IV. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH PERUSAHAAN Areal PT PG Rajawali II Unit PG Subang pada tahun 1812-1833 pada awalnya merupakan areal tanaman karet milik swasta asing (Inggris) yang kemudian pada tahun 1834-1957 dikuasai perusahaan swasta asing (Belanda) bernama “Pamanoekan and Tjiasem Land”. Pada tahun 19581967 dikuasai Perusahaaan Perkebunan Negara (PPN) dengan UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda dan pada tahun 1968 menjadi PTP XXX dengan PP No. 14 Tahun 1968. Berdasarkan instruksi Menteri Pertanian No.13/INS/UM/1979 dilakukan konversi lahan dari tanaman karet ke tanaman tebu dengan mengadakan uji coba penanaman tebu bersama PPIG. Penanaman tebu pertama seluas 800 ha dan digiling di PTP XIV, PG Tersana Baru. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.681/MENTERI.X/1978 tanggal 14 Oktober 1978, pengelolaan PG Subang sepenuhnya diserahkan ke PTP XIV yang meliputi kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang dan Manyingsal. Pabrik Gula Subang (Gambar 4) dibangun mulai tahun 1981 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.667/KTPS/8/1981 dan surat Dirjen Moneter Departemen Keuangan No. 2892/MD/1982 dengan kontraktor Heavy Mechanical Complex (HMC) Pakistan. Pada tahun 1984 pembangunan fisik pabrik dengan fasilitasnya telah selesai dilaksanakan. Penggilingan pertama dimulai tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984.
Gambar 4. Pabrik Gula Subang
Pada tahun 1985 dilaksanakan penyerahan pabrik gula subang dari pihak kontraktor ke PTP XIV. Pada tahun 1989, pengelolaan PTP XIV berpindah dari Departemen Pertanian ke Departemen Keuangan. Berdasarkan SK Menteri Keuangan No. 1326/MK/013/1988 dilakukan pengalihan manajemen PTP XIV kepada PT Rajawali Nusantara Indonesia. Pada tanggal 30 Desember 1988 pengelolaan PG Subang dilaksanakan oleh PT PG Rajawali II yang merupakan salah satu unit perusahaan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI).
14
B. VISI DAN MISI PERUSAHAAN Visi Misi
: Menjadi unit usaha agroindustri berbasis tebu yang handal (reliable) di lingkungan PT RNI : Menjadi perusahaan yang mampu tumbuh dan berkembang dengan kinerja yang sehat, siap menghadapi kompetensi pasar bebas dan mampu memenuhi harapan stake holders
C. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN Pabrik gula Subang terletak di desa Pasir Bungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat dengan jarak sekitar 22 km ke arah utara kota Subang, 25 km dari kota Subang ke arah barat dan 12 km ke arah selatan Kecamatan Sukamandi. Secara geografis kedudukan PG Subang dan areal perkebunannya terletak antara 107o 41’ 61’’ BT sampai 107o 41’ 18’’ BT dan 6o 24’ 46’’ LS sampai 6o 24’48’’LS. PT PG Rajawali II unit PG Subang memiliki luas areal Hak Guna Usaha sebesar 5.669,4 ha. Untuk tanaman tebu 5.275 ha sedangkan untuk pabrik gula, jalan dan perumahan sekitar 405 ha. Areal perkebunan tebu PG Subang terbagi dalam tiga rayon. Rayon 1 meliputi wilayah Pasir Bungur, Cihambulu dan Kalijati dengan luas 1.413,34 ha. Rayon 2 meliputi wilayah Pasir Muncang dengan luas 2.879,19 ha, sedangkan Rayon 3 meliputi wilayah Manyingsal dengan luas 1.249,31 ha. Tiap kebun dibagi menjadi petak-petak berukuran 4 ha kecuali petak pinggir. Masing-masing petak dipisahkan oleh jalan kebun. PG Subang mempunyai lahan dengan jenis tanah latosol merah, alluvial kelabu, alluvial coklat kelabu, podsolik plintik, lateritik air tanah, glei humus rendah, hidromorf kelabu, dan lateritik. Dari jenis yang ada sebagian besar jenis tanah di PG Subang adalah jenis tanah latosol dan podzolik merah dengan struktur porus. Suhu udara di PG Subang berkisar antara 22–31,4 oC, kelembaban nisbi adalah 81,2 % dengan curah hujan 1.200 – 2.000 Nm/tahun. Jenis tanah per rayon dan kriterianya dapat dilihat pada Tabel 3 . Tabel 3. Jenis tanah di PG Subang No. 1.
Jenis Tanah Latosol
2.
Podzolik
a. b. c. d. a. b. c.
Kriteria pH tanah 4,5 – 6,5 Drainase baik Kesuburan rendah Permeabilitas tinggi pH tanah 4,5 – 6,5 Kesuburan tanah rendah Permeabilitas rendah
Rayon Pasir Bungur dan Muncang
Pasir
Manyingsal
Sumber : Data PG Subang (2011)
Keadaan topografi areal PG Subang berupa daerah datar hingga bergelombang dengan kemiringan 3 - 8 % dan ketinggian rata-rata 33 m di atas permukaan laut untuk wilayah Pasir Bungur dan Pasir Muncang, sedangkan untuk wilayah Manyingsal memiliki kemiringan 8 - 15 % dengan ketinggian rata-rata 45 m di atas permukaan laut.
15
D. STRUKTUR ORGANISASI PT PG Rajawali II unit PG Subang dipimpin oleh seorang General Manager yang di dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Engineering Manager, Processing Manager, Administration and Financial Manager, Plantation Manager, dan Manager Sumber Daya Manusia dan Umum. Struktur organisasi PT PG Rajawali II unit PG Subang dapat dilihat pada Lampiran 4.
E. KETENAGAKERJAAN Status karyawan di PT PG Rajawali II Unit PG Subang dibedakan berdasarkan sifat hubungan kerja dengan perusahaan menjadi karyawan tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karyawan bulanan dan karyawan harian, sedangkan karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan kampanye dan musiman. Karyawan kampanye adalah karyawan yang berhubungan langsung dengan jalannya proses produksi, sedangkan karyawan musiman dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelompok yaitu karyawan musiman tebang yang bertugas dari mulainya tebu ditebang sampai diangkut dan ditimbang. Karyawan musiman tanaman yang bertugas dari pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tebu sampai siap ditebang, dan karyawan musiman lain-lain yaitu karyawan yang bekerja di sekitar emplasemen namun tidak berhubungan langsung dengan proses penggilingan tebu, seperti tenaga administrasi gudang. Selain memperoleh upah (harian/bulanan) karyawan juga menerima tunjangan-tunjangan baik untuk karyawan tetap maupun untuk karyawan tidak tetap. Karyawan tetap bulanan mendapat tunjangan dari perusahaan berupa rumah dinas, jaminan kesehatan, asuransi tenaga kerja, sarana olahraga dan kesenian, kendaraan bermotor, pendidikan, cuti kerja, jaminan hari tua, serta hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perusahaan. Karyawan tetap harian tidak mendapatkan tunjangan perumahan. Karyawan kampanye mendapatkan pasokan giling, jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan kecelakaan kerja, dan untuk karyawan musiman tebangan dan karyawan musiman lain-lain hanya mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Jam kerja yang diberlakukan di PG Subang bagi karyawan terdiri dari jam kerja harian dan shift. Jam kerja harian dilakukan pada luar masa giling atau pada masa perbaikan dan pemeliharaan. Jam kerja shift diberlakukan selama masa giling dengan pertukaran shift dilakukan setiap tiga kali sehari. Dalam satu hari terdapat tiga shift dengan jam kerja selama 8 jam untuk masing-masing shift. Untuk meningkatkan keterampilan setiap staf dan karyawan, PG Subang mengadakan kerjasama dengan Depnaker (Departemen Tenaga Kerja), Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP), dan Dewan Gula Indonesia (DGI). Kerja sama yang dilakukan adalah dengan mengadakan pelatihan mengenai keselamatan dan keterampilan kerja, selain itu juga dilakukan pelatihan kerja di lokasi pabrik. Data tenaga kerja tahun 2011 di PG Subang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data tenaga kerja PG Subang tahun 2011 Status tenaga kerja Karyawan staff ( Gol. IX – XVI) Karyawan KNS (Gol. I- VIII) PKWT luar pabrik PKWT dalam pabrik Harian borong Honorair MPP Total
Jumlah tenaga kerja (orang) 43 261 341 285 0 2 0 932
Sumber : Data PG Subang
16
F. PROSES PRODUKSI GULA Pabrik gula adalah pabrik yang mengelola gula (sukrosa) dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa) yang terkandung dalam tebu. Sifat sukrosa adalah tidak tahan asam, bila sukrosa pada kondisi asam maka akan rusak karena adanya inversi. Hasil kerusakan gula (sukrosa) adalah gula reduksi yaitu glukosa dan fruktosa. Sifat gula reduksi tidak tahan terhadap basa akan tereduksi menjadi asam-asam, dan asam-asam ini akan memicu kerusakan pada sukrosa. Kerusakan inversi sukrosa dan destruksi dari monosakarida akan lebih besar pada kondisi suhu yang tinggi dan waktu yang lama. Reaksi pada kerusakan gula bersifat irreversible (searah), sehingga sukrosa yang sudah menjadi gula reduksi tidak bisa kembali lagi menjadi bahan semula (sukrosa). Untuk itu perlu dikendalikan melalui 3 variabel, yaitu pH stabil, suhu optimal, dan waktu yang singkat. Proses produksi gula dari tebu pada hakekatnya hanyalah memisahkan gula melalui pemerahan, penyaringan, penguapan, pemutaran, dimana yang dipisahkan adalah air, kotoran, dan zat bukan gula. Kelemahan pengelolaan gula secara kimia adalah berubah-ubahnya kandungan sukrosa selama proses akibat suhu, pH, waktu dan aktivitas mikroba. Reaksi perubahan tidak dapat dibolakbalik sehingga sekali tereduksi tidak dapat kembali, dan yang dapat terkristalkan hanyalah sukrosa (Soebekti 2001). Proses produki gula di PG Subang dilakukan melalui beberapa proses, yaitu : proses persiapan, proses ekstraksi nira, proses pemurnian, proses penguapan, proses kristalisasi, proses pendinginan, proses pemisahan gula, dan proses penyelesaian.
1. Proses Persiapan Tebu yang terdapat di lahan sebelum diolah menjadi gula, terlebih dahulu ditebang dan dibawa ke stasiun persiapan. Stasiun persiapan terdiri dari daerah ketika tebu masuk hingga tebu sebelum masuk ke stasiun gilingan. Komponen yang terdapat di stasiun persiapan meliputi : meja tebu, tipper (derek feeding), hillo (hidrolik feeding), cane cutter (pisau pemotong tebu), dan unigrator, serta dilengkapi dengan penggerak-penggeraknya yaitu cane carrier dan cane elevator. Tebu yang masuk ke areal pabrik terlebih dahulu ditimbang pada jembatan timbang. Timbangan yang digunakan ada dua jenis yaitu timbangan bruto dan timbangan tarra. Fungsi timbangan bruto adalah untuk mengetahui berat bruto yang terdiri dari berat truk atau trailler dan berat tebu. Setelah melewati timbangan bruto, angkutan tebu kemudian masuk ke cane yard. Setelah tebu dibongkar di cane yard kemudian truk atau trailler ditimbang kembali ke timbangan tarra. Fungsi timbangan tarra adalah untuk mengetahui berat tarra yaitu berat truk atau trailer yang kosong tanpa tebu. Hasil selisih dari timbangan bruto dan timbangan tarra adalah bobot tebu yang sebenarnya (netto). Cane yard di Pabrik Gula Subang merupakan tempat pembongkaran tebu dari kebun, tempat penyediaan tebu yang akan digiling dan tempat pemasukan (feeding) tebu ke dalam pabrik. Luas cane yard PG Subang 2.230 ha yang terbagi menjadi 8 petak. Petak I – IV terletak di sebelah Timur cane carrier dan petak V – VIII terletak di sebelah barat cane carrier. Kapasitas tampung cane yard 5.600 TCD, padahal untuk kapasitas pabrik 2.800 TCD yang ditampung di cane yard hanya 1.113,2 ton sehingga dengan luas yang tersedia sangat cukup bahkan berlebih untuk menampung tebu. Atas dasar pertimbangan itu, dan juga karena cane table berada di sebelah timur (petak I – IV ) maka cane yard yang digunakan adalah petak I – IV. Tebu yang diangkut oleh truk setelah memasuki cane yard akan dibongkar menggunakan sling (alat pengait dari kawat) yang terdapat di pinggir cane yard. Jika alat sling sedang digunakan maka truk yang mengangkut tebu dialihkan menuju alat hidrolik yang disebut truck tipper. Tebu yang dibongkar dengan menggunakan sling akan diatur kembali penyimpanannya di cane yard dengan
17
menggunakan cane stacker yang kemudian akan dimasukkan ke cane table, sedangkan tebu yang dibongkar menggunakan truck tipper langsung masuk ke side carrier yang fungsinya sama dengan cane table yang dilengkapi dengan rantai. Tebu yang diangkut oleh trailler tidak dibongkar di cane yard melainkan langsung dimasukkan ke cane table dengan menggunakan hillo. Jumlah hillo yang digunakan ada dua buah yaitu hillo A dan hillo B. Hillo A digunakan pada saat pabrik sedang melakukan proses giling, sedangkan hillo B digunakan saat proses giling tidak berjalan. Tebu yang dibongkar menggunakan hillo A langsung diletakkan di cane table, sedangkan tebu yang dibongkar menggunakan hillo B tidak langsung dimasukkan ke cane table tetapi ditampung dulu di cane yard dan kemudian akan diatur peletakkannya di cane yard menggunakan cane stacker. Tebu yang telah disusun di cane yard kemudian diproses di stasiun gilingan. Dari cane table, tebu dimasukkan ke dalam cane carrier. Sebelum tebu digiling, tebu dicacah menggunakan cane cutter yang akan memotong tebu menjadi potongan tebu, kemudian tebu masuk ke unigrator yang akan membuat potongan tebu menjadi serabut. Cara kerja cane cutter dan unigrator berbeda, pada cane cutter, tebu yang masuk dipotong-potong menjadi serabut kasar, sedangkan pada unigrator, tebu hasil cacahan dihantam-hantamkan dengan menggunakan hammer ke dinding unigrator sehingga serabut tebu yang dihasilkan menjadi lebih halus. Tebu yang masuk ke cane yard akan langsung digiling pada hari itu juga dengan sistem FIFO (First In First Out), tebu yang ditebang di awal akan digiling di awal pula. Sistem ini tidak digunakan pada tebu bakaran, tebu bakaran yang masuk ke cane yard akan langsung digiling tanpa menunggu antrian untuk mengurangi resiko kehilangan rendemen dalam jumlah besar. Proses memasukkan tebu bakaran ke cane table juga harus dicampur dengan tebu non bakaran agar tidak menurunkan rendemen. Pada setiap akhir shift dilakukan taksasi tebu di cane yard dengan metode penghitungan volume tebu yang tersisa. Berat tebu taksasi diperoleh dengan mengalikan volume dengan bulk density tebu sebesar 2,5 m3/ton. Manfaat dari adanya taksasi sisa tebu diantaranya : 1. untuk menentukan perencanaan sasaran berapa tebu yang harus digiling 2. untuk mengetahui apakah tebu cukup 3. sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan bagi Chemiker jaga 4. sebagai bahan pertimbangan untuk rapat tebangan menentukan berapa tebu yang akan ditebang. Tebu sisa pagi pukul 06.00 disarankan sekitar 250 ton, sehingga proses giling bisa berlanjut karena pukul 08.00 truck dan trailer dari kebun sudah berdatangan. Untuk membedakan tebu sisa pagi dengan yang baru datang ditancapkan bendera dengan ketentuan sebagai berikut : Bendera Hijau : tebu hari ke-1 Bendera Kuning : tebu hari ke-2 Bendera Merah : tebu hari ke-3 Bendera Hitam : tebu lebih dari 3 hari Setelah menghitung berat tebu taksasi, dilakukan analisa pendahuluan yaitu menghitung pol tebu, brix tebu, kotoran pada tebu untuk menghitung potensi rendemen dan efisiensi sehingga dapat memprediksi besarnya perolehan hasil gula yang diproduksi. Analisa pendahuluan yang dilakukan menghasilkan HPG (Harga Pemerahan Gula) sebagai efisiensi gilingan dan BHR (Boiling House Recovery) sebagai efisiensi proses.
18
2. Proses Ekstraksi Proses ekstraksi bertujuan untuk mengambil nira sebanyak-banyaknya yang berasal dari tebu maupun ampas. PG Subang memiliki empat unit mesin gilingan yang tersusun secara seri, satu unit mesin giling terdiri atas tiga buah roll yaitu roll depan, roll atas, dan roll belakang dengan arah putar yang berbeda-beda ditambah feed roll untuk membantu mengarahkan tebu atau ampas yang akan digiling oleh roll gilingan. Roll gilingan digerakkan dengan turbin uap dengan kecepatan dan tekanan uap tiap unit gilingan diatur berbeda. Pertama-tama tebu akan dibawa ke unit gilingan I. Hasil perahan gilingan I yaitu nira perahan pertama (NPP) dan ampas gilingan I. Ampas dari gilingan I akan digiling kembali di gilingan II dengan penambahan air imbibisi dari hasil perahan gilingan III. Ampas hasil gilingan II kemudian akan ditambahkan air imbibisi yang berasal dari nira hasil perahan gilingan IV dan dibawa oleh intermediate carrier (alat yang berfungsi untuk membawa ampas tebu antar gilingan) ke gilingan III untuk diperah kembali. Nira hasil gilingan III kemudian disaring di cush-cush screen dan DSM screen yang kemudian digunakan sebagai air imbibisi untuk campuran dengan ampas hasil gilingan I. Nira hasil gilingan III akan dipompakan ke ampas gilingan I sebagai nira imbibisi. Ampas hasil gilingan III sebelum masuk ke gilingan IV ditambahkan air imbibisi sebanyak 25 - 30 % dari berat tebu yang digiling dengan suhu air imbibisi 60 – 70 oC. Nira yang dihasilkan dari gilingan IV akan ditambahkan ke gilingan III sebagai air imbibisi sedangkan ampasnya dibawa oleh bagasse elevator untuk dijadikan bahan bakar pada boiler. Hasil perahan unit gilingan II disebut nira perahan lanjut (NPL), NPP dan NPL kemudian dicampur menjadi nira mentah (NM). Nira mentah kemudian disaring dengan cush-cush screen untuk memisahkan nira dengan ampas atau kotoran lain yang terbawa. Nira mentah yang telah disaring oleh cush-cush screen kemudian dipompa untuk kembali disaring di DSM screen. Ukuran lubang-lubang saringan DSM screen lebih kecil daripada cush-cush screen. Nira mentah yang telah disaring kemudian ditampung di tangki penampung sebelum dipompa di stasiun pemurnian.
3. Proses Pemurnian Proses pemurnian yang dilakukan oleh PG Subang adalah sulfitasi alkalis yang menggunakan gas belerang. Tahapan proses pemurnian diawali dengan penimbangan nira mentah yang dihasilkan dari proses gilingan. Nira ditimbang dengan menggunakan timbangan boulogne, yang mempunyai kapasitas 3 ton nira mentah. Setiap nira mentah terukur 3 ton maka timbangan ini akan menjatuhkan nira mentah tertimbang tersebut ke dalam bak penampungan yang tepat berada di bawah timbangan, yang kemudian akan dipompa dan dialirkan untuk proses selanjutnya. Jika kadar fosfat (P2O5) dalam nira mentah kurang dari 250 ppm, maka ditambahkan fosfat ke dalamnya untuk membantu proses pengendapan. Nira mentah yang telah ditambahkan fosfat tersebut kemudian dipompa ke juice heater I untuk dipanaskan dengan suhu 70 - 75 oC. Pemanasan ini bertujuan untuk memudahkan dan mempercepat jalannya reaksi yang akan terjadi. Sebagai sumber panas digunakan uap sisa dari roll gilingan, nira mentah akan mengalir dan bersirkulasi di dalam pipa-pipa tersebut sedangkan uap dialirkan di antara pipa-pipa pemanas. Dari juice heater I, nira dimasukkan ke tangki untuk proses defekasi dengan ditambahkan susu kapur sampai mencapai pH 8,5. Proses pembuatan susu kapur menggunakan sebuah tombol putar tempat membuat emulsi kapur dari kapur tohor dan air. Pemberian susu kapur dilakukan secara otomatis melalui unit pH kontrol dan panjatah kapur. Tujuan penambahan susu kapur ini adalah untuk membentuk inti endapan dan menaikkan pH sehingga dapat meminimalisir kerusakan nira karena
19
kondisi asam. Selain itu, lingkungan basa juga dapat mempermudah koloid-koloid yang terkandung dalam nira untuk membentuk endapan-endapan. Proses selanjutnya setelah defekasi adalah sulfitasi di sulfur tower. Pada proses sulfitasi ini menggunakan gas sulfit (SO2) atau gas belerang dengan menghembuskan gas tersebut ke cairan nira dengan menggunakan pompa sirkulasi sehingga dalam tangki akan mengalami overflow. Gas belerang yang ditambahkan dibuat dengan cara membakar belerang dalam suatu tabung dengan suhu mencapai 200 oC. Proses pembuatan gas belerang terbagi menjadi dua cara, yaitu cara pertama dengan membakar belerang langsung, sedangkan cara kedua yaitu dengan melelehkan belerang tersebut. Gas belerang yang terbentuk akan bereaksi dengan kelebihan susu kapur membentuk CaSO4 yang juga merupakan inti endapan. Gas belerang juga menurunkan pH dari suasana basa kembali ke suasana netral, karena jika nira tetap dalam suasana basa, nira akan berwarna coklat yang berdampak pada hasil akhir gula yang kemerahan. Warna coklat ini terbentuk karena pada nira terdapat glukosa yang akan rusak pada pH di atas 7,8. Nira mentah tersulfitir dengan pH 6,8 – 7,2 kemudian dipompa untuk dipanaskan lagi pada juice heater II sehingga mencapai suhu 100 oC. Tujuan pemanasan ini untuk mempercepat reaksi pengendapan yang akan terjadi pada proses selanjutnya di door clarifier dan juga untuk membunuh mikroorganisme. Nira dari juice heater II kemudian dipompa ke door clarifier melewati flash tank yang sebelumya ditambahkan flokulan terlebih dahulu untuk membantu proses pengendapan nira. Flash tank berguna untuk membuang gas-gas yang terbawa pada nira yang dapat menghambat proses pengendapan, sedangkan door clarifier merupakan alat pengendap tipe kontinu. Pada proses pengendapan ini ditambahkan flokulan sebanyak 3 ppm pada snow balling chamber untuk mengikat koloid-koloid pada nira dan membentuk endapan. Tangki door clarifier yang digunakan bertipe multiple tray berupa bejana silindris yang terbagi empat tingkatan dengan dasar miring. Nira jernih hasil pengendapan akan dikeluarkan dari tiap-tiap tingkatan kemudian dialirkan ke clear juice DSM screen untuk menyaring ampas halus yang masih tersisa dan kotoran yang terbawa dari door clarifier. Nira jernih kemudian ditampung di clear juice tank. Clear juice (nira jernih) yang ditampung di clear juice tank selanjutnya dipompa ke stasiun penguapan. Nira kotor hasil pengendapan ditampung di tangki nira kotor, kemudian dipompa ke mud feed mixer dan dicampur dengan ampas halus (bagacillo) yang berasal dari stasiun penggilingan. Nira kotor yang telah dicampur ampas halus dialirkan ke penyaring untuk memisahkan nira tersebut dengan kotorannya. Peralatan penyaringan yang digunakan adalah rotary vacuum filter (RVF). RVF yang digunakan ada dua buah, RVF ini terdiri dari tromol yang dapat berputar pada as horizontal. Drum diletakkan di atas bak nira kotor sehingga sebagian drum terendam pada nira kotor. Drum terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian bebas hampa, bagian hampa rendah, dan bagian hampa tinggi. Pada rotary vacuum filter disemprotkan air panas bersuhu 70 oC sebanyak 2 % tebu untuk membantu proses penyaringan nira kotor dari blotong. Pada RVF ini nira kotor menempel pada sisi drum saat keadaan hampa tinggi, air panas ditambahkan pada saat hampa rendah dan hasil penyaringan atau blotong dilepaskan dari drum saat kondisi bebas hampa. Selanjutnya nira hasil penyaringan RVF ditampung di filtrat tank dan dimasukkan kembali sebagai nira tertimbang ke dalam bak penampung nira mentah yang telah ditimbang, sedangkan kotoran yang tersaring yang biasa disebut blotong digunakan sebagai pupuk tanaman tebu yang ditampung di tempat penampungan blotong yang dibawa oleh truk khusus pembawa blotong.
20
4. Proses Penguapan Stasiun penguapan bertujuan untuk menguapkan air yang masih terkandung dalam nira jernih atau nira encer agar dapat menghasilkan nira dengan kepekatan mencapai 60 - 65 brix. Dalam proses penguapan digunakan evaporator. Evaporator yang digunakan berbentuk silinder vertikal dengan konstruksi antara evaporator satu dengan yang lainnya hampir sama. Pada proses penguapan hanya evaporator I yang diberi pemanasan oleh uap panas. Uap panas yang digunakan untuk memanaskan evaporator I berasal dari uap bekas (exhaust steam) dari stasiun gilingan. Stasiun penguapan di PG Subang menggunakan empat unit evaporator dengan sistem penguapan empat tahap atau disebut quadruple effect evaporation, maksudnya setiap 1 kg uap bisa menguapkan 4 kg air. PG Subang memiliki lima buah evaporator yang disusun secara seri, tetapi yang dioperasikan hanya empat buah dengan pemakaian secara bergantian apabila salah satunya harus dibersihkan. Pembersihan tangki evaporator dilakukan sekitar lima hari sekali. Hal ini dilakukan untuk membersihkan kerak yang menempel pada dinding evaporator ataupun pipa-pipa pemanas. Jika kerak atau kotoran ini tidak dibersihkan maka akan dapat menghambat pindah panas dari pipa pemanas ke nira. Nira jernih dari stasiun pemurnian dialirkan ke evaporator I. Nira yang masuk ke evaporator mengalir turun melalui pipa-pipa pemanas membentuk climbing film sehingga uap nira dapat dengan mudah dipisahkan dari cairan nira. Uap panas yang masuk ke dalam evaporator I akan keluar dalam bentuk kondensat. Kondensat ini kemudian ditampung dan dialirkan untuk digunakan sebagai umpan pada boiler. Dari evaporator I akan dihasilkan nira I, dan uap panas. Uap I akan digunakan sebagai uap panas pada evaporator II. Nira dari evaporator I diuapkan kembali pada evaporator II. Hasil dari evaporator II adalah nira II dan uap panas II. Nira dari evaporator II dipekatkan kembali di evaporator III sedangkan uap II digunakan sebagai uap panas pada proses penguapan di evaporator III. Nira III akan dipekatkan kembali pada evaporator IV. Uap panas yang dihasilkan di evaporator IV akan dialirkan ke kondensor untuk dicairkan kembali dan menjadi air jatuhan. Selanjutnya air dari kondensor dialirkan ke cooling tower untuk didinginkan dan digunakan kembali. Di bagian tengah evaporator terdapat pipa yang berfungsi untuk terjadinya sirkulasi nira dan tempat mengalirnya nira ke badan berikutnya. Nira akan bergerak turun melalui pipa. Ketinggian permukaan nira di dalam evaporator diharapkan sekitar sepertiga dari tinggi pipa pemanas. Sirkulasi nira dari satu badan penguapan ke badan penguapan lainnya terjadi karena adanya perbedaan tekanan (driving force). Tekanan pada evaporator I sampai evaporator IV semakin kecil dan akhirnya vakum pada bahan terakhir. Begitu juga dengan suhu, dari evaporator I ke evaporator IV juga semakin menurun berdasarkan tekanan yang digunakan. Nira dari evaporator I hingga evaporator IV makin kental karena ada vacuum sekitar 60 cmHg untuk menurunkan titik didih nira atau cairan. Nilai brix nira sebelum masuk evaporator berkisar antara 12 – 14 brix. Nira hasil proses dari stasiun penguapan berkisar antara 60 - 65 brix disebut nira kental. Nira kental masih berwarna gelap, maka perlu dilakukan pemucatan pada proses pemurnian yang kedua atau sulfitasi 2. Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan warna gula yang putih bersih, proses pemucatan ini menggunakan gas belerang. Nira kental tersulfitasi kemudian dipompa ke stasiun masakan (kristalisasi).
5. Proses Kristalisasi Proses kristalisasi dilakukan di stasiun masakan, proses ini akan terus berlangsung sampai kadar gula atau sukrosa dalam larutan nira menjadi rendah. Stasiun kristalisasi di PG Subang menggunakan proses ACD. Pan masakan (alat untuk kristalisasi) yang digunakan di PG Subang ada 7 buah. Pan masakan 1,2,3, dan 4 digunakan untuk masakan A. Pan masakan 5 digunakan untuk
21
masakan C, sedangkan pan masakan 6 dan 7 digunakan untuk masakan D. Proses kristalisasi dimulai dengan membuat semua pan masakan menjadi vakum (hampa) sekitar 60 cmHg, dengan begitu proses kristalisasi dapat dilakukan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi hanya sekitar 60 oC sehingga tidak akan merusak gula yang dihasilkan. Pan masakan dijalankan dengan tenaga uap bekas pakai (exhaust steam) dari stasiun gilingan dengan suhu uap sekitar 100 - 120 oC. Uap panas dan uap larutan sukrosa yang terbentuk dicairkan dalam kondensor dan menjadi air jatuhan. Setelah pan masakan dalam keadaan vakum, cairan nira yang menjadi bahan pembuatan gula ditarik ke pan masakan. Cairan nira dikentalkan sampai kejenuhan tertentu (70 - 74 brix). Gula dari cairan nira tidak bisa berubah menjadi kristal tanpa penambahan bibit. Pada proses pengkristalan ini akan menghasilkan magma, klare, dan stroop. Magma adalah gula kristal yang telah terbentuk yang telah dicampur dengan air untuk menjalani proses selanjutnya pada pan berikutnya. Klare adalah cairan nira yang belum terkristalkan, dan stroop sama dengan klare namun klare hanya terdapat pada masakan D. Bibit gula FCS (Fine Crystal Seed) ditambahkan pada masakan D. Pada pan masakan D, FCS dicampurkan dengan klare D dan stroop C akan menghasilkan tetes dan magma D1. Selanjutnya gula D1 akan dikristalkan kembali pada putaran D2 yang akan dihasilkan gula D2 dan klare D. Tetes merupakan hasil samping dari produksi gula. Klare D adalah cairan nira pada masakan D yang belum terkristalkan tetapi masih dapat dikristalkan, oleh karena itu klare D kemudian dialirkan kembali ke pan masakan D sedangkan magma D dialirkan ke pan C untuk dibentuk kristal yang lebih besar. Pada pan masakan C, magma masakan D dicampurkan dengan stroop A dan menghasilkan stroop C dan magma C. Stroop C dimasukkan ke pan masakan D untuk dicampurkan dengan FCS dan klare D, sedangkan magma C dimasukkan ke pan masakan A. Di pan masakan A, magma C dicampurkan dengan nira kental sehingga dihasilkan stroop A dan gula SHS. Stroop A dimasukkan kembali ke pan masakan C untuk diubah menjadi magma C dengan bantuan magma D, sedangkan gula SHS akan diproses menjadi gula produk. Ukuran kristal yang dihasilkan masing-masing pan masakan berbeda. Ukuran kristal dari pan masakan D sampai masakan A semakin besar ukurannya. Ukuran kristal D adalah 0,1 mm. Pada masakan C adalah 0,3 mm, sedangkan pada masakan A adalah 0,9 – 1,1 mm. Lamanya waktu pemasakan masing-masing pan berbeda. Pada masakan A membutuhkan waktu selama 2 - 3 jam, pada masakan C membutuhkan selama 4 - 5 jam, dan pada masakan D membutuhkan waktu selama 6 -8 jam.
6. Proses Pendinginan Gula yang keluar dari pan masakan masih dalam keadaan jenuh dan pada suhu yang relatif tinggi yaitu sekitar 70 oC. Dari pan masakan, gula kemudian dialirkan ke dalam palung pendingin untuk proses pendinginan. Proses pendinginan dapat mencapai suhu 50 oC bahkan di palung pendingin masakan D, suhu bisa mencapai 38 – 48 oC. PG Subang memiliki 11 unit palung pendingin. Empat unit palung pendingin untuk masakan A, satu unit palung pendingin untuk masakan C, dan enam unit palung pendingin untuk masakan D. Pada palung pendingin masakan A dan C proses pendinginan hanya dilakukan oleh udara, sedangkan pada palung pendingin untuk masakan D selain dilakukan oleh udara juga dilakukan dengan bantuan air dingin. Palung pendingin masakan D sebanyak enam unit disusun secara seri. Hasil masakan D sebelum ke palung pendingin 1, mengalir secara berurutan sampai ke palung pendingin 6. Untuk hasil masakan A dan C tidak didinginkan secara bertahap seperti hasil masakan D. Lama waktu pendinginan masakan A dan C hanya sekitar 23 jam tetapi untuk masakan D proses pendinginan dapat memakan waktu hingga 24 jam.
22
Hasil masakan D sebelum masuk ke stasiun puteran untuk proses kristalisasi atau pemisahan gula, terlebih dahulu dipanaskan kembali ke reheater sampai suhu 55 oC. Reheater yang digunakan berbentuk peti yang di dalamnya terdapat pipa-pipa horizontal tempat saluran air panas untuk memanaskan hasil masakan. Hal ini dilakukan untuk menurunkan viskositas hasil masakan D agar proses pemisahan gula dari larutannya menjadi lebih mudah. Palung pendingin selain berfungsi untuk mendinginkan gula juga dapat digunakan untuk menampung masakan sebelum diproses lebih lanjut. Pada proses pendinginan masakan akhir, kristal yang terbentuk terus-menerus diaduk agar proses kristalisasi menjadi lebih sempurna dan mencegah kristal menggumpal kembali.
7. Proses Pemisahan Gula Proses pemisahan gula berfungsi untuk memisahkan antara larutan dengan kristal gula yang dilakukan dengan cara menyaring. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kekuatan putar. Mudah tidaknya pemisahan kristal dipengaruhi oleh kondisi kristal yang dihasilkan pada tahap kristalisasi, viskositas hasil masakan, kekuatan putaran, tebal tipisnya lapisan gula dalam alat, dan penyiraman. Proses pemisahan ini dilakukan dengan cara pemutaran (sentrifugasi) dengan menggunakan alat yaitu sentrifuge. Pada sentrifuge selain dimasukkan larutan gula juga dimasukkan air siraman sekitar 0,5 % dari larutan gula dengan suhu sekitar 80 oC kecuali untuk putaran D1, air siraman yang ditambahkan adalah air dingin. PG Subang menggunakan sistem putaran LGC (Low Grade Centrifugal) dan HGC (High Grade Centrifugal). Alat puteran yang dimiliki PG Subang sebanyak 17 unit, 10 unit alat puteran LGC, dan 7 unit alat puteran HGC. LGC yang digunakan untuk puteran D1 sebanyak 5 unit, puteran D2 sebanyak 2 unit, dan puteran C sebanyak 3 unit. HGC yang digunakan untuk puteran A sebanyak 7 unit, 4 unit untuk putaran 1 dan 3 unit untuk putaran 2. Cara kerja LGC menggunakan sistem kontinyu yaitu pengisian dan pemutaran dilakukan secara bersamaan dan kecepatan putar yang digunakan sekitar 2000 rpm. Gula dan cairannya akan terpisah dengan adanya gaya sentrifugal. Gula akan tertahan pada saringan dan cairannya akan menembus lubang saringan. Stroop atau klare yang menembus saringan selanjutnya akan ditampung di peti penampung, sedangkan kristal gula yang tertahan disaringan akan naik mengikuti kemiringan saringan serta akan terlempar dari dinding saringan masuk ke ruang penampung kristal gula dan menuju mixer melewati talang ulir. Cara kerja HGC menggunakan sistem diskontinu dan bekerja secara otomatis. Kecepatan putaran HGC lebih lambat daripada LGC yaitu sekitar 1000 rpm. Waktu siklus di HGC yaitu sekitar 3 menit untuk satu kali proses pemutaran. Puteran A akan menghasilkan gula A dan stroop A. Stroop A dialirkan ke pan masakan C sedangkan gula A dicampur dengan magma A untuk dibuat menjadi SHS. Puteran C akan menghasilkan gula C dan stroop C. Gula C dicampur dengan air untuk membuat magma C dan kemudian digunakan untuk bibit masakan A. Stroop C dialirkan ke pan masakan D. Puteran D1 digunakan untuk memutar hasil masakan D, puteran D1 ini akan menghasilkan gula D1 dan tetes. Gula D1 dialirkan ke mixer untuk dibuat menjadi magma D1 kemudian dimasukkan ke puteran D2. Hasil puteran D2 adalah gula D2 dan klare D. Gula D2 yang dihasilkan dicampurkan dengan air untuk membuat magma D2 dan digunakan sebagai bibit masakan C. Klare D dipompa dan diproses kembali ke masakan D bersama stroop C. Puteran SHS digunakan untuk memutar magma A untuk menghasilkan gula SHS dan klare SHS. Klare SHS dipompa dan dimasukkan lagi ke masakan A sedangkan gula SHS langsung dialirkan ke stasiun penyelesaian dengan menggunakan talang getar (grasshopper).
23
8. Proses Penyelesaian Proses penyelesaian meliputi pengeringan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan. Tujuan dari proses penyelesaian adalah untuk menyelesaikan hasil dari stasiun puteran sehingga menghasilkan gula produksi yang siap untuk dipasarkan. Selain itu stasiun penyelesaian juga berfungsi untuk mengeringkan dan menurunkan suhu gula sampai 50 oC. Tujuan dari pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang masih menempel di sekitar kristal gula. Kecepatan pengeringan akan tergantung pada lapisan atau ketebalan gula di dalam sugar dryer, ukuran kristal gula, kecepatan udara, dan luas permukaan pengering. Alat pengering gula yang digunakan oleh PG Subang adalah sugar dryer. Gula kristal yang dihasikan dari stasiun puteran SHS dijatuhkan ke talang goyang yang kemudian akan dibawa oleh alat sugar belt conveyor ke sugar dryer untuk dikeringkan sebelum dikemas. Di dalam sugar dryer, gula dikeringkan dengan cara menghembuskan udara panas dengan suhu sekitar 80 oC ke kristal gula. Udara panas tersebut dihembuskan menggunakan blower. Debu-debu gula tersebut kemudian disalurkan ke dalam sugar dust dan ditambahkan air sehingga membentuk larutan gula. Larutan gula ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki leburan untuk dilebur kembali bersama-sama dengan gula basah dan gula kerikil. Hasil dari peleburan dipompa ke dalam masakan A untuk dikristalkan kembali menjadi gula produk. Gula yang sudah kering kemudian disaring untuk memisahkan gula yang sudah menjadi produk dengan gula yang belum memenuhi persyaratan sebagai gula produk. Alat yang digunakan untuk menyaring gula di PG Subang adalah vibrating screen. Pada vibrating screen terdapat dua macam saringan yaitu saringan halus yang memiliki ukuran 30 mesh dan saringan kasar yang memiliki ukuran 8 mesh. Gula halus akan lolos dari saringan halus tetapi gula produk dan gula kasar akan tertahan. Pada saringan kasar, gula produk akan lolos sedangkan gula kasar akan tertinggal. Setelah melewati saringan halus dan saringan kasar, gula produk akan disaring kembali dengan menggunakan saringan yang terbuat dari logam bermagnet, sehingga kotoran halus yang tidak tersaring pada penyaringan sebelumnya akan tertarik oleh magnet terutama kotoran yang berupa logam. Gula produk kemudian langsung dibawa dengan menggunakan bucket elvevator dan sugar belt conveyor ke tempat penyimpanan gula (sugar bin) untuk ditimbang, dikemas, dan disimpan dalam gudang gula. Di PG Subang terdapat dua macam kemasan yaitu ukuran 50 kg dan 1 kg (Gambar 5). Bahan kemasan untuk gula ukuran 50 kg adalah karung berbahan plastik jenis propilen yang dilapisi oleh plastik jenis LDPE di dalamnya, sedangkan bahan kemasan untuk ukuran 1 kg adalah plastik jenis polipropilen.
(a)
(b)
Gambar 5. Kemasan Ragula 50 kg (a) dan 1 kg (b)
24