91
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jawa Tengah dengan pertimbangan wilayah Jawa Tengah merupakan salah satu sentra berbagai kegiatan usaha kecil yang dinamis dan berkembang di Indonesia. Untuk mencapai tujuan penelitian pertama dan ketiga, maka dilakukan survei usaha kecil di tiga Kabupaten yaitu: Kabupaten Semarang, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Klaten. Penentuan tiga kabupaten ini dilakukan secara sengaja (purposive) dan didasarkan pada beberapa pertimbangan: (1) merupakan daerah potensial untuk kegiatan usaha kecil, (2) merupakan daerah dengan sentra produksi usaha kecil makanan olahan (berbasis bahan baku pertanian) yang menonjol di Jawa Tengah (BPS Semarang, 2003), dan (3) merupakan kabupaten dengan tingkat pengembalian kredit kecil yang baik atau memiliki non performing loans yang rendah di Jawa Tengah, sehingga dapat menjadi acuan (benchmark) bagi wilayah lain dalam melihat peranan kredit terhadap kinerja usaha kecil. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2007 sampai dengan Agustus 2007. Sedangkan untuk tujuan penelitian yang kedua, dilakukan penelitian menggunakan data sekunder dari instansi pemerintah terkait, dengan mencakup seluruh kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah, meliputi 29 Kabupaten yaitu: Cilacap,
Banyumas,
Purbalingga,
Banjarnegera,
Kebumen,
Purworejo,
Wonosobo, Magelang, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Jepara, Demak, Semarang, Temanggung, Kendal, Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, dan Brebes.
92 4.2.
Metoda Pengambilan Contoh
Untuk keperluan analisis model ekonomi usaha kecil, pengambilan data primer menggunakan data cross-section dengan contoh yang diambil secara acak (random sampling method), sehingga setiap pelaku usaha kecil mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai contoh (sampel). Contoh ditarik dari wilayah yang telah dipilih lebih dahulu, dalam hal ini adalah daerah sentra usaha kecil (di wilayah kecamatan). Contoh ditarik dari kelompok populasi sebagai kerangka contoh, tetapi tidak semua anggota kelompok populasi menjadi anggota contoh. Sehingga didapat jumlah contoh usaha kecil sebagai responden antara 9 sampai 15 contoh (sampel) untuk setiap wilayah kecamatan. Pemilihan 3 (tiga) Kabupaten penelitian yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten, dilakukan secara sengaja (purposive) . Dari Kabupaten Semarang dipilih wilayah Kecamatan Tuntang sebagai lokasi penelitian, dari Kabupaten Magelang dipilih 4 (empat) wilayah Kecamatan yaitu: Mertoyudan, Tegalrejo, Candimulyo, dan Grabag, sedangkan dari Kabupaten Klaten dipilih 2 (dua) wilayah Kecamatan yaitu: Jogonalan dan Ngawen. Pemilihan kecamatan ini juga dilakukan secara sengaja (purposive). Selanjutnya penarikan contoh dilakukan dengan secara acak (random sampling method)
dan jumlah contoh masing-masing wilayah
kecamatan ditentukan dengan cara alokasi tidak berimbang, sehingga didapat 15 contoh dari Kabupaten Semarang, 25 contoh dari Kabupaten Klaten dan 50 contoh dari Kabupaten Magelang. Jumlah keseluruhan usaha kecil makanan yang dijadikan sampel adalah 90 contoh. Adapun kerangka sampling di 3 (tiga) kabupaten ini didapat dari data jumlah usaha kecil makanan yang ada di Dinas Perindustrian di masing-masing
93 kabupaten dan dari Dinas Perindustrian Provinsi Jawa Tengah. Dari 90 contoh usaha kecil makanan yang ada di 3 (tiga) wilayah kabupaten ini diharapkan dapat diperoleh gambaran keragaan ekonomi usaha kecil yang mengambil kredit mikro dan kecil. Sentra-sentra usaha kecil ini, merupakan industri perdesaan yang menonjolkan resource based industry, yaitu bersifat mendukung serta menimbulkan efek multiplier terhadap sektor pertanian dan industri pengolahan yang berbasis pertanian di perdesaan (White, 1990). Sedangkan untuk analisis model keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah, masing-masing blok yaitu: Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro dan PDRB, data diperoleh dari data sekunder (time series) untuk kondisi tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 selama 6 (enam) tahun dan data primer (cross-section) dari 29 kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Tengah, sehingga didapat data pool. Model diestimasi dengan metode pendugaan Two Stages Least Square (2SLS).
4.3.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer crosssection dari survei yang bersumber dari usaha kecil sebagai contoh, di tiga Kabupaten di wilayah Provinsi Jawa Tengah yaitu: Semarang, Magelang dan Klaten. Pengumpulan data ini dilakukan melalui wawancara terhadap pelaku usaha kecil menggunakan daftar pertanyaan dengan kuisioner yang dirancang untuk penelitian ini. Dalam pengumpulan data primer ini peneliti dibantu oleh empat orang enumerator, yang telah dilatih mengenai pertanyaan dalam kuisioner sehingga dapat memahami dan menguasai pertanyaan yang dimaksud. Data primer ini meliputi identitas pelaku usaha kecil (umur, jenis kelamin, pendidikan, jumlah anggota keluarga, dll), identitas usaha, penggunaan input produksi, hasil
94 produksi, penggunaan pinjaman,
pengeluaran untuk pendidikan dan sosial,
konsumsi, tabungan, kepemilikian aset, serta permasalahan usaha kecil yang dihadapi. Adapun data primer untuk pool data yang merupakan gabungan data timeseries dan data cross-section di 29 Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah periode tahun 2000-2005, diperoleh dari Badan Pusat Statistik Semarang, Bank Indonesia Semarang, Kantor Wilayah Bank Rakyat Indonesia, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
4.4.
Perumusan Model
Model ekonometrika ini dalam bentuk persamaan simultan terdiri dari persamaan perilaku dan persamaan identitas. Model kuantitatif yang digunakan untuk analisis penelitian ini dibangun dengan langkah-langkah melalui prosedur yang bertahap mulai dari pengidentifikasian masalah, pemilihan pendekatan teknik modeling, spesifikasi model, estimasi atau solusi model, evaluasi dan validasi model, dan aplikasi model, sehingga dapat diperoleh hasil dan kesimpulan penelitian (Sinaga, 1997). Secara garis besar penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu (1) ekonomi usaha kecil, dan (2) keterkaitan kredit dan ekonomi wilayah. Model ini dibangun dengan menggunakan persamaan simultan.
4.4.1.
Model Ekonomi Usaha Kecil
Bagian ini menganalisis hubungan simultan variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan ekonomi pelaku usaha kecil dengan menggunakan model ekonometrika. Model ini terdiri dari 11 persamaan dengan model
95 persamaan simultan, terdiri 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas, yaitu: 1.
Persamaan Pengambilan Kredit (PKM) : Kredit yang diambil oleh usaha kecil diduga dipengaruhi oleh tingkat
bunga kredit, tabungan, pengeluaran non tenaga kerja, lama pengalaman usaha, dan dummy sumber kredit. PKM = a10 + a11SBK + a12TABS + a13PNTK + a14LTU + a15DSK + U1 ................................................. (01) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a12, a13, a14, a15 > 0 dan a11 < 0 dimana: PKM = Kredit yang Diambil Usaha Kecil (Rp per tahun) SBK = Tingkat Bunga Kredit (persen per tahun) TABS = Tabungan (Rp per tahun) PNTK = Pengeluaran Non Tenaga Kerja (Rp per tahun) LTU
= Pengalaman Usaha (Tahun)
DSK = Dummy Sumber Kredit ( 0 adalah sumber kredit dari non bank dan 1 adalah sumber kredit dari bank) 2. Persamaan Modal Usaha (MOUS) : Modal usaha merupakan penjumlahan kredit yang diambil oleh usaha kecil dan nilai aset kegiatan usaha (ALK) yang dimiliki usaha kecil. MOUS = PKM + ALK ................................................................. (02) dimana: MOUS
= Modal Usaha (Rp per tahun)
PKM
= Kredit yang Diambil Usaha Kecil (Rp per tahun)
ALK
= Aset Kegiatan Usaha (Rp per tahun)
3. Persamaan Penggunaan Bahan Baku (PBM) : Pengeluaran untuk penggunaan bahan baku diduga dipengaruhi oleh modal usaha, harga input produksi, dan jumlah tenaga kerja.
96 PBM = a20 + a21 MOUS + a22 PI + a23 JTK + U2 ........................... (03) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a21,a22, a23, a24 > 0 dimana: PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PI
= Harga Input Produksi (Rp per satuan)
JTK
= Jumlah Tenaga Kerja (HOK)
4. Persamaan Penggunaan Bahan Bakar (PBB): Disamping bahan baku kegiatan usaha juga membutuhkan bahan bakar untuk produksi. Pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar diduga dipengaruhi modal usaha dan pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar minyak tanah. PBM = a30 + a31 MOUS + a32 PBBM + U3 ..................................... (04) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a31,a32 > 0 dimana: PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PBBM = Penggunaan Bahan Bakar Minyak Tanah (Rp per tahun) 5. Persamaan Penggunaan Tenaga Kerja (PTK): Pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja diduga dipengaruhi oleh modal usaha dan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja perempuan. PTK = a40 + a41 MOUS + a42 PTKP + U4 ..................................... (05) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a41,a42 > 0 dimana: PTK = Penggunaan Tenaga Kerja (Rp per tahun) MOUS= Modal Usaha (Rp per tahun) PTKP = Penggunaan Tenaga Kerja Perempuan (Rp per tahun)
97 6. Persamaan Total Biaya Produksi (TBP): Total biaya produksi merupakan penjumlahan antara pengeluaran untuk penggunaan bahan baku, pengeluaran untuk penggunaan bahan bakar, dan pengeluaran untuk penggunaan tenaga kerja. TBP
= PBM + PBB + PTK ................................................... (06)
dimana: TBP
= Total Biaya Prosuksi (Rp per tahun)
PBM = Penggunaan Bahan Baku / Bahan Mentah (Rp per tahun) PBB
= Penggunaan Bahan Bakar (Rp per tahun)
PTK
= Penggunaan Tenaga Kerja (Rp per tahun)
7. Persamaan Penerimaan Usaha (PENU) : Penerimaan usaha kecil diduga dipengaruhi oleh penggunaan bahan baku, penggunaan bahan bakar, penggunaan tenaga kerja, harga jual produk, dan dummy wilayah pemasaran. PENU = a50 + a51 PBM + a52 PBB + a53 PTK + a54 PO + a55 DPP + U5 .............................................................. (07) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a51,a52, a53, a54, a55,
>0
dimana: PENU = Penerimaan Usaha (Rp per tahun) PBM = Penggunaan Bahan Baku (Rp per tahun) PBB = Penggunaan Bahan Bakar (Rp per tahun) PTK = Penggunaan Tenaga Kerja (Rp per tahun) PO
= Harga Jual Produk (Rp per satuan)
DPP
= Dummy Pemasaran Produk ( 0 adalah wilayah pemasaran di Jawa Tengah dan Yogyakarta dan 1 adalah wilayah pemasaran yang lebih luas mencapai Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya)
98 8. Persamaan Pendapatan Usaha (PEND) : Pendapatan usaha merupakan selisih antara penerimaan usaha dengan total biaya produksi, ini merupakan pendapatan bersih usaha. PEND = PENU - TBP ............................................................... (08) dimana: PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) PENU = Penerimaan Usaha (Rp per tahun) TBP
= Total Biaya Produksi (Rp per tahun)
9. Persamaan Tabungan (TABS) : Tabungan diduga pengaruhi oleh pendapatan usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan dummy kelembagaan tabungan. TABS = a60 + a61PEND + a62JAK + a63TP + a64DJST + U6 ........ (09) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a61, a63, a64 > 0
dan a62 < 0
dimana: TABS = Tabungan (Rp per tahun) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) JAK
= Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)
TP
= Tingkat Pendidikan (Skor)
DJST = Dummy Kelembagaan Tabungan ( 0 adalah simpanan/tabungan di kelompok atau di rumah dan 1 adalah simpanan/tabungan di bank atau koperasi) 10. Persamaan Konsumsi (PKON) : Pengeluaran untuk konsumsi diduga dipengaruhi oleh pendapatan bersih usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan konsumsi tenaga kerja. KONS = a70 + a71PEND + a72JAK + a73TP + a74KTK + U7 ........... (10) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a71, a72 a73, a74 > 0 dimana: PKON = Konsumsi (Rp per tahun)
99 PEND = Pendapatan Bersih Usaha (Rp per tahun) JAK
= Jumlah Anggota Keluarga (Jiwa)
TP
= Tingkat Pendidikan (Skor)
KTK = Konsumsi Tenaga Kerja (Rp per tahun) 11. Persamaan Pengeluaran Pendidikan dan Sosial (PPKS): Pengeluaran untuk pendidikan dan sosial diduga dipengaruhi pendapatan bersih usaha, jumlah anak sekolah, pengeluaran sosial, dan dummy jenis kelamin. PPKS = a80 + a81PEND + a82JAS + a83PSO + a84DJG + U8 .............. (11) Tanda parameter dugaan yang diharapkan a81, a82, a83, a84 > 0 dimana: PPKS = Pengeluaran Pendidikan dan Sosial (Rp per tahun) PEND = Pendapatan Usaha (Rp per tahun) JAS
= Jumlah Anak Sekolah (Jiwa)
PSO
= Pengeluaran Sosial (Rp per tahun)
DJG
= Dummy Jenis Kelamin ( 0 adalah perempuan dan 1 adalah laki-laki)
4.4.2. Model Keterkaitan Kredit Dan Ekonomi Wilayah
Untuk melihat keterkaitan ini, maka dirumuskan model ekonometrika yang merupakan model simultan dengan persamaan terdiri dari 11 persamaan perilaku dan 2 persamaan identitas, serta dibagi dalam 2 blok, yaitu : Blok Kredit dari Lembaga Keuangan Mikro, dan Produk Domestik Regional Bruto. 4.4.2.1. Blok Kredit Dari Lembaga Keuangan Mikro
1. Kredit Modal Kerja dari Bank Perkreditan Rakyat (KMB) : KMB = a10 + a11 SBBM + a12 JG + a13 JBPR + U1 ........................ (01) 2. Kredit Investasi dan Konsumsi dari BPR (KIKB) : KIKB = a20 + a21 SBBI + a22 JG + a23 JBPR + U2 ........................... (02)
100 3. Kredit Modal Kerja dari KUK (KMK) : KMK = a30 + a31SBPM + a32JT + a33JG + a34KBRI + a35 JNB + U3 .................................................... (03) 4. Kredit Investasi dan Konsumsi dari KUK (KIKK) : KIKK = a40 + a41 SBPI + a42 JD + a43 JBRI + U5 ............................ (04) 5. Kredit Kupedes dari Bank Rakyat Indonesia-Unit (KBRI) : KBRI = a50 + a51 SBPK + a52 RPN + a53 RNU + a54 JBRI + a55 PDRB1 + U5
....................................... (05)
6. Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (KKSP): KKSP = a60 + a61 SBSM + a62 JKSP + a63 JG + a64 JAKO + a65 AKO + a66 JMK + U6 ............................... (06) 7. Jumlah Giro Masyarakat di Bank Umum : JG
= a70 + a71PDRB2 + a72PDRB3 + a73PDRB4 + U7 ................ (07)
8. Kredit Mikro dari Bank Perkreditan Rakyat : KBPR = KMB + KIKB ................................................................... (08) 9. Kredit Kecil dari Bank Umum: KUK = KMK + KIKK .................................................................. (09) Tanda parameter dugaan yang diharapkan (hipotesis) dalam persamaan (01) hingga (07) adalah a12, a13, a22, a23, a24, a32, a33, a34, a42, a43, a44, a52, a53, a54,a62, a63, a64, a65 a71, a72, a73 > 0 ; a11, a21, a31, a41, a51, a61 < 0 dimana: SBBM = Suku Bunga Kredit Modal Kerja dari BPR (persen) SBBI
= Suku Bunga Kredit Investasi dari BPR (persen).
SBBK
= Suku Bunga Kredit Konsumsi dari BPR (persen)
JG
= Jumlah Simpanan Giro dari Masyarakat di Bank Umum
(Rp)
101 JBPR
= Jumlah Kantor Bank Perkreditan Rakyat (unit)
JRT
= Jumlah Rumah Tangga (unit)
SBPM = Suku Bunga Kredit Modal Kerja dari Bank Pemerintah (persen) SBPI
= Suku Bunga Kredit Bank Pemerintah untuk Kredit Inv. (persen)
JNB
= Jumlah Nasabah Peminjam di BRI-Unit (orang)
JT
= Jumlah Simpanan Tabungan Masyarakat di Bank Umum (Rp)
JD
= Jumlah Simpanan Deposito Masyarakat di Bank Umum (Rp)
JBRI
= Jumlah Kantor BRI-Unit (unit)
RPN
= Jumlah Rata-rata Pinjaman per Nasabah di BRI-Unit (Rp)
RNU
= Jumlah Rata-rata Peminjam per Kantor BRI-Unit (orang)
KKSP
= Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp)
SBSM = Suku Bunga Kredit dari Bank Swasta untuk Kredit Modal Kerja (persen) JKSP
= Jumlah Kantor Koperasi Simpan Pinjam (unit)
JAKO
= Jumlah Anggota Koperasi Simpan Pinjam (orang)
AKO
= Aset Koperasi Simpan Pinjam (Rp)
JMK
= Jumlah Modal Koperasi Simpan Pinjam (Rp)
KBPR
= Total Kredit dari BPR (Rp)
KKSP
= Total Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp)
KUK
= Total Kredit dari KUK Bank Umum (Rp)
4.4.2.2. Blok Produk Domestik Regional Bruto
10. Produk Domestik Regional Bruto sektor Pertanian (PDRB1) : PDRB1= b80 + b81KBPR + b82 KKSP + b83 JP + b84 JAK + U8
............................................................... (10)
11. Produk Domestik Regional Bruto sektor Industri Pengolahan (PDRB2): PDRB2= b90 + b91KKSP + b92 JP + b93 JAK + U9 ........................... (11) 12. Produk Domestik Regional Bruto sektor Perdagangan (PDRB3): PDRB3= b100 + b101KUK + b102 JP + b103 JAK + U10 ........................ (12)
102 13. Produk Domestik Regional Bruto sektor Jasa-jasa (PDRB4): PDRB4= b110 + b111KBPR + b112 KUK + b113 JP + U11 ...................... (13) Tanda parameter dugaan yang diharapkan persamaan (10), (11), (12) adalah : b71, b72, b73, b81, b82, b83, b91, b92 b93, b101, b102, b103 , b111, b112, b113
>0
dimana: JAK
= Jumlah Angkatan Kerja (orang)
JP
= Jumlah Penduduk (orang)
PDRBi= Produk Domestik Regional Bruto sektoral (PDRB1 sektor Pertanian, PDBR2 sektor Industri Pengolahan, PDBR3 sektor Perdagangan, PDBR4 adalah sektor Jasa-jasa) (Rp) KBPR = Total Kredit dari BPR (Rp) KKSP = Total Kredit / Pinjaman dari Koperasi Simpan Pinjam (Rp) KUK = Total Kredit dari KUK Bank Umum (Rp) 4.5.
Prosedur Estimasi Model
4.5.1. Identifikasi Model
Sebelum menentukan metode yang digunakan untuk menduga parameterparameter suatu model, maka model perlu diidentifikasi. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan order condition sebagai syarat keharusan, dan metode rank condition sebagai syarat kecukupan. Berdasarkan kriteria rank condition maka suatu persamaan akan teridentifikasi jika dan hanya jika, dimungkinkan untuk membentuk paling sedikit satu determinan bukan nol pada order (G–1) dari parameter struktural, pada variabel yang tidak termasuk dalam persamaan yang bersangkutan (Intriligator, 1996; Lains, 2006; Manurung et al., 2005). Sementara itu berdasarkan kriteria order condition, agar setiap persamaan dapat teridentifikasikan, maka harus dipenuhi beberapa persyaratan. Rumusan
103 identifikasi model menurut Koutsoyiannis (1977) dalam model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G–1) dimana: K = jumlah total variabel endogen dan predetermined didalam model, M = jumlah variabel endogen dan eksogen dalam suatu persamaan yang sedang diuji dan diidentifikasi, dan G = jumlah persamaan atau jumlah total variabel endogen. Bila sebuah persamaan memperlihatkan kondisi: (K–M) < (G–1), persamaan dikatakan tidak teridentifikasi (under identified), (K–M) = (G–1), persamaan dikatakan teridentifikasi secara tepat (exactly identified), dan (K–M) > (G–1), persamaan dikatakan teridentifikasi berlebih (over identified), sehingga persamaan dapat diduga parameternya. 4.5.2.
Pendugaan Model
4.5.2.1.
Model Ekonomi Usaha Kecil
Model ini dikembangkan untuk mencapai tujuan penelitian yang pertama ini, merupakan model persamaan simultan yang tersusun dari 11 persamaan, yaitu 8 persamaan perilaku dan 3 persamaan identitas. Serta 11 variabel endogen dengan variabel predetermined sebanyak 18 yang terdiri atas variabel-variabel eksogen. Masing-masing jumlah nilai K = 29, M = 5, dan G = 11. Setelah melalui pengujian pada setiap persamaan, semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model, dimana (K-M) > (G-1) sehingga (29 – 5) > (11 – 1) atau 24 > 10. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang relatif kecil (n
104 responden = 90), maka dipilih metode 2SLS (two stage least squares method) yang relatif kurang sensitif guna menduga parameter struktural (Sinaga, 1989).
4.5.2.2. Model Keterkaitan Kredit Dan Ekonomi Wilayah
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini merupakan model persamaan simultan yang tersusun dari 13 persamaan terdiri 2 persamaan identitas dan 11 persamaan perilaku, dengan 13 variabel endogen serta variabel predetermined sebanyak 19 yang terdiri atas variabel-variabel eksogen. Masingmasing jumlah nilai K = 32, M = 6, dan G = 13, dimana (K – M) > (G – 1) sehingga (32 – 6) > (13 – 1) atau 26 > 12. Setelah melalui pengujian setiap persamaan, semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model. Dengan mempertimbangkan ketersediaan data sampel yang relatif kecil (n kabupaten = 29 dan n tahun = 6) dan kemungkinan adanya respesifikasi model ketika dilakukan analisis struktural dan simulasi, maka dipilih metode 2SLS (two stage least squares method) yang relatif kurang sensitif untuk menduga parameter struktural (Sinaga, 1989). Teknik estimasi ini menggunakan program Statistical Analysis System / Econometric Time-Series (SAS/ETS) Versi 9.1.
4.5.3.
Validasi Model
Model perlu diuji apakah cukup valid bila digunakan untuk simulasi kebijakan. Untuk itu digunakan kriteria statistik yaitu. Root Mean Squares Error (RMSE), Root Mean Squares Percentage Error (RMSPE), dan U-Theil. Statistik RMSE dan RMSPE menggambarkan seberapa jauh nilai-nilai dugaan variabel endogen tersebut menyimpang dari nilai-nilai aktual, baik itu dalam angka nominal (RMSE) maupun persentase (RMSPE).
105 0.5
RMSE
2⎤ ⎡ T = ⎢ T1 ∑ (Pt − A t ) ⎥ ⎢⎣ t = 1 ⎥⎦
RMSPE
⎡ T 2⎤ = 100% ⎢ T1 ∑ (Pt − A t ) / A t ⎥ ⎣ t =1 ⎦
(
)
0. 5
dimana : RSME
= Root Mean Squares Root
RSMPE
= Root Mean Squares Root Percentage Error
T
= Jumlah pengamatan dalam simulasi
P
= Nilai dugaan model (predict value)
A
= Nilai pengamatan (actual value)
U – Theil dan UI (modification Theil inequality) U-Theil juga memiliki kelemahan, karena merupakan fungsi dari predictor itu sendiri yang merupakan salah satu unsur didalam penyebutnya, sehingga tidak dapat digunakan sebagai kriteria untuk membandingkan serta meranking model alternatif. Untuk mengatasi hal ini sering kali digunakan juga UI yang merupakan modifikasi dari U-Theil. Nilai koefisien U berkisar antara 0 dan 1, sedangkan UI diantara 0 dan ~ (tak terhingga). Makin kecil nilai ataupun UI, termasuk juga RMSPE, menunjukkan kualitas model yang makin baik. Untuk mengukur U-Theil dan UI adalah sebagai berikut.
∑ (P T
1 T
U-Theil
=
T
1 T
UI
t =1
∑ Pt t =1
=
2
t
+
−At )
2
T
1 T
∑A t =1
2 t
2 T ⎡ ⎛ ⎞⎤ ∑ ⎢⎢ ⎛⎜⎝ Pt − A t ⎞⎟⎠ − ⎜⎜ A t − A t − 1 ⎟⎟ ⎥⎥ ⎝ ⎠⎦ t =1⎣ 2 T ⎛ ⎞ ∑ ⎜⎜ A t − A t −1 ⎟⎟ ⎠ t =1⎝
106 Sementara itu Mean Squares Error dapat didekomposisi atas 3 komponen yaitu : 1. UM atau Biased proportion, mengindikasikan systematic error merupakan deviasi antara rata-rata nilai prediksi dengan nilai aktual. 2. UR atau Regression Component, mengindikasikan deviasi slope dari nilainilai aktual dengan nilai prediksi. 3. UD atau Residual Component, yang menangkap unsystematic error. Jumlah koefisien dari ketiga komponen tersebut adalah sama dengan satu. Nilai UM dan UR yang makin kecil menunjukkan bahwa model makin baik, sedangkan untuk UD bila nilainya makin besar (mendekati 1) berarti model makin baik (Pindyck dan Rubenfeld, 1991). Ketiga komponen tersebut masing-masing dapat dirumuskan sebagai berikut. UM
2 = T T(PM − AM )
∑ (P t =1
UR
−At )
2
2 = T (SP − rSA ) T
∑ (P t =1
UD
t
− At)
2
t
2 2 = T (I - r ) SA T
∑ (P t =1
t
−At)
2
dimana : PM
= rata-rata dari nilai prediksi
AM
= rata-rata dari nilai aktual
SP
= standard deviasi dari nilai prediksi
SA
= standar deviasi dari nilai aktual
r
= koefisien korelasi antara nilai-nilai aktual dengan prediksi
T
= jumlah pengamatan
107 4.5.4. Simulasi Kebijakan
Setelah dilakukan validasi model maka akan dilakukan simulasi kebijakan. Analisis simulasi kebijakan ini dilakukan untuk model ekonomi usaha kecil, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis dampak dari perubahan variabel endogen maupun eksogen terhadap variabel endogen yang berjumlah sebelas di dalam model ekonomi usaha kecil. Simulasi kebijakan dalam model ekonomi usaha kecil meliputi: 1.
Penurunan suku bunga kredit sebesar 20 persen.
2.
Kenaikan pengambilan kredit oleh usaha kecil sebesar 100 persen.
3.
Perubahan sumber kredit dari non bank menjadi sumber kredit yang berasal dari bank (dummy = 1).
4.
Perubahan sumber kredit dari bank menjadi sumber kredit yang berasal dari non bank (dummy = 0).
5.
Kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen.
6.
Perluasan daerah pemasaran produk dari hanya di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah menjadi wilayah pemasaran mencakup wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya (dummy = 1).
7.
Perubahan daerah pemasaran produk dari mencakup wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya, menjadi hanya di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah (dummy = 0).
8.
Kombinasi simulasi 2 dan simulasi 5.
9.
Kombinasi simulasi 2 dan simulasi 6.
10. Kombinasi simualsi2, simulasi 5, dan simulasi 6.
108 Beberapa pertimbangan dalam melakukan simulasi kebijakan ini adalah: 1. Penurunan suku bunga kredit sebesar 20 persen dari rata-rata suku bunga yang berlaku saat ini, diharapkan akan memberikan insentif bagi usaha kecil karena akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit menjadi sekitar 15 persen per tahun. Kebijakan ini bisa dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui subsidi bunga kredit atau program penjaminan kredit. 2. Kenaikan pengambilan kredit sebesar 100 persen, diharapkan akan dapat meningkatkan rata-rata jumlah pengambilan kredit oleh usaha kecil menjadi sekitar Rp.30 juta sampai dengan Rp.40 juta sehingga mendekati plafon kredit kecil dari perbankan. Kebijakan ini bisa ditempuh antara lain melalui skimskim kredit usaha kecil baru dengan plafon pinjaman yang lebih besar. 3. Kenaikan harga jual produk sebesar 10 persen, kebijakan ini dapat dilakukan dengan memperbaiki infrastruktur perhubungan, sehingga produsen dapat menjual dengan harga lebih tinggi. 4. Perluasan wilayah pemasaran produk, bagi usaha kecil akan memberikan peluang pasar yang lebih baik karena akan mendorong omset penjualan produk. Kebijakan ini bisa dilakukan melalui kesempatan mengikuti pameran dagang , pelatihan, maupun lokakarya (workshop) di tingkat regional, nasional, atau bahkan internasional sehingga produk menjadi lebih dikenal luas. 5. Perubahan sumber kredit dari non bank ke bank, diharapkan akan memberikan akses lebih baik dalam memperoleh jumlah kredit yang lebih besar bagi usaha kecil. Kebijakan yang bisa ditempuh antara lain mendorong dan mempermudah pendirian kantor bank sampai dengan tingkat kecamatan, sehingga usaha kecil yang telah feasible bisa memperoleh akses perbankan.