ t )/(VXODJ t /VXTDJ t ) ...........
(84)
RCOTA t
=
((QXOTA t )*(PXOTA t ))/(VXTTA t )/(VXODA t /VXTDA t ) .....
(85)
RCOTU t
=
((QXOTU t )*(PXOTU t ))/(VXTTU t )/(VXODU t /VXTDU t ) .....
(86)
dimana:
RCOij t QXOij t PXOij t VXTij t VXODj t VXTDj t
: Revealed Comparative Advantage udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t : Jumlah ekspor udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (ribu ton) : Harga riil ekspor udang olahan asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (ribu US$/Kg) : Nilai total ekspor semua produk asal i = I (Indonesia), T (Thailand), ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$) : Nilai total ekspor udang olahan asal dunia ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$) : Nilai total ekspor semua produk asal dunia ke pasar j = A(Amerika), J(Jepang), U(UE-27) pada tahun t (juta US$)
4.1.1.1. Identifikasi Model Fungsi dari identifikasi model adalah untuk mengetahui apakah model tersebut dapat diduga atau tidak. Setelah mengetahui kondisi estimasi model, maka
dapat ditentukan juga metode estimasi apa yang digunakan dalam
130
mengestimasi model.
Identifikasi model dilakukan dengan menggunakan
metode order condition sebagai syarat keharusan dan rank condition sebagai syarat kecukupan. Menurut Koutsoyiannis (1977) serta Sitepu dan Sinaga (2006) rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition adalah: (K-M) > (G-1) ..............................................................................
(87)
dimana: K = jumlah total variabel dalam model (endogen dan predetermined) M = jumlah variabel (endogen dan eksogen) dalam persamaan yang diidentifikasi G = jumlah total persamaan dalam model (jumlah total variabel endogen) Jika: (K-M) > (G-1): persamaan over identified (teridentifikasi secara berlebih). (K-M) = (G-1): persamaan exactly identified (K-M) < (G-1): persamaan unidentified
(teridentifikasi secara tepat).
(tidak teridentifikasi).
Tiga jenis identifikasi tersebut menentukan teknik ekonometrik etimasi yang dapat digunakan untuk mengestimasi model. Jika secara keseluruhan unidentified maka model tersebut tidak dapat diduga parameternya dengan teknik ekonometrik manapun. Jika, exactly identified maka teknik yang dapat digunakan dalam estimasi model adalah Indirect Least Squares (ILS). Jika over identified maka estimasi parameter dapat dilakukan dengan berbagai teknik ekonometrik seperti Two Stage Least Squares (2SLS), atau dengan Three Stage Least Squares (3SLS). Hasil identifikasi menunjukkan bahwa persamaan over identified.
131
4.3.1.1. Metode Estimasi Model Pada studi ini teknik estimasi 2SLS dipilih karena dapat menghasilkan taksiran yang konsisten, lebih sederhana, dan lebih mudah (Gudjarati, 1999). Estimasi model dilakukan dengan program komputer SAS versi 9.1. Kriteria rank condition menentukan bahwa suatu persamaan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut. Model merupakan sistem persamaan simultan, dimana perilaku beberapa peubah ditentukan secara bersama, peubah endogen disatu persamaan masuk menjadi peubah eksogen pada persamaan lainnya. Pada persamaan simultan yang saling terkait, kerapkali melanggar asumsi dasar model regresi, ordinary least square, seperti heteroskedasitas. 4.3.1.2. Uji Statistik F dan Uji Statistik t Pada setiap persamaan digunakan uji statistik F untuk mengetahui dan menguji apakah variabel penjelas secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen. Selanjutnya, untuk menguji apakah masingmasing variabel penjelas berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel endogen, maka pada setiap persamaan dilakukan uji statsitik t. Pada uji satatistik-F, hipotesis yang digunakan: H 0 : β1 + β 2 ...... = β1 = 0, .............................................................................
(88)
H 1 : min imal ada satu β1 ≠ 0, ......................................................... (89)
132
keterangan: i = banyaknya variabel bebas dalam suatu persamaan.
‘
Apabila nilai peluang (P-value) uji statistik F < tarf α=5%, maka tolak H 0. Tolak H 0 Berarti variabel eksogen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Pada uji satatistik t, hipotesis yang digunakan:
H 0 : β1 = 0, ........................................................................................... (90) H 1 : uji satu
a)
Β 1 > 0;
arah ........................................................................... (91)
b) Β 1 < 0;
Uji dua arah c)
β1 ≠ 0,
Kriteria uji Jika: β1 > 0, bila P-value uji t < α, maka disimpulkan tolak H 0.
β1 < 0, bila P-value uji t < α, maka disimpulkan tolak H 0.
β1 ≠ 0, bila P-value uji t < α/2, maka disimpulkan tolak H 0. Pada penelitian ini menggunakan uji dua arah dan taraf α =20% sehingga jika nilai peluang (P-value) uji statistik-t < taraf α =20%, maka tolak H 0 atau suatu variabel eksogen tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel endgen. 4.3.1.3. Uji Statistik Durbin Watson (Dw) dan Durbin h Untuk mengetahui apakah terdapat serial korelasi (autocorrelation) atau tidak dalam setiap persamaan maka digunakan uji Dw dan Dh. Uji Dh digunakan apabila dalam persamaan tersebut terdapat variabel beda kala (lag
133
endogenouus variable). Menurut Pyndic dan Rubinfiled (1991) uji serial korelasi menggunakan uji statistik Dw (Durbin Watson) tidak valid untuk digunakan pada persamaan yang memiliki variabel beda kala. Sebagai penggantinya, maka dignakan uji ststistik Dh dengan formula:
n 1 hhitung = 1 − d ......................................................... (92) 2 1 − n[(var β )] dimana: D = dw statisitik N = jumlah observasi Var (β)= varians koefisien regresi untuk lagged dependent variable. Jika ditetapkan taraf α=0.05, diketahui -1.96 ≤ h hitung ≤ 1 disimpulkan bahwa persamaan tidak mengalami serial autokorelasi. Jika diketahui nilai hitung h hitung ≤ 1.96 maka terdapat autokorelasi negatif, sebaliknya jika diketahui h hitung ≥ 1.96 maka terdapat autokorelasi positif. 4.3.1.4. Validasi Model Validasi model merupakan tahap penting dalam Model ekonometrika. Validasi dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana model yang dibangun mampu menjelaskan fenomena sebenarnya. Jika model persamaan simultan yang dibangun pada penelitian ini dianggap syah (valid), maka terhadap model tersebut dapat dilakukan berbagai macam peramalan dan simulasi. Apakah model cukup valid untuk simulasi alternatif kebijakan, maka dilakukan validasi. Keragaman antara kondisi aktual dengan yang disimulasi dapat dilihat menggunakan beberapa kriteria statistik, yaitu: RMSPE (Root Mean Square Percent Error), dan U = Theils Inequality Coefficient. Keeratan arah (slope)
134
antara yang aktual dengan yang disimulasi digunakan R2 (koefisien determinasi). RMSPE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya dalam ukuran relatif (%), atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Kemudian, statistik U-Theil yang nilainya berkisar antara 0-1 bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Semakin mendekati nol atau semakin kecil nilai U-Theil, pendugaan model semakin baik. Makin kecil nilai RMSPE dan UTheil, serta makin besar R2 maka model semakin valid untuk disimulasi. Nilai statitistik tersebut dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut: T 2 RMSPE = 1 / T ∑ Yt s − Yt a / Yt a t =1
{(
) }
0,5
...................................... 0,5
T 2 1 / T Yss − Ysa ∑ t =1 U-Theil = ....................... 0,5 0,5 T T 2 2 s a 1 / T ∑ Yt + 1 / T ∑ Ys t =1 t =1
(
( )
R2 = dimana:
∑ yˆ / ∑ y 2 i
2 i
)
(93)
( )
/ .....................................................................
(94)
(95)
Root Mean Squares Percent Error
RMSPE U
:
Koefisien ketidaksamaan Theil
T
:
Jumlah periode pengamatan
R2
:
Koefisien determinasi
4.3.1.5. Prosedur Analisis Menurut Koutsoyiannis (1977) terdapat tiga kriteria yang perlu dipenuhi oleh suatu model guna menangkap fenomena ekonomi, yaitu kriteria teoritis, kriteria statistik, dan kriteria ekonometrik. Kriteria teoritis ditetapkan
135
oleh teori ekonomi berkenaan dengan tanda dan besaran koefisien. Kriteria ini ditentukan pada tahap awal pemodelan, yaitu tahap spesifikasi model operasional. Selanjutnya setelah kriteria teoritis dipenuhi, maka perlu memenuhi kriteria kedua, yaitu statistik atau first order test untuk evaluasi hasil pendugaan parameter. Setelah kriteria kedua terpenuhi, maka terakhir yaitu memenuhi kriteria ekonometrik, menguji goodness dari hasil pendugaan. Akan tetapi pada model ekonometrik sering dihadapkan pada persoalan antara kriteria statistik dan kriteria ekonomi. Idealnya pada kriteria statistik mempunyai nili R2 yang tinggi dan standard error yang pendugaan parameter yang kecil. Jika salah satu dari kedua tersebut tidak terpenuhi, maka perlu dipilih sesuai tujuan. Jika tujuannya untuk peramalan, maka lebih tepat menggunakan R2. Jika untuk menjelaskan perilaku, maka kriteria yang tepat adalah standard error. Jika kriteria statistik terakhir
yang
perlu
dipertahankan
tidak terpenuhi, maka kriteria
adalah
kriteria
ekonomi,
yaitu
memperhatikan arah (sign) dan besaran (size) parameter yang diduga (Koutsoyiannis, 1977). 4.3.1.6. Simulasi Kebijakan Tabel 17 menyajikan skenario kebijakan terhadap penawaran, permintaan, dan daya saing, serta dan sebagai dasar strategi peningkatan ekspor.
136
Tabel 17. Skenario Simulasi Kebijakan Domestik terhadap Penawaran, Permintaan, dan Daya Saing No. 1.
Skenario Peningkatan Tingkat pendidikan 40 persen
2.
Peningkatan anggaran pemerintah untuk irigasi 7.48 kali
3.
Subsidi harga pakan 11 persen
4
Subsidi harga BBM 30 persen
5
Penurunan tingkat suku bunga pinjaman 30 persen
6
Kombinasi skenario 3 dan 2
7
Kombinasi skenario 3 dan subsidi harga benur 40 persen
Dasar Pertimbangan Produktivitas merupakan sumber pertumbuhan ikan yang produksinya meningkat, seperti ikan Salmon (Asche et al., 2007). Peningkatkan produktivitas tenaga kerja diproxy dari peningkatan tingkat pendidikan pembudidaya dari sebelumnya rata-rata berpendidikan SMP. Irigasi mendukung peningkatan produktivitas yaitu pembudidaya dapat melakukan intensifikasi jika air tersedia. Untuk itu peningkatan anggaran pemerintah untuk irigasi menjadi hal penting. Peningkatan 7,48 kali didasarkan pada nilai anggaran SPL-JBIC tahun dibandingkan rata-rata periode 1989-2008. Biaya pakan mencapai 40-60% dari biaya produksi. Pakan di Indonesia relatif lebih mahal, yaitu dua kali dibandingkan Panama, 15% lebih tinggi dibandingkan Thailand, dan 40% lebih tinggi dibandingkan China (IFC, 2006). Bahan baku pakan yang masih impor yaitu tepung ikan/Meat and Bone Meal/MBM 100%, bungkil kedelai /soybean Meal SBM100%, Rape Seed Meal 100% Corn gluten meal /CGM100%, Calcium phosphate 100%, Feed additive 100%, dan Vitamin 100%.Tarif bea masuk Fish oil 5%, Rape seed 5%, Lysine 5%, dan DDGS 5%. Angka 11.5% diperoleh dari harga terendah dibandingkan harga pakan tertinggi pada tingkat pembudidaya berdasarkan data tingkat lapang. BBM merupakan bagian dari ongkos produksi yang cukup dominan. Beberapa daerah memperoleh BBM dengan harga subsidi (seperti Jatim), sedangkan di daerah lain seperti Lampung tidak memperolehnya. Kisaran harga berkisar dari Rp4 500 – Rp6 100/liter, dan angka 30% diasumsikan menggunakan harga subsidi. Tingkat suku bunga pinjaman Indonesia dirasakan kurang kondusif untuk mendukung usaha perikanan. Penurunan sebanyak 30% dari tingkat suku bunga saat ini. Subsidi pakan dan peningkatan anggaran irigasi merupakan upaya kebijakan fiskal dalam rangka meningkatkan daya saing. Subsidi harga pakan ditujukan pada pembudidaya semi intensif dan tradisional plus, sedangkan anggaran irigasi dapat berasal dari Kementerian PU. Subsidi harga pakan dan subsidi harga benur merupakan kebijakan yang dapat dilakukan secara internal KKP dan tidak terlalu tergantung pada instansi lain. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekspor udang Indonesia.
137
4.3.2. Analisis Daya Saing Analisis daya saing menggunakan indeks RCA dan CMSA sebagai berikut:
X ij / X i RCA = .................................................................................. (96) Yi / Y dimana X i j merupakan ekspor produk i dari negara j, Yi merupakan total ekspor negara j, Xi merupakan ekspor total produk i ke dunia, dan Y merupakan total ekspor dunia. Kelemahan metode ini yaitu jika terdapat subsidi atau distorsi lainnya tidak konsisten dengan pola keunggulan komparatif. Rumus CMSA:
∑∑ i
j
∆qij = s0∆Q + ......................................................................
(97)
∑∑
s0ij∆Qij +
∑
s0i∆Qi +................................
(98)
∑∑
s0ij∆Qij +
∑
s0j∆Qj + ...............................
(99)
i
j
i
j
i
i
( ∑ s0i∆Qi) – ( ∑∑ s0ij ∆Q ij -
∑
s0j∆Qj )+ ........
(100)
∑∑
∆sijQ0ij ) + .....................................................
(101)
∑∑
∆sij Qij ................................................................
(102)
i
i
i
i
j
j
j
j
dimana: q = nilai/jumlah ekspor negara yang sedang diteliti, Q= jumlah ekspor total dunia (jumlah seluruh negara), s = share ekspor (q/Q), 0= tahun dasar, i = komoditi yang diteliti, dan j = negara atau wilayah negara.
138
4.3.3. Konfirmasi pada Tingkat Lapangan Penghitungan produktivitas pada studi ini digunakan pendekatan growth accounting berupa Angka Indeks Tornqvist-Theil. Angka Indeks Tornqvist-Theil tersebut telah meminimalisir pengaruh perubahan harga (Fuglie, 2004). Deny dan Fuse (1983) dalam Martinez-Cordero et al., (1999) mengembangkan metodologi penentuan angka indeks intertemporal (antar waktu) dan interspatial (antar tempat).
Konsep produktivitas antar waktu
sering digunakan untuk melihat perubahan teknis dalam penggunaan faktor produksi dan teknologi. Hasil penghitungan TFP akan sama untuk fungsi produksi translog. Pada studi ini, penghitungan perubahan TFP antar waktu untuk periode tahun 1989-2008 menggunakan indeks Tornqvist-Theil sesuai Caves et al, (1982) dalam Maulana (2004) sebagai berikut: Penghitungan indeks output: ln(Qt / Qt −1 ) = 0,5 Σ( Sjt + Sjt −1 ) ln(Qjt / Qjt −1 ) ................................................... (103) j
cara yang sama dilakukan untuk menghitung indeks input.
ln( X t / X t −1 ) = 0,5 Σ( Sit + Sii −1 ) ln( Xit / Xii −1 .................................................... (104) i
Perubahan TFP selama periode t dan t-1 adalah sebagai berikut: ln(TFPi / TFPt −1 ) = ln(Qi / Qt −1 ) − ln( X i / X t −1 ) ................................................. (105) dimana: Qt
= kuantitas output tahun t
Qt-1
Qjt
= kuantitas output j tahun t
Qj t-1
Xit
= kuantitas input i tahun t
Xi t-1
Sjt
= pangsa dari output j tahun t
Sj t-1
Sit
= pangsa dari input i tahun t
Si t-1
TFPt
= TFP tahun t
TFP t-1
= kuantitas output tahun t-1 = kuantitas output j tahun t-1 = kuantitas input i tahun t-1 = pangsa dari output j tahun t-1 = pangsa dari input i tahun t-1 = TFP tahun t-1
139
Penghitungan TFP di atas akan memberikan hasil yang tidak konsisten untuk perbandingan multilateral karena permasalahan transitivitas. Oleh karena itu, penghitungan angka indeks TFP Tornqvist antar wilayah untuk konfirmasi pada tingkat lapang dihitung tersendiri, seperti dilakukan oleh Capalbo dan Antle (1986) dalam Martinez-Cordero et al., (1999) sebagai berikut: TFPiavg = ½∑m(logQmi-logQmavg)(Smi+Smavg) – ½∑k(Ski+Skavg)(logXki-logXkavg) …………............................... (106) dimana: TFPiavg Qm i Qmavg Smi Smavg Ski Skavg Xki
= TFP petak i dibandingkan TFP rata-rata = Kuantitas output dari species m dari tambak i = Rata-rata kuantitas output dari species m untuk seluruh tambak yang diuji = Proporsi pendapatan species m terhadap total pendapatan dari tambak i = Rata-rata proporsi pendapatan species m dari seluruh tambak yang diuji = Proporsi input k terhadap seluruh pengeluaran tambak i = Rata-rata proporsi input k terhadap seluruh pengeluaran tambak yang diuji = kuantitas penggunaan input k dari tambak i
Setelah angka indeks TFP tiap petak diketahui, hasilnya kemudian diregresikan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi TFP. Faktor-faktor tersebut antara lain penggunaan benur bersertifikat, sistem usaha budidaya (dummy intensif dan non intensif), pengaruh lokasi geografis (tambak udang di Provinsi Jawa Timur dan di luar Jawa Timur),
luas area, serangan
penyakit, tingkat pendidikan, dan aspek kelembagaan (pembudidaya yang melakukan kerja sama baik dengan pedagang pengumpul, perusahaan obat, penyedia pakan, atau menjadi bagian dari perusahaan terintegrasi).
140
Model yang digunakan yaitu: TFP = a + β 1 D1 + β 2 SR + β 3 D2 + β 4 D3+ β 5 D4 + β 6 D5 + β 7 Didik + β 8 Luas + β 9 D6 + e .............................................................................. . (107) Keterangan: D1 : Dummy penggunaan benur, bernilai 1 untuk penggunaan benur bersertifikat, dan 0 untuk tidak bersertifikat SR : Tingkat kelangsungan hidup (%) D2 : Dummy kelembagaan, bernilai 1 untuk pembudidaya yang melakukan kerjasama, dan 0 untuk lainnya D3 : Dummy lokasi, bernilai 1 untuk tambak yang berlokasi di Jawa Timur, dan 0 untuk daerah lainnya D4 : Dummy sistem budidaya, bernilai 1 untuk tambak yang dikelola secara intensif, dan 0 untuk lainnya (ekstensif dan semi-intensif) D5 : Dummy serangan penyakit, bernilai 1 untuk tambak yang terkena serangan penyakit yang menurunkan produksi lebih dari 20%, dan 0 untuk lainnya Didik : Tingkat pendidikan (tahun) Luas : Luas area yang diusahakan (ha) D6 : Dummy sistem usaha organik, bernilai 1 untuk sistem usaha organik dan 0 untuk lainnya e : Peubah pengganggu ‘
Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian asumsi dasar Ordinary Least Square (OLS) untuk persyaratan Best Linier Under Estimate (BLUE) meliputi uji multikolinearitas, autokolerasi, dan heteroskedasitas. 4.3.
Definisi Operasional
1. Daya saing: kemampuan mempertahankan pangsa pasar. Dikatakan memiliki daya saing atau keunggulan kompetitif jika keberlanjutan pangsa suatu negara lebih besar dibandingkan pesaing. Sebuah industri kehilangan daya saing jika terjadi penurunan pangsa pasar (Markusen, 1992 dalam Coy 2006). Walaupun perubahan pangsa ekspor tidak menggambarkan secara keseluruhan daya saing, paling tidak, pangsa pasar merupakan ukuran yang menggambarkan daya saing suatu negara di pasar internasional. Unit analisa pada studi ini adalah daya saing pada tingkat produk.
141
2. Produktivitas: perbandingan
Total
Factor
agregat
output
Productivity terhadap
(TFP
agregat
mengacu
input.
pada
Pendekatan
penghitungan TFP dianggap lebih baik dari penghitungan secara parsial. 3. Mutu: diproxy dari rasio harga relatif. Negara yang mempunyai harga lebih tinggi, diasumsikan mempunyai mutu lebih baik. Negara yang mempunyai keragaman produk lebih tinggi juga dianggap mempunyai mutu lebih baik. Peningkatan mutu produk perikanan budidaya lebih diarahkan untuk memberikan jaminan kemanan pangan (food safety) mulai bahan baku hingga produk akhir tambak yang bebas dari bahan cemaran sesuai persyaratan pasar. Oleh karena itu dalam mutu juga termasuk mengenai keamanan hasil produk perikanan termasuk persyaratanpersyaratan yang diterapkan oleh negara importir. 4. Udang: mengacu pada data dari UNComtrade merupakan produk dengan kode: Kode HS 030613
Keterangan : Shrimps and prawns, frozen, in shell or not, including boiled in shell (udang beku)
030623
: Shrimps and prawns, not frozen, in shell or not, including boiled in shell (udang segar)
160520
: Shrimps and prawns, prepared or preserved (udang olahan)
142
5. Petambak yang melakukan kerjasama: kerjasama dalam arti luas yaitupetambak
yang melakukan kerjasama dalam penjualan hasil
budidayanya sebagai konsekuensi dari hal-hal antara lain: petambak tersebut mendapatkan pinjaman modal oleh pedagang pengumpul/penyedia sarana input seperti perusahaan pakan, merupakan anak perusahaan, atau sebagai bagian dari perusahaan terintegrasi.