IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis dan Administratif Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah dan merupakan satu-satunya kota di Propinsi Jawa Tengah yang dapat digolongkan sebagai kota metropolitan. Secara geografis terletak pada koordinat antara 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur, sedangkan batas-batas administrative yang dapat diidentifikasi adalah: □
Batas Utara
:
Laut Jawa
□
Batas Selatan
:
Kabupaten Semarang
□
Batas Timur
:
Kabupaten Demak
□
Batas Barat
:
Kabupaten Kendal
Secara administratif Kota Semarang terdiri dari 16 kecamatan dan 177 kelurahan, serta mempunyai luas wilayah 373,70 km2, dengan panjang garis pantai 13,6 km yang terbentang dari Kelurahan Mangunharjo hingga Terboyo. Kecamatan yang mempunyai wilayah paling luas adalah kecamatan Mijen yaitu 62,15 km2 atau 16,63%, sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah kecamatan Candisari yaitu 5,56 km2 atau 1,49%. Ketinggian Kota Semarang bervariasi, terletak antara 0,75 m sampai dengan 348,00 m di atas permukaan laut (dpl). Wilayah kota Semarang terdiri dari dataran rendah dibagian utara, dan pegungan dibagian selatan. Untuk lebih jelasnya kondisi kota Semarang disajikan dalam Tabel 5, dan Gambar 8. 4.2. Kondisi Fisik Kota Semarang 4.2.1. Bentang Lahan Topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Dibagian Utara merupakan pantai dan dataran rendah memiliki kemiringan 0 2% sedang ketinggian ruang bervariasi antara 0 - 3,5 m. Di bagian Selatan merupakan daerah perbukitan, dengan kemiringan 2 - 40% dan ketinggian antara 90 - 200 m dpl. Bentuk lahan kota Semarang mulai dari dataran, berombak, bergelombang hingga bergunung.
39
Tabel 5 Kondisi Kecamatan di Kota Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Luas (km2) 62,15 53,99 25,13 8,53 8,48 5,56 44,20 19,85 27,38 6,36 7,7 10,46 6,05 23,87 31,29 32,07 373,70
Kecamatan Mijen Gunung Pati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Total
Prosentase (%) 16,63 14,45 6,72 2,28 2,27 1,49 11,83 5,31 7,33 1,70 2,06 2,80 1,62 6,39 8,37 8,58 100,00
Sumber: Kota Semarang dalam angka. 2009.
PETA ADMINISTRASI KOTA SEMARANG
Kabupaten Kendal
Kabupaten Demak
Laut Jawa
Kabupaten Semarang
Gambar 8 Peta Lokasi Kota Semarang, Jawa Tengah
Ketrangan 1. Semarang Tengah 2. Semarang Utara 3. Semarang Timur 4. Gayam sari 5. Genuk 6. Pedurungan 7. Semarang Selatan 8. Candisari 9.Gajah Mungkur 10. Tembalang 11. Banyumanik 12. Gunung Pati 13. Semarang Barat 14. Ngaliyan 15. Mijen 16.Tugu
40
Penggunaan lahan di Kota Semarang terbesar adalah jenis penggunaan lahan untuk permukiman (33,12 %), hal ini menunjukkan bahwa lahan masih memiliki fungsi dominan sebagai pelayanan domestik. Persebaran penggunaan lahan permukiman berada jalu-jalur jalan utama terutama berada di pusat kota. Besarnya proporsi luas lahan permukiman mengindikasikan bersarnya tuntutan pelayanan masyarakat, dan hal ini membuktikan bahwa wilayah Kota Semarang benar-benar bersifat perkotaan. Proporsi yang besar lainnya adalah untuk lahan pertanian, terdiri dari lahan kering atau tegalan 23,81%, dan pertanian sawah 11,68%. Lahan pertanian kering berlokasi berada di sebelah selatan wilayah kota yang berbukit-bukit, sedangkan lahan sawah berlokasi di wilayah Semarang bawah sebagian lagi di wilayah Gunungpati dan Mijen. Peruntukan lahan untuk industri seluas 750,12 Ha, yang berlokasi di kawasan industri Tugu dan Genuk, sebagian lagi ada di wilayah Pedurungan dan Semarang Barat. Lokasi industri lainnya berada di wilayah Banyumanik dan Simongan. Untuk kedua wilayah ini sudah tidak sesuai dengan Rencana Induk Kota namun mengingat keberadaan industri tersebut sebelum tersusunnya RIK, maka untuk sementara masih ditoleransi sambil dipindahkan secara bertahap. Penggunaan lahan di kota Semarang disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Penggunaan Lahan di Kota Semarang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Penggunaan Lahan Permukiman Lahan kering/tegalan Sawah Kebun Perkebunan Pertambangan terbuka Industri & pariwisata Perhubungan Lahan berhutan Lahan terbuka Perairan darat Lain-lain Total luas lahan
Luas (Ha) 12.355,96 8.884,30 4.360,88 5.140,23 873,48 137,31 1.023,03 483,14 1.377,21 413,80 1.775,00 2.545,63 37.360,00
Sumber: Semarang kota dalam angka. 2009
Prosentase (%) 33,12 23,81 11,68 13,78 2,34 0,36 2,74 1,29 3,69 1,10 4,75 6.82 100,00
41
4.2.2. Geomorfologi dan Geologi Satuan morfologi kota Semarang dibedakan menjadi satuan dataran pantai (ketinggian 0 - 50 m diatas muka laut), satuan pebukitan (ketinggian 50 - 500 m), dan satuan kerucut gunungapi dengan puncaknya G. Ungaran (2.050 m). Batuan penyusunnya berumur Tersier berupa lapisan marin dan Formasi Penyatan berumur Miosen terdiri atas batu lempung, napal, batu pasir, konglomerat, breksi volkanik dan aliran lava. Batuan penyusun ini bersifat kurang meluluskan air, sebarannya di sekitar Gombel dan sebelah timur Ungaran, berumur Kuarter terdiri atas Formasi Damar yang tersusun oleh batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi volkanik dengan kelulusan beragam dan tersebar di antara dataran pantai dan Ungaran. Sementara itu, lahar G. Ungaran dan breksi volkanik yang membentuk G. Ungaran bersifat meluluskan air. Endapan aluvium menempati dataran pantai tersusun oleh lempung dan pasir dengan ketebalan 50 m bersifat meluluskan air Bentuk morfologi kota Semarang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan, yaitu: 1. Satuan dataran, penyebarannya terletak di dataran pantai di utara mulai dari daerah Kendal – Semarang hingga ke daerah Demak dengan ketingian antara 0 – 50 meter dpl. 2. Satuan perbukitan bergelombang sedang, penyebarannya di bagian tengah memanjang dari arah barat kea rah timur dengan ketinggian berkisar antara 50 – 300 m dpl. 3. Satuan perbukitan bergelombang kuat, penyebarannya di bagian selatan dengan ketinggian > 300 m dpl. Daerah kota Semarang bagian utara umumnya merupakan daerah dataran pantai yang ditutupi oleh endapan permukaan yakni endapan pantai dan hasil kegiatan sungai. Daerah bagian tengah dengan bentuk morfologi bergelombang ditempati oleh endapan vulkanik yang bersumber dari gunung Ungaran dan sebagain besar lainnya adalah batuan sedimen dari berbagai formasi. Tatanan geologi yang mengacu pada Peta Geologi bersistem lembar Magelang – Semarang tersusun atas: a. Batuan sedimen, yang meliputi Lapisan marin (Miosen akhir – Pilosen), formasi penyatan (Miosen tengah – atas), breksi vulkanik, dan formasi dammar (Plistosen awal – tengah).
42
b. Endapan vulkanik yang berasal dari hasil kegiatan gunung api muda yaitu gunung Ungaran c. Endapan permukaan: merupakan endapan batuan yang paling muda yaitu endapan alluvium yang terdiri dari alluvium Delta Garang dan alluvium dataran aliran, batuannya tersusun dari lempung, pasir, kerikildan kerakal. Struktur geologi yang berkembang yakni: (a) struktur pelipatan yang terdiri dari antiklinal, sinklinal dan sesar, dan (b) struktur patahan. Perkembangan struktur geologi akan mempengaruhi hidrogeologi dan kandungan air tanah setempat. Kemiringan lapisan kearah tertentu akan diikuti oleh aliran air tanah, dan ruang antar celah akibat struktur geologi tersebut merupakan media yang cukup baik dan dapat dialiri dan berfungsi sebagai akumulasi lapisan (Wahid, H. 1996). Secara detail struktur geologi disajikan dalam Lampiran 1. Jenis Tanah di Kota Semarang meliputi kelompok mediteran coklat tua, latosol coklat tua kemerahan yang sangat cocok untuk tanaman tahunan, holtikultura dan palawija, asosiai alluvial kelabu, Alluvial Hidromort yang cocok untuk tanamahn pangan, Grumosol Kelabu Tua, Latosol Coklat dan Komplek Regosol Kelabu Tua dan Grumosol Kelabu Tua yang cocok untuk tanaman tahunan yang tidak produktif. Gambaran penyebaran jenis tanah beserta lokasi dan kemampuannya disajikan dalam Tabel 7. 4.2.3. Iklim dan Hidrologi Iklim Daerah Semarang dan sekitarnya sama dengan beberapa daerah lainnya di Indonesia, yakni termasuk pada zona iklim tropis basah, yaitu mempunyai 2 (dua) jenis iklim tropis yaitu: musim kemarau dan musim penghujan yang memiliki siklus pergantian ± 6 bulan. Temperatur udara berkisar antara 25.800 C sampai dengan 29.300 C, kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 62 % sampai dengan 84 %. Arah angin sebagian besar bergerak dari arah Tenggara menuju Barat Laut dengan kecepatan rata-rata berkisar antara 5.7 km/jam, lama penyinaran matahari rata-rata bulanan berkisar antara 49 -71% atau (rata-rata 60%). Curah hujan tahunan bervariasi dari tahun ke tahun dengan rata-rata 2.054 mm. Curah hujan yang paling tinggi jatuh pada bulan Januari yaitu 349 mm, dan yang paling kecil 23.4 mm yang jatuh pada bulan Juli. Banyaknya hari hujan dalam 1
43
tahun berkisar antara 92 – 124 hari. Distribusi curah hujan bulanan Kota Semarang disajikan dalam Tabel 8. Tabel 7 Jenis Tanah dan Penyebarnnya di Kota Semarang No Jenis Tanah
1
Mediteran Coklat Tua
Latosol 2 Coklat Tua Kemerahan Asosiasi Aluvial 3 Kelabu dan Coklat kekelabuhan
% Terhadap Wilayah
Lokasi Kec. Tugu Kec. Semarang Selatan Kec. Gunungpati Kec.Semarang Timur Kec. Mijen Kec. Gunungpati
30
26
Kec. Genuk Kec. Semarang Tengah
Kec. Tugu Kec. Semarang Utara Kec. Kec. Genuk Kec. Mijen Sumber: http://www.semarang.go.id.2010 Alluvial Hidromort 4 Grumusol kelabu tua
Potensi Tanaman tahunan / keras Tanaman Holtikultura Tanaman Palawija Tanaman tahunan / keras Tanaman Holtikultura Tanaman Padi Tanaman tahunan tidak produktip
22
22
Tanama tahunan Tanaman Holtikultura Tanaman Padi
Tabel 8 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kota Semarang Tahun Jan 2001 289,9 2002 230,3 2003 362,5 2004 312,5 2005 274,8 2006 737,5 2007 162,9 2008 384,6 2009 282,8 2010 452,6 Rata 349,0
Feb 421,6 452,2 552,9 453,3 190,9 324,9 190,0 822,2 482,0 339,7 423,0
Mar Apr Mei 292.1 285,9 171,7 268,0 154,4 137,9 187,0 228,3 137,5 146,2 289,1 193,3 253,3 289,1 82,1 197,4 180,5 182,0 184,8 199,2 93,7 219,3 82,9 56,9 78,1 314,9 294,9 296,2 209,5 274,3 166,8 223,4 162,4
Jun 205,3 11,0 0,1 68,2 296,1 33,3 32,4 47,5 105,0 88,8
Jul 47,9 6,1 0,2 17,8 76,6 0,0 20,0 3,0 39,3 23,4
Agu Spt 0,6 172,0 17,8 5,1 0,0 98,5 0,0 91,0 68,6 158,5 0,0 0,0 35,4 0,0 72,6 62,3 25,1 56,2 24,4 42,3
Sumber: Stasiun Meteorologi Ahmad Yani, Semarang, 2002 -2010.
Okt 186,2 76,9 286,1 32,9 267,9 0,0 171,9 237,0 28,1 143,0
Nov 204,2 262,5 241,0 310,0 184,8 218,5 213,3 269,6 144,4 166,4
Des Total 166,8 2271,6 158,4 1501,6 414,0 1665,8 252,4 1765,7 252,4 2395,3 248,1 2122,2 444,4 1748,0 409,8 2667,7 251,0 2101,8 1572,3 242,6 2054,2
44
Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan selama 10 tahun terakhir (2001 – 2010) terlihat bahwa, Kota Semarang mempunyai bulan basah (bulan dengan rata-rata CH > 200 mm/bln) selama 3 bulan berturut-turut, dan bulan kering (bulan dengan CH < 100 mm/bln) selama 4 bulan berturut-turut, sehingga berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman termasuk ke dalam tipe iklim D3, sedangkan berdasarkan klasifikasi ilkim Schmidt & Fergsson termasuk ke dalam tipe iklim C, dan berdasarkan klasifikasi Koppen termasuk ke dalam tipe iklim AM. Hidrologi 1. Air Permukaan Kota Semarang dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang berada pada kaki bukit Gunung Ungaran, mengalir beberapa sungai yang tergolong besar seperti yaitu Kali Besole, Kali Beringin, Kali Silandak, Kali Siangker, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali Garang, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron. Sebagai Daerah Hilir, dengan sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari sungai yang melintas dan mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan. Kondisi ini diperparah oleh karakteristik kontur wilayah berbukit dengan perbedaan ketinggian yang sangat curam sehingga curah hujan yang terjadi didaerah hulu akan sangat cepat mengalir ke daerah hilir. Kesemua kali tersebut mempunyai sifat aliran perenial yaitu sungai yang mempunyai aliran sepanjang tahun, dan mengalir ke arah utara yang akhirnya bermuara di Laut Jawa. Pola aliran sungai-sungai yang ada adalah pararel. Kali Garang sebagai sungai utama yang membelah kota Semarang, bermata air di gunung Ungaran, alur sungainya memanjang ke arah Utara hingga mencapai Pengandaan tepatnya di Tugu Soeharto, bertemu dengan aliran kali Kreo dan kali Kripik. Kali Garang sebagai sungai utama pembentuk kota Semarang bawah yang mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelokbelok dengan aliran yang cukup deras. Berdasarkan data yang ada debit Kali Garang mempunyai debit 53,0 % dari debit total dan kali Kreo 34,7 % selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena itu, kali Garang memberikan airnya yang cukup dominan bagi kota Semarang, dan merupakan sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air minum warga kota Semarang.
45
Sistem jaringan drainase kota Semarang dibagi menjadi 2 yakni Banjir Kanal Barat, dan Banjir Kanal Timur. Banjir Kanal Barat merupakan gabungan dari beberapa sungai yakni: sungai Garang, Kreo dan Kripik, yang berasal dari Gunung Ungaran, merupakan sistem sungai terbesar di kota Semarang. Sedangkan Banjir Kanal Timur merupakan gabungan dari sungai Babon, Kali Candi, Kali Bajak, Kali Kedungmundu, Kali Penggaron. 2. Air Tanah Air tanah di kota Semarang terdapat pada 2 (dua) lapisan pembawa air (aquifer), yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal (unconfined aquifer), dan air tanah dalam atau air tanah tertekan (confined aquifer). Keberadaan kedua lapisan bembawa air tanah tersebut berdasarkan Undang-undang No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air adalah Cekungan air tanah (CAT). Berdasarkan pasal 1 ayat 12 CAT adalah: suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis,
tempat
semua
kejadian
hidrogeologis
seperti
proses
pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Air tanah kota Semarang berdasarkan Permen ESDM No. 13 Tahun 2009 berada pada CAT Semarang – Demak, dan CAT Ungaran. Untuk jenis air tanah pertama yaitu air tanah bebas atau air tanah dangkal merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan pembawa air (aquifer), dimana bagian atasnya tidak tertutup oleh lapisan kedap air, tetapi bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedapair, sehingga permukaan air tanah bebas (muka air tanah) ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya. Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal) dengan kedalaman rata-rata 3 - 18 m. Sedangkan untuk peduduk di dataran tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan kedalaman berkisar antara 20 - 40 m. Kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) di kota Semarang bervariasi antara 0 meter sampai 20 meter dibawah muka laut, ke arah Utara atau ke arah laut kedudukan muka air tanahnya makin dalam yaitu ± 20 meter, dan makin ke arah atas atau daerah perbukitan muka air tanah (mat) makin tinggi. Untuk lebih jelasnya kedudukan muka air tanah dangkal (bebas) disajikan disajikan dalam Lampiran 2.
46
Air Tanah Tertekan adalah air yang terkandung di dalam suatu lapisan pembawa air yang berada diantara 2 lapisan batuan kedap air, sehingga debitnya hampir selalu tetap. Disamping itu, kualitasnya juga memenuhi syarat sebagai air bersih. Debit air tanah dalam (tertekan) ini sedikit sekali dipengaruhi oleh musim dan keadaan di sekelilingnya. Untuk daerah Semarang bawah lapisan aquifer di dapat dari endapan alluvial dan delta sungai Garang. Kedalaman lapisan aquifer ini berkisar antara 50 - 90 meter, terletak di ujung Timur laut Kota dan pada mulut sungai Garang lama yang terletak di pertemuan antara lembah sungai Garang dengan dataran pantai. Kelompok aquifer delta Garang ini disebut pula kelompok aquifer utama karena merupakan sumber air tanah yang potensial dan bersifat tawar. Untuk daerah Semarang yang berbatasan dengan kaki perbukitan terdapat air tanah artesis yang terletak pada endapan pasir dan konglomerat formasi damar yang mulai diketemukan pada kedalaman antara 50 - 90 m. Pada daerah perbukitan kondisi artesis masih mungkin ditemukan karena adanya formasi damar yang permeable dan sering mengandung sisipan-sisipan batuan lanau atau batu lempung. Pengambilan air tanah baik air tanah bebas maupun air tanah tertekan /dalam di kota Semarang mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pengambilan air diakibatkan oleh: 1. Bagi penduduk: PDAM Tirta Moedal tidak mampu melayani kebutuhan air bersih penduduk. Jangkauan pelayanan PDAM hanya mampu melayani 56,1% 2. Bagi industri: a. Pajak pengambilan air tanah dalam lebih murah dibandingkan dengan tarif PDAM (SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003) yaitu sebesar Rp. 161,-/m3. b. Monitoring dari pihak yang berwajib (Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah) kurang ketat. Terbukti dengan inkonsistensi data tentang pengguna air tanah dari industri maupun hotel per bulan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka jumlah sumur bor dalam dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada periode tahun 1996 jumlah sumur bor sebanyak 230 buah, dan meningkat cukup tajam pada tahun 2003, jumlah sumur bor mencapai 540 buah dengan volume pengambilan mencapai 15,31 x 106 m3/tahun, dan terus mengalami kenaikan hingga pada tahun 2005 yaitu sebesar 8.315 sumur bor, namun jumlah pengambilan air tanahnya malah turun
47
yaitu 8,5 x 106 m3/tahun. Setelah periode tersebut yaitu mulai periode tahun 2006 hingga tahun 2008. Tercatat pada tahun 2008 jumlah sumur dalam sebanyak 544 buah dan volume pengambilan sebesar 9,6 x 106 m3/tahun. Perkembangan jumlah sumur dan pengambilan pengambilan air tanah di kota Semarang disajikan dalam Tabel 9, dan Gambar 9. Tabel 9 Perkembangan jumlah sumur dan volume pengambilan di kota Semarang Volume yang Jumlah NPA No. Tahun diambil Sumur (Rp.) (m3) 1. 1996 230 2. 2003 543 15.310.000 3. 2004 3.111 6.198.635 6.670.280.595 4. 2005 8.315 8.539.940 24.022.100.840 5. 2006 5.409 12.115.193 22.951.798.869 6. 2007 449 7.137.555 17.753.863.855 7. 2008 544 9.617.198 26.412.586.708
18.000 1
10.000
15.000 12.000 1
7.500
9.000 5.000 6.000
Jumlah Pompa (unit)
3
Vol. Pemompaan (1000 m /th)
Sumber: Dinas ESDM Jawa Tengah, 2009
2.500 3.000
2003
2004
2005
2006
2007
Vol. Pengambilan air tanah
2008
Jumlah sumur
Gambar 9 Grafik Volume Pengambilan Air Tanah dengan Jumlah Sumur Pengambilan air tanah yang terus meningkat tanpa memperhatikan aspek daya dukungnya dalam hal ini adalah safe yield nya, maka akan mengakibatkan resiko lingkungan yaitu penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah dapat
48
terjadi karena pengambilan air tanah yang jauh melebihi kapasitas akuifernya, maka terjadilah penurunan muka air tanah yang mencapai 15 hingga 22 m dbpts (1996). Penurunan muka air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada tanah, dan apabila besarnya tegangan efektif melampaui tegangan yang diterima tanah sebelumnya maka tanah akan mengalami konsolidasi dan kompaksi yang mengakibatkan amblesan tanah pada daerah konsolidasi normal. Amblesan tanah yang terjadi di dataran pantai Semarang diperkirakan disebabkan oleh dua faktor, yaitu: (a) penurunan muka air tanah akibat pemompaan dan (b) peningkatan beban karena pengurugan tanah. Penimbunan tanah urug untuk reklamasi daerah pantai di daerah penelitian dimulai pada tahun 1980, yaitu meliputi kompleks PRPP, Tanah Mas, Bandarharjo, pelabuhan Tanjung Mas dan Tambaklorog yang diikuti oleh daerah - daerah lainnya secara tersebar pada tahun 1996. Ketebalan timbunan tanah tersebut berkisar antara 1 - 5 m, dan diikuti pembangunan perkantoran atau kompleks perumahan. Daerah-daerah yang mengalami penurunan muka air tanah disajikan dalam Gambar 10.
Sumber: Direktorat Tata Lingkungan Geologi Kawasan Pertambangan, Departemen ESDM, 2004
Gambar 10 Laju penurunan permukaan tanah kota Semarang periode 2001- 2003
49
4.3. Kondisi Sosial Ekonomi Kota Semarang 4.3.1. Kependudukan Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2008 berjumlah 1.481.644 jiwa yang terdiri dari 735.460 laki-laki dan 746.184 perempuan dengan kepadatan rata-rata 7.449 jiwa/km2. Penyebaran penduduk di masing-masing kecamatan belum merata,. Daerah yang paling tinggi kepadatannya adalah kecamatan Candisari yaitu sebesar 14.016 jiwa/km2, sedangkan kecamatan Mijen adalah yang paling rendah kepadatannya yaitu 775 jiwa/km2. Tingkat pertumbuhan pendudk sebesar 1.30%. Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4 anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh Kecamatan yang ada. Kondisi kependudukan kota Semarang disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10 Kondisi kependudukan Kota Semarang tahun 2009 No.
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Mijen Gunungpati Banyumanik Gajah Mungkur Semarang Selatan Candisari Tembalang Pedurungan Genuk Gayamsari Semarang Timur Semarang Utara Semarang Tengah Semarang Barat Tugu Ngaliyan Jumlah
Jumlah penduduk Perempuan Jumlah 24.119 48.193 32.745 65.465 61.208 121.732 30.705 61.589 42.748 85.577 39.555 77.930 62.877 127.002 82.289 163.491 40.381 80.600 35.770 70.778 41.620 81.582 65.375 126.748 37.870 73.772 80.337 159.397 13.527 26.976 54.574 109.098 735.460 746.184 1.481.644
Laki-laki 24.804 32.720 60.524 30.884 42.829 38.375 64.125 81.202 40.219 35.008 39.962 61.343 35.902 79.060 13.449 54.524
Kepadatan 775 1.1212 4.844 7.220 10.092 14.016 2.873 8.236 2.944 11.129 10.595 12.117 12.194 6.678 862 3.402
Sumber: Semarang Kota dalam angka. 2009
Sekitar 74.01% penduduk kota Semarang berumur produktif yaitu umur antara 15 – 65 tahun, sehingga angka beban ketergantungan yaitu perbandingan antara penduduk usia produktif dengan penduduk usia tidak produktif (0 – 14 dan 65 tahun keatas) sebesar 32,16 yang berarti 100 orang penduduk usia produktif
50
menanggung 32 orang penduduk usia tidak produktif. Untuk mengetahui beban ketergantungan penduduk disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kota Semarang Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 1. 0–4 26.391 25.360 2. 5–9 60.627 57.914 3. 10 – 14 61.850 59.911 4. 15 – 19 59.807 57.771 5. 20 – 24 62.758 61.138 6. 25 – 29 79.437 78.669 7. 30 – 34 73.916 75.236 8. 35 – 39 71.344 73.122 9. 40 – 44 60.086 63.164 10. 45 – 49 51.893 54.114 11. 50 – 54 42.555 40.593 12. 55 – 59 28.107 26.588 13. 60 – 64 16.364 18.999 14. > 65 40.325 53.605 Total 735.460 746.184 Sumber: Semarang Kota dalam Angka, 2009. No.
Kelompok Umur
Jumlah 51.751 118.541 121.761 117.578 123.896 158.106 149.152 144.466 123.250 106.007 83.148 54.695 35.363 93.930 1.481.644
4.3.2. Tenaga kerja Jumlah tenaga kerja di Kota Semarang 617.507 orang yang bekerja tersebar pada 9 (sembilan) sektor, dan sektor yang paling dominan adalah sektor buruh industri yaitu sebesar 24,70%, dan sektor yang paling kecil adalah nelayan yaitu sebesar 0,40%. Distribusi lapangan pekerjaan kota Semarang disajikan dalam Tabel 12, dan Gambar 10. 4.3.3. Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan dapat berperan dalam meningkatkan kualitas hidup, dimana semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, maka semakin baik kualitas sumberdaya manusianya. Dan hal tersebut dapat tercapai melalui pembangunan pendidikan. Seperti tujuan pembangunan pendidikan di kota-kota lain di Indnesia, pembangunan pendidikan di kota Semarang juga mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di kota Semarang yang cerdas dan terampil yang kemudian diikuti oleh rasa percaya diri serta sikap dan perilaku yang
51
inovatif. Disamping itu, pembangunan pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang berlangsung di dalam keluarga maupun masyarakat. Tabel 12 Distribusi Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang tahun 2009 No. 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan pekerjaan Petani a. Petani Sendiri b. Buruh tani c. Nelayan Pengusaha Buruh industri Buruh bangunan Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-lain Jumlah
Jml Tenaga Kerja 47.464 26.203 18.783 2.478 52.514 152.606 72.771 73.457 22.195 86.949 32.867 76.684 617.507
Prosen 7,32 4,24 3,04 0,04 8,50 24,70 11,78 11,90 3,60 14,10 5,32 12,42 100,00
Sumber: Semarang Kota dalam Angka, 2009
Petani Pengusaha 12,42 5,32 14,1 3,6 11,9
Buruh industri
7,32 8,5
Buruh bangunan 24,7
11,78
Pedagang Angkutan PNS & ABRI Pensiunan Lain-lain
Gambar 11 Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang Perkembangan tingkat pendidikan harus diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, karena sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan pendidikan. Untuk mengetahui tingkat pendidikan kota Semarang disajikan dalam Tabel 13.
52
Tabel 13 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang No. 1, 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tingkat Pendidikan Tdk/belum pernah sekolah Tdk/belum tamat SD SD/MI SLTP/MTs SMU/MA/SMK Akademi Universitas Jumlah
Jml. Penduduk L+P % 293.487 6.54 291.363 20.38 326.847 22.86 298.915 20.28 301.658 21.10 62.136 4.35 64.484 4.51 1.429.890 100.00
Sumber: Semarang Kota dalam Angka. 2009
4.3.4. Kesehatan Kesehatan
merupakan
salah
satu
komponen
utama
dalam
index
pembangunan manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat, cerdas,
terampil
dan
ahli
menuju
keberhasilan
pembangunan
kesehatan.
Pembangunan kesehatan merupakan salah satu hak dasar masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai dan dapat terpenuhi. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan cara pandang dari paradigma sakit menuju paradigma sehat sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010. Untuk itu diperlukan sarana dan prasarana yang memadahi. Sarana dan prasarana kesehatan kota Semarang disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kota Semarang No.
Sarana dan Prasarana Kesehatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Rumah sakit Rumah bersalin (BKIA) Puskesmas Puskesmas pembantu Puskesmas keliling Posyandu Apotik Laboratorium kesehatan Klinik 24 jam Tokoobat Dokter praktek Dokter spesialis Bidan
Sumber: Profil kesehatan kota Semarang.2008
Tahun 2007 2008 35 33 23 23 37 37 33 33 57 37 1.454 1.454 316 174 33 40 20 20 78 74 1.552 1.836 662 923 517 569
53
4.3.5. Kondisi Perekonomian Uraian sektoral di Kota Semarang mencakup ruang lingkup dan definisi dan masing-masing sektor dan sub sektor yang berperan secara dominan yang meliputi: 1. Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan Sub sektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah sayur-sayuran, buah-buahan, kacang hijau, tanaman pangan lainnya, dan hasil-hasil produk ikutannya. Data produksi diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan, sedangkan data harga seluruhnya bersumber pada data harga yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik Tanaman Perkebunan Besar Sub sektor ini mencakup semua jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan yang berbentuk badan hukum. Komoditi yang dihasilkan adalah karet Baik data produksi maupun harga diperoleh dari Dinas Perkebunan dan Badan Pusat Statistik. Sub sektor ini mencakup produksi temak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil temak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi temak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi temak dan ekspor temak neto. Data mengenai jumlah temak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telur serta hasil-hasil temak diperoleh dari Dinas Peternakan 2. Peternakan dan Hasil-hasilnya Sub Sektor ini mencakupn produksi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil -hasil ternak, seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, telur dan susu segar. Produksi ternak diperkirakan sama dengan jumlah ternak yang dipotong ditambah perubahan stok populasi ternak dan ekspor ternak neto. Data mengenai jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak, produksi susu dan telor serta hasil-hasil ternak diperoleh dari Dinas Peternakan
54
3. Kehutanan Sub sektor kehutanan mencakup tiga jenis kegiatan seperti penebangan kayu
dan
pengambilan
hasil
hutan
lainnya.
Kegiatan
penebangan
kayu
menghasilkan kayu gelondongan, kayu bakar, arang dan bambu. Sedangkan hasil kegiatan pengambilan hasil hutan lainnya berupa kulit kayu, kopal, akar-akaran dan sebagainya 4. Perikanan Komoditi yang dicakup adalah semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, tambak, kolam, sawah dan karamba. Data mengenai produksi, dan nilai produksi diperoleh dari laporan Dinas Perikanan Kotamadya Semarang 5. Pertambangan Dan Penggalian Merupakan bagian dari sumberdaya alam dari jenis sumberdaya mineral, yaitu semua cadangan bahan galian yang dijumpai di muka bumi dan dapat dipakai bagi kebutuhan manusia. Sumberdaya mineral ini dalam bentuk zat padat yang sebagian besar terdiri dari kristal, mempunyai sifat homogen, merupakan unsur atau senyawa kimia anorganik alamiah dengan susunan kimia yang tetap dan terdapat di bagian kerak bumi sebagai material penyusun atau bahan pembentuk batuan yang mempunyai nilai ekonomi. Menurut data Metropolitan Semarang dalam Angka (1998), sumberdaya mineral ini mempunyai nilai ekonomi dan memberikan sumbangan terhadap PDRB Metropolitan Semarang sebesar 0,22 %. Menurut laporan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM) Propinsi Jawa Tengah. Tahun Anggaran 1993/1994 dan Neraca Sumberdaya Alam Spasial Metropolitan Semarang Tahun 1998, jenis sumberdaya mineral yang terdapat di wilayah Kota Semarang hanya termasuk bahan mineral non logam (Nir Strategis dan Nir Vital). Dari hasil pendataan bahan mineral non logam tersebut, termasuk pada tingkat keyakinan perolehan cadangan tereka antara 20 - 30 %, yaitu berada pada klasifikasi cadangan tereka dan dari 32 penggolongan sumberdaya mineral non logam ini Kota Semarang memiliki 8 jenis bahan mineral non logam, antara lain: Andesit, Basalt, Batugamping, Pasir dan Batu (Sirtu), Tanah liat (Lempung), Tras
55
dan Tanah Urug, sedangkan bahan mineral logam kota Semarang tidak ditemukan deposit. 4.4. Sarana dan Prasarana Kota Semarang 4.4.1. Air bersih Kota Semarang bagian bawah, seperti Semarang Utara, Genuk, Manyaran, dll, tidak dapat memanfaatkan air permukaan sebagai sumber air bersih, airnya payau. Penyebaran air payau kota Semarang semakin luas dan kadar garam semakin
tinggi,
sehingga
untuk
memenuhi
kebutuhan
air
bersih
dengan
pemanfaatan air tanah melalui sumur gali dan sumur pompa. Namun hingga saat ini pemanfaatan air tanah di kawasan pantai Semarang yang dilakukan berlebihan atau melebihi potensinya, dan tanpa memperhitungkan dampak yang akan terjadi, yaitu: air laut begitu mudah meresap ke darat (rob), dan bahkan terjadi intrusiair laut. Kondisi menyolok terjadi di sekitar Tawangsari, Tambaklorog, Genuksari, Wonosari, Tambaksari, dan Bedono. Pada daerah-daerah tersebut, sampai kedalaman 40 meter air tanah sudah payau. Air tanah dengan kualitas yang bagus, baru didapat pada kedalaman lebih dari 60 meter. Disamping itu, wilayah kota Semarang mempunyai salinitas air laut tinggi. Salinitas tertinggi terletak di Tambaksari dengan nilai daya hantar listrik (DHL) mendekati 1.000 mΩ/cm. Hampir semua air tanah dangkal di kawasan Semarang bagian utara, terutama sumur gali dengan kedalaman sampai 10 meter memiliki salinitas tinggi. Secara umum memiliki DHL di atas 1.000 mΩ/cm. Bahkan untuk kawasan-kawasan tertentu, yang masuk zona banjir pasang surut mencapai 9.000 mΩ/cm. Penyebaran air payau ke wilayah selatan mencapai Kalijati dan Kalimas di Semarang Selatan. Di kawasan tersebut nilai DHL 4.500 mΩ/cm. Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena kandungan garam, tetapi juga dari jumlah koloid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan. Akibatnya beberapa sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk minum, hanya untuk MCK. Air tanah dangkal di kawasan Kalisari, Tapak, Beji dan kompleks Pertamina mengandung unsur CaCO3 522 mg/l, Mg 177,7 mg/l dan Fe 11,7 mg/l. Kekeruhan tersebut melebihi ambang batas yang dipersyaratkan. Kekeruhan dan kelebihan unsur-unsurnya begitu jelas sehingga air berwarna kecoklatan dan terasa asin.
56
Disamping memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih, penduduk juga memanfaatkan jasa PDAM Moedal. PDAM Moedal mempunyai kapasitas terpasang total dari sumber-sumber air PDAM Kota Semarang sebesar 3.770,75 liter/detik, dengan debit rata-rata produksi sebesar 2.272,53 liter/detik. Sumber air berasal dari mata air, sumur dalam dan terbesar dari air permukaan. Kapasitas dari masing-masing sumber air dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15 Kapasitas dan Debit Rata-Rata Sumber Produksi PDAM Tirta Moedal No.
Sumber Produksi
1. 2.
Jml. Lokasi
15,55
Kapasitas terpasang (lt/det) 512,00
1,47 15,13 67,85 100
59,75 769,00 2.430,00 3.770,75
Kontribusi (%)
Mata air 11 Air tanah dalam a. sumur kota 21 b. sumur peg. 28 3. Air permukaan 6 Total 66 Sumber: PDAM Kota Semarang, 2009
Debit rata-rata (lt/det) 382,58 22,15 305,33 1.733,16 2.272,53
Air terjual pada tahun 2008 sebanyak 50.336.603 m3, dengan nilai penjualan total sebesar Rp 27.572.278.000,00. Jumlah sambungan rumah sebanyak 111.324 sambungan. Jumlah sambungan terbanyak adalah sambungan rumah tangga sebanyak 102.707 pelanggan. Berikut ini adalah tabel jumlah sambungan rumah, jumlah air terjual dan nilai penjualan dari setiap kategori pelanggan. Tabel 16 Jumlah Pelanggan Air Minum Di Kota Semarang Selama Tahun 2008 Air Minum yang disalurkan Jml pelanggan Volume (m3) Nilai (Rp) 1. Sosial 2.253 1.239.590 792.118.000 2. Rumah tangga 102.707 26.101.918 20.231.567.000 3. Niaga 5.406 1.832.247 4.162.241.000 4. Industri 171 165.849 605.361.000 5. Lembaga pendidikan 0 0 0 6. Warung air 0 0 0 7. Instansi pemerintah 785 1.183.476 1.703.848.000 8. Pelabuhan 2 17.734 77.143.000 9. Lain-lain 0 0 0 10. Susut/hilang 19.795.789 JUmlah 111.324 50.336.603 27.572.278.000 Sumber: PDAM Kota Semarang, Semarang Kota dalam Angka 2008 No.
Katagori pelanggan
Dengan asumsi kebocoran yang diperbolehkan untuk Kota Metropolitan sebesar 15%, dan kebutuhan ideal adalah 150 L/orang/hari, maka kebutuhan air bersih untuk Kota Semarang disajikan dalam Tabel 17 berikut ini.
57
Tabel 17 Kebutuhan Sarana Prasarana Air Bersih Kota Semarang Kapasitas produksi eksisting L/dt L/hari 1. 1.481.644 2.272,2 196.346.592 Sumber: Laporan Tahunan PDAM Moedal 2009 No.
Jumlah Penduduk
Kebutuhan (L/dt) 150
Kebutuhan Total (L/hari) 222.246.600
Selisih (L/hari) 26.900.008
Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 150 liter/orang/hari,
Kota
Semarang
dengan
jumlah
penduduk
1.481.644
jiwa,
membutuhkan 222.246.600 liter/hari.Namun PDAM Kota Semarang baru dapat memproduksi sebanyak 196.346.592 liter/hari, sehingga masih dibutuhkan kapasitas produksi sebanyak 26.900.008 liter/hari. 4.4.2. Fasilitas persampahan Timbulan sampah di Kota Semarang setiap harinya mencapai 4.274 m3 yang berasal dari rumah-rumah penduduk, pasar maupun fasilitas lainnya. Berikut ini adalah tabel timbulan sampah yang dirinci menurut sumbernya. Tabel 18 Timbulan Sampah Di Kota Semarang Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sumber Rumah tangga Pasar Komersial Fasilitas umum Sapuan jalan Kawasan industri Saluran Jumlah
Jml. Timbunan 3 per hari (m ) 2.850 482 198 98 179 376 93 4.274
Prosentase (%) 66,69 11,27 4,63 2,24 4,18 8,81 2,18 100,00
DPU Kota Semarang Subdinas Kebersihan dan Pertamanan. 2009.
Sarana pengumpulan dan pengangkutan sampah di Kota Semarang, secara umum dalam kondisi baik dan layak pakai. Hanya ada beberapa alat angkut yang kondisinya rusak dan tidak bisa dipergunakan, yaitu 1 unit backhoe dan 1 unit bulldozer. Pemusnahan sampah Kota Semarang saat ini berada di TPA Jatibarang, yang berlokasi di Kelurahan Kedungpane, Kecamatan Mijen, Kota Semarang. Yang beroperasi mulai bulan Maret 1992. Luas area TPA Jatibarang adalah 46,18 hektar, dengan rincian 27,71 ha (60%) untuk lahan buang dan 18,47 ha (40%) untuk infrastruktur kolam lindi (leachate) sabuk hijau dan lahan cover.
58
TPA Jatibarang memiliki daya tampung sebanyak 4,15 juta m3, dengan kedalaman rata-rata 40 m. Jarak dari pusat kota ± 11,4 km, dan jarak terdekat dan terjauh dengan TPS masing-masing ± 4 km dan ± 25 km. Kondisi topografi TPA Jatibarang adalah: daerah berbukit dan bergelombang dengan kemiringan lereng sangat curam (lebih dari 24%), dengan ketinggian bervariasi antara 63 sampai 200 meter dari permukaan air laut, dan bagian bawah (terendah mengalir Sungai Kreo). Sampai dengan tahun 2005, timbunan sampah sudah mencapai 5,75 juta m3 sampah, padahal daya tampung TPA hanya 4,15 juta m3 sampah. Dengan demikian sudah melebihi daya tampung TPA sekitar 1,6 juta m3 sampah. Dengan kondisi tersebut menyebabkan air lindi sulit dikendalikan, sarana penanganan sampah (alat berat, dump truck) semakin kurang mencukupi (tidak imbang), Sanitary Landfill sulit dilaksanakan, akibatnya terjadi pencemaran udara dan bau sampah semakin meluas. Hal ini mengundang protes masyarakat akibat pencemaran yang pada akhirnya dapat berakibat ditutupnya TPA Jatibarang. Selain itu dapat terjadi sampah longsor yang kemungkinan akan masuk Sungai Kreo dan menyebabkan pencemaran air. Keberadaan TPA Jatibarang yang kondisinya sekarang sudah dianggap mengkhawatirkan karena sudah mulai penuh, perlu dicarikan alternatif lain. Dan sekarang sudah diadakan studi untuk mencari alternatif lokasi baru. Namun untuk mencari calon TPA yang baru sekarang ini Pemerintah Kota mengalami kendala, karena cukup sulit dan mahalnya mencari lokasi baru, maka upaya yang ditempuh adalah mengoptimalkan TPA yang ada, dengan cara membuat tanggul, menambah jumlah sarana dan prasarana yang kurang, dan bekerjasama dengan Pihak Swasta dalam pengelolaan sampah TPA, misalnya sampah diolah menjadi pupuk cair dan padat. Teknologi Pembuangan akhir adalah Teknologi Open Dumping (1992-1993) Namun karena teknologi ini tidak dianjurkan karena tidak ramah lingkungan dan dapat menimbulkan berbagai macam penyakit maka pada tahun 1993/1994 ditingkatkan menjadi Controlled Land fill. Kemudian pada bulan Maret 1995 sistem Sanitary Landfill diterapkan untuk TPA Jatibarang. Pelapisan tanah dilakukan setiap hari pada setiap akhir hari operasi.
59
4.4.3. Sanitasi Lingkungan Institusi yang terlibat dalam penyediaan dan pengelolaan sistem sanitasi antara lain PDAM, sebagai pengelola sistem jaringan sanitasi, Pembentukan badan otoritas di daerah (PMO dan PMU) serta Bapedalda Kota. Permasalahan utama sistem sanitasi di Kota Semarang adalah belum adanya sistem perpipaan air limbah sebagai sistem gabungan yang mengumpulkan baik air hujan dan air limbah. Pembuangan limbah industri cair ke Sungai Tapak oleh beberapa perusahaan yang berada di daerah aliran Sungai Tapak telah menyebabkan air sungai tercemar, begitu juga air sumur milik penduduk. Sungai Tapak bukan satu-satunya sungai di Kota Semarang yang airnya tercemar. Data Bapedal Kota Semarang, ada enam sungai lain yang juga tercemar limbah industri, yaitu Sungai Tenggang, Sungai Banger, Sungai Karanganyar, Sungai Plumbon, Sungai Sedari, dan Sungai Bringin. Kondisi ini menyebabkan keadaan sanitasi dan pencemaran sungai dan air tanah menimbulkan bahaya bagi kesehatan umum. Permasalahan lainnya berkaitan dengan sistem sanitasi kota adalah tingginya tingkat kepadatan penduduk serta kondisi tanah dan air yang tidak cocok untuk penggunaan septic tank, karena muka air tanah yang tinggi dan tanah kedap air. Kondisi ini menyebabkan sistem sanitasi on site tidak begitu cocok. Sedangkan pada daerah lain dengan tingkat kepadatan penduduk yang rendah maka akan lebih cocok menggunakan sistem on site. Sejauh ini penanganan yang sudah ada di Kota Semarang yaitu: 1. Waste Water Master Plan for City of Semarang, Burns and Mc Donel, 1976 2. Pekerjaan pengembangan Sistem Perencanaan Pembuangan Air Limbah di Kota Semarang , PT Yodya Karya, 1988 dan berbagai studi mengenai Sistem Sanitasi Kota Semarang. 3. Pembangunan sistem sanitasi off site pada permukiman-permukiman padat dan kumuh. 4. Pengadaan tempat pengolahan air limbah seluas 15 Ha (kolam oksidasi) di Kelurahan Genuk, termasuk pengadaan tanah. 5. Pembangunan inseptor air limbah di Kali Semarang Timur. 6. Pembangunan pipa air limbah untuk mengangkut limbah dari interseptor Kali Semarang ke tempat pengolahan
60
7. Pengolahan sistem air limbah terpisah yang lengkap di daerah pilot project seluas 59 Ha. 8. Pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan fasilitas sanitasi on site melalui pemberian kredit. 9. Consultancy Services for Initial Community Consultation Works and Preparation for Pilot Sanitation Project in City of Semarang, yang langsung dilaksanakan dengan konstruksi sistem sanitasi off site di kelurahan Panggung Kidul dan Kelurahan Kuningan. 10. Peningkatan kapasitas SDM untuk operasi dan pemeliharaan.
4.4.4. Drainase Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area) serta diakibatkan pula oleh ketidakseimbangan input – output pada saluran drainase kota. Cakupan banjir saat ini telah meluas di beberapa kawasan di Kota Semarang, yang mencakup sekitar muara Kali Plumbon, Kali Siangker sekitar Bandara Achmad Yani, Karangayu, Krobokan, Bandarharjo, sepanjang jalan di Mangkang, kawasan Tugu Muda – Simpang Lima sampai Kali Semarang, di Genuk dari Kaligawe sampai perbatasan Demak Persoalan yang sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di beberapa bagian di wilayah penelitian yang menjadi langganan genangan akibat rob. Saluran drainase yang mestinya menjadi saluran pembuangan air ke laut berfungsi sebaliknya (terjadi Backwater), sehingga sistem drainase yang ada tidak dapat berjalan dengan semestinya. Hal ini menjadi lebih parah bila terjadi hujan pada daerah tangkapan dari saluran-saluran drainase yang ada. Sehingga terjadi luas genangan yang semakin besar dan semakin tinggi.