DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................... iv ABSTRAK ..................................................................... vi DAFTAR ISI ..................................................................... viii DAFTAR TABEL ..................................................................... x DAFTAR GAMBAR …………………………………………….. xi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .................................................... 1.2 Rumusan Masalah Penelitian .............................................. 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................... . 1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................... 1.5 Sistematika Penelitian………………………………….......
1 12 13 13 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep………………………………….. 16 2.1.1 Hukum Permintaan ....................................................... 16 2.1.2 Teori Konsumen .......................................................... 17 1). Perilaku Konsumen………………………………… 17 2). Teori Konsumen berdasar Hipotesis Siklus Hidup… 19 2.1.3 Teori Konsumsi ........................................................... 20 2.1.4 Hukum Penawaran…………………………………… 21 2.1.5 Teori Produsen………………………………………. . 22 2.1.6 Jenis-jenis Struktur Pasar.............................................. 22 2.1.6.1Pasar Persaingan Sempurna ................................ 22 2.1.6.2Pasar Monopolistik .............................................. 24 2.1.6.3Pasar Oligopoli .................................................... 26 2.1.6.4 Pasar Monopoli .................................................. 27 2.1.7 Pengertian Pasar ........................................................... 35 2.1.6.1 Pasar Tradisional ................................................ 35 2.1.6.2 Pasar Modern ..................................................... 35 2.1.8 Hubungan antara Pendapatan dengan Pola Belanja Rumah Tangga…... ...................................................... 36 2.1.9 Hubungan antara Pendidikan dengan Pola Belanja Rumah Tangga .................................................................. 36 2.2 Hipotesis Penelitian ......................................................... ............. 37
viii
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian.................................................................. 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................. 3.3 Obyek Penelitian .................................................................. 3.4 Identifikasi Variabel ............................................................ 3.5 Definisi Operasional Variabel ............................................. 3.6 Jenis dan Sumber Data......................................................... 3.6.1 Jenis data ................................................................. 3.6.2 Sumber data ............................................................ 3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel .............. 3.8 Metode Pengumpulan Data …………………………......... 3.9 Teknik Analisis Data Multinomial Logit ...... ......................
38 38 39 39 39 41 41 42 43 45 46
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian .................................. 48 4.2 Karakteristik Responden ..................................................... 49 4.2.1 Distribusi Responden ............................................... 49 4.2.2 Pendapatan Rumah Tangga ...................................... 50 4.2.3 Pendidikan Kepala Keluarga.................................... 51 4.2.4 Umur Kepala Keluarga ............................................ 51 4.2.5 Anggara untuk Berbelanja makanan ........................ 52 4.2.6 Jumlah Anggota Keluarga........................................ 53 4.2.7 Jenis Kelamin Kepala Keluarga ............................... 54 4.2.8 Jumlah Pasar Modern dan Pasar Tradisional di Wilayah Rumah Tangga dalam Radius Satu Kilometer ........ 54 4.2.9 Jumlah Kepemilikan Kendaraan Bermotor .............. 56 4.3 Pola Belanja Masyarakat Perkotaan dalam memenuhi Kebutuhan Konsumsi Telur…………… ........... 57 4.4 Implikasi dari Pola Belanja Masyarakat Perkotaan pada Peternak Ayam Petelur di Wilayah Perdesaan……… 63 BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan .............................................................................. 5.2 Saran ....................................................................................
67 68
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................... 69 LAMPIRAN LAMPIRAN .............................................................................. 73
ix
Judul
: Pola Belanja Masyarakat Perkotaan dan Implikasinya pada Peternak Ayam Petelur di Perdesaan. Nama : Ni Made Ratih Kusuma Dewi NIM : 1315151004 Abstrak Berkembangnya perekonomian dan meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan di Kota Denpasar yang direspon oleh adanya perluasan supermarket dan pengecer makanan modern lainnya telah meningkatkan kekhawatiran akan dampak negatifnya pada peritel tradisional untuk produk makanan khususnya telur yang banyak diproduksi peternak di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Bagaimanakah pola belanja masyarakat Kota Denpasar pada era yang semakin menuntut standar kualitas yang tinggi ini? Akankah peternak kecil, khususnya peternak di Kecamatan, Kabupaten Tabanan, dapat mengambil peluang dari tumbuhnya perekonomian dan perluasan pasar modern di Kota Denpasar, mengingat standar yang tinggi yang ditetapkan oleh pelaku pasar modern di daerah perkotaan? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola belanja telur masyarakat perkotaan dan implikasi dari pola masyarakat perkotaan terhadap peternak ayam petelur di perdesaan. Penelitian ini dilakukan di Kota Denpasar meliputi 275.766 rumah tangga di Kota Denpasar dan mengambil 100 rumah tangga sebagai sampel penelitian, dua peternak kunci untuk mewakili seluruh peternak ayam petelur di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Obyek pada penelitian ini meliputi keputusan rumah tangga di Kota Denpasar untuk menentukan tempat belanja telurnya. Metode yang digunakan pada penelitian ini antara lain observasi non partisipan, kuisioner (angket), wawancara tidak terstruktur, wawancara mendalam yang dilakukan kepada responden kunci yaitu peternak ayam petelur di perdesaan. Penelitian ini menggunakan uji statistik multinomial logit guna melihat keputusan rumah tangga untuk memilih tempat belanja dalam memenuhi kebutuhan konsumsi telurnya dan statistik deskriptif untuk melihat implikasi dari pola belanja masyarakat perkotaan pada peternak ayam petelur di perdesaan. Hasil dari penelitian ini adalah sebagian besar masyarakat Kota Denpasar masih berbelanja di pasar tradisional maupun warung untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah dan sebagian yang berpenghasilan menengah, namun sebagian masyarakat yang berpenghasilan tinggi cenderung untuk berbelanja di pasar modern karena memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasar tradisional. Masyarakat dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk berbelanja di pasar modern serta masyarakat dengan dengan umur kepala keluarga yang muda cenderung untuk berbelanja di pasar modern. Pasar modern memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh pasar tradisional seperti adanya kepastian harga produk per satuan, suasana yang nyaman, terdapat pilihan cara pembayaran bukan hanya menggunakan pembayaran tunai, produk yang dijual relatif sama dengan harga relatif lebih murah, serta kualitas barang yang ditawarkan lebih baik karena telah barang-barang yang
vi
dijual di pasar modern telah melewati pemilahan terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Pasar modern hanya memasarkan produk-produk dengan kualitas terjamin. Berdasarkan pola belanja yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Kota Denpasar yang masih membeli telur ayam ras di pasar tradisional maupun warung, peternak mendapatkan pengaruh positif yaitu peningkatan pendapatan oleh peternak di wilayah perdesaan karena peternak hanya mampu mendistribusikan hasil produksinya ke pasar tradisional, toko-toko kecil maupun warung. Kata kunci: permintaan makanan, pasar modern, pasar tradisional, peternak
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bali adalah salah satu provinsi yang perkembangan perekonomiannya cukup pesat. Pada tahun 2015 ekonomi Bali tumbuh sebesar 6,04 persen. Pertumbuhan ini didiorong oleh semua sektor ekonomi kecuali sektor pertambangan dan penggalian serta sektor pengadaan listrik yang mengalami kontraksi. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor informasi dan komunikasi sebanyak 9,94 persen dan pertumbuhan terendah terjadi pada sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang sebesar 1,91 persen (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016). Berkembangnya pariwisata di Provinsi Bali membuat struktur perekonomian Bali mengalami pergeseran dari primer ke tersier. Kondisi ini ditunjukkan dari kontribusi masing-masing sektor dalam membentuk PDRB Provinsi Bali. Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang merupakan sektor yang paling dominan menyumbang pada PDRB Provinsi Bali yang memiliki kecenderungan meningkat di setiap tahunnya. Kontribusi sektor pertanian yang menjadi pilar kehidupan Provinsi Bali menduduki posisi kedua pada PDRB Provinsi Bali (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016). Perekonomian di Provinsi Bali juga tak terlepas dari peran perdagangan baik yang dilakukan secara konvensional seperti pasar tradisional, toko-toko ataupun warung maupun yang dilakukan secara lebih terstruktur seperti pasar modern yang
1
mencakup hypermarket, supermarket ataupun minimarket. PDRB dari sektor perdagangan besar dan eceran di Provinsi Bali mengalami peningkatan di setiap tahunnya, tahun 2015 perdagangan besar dan eceran di Provinsi menyumbang 11.192, 32 miliar rupiah atau 0,08 persen dari total PDRB Provinsi Bali. PDRB per Kapita atau Pendapatan perkapita merupakan selisih antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penduduk merupakan cerminan dari kenaikan taraf kehidupan masyarakat. Perkembangan ini dapat dilihat dari peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi Bali selama empat dekade terakhir. Peningkatan pendapatan perkapita dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan 1.2. Gambar 1.1. Pendapatan per Kapita Provinsi Bali atas dasar Harga Konstan 1975, 1983, 1993 dan 2000 Tahun 1980-2010 (rupiah) (menggunakan metode lama SNA 1968)
Pendapatan per Kapita 8 000 000.00 7 000 000.00 6 000 000.00 5 000 000.00 4 000 000.00
Pendapatan per Kapita
3 000 000.00 2 000 000.00 1 000 000.00 .00 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016
2
Pada Gambar 1.1 menunjukkan peningkatan pendapatan per kapita Provinsi Bali selama empat dekade terakhir. Peningkatan perkapita ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan status ekonomi masyarakat Bali. Rata-rata pendapatan perkapita selama lima tahun terakhir dengan menggunakan metode baru (SNA 2008), sebesar Rp 31.096.588 per tahun dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi di Provinsi Bali selama lima tahun terakhir adalah 6,61 persen diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,73 persen (Badan Pusat Statistik, 2016).
Gambar 1.2. Pendapatan per Kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Bali atas dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2010-2015 (rupiah) (menggunakan metode baru SNA 2008) 50,000 45,000 Jembrana
40,000
Tabanan
35,000
Badung
30,000
Gianyar
25,000
Klungkung
20,000
Bangli
15,000
Karangasem
10,000
Buleleng
5,000
Denpasar
0 2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016 Gambar 1.2 menunjukkan pendapatan per kapita Kabupaten/Kota di Provinsi Bali selama enam tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pendapatan per kapita tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.
3
Kondisi ini mengindikasikan bahwa tingkat perekonomian di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar tergolong baik, masyarakat Kota Denpasar memiliki daya beli yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan perkapita yang terus meningkat di setiap tahunnya menyebabkan masyarakat bukan hanya meningkatkan kuantitas barang konsumsinya, namun juga meningkatkan kualitas barang konsumsinya (Minot, et.al). Daya beli masyarakat Kota Denpasar yang cukup tinggi mendorong para investor-investor untuk menanamkan modalnya untuk membangun pasar modern. Berdasarkan Keppres No. 96/2000 tentang bidang usaha tertutup dan terbuka bagi penanaman modal asing. Pada keputusan tersebut, usaha pedagang eceran merupakan salah satu bidang usaha yang terbuka bagi pihak asing. Tentu saja kebijakan tersebut membuka peluang bagi para pengusaha internasional untuk membangun pasar modern di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan pasar yang potensial. Lambat laun perkembangan pasar modern di Indonesia semakin berkembang pesat (Yustika, 2008). Industri ritel modern untuk kategori fast moving consumer goods (FMCG) di Indonesia tumbuh rata-rata 10,8 persen pada tahun 2015, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di segmen minimarket sebesar 11 persen dan supermarket atau hypermarket sebesar 10,6 persen. Penjualan di toko modern per kapita di Indonesia diperkirakan mencapai US$60 dengan komposisi 56 persen di minimarket dan 44 persen di supermarket atau hypermarket. Ukuran pasar industri minimarket di Indonesia sekitar Rp 73 triliun dengan pertumbuhan rata-rata 13,5 persen per tahun dalam kurun waktu 2012-2015. Pada tahun 2015, pertumbuhan penjualan tertinggi di 4
indutri ritel modern dialami segmen personal care sebesar 12,7 persen, sementara penjualan terendah adalah produk farmasi sebesar 1,8 persen (Dunia Industri, News Trade Industrial Community). Perkembangan perekonomian di Provinsi Bali yang pesat dibuktikan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi Bali sebesar 6,61 persen diatas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,73 persen selama lima tahun terakhir menjadikan Provinsi Bali sebagai pasar yang potensial untuk melakukan investasi, salah satunya adalah investasi di bidang perdagangan. Berikut dapat digambarkan jumlah toko modern di Provinsi Bali tahun 2015. Gambar 1.3 Jumlah Toko Modern Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2015 200 180 160 140 120 100 80
Jejaring
60
Non Jejaring
40 20 0
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, 2016 Gambar 1.3 menunjukkan jumlah toko modern menurut Kabupaten/ Kota di Provinsi Bali tahun 2015. Kota Denpasar memiliki jumlah toko modern terbanyak dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Jumlah toko modern di Kota Denpasar yaitu
5
295 unit yang terdiri dari 118 toko jejaring dan 177 toko non jejaring. Jumlah toko modern terendah berada di Kabupaten klungkung dengan 2 toko non jejaring dan tidak ada toko jejaring. Gambar 1.4. Jumlah Toko Modern Menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2014 40
120
35
100
30 80
25
Denpasar Utara Denpasar Timur
20
60
15
40
10
Denpasar Selatan Denpasar Barat Bali
20
5 0
0 Hypermarket
Supermarket
Minimarket
Sumber: Badan Pemodalan dan Perijinan Kota Denpasar Gambar 1.4 menunjukkan jumlah toko modern menurut kecamatan di Kota Denpasar tahun 2014. Toko modern terbanyak berada di wilayah Kecamatan Denpasar Barat dengan 36 minimarket dan 7 supermarket. Kecamatan dengan toko modern terendah berada pada Kecamatan Denpasar Timur dengan 12 minimarket. Pada tahun 2014 ke tahun 2015 terjadi peningkatan pendapatan perkapita sebesar empat persen. Peningkatan pendapatan perkapita ini mendorong peningkatan jumlah dan penjualan pasar modern. Selain itu, proses urbanisasi juga mendorong percepatan pertumbuhan penduduk serta peningkatan pendapatan masyarakat perkotaan (Poesoro:2008). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pitasari (2012)
6
menyatakan bahwa segmentasi masyarakat yang mengalami perubahan belanja adalah 18 persen masyarakat menengah, 52 persen masyarakat menengah atas dan 30 persen masyarakat atas. Perubahan pendapatan berdampak pada perubahan berbelanja masyarakat dari yang hanya sekedar mencoba hingga benar-benar berpindah tempat belanja. Perubahan tersebut disebabkan oleh perubahan gaya hidup masyarakat dengan mobilitas tinggi sehingga menuntut kenyamanan dan kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan. Pasar modern memiliki keunggulan dari pasar tradisional yaitu pasar modern menjual produk yang relatif sama dengan harga yang relatif lebih murah dengan kualitas lebih baik dan suasana yang nyaman, terdapat pilihan cara pembayaran dan adanya kepastian harga. Supermarket juga menjalin kerjasama dengan pemasok besar dan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat melakukan efisiensi dengan memanfaatkan skala ekonomi yang besar. Beberapa kalangan memandang bahwa makin meluasnya pendirian pasar modern di Indonesia, makin baik bagi pertumbuhan ekonomi serta iklim persaingan usaha. Namun, di lain pihak, pasar modern juga menyebabkan pasar tradisional kehilangan pelanggan akibat praktik usaha yang dilakukan oleh supermarket (Poesoro, 2008). Peningkatan pembangunan pasar-pasar modern ini membuka peluang bagi produsen-produsen lokal untuk ikut andil sebagai dalah satu pemasok telur ayam ras di pasar modern. Produsen lokal yang berperan sebagai pemasok dari sektor pertanian seperti petani sayur, buah, bunga maupun peternak yang memenuhi kebutuhan daging maupun telur sebagai bahan pokok untuk membuat hidangan bagi wisatawan maupun hanya sebagai konsumsi masyarakat. Telur merupakan salah satu bahan pokok yang 7
banyak dijadikan bahan untuk makanan menjadi peluang besar bagi para peternak untuk mendistribusikan hasil produknya di pasar-pasar modern. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mmbando (2014), masyarakat yang berbelanja di pasar modern berdampak pada peningkatan pengeluaran konsumsi per kapita. Peningkatan pengeluaran konsumsi untuk berbelanja mengindikasikan masyarakat sudah sadar akan keamanan produk makanan dan penurunan tingkat kemiskinan. Berikut dapat digambarkan pengeluaran makanan rata-rata per kapita sebulan menurut kabupaten/kota menurut kelompok bahan makanan Provinsi Bali tahun 2006-2015. Gambar 1.5. Pengeluaran Makanan Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Bali Tahun 2006-2015 700000 600000
Jembrana Tabanan
500000
Badung 400000
Gianyar Klungkung
300000
Bangli Karangasem
200000
Buleleng 100000
Denpasar
0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (Berdasarkan Hasil Susenas), 2016 Pada gambar 1.5 dapat dilihat bahwa pengeluaran makanan rata-rata per kapita di kabupaten/kota di Provinsi tertinggi di Kota Denpasar di setiap tahunnya.
8
Jumlah pengeluaran makanan tertinggi ini dapat dijadikan celah pasar bagi para peternak dan petani di perdesaan untuk mengalokasikan hasil produksinya ke kota, bukan
hanya
mendistribusikannya
di
wilayah
perdesaan.
Perkembangan
perekonomian di Kota Denpasar yang pesat menjadikan Kota Denpasar memiliki pendapatan perkapita tertinggi setelah Kabupaten Badung hal ini berdampak pada pola konsumsi
masyarakat Kota Denpasar. Peningkatan pendapatan masyarakat
perkotaan meningkatkan jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat, namun dalam kenyatannya peningkatan pendapatan tidak serta merta meningkatkan jumlah barang yang dikonsumsi melainkan juga peningkatan kualitas dan standar barang yang dikonsumsi (Minot, et.al). Pola konsumsi dan pengeluaran rumah tangga umumnya berbeda antara agroekosistem, antar kelompok pendapatan, antar etnis atau suku dan antar waktu. Struktur pola dan pengeluaran konsumsi merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan rumah tangga. Rumah tangga dengan pangsa pengeluaran pangan tertinggi tergolong rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang proporsi pengeluaran untuk pangannya rendah (Rachman, 2001). Menurut Survei sosial ekonomi nasional (Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menyebutkan bahwa jumlah konsumsi telur masyarakat Bali mengalami fluktuasi di setiap tahunnya. Rata-rata konsumsi telur masyarakat Bali berkisar antara 5 hingga 7 persen dari konsumsi bahan-bahan makanan lain di setiap bulannya. Berikut dapat digambarkan persentase konsumsi telur di Provinsi Bali. 9
Gambar 1.6. Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan untuk Konsumsi Telur di Provinsi Bali Tahun 2005-2015
Persentase 8 7 6 5 4
Persentase
3 2 1 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (berdasarkan hasil Susenas), 2016 Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, produksi telur ayam tertinggi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali selama lima tahun terakhir berada di Kabupaten Tabanan, diikuti oleh Kabupaten Bangli dan Karangasem, sedangkan produksi telur ayam terendah di Kabupaten Klungkung dan Kota Denpasar. Selama lima tahun terakhir produksi telur ayam di Kabupaten Tabanan mengalami fluktuasi, produksi tertinggi pada tahun 2011 sebanyak 18.958, 38 ton mengalami penurunan hingga tahun 2014 dan mengalami kenaikan pada tahun 2015 dengan jumlah produksi 15.770,93 ton. Populasi ayam petelur yang banyak disertai dengan produksi telur yang tinggi menjadikan peternak ayam petelur mencari celah untuk mendistribusikan hasil produksi telurnya. Peternak melakukan pemilahan telur yang dikelompokkan menjadi
10
tiga kelas, kelas satu merupakan kelas tertinggi dengan kualitas telur yang paling baik dengan harga tertinggi dan lolos kualifikasi untuk masuk di pasar modern seperti hotel, restaurant maupun supermarket. Kelas dua yaitu kelas di bawahnya dan dipasarkan pada pengepul maupun pengecer dengan harga yang lebih murah daripada kelas satu. Kelas terendah merupakan kelas tiga yang dijual di pasar tradisional, pabrik roti ataupun kue dengan harga terendah. Gambar 1.7. Produksi Telur Ayam Menurut Kabupaten/ Kota di Bali, Tahun 2010-2014 (satuan Ton) 20000 18000 16000 14000
2010
12000
2011
10000
2012
8000 6000
2013
4000
2014
2000
2015
0
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2016 Kesempatan untuk bisa masuk pada pasar modern dipengaruhi oleh bagaimana usaha yang dilakukan oleh peternak ayam tersebut. Faktor tersebut seperti pendidikan, adanya relasi atau tidak kepada pihak pasar modern, serta kualitas produk (Sahara et. al, 2015 dan Sharma et. al, 2009). Kesempatan untuk masuk ke pasar modern diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak ayam
11
petelur karena harga telur yang didistribusikan di pasar modern dijual dengan harga yang lebih tinggi. Maka dari itulah penulis meneliti tentang pola belanja masyarakat perkotaan dan implikasinya pada peternak ayam petelur di perdesaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola belanja yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan apakah masyarakat perkotaan berbelanja di pasar tradisional, warung, pedagang kaki lima, mini market, supermarket ataupun hypermarket. Penelitian ini juga menganalisis implikasi dari pola konsumsi masyarakat perkotaan terhadap kesejahteraan para peternak ayam petelur di perdesaan. Apabila masyarakat lebih memilih untuk membeli telur di pasar modern, maka efek yang diterima oleh peternak ayam petelur di wilayah perdesaan tidak ada karena barang-barang yang di-supply ke pasar modern harus melewati beberapa tahap kualifikasi hingga dapat dipasarkan di pasar modern. Namun, apabila masyarakat perkotaan lebih memilih untuk membeli telurnya di pasar tradisional, maka petani akan menerima efeknya baik peningkatan jumlah permintaan akan telur yang menyebabkan peningkatan pendapatan peternak ayam petelur di perdesaan. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan tersebut, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Bagaimanakah pola belanja telur masyarakat perkotaan? 2) Bagaimanakah implikasi dari pola masyarakat perkotaan terhadap peternak ayam petelur di perdesaan?
12
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan yang dingin dicapai dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk menganalisis pola belanja telur masyarakat perkotaan. 2) Untuk menganalisis implikasi dari pola masyarakat perkotaan terhadap peternak ayam petelur di perdesaan. 1.4
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini dapat dibedakan menjadi kegunaan teoritis
dan kegunaan praktis 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi, dan informasi untuk mendukung penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pola konsumsi masyarakat perkotaan serta implikasinya terhadap peternak ayam petelur di perdesaan sebagai bahan kepustakaan serta sumber pengetahuan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberi penyelesaian masalah bagi para peternak ayam petelur mengenai pola belanja masyarakat perkotaan yang mengalokasikan penghasilannya untuk konsumsi rumah tangga pada pasar tradisional atau pasar modern. 1.5
Sistematika Penulisan Pembahasan penelitian ini disusun berdasarkan urutan beberapa bab secara
sistematis, sehingga antara bab satu dengan bab lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun penyajiannya adalah sebagai berikut. 13
Bab I
: Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II
: Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini menguraikan kajian pustaka dan rumusan hipotesis. Dalam kajian pustaka dibahas mengenai hukum permintaan dan penawaran, teori konsumen, teori produsen, teori konsumsi, jenis-jenis struktur pasar, pengertian pasar, hubungan antara pendapatan dengan pola belanja rumah tangga, hubungan antara pendidikan dengan pola belanja rumah tangga serta rumusan hipotesis.
Bab III
: Metode Penelitian Dalam bab ini diuraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan sampel, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.
Bab IV
: Data Pembahasan Hasil Penelitian Dalam bab ini diuraikan gambaran umum lokasi penelitian dan pembahasan hasil penelitian.
14
Bab V
: Simpulan dan Saran Dalam bab ini dikemukakan simpulan-simpulan mengenai hasil pembahasan dan saran-saran yang akan ditujukan sebagai masukan.
15