Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI 616.24 Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis Kesehatan paru di Indonesia.- Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2015 ISBN 978-602-235-753-7 1. Judul I. RESPIRATORY SYSTEM II. LUNG DISEASES – GUIDELINES III. TUBERCULOSIS IV. PNEUMONIA V. ASTHMA
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Petunjuk Teknis Pendekatan Penerapan Kesehatan Paru di Indonesia dapat diselesaikan tepat waktu. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas penemuan terduga TB, penatalaksanaan Penumonia 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diintegrasikan dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan. Petunjuk Teknis ini direkomendasikan untuk menjadi pegangan petugas di fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan, agar dapat mempermudah petugas di fasilitas kesehatan dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim penyusun, narasumber dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan petunjuk teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. Petunjuk Teknis ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Jakarta, Januari 2015 Direktur Jenderal
Dr. H. Mohamad Subuh, MPPM NIP 196201191989021001
Daftar Isi
Pengantar Daftar Isi Daftar Singkatan BAB I.
PENDAHULUAN……………………………………………………1 A. Latar Belakang………………………………………………… 1 B. Tujuan……………………………………………………………2 C. Sasaran………………………………………………………….3 D. Ruang Lingkup………………………………………………….3 E. Landasan Hukum………………………………………………3 F. Pengertian……………………………………………………….4
BAB II.
PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………...6 A. Tujuan……………………………………………………………6 B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru………......6 C. Kebijakan Operasional……………………………………….. 6 D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru…………….. 7 E. Pengorganisasian…………………………………………….. 8 F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan…………… 9
BAB III. TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………………………….11 A. Penilaian……………………………………………………….11 B. Pengelompokkan……………………………………………. 11 C. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut…………………….. 37 BAB IV. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ………………………………. 6 3 A. Pencatatan dan Pelaporan………………………………… 63 B. Indikator………………………………………………………..65 BAB V. PENUTUP………………………………………………………….69 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….70 LAMPIRAN …………………………………………………………………
Daftar Singkatan
ABPA ACT AI AP APE BB/U BCG BKB BTA CAT COPD DM DOT DOTS DPI DPT FEV1 FKTP FKRTL GINA HB HRZE Etambutol(E) Ht IDAI IDT IGD ISPA KIE KMS KTS LB 01-04 LED LSM
: Allergic Bronchopulmonary Aspergilosis : Asthma Control Test : Avian Inuenza : Akhir Pengobatan : Arus Puncak Ekspirasi : Berat badan/ Umur : Bacillus Calmate Guerin : Batuk Kronik Berulang : Basil Tahan Asam : COPD Assessment Test : Chronic Obstructive Pulmonary Disease : Diabetes Mellitus : Directly Observed Treatment (=PMO) : Directly Observed Treatment Shortcourse : Dry Powder Inhaler : Diphteri Pertusis Tetanus : Force Expiratory Volume in 1 second (Volume Ekspirasi Paksa Detik) : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama : Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjut : Global Initiative for Asthma : Haemoglobin : Isoniazid(H), Rifampicin(R), Pyrazinamide(Z), : Hematokrit : Ikatan Dokter Anak Indonesia : Inhalasi Dosis Terukur : Instalasi Gawat Darurat : Infeksi Saluran Pernafasan Akut : Komunikasi Informasi Edukasi : Kartu Menuju Sehat : Konseling dan Testing Sukarela : Laporan Bulanan Puskesmas : Laju Endap Darah : Lembaga Swadaya Masyarakat
M&E MDG’s MDI MDR TB NaCl NAPZA OAT – KDT OAT ODHA PAL PCP PEF PEFR PFM PHBS POKJA PPM PPOK PRGE RHZ RISKESDAS RJ RRS RTL SP2TP SPO S-P-S TB TB/HIV TMP Uji BD UPK VEP WHO
: Monitoring dan Evalusi : Millenium Development Goals : Metered Dose Inhaler : Multi Drug Resistant Tuberculosis : Natrium Chlorida : Narkotika Psikotropika Zat Adiktif : Obat Anti Tuberkulosis - Kombinasi Dosis Tetap : Obat Anti Tuberkulosis : Orang Dengan HIV AIDS : Practical Approach to Lung Health : Pneumocytis Carinii Pneumonia : Peak Expiratory Flow : Peak Expiratory Flow Rate : Peak Flow Meter : Perilaku Hidup Bersih Sehat : Kelompok Kerja : Public Private Mix : Penyakit Paru Obstruktif Kronik : Penyakit Reuks Gastroesofageal : Rifampicin(R), Isoniazid (H), Pyrazinamide(Z) : Riset Kesehatan Dasar : Rawat Jalan : Ruang Rawat Sehari : Rencana Tindak Lanjut : Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas : Standard Prosedur Operasional : Sewaktu- Pagi- Sewaktu : Tuberkulosis : Tuberkulosis/ Human Immunodeciency Virus : Trimetoprime : Uji Bronkodilator : Unit Pelayanan Kesehatan : Volume Ekspirasi Paksa : World Health Organization
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien gangguan saluran pernapasan yang diselenggarakani fasilitas kesehatan tingkat pertama (faskes tingkat pertama) atas dasar sekumpulan gejala tanpa indikasi yang sistematik dan jelas. Indonesia pada umumnya, situasi pelayanan penyakit pernapasan pada umumnya menunjukkan gejala yang sama seperti Tuberkulosis (TB), Pneumonia, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Berdasarkan data WHO tahun 2008, di dunia sekitar 20%-30% pengunjung fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia 5 tahun mencari pengobatan karena gangguan saluran pernapasan. Riskesdas 2013 menunjukan bahwa: terdapat 25% kasus gangguan pernapasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas kesehatan. World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan strategi Practical Approach to Lung Health (PAL) / Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang telah dituangkan dalam strategi kelima dari Rencana Strategis Program Pengendalian TB di Indonesia tahun 2011 – 2014. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas penatalaksanaan Penemuan terduga TB,Pneumonia 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang terintegrasikan dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru telah dilaksanakan dan diterapkan di 3 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung) di
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
1
Indonesia sebagai pilot project (thn 2010 – 2014) dengan dana bantuan GF ATM. tahun 2010 hingga tahun 2014. Pendekatan ini dilaksanakan dengan pertimbangan: 1. TB dan Pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada orang dewasa muda di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Namun di Indonesia, Pneumonia dewasa belum ada pembakuan penatalaksanaannya; 2. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker di dunia tahun 2002. Sementara di Indonesia PPOK merupakan program yang baru dikembangkan dan penerapannya belum merata di sarana pelayanan terdepan; 3. Asma menyerang sekitar 150 juta penduduk dunia. Di Indonesia berdasarkan data Sistem Informasi Rumah sakit (SIRS), Asma cenderung meningkat dari tahun ke tahun. 4. Hasil pilot project penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di 3 provinsi bahwa jumlah pasien dengan gangguan pernapasan sekitar 25%-38% dari seluruh/total kunjungan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan proporsi pasien 4 penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru tersebut sekitar 1,7%-1,9% terhadap seluruh gangguan pernapasan. Dari 4 penyakit tersebut, proporsi kasus TB baru per total gangguan pernapasan meningkat dari 0,68% pada tahun 2010 menjadi 0,72 tahun 2013 dan 0,69% pada tahun 2014. Untuk kasus asma, PPOK dan pneumonia (diatas 5 tahun) yang sebelumnya belum pernah dilaporkan ternyata jumlah kasusnya cukup banyak di temukan di FKTP. Proporsi Asma 0,59% -0,66%, PPOK 0,09%-0,14% dan pneumonia 0,11%-0,13%. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di 3 provinsi dapat menemukan kasus TB baru yang lebih tinggi. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Buku ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam penerapan pendekatan praktis kesehatan paru. 2. Tujuan Khusus a. Tersedianya acuan dalam Penemuan terduga TB 2
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Pneumonia c. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Asma d. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana PPOK C. Sasaran Sasaran buku ini untuk tenaga kesehatan di: 1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama 2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut 3. Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota 4. Dinas Kesehatan Provinsi D. Ruang lingkup Ruang lingkup buku panduan ini adalah sebagai berikut: 1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru, 2. Kebijakan Operasional Pendekatan Praktis Kesehatan Paru 3. Tatalaksana Penyakit Terkait Pendekatan P raktis Kesehatan Paru 4. Monitoring dan Evaluasi E. Landasan Hukum 1. Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Neg ara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 200 4 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 4. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4916); 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 100, Tambahan Le mbaran Negara RI Nomor 3495); PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
3
6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; 8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi ,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara; 9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan; 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan ; 11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1537A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA Penanggulangan Pnemoni pada Balit a; 12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik ; 13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma; 14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. F. Pengertian 1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas diagnosis dan pengobatan penyakit pernapasan di tingkat fasilitas kesehatan 2. Terduga TB adalah seseorang dengan gejala utama batuk berdahak selama 2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari tanpa kegiatan sik, demam meriang lebih dari satu bulan. 3. Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru 4. Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya 4
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau menjelang pagi. 5. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati dan mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Kelainan paru ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif (makin lama makin berat) dan berhubungan dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan komorbiditas (penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru) berkontribusi terhadap tingkat keparahan untuk setiap pasien.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
5
BAB II Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah suatu pendekatan pelayanan kesehatan paru untuk meningkatkan penemuan terduga TB, kasus Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK, dan kualitas tatalaksana ke 4 penyakit gangguan pernapasan di fasilitas kesehatan. A. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk memperkuat sistem kesehatan dalam melakukan diagnosis dan pengobatan kasus gangguan pernapasan. 2. Tujuan khusus: a. Meningkatkan esiensi pelayanan di fasilitas kesehatan dalam menangani kasus-kasus gangguan pernapasan. b. Meningkatkan kualitas penatalaksanaan kasus gangguan pernapasan dalam sistem pelayanan kesehatan. c. Meminimalisasi beban kesakitan dan kematian akibat gangguan pernapasan. B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di suatu wilayah adalah: 1. Diprioritaskan pada 4 penyakit gangguan pernapasan yaitu TB, Pneumonia 5tahun, Asma dan PPOK. 2. Standarisasi penanganan gangguan saluran pernapasan 4 penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Puskesmas. 3. Koordinasi antar tingkat pelayanan kesehatan umum, dan antar program pengendalian TB dengan pengendalian gangguan pernapasan lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ ISPA d an Pengendalian Penyakit Tidak Menular/ PPTM). C. Kebijakan Operasional 1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan Program Pengendalian TB, ISPA, Asma dan PPOK.
6
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Mengoptimalkan deteksi dini (skrining) penyakit TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK. 3. Meningkatkan tatalaksana Pendekatan Praktis Kesehatan Paru sesuai standar. 4. Memantau dan mengevaluasi penerapan kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. 5. Meningkatkan manajemen deteksi dini penyakit terkait gangguan pernapasan secara optimal. 6. Meningkatkan peran petugas kesehatan dalam melakukan KIE yang benar tentang penyakit TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK. 7. Mengembangkan sistem informasi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. 8. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam kebijakan dan pembiayaan penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. 9. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru 1. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan pendekatan praktis terhadap 4 jenis penyakit gangguan pernapasan, yaitu TB, Pneumonia 5 tahun, Asma dan PPOK. 2. Pendekatan fungsional yang memadukan program yang sudah ada (TB, ISPA, dan PPTM), bukan secara struktural. 3. Pendekatan praktis terhadap gejala penyakit, bukan pada penyakitnya, karena seorang pasien dapat mengalami lebih dari 1 gangguan pernapasan. 4. Tatalaksana terintegrasi pada pasien dengan mengacu pada standar tatalaksana masing-masing penyakit. 5. Pembentukan dan pengembangan jejaring kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. 6. Pemantauan dan penilaian penerapan pelaksanaan kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
7
E. Pengorganisasian Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru perlu dibentuk Kelompok Kerja (Pokja) pada semua tingkat, mulai dari tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota yang beranggotakan unsur dari unit teknis yaitu Program Pengendalian TB, Program Pengendalian ISPA, Program Pengendalian Penyakit Asma dan PPOK (Pengendalian Penyakit Tidak Menular), Program Bina Upaya Kesehatan, Tim Ahli Klinis (TAK), Organisasi profesi, WHO, Perwakilan LSM dan donor. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut, Tim beranggotakan : 1. Pimpinan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Komite Medik Rumah Sakit 2. Dokter fungsional 3. Perawat/bidan 4. Petugas laboratorium 5. Petugas farmasi 6. Petugas pencatatan & pelaporan Pimpinan Fasilitas Kesehatan menunjuk seorang Koordinator Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang mempunyai akses ke unit DOTS maupun ke Poli PTM/Poli PAL/Penyakit Dalam/Poli Paru. Pimpinan Puskesmas dapat menjadi koordinator Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di wilayah kerjanya. Tugas dan Fungsi Pokja: 1. Pusat a. Menyusun panduan teknis dan rencana aksi nasional Penerapan Praktis Kesehatan Paru. b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan. d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi. e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.
8
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
2. Provinsi dan Kabupaten/kota a. Menyusun rencana kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan. d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi. e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait. f. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan. 3. Fasilitas Kesehatan a. Menyusun rencana kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru b. Melakukan tatalaksana kasus gangguan pernapasan terkait Pendekatan Praktis Kesehatan Paru c. Membangun jejaring internal dan eksternal melalui koordinasi dengan wasor TB, pengelola program PTM dan pengelola program ISPA dinas kesehatan kabupaten/kota d. Memantau dan melaksanakan mekanisme rujukan terkait Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. e. Melakukan pencatatan dan pelaporan. F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan 1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama : a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya d. Merujuk pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan f. Melaksanakan pertemuan jejaring internal dan eksternal g. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) 2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut : a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya d. Melakukan perawatan pasien yang dirujuk e. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
9
f. Melakukan rujuk balik g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan bagi pasien rujuk balik h. Meningkatkan jejaring internal dan eksternal
10
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB III TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU Langkah-langkah Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan mulai dari penilaian, pengelompokkan berdasarkan gejala penyakit, penegakan diagnosis, penatalaksanaan, dan tindak lanjut A. Penilaian Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian: 1. Pengisian Identitas Pasien Setiap pasien harus dilengkapi Kartu Identitas Pasien (dengan menggunakan formulir PAL 01 dan PAL 02). 2. Anamnesis Anamnesis pada kunjungan pertama kali ditanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat pekerjaan dan sosial, dan riwayat penyakit keluarga. Tujuan kunjungan awal dan kunjungan ulang dapat berbeda. Kunjungan ulang bisa dilakukan untuk memenuhi janji atau karena serangan penyakit (Asma atau PPOK) diluar jadwal kunjungan ulang. Jika kunjungan ulang, tanyakan p e r k e m b a n g a n setelah mendapat pengobatan sebelumnya. Bila kunjungan karena keadaan yang memburuk/berat pertimbangkan adanya kegawatan dan segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan sik yang diukur adalah tanda vital (nadi, frekuensi napas, suhu badan dan tekanan darah) dan menilai keadaan umum (kesadaran pasien). 4. Penilaian Keadaan Pasien dan Tindak Lanjut Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan sik selanjutnya keadaan pasien dikelompokkan berdasarkan gejala/tanda atau diagnosis. Dalam situasi kegawatdaruratan pasien harus segera ditatalaksana. PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
11
5. Pengisian Rekam Medis dengan Benar dan Lengkap Catat semua informasi yang berkaitan dengan batuk dan sesak napas, ditambah informasi lain bila ada. B. Pengelompokkan Kelompokkan pasien berdasarkan gejala dan tanda yang sama/menyerupai untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan gejala sedang dan ringan ditatalaksana di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang ada.
1. Gejala dan Tanda Berdasarkan Gangguan Pernapasan Identikasi gejala dan tanda berdasarkan gangguan pernapasan, yaitu: a. Batuk. b. Sesak. Atas dasar gejala utama tersebut digali informasi tambahan untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Adapun gejala lain yang mungkin menyertai dapat berupa nyeri dada dan batuk darah (lihat Bagan 1.).
12
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Bagan 1. Gejala Gangguan Pernapasan Gejala Gangguan Pernapasan
Batuk
≥2 minggu
• Tuberkulosis • Asma • Pertusis • Sinusitis • Bronkitis kronis • Bronkiektasis • PRGE
<2 minggu
• Pneumonia • Faringitis • Laringitis • Tonsilitis • Sinusitis • Bronkitis Akut
Sesak Napas
• Asma • PPOK • Pneumotoraks • Efusi Pleura • PRGE (Penyakit Reuks Gastro Esofagus)
Gejala Lain
Nyeri Dada
• Pleuritis • Efusi pleura • Pneumo-toraks • PRGE
Batuk Darah
• TB • Bronkiektasis • Tumor Paru
a. Batuk Bila pasien datang dengan keluhan batuk, maka tanyakan: 1) Sudah berapa lama? Lama batuk dapat di bedakan menjadi 2 minggu dan < 2 minggu. 2) Apakah memburuk pada malam atau dini hari? 3) Apakah ada pencetus? 4) Bagaimana pola batuknya (menetap atau tidak)? 5) Apakah berdahak, bila ya bagaimana kekentalan dan warna dahak? 6) Apakah dahak bercampur darah? 7) Adakah keluhan saluran napas atas, seperti sakit tenggorok, hidung tersumbat, pilek, dan bersin? 8) Adakah keluhan pernapasan, seperti sesak napas, nyeri dada,
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
13
dan mengi? 9) Adakah keluhan yang lainnya, seperti demam, nyeri epigastrium, dan mual? Bila batuk 2 minggu, disertai demam, pikirkan kemungkinan adanya infeksi kronik saluran pernapasan seperti TB dan Bronkitis Kronik. Bila batuk < 2 minggu disertai demam, pikirkan kemungkinan adanya infeksi akut saluran pernapasan sebagai berikut: 1) Pneumonia. 2) Tonsil itis. 3) Sinusitis. 4) Laringitis. 5) Bronkitis akut. b. Sesak napas Dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan dan bukan gangguan pernapasan (misalnya kelainan jantung dan pembuluh darah, gangguan metabolik-endokrin, hematologi, tumor pada saluran pernapasan dan psikis). Tanda -tanda sesak napas yang bukan disebabkan oleh gangguan pernapasan adalah: 1) Umumnya tidak disertai gejala pernapasan lainnya (batuk, berdahak). 2) Terdapat tanda dan gejala dari organ atau sistem terkait.
c. Gejala lain 1) Nyeri dada (yang lokasinya bukan di daerah jantung), dapat disertai demam atau batuk dan terlokalisir, pikirkan pleuritis. Berikan anti-inamasi, analgetik dan antibiotika jika bersifat akut. Rujuk jika tidak ada perbaikan. Umumnya nyeri dada disertai gejala pernapasan lainnya (sesak napas dan batuk). 2) Batuk darah mungkin disebabkan oleh Tuberkulosis, Bronkiektasis dan Tumor Paru. Jika terlihat tanda-tanda 14
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
kegawatdaruratan, segera rujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.
2. Tanda-tanda Kegawatdaruratan untuk Pasien yang Perlu Dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut Tanda -tanda kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera dan lebih cepat adalah salah satu dibawah ini: a. Kesadaran menurun: sangat gelisah dan bingung; b. Bernafas menggunakan seluruh otot bantu pernapasan; c. Sesak nafas pada saat berbicara atau istirahat; d. Batuk darah; e. Tekanan sistolik < 90 mm Hg dan diastolik < 60 mm Hg; f. Frekuensi pernapasan 30/ menit; g. Frekuensi nadi 120/menit; h. Suhu Badan > 39ºC (Aksila). Bagan 2. Mekanisme Rujukan Pasien PAL dari Fasilitas Kesehatan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
Rujukan Balik
Rujukan
• Penatalaksanaan sesuai SOP • Pengisian Formulir PAL 04 (jawaban rujukan) • Mengirimkan Formulir PAL 04 yang terisi ke Fasilitas Kesehatan
Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer • Penilaian Keadaan Pasien • Penatalaksanaan Kegawatdaruratan • Pengisian Formulir PAL 04 • Pengisian rekap Formulir PAL 06 Catatan : Fasilitas Kesehatan mengisi rekap Formulir PAL 06 setelah menerima jawaban rujukan formulir PAL 04 dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
15
C. Penegakan diagnosis Penegakan Diagnosis berdasarkan pengelompokan gejala, tanda dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pasien yang mengalami kegawatdaruratan segera dilakukan tindakan awal atau dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai kebutuhan untuk menegakkan diagnosis berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2. pada halaman berikut.
16
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
17
Tabel 1. Tatalaksana Pasien Gangguan Pernapasan (Pendekatan Praktis Kesehatan Paru) Pemeriksaan Klasikasi/ Gejala Utama Gejala Tambahan Pemeriksaan Fisis Penunjang Diagnosis Batuk ≥ 2 minggu Tuberkulosis ·Berdahak Auskultasi bervariasi ·Periksa BTA SPS Paru ·Berdarah sesuai luas lesi (bisa ·Nyeri dada normal atau dengan ·Sesak napas kelainan) ·Nafsu makan menurun ·Berat badan menurun ·Keringat malam ·Suhu Subfebris ·Badan lesu
18
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Batuk <2 minggu
(AI) bila ada riwayat 20x/menit kontak dengan unggas · Frekuensi nadi cepat yang sakit/mati. (>100x/menit) · Sianosis (jika berat) · Auskultasi ronki basah
· Demam Suhu > 37.50C · Sesak napas ·Frekuensi napas : · Nyeri dada pleuritik o Umur 5-12 tahun: · Dahak berwarna 30x/menit · Pikirkan Avian Inuenza o Umur ≥13 tahun:
Sputum ·Pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis ·Pada AI pemeriksaan darah tepi ditemukan leukopenia
·Pemeriksaan Gram
Pneumonia
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
19
Batuk dengan karakteristik: · Berulang atau hilang timbul · Ada faktor pencetus Memburuk pada malam hari Sesak napas dengan karakteristik: ·Berulang atau hilang timbul ·Ada faktor pencetus
Gejala Utama
berat/tertekan · Berdahak · Riwayat atopi · Riwayat keluarga (Asma/atopi)
· Mengi · Sesak napas · Dada terasa
Dapat disertai:
Gejala Tambahan Bervariasi dari normal sampai terdengar wheezing. Di saat serangan bisa ditemukan: ·Pemakaian otot bantu napas ·Meningkatnya Frekuensi napas ·Nadi dapat meningkat ·Terdengar wheezing
Pemeriksaan Fisis
Ekspirasi (APE)
·Spirometri ·Ukur Arus Puncak
Pemeriksaan Penunjang
Asma
Diagnosis/ Klasikasi
20
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Sesak Napas dengan karakteristik: ·Terus menerus dan bertambah berat bila beraktivitas ·Makin lama makin berat (progresif)
lama atau terpajan zat polutan/iritan · Batuk berdahak yang makin banyak · Demam · Mengi · Usia > 45 tahun
· Ada riwayat merokok
Dapat ditemukan:
(ekspirasi melalui mulut seperti orang meniup)
·Wheezing ·Ronki kering ·Purse-lip breathing
meningkat
·Frekuensi napas
napas
·Tampilan ‘dada tong’ ·Pemakaian otot bantu
Ekspirasi (APE) ·Foto toraks
·Spirometri ·Ukur Arus Puncak
PPOK
1. Tuberkulosis (TB) Gejala Utama Tuberkulosis Paru: a. Batuk 2 minggu. b. Berdahak. Gejala Tambahan Tuberkulosis Paru: a. Batuk berdarah b. Nyeri dada c. Sesak napas d. Nafsu makan menurun e. Berat badan menurun f. Keringat malam tanpa kegiatan g. Badan lesu h. Demam yang tidak tinggi (subfebris) Bila dari hasil pengelompokan gejala pasien dinyatakan sebagai terduga TB, maka pasien dirujuk ke unit DOTS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Bila dari hasil pemeriksaan di unit DOTS dinyatakan bukan TB maka pasien dirujuk kembali ke poli Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (pikirkan kemungkinan penyakit Pneumonia, Asma atau PPOK), tetapi bila hasil pemeriksaan dinyatakan TB maka penatalaksanaan selanjutnya oleh unit DOTS dan menginformasikan ke poli yang merujuk.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
21
TB pada Anak Pengegakkan diagnosis pada TB anak menggunakan sistem skoring.
Tabel 3. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB Parameter
0
Kontak TB
Tidak jelas
Uji tuberculin
Negatif
1
2
Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi) Bawah garis Klinis gizi merah (KMS) buruk atau BB/U <80% (BB/U < 60%)
Demam tanpa sebab jelas
> 2 minggu
Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
Jumlah
Laporan BTA positif keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas
Berat badan/ keadaan gizi
Batuk
3
2 minggu >1 cm, jumlah >1, tidak nyeri
Pembengkakan Ada sendi, pembengkakan panggul, lutut, falang Foto toraks Normal Kesan TB Toraks / tidak jelas Jumlah
Catatan : · Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. · Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain. · Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. · Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> 22
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
lihat lampiran tabel berat badan anak. · Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak · Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. · Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13) · Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk evaluasi lebih lanjut.
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini: 1.Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk • penurunan kesadaran • kegawatan lain, misalnya sesak napas 2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura 3. Gibbus, koksitis Sumber penularan dan Case Finding TB Anak (sumber IDAI) Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah pasien dewasa dengan TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberkulin. Bila hasil uji tuberkulin negatif berarti anak belum terinfeksi atau masih dalam masa inkubasi. Anak tersebut diberikan profilaksis.
2. Pneumonia Gejala dan Tanda Gejala klinis utama Pneumonia adalah batuk dan atau sukar bernapas, disertai minimal dua gejala tambahan sebagai berikut : PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
23
a. Demam > 38OC. b. Napas cepat. 1. Umur 5 -12 th : frekuensi napas >30 kali/menit. 2. Umur >13 th : frekuensi napas >20 kali/menit. c. Nyeri dada pleuritik (nyeri dada pada waktu menarik napas). d. Pemeriksaan auskultasi: terdengar ronki saat menarik napas. Diagnosis Pneumonia didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan sik, foto toraks dan laboratorium. Pneumonia diklasikasi berdasarkan derajat keparahannya yaitu Pneumonia dan Pneumonia berat. Pneumonia dapat dilakukan rawat jalan, Pneumonia berat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut, baik pada anak 5 tahun maupun orang dewasa. Pemeriksaan Foto Toraks Pada fasilitas yang memiliki alat rontgen dapat dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk melihat gambaran inltrat atau konsolidasi. Pneumonia Anak Pneumonia bisa disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Sulit menentukan penyebab spesik melalui gambaran klinis atau gambaran foto toraks. Secara epidemiologi penyebab utama bakterial pada Pneumonia anak usia >5 tahun adalah Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, dan Chlamydia pneumoniae. Gambaran klinis pneumonia pada anak yang lebih besar (>5 tahun) umumnya timbul secara tiba-tiba, didahului dengan demam mendadak tinggi sampai menggigil, batuk, dan sakit Pneumonia Kriteria Pneumonia yang dirujuk Kriteria Pneumonia yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut adalah jika ditemukan: a. Pneumonia Berat. 1) Untuk kelompok umur 5-12 tahun dengan gejala: 24
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b. c. d. e. f.
· Sesak napas .> 30 kali/menit · Napas cuping hidung. · Retraksi suprasternal. · Sianosis. · Mungkin terdapat ancaman gagal napas. 2) Untuk kelompok umur >13 tahun dengan salah satu gejala dibawah ini: · Sesak napas dengan frekuensi >20x/menit. · Foto toraks menunjukkan inltrate mokulobus. · Tekanan sistolik <90 mmHg. · Tekanan diastolik <60 mmHg. Pneumonia pada pengguna NAPZA. Pneumonia dengan batuk darah. Pneumonia pada pasien HIV. Pneumonia pada orang tua. Pneumonia pada pasien DM.
Klasikasi berdasarkan derajat keparahan Pneumonia dibagi menjadi Pneumonia berat yang harus di rawat inap dan Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan. a. Pneumonia Diagnosis Gambaran klinis Pneumonia: 1) demam, batuk sakit dada 2) sakit kepala, gelisah, malaise, 3) penurunan nafsu makan, 4) keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah atau diare, 5) napas anak cepat ( 30 kali/menit). Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda Pneumonia berat.
b. Pneumonia Berat Diagnosis: Terdapat gejala seperti Pneumonia ditambah keadaan seperti di bawah ini: Napas cuping hidung, 1) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
25
epigastrium), 2) Napas cepat: 30 kali/menit, 3) Ronki basah, 4) Suara pernapasan menurun, 5) Suara pernapasan bronkial, 6) Foto toraks menunjukkan gambaran Pneumonia (inltrat luas, konsolidasi). Tanda -tanda bahaya yang mungkin dijumpai: a) Kejang, letargis atau tidak sadar b) Tidak dapat minum/makan, atau memuntahkan semuanya. c) Sianosis. d) Distres pernapasan berat.
26
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis, foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini: · Sesak napas · Batuk · Perubahan karakteristik sputum/ purulen · Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam · Nyeri dada · Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki · Leukosit 10.000 atau < 4.500 Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas 30x permenit, tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg, dan usia 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1 atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan. Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit a.l: · Kesadaran menurun · Frekuensi napas lebih dari 30x per menit · Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus · Tekanan sistolik < 90 mmHg · Tekanan diastolik < 60 mmHg · Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit. Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan suportif-simptomatik, al: PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
27
· Istirahat di tempat tidur · Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi · Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat penurun panas · Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran · Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin Antibiotik Empiris yang Digunakan · Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase ATAU o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
riwayat
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg, moksioksasin) ATAU o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase o β laktam ditambah makrolid Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol, mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10 mg per hari dan gizi kurang. 3. Asma Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau menjelang pagi.
28
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Episode munculnya gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran respiratori pada berbagai tingkatan, dapat hilang spontan maupun dengan pengobatan a. Gejala dengan karakteristik 1) Berulang atau hilang timbul. 2) Ada faktor pencetus. 3) Memburuk pada malam hari. 4) Dapat mereda spontan atau dengan pengobatan pelega (reversibel). Gejalanya dapat berupa: 1) Sesak napas. 2) Batuk. 3) Berdahak. 4) Riwayat atopi. 5) Riwayat keluarga (Asma/atopi). b. Klasikasi Klasikasi berdasarkan GINA 2003: 1) Asma Intermitten a. Gejala < 1x seminggu b. Gejala Asma malam < 2x sebulan c. Serangan singkat tidak mengganggu aktitas d. Nilai VEP1 atau APE 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE < 20% 2) Asma Persisten Ringan a. Gejala 1x seminggu serangan tapi < 1x sehari b. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur c. Gejala Asma malam > 2x sebulan d. Nilai VEP1 atau APE > 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE 20 – 30 % 3) Asma Persisten Sedang a. Gejala setiap hari b. Gejala Asma malam > 1x seminggu c. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur d. Nilai VEP1 atau APE 60 - 80% nilai prediksi e. Variabilitas APE > 30 % PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
29
4) Asma Persisten Berat a. Gejala berkepanjangan b. Eksaserbasi sering c. Gejala Asma malam sering d. Aktiftas sik terbatas e. Nilai VEP1atau APE 60% nilai prediksi f. Variabilitas APE > 30 % Klasikasi berdasarkan GINA 2012: Klasikasi Asma dalam keadaan tidak serangan berdasarkan kondisi terkontrolnya Asma. Penilaian kontrol Asma dengan menggunakan Asma Control Test (ACT). Keterangan selanjutnya pada bagian penilaian kontrol Asma. Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma: 1) Asma terkontrol penuh. 2) Asma terkontrol sebagian. 3) Asma tidak terkontrol. Klasikasi berdasarkan GINA 2014: Gejala tipikal asma: 1) Lebih dari satu gejala berikut: mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa. 2) Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi 3) Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya 4) Ada faktor pencetus
30
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 4. Penilaian Kontrol Asma untuk dewasa, remaja dan anak usia 6-11 tahun A. KONTROL G E J A L A ASMA Dalam 4 minggu Terkontrol terakhir, apakah pasien (semua mempunyai: kriteria)
Gejala harian asma
Tidak ada atau 2x/ mgg Tidak ada
Terkontrol Tidak Sebagian Terkontrol (didapatkan 1-2 kriteria dibawah ini) Didapatkan >2x/mgg 3-4 gambaran Asma terkon ada trol sebagian
Terbangun malam hari karena sesak napas (asma malam/nokturnal) Keterbatasan aktivitas Tidak ada ada karena asma Tidak ada Kebutuhan pelega >2x/mgg sesak napas B. FAKTOR RISIKO ASMA PERBURUKAN (risk factors for poor asthma outcomes) Nilai faktor risiko saat mendiagnosis dan secara periodik, terutama pada pasien yang pernah eksaserbasi. Pengukuran FEV1 pada saat memulai pengobatan asma, 3-6 bulan setelah pengobatan, dan setelahnya secara periodik untuk menilai risiko selanjutnya. Faktor risiko independen yang dimodikasi ≥1 dari faktor risiko untuk terjadinya eksaserbasi: ini akan meningkatkan risiko ·Gejala asma tidak terkontrol ·Penggunaan SABA yang berlebihan (>1 eksaserbasi bahkan pada pasien yang x 200 dosis mdi/bulan) dengan ·Penggunaan ICS inadequat, tidak ada terkontrol peresepan ICS, kurang patuh berobat, baik. teknik penggunaan inhaler tidak tepat ·VEP1 rendah, terutama bila <60% prediksi ·Masalah psikologis atau sosioekonomi yang besar ·Terpajan asap rokok, atau allergen ·Komorbid: obesitas, rhinosinusitis, alergi makanan ·Eosinolia sputum atau darah PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
31
·Kehamilan Faktor risiko independen lainnya yang utama: ·Riwayat intubasi atau ICU karena asma ·Riwayat ≥1 eksaserbasi berat dalam 12 bulan terakhir Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2014 Serangan Asma: Serangan Asma adalah perburukan kondisi penyakit, ditandai dengan bertambahnya gejala sesak napas, batuk, dan mengi. Gejala ini timbul disebabkan oleh faktor pencetus. Serangan Asma dapat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan sampai mengancam jiwa.
Tabel 5. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan Gejala dan Berat Serangan Akut Ancaman Tanda Henti Ringan Sedang Berat nafas Sesak napas Berjalan Istirahat ·Berbicara saat Pada bayi, ·Pada bayi, suara tangis berhenti lebih pelan makan dan pendek ·Kesulitan Posisi Dapat tidur Duduk Duduk terlentang membungkuk Cara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi berbicara kata Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah ·Mengantuk, ·Gelisah, ·Kesadaran menurun Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata Mengi
Nyaring, Sedang, sering hanya pada akhir sepanjang ekspirasi ± ekspirasi inspirasi
32
Sangat nyaring, terdengar tanpa
Sulit/tidak terdengar
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penggunaan Biasanya tidak otot bantu napas Retraksi Dangkal, retraksi sela iga Frekuensi napas
Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus Saturasi Oksigen
Biasanya ya
Ya
Gerakan paradok torako abdominal
Sedang, ditambah
Dalam, dan Dangkal/ napas cuping hilang retraksi hidung suprasterna Takipnu Dewasa Takipnu Takipnu Bradipnu : 20 Dewasa : 20 -30 Dewasa : > 30 Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar : Usia frekuensi napas normal per menit 5 – 14 thn < 30 15 thn < 20 Dewasa : 100 Dewasa :100 - Dewasa : Bradikardi 120 >120 Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak : Usia frekuensi nadi normal per menit 2-12 bln <160 1-5 thn <120 6-8 thn <110 ·Tidak ada, Tidak ada Ada ada ·Kelelahan <10 mmHg 10-20 mmHg >20 otot mmHg respiratorik >95% 91-95% <90% <90%
Sumber: GINA (Global Initiative for Asthma) 2012
Asma Anak Kecurigaan awal seorang anak menderita Asma adalah gejala mengi dan/atau batuk yang terjadi secara kronik dan/atau berulang disebut sebagai BKB (Batuk Kronik Berulang). Tidak sulit mengidentikasi BKB karena Asma. Batuk karena Asma, akan timbul bila terpajan dengan faktor pencetus. Sebagian besar orang tua biasanya dapat menandai hal-hal apa saja yang menjadi pencetus batuk Asma pada anaknya. Batuk pada Asma mempunyai ciri khusus yaitu lebih berat pada malam atau dini hari. Biasanya perbedaan intensitas antara batuk siang dan malam hari sangat nyata. Pada siang hari PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
33
batuk hanya sesekali, bahkan tidak batuk, sedangkan pada malam hari anak batuk demikian hebat sehingga anak tidak dapat tidur atau berulang kali terbangun dari tidurnya karena batuk. Gejala nokturnal ini menunjukkan adanya variabilitas yaitu perbedaan intensitas antara siang dan malam hari. Gejala batuk ini timbul secara berulang atau dapat timbul pada waktu/musim tertentu. Keadaan ini menunjukkan adanya periodisitas atau episodisitas. Sebagian besar Asma dasarnya adalah alergi. Pada penelusuran keluarga secara teliti biasanya terdapat gejala alergi pada keluarga. Diagnosis Asma akan lebih kuat bila pasien menunjukkan respons yang baik terhadap pemberian obat Asma yang ditandai dengan meredanya batuk. Hal ini menunjukkan adanya reversibilitas. Gejala mengi pada pasien dewasa hampir selalu disebabkan oleh Asma. Pada anak gejala mengi dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan klinis lain. Sebaliknya anak Asma dapat tanpa gejala mengi namun dengan gejala batuk dengan karakteristik yang khas. Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada asma agar pengobatan yang diberikan tepat pula. Gejala asma bersifat intermiten sehingga yang lebih sering melihat langsung adalah orangtua atau pasiennya sendiri. Pada anak diagnosis mengi sering tertukar dengan penyakit saluran respiratori lain seperti TB, sindrom croup, bronkiolitis. Diagnosis asma anak berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), pemeriksaan sik, dan pemeriksaan penunjang. 1) Anamnesis riwayat penyakit Untuk diagnosis asma pada anak ada 6 pertanyaan penting yang perlu diajukan: ·Apakah pasien pernah mengalami mengi atau mengi berulang? ·Apakah pasien mengalami batuk yang mengganggu tidur pada malam hari? 34
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
·Apakah pasien mengalami mengi atau batuk setelah
melakukan aktivitas sik? ·Apakah pasien mengalami mengi, batuk, atau rasa dada
tertekan setelah terpajan allergen inhalan atau polutan? ·Apakah bila mengalami “common cold” terasa sampai di dada atau memerlukan waktu >10 hari untuk sembuh? ·Apakah gejala membaik setelah pemberian obat asma (bronkodilator)? 2) Pemeriksaan sik Karena gejala asma pada anak sangat bervariasi, maka pemeriksaan sik dapat menunjukkan keadaan yang normal bila tidak mengalami serangan (eksaserbasi). Mengi mungkin tidak ditemukan, namun sering didapatkan ekspirasi yang memanjang atau mengi saat melakukan ekspirasi yang panjang. Perbaikan gejala dalam waktu cepat setelah pemberian salbutamol inhalasi di poliklinik sangat menyokong diagnosis asma pada anak. 3) Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Asma memerlukan pemeriksaan uji fungsi paru, dengan alat Peak Flow Rate Meter dan Spirometer. Namun pada penerapannya tidak mudah karena memerlukan koordinasi/manuver yang sulit. Cara pemberian obat yang utama dalam Asma adalah dengan inhalasi atau obat hirupan. Anak-anak umumnya juga mengalami kesulitan untuk menggunakan obat dengan cara inhalasi, terutama dengan alat Dry Powder Inhaler (DPI) dan Metered Dose Inhaler (MDI) sehingga menilai respons pengobatan inhalasi untuk membantu menegakkan diagnosis, harus berhati-hati. Bila sudah mampu laksana, anak juga perlu menjalani berbagai pemeriksaan penunjang selengkap mungkin. Jika diagnosis masih meragukan maka anak perlu dirujuk ke PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
35
fasilitas yang lebih lengkap untuk evaluasi lebih lanjut. Kriteria rujukan adalah bila ditemukan berbagai temuan yang mengarah ke diagnosis lain seperti dapat dilihat pada tabel diagnosis banding. Untuk mendukung diagnosis Asma anak dipakai batasan: 1) Variabilitas pada APE atau VEP1 > 15% Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan atau penurunan) hasil APE dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu. 2) Kenaikan > 15% pada APE atau VEP1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator. Terjadi reversibilitas (perbedaan nilai) setelah pemberian inhalasi bronkodilator. 3) Penurunan > 15% pada APE atau VEP1 setelah uji provokasi bronkus. Keterangan : APE : Arus Puncak Ekspirasi VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu. Klasikasi Asma Anak Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami serangan akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek yaitu aspek akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik (penilaian jangka panjang). Klasikasi Asma Anak dapat dilihat dari aspek kronik dan aspek akut. Pada aspek kronik derajat Asma dibagi 3 yaitu : 1) Asma episodik jarang: Gejala / serangan jarang timbul, interval antar gejala > 1 bulan. 2) Asma episodik sering: Gejala / serangan sering timbul, interval antar gejala < 1 bulan. 3) Asma persisten: Gejala hampir selalu ada. Selain klasikasi diatas, pada aspek kronik diperlukan pula 36
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
klasikasi derajat kontrol (tingkat kendali) asmanya terutama bila pasien telah mendapat pengobatan jangka panjang menggunakan obat pengendali asma (kortikosteroid inhalasi). Klasikasi tingkat kendali asma dapat dilihat pada tabel 4. Pada aspek akut (serangan atau eksaserbasi), asma anak dibagi menjadi: 1) Asma serangan ringan. 2) Asma serangan sedang. 3) Asma serangan berat. 4) Ancaman henti napas (lihat tabel 5) Bila mendiagnosis seorang anak sebagai Asma (Pendekatan Praktis Kesehatan Paruing tidak untuk pertama kalinya) maka perlu disebutkan kedua aspek yaitu kronik dan akut. Misalnya, Asma episodik sering - serangan ringan, atau Asma episodik jarang - serangan berat. Dapat juga dijumpai pasien yang pada penilaian saat ini tidak ada gejala sama sekali (Asma terkontrol), atau ada gejala ringan yang tidak sampai memenuhi kriteria serangan Asma. Jika pasien sudah menjalani tata laksana Asma secara jangka panjang dan teratur berkonsultasi maka kita menilai apakah Asmanya terkontrol atau tidak. 4. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dicegah dan diobati. Penyakit ini merupakan kelainan paru ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, yang bersifat progresif, berhubungan dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan penyakit penyerta (penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru) dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Penyakit ini mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Dalam perjalanan penyakit PPOK, ada fase PPOK stabil dan PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
37
PPOK eksaserbasi akut. Kriteria PPOK stabil adalah: a. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik b. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analsis gas darah menunjukan PH normal PC)2 > 60 mmHg dan PO2 < 60 mmHg c. Sputum tidak berwarna atau jernih d. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil spirometri) e. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan f. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan Eksaserbasi adalah suatu keadaan akut yang ditandai dengan perburukkan gejala pernapasan dari keadaaan seharihari yang mengakibatkan pada perubahan penatalaksanaan. Gejala PPOK eksaserbasi akut: a. Batuk makin sering / hebat b. Produksi sputum bertambah banyak c. Sputum berubah warna d. Sesak napas bertambah e. Keterbatasan aktivitas bertambah f. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik g. Kesadaran menurun Faktor Risiko 1) Faktor risiko pejamu - Genetik - Hiper responsif jalan napas - Pertumbuhan paru 2) Faktor risiko Pajanan - Asap rokok (perokok aktif dan pasif) - Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) - Polusi udara · Polusi di dalam ruangan: asap rokok, asap tungku 38
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
-
masak · Polusi di luar ruangan: gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan Infeksi saluran napas bawah berulang Kondisi sosial ekonomi
Langkah-Langkah Menegakkan Diagnosis Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK Gejala Sesak yaitu:
Batuk Kronik Batuk kronik berdahak: Riwayat terpajan factor resiko, terutama Riwayat keluarga dengan PPOK
Keterangan Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu) Bertambah berat dengan aktivitas Persistent (menetap sepanjang hari) Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu usaha untuk bernapas," Berat, sukar bernapas, terengah-engah Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak. Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK. Asap rokok. Debu dan bahan kimia di tempat kerja Asap dapur
Pertimbangkan PPOK jika ditemukan : 1. Riwayat pajanan faktor risiko 2. Sesak napas kronik progresif 3. Batuk kronik 4. Berdahak kronik
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
39
Bagan 3. Alur Diagnosis PPOK Faktor risiko - Usia - Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja
Gejala : - Sesakl napas - Batuk kronik - Berdahak kronik - Keterbatasan aktivitas
Pemeriksaan fisik*
Curiga PPOK
Spirometri
Normal
Curiga Penyakit Paru Lain
Foto Toraks
Penanganan sesuai dugaan penyakit
VEP1/KVP <70% (setelah bronkodilator)
PPOK Derajat I / II / III / IV
*Pemeriksaan sik : a) Normal b) Kelainan Bentuk dada : barrel chest Penggunaan otot bantu napas Pelebaran sela iga Hipertro otot bantu napas Femitus melemah, sela iga melebar Hipersonor Suara napas vesikuler melemah atau normal Ekspirasi memanjang Gambaran foto toraks pada PPOK dapat bervariasi dari normal sampai ditemukan kelainan. Kelainan berupa: Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma Mendatar Corakan Bronkovaskuler Meningkat Bulla Jantung Pendulum
40
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Diagnosis Banding PPOK Diagnosis Gambaran klinis 1. Onset usia pertengahan 2. Gejala progresif lambat PPOK 3.
Riwayat merokok (lama & jumlah)
4.
Sesak saat aktivitas
5.
Hambatan aliran udara umumnya ireversibel
1. 2.
Onset usia dini Gejala bervariasi dari hari ke hari
3.
Gejala pada waktu malam/dini hari lebih menonjol
4.
Dapat ditemukan alergi,rinitis dan atau eksim
5.
Riwayat asma dalam keluarga
6.
Hambatan aliran udara umumnya reversible
Kongestif
1. 2. 3.
Bronkiektasis
4. 1. 2.
Riwayat hipertensi Ronki basah halus di basal paru Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan edema paru Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi Sputum purulen dalam jumlah banyak Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
3.
Ronki basah kasar dan jari tabuh
4.
Gambaran foto toraks tampak honeycomb appearence
5.
Penebalan dinding bronkus
1. 2.
Onset semua usia Gambaran foto toraks Inltrat
3.
Konrmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam / BTA)
Asma
Gagal jantung
Tuberkulosis
1. Obstruksi Pasca 2. 3. TB (SOPT) Sindrom
Riwayat pengobatan anti tuberkulosis adekuat Gambaran foto toraks bekas TB : brotik dan klasikasi minimal Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang tidak reversible
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
41
Klasikasi Berdasarkan Beratnya Penyakit Tabel 7. Klasikasi PPOK Berdasarkan GOLD 2010 Derajat Derajat I: PPOK Ringan
Klinis Faal Paru Gejala batuk kronik dan VEP1/ KVP < 70 produksi sputum ada % VEP1 80% tetapi tidak sering prediksi
Derajat II: PPOK Sedang
Gejala sesak mulai VEP1/KVP < 70 dirasakan saat aktitas % 50% VEP1 dan kadang ditemukan < 80% prediksi gejala batuk dan produksi sputum Derajat III: Gejala sesak lebih VEP1/KVP < 70 PPOK Berat berat Penurunan % 30% VEP1 aktitas, < 50% prediksi Rasa lelah dan serangan, eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien Gejala diatas VEP1/ KVP < 70 ditambah % tanda-tanda gagal VEP1 < 30% napas atau tandaprediksi tanda gagal jantung VEP1 < 50% kanan dan prediksi dengan ketergantungan gagal napas oksigen kronik Keterangan:
Keterangan Pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun Pada kondisi ini pasien mulai menurun kesehatannya Mulai memeriksakan kesehatannya
Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 KVP = Kapasitas Vital Paksa
Penilaian Kelompok Pasien PPOK dan pengobatan ditentukan berdasar gejala, nilai spirometri dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi). Gejala diukur berdasarkan skor mMRC atau CAT.
42
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Populasi C: Risiko tinggi, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10 Populasi A: Risiko rendah, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10
Populasi D: Risiko tinggi, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥ 10 Populasi B: Risiko rendah, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥ 10
D. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut Pasien yang sudah dikelompokkan menurut gejala dan tanda tertentu, segera dilakukan penatalaksanaan dan tindak lanjut yang sesuai algoritma Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
43
1. Prinsip dalam Penatalaksanaan Pasien a. perlu dipikirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang diderita pasien (dalam 1 pasien bisa ≥ 2 diagnosis). b. Pemberian obat sesuai dengan diagnosis. c. Pasien dengan kondisi kegawatdaruratan harus dirujuk ke Rumah Sakit. d. Merujuk pasien dengan kondisi tertentu yang membutuhkan pemeriksaan penunjang atau pengobatan lanjutan ke Rumah Sakit. 2. Penetapan Obat yang Akan Diberikan Baik untuk Jangka Pendek Maupun Jangka Panjang serta Tindak Lanjut Pengobatan dan tindak lanjut disesuaikan dengan pengelompokan dan diagnosis yang telah ditegakkan. a. Penatalaksanaan/pengobatan TB Apabila pasien sudah dinyatakan sebagai terduga TB, maka dirujuk ke Poli DOTS. b. Penatalaksanaan/pengobatan Pneumonia Pengobatan medikamentosa pada pasien dewasa: 1) Beri antibiotik spektrum luas selama 5-7 hari: a) Pilihan 1: Amoksisilin-asam klavulanat 3 x 500 mg (bila tersedia di Puskesmas). b) Pilihan 2: Amoksisilin 3 x 500 mg : 25-50mg/kgBB/hari. c) Pilihan 3: Eritromisin 3 x 500 mg : 30mg/kgBB/hari. d) Pilihan 4: Doksisiklin 2 x 100 mg (bila tersedia di Puskesmas). 2) Beri obat simtomatis sesuai keluhan: a) Analgetik-antipiretik. b) Ekspektoran/Mukolitik. 3) Pengobatan Non-medikamentosa: a) Tirah baring (bedrest). b) Banyak minum. c) Etika batuk (sesuai Universal Infection Precaution). d) Kunjungan ulang 2-3 hari. e) Jika berat dirujuk ke Rumah Sakit. 44
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Catatan : Bila pasien dengan HIV (+), pikirkan Pneumocystis Carinii Pneumonia (PCP) dan tambahkan terapi dengan Kotrimoksasol untuk PCP Ringan sampai Sedang: 2 x 960 mg selama 21 hari dilanjutkan 1 x 960 mg selama 6 bulan. Tatalaksana Pneumonia pada pasien anak usia ≥ 5 tahun Pada rawat jalan: 1) Medikamentosa Beri antibiotik: a) Kotrimoksasol (4 mg Trimetoprim/kgBB - 20mg Sulfametoksazole /kgBB/hari). Dosis oral 2 kali sehari selama 5 hari, atau b) Amoksisilin (25 - 50 mg/kgBB/hari). Dosis oral 3 kali sehari selama 5 hari. c) Bila diduga kuat penyebab pneumonia mikoplasma, berikan golongan makrolid (eritromisin 50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau klaritromisin 15-20 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis) d) Untuk pasien HIV antibiotik diberikan selama 7 hari. Bila dicurigai infeksi PCP dosis kotrimoksasol diberikan 8 mg/kg BB/kali (TMP) diberikan tiga kali sehari selama 3 minggu. 2) Non medikamentosa Nasihat: a) Anjurkan untuk memberi makan anak walaupun anak dalam keadaan sesak napas, namun harus berhati-hati agar tidak tersedak. b) Anjurkan untuk membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak bisa minum. Jika ditemui tanda Pneumonia berat: 1) Te r a p i oksigen 2 liter/menit dengan nasal prong/nasal kanul. 2) A n a k dirujuk ke Rumah Sakit dengan menggunakan Form PAL 04 dan direkapitulasi menggunakan Form PAL 06. Ketika anak kembali: PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
45
1) Jika pernapasann ya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari. 2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, rujuk ke Rumah Sakit. c. Penatalaksanaan/pengobatan Asma Tujuan Penatalaksanaan Mencapai Asma terkontrol, sehingga pasien Asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas seharihari. Kriteria Asma terkontrol anak dan dewasa 1) Tidak ada gejala atau gejala minimal. 2) Tidak ada serangan Asma malam hari. 3) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal. 4) Nilai APE normal atau mendekati normal. 5) Tidak ada keterbatasan aktivitas. 6) Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat. Penatalaksanaan meliputi 4 komponen 1) KIE dan hubungan dokter-pasien. 2) Identikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko. 3) Penilaian, pengobatan dan monitor Asma. 4) Penatalaksanaan Asma eksaserbasi akut. Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 2, yaitu: penatalaksanaan Asma jangka panjang dan penatalaksanaan Asma akut/saat serangan. 1) Tatalaksana Asma jangka panjang Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga kebugaran. a) Edukasi: Edukasi yang diberikan mencakup: · Kapan pasien berobat/mencari pertolongan. 46
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Mengenali gejala serangan Asma secara dini. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaannya. · Mengenali dan menghindari faktor pencetus. · Kontrol teratur. b) Obat: Terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol dengan tujuan untuk mencegah serangan dan diberikan dalam jangka panjang secara terus menerus. (lihat Lampiran 1.) · Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol (inhalasi budesonid), dievaluasi setiap bulan. · Bila dalam satu bulan belum juga terkontrol, dosis obat ditingkatkan. · Bila Asma sudah terkontrol dan berlangsung selama 3 bulan dosis obat diturunkan. · Dosis obat dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keadaan Asma pasien sudah terkontrol atau belum. · Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi bakteri (Pneumonia, bronkitis akut, sinusitis), ditandai dengan sputum purulen, demam dan leukositosis. Antibiotik yang diberikan adalah amoksisilin dosis 50mg/kgBB/hari selama minimal 5 hari. · Pasien dianjurkan untuk kontrol teratur/terjadwal tidak hanya bila terjadi serangan akut. Hal tersebut untuk meyakinkan bahwa Asma tetap terkontrol dengan mengupayakan penurunan terapi seminimal mungkin. c) Menjaga kebugaran: Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan senam Asma. Pasien diberi tahu tempat yang menyelenggarakan senam asma. · ·
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
47
Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Rumah Sakit. Kriteria pasien yang dirujuk adalah: a) Pada serangan akut yang mengancam jiwa. b) Tidak respons dengan pengobatan. c) Tanda dan gejala tidak jelas atau adanya komplikasi atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis, polip hidung, aspergilosis (ABPA), rhinitis berat, disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) dan PPOK. d) Dibutuhkan pemeriksaan/uji lainnya di luar pemeriksaan standar seperti uji kulit (uji alergi), pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus, uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test), bronkoskopi dan sebagainya. Alasan/kemungkinan Asma tidak terkontrol: a) Obat tidak adekuat (rejimen atau dosis). b) Ketidakpatuhan dan ketidaktepatan menggunakan obat. c) Cara pemakaian obat inhalasi yang salah (teknik inhalasi). d) Efek samping obat. e) Pajanan pencetus terus menerus. f) Terdapat penyakit penyerta (sinusitis, rhinitis, PRGE, bronkitis dan lain-lain). g) Masalah psikososial. h) Kurangnya edukasi mengenai penyakitnya, pengobatan dan pencegahan 2) Tatalaksana Serangan Asma Akut/Saat Serangan. Tujuan: · Mengatasi gejala serangan Asma. · Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan. · Mencegah terjadinya kekambuhan. · Mencegah kematian karena serangan Asma. Tatalaksana Serangan Asma Akut pada Orang Dewasa: 48
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
· Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital (frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi dan temperatur), ukur saturasi oksigen dengan pulseoxymeter kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak flow rate meter.Tentukan klasifikasi berat serangan. · Bila saturasi 90-95% berikan oksigen dengan kanula hidung 1-2 ltr/menit. Bila < 90% berikan oksigen 4-6 ltr/menit dengan face mask, sehingga saturasi oksigen > 95%. · Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5 mg/2,5 ml untuk sediaan ventolin nebul) atau injeksi adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi Salbutamol dan Ipratropium Bromida setiap 20 menit selama 1 jam. · Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat steroid sehari-hari beri kortikosteroid sistemik (berikan prednisone 1 tablet atau bila tidak bisa minum, suntikkan deksametason 1-2 ampul Intra Vena). · Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan saturasi oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Rumah Sakit. Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons pengobatan.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
49
Bagan 5. Alur Tatalaksana Asma Berdasarkan Nilai Derajat Serangan
Nilai derajat serangan
Tatalaksana awal Nebulisasi β-agonis 3x, interval 20 menit
Serangan ringan (nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang) Observasi 1-2 jam. Jika efek bertahan, boleh pulang.Jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang.
Boleh pulang obat β-agonis (hirupan/oral). § Jika sudah ada obat pengontrol, teruskan. § Jika infeksi virus sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral. § Dalam 24-48 jam kontrol ke poliklinik untuk evaluasi. § Bekali
50
Serangan sedang (nebulisasi 2-3x, responsparsial) §Berikan oksigen §Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruangan rawat sehari. §Pasang infus
Ruangan rawat sehari/kontrol Fasilitas Kesehatan § Oksigen teruskan. § Berikan steroid oral. § Nebulisasi tiap 2 jam. § Bila dalam 8-12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang. § Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap.
Serangan berat (nebulisasi 3x, respons buruk) § Sejak awal berikan oksigen saat/di luar nebulisasi. § Pasang infus. § Nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat inap. § Foto toraks.
Ruang rawat inap § Oksigen teruskan. § Atasi dehidrasi/asidosis jika
ada. § Steroid i.v. tiap 6-8 jam. § Nebulisasi tiap 1-2 jam. § Aminolin i.v. awal, lanjutkan
rumatan. § Jika membaik dalam
4-6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam. § Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang. § Jika dengan steroid dan aminolin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke ICU.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Catatan: 1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan β- agonis + antikolinergik 2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 mg/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kal 3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi 4. Dosis aminolin loading dose 4-6 mg/KgBB i.v perlahan, jika terdapat riwayat pemberian golongan xantin (aminolin atau teolin) sebelumnya maka dosis aminolin loading dose diturunkan menjadi 50% (2-3 mg/KgBB). Selanjutnya dilanjutkan dosis rumatan yaitu 0,5-1 mg/kgBB/jam i.v
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
51
Tatalaksana serangan Asma pada anak GINA membagi tatalaksana serangan Asma pada anak menjadi dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di FKRTL. 1) Tatalaksana di Rumah Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal adalah inhalasi β-agonis kerja pendek sebanyak < 3x dalam satu jam. 2) Tatalaksana di FKRTL a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Klinik Pasien Asma yang datang dalam keadaan serangan ke IGD langsung dinilai derajat serangannya menurut klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia. Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian βagonis kerja singkat secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan interval 20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan obat antikolinergik (ipratropium bromid). Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam keadaan serangan berat, langsung diberikan nebulisasi β-agonis kerja singkat dikombinasi dengan antikolinergik (ipratropium bromid). Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi β-agonis kerja singkat. Pasien seperti ini cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya 52
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
dirawat agar dapat diberikan obat intravena serta diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya atau dirujuk ke rumah sakit.
Serangan Asma Ringan Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete response), berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam. Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksana. Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengontrol, obat tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan Asma sedang. Serangan Asma Sedang Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete response), kemungkinan derajat serangannya sedang. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan Asma sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari. Apabila belum ada perbaikan harus dirujuk ke Rumah Sakit.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
53
b) Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS), bila tersedia Pemberian oksigen sejak dari IGD dilanjutkan. Setelah di IGD menjalani nebulisasi 3 kali dalam 1 jam dengan respons parsial, di RRS diteruskan pemberian nebulisasi β-agonis + antikolinergik setiap 2 jam. Kemudian, steroid sistemik oral diberikan (metilprednisolon, prednison, atau triamsinolon). Jika dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila dalam 12 jam responsnya tetap tidak baik, pasien dirujuk ke Rumah Sakit. Pemberian kortikosteroid dilanjutkan sampai 3-5 hari. 3) Pemberian Obat Pengontrol/Pengendali pada Asma Anak Obat pengontrol/pengendali pada asma anak diberikan pada asma episodik sering dan asma persisten. Pilihan pertama adalah pemberian steroid hirupan dalam bentuk tunggal. Pada kasus yang demikian sebaiknya pasien dirujuk ke rumah sakit. 4) Kontrol Lingkungan pada Asma anak Pada pasien Asma dewasa, makanan bukan merupakan faktor pencetus penting, keadaan ini berbeda dengan pasien Asma anak. Orang tua pasien Asma sering kali melaporkan eratnya kaitan makanan tertentu dengan timbul atau memburuknya gejala Asma pada anaknya. Selain zat makanannya itu sendiri bisa menjadi pencetus, suhu dingin dari makanan/minuman juga dapat menjadi pencetus. Misalnya air putih tidak dingin tidak menjadi faktor pencetus, tapi air putih dingin dapat menjadi pencetus. Adapun jenis-jenis pencetus sebagai berikut. a) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin, buah dingin. 54
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
b) Permen, dengan segala variasinya . c) Coklat, dalam segala macam bentuknya: susu coklat, kue coklat, wafer, misis, selai, dan semua makanan / minuman yang mengandung coklat. d) Vetsin, semua makanan bervetsin: snack gurih, fried chiken, mie instan, nugget, sosis, dan lain-lain. e) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya: selai, biskuit, somay, sate, pecal, gado-gado, ketoprak. f) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak goreng bekas pakai. g) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan. h) Zat pewarna, zat pengawet. Makanan anak-anak seringkali dibuat dalam warna warni mencolok untuk menarik perhatian. Seringkali pewarna atau pengawet dalam makanan menjadi faktor pencetus. d. Penatalaksanaan PPOK Tujuan penatalaksanaan PPOK : 1) Mengurangi gejala 2) Mencegah progresitas penyakit 3) Meningkatkan toleransi latihan 4) Meningkatkan status kesehatan 5) Mencegah dan menangani komplikasi 6) Mencegah dan menangani eksaserbasi 7) Menurunkan kematian Komponen penanganan PPOK: 1) Evaluasi dan monitor penyakit 2) Menurunkan faktor risiko: berhenti merokok, hindari polusi udara dalam dan luar ruangan serta pajanan di lingkungan kerja 3) Tatalaksana PPOK stabil (lihat alur di bawah) 4) Tatalaksana PPOK eksaserbasi
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
55
Tabel 8. Penatalaksanaan menurut derajat beratnya PPOK (Dikutip dari: PDPI 2011, GOLD 2010)
DERA DERAJAT II** DERAJAT III DERAJAT IV VEP1/KVP < VEP1 /KVP 70% 30 VEP1 /KVP < 70% VEP1 JAT I % VEP1 50% VEP1 70% < 30 % · Hindari
faktor risiko: BERHENTI MEROKOK, PAJANAN KERJA pemberian vaksinasi inuenza · Berikan bronkodilator kerja pendek (bila diperlukan) · Dipertimbangkan
·
Berikan pengobatan rutin dengan satu atau lebih bronkodilator kerja lama
·
Rehabilitasi paru (latihan, nutrisi, edukasi, psikososial) ·
Tambahkan pengobatan inhalasi glukokortikosteroid jika terjadi eksaserbasi berulang-ulang ·
Pemberian oksigen jangka panjang jika indikasi
·
Lakukan tindakan Invasif jika perlu
Tujuan Penatalaksanaan pada keadaan stabil: 1) Mempertahankan faal paru 2) Meningkatakan kualitas hidup 3) Mencegah eksaserbasi Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi berkala atau di rumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah eksaserbasi. Penatalaksanaan rawat jalan di poliklinik meliputi: 1) Menjaga eksaserbasi ringan sampai sedang 2) Menjaga tidak terjadi gagal napas akun pada gagal napas kronik 3) Mengatasi komplikasi ringan 56
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Penatalaksanaan di rumah: Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga dari pasien PPOK berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanis. Tujuan penatalaksanan di rumah: 1) Menjaga PPOK tetap stabil 2) Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang 3) Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini 4) Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan 5) Menjaga penggunaan ventilasi mekanis 6) Meningkatkan kualitas hidup Penatalaksanaan di rumah meliputi: 1) Penggunaan obat-obatan dengan tepat Obat-obatan sesuai klasikasi. Pemilihan obat dapat dalam bentuk dishaler, nebuhaler, turbuhaler, atau breezhaler karena pasien PPOK biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis, dan kekuatan otot sudah berkurang. Penggunaan bentuk Inhalasi Dosis Terukur (IDT) menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul eksaserbasi. 2) Terapi oksigen Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas. Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter. 3) Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
57
Sebagian pasien PPOK dapat menggunakan mesin bantu napas di rumah 4) Rehabilitasi Menyesuaikan aktivitas Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough) “pursed-lips breathing” Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas 5) Evaluasi dan monitor Tanda eksaserbasi Efek samping obat Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen Bagan 4. Penatalaksanaan PPOK Stabil Algoritme PPOK Stabil
Edukasi
· Berhenti merokok · Pengetahuan dasar
PPOK · Obat-obatan · Pencegahan perburukan
penyakit · Menghindari pencetus · Penyesuaian aktivitas
Farmakolog
· Bronkodilator kerja
singkat bila perlu - Anti kolinergik - β2 agonist - Xantin · Kombinasi LABA + kortikosteroid (LABACS) · Antioksidan · Dipertimbangkan mukolitik
Non farmakologi
Rehabilitasi · Latihan
Pernapasan dan sik · Fisioterapi dada · Nutrisi
Keterangan: 1. SABA : Short Acting β2 Agonist 2. LABA : Long Acting β2 Agonist 3. LABACS : Long Acting β2 Agonist + kortikosteroid
58
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel . Pengobatan PPOK berdasarkan kelompok pasien (GOLD 2013) Kelom pok pasien A
Obat pilihan pertama
Obat pilihan alternatif
Antikolinergik kerja cepat atau β2 agonis kerja cepat Antikolinergik kerja lama atau β2 agonis kerja lama
Antikolinergik kerja lama atau β2 agonis kerja lama atau β2 agonis kerja singkat dan antikolinergik kerja singkat Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama
C
Kortikosteroid inhalasi + β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama
D
Kortikosteroid inhalasi + β2 agonis kerja lama dan /atau Antikolinergik kerja lama
Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama dan PDE4 inhibitor atau β2 agonis kerja lama dan PDE 4 inhibitor Kortikosteroid inhalasi dan antikolinergik kerja lama dan/atau β2 agonis kerja lama atau Kortikosteroid inhalasi + β2 agonis kerja lama dan PDE4 Inhibitor atau Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama dan PDE 4 Inhibitor
B
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Obat pilihan lain
Teolin Salbutamol
β2 agonis kerja singkat dan/atau Antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol β2 agonis kerja singkat dan/atau Antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol
Carbocystein β2 agonis kerja singkat dan/atau antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol
59
Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di : 1) Poliklinik rawat jalan 2) Unit gawat darurat 3) Ruang rawat inap 4) Ruang ICU Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK 1) Optimalisasi penggunaan obat-obatan a) Bronkodilator · β2 Agonis kerja singkat kombinasi dengan antikolinergik perinhalasi (nebuliser) · Xantin intravena (bolus dan drip) b) Kortikosteroid sistemik c) Antibiotik · Golongan makrolid baru (Azitromisin, Roksitromisin, Klaritromisin) · Golongan kuinolon respirasi · Sefalosporin generasi III/IV d) Mukolitik e) Ekspektoran 2) Terapi oksigen sesuai Sa O2 (pulsoksimetri) 3) Terapi nutrisi 4) Evaluasi progresitas penyakit 5) Edukasi 6) Pemeriksaan penunjang: foto toraks, EKG, sputum mikroorganisme, elektrolit, darah tepi lengkap, gula darah sewaktu Indikasi rawat inap : 1) Eksaserbasi sedang dan berat 2) Terdapat komplikasi 3) Infeksi saluran napas berat 4) Gagal napas akut pada gagal napas kronik 5) Gagal jantung kanan
60
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Indikasi rawat ICU: 1) Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat 2) Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi 3) Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg, memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau non invasif) Evaluasi Penatalaksanaan Kasus PPOK merupakan penyakit progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Monitor penting yang dilakukan adalah gejala klinis, fungsi paru dan keterbatasan aktitas: Keluhan terutama sesak napas Kenaikan Berat badan/ IMT (Indeks Massa Tubuh) Penyempitan jalan napas (VEP1/KVP) Keterbatasan aktitas (uji jalan 6 menit) 3. Penggunaan Alat Pengukuran dalam Tatalaksana
a. Penggunaan Inhalasi Dosis Terukur (IDT). 1) Jika tersedia, gunakan placebo (air distilasi) untuk mengajarkan dan memantau penggunaan inhalasi dosis terukur. 2) Sebaiknya pada pasien yang menggunakan IDT diberikan bersamaan dengan spacer. Pada saat pasien mengalami sesak napas berat gunakan spacer dengan masker. 3) Minta pasien untuk menunjukkan cara menggunakan inhalasi (setiap kunjungan). Jika belum tepat, demonstrasikan teknik yang tepat lalu minta pasien untuk mengulangnya. 4) Pastikan pasien memiliki koordinasi yang baik antara mengambil napas dan menekan inhaler.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
61
Tabel 9. Prosedur IDT dengan Spacer Cara menggunakan inhaler dengan katup
1. Buka tutup inhaler 2. Kocok inhaler dan masukkan ke dasar spacer 3. Motivasi pasien untuk mengeluarkan napas secara pelan 4. Pasien memastikan bibirnya menutupi seluruh bagian mulut spacer 5. Tekan inhaler 2-3 kali sesuai dosis untuk melepaskan salbutamol dalam dosis yang tepat ke spacer. Setiap menekan inhaler beri jarak 1-2 detik sebelum menekan lagi. 6. Pasien menarik napas dalam melalui mulutnya secara perlahan. 62
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
7. Pasien menahan napas selama 10 detik lalu mengeluarkan napas dengan pelan. Tarik spacer sebelum pasien mengeluarkan napas. 8. Berkumur dengan air setelah penggunaan inhaler. 9. Setelah digunakan, spacer dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Keterangan: Untuk Pasien anak: Lakukan penghirupan 6-8 kali siklus napas dengan cara seperti di atas,
b. Penggunaan Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test = ACT) Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test = ACT) ACT adalah suatu alat/perangkat untuk menilai apakah seorang pasien Asma dalam keadaan terkontrol atau tidak. ACT merupakan suatu perangkat yang terdiri dari 5 pertanyaan yang diajukan pada pasien untuk mengetahui keadaan Asmanya. Perangkat ini sudah terbukti mempunyai korelasi dengan kondisi pasien serta hasil pemeriksaan faal paru. Tujuan pengobatan Asma adalah mencapai keadaan Asma terkontrol. Dengan menggunakan ACT kita bisa mengetahui apakah seorang pasien Asma, sudah terkontrol atau belum Asmanya. Setiap pertanyaan mempunyai nilai 1-5. Apabila semua pertanyaan dijawab dengan skor total adalah 25 maka dinyatakan Asma terkontrol penuh. Bila jumlah nilai skor antara 20-24 maka dikatakan Asma terkontrol sebagian. Sedangkan bila jumlah nilai skor berjumlah 19 atau kurang, berarti Asma tidak terkontrol. Setiap kali pasien berkunjung ke dokter, hendaklah dilakukan pemeriksaan ACT untuk mengetahui apakah sudah tercapai Asma terkontrol atau belum. Bila Asma sudah terkontrol maka pengobatan dipertahankan dengan dosis yang sama. Sedangkan bila pengendalian Asma PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
63
sudah tidak terkontrol, maka pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut dan dosisnya perlu ditingkatkan. Penilaian Kondisi Asma Sesuai yang dijelaskan di atas yaitu menilai kondisi Asma dalam pengobatan yang sedang berlangsung sehingga dapat menetapkan pengobatan yang tepat kepada pasien. Penilaian meliputi menilai rejimen pengobatan yang digunakan, kepatuhan pengobatan, ketepatan cara menggunakan terutama obat inhalasi, kondisi Asma pasien/kontrol dalam pengobatan tersebut). Penilaian kondisi Asma dilakukan melalui penilaian klinis, kuesioner dengan ACT. Sedangkan penilaian pengobatan meliputi obat pengontrol yang digunakan, keteraturan menggunakan, cara menggunakan serta masalah lainnya jika ada seperti alasan ketidakpatuhan, faktor penyerta (komorbid) yang memberatkan penyakit Asma, psikososial, dll. Alat dan Instrumen Penilaian Kontrol Asma Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma: 1) Asma terkontrol penuh. 2) Asma terkontrol sebagian. 3) Asma tidak terkontrol. Untuk menentukan klasikasi dipakai ‘Asthma Control Test’ (ACT). ACT terdiri dari 5 (lima) pertanyaan untuk pasien Asma. Daftar pertanyaan ACT dapat dilihat pada tabel berikut:
64
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 10. Daftar Pertanyaan ACT
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
65
c. Penggunaan CAT
d. Penggunaan Peak Flow Meter dan Menginterpretasi Hasil APE Tata Cara Penggunaan Peak Flow Meter lihat lampiran Pengukuran Fungsi Paru Alat pengukur fungsi paru adalah peak flow meter. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dengan Peak flow 66
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
meter Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah ekspirasi maksimum selama satu manuver ekspirasi paksa yang diukur dengan satu peak flow meter. Ini bisa digunakan pada pasien Asma yang stabil dan selama serangan. Pengukuran APE bisa dilakukan sebelum dan sesudah memakai suatu bronkodilator. Yang pertama pada pagi hari (ketika nilai-nilai biasanya dekat dengan yang terendah) dan terakhir pada malam hari (ketika nilai-nilai biasanya Pendekatan Praktis Kesehatan Paruing tinggi). Nilai terbaik perorangan dari pasien dan variabilitas yang kecil harus ditetapkan ketika pasien dalam pengobatan. Teknik pengukuran APE Bahan Peak flow rate meter (tipe mini Wright) dengan perangkat mulut yang disposibel (yang sekali pakai) atau perangkat mulut plastik (yang dapat dibersihkan setiap habis pakai). Pengukuran APE Pasangkan perangkat mulut ke peak flow rate meter dan geser panah/penanda pada garis 0 (dasar dari skala pada alat). 1) Pasien berdiri dan memegang peak flow rate meter secara mendatar tanpa menghalangi gerakan dari penanda/ panah. 2) Jelaskan kepada pasien rincian dari manuver yang harus dilakukan: a) Tarik napas panjang melalui hidung. b) Katupkan bibir mengelilingi perangkat mulut. c) Tiup secepat mungkin sekali (jangan meletakkan lidah pada perangkat mulut) seperti memadamkan lilin atau meniup balon. 3) Catatlah hasilnya sesuai posisi baru penanda/panah. 4) Ulangi pengukuran ini dua kali. Pilihlah yang tertinggi dari ketiga pembacaan sebagai nilai APE untuk pengukuran ini (liter/menit). PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
67
Jika ada keraguan tentang cara pasien melakukan manuver, jelaskan lagi dan ulangi setelah 30 menit. Menginterpretasi hasil APE Hasil yang didaftar dibandingkan dengan nilai yang diramalkan yang tercantum dalam tabel pada halaman berikut. Nilai yang diramalkan bervariasi sesuai umur, tinggi badan dan jenis kelamin pada orang dewasa. Tabel 11. Nilai APE yang Normal pada Laki-laki (liter / menit) UMUR DALAM TAHUN TB
13
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65 70
150 cm 152 cm
449 462 491 515 532 539 538 524 497 456 399 325 233 463 475 505 529 545 553 551 537 511 469 413 338 246
154 cm
476 489 518 542 559 566 564 550 524 483 426 352 259
156 cm
489 502 532 556 572 580 578 564 537 496 440 365 273
158 cm
503 515 545 569 585 593 591 577 551 509 453 379 286
160 cm
516 529 559 582 599 607 604 590 564 523 466 392 299
162 cm
529 542 572 596 612 620 618 604 577 536 480 406 313
164 cm
543 556 585 609 625 634 631 617 591 550 493 419 326
166 cm
556 569 599 622 639 647 644 631 604 563 506 433 340
168 cm
569 583 612 636 652 660 658 644 617 577 520 446 353
170 cm
583 596 625 649 665 674 671 658 631 590 533 459 367
172 cm
596 610 639 662 679 687 685 671 644 604 547 473 380
Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia
68
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Tabel 12. Nilai APE yang Normal pada Perempuan (liter / menit) UMUR DALAM TAHUN TB
13
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65 70
150 cm
376 382 394 401 404 403 397 387 373 353 330 302 271
152 cm
385 391 402 410 413 411 406 395 381 362 338 311 279
154 cm
393 399 410 419 421 419 414 404 389 370 347 319 287
156 cm
401 407 419 426 429 428 422 412 398 379 355 328 296
158 cm
410 416 427 434 437 436 431 421 406 387 364 336 304
160 cm
418 424 436 443 446 445 439 429 414 395 372 344 313
162 cm
427 433 444 451 454 453 447 437 422 404 380 353 321
164 cm
435 441 452 460 463 461 455 446 431 412 389 361 329
166 cm
443 449 461 468 471 470 464 454 439 421 397 370 338
168 cm
452 457 469 476 479 478 472 462 448 429 406 378 346
170 cm
460 466 478 485 488 487 481 470 456 437 414 386 355
172 cm
469 474 486 493 496 495 489 479 464 446 422 395 363
Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
69
Reversibilitas bronkodilator yang diuji dengan peak flow meter (Salbutamol atau Fenoterol) Pada pasien yang APE menurun dibandingkan dengan nilai yang diramalkan (kurang dari 80% dari nilai yang diramalkan) uji reversibilitas dengan suatu bronkodilator (salbutamol atau fenoterol) membantu membedakan antara hambatan bronkial yang reversibel (dalam hal diagnosis Asma) dan hambatan bronkus yang tidak atau sedikit reversibel (dalam hal diagnosis PPOK). Prosedur yang perlu dilakukan adalah sbb: 1) Mengukur APE dalam liter/menit sebelum inhalasi suatu bronkodilator. 2) Kocoklah inhaler dosis terukur yang mengandung bronkodilator dan buka tutupnya. 3) Pasien harus menyemprot dan menghisap dua kali dengan interval 1-5 menit: a) Secara langsung dari inhaler dosis terukur atau b) Melalui suatu spacer (spacer paten atau lokal) jika pasien tidak dapat atau tidak tahu menggunakan inhaler dosis terukur. 4) Jelaskan kepada pasien bahwa ia harus menarik napas lambat dan dalam. 5) Menahan napas selama 10 detik sebelum mengeluarkan. 6) Tunggu 10 menit, lalu mengukur kembali APE (dalam liter/menit) dengan teknik yang sama dan mencatat nilai tertinggi. Jika APE membaik sebanyak 15% atau lebih setelah memakai bronkodilator, hasil tes reversibilitas bronkus adalah positif. Jika perbaikan APE kurang dari 15%, pasien harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk dilakukan uji fungsi paru dengan spirometri. 70
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
e. Penggunaan Nebulizer dan Penentuan Dosis Obat Gambar 1. Cara Melakukan Terapi Dengan Nebulizer
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
71
72
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Gambar 2. Cara Perawatan Nebulizer
Catatan : Manual penggunaan Nebulizer lebih lengkap lihat di Lampiran 4 Nebulizer adalah alat untuk memberikan obat inhalasi ke jalan napas pada pasien dengan gangguan pernapasan. Langkah-langkah penggunaan alat ini adalah sebagai berikut: 1) Masukkan obat ke dalam tempat obat pada nebulizer. 2) Pasang mouth piece atau masker inhalasi. untuk pasien anak memakai masker yang kecil Untuk lanjut usia dan pasien tidak sadar/gelisah dianjurkan memakai masker. PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
73
1) 2) 3) 4)
Nyalakan nebulizer. Pasien bernapas seperti biasa. Obat diberikan sampai aerosol dari nebulizer habis. Prosedur : Pada anak penilaian respons nebulisasi dilakukan pada menit ke 20, bila respons baik (gejala hilang) lihat alur tatalaksana Asma anak serangan ringan. Bila respons tetap/tidak ada perubahan nebulisasi diulang dan nilai kembali pada menit 40 dan 60 (lihat alur tatalaksana Asma anak serangan sedang dan berat). Pada serangan berat pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Tabel 13. Nama dan Dosis Obat Nama Obat Salbutamol
Beklometason 50 mgr, 250 mgr/ semprot Budesonid 100 mgr, 250 mgr, 400 m gr/ semprot Flutikason 125 mgr/ semprot
Dosis Obat Anak : 1 nebul/kali ditambah NaCl 0.9% hingga memenuhi ll volume sesuai spesikasi alat (umumnya 4-6 ml untuk jet nebuliser) – 2 semprot / kali, – 4 kali / hari 200 – 400 mgr, 2kali / hari maks 2400 mgr/hari 125 – 250 mgr, 2kali / hari maks 1000 mgr / hari
f. Penggunaan Pulse Oxymeter Digunakan untuk pengukuran saturasi oksigen dalam tubuh. Caranya cukup sederhana : 1) Nyalakan alat Pulse oxymeter 2) Jepit ujung ibu jari atau telunjuk dengan alat Pulse oxymeter 3) Baca hasil saturasi oksigen yang tertera di layar alat tersebut.
74
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
BAB IV PEMANTAUAN DAN EVALUASI Penerapan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan diperlukan pemantauan dan evaluasi penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan sumber data yang valid, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baik sehingga data yang dikumpulkan, dapat diolah, dianalisa dan mudah dalam interpretasinya. A. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan me rup a ka n salah sa tu e le me n yan g s an g at pe n tin g da l a m s iste m in f or ma si Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. Oleh karena itu, fasilitas kesehatan harus dapat melaksanakan sistem pencatatan pelaporan yang standar dan baku. Fungsi pencatatan dan pelaporan adalah untuk memastikan seluruh kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru berjalan dengan baik. 1. Pencatatan Format pencatatan dan pelaporan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan : a. Kartu PAL 01: Kartu Pengobatan Pasien dengan Gangguan Pernafasan. b. Kartu PAL 0 2 : Ka rtu Identitas Pasien c . Register PAL 03: Register Harian F askes dengan Gangguan Pernapasan d. Formulir PAL 04: Surat Rujukan Pasien e. Formulir P A L 0 6 : F o r mu l i r Rekapitulasi Pasien Rujukan f. Formulir PAL 05 A: Formulir Laporan b u lan a n Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur dan jenis Kelamin ditingkat Faskes. g. Formulir PAL 05 B: Formulir Rekapitulasi Laporan T ri w u l a n Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur dan jenis Kelamin ditingkat Kab/Kota. h. Formulir PAL 05 C: Formulir Rekapitulasi Laporan S e me s t e r Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur dan jenis Kelamin ditingkat Provinsi. PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
75
2. Pelaporan : Laporan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan secara berjenjang mulai dari fasilitas kesehatan sampai ke pusat. Petugas kesehatan provinsi sesuai fungsinya diwajibkan melakukan umpan balik dan pembinaan ke petugas kabupaten/kota. Petugas kesehatan kabupaten/kota sesuai fungsinya diwajibkan melakukan umpan balik dan pembinaan ke petugas fasilitas kesehatan dalam penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru. Laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan melalui pendekatan Praktis Kesehatan Paru berisi jumlah kunjungan pasien dengan gangguan pernapasan menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Laporan dilaksanakan pada masing-masing tingkatan : a. Tingkat Fasilitas Kesehatan · Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s Kesehatan P a r u berkoordinasi dengan pengelola program TB, Pneumonia, Asma, PPOK, dan petugas SP2TP (Siste m Pe ncata tan dan Pe lap o ran Te rpadu Puskesmas). · Laporan menggunakan Formulir PAL 05 A berisi data dari PAL 03 dan LB.01. serta rekapitulasi rujukan (PAL.06). · Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap bulan. Catatan : Kasus Pneumonia ≥ 5 tahun yang ditemukan berdasarkan PAL.01 dicatat juga pada laporan program ISPA bulanan. b. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota · Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s K e s e h a t a n P a r u Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. · Laporan menggunakan Formulir PAL 05 B yang merupakan rekapitulasi PAL 05. · Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3 bulan. 76
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Pneumonia Komunitas Pada Dewasa Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis, foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di bawah ini: · Sesak napas · Batuk · Perubahan karakteristik sputum/ purulen · Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam · Nyeri dada · Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki · Leukosit ≥ 10.000 atau < 4.500 Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas ≥ 30x permenit, tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg, dan usia ≥ 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1 atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan. Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit a.l: · Kesadaran menurun · Frekuensi napas lebih dari 30x per menit · Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus · Tekanan sistolik < 90 mmHg · Tekanan diastolik < 60 mmHg · Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit. Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan suportif-simptomatik, al: PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
77
· Istirahat di tempat tidur · Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi · Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat penurun panas · Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran · Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin Antibiotik Empiris yang Digunakan · Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase ATAU o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)
riwayat
· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg, moksioksasin) ATAU o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase o β laktam ditambah makrolid Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol, mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10 mg per hari dan gizi kurang. 3. Asma Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau menjelang pagi.
78
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
4. Proporsi kasus Pneumonia diantara seluruh kasus dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Sumber Data
Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan pendekatan PAL (PAL 05 no 2)
Numerator Denominator
Jumlah seluruh kasus dengan PAL (PAL 05, dan 5A) Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan PAL
Rumus
x100%
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
Mengetahui penemuan kasus Pneumonia melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.
Manfaat
5. Proporsi
PAL 03 dan PAL 05 (2 dan 5A)
kasus
Asma
diantara
seluruh
kasus
dengan
Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Sumber Data Numerator
Denominator
Rumus
Manfaat
6. Proporsi kasus
PAL 03 (kolom 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 5A) Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL (PAL 05 no 3A) Jumlah seluruh kasus gangguan pernapasan dengan PAL (PAL 05, 5A) Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL
. X 100%
Jumlah seluruh kasus dengan PAL Mengetahui upaya penemuan kasus Asma (kasus baru) melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
PPOK
diantara
seluruh
kasus
gangguan
pernafasan dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Sumber Data
PAL 03 dan PAL 05 (4A dan 5A)
Numerator
Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL (PAL 05 no 4A)
Denominator
Jumlah seluruh kasus dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (PAL 05, dan 5A)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
79
Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL
Rumus
Mengetahui upaya penemuan kasus PPOK melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
Manfaat
7. Proporsi
X 100%
Jumlah seluruh kasus dengan PAL
kunjungan
kasus
Asma
yang
mendapat
pengobatan inhalasi Sumber Data Numerator Nominator
PAL 03 (kolom 10, 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 3B) Jumlah kunjungan kasus Asma yang mendapatkan pengobatan inhalasi (PAL 05 no 3A yang inhalasi saja) Jumlah seluruh kunjungan kasus Asma (kasus baru dan kunjungan ulang/serangan) (PAL 05 no 3A + 3B) Jumlah k u n j u n g a n kasus Asma yang Mendapatkan pengobatan Inhalasi
Rumus
X 100% Jumlah seluruh k u n j u n g a n kasus Asma (kasus baru dan ulang/serangan) 1) 2)
Manfaat
Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar. Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial dan kualitas pelayanan.
8. Proporsi k u n j u n g a n kasus PPOK yang mendapat pengobatan inhalasi.
80
Sumber Data
PAL 03 (kolom 10) dan PAL 05 (4A dan 4B)
Numerator
Jumlah kunjungan kasus PPOK yang mendapat pengobatan inhalasi (PAL 05 no 4A yang inhalasi saja)
Denominator
Jumlah seluruh kunjungan kasus PPOK (kasus baru dan ulang/serangan) (PAL 05 no 4A + 4B)
Rumus
Jumlah k u n j u n g a n kasus PPOK yang Mendapat pengobatan Inhalasi . Jumlah seluruh k u n j u n g a n kasus PPOK (kasus baru dan ulang/serangan) yang ditemukan dengan PAL
X 100%
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Manfaat
1) 2)
Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar. Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial dan kualitas pelayanan.
9. Proporsi penyakit dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang berhasil dirujuk dan mendapat umpan balik Sumber Data
PAL 03, PAL 05 (5B) dan PAL 06
Numerator
Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik
Denominator
Jumlah seluruh kasus yang dirujuk
Rumus
Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik . Jumlah seluruh kasus yang dirujuk
1)
Manfaat
2)
X 100%
Menggambarkan keberhasilan sistem rujukan (jejaring eksternal). Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
81
BAB V PENUTUP
Dengan tersusunnya Petunjuk Teknis Pendekatan Praktis Kesehatan Paru atau disebut juga Practical Approach to Lung Health (PAL), maka upaya meningkatkan penemuan terduga TB melalui penjaringan pasien gangguan pernapasan dapat dilaksanakan, demikian juga dalam penemuan kasus Pneumonia ≥ 5 tahun, Asma dan PPOK, serta peningkatan kualitas penatalaksanaan Pneumonia ≥ 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dilaksanakan di semua fasilitas kesehatan tingkat pertama.
82
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman
Nasional
Pengendalian
Tuberkulosis,
Kementerian
Kesehatan RI, Ditjen P2PL, 2011. 2. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok pada Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan RI, 2013 3. Pedoman Pengendalian Asma, Kementerian Kesehatan RI, 2013 4. PNPK Tuberkulosis (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan),
Kemkes 2013 5. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak, Dirjen P2PL Kemkes RI 2013 6. Hospital Care for Children Guidelines for the Management of
Common Illness with Limited Resourced, WHO, 2007 7. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak untuk Respirologi, IDAI 2012 8. Konsensus Nasional Asma Anak, UKK Respirologi IDAI 2004 9. Asma.
Pedoman
diagnosis
dan
penatalaksanaan
di
Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta 2004. 10. Global Initiative for Asthma (GINA). Revised 2014 11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Updated
2014.
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
83
PETUNJUK PENGISIAN KARTU PENGOBATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 01)
Nama
: Tulis Lengkap
L/P
: Di beri tanda dengan dilingkari
Umur
: Di isi dengan umur dalam tahun
Alamat
: Di isi lengkap
Pekerjaan
: Di isi lengkap
Jika WUS
: Di lingkari keterangan yang sesuai kondisi pasien
Keluhan Utama
: Di isi keluhan batuk dan atau sesak
KB/KU Baru
: di lingkari apakah Kunjungan Ulang atau Kunjungan
Kartu Pasien diawa
: di lingkari keterangan yang sesuai
KAB/KOTA
: di isi nama Kabupaten /Kota
Kecamatan
: di isi nama Kecamatan
Fasilitas Kesehatan
: di isi nama Fasilitas Kesehatan
Tanggal
: di isi tanggal pertama kali penderita datang ditangani dengan strategi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru
No. Reg. PAL
No. RM Batuk
84
: di isi no reg.PAL untuk kunjungan pertama karena gangguan pernafasan penyakit terkait Pendekatan Praktis Kesehatan Paru, saat ini, terdiri dari 4 digit mulai berlaku selama satu tahun, contoh : 0001/1/2013, khusus untuk suspek TB dibelakang no digitnya ditambah huruf (s), contoh : 0001(s)/1/2013 : di isi no Rekam Medik Fasilitas Kesehatan : di isi berapa hari mulai terjadinya keluhan utama. Pertanyaan selanjutnya diisi sesuai dengan PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
keterangan yang didapat dari pasien dengan cara lingkari yang sesuai Jika Batuk 2-3
: di isi dengan tanda v pada kotak yang tersedia sesuai jawaban minggu atau lebih pasien.
Batuk Berdahak
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai dan dijelaskan warna dahak dan atau perubahan warna dahak, dan berapa lama telah ada keluhan perubahan warna dahak tersebut.
Batuk Berdahak
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan diisi berapa banyak jumlah darah dalam ml
Riw.kontak dengan
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai keluhan unggas mati mendadak
Sesak
: di isi dengan beraoa hari keluhan sesak dirasakan oleh pasien, keterangan selanjutnya di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan mengisi dengan keterangan lain sesuai jawaban yang dirasakan oleh pasien.
Nyeri dada
: dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan dijelaskan keluhan nyeri dada tersebut sesuai dengan keluhan pasien, misalnya rasa nyeri terus menerus di dada sebelah kiri.
Riwayat penyakit
: di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai keluhan terdahulu
Apakah ada obat
: obat yang diminum adalah obat yang diminum dalam jangka 24 jam yang diminum sebelum pasien datang berobat saat ini, dan jika ya diisi dengan nama, dosis, dan frekeuensi obat yang diminum.
Jika diketahui PPOL
: di isi dengan keterangan ya atau tidak, dan perubahan warna dahak
Merokok
: di coret keterangan yang tidak sesuai dan jika jawaban ya, dijelaskan berapa lama merokok,
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
85
banyaknya menghisap rokok dalam satuan batang/bungkus setiap harinya Jika diduga HIV
: Jika ditemukan pasien termasuk resiko tinggi terkena HIV dengan adanya batuk berulang yang tidak sembuh-sembuh, berat badan turun drastis, maka dirujuk ke pelayanan VCT.
Pemeriksaan
: Di isi dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan saat ini.
Pengelompokan
: Di isi sesuai dengan pengelompokan gejala dan atau bila telah ditegakkan diagnosa pasti oleh dokter maka di isi dengan diagnosa sesuai ICD-10
Tindakan
: Di isi dengan Tatalaksana yang akan diberikan sesuai pengelompokan penyakit/diagnosa, dan hasil dari pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan , misalnya hasil APE 1, hasil SPS, dan rencana pengobatan.
Lembar Kunjungan
: Di isi dengan tanggal kedatangan untuk kunjungan ulang, hasil ulang pemeriksaan, kesimpulan dan tidak lanjut yang akan dilakukan kepada pasien.
86
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
87
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Catatan:
* lingkari yang sesuai pada kotak yang sesuai
Jika dari wawancara diduga ada HIV (faktor risiko tinggi, batuk berulang, tidak sembuh-sembuh, BB turun drastis) rujuk ke pelayanan VCT Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kontak dengan unggas sakit / mati mendadak : Ya / Tidak (bila ya (+) koordinasi dengan surveilens AI) Sesak: .............................. Hari Apakah sebelumnya Anda mengalami sesak napas? Ya / Tidak, Jika ya: - Apakah episode tersebut membuat anda terbangun tengah malam atau dini hari? Ya / Tidak* - Apakah episode ini timbul setelah latihan sik? Ya / Tidak - Apakah ada pencetus lain? Nyeri dada: Ya / Tidak, Jika ya, uraikan .................... Riwayat penyakit terdahulu TB: Ya / Tidak Asma : Ya / Tidak PPOK: Ya / Tidak Gagal Jantung : Ya / Tidak Apakah ada obat yang diminum dalam 24 jam sebelumnya: Ya / Tidak Jika ya, uraikan ........................................................................................ Jika diketahui PPOK, tanyakan: - Apakah dahak bertambah banyak ? - Apakah warna dahak berubah menjadi kuning atau hijau? Merokok: Ya / Tidak, Jika ya, - Lama: ........... - Banyaknya: ................batang/bungkus/hr - Adakah warna BB menurun dalam 3 bulan terakhir? Ya / Tidak - Terpajan asap / bahan lain: Ya / Tidak
Batuk berdahak: Ya / Tidak Jika ya, bagaimana warnanya? ......................... apakah jumlahnya bertambah? Ya / Tidak Jika ya, sudah berapa lama? ..................... Batuk berdarah: Ya / Tidak, Jika Ya, berapa banyak? ........................ml
Riwayat kontak (BTA +)
Batuk : ........hari. Apakah sebelumnya Anda mengalami batuk? Jika ya: - Apakah membuat Anda terbangun tengah malam atau dini hari? Ya / Tidak - Apakah timbul setelah latihan sik: Ya / Tidak Jika batuk > 2 minggu, tanyakan : - Gejala lainnya: Ya Tdk Ya Tdk Keringat malam BB menurun Nafsu makan berkurang
PENILAIAN
Lihat: Edema pada kedua kaki: Ada / tidak
Amati pernapasan sesak napas Ya / tidak, jika ya, kapan: - waktu istirahat - waktu bicara - saat berjalan lihat penggunaan otot bantu pernapasan Dengarkan: pembicaraan pasien Tidak bisa bicara Bisa bicara satu-satu kata saja Bisa bicara dalam frasa Bisa bicara dalam kaimat
- Wheezing / mengi: Ya / Tidak nilai ulang setelah 1 jam pengobatan awal
LIHAT dan DENGARKAN: Ya Tdk - Lihat tingkat kesadaran: Letargi Bingung Gelisah - Frek.napas ........x/menit - Frek.nadi: .......x/menit - Suhu: ................. C - TD : ...............mmHg - BB: ......................Kg - TB : ............... cm Jika diduga TB: - Anjurkan & periksa dahak SPS Hasil : ........../ ........../ .......... Bila kontak : (+) lacak kontak & mulai proses penjaringan
PEMERIKSAAN
: : : : : :
TINDAKAN
.............................. .............................. .............................. .............................. .............................. ..............................
KLASIFIKASI
KAB/KOTA KECAMATAN FASKES Format 1 TANGGAL NO. REG PAL KARTU PENGOBATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU (PAL 01) NO. RM IDENTITAS PASIEN NAMA : ........................................ L/P UMUR : ............................ ALAMAT : ......................................................... PEKERJAAN : ........................................ JIKA WUS : hamil / tidak Keluhan utama : ............................. KB / KU* Kartu Pasien dibawa : Ya / Tidak
88
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
TANGGAL
Kunjungan Ulang : Klinis APE SPIROMETRI ACT Lab/ Pemeriksaan lain Klinis APE SPIROMETRI ACT Lab/ Pemeriksaan lain Klinis APE SPIROMETRI ACT Lab/ Pemeriksaan lain Klinis APE SPIROMETRI ACT Lab/ Pemeriksaan lain
PEMERIKSAAN
HASIL
KESIMPULAN
LEMBAR KUNJUNGAN ULANG/FOLLOW -UP PASIEN PAL
TINDAK LANJUT
PETUNJUK PENGISIAN FORMAT KARTU IDENTITAS PASIEN (PAL 02) No. RM
: Di isi nomor rekam medik Puskesmas
No. Reg PAL
: Di isi no register PAL pasien sesuai dengan No Register PAL pada PAL 01
Nama
: Di isi lengkap
L/P
: Di lingkari keterangan yang sesuai
Umur
: Di isi umur dalam tahun
Pekerjaan
: Di isi lengkap
Alamat
: Di isi lengkap
Jadwal kontrol
: Di isi no, tanggal dan keterangan kapan pasien datang kembali untuk kontrol terkait gangguan pernafasan kasus PAL
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
89
Format 2. KARTU IDENTITAS PASIEN LEMBAR DEPAN KARTU IDENTITAS PASIEN PAL No. RM No. Reg PAL Nama Umur Pekerjaan Alamat
: ………………………………………………………………………. : ………………………………………………………………………. : ………………………………………………………………………. L/P : ………………………………………………………………………. : ………………………………………………………………………. : ………………………………………………………………………. ……………………………..……Tlpn/Hp …………….……..
LEMBAR BELAKANG Jadwal Kontrol/ periksa ulang
No
Tanggal
Ket
Ketarangan : se ap pasien dengan gangguan pernapasan yang berkunjung ke Puskesmas akan mendapat no register PAL yang digunakan seterusnya sebagai tanda pengenal pasien PAL
90
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
PETUNJUK PENGISIAN REGISTER PAL HARIAN PUSKESMAS UNTUK PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 03) Kolom 1 berjalan Kolom 2 Kolom 3 Kolom 4
: Diisi dengan nomor urut kunjungan pasien pada bulan : Tanggal berkunjung : Diisi dengan no rekam medik Puskesmas : Diisi dengan no reg PAL. Untuk kunjungan pertama diisi pada kolom KB (Kunjungan Baru) Nomor register PAL terdiri dari 4 digit mulai dari nomor urut pasien/bulan/tahun/PAL Nomor urut berlaku selama satu (1) tahun (1 Januari – 31 Desember). Contoh : 0001 Khusus untuk TB bila pasiennya masih suspek TB (baru), di belakang no digitnya ditambah huruf S. contoh : 0001 (S) Untuk suspek TB yang telah terdiagnosis sebagai pasien baru TB (BTA+, BTA neg Ro+ atau anak > 5 th) diisi di kolom 11 sesuai kode dalam ICD-10
Kolom 5
: Isilah no reg PAL untuk kunjungan ulang terkait kunjungan sebelumnya atau kunjungan untuk mendapat hasil pemeriksaan tambahan atau kunjungan ulang untuk penyakit PAL lainnya. Untuk kunjungan ulang diisi pada kolom KU (Kunjungan Ulang) Khusus untuk suspek TB yang berkunjung ulang setelah mendapat pengobatan AB spectrum luas non OAT tetapi belum mengalami perbaikan dicatat di sini dengan no register suspek sebelumnya.
Kolom 6 Kolom 7 Kolom 8 Kolom 9
: Diisi dengan nama lengkap pasien : Diisi dengan usia pasien dalam tahun : Diisi dengan jenis kelamin pasien. L = Laki-laki; P = Perempuan : Tulis selengkap mungkin agar mudah untuk melacak, termasuk nomer telp/HP
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
91
Kolom 10
: Catatlah klasifikasi/diagnosis dan derajat keparahan penyakit yang dibuat dokter dalam PAL 01. Jika ada pemeriksaan spesialis k/tambahan yang diperlukan, tuliskan pada kolom keterangan. Kolom 11 : Tuliskan kode ICD-10 yang sesuai untuk diagnosis yang dimaksud Kolom 12-17 : Diisi dengan nama obat yang diberikan, frekuensi pemberian, dan lama pemberian Kolom 18 : Diisi dengan jenis perawatan pasien (rawat jalan/inap). Tuliskan RI bila pasien dirawat inap, tuliskan RJ bila dirawat jalan. Kolom 19 : Berikan tanda rumput (V) bila dirujuk ke Rumah Sakit. Kolom 20 : Diisi dengan tanggal pasien dirujuk balik dari Rumah Sakit Kolom 21 : Diisi dengan nama Rumah Sakit
92
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
Petunjuk Pengisian Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru Menurut Umur (PAL 05) A. Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05) Sumber data adalah dari formulir PAL 01, PAL 03, dan LB. 01 Provinsi : Di isi nama Provinsi Kabupaten/Kota : Di isi nama Kabupaten/Kota Kecamatan : Di isi nama Kecamatan Fasilitas Kesehatan : Di isi nama Fasilitas Kesehatan Bulan : Di isi bulan Data yang dicatat Tahun : Di isi tahun data yang dicatat Tuberkulosis Terduga TB : Diisi data pasien batuk ≥ 2 minggu disertai gejala respiratori dan sistemik sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Semua Kasus Baru : Diisi data semua kasus Baru TB Paru (termasuk didalamnya adalah BTA positif, BTA negative foto toraks proses spesik TB dan TB anak >5 th) sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Kasus baru BTA pos : Diis data kasus baru TB dengan BTA pos sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Catatan : Untuk ketiga denisi di atas, untuk pengisian lakukan koordinasi dengan pengelola program TB Pneumonia ≥ 5 tahun : Diisi data seluruh kasus baru pneumonia sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Asma Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru Asma sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Kunjungan ulang : Diisi data kasus serangan yang mendapat inhalasi bukan kasus yang datang untuk kontrol sesuai umur dan jenis kelamin PPOK Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru PPOK sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Kunjungan ulang : Diisi kasus eksaserbasi yang mendapat inhalasi bukan kasus yang datang untuk kontrol sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Gangguan Pernapasan Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 Dengan Gangguan penyakit PAL (penjumlahan dari kasus Pernapasan baru TB, kasus baru Pneumonia, Kasus (4 Penyakit PAL) baru Asma dan Kasus baru PPOK) sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Jumlah Total : Diisi data seluruh kunjungan 4 penyakit Kunjungan (penjumlahan dari kasus baru TB, Kasus Gangguan Baru Pneumonia, kasus baru + KunjuPernapasan ngan ulang Asma dan Kasus Baru + (4 Penyakit PAL) Kunjungan ulang PPOK) sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Jumlah Total : Diisi data total seluruh kunjungan Kunjungan gangguan pernapasan di faskes yang PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
93
Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran) Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB & PPOK
termasuk gangguan saluran pernapasan atas, saluran pernapasan bawah, TB dan PPOK sesuai umur dan jenis kelamin
Data diambil dari Laporan Bulanan Fasilitas Kesehatan (LB 1) yang sudah dilatih PAL tidak termasuk kunjungan ke Puskesmas Pembantu (Pustu). Pengisian menyesuaikan dengan Format LB 1 masing-masing Kab/Kota penerapan PAL. Total kunjungan gangguan pernapasan (berdasarkan format LB1 Fasilitas Kesehatan di kab/kota penerapan PAL) merupakan penjumlahan dari : DKI Jakarta (ICD-10) : Tuberkulosis meliputi TB paru saja Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi tonsilitis, infeksi akut saluran pernapasan bag atas, penyakit lain pada saluran pernapasan bag atas. Penyakit Lain pada Saluran Pernapasan Bawah meliputi Penumonia, Bronkitis, Asma, Penyakit lain dari saluran pernapasan bawah. Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) → apabila PPOK belum dimasukkan dalam salah satu kategori gangguan pernapasan dalam LB1 Jawa Barat (ICD-10) Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos dengan atau tanpa pemeriksaan biakan, TB Paru Klinis, TB Paru lainnya, TB Alat napas lainnya Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi nasofaringitis akut/common cold, sinusitis akut, faringitis akut, tonsillitis akut, laringitis akut, penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut tidak spesik) Inuensa/Pneumonia meliputi Suspek AI, Inuensa, Broncho Pneumonia tidak spesik, Pneumonia Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Tidak Spesik) Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Alergi Rhinitis akibat Kerja, Sinusitis Kronikm Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas Lainnya, Bronchitis, Asma, Status Asmatikus, Bronkiektasis, Bronkiolektasis, Penyakit Jaringan Interstitial Paru Lainnya) Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) → Apabila PPOK belum dimasukkan dalam salah satu kategori LB1 Lampung (ICD-9) Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos tanpa biakan, TB Paru BTA neg, TB Paru Klinis Infeksi Akut Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi nasofaringitis akut/common cold, sinusitis akut, pharyngitis akut, tonsillitis akut, laryngitis akut, tracheitis akut, epiglottis akut Inuenza/Pneumonia meliputi Inuensa, pneumonia Infeksi Akut lain Saluran Pernapasan Bagian Bawah meliputi Bronchitis Akut, Bronchiolitis Akut.
94
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
-
Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Rinitis Kronis, Sinusitis Kronis, Nasal Polip, Transilitis Kronis, Laryngitis Kronis. Penyakit Saluran Pernapasan Bawah Kronik meliputi Bronchitis Kronis, PPOK, Asma Bronchiale, Status Asmatikus’
Jumlah Total Kunjungan semua Penyakit
: Diisi data jumlah seluruh kunjungan yang terdapat di fasilitas Kesehatan yang sudah dilatih PAL sesuai kelompok umur dan jenis kelamin (Fasilitas Kesehatan dibawah koordinasi Fasilitas Kesehatan yang dilatih PAL, Jumlah kunjungannya tidak dimasukkan ke dalam total kunjungan Fasilitas Kesehatan)
B. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B) Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota tersebut. Provinsi : Di isi nama Provinsi Kabupaten/Kota : Di isi nama Kabupaten/Kota Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tahun : Diisi tahun data yang dicatat Tuberkulosis Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan BTA pos semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Pneumonia ≥ 5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Asma Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma, semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin PPOK Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK, semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Gangguan Pernapasan Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit dengan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL) -
Jumlah Total Kunjungan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit PAL semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
95
-
Jumlah Total Kunjungan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
Jumlah Total Kunjungan semua
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit PAL semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
: Diisi data jumlah seluruh kunjungan semua Fasilitas Kesehatan sesuai Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin
C. Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi/Kota (PAL 05C) Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut. Provinsi : Di isi nama Provinsi Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tuberkulosis Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan BTA pos semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. Pneumonia ≥ 5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Asma Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma, semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin PPOK Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK, semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Gangguan Pernapasan Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit dengan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL) -
96
Jumlah Total Kunjungan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
-
Jumlah Total Kunjungan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL)
Jumlah Total Kunjungan semua Penyakit
: Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin : Diisi data jumlah seluruh kunjungan semua Dinkes Kab/Kota sesuai Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
97
98
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
6
5
4
2 3
1
No.
: : : : :
(
Mengetahui
)
Tuberkulosis A. Terduga TB B. Semua Kasus Baru C. Kasus Baru BTA pos Pneumonia > 5 tahun Asma A.Kasus Baru B. Kunjungan Ulang (serangan) PPOK A. Kasus Baru B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi) Gangguan Pernapasan A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL) B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL) C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK) Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit) LB1
LB1
L
(
)
P
JUMLAH
......................, ......, ................................ Yang melaporkan,
Tahun : ................................................. Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 5 - 14 15 - 44 45 - 49 60 - 69 > 70 L P L P L P L P L P
1B+2+ 3A+4A 1B+2+3A 3B+4A+4B
PAL 03
PAL 03 PAL 03 PAL 03
PAL 03 PAL 03 PAL 03 PAL 03
Sumber Data
..................................................................... ..................................................................... .................................................................... .................................................................... ....................................................................
Kunjungan Penyakit Terkait PAL
Provinsi Bulan Kecamatan Fasilitas Kesehatan Bulan
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05A) (diambil dari Register Harian PAL 03/TB 06/TB 04/TB 03/LB1 Fasilitas Kesehatan)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
99
(
Mengetahui
)
L
(
)
P
JUMLAH
......................, ......, ................................ Yang melaporkan,
Provinsi : ..................................................................... Kabupaten/Kota : ..................................................................... Tahun : ................................................. Bulan : ..................................................................... Kelompok Umur dan Jenis Kelamin No. Kunjungan Penyakit Terkait PAL Sumber 5 - 14 15 - 44 45 - 49 60 - 69 > 70 Data L P L P L P L P L P 1 Tuberkulosis PAL 05A A. Terduga TB PAL 05A B. Semua Kasus Baru PAL 05A C. Kasus Baru BTA pos PAL 05A Pneumonia > 5 tahun 2 Asma 3 PAL 05A A.Kasus Baru PAL 05A B. Kunjungan Ulang (serangan) PAL 05A PPOK 4 A. Kasus Baru PAL 05A B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi) Gangguan Pernapasan 5 PAL 05A A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL) PAL 05A B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL) PAL 05A C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK) PAL 05A Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit) 6
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B) (diambil dari Laporan Bulanan PAL 05A sema Fasilitas Kesehatan)
100
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
6
5
4
(
Mengetahui
)
Tuberkulosis A. Terduga TB B. Semua Kasus Baru C. Kasus Baru BTA pos Pneumonia > 5 tahun Asma A.Kasus Baru B. Kunjungan Ulang (serangan) PPOK A. Kasus Baru B. Kunjungan Ulang (eksaserbasi) Gangguan Pernapasan A. Jumlah Kasus Baru dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL) B. Jumlah Totall Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (4 Penyakit PAL) C. Jumlah Total Kunjungan dengan Gangguan Pernapasan (termasuk Saluran Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB dan PPOK) Jumlah Total Kunjungan (Semua Penyakit)
1
2 3
Kunjungan Penyakit Terkait PAL
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B
PAL 05B PAL 05B PAL 05B
PAL 05B PAL 05B PAL 05B PAL 05B
Sumber Data
: ..................................................................... : .....................................................................
No.
Provinsi Bulan
L
(
)
P
JUMLAH
......................, ......, ................................ Yang melaporkan,
Tahun : ................................................. Kelompok Umur dan Jenis Kelamin 5 - 14 15 - 44 45 - 49 60 - 69 > 70 L P L P L P L P L P
Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi (PAL 05C) (diambil dari Laporan Bulanan PAL 05B semua Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota)
PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA
101
(
No Reg PAL
)
Nama Pasien L
P
Umur
Diagnosis Awal
................................................................... ................................................................... ................................................................... ................................................................... ...................................................................
Mengetahui
No Tanggal
: : : : :
Dirujuk ke
Diagnosi Akhir
Keterangan
(
)
......................, ......, ................................ Yang melaporkan,
Dirujuk/Dirujuk Balik dari Tanggal PKRTL
Rekapitulasi Pasien Yang Dirujuk Ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (PAL 06)
Fasilitas Kesehatan Kabupaten/Kota Provinsi Bulan Tahun