19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Uji Penentuan Selang Konsentrasi Berdasarkan hasil penelitian pada uji penentuan selang konsentrasi ditetapkan nilai ambang bawah dan ambang atas, masing-masing sebesar 1 ppm dan 100 ppm. Pada perlakuan B (10 ppm) nilai persentase mortalitas sebesar 6,7% dan pada perlakuan C (100 ppm) nilai persentase mortalitas 100% (Lampiran 2). Ikan uji tidak mengalami kematian pada perlakuan K (0 ppm) dan A (1 ppm). 4.1.2 Uji Definitif (Toksisitas Akut) Uji definitif dilakukan selama 96 jam. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada perlakuan K (0 ppm), A (2,5 ppm), B (6,25 ppm), dan C (15,6 ppm) ikan uji tidak mengalami mortalitas, sedangkan pada perlakuan D (39 ppm) dan E (97,5 ppm) nilai persentase mortalitas masing-masing sebesar 30% dan 100% (Lampiran 3). Berdasarkan uji definitif yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai LC50-96 jam sebesar 51,4 mg/l dapat dilihat pada Lampiran 4.
20
4.1.3 Uji Statistik ANOVA dan BNT Berdasarkan dari tabel analisis ragam, didapatkan nilai dari F hitung lebih besar daripada F tabel sehingga menolak H0 dan menerima H1 pada selang kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil dari uji lanjut BNT, terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan D (39 ppm) dan E (97,5 ppm) terhadap mortalitas ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus). 4.1.4 Pengaruh Metil Metsulfuron terhadap Sel Darah Merah Perlakuan metil metsulfuron terhadap ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) dilakukan selama 96 jam dan diamati dampak kerusakannya dengan melakukan metode ulas darah. Berdasarkan hasil pengamatan ulas darah (Gambar 5 dan 6) menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara sel darah merah kontrol (0 ppm) dengan sel darah merah yang telah dipaparkan metil metsulfuron seperti pada perlakuan C (15,6 ppm) dan D (39 ppm). Pada perlakuan kontrol sel darah merah berbentuk oval sampai bundar dengan inti yang kecil dan sitoplasma dalam jumlah yang besar. Setelah dipaparkan metil metsulfuron dengan konsentrasi 15,6 ppm dan 39 ppm, terbentuk lipofuscin pada inti sel dan seroid yang hampir memenuhi permukaan sitoplasma. Menurut analisis Yudha (1999) mengenai kerusakan sel darah merah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang dipaparkan dalam endosulfan menyebabkan inti sel terlihat membesar dan seolah-olah ‘pecah’ dengan permukaan yang tidak rata.
21
0 ppm (K) Gambar 5. Sel Darah Merah Ikan Patin Siam yang Terpapar Metil Metsulfuron pada Konsentrasi 0 ppm (K). Keterangan : Inti Sel (A) dan Sitoplasma (B)
15,6 ppm (C) Gambar 6. Kerusakan Sel Darah Merah Ikan Patin Siam yang Terpapar Metil Metsulfuron pada Konsentrasi 15,6 ppm (C). Keterangan : Lipofuscin (L) dan Seroid (S).
22
39 ppm (D) Gambar 7. Kerusakan Sel Darah Merah Ikan Patin Siam yang Terpapar Metil Metsulfuron pada Konsentrasi 39 ppm (D). Keterangan : Lipofuscin (L) dan Seroid (S). 4.1.5 Pengaruh Metil Metsulfuron terhadap Nilai Hematokrit
35,00% 29,94%
Persentase Hematokrit
30,00% 25,00% 19,76%
20,00% 14,80%
15,00% 10,00% 5,00% 0,00% 0 ppm
15,6 ppm
Konsentrasi Gambar 8. Perbandingan Nilai Hematokrit
39 ppm
23
Berdasarkan grafik persentase hematokrit (Gambar 7), pada perlakuan kontrol didapatkan persentase sebesar 29,94%. Persentase rerata nilai hematokrit mengalami penurunan pada perlakuan C (15,6 ppm) yaitu sebesar 19,76% dan perlakuan D (39 ppm) sebesar 14,80%.
4.1.6 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diuji adalah suhu, pH, dan oksigen terlarut pada uji penentuan selang konsentrasi dan pada uji definitif. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kisaran suhu 25-28oC, nilai pH 7, dan kadar oksigen terlarut 4-8 mg/l. Kisaran nilai parameter kualitas air pada uji penentu selang konsentrasi dan uji definitif yang telah dilakukan tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Kisaran Nilai Parameter Kualitas Media Uji pada Uji Penentuan Selang Konsentrasi dan Uji Definitif Parameter Suhu (oC)
pH
DO (mg/l)
Uji
Perlakuan K 25-28
A 25-28
B 25-27
C 25-26
25-28
25-26
25-27
25-28
Penentuan Selang Konsentrasi Definitif
7
7
7
7
7
7
7
7
Penentuan Selang Konsentrasi Definitif
5,317,42
5,168,25
5,088,24
7,418,33
5-7,04
5,407,24
4,707,50
5,187,40
Penentuan Selang Konsentrasi Definitif
Keterangan: NAB : Nilai Ambang Batas untuk ikan patin siam * : Berdasarkan Pirzan (1992) ** : Berdasarkan Gufron dalam Minggawati (2012)
D
25-27
E
NAB 25-30 (*)
25-28 6,5-8 (**)
7
7 3-7
5,557,20
5,585,99
(*)
24
4.2 Pembahasan Pada kolam alih fungsi dari area persawahan masih terdapat senyawa herbisida yang dapat menyebabkan gangguan organ penting pada tubuh ikan (sublethal) bahkan kematian pada ikan (lethal). Berdasarkan hasil dari uji penentuan selang konsentrasi dan uji definitif terdapat mortalitas ikan uji, hal tersebut menandakan semakin tinggi konsentrasi metil metsulfuron yang digunakan maka tingkat mortalitas ikan patin siam semakin meningkat. Ikan uji mengalami gejala-gejala keracunan yaitu dengan terlihatnya tingkah laku berenang ikan yang tidak teratur, tubuh ikan berlendir, berwarna pucat dan gangguan pendarahan pada katup insang serta mulutnya. Menurut Cornell dan Miller (1995), kerusakan pada insang tersebut dapat menyebabkan terganggunya mekanisme pernapasan yang akhirnya dapat mempengaruhi metabolisme dan laju pertumbuhan ikan uji, luka pada katup dan mulut insang. Berdasarkan uji definitif yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai LC50-96 jam sebesar 51,4 mg/l, yang berarti metil metsulfuron memiliki daya racun sedang. Menurut Komisi Pestisida Departemen Pertanian (1983) dalam Rudiyanti (2009), kriteria daya racun lethal pestisida pada LC50-96 jam sebesar 10-100 mg/L, memiliki daya racun yang sedang. Berdasarkan dari data uji normalitas dan homogenitas (Lampiran 5) yang telah dilakukan, data menyebar normal dan varian dari beberapa kelompok data adalah sama. Uji BNT dapat dilakukan berdasarkan hasil dari uji ANOVA (Lampiran 6) yang menyatakan bahwa metil metsulfuron memberikan pengaruh yang nyata
25
terhadap mortalitas ikan patin siam. Hasil uji BNT (Lampiran 7) menunjukkan bahwa pada perlakuan D (39 ppm) dan E (97,5 ppm) memberikan pengaruh yang nyata terhadap mortalitas ikan patin siam. Pembuatan preparat ulas darah dan perhitungan persentase hematokrit dilakukan pada perlakuan yang berbeda nyata (39 ppm) dengan perlakuan yang tidak berbeda nyata (15,6 ppm) kemudian dibandingkan dengan ikan uji pada perlakuan kontrol (0 ppm). Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan gambaran bahwa pada perlakuan kontrol inti sel darah merah terletak sentral dengan sitoplasma dan berbentuk oval. Setelah dipaparkan metil metsulfuron dengan konsentrasi 15,6 ppm dan 39 ppm, terbentuk lipofuscin pada inti sel dan seroid yang hampir memenuhi permukaan sitoplasma. Hal tersebut diduga karena adanya sifat dari metil metsulfuron yang dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada sitoplasma dan inti sel karena adanya lipofuscin dan seroid. Menurut Azhar dan Tjahjono (1999) dalam Yudha (1999), bahan toksik juga dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel juga menyebabkan pembentukkan kompleks lipofuscin dan seroid yang besar dan tidak larut, yang semakin lama akan semakin membesar hingga dapat memenuhi seluruh sel. Gangguan pada sistem sirkulasi ikan yang telah tercemar toksik dapat menimbulkan kerusakan pada sel darah merah serta penurunan nilai hematokrit. Hasil penelitian dan persentase hematokrit (Gambar 8 dan Lampiran 8) yang didapat setelah dilakukan pemaparan metil metsulfuron pada ikan patin siam selama 96 jam yaitu, pada perlakuan kontrol sebesar 29,94 %. Kondisi ini menunjukan bahwa ikan masih
26
dalam keadaan baik, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bond (1979) yang mengatakan bahwa nilai hematokrit normal ikan teleostei berkisar antara 20-30 %, dan pada beberapa spesies laut bernilai 42%. Pada perlakuan C (15,6 ppm) dan D (39 ppm) presentase rata-rata nilai hematokrit mengalami penurunan, yaitu masingmasing sebesar 19,76% dan 14,8%. Berdasarkan hasil penelitian diduga pengaruh dari terpaparnya metil metsulfuron pada perlakuan C (15,6 ppm) dan D (39 ppm) menyebabkan ikan patin siam mengalami anemia. Menurut pendapat Angka et al. (1985), bahwa hasil pemeriksaan terhadap hematokrit dapat dijadikan sebagai salah satu standar untuk menentukan keadaan kesehatan ikan, nilai hematokrit kurang dari 22% menunjukkan terjadinya anemia. Menurut pernyataan Robert (2001), bahwa anemia dapat berdampak pada terhambatnya pertumbuhan ikan, karena rendahnya persentase eritrosit menyebabkan suplai makanan ke sel, jaringan dan organ akan berkurang sehingga proses metabolisme ikan menjadi terhambat. Rendahnya persentase hematokrit juga mempengaruhi jumlah eritrosit menjadi rendah. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa kisaran suhu, pH, dan DO pada kualitas air uji penentuan selang konsentrasi dan pada kualitas air uji definitif berada pada kisaran yang sesuai untuk pemeliharaan ikan patin siam. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan ikan, karena dapat mempengaruhi nafsu makan ikan uji. Menurut pendapat Pirzan (1992), suhu yang optimal yaitu 25-30oC dan dengan pH 6,5-8. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kisaran suhu 25-28oC dan nilai pH 7, hal tersebut menunjukkan bahwa suhu dan pH pada penelitian sudah optimum. Menurut pendapat Gufron dalam Minggawati (2012), kandungan oksigen
27
yang optimal untuk pemeliharaan ikan patin yaitu antara 3-7 mg/l. Keadaan tersebut relatif berbeda dari penelitian yang telah dilakukan memiliki kadar oksigen terlarut 48 mg/l, hal tersebut menunjukkan bahwa DO pada penelitian relatif kurang optimal.
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu: 1. Metil metsulfuron memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus). Semakin tinggi konsentrasi metil metsulfuron maka tingkat mortalitas ikan patin siam semakin meningkat. 2. Metil metsulfuron menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel darah merah berupa terbentuknya lipofuscin pada inti sel dan seroid yang hampir memenuhi permukaan sitoplasma serta menurunnya persentase nilai hematokrit yang menandakan ikan terkena anemia. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu: Dapat dilakukan uji lanjut mengenai pengaruh metil metsulfuron terhadap ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) pada organ ginjal dan limpa.
29
DAFTAR PUSTAKA
Alabaster, J. and Lloyd. 1980. Water Quality Criteria for Fish. FAO of United Nations European Inland Fisheries Advisor Angka. 1985. The Pathologi of Walking Catfish, Clarian batrachus, Infected Intraperitoneally with Aeoromonas hydrophilla. AFS Anonim . 2001 . Metsulfuron Methyl . FAO of The United Nations Anonim. 2008. Fish Haematology. Dikutip dari : http://www.aqualex.org/elearning. Pada tanggal 17 April 2012, pukul 16.00 WIB. Bond C.E. 1979. Biology of Fishes. Philadelphia: Saunders Colege Publishing. Hlm 514. Chinabut S, Limsuwan C, and Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish, Clarias bathracus. Canada :IDRC. Hlm 40-44. Clarke, E.G.C. and M.L. Clarke. 1975. Veterinary Toxicology Cassell and Collver. Mc Millan Publishers Ltd, London. Cornell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Chemistry and Ecotoxicology Of Pollution. A Wiley Publ. New York. Djariah, A.S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 87. Finney. 1971. Probit Analysis. The University Press. Cambridge. Frank, C. Lu. 1995. Toksikologi Dasar Asas, Organ sasaran dan Penilaian Risiko. Edisi kedua . Penerjemah Edi Nugroho. UI Press Jakarta Khairuman dan Amri, K. 2002. Membuat Pakan Ikan Konsumsi. Agromedia Pustaka. Jakarta. Hlm 83. Lagler, K.F. and J.E. Bardach. 1977. Ichthyology. Jhon Welley and Sond Inc. New York.
30
Metusala, D. 2006. Studi Waktu Aplikasi dan Dosis Herbisida Campuran Atrazine dan Mesotrione pada Pengendalian Gulma terhadap Hasil dan Kualitas Hasil Jagung (Zea mays). Skripsi (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta, Fakultas Pertanian, Jurusan Agronomi. Hlm 100. Minggawati, I. dan Saptono. 2012. Parameter Kualitas Air untuk Budidaya Ikan Patin (Pangasius pangasius) di Karamba Sungai Kahayan, Kota Palangkaraya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol. 1. No 1. Juni 2012 Nurchayatun, T. 2007 . Pengaruh Pemberian Merkuri Klorida Terhadap Struktur Mikroanatomi Insang Ikan Mas . Universitas Negeri Semarang . Semarang Pirzan, A.M. dan S.Tahe. 1995. Pengaruh Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 1(3):67-72 Rudiyanti, S., dan Ekasari, A.D. 2009. Pertumbuhan Dan Survival Rate Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3 G. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 5, No. 1, 2009 39 – 47. Roberts R. J. 2001 . Fish Pathology, 3rd ed. W.B. Saunders. Philadelphia, PA. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan, Bina Cipta. Jakarta Santoso, S. 1998. Toksisitas Air Limbah Industri Pulp Proses Soda Terhadap Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L). Jurnal Universitas Sudirman 2 (XIV): 5. Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia. Jakarta. Hlm 217. Susanto, H. dan Amri, K. 2002. Budi Daya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 90. Steel G.D. and Torrie J.H. 1976. Principles and Procedure of Statistics. A Biometrical Approach, Mc Graw-Hill Inc. New York. Hlm 382. Untung, K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 348. Wudianto, R. 1994. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya, Jakarta. Yudha, I. G. 1999. Tingkat Kerusakan Sel Darah Merah Ikan Lele Dumbo yang Dipaparkan Endosulfan Pada Konsentrasi Subletal. Thesis . Program Pascasarjana, IPB.
31
LAMPIRAN
32
Lampiran 1. Konsentrasi Uji Definitif (
)
(
)
(
)
33
34
Lampiran 2. Grafik Persentase Mortalitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) pada Uji Penentuan Selang Konsentrasi.
Persentase Mortalitas
120% 100%
100% 80% 60%
40% 20% 0%
0% 0 ppm
0% 1 ppm
6,70% 10 ppm
100 ppm
Konsentrasi
Lampiran 3. Grafik Persentase Mortalitas Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) pada Uji Definitif.
Persentase Mortalitas
120% 100%
100%
80% 60% 40% 30% 20% 0%
0% 0 ppm
0% 2,5 ppm
0% 6,25 ppm
0% 15,6 ppm
Konsentrasi
39 ppm
97,5 ppm
35
Lampiran 4. Analisis Probit (LC50-96 jam) Metil Metsulfuron terhadap Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus). X2
d
n
r
D
X
Y
(Konsentrasi
(∑
(Mortalitas)
(%
(Log
(Probit %
ppm)
hewan
mortalitas)
konsentrasi)
mortalitas)
XY
uji) 2,5
30
0
0
0,397
0,157
0
0
6,25
30
0
0
0,795
0,632
0
0
15,6
30
0
0
1,193
1,423
0
0
39,00
30
9
30
1,591
2,531
4,4756
7,120
97,5
30
30
100
1,989
3,956
8,7190
17,342
5,965
8,699
13,1946
24,462
Jumlah
(
)( (
)
) (
)( (
) )
36
(
) (
( (
)
(
)
)(
))
37
Lampiran 5. Uji Normalitas dan Homogenitas Uji Normalitas Unstandardized Residual N
18
Normal Parametersa,b
Mean
.0000000
Std. Deviation Most Extreme Differences
1.09722263
Absolute
.140
Positive
.120
Negative
-.140
Kolmogorov-Smirnov Z
.596
Asymp. Sig. (2-tailed)
.870
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Uji Homogenitas perlakuan Levene Statistic 10.400
df1
df2 1
Sig. 13
.07
Keterangan : Data menyebar normal dan memiliki varian beberapa kelompok sampel yang sama, karena memiliki nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.
38
Lampiran 6. Data Uji ANOVA (Analysis of Variance)
Perlakuan
Ulangan 1
Jumlah
2
Rata-rata
3
K
0
0
0
0
0
A
0
0
0
0
0
B
0
0
0
0
0
C
0
0
0
0
0
D
30
40
20
90
30
E
100
100
100
300
100
Jumlah
130
140
120
390
130
Rata-rata
21,67
23,33
20
Analisis Ragam Keterangan : r = perlakuan t = ulangan
21,67
39
(
)
(
(
)
(
)
)
(
)
(
)
(
)
(
)
40
SK
db
JK
KNT
F.Hitung
F Tabel
p
5
24.250
4.850
291
5,81
G
12
200
16,67
T
17
24.450
Keterangan : Pada selang kepercayaan 95%, F hitung > F tabel menunjukkan pemaparan metil metsulfuron berpengaruh terhadap tingkat mortalitas ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus).
41
Lampiran 7. Data Uji Lanjut BNT
√ √ √
K A B C D E
o o o
o o
K
A
Keterangan: = Berbeda nyata o = Tidak berbeda nyata
o B
C
D
E
42
Lampiran 8. Hasil Penelitian dan Persentase Nilai Hematokrit
Hematokrit perlakuan K (0 ppm)
Hematokrit Perlakuan C (15,6 ppm)
43
Hematokrit Perlakuan D (39 ppm)