DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………………………. ii KATA PENGANTAR…………………………………………………………………. iii ABSTRAK ...…………………………………………………………………………... iv DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… v BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………. i 1.1. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1 1.2. Rumusan Masalah .……………..………………………………………. 7 1.3. Tujuan Penelitian ………….…………………………………………… 7 1.4. Manfaat Penelitian ……………….……….……………………………. 8 1.5. Landasan Teori dan Penjelasan Konsep …...……………………….….. 8 1.5.1. Teori Negara Hukum ………………..……………………..…… 8 1.5.2. Teori Penegakan Hukum Pidana …………………………..….. 10 1.5.3. Konsep Kewenangan ………………………………………...… 11 1.5.4. Konsep Perizinan ……………………………………………… 15 1.5.5. Penegakan Hukum Perizinan ………………………………….. 18 1.5.6. Konsep Kuasa Pertambangan ……………………………….… 20 1.5.7. Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan …………… 23 1.5.8. Perubahan Konsep dari Kontrak Pertambangan ke Izin Usaha Pertambangan …………………………………………... 26 BAB II METODE PENELITIAN …………………………………………………… 29 2.1. Jenis Penelitian …………………………………………………………. 29 2.2. Pendekatan Penelitian …………………………………………………... 30 2.3. Bahan Hukum Penelitian ………………………………………………... 30 2.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Bahan Hukum Penelitian ..……….... 32
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS MASALAH ……………………… 34 3.1. Legalitas Perusahaan Pertambangan Batubara PT. Satui Bara Tama di Kalimantan Selatan ……………………………………………………... 34 3.2. Tindakan Kriminalisasi terhadap Direktur Utama PT. Satui Bara Tama di Kalimantan Selatan ……………………………………………………36 3.3. Pertimbangan Hukum Putusan Pengadilan terhadap Direktur Utama PT. SBT …………………………………………………………………. 37 3.3.1. Pertimbangan Hukum dalam Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin No. 1425/Pid.Sus/2009/PN. ……………………...… 38 3.3.2. Pertimbangan Mahkamah Agung RI dalam Putusan Kasasi No. 1444 K/Pid.Sus/2010 ………………………………………… 50 3.3.3. Putusan Mahkamah Agung RI dalam Putusan Peninjauan Kembali No. 157 PK/PID.SUS/2011 …………………….………. 53 3.4. Kritik terhadap Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung RI ….……… 57 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………… 59 4.1. Kesimpulan …………………………………………………………….. 59 4.2. Saran …………………………………………………………………….. 60 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………… 62
ABSTRAKS
Batubara merupakan salah satu bahan galian yang bersifat vital dan strategis. Hal ini menyebabkan batubara mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan di Indonesia. Pasca berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam batubara, termasuk menerbitkan Kuasa Pertambangan (KP) atau Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persoalan legalitas KP atau IUP batubara yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dan tindakan kriminalisasi terhadap pemegang KP atau IUP batubara yang diterbitkan oleh pemerintah daerah yang lokasinya tumpang tindih (overlapping) dengan kawasan hutan. Penelitian ini penelitian yuridis normatif yang mengkaji secara kritis dan komprehensif mengenai kebijakan kriminalisasi oleh penegak hukum terhadap PT Satui Baratama di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan selaku pemegang izin usaha pertambangan batubara yang mendapatkan izin resmi dari pemerintah daerah yang diduga berlokasi di kawasan hutan, dan oleh karena itu oleh penegak hukum dipandang melanggar ketentuan pidana dalam Undang-undang Kehutanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) KP atau IUP pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk perizinan yang memberikan dasar hukum bagi pemegangnya untuk melakukan usaha pertambangan. Izin dalam hukum administrasi merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), karena itu pengujian terhadap keabsahan KTUN merupakan kompetensi absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan demikian, selama KTUN belum dicabut atau dibatalkan, maka secara yuridis formal KTUN tersebut tetap sah sesuai dengan asas praesumptio iustae causa (vermoeden van rechtmatigheid; praesumption of legality). (2) Penyelesaian terhadap KP atau IUP batubara yang diduga tumpang tindih dengan kawasan hutan terlebih dahulu harus diselesaikan secara administratif dengan cara mengajukan gugatan terhadap keabsahan KP atau IUP di PTUN. Seorang atau badan hukum perdata yang melaksanakan kegiatan usaha pertambangan berdasarkan izin tidak bisa begitu saja dipidanakan dengan dalih izinnya melanggar peraturan perundang-undangan, tanpa terlebih dahulu mengajukan gugatan pembatalan kepada PTUN. Penegakan hukum pidana yang dilakukan dengan cara melanggar prinsip dan norma hukum formal merupakan tindakan kriminalisasi dalam bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kepada penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) disarankan untuk tidak melakukan kriminalisasi kepada penambang yang melakukan kegiatan usaha pertambangan berdasarkan KP atau IUP yang dimilikinya. Apabila ada pihak ketiga atau instansi penegak hukum yang mendalilkan bahwa KP atau IUP melanggar ketentuan pidana dalam Undang-undang Kehutanan hendaknya mengajukan keberatan terlebih dahulu kepada pejabat yang menerbitkan KP/IUP atau mengajukan gugatan pembatalan KP/IUP ke PTUN.