14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang digunakan sebelum percobaan masing-masing disajikan pada Tabel 2. dan 3. Tabel 2. Sifat kimia dan fisik Latosol sebelum percobaan Jenis analisis pH H2O (1:1) C-organik (%) N-total (%) P Bray-1 (ppm) Kation dapat ditukar (me/100g) Ca (me/100 g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) Al (me/100g) H (me/100g) Kejenuhan Al (%) KB (%) Tekstur Tanah: Pasir (%) Debu (%) Liat (%)
Hasil analisis 4.8 2.07 0.19 4.2 18.76 1.92 0.77 0.07 0.21 2.57 0.37 43.49 15.83 8.92 17.82 73.26
Kriteria PPT (1983) Masam Sedang Rendah Sangat rendah Sedang Rendah Rendah Sangat rendah Rendah
Tinggi Sangat rendah
Liat
Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia dan fisik tanah PPT (1983) pada Tabel Lampiran 1, Latosol Darmaga memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah karena kandungan N-total rendah, K-dd dan P-tersedia termasuk sangat rendah, serta reaksi tanah tergolong masam. Kandungan P-tersedia yang sangat rendah dapat disebabkan karena rendahnya pH tanah serta P difikasi kuat oleh Al dan Fe yang membentuk Al-P dan Fe-P sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman. Berdasarkan karakteristik tanah tersebut, maka diperlukan usaha perbaikan Latosol untuk menunjang pertumbuhan tanaman jagung manis yaitu dengan penambahan pupuk, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik.
15 Tabel 3. Komposisi hara dan bahan lain dalam pupuk organik Parameter pH H2O (1:5) C-organik N-total C/N P2O5 K2O Fe Mn Zn Pb Cd As Hg La Ce
Satuan % % % % ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
Nilai 7.6 21.77 1.1 20 2.24 2.64 3525 2650 493 td td td 0.05 0 0
Keterangan: td = tidak terdeteksi
Berdasarkan komposisi kimia pupuk organik yang digunakan (Tabel 3) maka pupuk organik mengandung kadar C-organik yang cukup tinggi, dan bila dilihat dari perbandingan antara C dan N atau dikenal dengan rasio C/N maka pupuk organik tersebut sudah dapat dianggap sebagai pupuk organik. Bahan organik yang mengalami proses pengomposan baik dan menjadi pupuk organik yang stabil mempunyai C/N antara 10-20 (Sutanto, 2002). Kandungan hara dalam pupuk organik tergolong rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, namun pupuk organik ini diperkaya oleh hara mikro (Fe, Mn, dan Zn) sehingga penggunaan pupuk organik ini dapat menambaha hara mikro.
4.1.2 Pertumbuhan Jagung Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 13, 14, dan 15) penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik berpengaruh nyata pada rataan tinggi tanaman jagung 4, 6, dan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). Hasil uji Duncan pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan tinggi tanaman jagung 4, 6 dan 8 MST disajikan pada Tabel 4.
16 Tabel 4. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan tinggi tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 MST 4 MST Perlakuan Kontrol Standar 0.5 S + 1 PO 0.5 S + 1.5 PO 0.75 S + 1 PO 0.75 S + 1.5 PO 1 S + 1 PO
48.90 b 64.90 a 71.40 a 71.80 a 73.00 a 65.90 a 71.70 a
6 MST ……. cm ……. 78.50 b 139.30 a 136.32 a 140.74 a 143.21 a 137.30 a 144.86 a
8 MST 89.60 b 191.30 a 193.20 a 200.90 a 199.10 a 192.30 a 206.50 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.
Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat serta sensitif terhadap faktor lingkungan sehingga tinggi tanaman sering diamati dalam suatu percobaan. Pada awal pertumbuhan vegetatif, tanaman memerlukan berbagai unsur hara untuk memacu pertumbuhan tinggi tanaman tersebut. Rataan tinggi tanaman jagung yang diamati pada umur 4, 6, dan 8 MST pada perlakuan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik nyata lebih tinggi daripada kontrol, tetapi antara perlakuan pupuk standar dengan perlakuan pupuk organik tidak berbeda nyata (Tabel 4). Meskipun secara statistik tidak berbeda, perlakuan 1 S + 1 PO cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain termasuk standar.
4.1.3. Produksi Jagung (Bobot Tongkol dengan Kelobot dan Bobot Brangkasan) Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 16 dan 17) perlakuan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik berpengaruh nyata pada rataan bobot tongkol dengan kelobot dan bobot brangkasan. Hasil uji Duncan pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan bobot tongkol dengan kelobot dan bobot brangkasan per petak dan per hektar disajikan pada Tabel 5.
17 Tabel 5. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan bobot tongkol jagung dengan kelobot dan bobot brangkasan jagung per petak dan per hektar
Perlakuan Kontrol Standar 0.5 S + 1 PO 0.5 S + 1.5 PO 0.75 S + 1 PO 0.75 S + 1.5 PO 1 S + 1 PO
Bobot tongkol Bobot jagung dengan brangkasan kelobot jagung ……. kg/petak ……. 3.00 b 2.50 b 14.33 a 16.33 a 15.67 a 14.33 a 13.83 a 14.33 a 15.83 a 15.83 a 15.33 a 15.50 a 17.17 a 18.67 a
Bobot tongkol Bobot jagung dengan brangkasan kelobot jagung ……. t/ha ……. 2.50 b 2.08 b 11.94 a 13.61 a 13.06 a 11.94 a 11.53 a 11.94 a 13.19 a 13.19 a 12.78 a 12.92 a 14.31 a 15.56 a
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rataan bobot tongkol jagung dengan kelobot serta rataan bobot brangkasan pada perlakuan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik nyata lebih tinggi daripada kontrol, tetapi antara perlakuan pupuk standar dengan perlakuan kombinasi dengan pupuk organik tidak berbeda nyata (Tabel 5). Meskipun secara statistik tidak berbeda, perlakuan 1 S + 1 PO cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain termasuk standar. 4.1.4 Kadar Hara (N, P, dan K) Daun Jagung Manis Hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 18, 19, dan 20) pengaruh pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik tidak berpengaruh nyata untuk rataan kadar hara N- dan P-daun, sedangkan rataan kadar K-daun berpengaruh nyata. Hasil uji Duncan pada rataan kadar N-, P-, K- daun akibat penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik disajikan pada Tabel 6. Penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik tidak berpengaruh pada rataan kadar hara N dan P daun, sedangkan rataan kadar K-daun nyata lebih tinggi daripada kontrol, tetapi antara perlakuan pupuk standar dengan perlakuan pupuk organik tidak berbeda nyata (Tabel 6). Meskipun secara statistik tidak berbeda, perlakuan 1 S + 1 PO menunjukkan hasil pada rataan kadar N-daun dan perlakuan 0.75 S + 1.5 PO pada hasil rataan kadar P-, dan K-daun cenderung
18 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemupukan yang lain termasuk terhadap perlakuan standar. Tabel 6. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan kadar N-, P-, dan K-daun jagung manis Perlakuan Kontrol Standar 0.5 S + 1 PO 0.5 S + 1.5 PO 0.75 S + 1 PO 0.75 S + 1.5 PO 1 S + 1 PO
N-daun 1.89 1.97 1.91 1.91 1.93 2.01 2.08
P-daun ……. (%) ……. 0.212 0.217 0.207 0.208 0.219 0.244 0.221
K-daun 0.65 c 1.61 ab 1.12 bc 1.72 ab 1.54 ab 2.19 a 1.51 ab
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.
4.1.5 Sifat Kimia Tanah setelah Panen Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan pemupukan berpengaruh nyata pada pH, tetapi tidak berpengaruh pada kadar N-total dan C-organik tanah (Tabel Lampiran 21, 22, dan 23). Hasil uji Duncan pada rataan pH tanah dan rataan Ntotal dan C-organik akibat penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik terhadap rataan pH tanah, N-total tanah, dan C-organik tanah pH Perlakuan Kontrol Standar 0.5 S + 1 PO 0.5 S + 1.5 PO 0.75 S + 1 PO 0.75 S + 1.5 PO 1 S + 1 PO
5.0 ab 4.8 ab 5.0 ab 5.1 a 4.7 b 4.8 ab 4.8 ab
N-total Tanah C-organik Tanah ……. (%) …... 0.21 2.54 0.22 2.71 0.23 2.67 0.23 2.69 0.24 2.70 0.23 2.73 0.23 2.79
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%.
19 Pada Tabel 7 Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata pada pH tanah hanya pada perlakuan 0.5 S + 1.5 PO nyata lebih tinggi daripada pengaruh perlakuan 0.75 S + 1 PO, sedangkan antar perlakuan lainnya tidak berbeda. Namun, meskipun rataan N-total dan C-organik tanah secara statistik tidak berbeda, penambahan pupuk organik cenderung menghasilkan N-total dan Corganik lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol. 4.1.6 RAE (Relative Agronomic Effectiveness) Produksi yang digunakan untuk menghitung RAE adalah bobot tongkol jagung dengan kelobot (Tabel 8). Hasil perhitungan RAE untuk setiap perlakuan, diketahui bahwa penambahan pupuk organik yang dikombinasikan dengan dosis anjuran pupuk standar menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan pupuk standar saja, kecuali pada perlakuan 0.5 S + 1.5 PO (Tabel 8). Perlakuan 1 S + 1 PO menghasilkan nilai RAE 25% lebih tinggi dibandingkan dengan standar dan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Oleh karena itu, pemberian pupuk organik efektif dalam meningkatkan produksi. Tabel 8. Pengaruh penambahan pupuk standar dan kombinasi dengan pupuk organik pada produksi bobot tongkol jagung dengan kelobot dan nilai RAE Perlakuan Standar 0.5 S + 1 PO 0.5 S + 1.5 PO 0.75 S + 1 PO 0.75 S + 1.5 PO 1 S + 1 PO
Bobot Tongkol Jagung dengan kelobot (ton/ha) 11.94 13.06 11.53 13.19 12.78 14.31
RAE (%) 100 112 96 113 109 125
Namun demikian, perlakuan 0.5 S + 1.5 PO memberikan hasil RAE lebih rendah daripada perlakuan standar karena pada petak perlakuan 0.5 S + 1.5 PO diulangan kedua hasil bobot tongkol dengan kelobot lebih rendah daripada petak perlakuan 0.5 S + 1.5 PO diulangan satu dan tiga. Hal ini diduga pada petak diulangan kedua mengalami ketidak seimbangan hara atau ada faktor pembatas untuk mendapatkan produksi sebagaimana yang didapat di ulangan 1 dan 3.
20 4.2
Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta analisis di laboratorium,
secara umum perlakuan 1 S + 1 PO menunjukkan hasil tertinggi dan nyata lebih tinggi daripada kontrol (rataan tinggi tanaman dan produksi jagung) serta cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan standar (rataan tinggi, produksi, kadar N-tanaman dan C-organik tanah) serta nilai RAE 25% lebih tinggi daripada standar, sedangkan pada perlakuan 0.75 S + 1.5 PO menunjukkan rataan kadar P- dan K-daun lebih tinggi daripada kontrol dan standar. Meskipun dosis pupuk anorganik lebih rendah daripada dosis standar, penambahan pupuk organik masih dapat memberikan hasil yang cenderung lebih tinggi daripada perlakuan kontrol dan standar. Hasil penelitian menunjukkan kontrol (tanpa pemberian pupuk) memiliki tinggi serta produksi tanaman jagung, kadar NPK daun serta analisis tanah setelah panen paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa tanaman membutuhkan unsur hara, khususnya NPK dalam jumlah cukup selama pertumbuhannya. Tanaman membutuhkan 16 unsur hara untuk pertumbuhan, yaitu: hara C, H, O, N, P, dan K diperlukan dalam jumlah banyak, hara Ca, Mg, dan S diperlukan dalam jumlah sedang, serta hara Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl diperlukan dalam jumlah sedikit. Hara N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl dapat ditambahkan dengan pemupukan sedangkan C, H, dan O berasal dari air dan udara yang diperoleh dari hasil fotosintesis (Leiwakabessy et al., 2003). Penggunaan pupuk anorganik yang dikombinasikan dengan pupuk organik memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan dan hasil tanaman, terutama perlakuan kombinasi pupuk organik dan pupuk anorganik dosis rekomendasi atau perlakuan (1 S + 1 PO) memberikan hasil yang cenderung lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya termasuk standar (pupuk anorganik saja). Hal ini diduga karena kondisi tanah yang sangat mendukung bagi perkembangan perakaran maupun proses penyerapan hara pada petakan yang ditambah pupuk organik, selain itu adanya penambahan hara mikro dari pupuk organik diduga menunjang peningkatan pertumbuhan/produksi tanaman, karena kebutuhan hara baik makro maupun mikro relatif tercukupi selama pertumbuhannya, baik yang berasal dari
21 pupuk organik maupun anorganik. Perlakuan 1 S + 1 PO memberikan produksi lebih besar 19.85% (2,37 ton/ha) dibandingkan dengan perlakuan standar, dan lebih besar 472.4% (11,81 ton/ha) daripada perlakuan kontrol (tanpa pemberian pupuk). Hasil ini mendukung penelitian yang menunjukkan bahwa pemberian bahan organik yang dikombinasi dengan pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi tanaman jagung (Djuniwati et al., 2003; Banuwa et al., 2008; Idris et al., 2008). Pupuk organik secara umum mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dengan kondisi tanah yang baik akan menciptakan lingkungan tumbuh yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman, yaitu tercermin pada penampilan tanaman seperti tinggi tanaman, bobot tongkol, serta bobot brangkasan tanaman yang lebih tinggi. Bahan organik yang dikandung oleh pupuk organik mampu memperbaiki sifat fisik (memperbaiki struktur dan agregat tanah) serta dapat meningkatkan KTK tanah sehingga mampu menyimpan unsur hara anorganik dan menyediakan pada saat tanaman memerlukannya (Yunus, 1991). Dengan penambahan bahan organik maka sifat pupuk anorganik (urea dan KCl) yang mudah hilang akan diperkecil karena pupuk organik mampu mengikat unsur hara dan menyediakan unsur hara sesuai kebutuhannya, sehingga dengan adanya pupuk organik efektifitas dan efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi.