Buletin Tiga Bulanan
Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
Konferensi International Union Against Tuberculosis and Lung Disease
K
onferensi Internasional Union diselenggarakan setiap tahun antara Oktober-November di berbagai tempat yang berbeda. Pada 2012, Conference on International Union Against TB and Lung Diseases (IUATLD) yang ke 43 diselenggarakan di Kuala Lumpur Convention Centre in Kuala Lumpur, Malaysia pada 13–17 November 2012. Tema konferensi kali ini adalah: syang merefleksikan pentingnya upaya-upaya yang lebih keras dan inovatif untuk menjamin kesinambungan pembiayaan
dan kesinambungan program pengendalian Tuberkulosis (TB) dan penyakirt paru lainnya. Sesi-sesi di Konferensi akan lebih menekankan pentingnya tanggung jawab untuk mencapai tujuan umum bersama tidak hanya pada pihak yang terlibat langsung tetapi juga kepada donor, pemerintah, pengambil keputusan, lembaga swadaya masyarakat dan kelompok masyarakat terdampak penyakit TB dan paru lainnya. Dengan kebersamaan ini diharDengan kebersamaan ini diharapkan dapat diperoleh pembelajaran yang positif dalam menghadapi peluang dan tantangan dimasa mendatang yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia utamanya dalam hal: TB, HIV, tobacco control, lung health and non-communicable diseases. Jumlah
delegasi lebih dari 120 negara dengan lebih dari 7,000 peserta. Konferensi ini mempersatukan semua tingkatan penyedia layanan, peneliti dan akademisi, serta komunitas sipil dan sektor swasta dalam diskusi, debat dan berjejaring dalam berbagai macam isu terkait. Pada tahun ini peserta dari Indonesia dikoordinir oleh National TB Program (NTP) dan jumlahnya mencapai 29 orang dari pengelola program ditingkat pusat, provinsi dan mitra. Selain itu berbagai organisasi profesi sbb: PDPI, IDAI,
PABDI, PERDICI juga ikut hadir dalam rombongan yang berbeda, terdiri dari hampir 70 orang. Adapun kunjungan delegasi Indonesia mengikuti konferensi ini adalah: 1) Meningkatkan kapasitas penanggung jawab program dan organisasi dalam menghadapi tantangan kedepan terkait program pengendalian TB ditingkat domestik, nasional dan global, 2) Meningkatkan komitmen dan wawasan penanggung jawab program pengendalian TB di berbagai tingkatan provinsi, pusat dan partners terkait dengan perkembangan terkini yang terjadi di dunia global, 3) Mengembangkan jejaring dan kemitraan dengan berbagai organisasi dan working group di tingkat regional dan global untuk memperkuat upaya di tingkat nasional/ lokal.
Beberapa kontribusi Indonesia dalam pertemuan ini adalah sbb: 1. Presentasi Xpert MTB/RIF Implementation in Indonesia pada Global Lab Initiatives Working Group, tanggal 13 November 2012, pukul 16.00-19.00 2. To present a poster of the study entitled “Quality of Tuberculosis Services from Patients’ Perspective: A cross sectional study at public and private hospitals in North Jakarta, Indonesia (authors: Farsida Zainuddin, Yodi Mahendradhata, Ari Probandari).” 3. Chairing Conference plenary session: Thinking out of the box by Dyah Mustikawati (Indonesia) and Amir Khan (Pakistan) 4. To present poster of study entititled “Is TB Control affordable in the absence of Major Donor Funding? Reflections from Indonesia” ( authors: D. Mustikawati, D. Collins, A. Hafidz, A. Parihatin) 5. To present poster of “Improving capacity for implementing TB operational research in Indonesia; achievements and challengesin challenges” (Authors : B. Alisjachbana) Beberapa isu penting dibahas dalam konferensi tersebut adalah: n Scale up of community-based MDR treatment: Strategies for decentralised planning Workshop membahas pengobatan berbasis komunitas untuk MDR-TB telah diakui sebagai cara yang paling efektif, efisien dan etis dalam memberikan perawatan kepada pasien dengan MDR-TB. Sebagai model telah diterapkan di banyak negara, telah terbukti layak bahkan dengan sumber daya terbatas. Tujuan: 1) Memberikan contoh tools dan pendekatan yang dapat digunakan untuk merencanakan MDR-TB berbasis masyarakat di era
Daftar Isi: Konferensi International Union Against Tuberculosis and Lung Disease Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian TB di Lapas/Rutan Regional Workshop Scaling Up Engagement Of Prison In TB Control Practical Approach to Lung Health (PAL) Pertemuan Forum Kemitraan Regional Asia Tenggara dan $VLD3DVLÀN Pelatihan PMDT untuk Persiapan Ekspansi di 7 Provinsi Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu Menjawab Tantangan Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia Perkembangan Program TB-HIV di Indonesia Pelatihan Peningkatan Pelayanan Keperawatan TB Pokja TB-HIV Sumatera Utara Dorong Pemerintah Mencapai Target Program Kolaborasi
desentralisasi; 2) Meningkatkan kapasitas staf program TB untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi berbasis komunitas perawatan pasien TB-MDR. n Preventive therapy, populations and pharmacokinetics: spesial issues in TB HIV Factors associated with non-completion of isoniazid preventive therapy in HIVinfected patients in Cape Town X 69% Isoniazide Prevention Therapy (IPT) completion rate menunjukkan bahwa kepatuhan INH merupakan tantangan yang potensial X Perlu strategi inovatif untuk tingkatkan kepatuhan X Disarankan adanya strategi dan intervensi yang lebih baik dalam mendiagnosis ODHA baru X Juga disarankan memastikan riwayat merokok dan alkohol, pada implementasi target kepatuhan
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
1
X
Retensi pasien pre ARV juga merupakan suatu tantangan X Ketentuan IPT, sebagai bagian dari pengobatan termasuk konseling dan kotrimoksasol profilaks pada pasien TB HIV.
n Tobacco cessation in HIV, TB and NCD programmes Kursus ini membahas penghentian tembakau dalam berbagai program kesehatan termasuk HIV, tuberkulosis (TB), asma dan PPOK (penyakit paru obstruktif kronis) di negaranegara berpenghasilan rendah dan menengah. Fokusnya akan berada pada implementasi inovatif dan penelitian tentang intervensi tembakau biaya efektif dan layak. Penghentian
memanfaatkan infrastruktur program yang ada dan sistem. Tujuan: 1) Untuk memberikan gambaran dari penelitian terbaru dan laporan tentang pelaksanaan penghentian tembakau di negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan referensi khusus untuk setiap pekerjaan yang sedang dilakukan dalam TB, HIV, asma dan PPOK; 2) Memperkenalkan strategi untuk penghentian tembakau di TB, HIV, asma dan PPOK program, serta tantangan. n Tobacco cessation interventions for tuberculosis patients Working group, membahas asosiasi dampak penggunaan tembakau dan TB hasil telah lama dicurigai, tetapi sampai saat ini pandangan
dominan adalah bahwa studi yang ada tidak memadai untuk memberikan konfirmasi dari setiap lini. Di working group ini juga diulas beberapa studi yang ada telah memberikan hubungan yang lebih baik dan dapat dibuktikan antara perokok aktif dan pasif dan berbagai hasil TB termasuk infeksi, respon terhadap pengobatan, tingkat kambuh dan kematian. Di Provinsi Sumatera Barat kegiatan ini telah dilaksanakan sejak tahun 2010, akan tetapi masih banyak kekurangan dan harus diperbaiki lagi. Langkah ini dipermudah dengan adanya Perda No 8. Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok.
n Evaluation of tobacco control programmes: experiences to improve the effectiveness of resources used and sustainability UNION terus mengembangkan dan memfasilitasi program pengendalian tobacco melalui kantor regional dan mitra. Untuk itu perlu menilai efektivitas dari program-program untuk memastikan bahwa ini mengarah ke hasil yang berkelanjutan. Tujuan: 1) Memperkenalkan kebutuhan evaluasi program pengendalian tembakau berfokus pada efektivitas mereka dalam memperkenalkan keberlanjutan untuk pengendalian tembakau; 2) Dokumen dan berbagi tantangan yang dihadapi evaluasi menggabungkan dalam program pengendalian tembakau dan keberlanjutan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian TB di Lapas/Rutan
S
ecara perlahan namun pasti dan terencana, pemberian layanan kesehatan diseluruh Lapas/Rutan selama 10 tahun terakhir ini telah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan semakin menurunnya angka kejadian suatu penyakit dan menurunnya angka kematian dari berbagai penyakit infeksi di dalam Lapas/Rutan. Peningkatan pelayanan kesehatan yang terus berusaha ditingkatkan sebagai salah satu hak yang harus didapatkan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dan Tahanan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan juga tidak terlepas dari keberhasilan kita menjalin dan membina dengan baik kerjasama berbagai pihak yang terkait dalam membantu pelayanan kesehatan di Lapas/Rutan terutama pelayanan pada pengendalian penyakit-penyakit infeksi menular.
Data 2012 dari total 434 Lapas/Rutan seluruh Indonesia, didapatkan 10 besar penyakit yang sering ditemukan dan TB menempati urutan ke-8. Penyebab kematian tertinggi di Lapas/Rutan adalah kasus HIV-AIDS dan diikuti dengan TB pada urutan ketiga. Oleh karena itu perhatian terhadap pengendalian TB dan HIV di Lapas/Rutan harus lebih ditingkatkan lagi secara lebih terpadu, terencana dan lebih fokus pada usaha-usaha pencegahan karena prinsip mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Hal ini memerlukan perhatian dari seluruh pihak penyedia layanan kesehatan, baik itu pemerintah, swasta ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), terlebih saat ini telah ditemukan dan ditanganinya 3 pasien TB MDR yang berasal dari Lapas dan Rutan dan dimungkinkan akan ada penemuan kasus TB MDR lainnya.
Kegiatan pertemuan TB di Lapas/Rutan
2
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
Program Pengendalian TB di Lapas/Rutan diawali adanya Nota Kesepahaman antara Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM dengan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Sebagai tindak lanjutnya telah dilakukan sosialisasi kepada Kepala Lapas/Rutan, pelatihan Pengendalian TB dengan startegi DOTS bagi dokter dan perawat. Saat ini jumlah Lapas/Rutan ada 199 dari 434 (45,8 %) di 19 Provinsi yang melaksanakan Program Pengendalian TB. Fakta tersebut dikemukakan pada sambutan DireFakta tersebut dikemukakan pada sambutan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI dalam acara pembukaan pertemuan monitoring dan evaluasi program pengendalian TB di Lapas/Rutan yang dilaksanakan di 7 Provinsi (Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Jambi, Riau dan Nusa Tenggara Timur) pada OktoberDesember 2012. Dalam sambutan Direktur Jenderal mengharapkan semua pimpinan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan dan jajarannya agar senantiasa memberikan dukungan penuh di UPT masing-masing dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, seperti pengendalian TB dengan strategi DOTS sehingga kedepannya permasalahan kesehatan bagi WBP dan tahanan tidak menjadi kendala dan lebih
meningkatkan lagi kinerja dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari pengabdian terhadap Institusi dan Ibadah kepada Allah SWT. Tujuan pertemuan adalah saling berbagi pengalaman yang merupakan bentuk keberhasilan dalam melaksanakan program Pengendalian TB di Lapas/Rutan yang telah dilaksanakan sejak 2011. Pada kesempatan tersebut juga disosialisasikan Rencana Aksi Nasional Pengendalian TB di Rutan, Lapas dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) pada 2012– 2014 serta Buku Petunjuk Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi TB di Lapas/Rutan. Diakhir pertemuan dibuat kesepakatan untuk terus berkomitmen dan meningkatkan upaya dan kerjasama dengan semua pihak guna keberhasilan program kolaborasi TB-HIV di Lapas/Rutan.(Tim TB-HIV Lapas/Rutan)
Regional Workshop Scaling Up Engagement Of Prison In TB Control
P
ada 10 -14 Desember 2012 , Indonesia mendapat kehormatan sebagai tuan rumah pelaksanaan Workshop Tingkat Regional untuk Mempercepat Pengembangan Program Pengendalian TB di Lapas/Rutan dari 7 negara ASIA (Kamboja, Vietnam, Thailand, Philippina, Myanmar, Bangladesh dan Indonesia) diikuti 26 peserta. Kegiatan difasilitasi oleh TB Regional Training Centre, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (ReTraC–UGM), bertempat di Menara Peninsula Hotel, Jakarta.
Workshop dibuka oleh Kasubdit TB. Tujuan kegiatan adalah meningkatkan kapasitas negara peserta dalam menyusun rencana aksi untuk meningkatkan keterlibatan penjara dalam program pengendalian TB dan menyusun rencana aksi Pengendalian TB di Lapas/ Rutan dan akan dimasukkan dalam Rencana Strategis Nasional. Dalam Workshop ini peserta diajak untuk melihat langsung pelaksanaan Pengendalian TB di Lapas narkotik Cipinang, Lapas kelas I Cipinang, Rutan Cipinang dan RS pengayoman Cipinang. (Tim TB Lapas)
Practical Approach to Lung Health (PAL) Pendahuluan endekatan Praktis Kesehatan Paru (Practical Approach to Lung Health, selanjutnya disingkat PAL) adalah suatu pendekatan sindromik yang dilakukan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer terhadap pasien berusia di atas 5 tahun yang menderita gangguan saluran pernafasan dengan keluhan utama batuk dan sesak. Pendekatan ini diluncurkan oleh WHO Stop TB Partnership sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penemuan kasus tuberkulosis (TB) di antara gangguan saluran pernapasan kronik lain yang memiliki gejala mirip. Di Indonesia implementasi PAL diarahkan untuk meningkatkan diagnosis dan penatalaksanaan 4 penyakit saluran pernafasan yaitu pneumonia, asma, tuberkulosis dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Selain meningkatkan penemuan dan penatalaksanaan ke-4 penyakit tersebut, implementasi PAL juga diarahkan pada upaya Penguatan Sistem Kesehatan (Health System Strengthening). Sangat disadari bahwa tanpa Penguatan Sistem Kesehatan secara keseluruhan, sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran pengendalian TB yang menjadi salah satu komitmen global sebagaimana dinyatakan dalam Millenium Development Goals (MDGs).
P
Pneumonia, asma, TB dan PPOK dipilih sebagai fokus implementasi PAL di Indonesia karena secara bersama-sama ke-4 penyakit ini merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada orang dewasa. 1) Sekitar 25-30% pengunjung Puskesmas di Indonesia adalah pasien dengan gangguan pernapasan yang oleh petugas kesehatan dikategorikan sebagai ISPA saja. Hal ini terjadi karena belum adanya pedoman yang dapat membantu petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis gangguan pernafasan secara lebih spesifik. Ketidaktepatan diagnosis ini menyebabkan tidak efisiennya penatalaksanaan berbagai gangguan pernafasan yang sering terjadi. 2) Gangguan pernafasan kronik belum ditangani secara efisien, termasuk dalam hal pelayanan rujukan dan sistem pencatatan dan pelaporannya. 3) TB dan pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang relatif tinggi pada orang dewasa muda di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. 4) Kejadian asma semakin meningkat dan diperkirakan menyerang sekitar 150 juta penduduk dunia sebagai penyakit kronik.
5) PPOK merupakan penyebab kematian yang sering di dunia dan terlihat semakin meningkat. Tujuan PAL Tujuan Umum PAL adalah untuk memperkuat sistem kesehatan dalam penanganan gangguan saluran pernapasan. Tujuan khusus 1) Manajerial: Meningkatnya efisiensi pelayanan puskesmas dalam tata laksana penyakit saluran pernapasan melalui penerapan keterpaduan dalam menegakkan diagnosis dan peningkatan efektifitas pengobatan. 2) Mutu pelayanan: Meningkatnya mutu penatalaksanaan penyakit saluran pernapasan melalui Penguatan Sistem Kesehatan. 3) Epidemiologi: Berkurangnya beban kesakitan dan kematian penyakit saluran pernapasan melalui penurunan kesakitan dan penularan TB, pencegahan komplikasi infeksi bakterial saluran pernapasan akut, pengurangan jumlah serangan asma dan eksaserbasi PPOK Sasaran Sasaran kegiatan PAL adalah 1) Peningkatan mutu penatalaksanaan penyakit saluran pernapasan melalui pelatihan tenaga kesehatan dan supervisi berkala untuk menjamin keterampilan tenaga kesehatan dalam menegakkan diagnosis dan mengobati penyakit. 2) Peningkatan efisiensi pelayanan Puskesmas dalam menangani penyakit saluran pernapasan melalui implementasi standar diagnosis dan penatalaksanaan secara efektif. 3) Perbaikan sistem rujukan dan rujukan balik. Uji Coba Implementasi PAL Pengembangan PAL di Indonesia didahului dengan keikutsertaan beberapa wakil Indonesia pada suatu international workshop tentang manfaat pengembangan PAL pada 2008.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
3
Setelah itu dilaksanakan penilaian awal terhadap penerapan PAL di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan, baik di tingkat dasar maupun rujukan. Beberapa kegiatan awal ini dilaksanakan dengan dukungan dana dari WHO. Kegiatan uji coba memasuki fase yang intensif sejak 2009 dengan dukungan dana dari Global Fund Ronde 8. Uji coba ini didahului dengan pengembangan suatu prosedur standar dalam menegakkan diagnosis 4 penyakit saluran pernafasan berdasarkan sindrom, penatalaksanaannya (termasuk standar peralatan dan obat-obatan yang terkait), serta mekanisme rujukan dan rujukan timbal balik antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pengembangan standar ini kemudian diikuti dengan pengembangan kurikulum dan modul pelatihan, pelaksanaan pelatihan pelatih, dan pelaksanaan pelatihan tenaga kesehatan baik di Puskesmas maupun Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Kegiatan yang telah dilaksanakan selama masa uji coba adalah: 1) Pembentukan Kelompok Kerja Nasional PAL yang berperan sebagai kelompok pemikir dan pengarah. 2) Standardisasi kurikulum, metode dan modul Pelatihan PAL. 3) Pelaksanaan Pelatihan Pelatih PAL setiap 6 bulan sekali. 4) Pelaksanaan Pelatihan PAL di tingkat kabupaten/kota setiap 6 bulan sekali. 5) Pengadaan dan pendistribusian alat bantu diagnosis bagi setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang ikut serta dalam uji coba. 6) Pengembangan Sistem Pencatatan dan Pelaporan. 7) Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan dengan instrumen standar. 8) Supervisi berkala dan berjenjang setiap 6 bulan sekali. 9) Pelaksanaan pertemuan pemantauan dan penilaian berkala dan berjenjang setiap tahun sekali. Uji coba PAL dilaksanakan di 3 Provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung. Sampai akhir Desember 2012 pendekatan ini telah diujicobakan di 14 kabupaten/ kota yang meliputi 401 Puskesmas dan 20 Rumah Sakit. Hasil uji coba ini menunjukkan adanya peningkatan penemuan kasus, baik TB maupun pneumonia, asma dan PPOK. Uji coba ini juga telah berhasil mendorong Penguatan Sistem Kesehatan dalam bentuk: 1) Peningkatan koordinasi antara 2 direktorat (Direktorat Penyakit Menular Langsung dan Direktorat Penyakit Tidak Menular) dan 3 sub-direktorat (Subdirektorat Tuberkulosis, Sub-direktorat ISPA dan Sub-direktorat Penyakit Kronik Degeneratif) dalam pengendalian penyakit gangguan saluran pernafasan; 2) Dimasukkannya obat-obatan untuk asma dan PPOK ke dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) pada tahun 2011; dan 3) Dikembangkannya kurikulum, metode dan modul pelatihan tenaga kesehatan yang terstandar dan tersertifikasi. (Ira)
4
Pertemuan Forum Kemitraan Regional $VLD7HQJJDUDGDQ$VLD3DVLÀN ertemuan Forum Kemitraan regional Asia Tenggara dan Asia Pasifik dilaksanakan di Seoul, Korea Selatan pada 21-24 November 2012 diprakarsai oleh Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB, HE Jorge Sampaio, difasilitasi oleh Stop TB Partnership dan WHO serta Pemerintah Korea. Pertemuan ini dihadiri oleh kurang lebih 35 peserta dari India, Indonesia, Jepang, Nepal, Filipina, Republik Korea, Vietnam. Peserta merupakan anggota dari kemitraan nasional (perwakilan sipil, Ormas, FBO, LSM, media, sektor swasta, entitas publik lainnya), Manajer TB Program Nasional, Kementerian Kesehatan, WHO TB Regional Advisers, WHO TB, HQ staff, masyarakat sipil perwakilan dari Bangladesh, Myanmar, Cina, Kamboja, relevan donor (KOICA, JICA, AusAID, ADB, dll), media, Ambasador TB, dll. Stop TB Partnership Korea (KSTBP) dengan Stop TB Partnership di Jenewa menjadi tuan rumah untuk Forum Kemitraan Nasional dari WHO Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Lebih dari tiga puluh negara di seluruh dunia menjadi anggota Stop TB Partnership dan mempunyai peran yang penting dalam melibatkan organisasi masyarakat sipil, organisasi non-pemerintah dan organisasi berbasis keagamaan, sektor swasta/ perusahaan dan pelayanan kesehatan. Kemitraan ini merupakan kolaborasi kuat yang didasarkan pada tujuan sama yaitu mengendalikan epidemi TB dan untuk mencegah atau meringankan penderitaan orang yang terkena penyakit ini. Stop TB Partnership didasarkan pada bagaimana menjalin kemitraan yang baik dan bagaimana memanfaatkan sebesar-besarnya kontribusi mitra yang ada untuk mengendalikan TB. Potensi dan sumber daya yang ada dari mitra diharapkan dapat saling melengkapi tugas dan tanggung jawab dalam kemitraan sehingga dapat menciptakan kekuatan yang dapat mengatasi epidemi TB agar lebih efektif baik aspek medis maupun sosial-ekonomi. Pertemuan Stop TB Partnership yang pertama ini bekerjasama dengan Korea Stop TB Partnership dilaksanakan tidak hanya berbagi best practice dari masingmasing negara, tetapi juga akan memberikan bimbingan dan membangun kapasitas untuk melakukan inisiatif dan membangun kemitraan di tingkat Nasional. Forum ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan yang muncul dari program pengendalian yang selama ini telah dilakukan. Adapun tujuan dari pertemuan ini adalah: 1. Meningkatkan kesadaran tentang epidemi TB yang semakin besar, pencegahan dan penanganan TB, mengatasi stigma sosial yang ada dan peran penting yang dapat dimainkan masyarakat sipil dalam program pengendalian TB.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
2. Mendukung Rencana Operasional dari masing-masing negara untuk mempercepat upaya pengedalian TB di regional Asia Pasifik dan Asia Tenggara dengan keterlibatan kemitraan nasional dan mobilisasi sumber daya manusia serta keuangan. 3. Membangun komitmen dari Stop TB Partnership di negara masing-masing untuk memainkan peran dan menjadi kordinator yang dapat menggerakan sumber daya daerah dalam mendukung kemitraan nasional dari negara-negara yang sangat terpengaruh oleh TB di regional Asia pasifik dan Asia Tenggara. Sedangkan yang menjadi harapan dalam pertemuan ini adalah: 1. Meningkatkan kesadaran tentang TB dan melibatkan mitra multi-sektoral kemitraan untuk berkolaborasi dalam pengendalian TB. 2. Mendiskusikan tentang masalah dan tantangan TB dalam dua wilayah dan caracara konkret untuk menyelesaikan masalah dan tantangan lewat kerjasama kemitraan 3. Mengidentifikasi kesenjangan yang ada dan melakukan identifikasi prioritas kegiatan yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah dan tantangan yang ada di negara masing-masing dan bekerjasama melalui forum kemitraan sehingga dapat menghasilkan dampak yang signifikan dalam pengendalian TB. 4. Mengembangkan rancangan rencana aksi untuk masing-masing negara 5. Terlibat dalam diskusi tentang bagaimana kita bekerja sama dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran Stop TB Partnership. Luaran dari Pertemuan ini adalah: 1. Dokumen prestasi TB dari negara masing-masing 2. Komitmen dari masing-masing peserta untuk langkah selanjutnya tentang bagaimana dapat berkolaborasi dengan mitra memberikan dukungan satu sama lain. 3. Draft Rencana Aksi Konsolidasi termasuk prioritas kegiatan untuk masing-masing negara dan mengidentifikasi kemungkinan dukungan dana untuk kegiatan yang akan dilaksanakan. 4. Komitmen untuk meningkatkan kemitraan yang ada di daerah yang diperkuat melalui peningkatan kapasitas mitra yang ada sehingga mampu membantu program pengendalian TB 5. Peluncuran Buku Laporan Stop TB Partnership, menyajikan proses kemitraan yang dilakukan oleh masing-masing negara, merangkum kegiatan-kegiatan yang dapat dijadikan pembelajaran bagi Negara lain. Buku ini mendapatkan masukan dari berbagai sumber dari negara India, Indonesia, Jepang, Nepal, Filipina, Rep Korea, Vietnam.
P
Pelatihan PMDT untuk Persiapan Ekspansi di 7 Provinsi
rogram Manajemen Terpadu Pengendalian Tuberkulosis Resistan Obat atau yang sering dikenal sebagai Programmatic Management of Drug Resistant TB (PMDT) di Indonesia dimulai sejak 2009 sebagai pilot di 2 Rumah Sakit (RS) rujukan yaitu RS Persahabatan dan RS Dr. Soetomo. Sejalan dengan kebijakan nasional pelayanan TB adalah akses universal bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan pelayanan pengobatan TB atau TB resistan obat secara merata, maka diharapkan sampai dengan 2014, setiap Provinsi memiliki minimal 1 RS/Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) rujukan TB MDR. Selama 2010–2012, program tersebut telah diperluas ke wilayah lain yaitu: 2011; RS. Dr. Moewardi-Solo, RS. Dr. Syaiful AnwarMalang, RS. Labuang Baji-Makassar, 2012; RS. Hasan Sadikin-Bandung, RS. Dr. Adam MalikMedan, RS. Sanglah-Denpasar dan RS. Dr. Sardjito-Yogyakarta. Pada 2012 persiapan untuk ekspansi ke wilayah lain sudah dilakukan dengan assessmen kesiapan wilyah dan RS, penyusunan workplan, dan pelatihan PMDT bagi calon RS rujukan dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Provinsi yang dipersiapkan dan diharapkan siap pada 2013 yaitu: NAD, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat. Pelatihan dilakukan dalam 2 batch yaitu 9–15 Desember 2012 dan 16–24 Desember 2012 selama 6 hari efektif. Pada 2012 (Januari–November) program PMDT yang telah berjalan di 8 propinsi (9 RS rujukan) telah menemukan 1882 suspek MDR, 463 diantaranya mengalami MDR dan 351 pasien (76%) yang menjalani pengobatan. Untuk keberhasilan pengobatan sampai triwulan 2 2010, 71% pasien sembuh dan pengobatan lengkap, sedangkan angka konversi biakan
Pembukaan Pelatihan PMDT untuk 7 Provinsi baru Batch I, di Surabaya.
Kunjungan ke RS Dr. Soetomo-Surabaya pada Pelatihan PMDT untuk 7 Propinsi baru.
mencapai 77% dari pasien yang memulai pengobatan. Untuk mendukung monitoring dan evaluasi dari kegiatan PMDT ini, digunakan sistem pencatatan dan pelaporan yang berbasis web, yaitu e-TB Manager. Melalui e-TB Manager seluruh pihak yang terkait dalam pelayanan PMDT dari tingkat
pusat sampai pelaksana dapat mengakses informasi mengenai pasien TB MDR yang ada di Indonesia. Pengembangan e-TB Manager sejalan dengan ekspansi pelayanan PMDT. Alamat web e-TB Manager Indonesa dapat diakses pada http://indonesia.etbmanager.org (Ella)
Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu Menjawab Tantangan Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia
S
secara terintegrasi, seperti di Rumah Sakit Dokter Soetomo, Puskesmas di Kota Sukabumi, Puskesmas Kota Pasuruan, Puskesmas Kabupaten Ngawi, Purworejo.
Pada tingkat layanan, sudah banyak sistem software yang dibangun oleh Puskesmas, Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi
Salah satu tantangan dalam Program Pengendalian Tuberkulosis adalah manajemen informasi kesehatan yang belum optimal. Arus informasi data surveilans epidemiologi dari daerah ke pusat dan sebaliknya terutama yang berbasis fasilitas masih mengalami hambatan sejak desentralisasi. Masalah ini tentu akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dan perencanaan yang berdasarkan evidence based.
ejak 2007 sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 837 tentang pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) on line, Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI mengembangkan jaringan internet secara Nasional meliputi kabupaten/kota dan provinsi. Saat ini, jaringan internet tersebut sudah meliputi seluruh provinsi dan kabupaten/ kota dan beberapa rumah sakit. Untuk itu sistem informasi TB akan didorong menjadi bagian dari pengembangan SIKNAS Outline tersebut.
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
5
Perangkat lunak yang ada dalam pengelolaan data Program Pengendalian Tuberkulosis saat ini masih menggunakan software TB.03 Elektronik Versi 3.5 yang berbasis Program Microsoft Excel. Pada software tersebut masih terdapat beberapa kekurangan untuk dapat menghasilkan data yang lengkap, akurat, dan tepat waktu. Selain itu juga proses komputasi berjalan lambat bila ukuran filenya besar. Untuk menjawab tantangan tersebut salah satu strategi yang diambil adalah meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan informasi yang berfokus pada informasi rutin dengan mengembangkan pelaporan rutin berbasis web. Strategi yang ada dengan mengupayakan integrasi data surveilans TB ke dalam Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dan SIKNAS yang dikembangkan oleh Pusdatin Kementerian Kesehatan RI Sub Direktorat (Subdit) TB bekerja sama dengan Pusdatin dan mitra TB antara lain FHI 360, KNCV dan WHO telah mengembangkan sistem informasi yang diberi nama Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu (SITT). SITT ini merupakan aplikasi atau software berbasis web yang digunakan untuk pelaporan data TB dari kabupaten/kota (compiler) yang dikembangkan dengan menggunakan Jakarta AIDS Information System (JAIS) sebagai prototype. Website SITT ini dapat diakses di http://sitt.depkes.go.id.
dan rekapitulasi. Dengan menggunakan sistem validasi diharapkan data yang dilaporkan telah lengkap dan akurat. Selain itu, diharapkan pengiriman laporan dapat tepat waktu karena saat Pengelola Program TB (Wasor) kabupaten/ kota mengunggah data maka dapat secara langsung diakses oleh Petugas TB (Wasor) provinsi maupun pusat. Proses pengiriman dan penyimpanan data menggunakan fasilitas yang dimiliki Pusdatin. Guna memperlancar pelaksanaan pengembangan SITT maka kordinasi antara Pengelola Program TB (Wasor) dan petugas Data dan Informasi (Datin) di tingkat kabupaten/ kota dan provinsi. SITT tahap 1 (pertama) telah disosialisasikan kepada Pengelola Program TB (Wasor) dan petugas Datin dari 33 provinsi pada acara Workshop Sistem Informasi di Bandung pada 6-9 Juni 2012. Workshop ini bertujuan agar petugas TB di provinsi dapat menggunakan SITT dan mampu menjadi fasilitator dalam pelatihan tingkat kabupaten/kota, serta mulai terjalinnya
kerja sama antara Pengelola Program TB (Wasor) dengan petugas Datin. Pada saat ini sebagian besar provinsi telah memberikan pelatihan penggunaan SITT kepada Pengelola Program TB (Wasor) kabupaten/kota. Pengkayaan SITT tahap 1 akan diakomodir pada pengembangan SITT tahap 2 dengan memasukan selain informasi kasus dan logistik juga laboratorium, ketenagaan dan data dasar (fasilitas) serta mengintegrasikan sistem informasi TB yang ada dengan Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Bina Upaya Kesehatan, dan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Saat ini sedang dilakukan pembahasan modul-modul antara lain laboratorium, ketenagaan dan data dasar (fasilitas) untuk pengembangan SITT tahap 2. SITT tahap 2 direncanakan sudah dimplementasikan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan pusat sebelum 30 Juni 2013. (team Monev TB)
Dalam rencana induk pengembangan sistem informasi TB, SITT akan dikembangkan secara bertahap. Pada tahap 1 (pertama); dikembangkan software yang menampung data kasus TB dan logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pada tahap ini TB.03 Elektronik Versi 3.5 dilakukan modifikasi sesuai kebutuhan untuk melakukan input data yang kemudian diunggah ke dalam web SITT untuk proses validasi, pengiriman,
Perkembangan Program TB-HIV di Indonesia
I
ndonesia termasuk negara dengan beban tinggi Tuberkulosis (TB), dengan insidensi 189/100.000 penduduk dan prevalensi 289/100.000 penduduk pada 2010. Meskipun pada populasi umum prevalensi Human Immunodeficiency Virus (HIV) rendah tetapi pada populasi tertentu seperti pengguna narkoba suntik (penasun/IDU) prevalensi HIV tinggi (36%). Laporan surveilans Kemenkes RI 2011 menunjukkan prevalensi HIV pada populasi paling berisiko adalah 1-41%. Koinfeksi TB sering terjadi pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) dan lebih dari 25% kematian pada ODHA disebabkan oleh TB.
6
Orang dengan HIV sekitar 30 kali lebih berisiko untuk mengalami TB dibandingkan dengan orang yang tidak terinfeksi HIV. Sebagai respons terdapatnya epidemi ganda HIV dan TB, World Health Organization (WHO) merekomendasikan 12 aktivitas kolaborasi TB/HIV yang salah satu diantaranya adalah profilaksis dengan Isoniazid (INH preventive therapy/IPT). Isoniazid preventive therapy merupakan salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang penting untuk pencegahan TB pada orang dengan HIV, dan telah direkomendasikan di dalam Policy Statement on Preventive Therapy against TB in PLHIV, sejak 1998 oleh WHO
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
dan the Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Meskipun demikian, implementasinya belum dilaksanakan secara meluas. Hambatan utama adalah kekhawatiran akan sulitnya menyingkirkan diagnosis TB, kurangnya akses terhadap INH dan kekhawatiran akan terjadinya resistensi INH. Beberapa pertemuan internasional seperti WHO 3Is meeting dan From Mekong to Bali: The Scale up of TB-HIV Collaboration Activities, sudah dilakukan untuk memperbaharui kebijakan ini, hingga pada 2011 WHO mengeluarkan Guidelines for Intensified TB Case-Finding and IPT for PLHIV in Resource Constrained Settings.
Menindaklanjuti rekomendasi WHO pada 2010 mengenai pemberian profilaksis INH pada ODHA maka Sub Direktorat AIDS dan TB Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah melakukan serangkaian pertemuan dan disepakati untuk dilakukan pelaksanaan pemberian profilaksis dengan INH pada ODHA secara bertahap.
Pelatihan Peningkatan Pelayanan Keperawatan TB
Serangkaian pertemuaan kordinasi, perencanaan, dan persiapan dilakukan sebelum memulai kegiatan IPT. Pengkajian terhadap RS pelaksana dilakukan dengan hasil pemilihan 4 RS sebagai pelaksana: RSCM dan RS Persahabatan Jakarta, RSHS Bandung, serta RSMM Bogor. Petunjuk teknis pelaksanaan, SOP, serta perangkat monitoring dan evaluasi disiapkan bersama dengan mitra dan melibatkan klinisi, bimbingan dan teknologi (Bimtek) dan pertemuan evaluasi juga dilakukan untuk melengkapi dan memperkuat kegiatan ini. Pelaksanaan IPT yang direncanakan akan merekrut sebanyak 200 ODHIV dimulai sejak Mei 2012 dan selesai melakukan perekrutan pada Oktober 2012. Pemberian IPT, didahului dengan menapis apakah ODHA memiliki gejala TB aktif atau tidak (berdasarkan rekomendasi WHO: batuk, demam, penurunan berat badan, dan keringat malam), jika tidak memiliki salah satu gejala ini, akan dilakukan pemeriksaan rontgen dada pada pasien. Pasien yang memiliki salah satu gejala TB aktif, akan dievaluasi lebih lanjut dengan dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis, GeneXpert dan rontgen dada. Kemudian pasien yang dari hasil skrining tidak memiliki gejala maupun tanda TB serta memenuhi kriteria eligibilitas lain seperti fungsi hati normal, akan diberikan INH selama 6 bulan. Bimbingan teknis diberikan lebih lanjut secara berkala oleh tim nasional yang terdiri dari National TB Program (NTP), National Aids Program (NAP) dan TBCARE bersama dengan wasor TB dan pemegang program HIV kota/kabupaten dan provinsi untuk mencapai kepatuhan yang tinggi terhadap regimen INH 6 bulan dan monitoring terjadinya TB aktif. Sebanyak 267 ODHIV dilakukan penapisan untuk IPT, 204 (76%) dinyatakan eligible dan semua setuju untuk memulai IPT. Melalui kegiatan skrining ini 24 ODHIV terdiagnosis TB dan mendapatkan terapi TB. Sampai akhir November 2012, 5 orang telah menyelesaikan 6 bulan regimen INH, 191 orang masih melanjutkan terapi, 8 orang (4%) telah berhenti karena meninggal (2 orang), efek samping berat (2 orang), putus obat (3 orang), lainnya (1 orang). Dari awal pemberian INH, tidak ada satu pun peserta yang mengalami TB. (dr. Joan)
P
ersatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi perawat, melakukan berbagai upaya peningkatan kualitas kerjasama tim kesehatan. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan pelatihan bagi perawat yang bertugas di Rumah Sakit, Puskesmas, Dinas Kesehatan maupun institusi pendidikan dari seluruh Indonesia. Pelatihan ini diselenggarakan selama 4 hari dengan tema “Peningkatan Pelayanan Keperawatan Bagi Klien TB”. Pelatihan ini disebut dengan “Training For Transformation/TFT” karena perawat yang dilatih diharapkan dapat menularkan pengetahuan pada rekan perawat dan melakukan inovasi di tempat kerjanya sehingga dapat mencegah penularan TB dan mencegah terjadinya TB MDR dimanapun perawat bekerja serta meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan bagi klien TB dan keluarganya. PPNI telah menyelenggarakan 3 kali TFT (2010-2012) dengan bantuan teknikal dari International Council of Nurses (ICN) yang merupakan organisasi keperawatan dunia. Dalam pelaksanaan TFT, PPNI bekerjasama
dengan Subdit TB dan salah satu pelatih lokal berasal dari Subdit TB. Kerjasama dengan Subdit TB dimulai sejak penentuan Provinsi yang menjadi daerah pengembangan program TB. TFT yang terakhir (angkatan III) dilaksanakan pada 26-29 November 2012, sehingga total yang telah dilatih sebanyak 78 perawat. Peserta latih tersebut selain menyusun rencana tindak lanjut diakhir pelatihan juga mendapat penugasan untuk melatih minimal 10 perawat dan 10 orang lainnya di masing-masing wilayah kerjanya. Dalam rangka evaluasi para perawat peserta TFT pada 2010 (angkatan I) dan 2011 (angkatan II), maka peserta latih diundang untuk mempresentasikan pelaksanaan rencana yang disusun saat pelatihan. Kegiatan ini dilakukan pada 30 November – 1 Desember 2012. Pada akhir pertemuan evaluasi peserta dibagi dalam 10 tim provinsi: Sumatera Utara, Riau, Bangka Belitung, Papua, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DI.Yogyakarta, Jawa Barat, Banten dan diminta menyusun proposal terkait TB untuk diajukan pada ICN. Diharapkan proposal yang disetujui akan meningkatkan peran perawat baik yang bekerja di pelayanan, Dinas Kesehatan maupun di institusi pendidikan. (Astuti Yuni/MZ)
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
7
Pokja TB-HIV Sumatera Utara Dorong Pemerintah Mencapai Target Program Kolaborasi Penulis : dr. H. Elman Boy, M. Kes, CSU FHI360 dan Dosen IKM FK UMSU Medan
Dr. Elman menyampaikan presentasi kontribusi FHI360 pada program TB-HIV Sumatera Utara
K
elompok Kerja Program Kolaborasi Tuberkulosis dan Human Immunodeficiency Virus (Pokja TB HIV) Provinsi Sumatera Utara mendorong dan mengoptimalkan potensi seluruh pengurusnya dalam pencapaian program untuk mendukung pencapaian target penemuan dan pengobatan kasus TB HIV di Sumatera Utara. Ketua Pokja TB HIV Sumatera Utara, dr. Delyuzar, Sp.PA (K) menyatakan bahwa Pokja harus meningkatkan kontribusinya mendorong Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk mencapai target-target program TB-HIV yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Pernyataan ini disampaikannya pada pembukaan pertemuan sehari kajian dan evaluasi kegiatan Pokja TBHIV 2012 yang dilaksanakan pada Senin, 19 November 2013 di Hotel Grand Antares di Medan. Menurutnya, pertemuan Pokja ini merupakan wadah silaturahmi antara kepengurusan Pokja TB-HIV yang berasal dari berbagai instansi terkait baik pemerintah maupun swasta dalam hal pengendalian penyakit TB dan HIV di Sumatera Utara. Beliau juga mengatakan Pokja yang sudah terbentuk sejak setahun yang lalu tersebut harus dapat melaksanakan tugas-tugas yang sudah diamanahkan seperti yang tertuang di dalam buku Kebijakan Nasional Penanggulangan TBHIV. Tugas kelompok kerja tingkat provinsi yang tertuang dalam buku Kebijakan Nasional TB-HIV adalah sebagai berikut : 1. Menyusun rencana kerja, penanggung jawab setiap kegiatan dan menetapkan mitra kerjanya 2. Menetapkan target khusus untuk provinsi tersebut 3. Menyusun rencana kerja sesuai pedoman nasional, pelatihan dan mengadaptasi bahan Advokasi, Komunikasi, Mobilisasi Sosial (AKMS) jika diperlukan 4. Meningkatkan jumlah dan kemampuan sumber daya manusia sesuai kebutuhan 5. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan serta 6. Menindaklanjuti dan menyelesaikan masalah.
8
“Kita perlu meng-up date dan mengevaluasi kegiatan program TB dan program HIV yang telah dilaksanakan oleh Pokja Provinsi Sumatera Utara. Kita juga perlu melakukan penguatan mekanisme kolaborasi antara program TB dan program HIV-AIDS yang bersifat aplikatif dan operasional sebagai tindak lanjut rumusan Rencana Strategi (Renstra) TB-HIV yang sudah kita buat pada tahun lalu. Untuk itu kita harus menyusun rencana kerja Pokja TB-HIV tahun kedua,” ujarnya dihadapan 60 orang peserta pada pertemuan yang didukung oleh United States Agency for International Development (USAID) melalui program TBCARE tersebut. Pernyataannya ini seirama dengan kata sambutan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara yang dibacakan oleh plt Kabid Yankes Dinkespropsu, Sukarni SKM. Menurutnya saat ini perlu dilakukan respon terhadap komitmen global yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDGs) tentang TB-HIV dalam tujuan ke-6 yaitu memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya. Beliau mengatakan bahwa pembentukan Pokja TB HIV di propinsi dan kabupaten/kota sebenarnya adalah untuk melaksanakan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1278/ Menkes/SK/XII/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV dan SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Nomor 440.443/9543/ VII/2011 tentang Kelompok Kerja (Pokja) TBHIV Provinsi Sumatera Utara Periode 20112013. Pokja TB-HIV Sumatera Utara yang telah terbentuk 2011 ini terdiri dari 3 (tiga) bidang yaitu bidang pelayanan, bidang kemitraan dan mobilisasi sosial serta bidang penelitian dan pengembangan. Dunia menghadapi tantangan global yang cukup berat dimana sepertiga dari 33 juta orang dengan HIV diseluruh dunia terinfeksi bakteri TB (TB laten-bukan TB aktif) dan meningkatnya kasus baru MDR-TB (resisten terhadap obat TB kategori 1) yang signifikan. Indonesia sendiri menempati urutan ke-4 terbesar di dunia sebagai penyumbang penderita TB setelah Negara India,
WARTA TUBERKULOSIS INDONESIA - Volume 22 - Januari 2013 - 22/I/2013
China, danAfrika Selatan. Sejak 1995 Indonesia telah menerapkan rekomendasi World Health Organization (WHO) untuk implementasi strategi DOTS sebagai strategi nasional dalam Penanggulangan TB. Berdasarkan indikator target pencapaian Program Nasional Penanggulangan TB untuk angka penemuan kasus baru TB Paru BTA positif (Case Detection Rate) pada tahun sebesar 80% sedangkan target angka keberhasilan pengobatan kasus baru TB Paru BTA positif (Success Rate) 2012 adalah diatas 90%. Saat ini ada sepuluh pelayanan kesehatan yang berkolaborasi TB HIV di Sumatera Utara antara lain: RSUP. H. Adam Malik, RS. Haji Medan, RS. dr. Pirngadi Medan, RS. Kesdam, RS. Bhayangkara, Rutan Kelas I Medan, Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, Puskesmas Bandar Khalifah Kabupaten Deli Serdang, RSUD. Sultan Sulaiman Serdang Bedagai dan RSUD. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Warta
TUBERKULOSIS INDONESIA
Wadah Informasi Gerakan Terpadu Nasional TB
Pelindung:
Prof. dr Tjandra Yoga Aditama (Direktur Jenderal PP dan PL)
Penasehat:
dr. Slamet, MHP (Direktur PPML)
Penanggung Jawab:
Drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH (Ka Subdit TB)
Dewan Redaksi: Ketua Redaksi dr. Dyah Armi Riana, MARS. Redaksi dr. Triya Novita Dinihari Drg. Siti Nur Anisah Budiarti, S, SKM, M. Kes Crysti Mei Manik, SKM drg. Devi Yuliastanti Nenden Siti Aminah, SKM Ketua Kehormatan: Prof. Dr. dr. Sudijanto Kamso
Administrasi Harsana, SE
Alamat Redaksi:
Subdit TB, Dit PPML, Ditjen PP dan PL, DEPKES RI Gedung B Lantai 4 Jl. Percetakan Negara No. 29 Jakarta 10560 Indonesia Telp/Fax: (62 21) 42804154 website: www.tbindonesia.or.id Email:
[email protected]