http://www.mb.ipb.ac.id
I.PENDAHULUAN
l.~.
Latar Belakang
Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan PDB dari sektor pertanian adalah sebesar 18,77 persen, dengan sumbangan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 64, II persen dan subsektor peternakan sebesar 0,64 persen. Sementara subsektor lainnya mengalami penurunan masing-masing sebesar minus 32,47 persen untuk subsektor tanaman perkebunan, minus 17,64 persen untuk subsektor kehutanan dan minus 8,76 persen untuk subsektor perikanan (BPS, 2006). Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembagian sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya jumlah penduduk yang bermuara pada pemantapan program swasembada pangan sekaligus memperbaiki mutu gizi, khususnya dengan memperbesar penyediaan protein hewani., peningkatan rata-rata pendapatan penduduk, dan menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan yang telah dicanangkan oleh pemerintah. Besarnya potensi sumberdaya alam yang dimiliki Indonesia memungkinkan pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru perekonomian Indonesia.
http://www.mb.ipb.ac.id
Pembangunan subsekt'"lr petemakan pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan untuk memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam berupa lahan, temak dan pakan dengan faktor produksi lainnya berupa tenaga kerja dan modal. Semakin meningkatnya
permintaan produk
petemakan untuk memenuhi
kebutuhan pangan maupun industri yang diiringi dengan semakin terbatasnya sumberdaya peternakan, akan menuntut pengelolaan sumberdaya tersebut secara lebih efisien. Kebutuhan akan produk pangan asal hewan terus meningkat dan hal tersebut dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan penduduk serta kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya
mengkansumsi
produk
hewani.
Penyediaan produk petemakan dipenuhi dari produk asal dalam negeri maupun impor. Karena produksi dalam negeri tidak mencukupi maka impor terus meningkat setiap tahunnya dan tentunya hal tersebut akan mengancam produksi dalam negeri, apalagi produk impor biasanya lebih bersaing baik dari segi kualitas maupun harga yang ditawarkan. Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonami yang mempunyai nilai sangat strategis. Untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia terutama berasal dari: (i) daging unggas (broiler, petelur jantan, ayam kampung dan itik), (ii) daging sapi (sapi potong, sapi perah dan kerbau), (iii) daging babi, serta (iv) daging kambing dan domba (kada). Tingkat konsumsi daging sapi (kurang dari 2 kg/kapitaltahun) belum dapat dipenuhi dari pasokan dalam negeri, karena laju peningkatan permintaan tidak dapat diimbangi oleh pertambahan populasi dan peningkatan produksi. Harga daging sangat bergantung
2
http://www.mb.ipb.ac.id
padajenis dan kualitasnya, meskipl'n di tingkat pasar tradisional konsumen belum memperhatikan jenis daging yang akan dibeli. Namun demikian secara umum ada sedikit perbedaan harga diantara jenis atau kualitas daging yang dipasarkan. Swasembada daging yang ditargetkan pemerintah pada tahun 20 I0 diharapkan dapat dijadikan pemicu peningkatan produksi daging nasional. Swasembada daging tahun 2010 ini merupakan peluang pasar yang besar bagi usaha petemakan sapi yang terdiri dari pembibitan untuk penyediaan bakalan dan usaha
penggemukan.
Pencapaian
swasembada
daging
yang
ditargetkan
pemerintah didasarkan pada beberapa faktor yaitu : (I) subsektor petemakan berpotensi dijadikan sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian karena selama periode 1999-2003 rata-rata pertumbuhan subsektor peternakan adalah sebesar 3,2 persen pertahun. Besaran pertumbuhan ini lebih besar dari pertumbuhan sektor pertanian sebesar 2,0 persen; (2) usaha sapi potong memberikan porsi terbesar dari rumah tangga yang terlibat langsung dalam usaha petemakan yang mengalami pertambahan dari 4,45 juta pada tahun 1983 menjadi 5,62 juta pada tahun 1993 dan 6,51 juta pada tahun 2003 (BPS, 2004); (3) tersebamya sentra produksi di banyak daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat di perkotaan sehingga mampu menggerakkan perekonomian regional, dan (4) mendukung upaya peningkatan ketahanan pangan baik sebagai penyedia bahan pangan
maupun
sebagai
sumber
pandapatan
yang
keduanya
berperan
meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas pangan. Kondisi peternakan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok yakni berbentuk peternakan rakyat dengan jumlah 90-95 persen dari total peternakan sapi potong serta berbentuk perusahaan yang khusus bergerak di
3
http://www.mb.ipb.ac.id
bidang penggemukan sapi potong deng'ln jumlah sekitar lima persen. Saragih (1998) menjelaskan beberapa dri dari petemakan rakyat yaitu skala usahanya keeil yakni kurang dari satu hektar, tetaknya tersebar terpisah satu dengan yang lain, tidak intensif dimana eurahan waktu kerja peternak tidak banyak yakni kurang dari delapan jam per hari dan bersifat sambilan yakni sebagai usaha sampingan petani. Hal ini berbeda dengan keadaan peternakan yang khusus bergerak di bidang penggemukan sapi yang umumnya telah mempunyai skala ekonomi yang menguntungkan. Kendala yang pengembangan industri peternakan, salah satunya adalah tidak diprioritaskannya usaha untuk mengembangkan potensi ternak toka!. Potensi lokal peternakan yang sebagian besar dikelola oleh peternakan rakyat dengan status usaha sampingan tidak dapat mengimbangi kebutuhan bahan pangan asal ternak yang semakin meningkat. Sementara di lain pihak, perusahaan peternakan dengan skala yang besar mengalami kekurangan sapi bakalan untuk digemukkan sehingga perusahaan-perusahaan tersebut yang menyebabkan perusahaan lebih mem ilih usaha penggemukan dengan menggunakan bakalan yang berasal dari impor. Keadaan ini dapat disiasati dengan menggunakan strategi kemitraan. Perusahaan atau peternak dalam skala besar bekerja sarna dengan peternak skala kedl dan menengah untuk membudidayakan sapi bakalan yang merupakan bahan baku dalam usaha penggemukan sapi. Salah satu dari bentuk kemitraan yang terjalin adalah perusahaan atau peternak skala besar bertindak sebagai inti yang menyediakan sarana produksi bakalan seperti pakan konsentrat, obat-obatan, vitamin serta pengawasan dari dokter hewan untuk menjamin kualitas bakalan
4
http://www.mb.ipb.ac.id
yang dihasilkan. Petemak skala kecil dan sed'lng bertindak sebagai plasma, yang mempunyai betina produktif yang kemudian dilakukan dikawinkan sehingga menghasilkan anak sapi untuk selanjutnya dipelihara untuk dijadikan sapi bakalan. Sapi bakalan yang siap digemukkan kemudian dijual kepada peternak inti· (petemak dengan skala besar) dengan harga yang telah disepakati sebelumnya atau dengan mengikuti harga yang berlaku di pasaran. Propinsi Sumatera Selatan daerah yang berpotensi untuk pengembangan usaha peternakan dengan lahan yang masih luas. Struktur perekonomian Propinsi Sumatera Selatan masih didominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 20,59% terhadap PDRB tahun 2000. Subsektor yang memberikan sumbangan terbesar adalah subsektor tanaman perkebunan (sekitar 8,76%) diikuti tanaman pangan dan hortikultrura (sekitar 5,47%), sedangkan sumbangan subsektor lainnya yaitu subsektor perikanan (2,97%), peternakan (1,56%), dan kehutanan (1,83%). Perkembangan populasi ternak di Sumatera Selatan selama dua dekade terakhir yang menunjukkan keeendurungan meningkat, meskipun pertumbuhan tersebut bervariasi. Pertumbuhan populasi ternak sapi dan kerbau selama periode 1999 - 2003 telah bangkit kembali dengan laju pertumbuhan masing-masing 3,83 % dan 0,61%, sedangkan untuk ternak keeil terutama kambing tumbuh 4,34%. Pertumbuhan yang eukup tinggi terjadi pada ayam petelur yaitu 38,9%, ayam kampung (Buras) 27,40% dan ayam pedaging 1,18%. Untuk mempereepat penyebaran ternak kedepan terutama Sapi potong dan Kerbau diperlukan terobosan seperti gerakan massal 1nseminasi Buatan (lB) dan penyediaan kredit lunak serta berbunga rendah. Untuk menunjang produksi ternak, hijauan pakan ternak dan padang pengembalaan merupakan sarana yang
5
http://www.mb.ipb.ac.id
dibutuhkan dalam pengembangan temak besar (s?pi dan kerbau), Areal kebun Rumput budidaya telah tersebar di seluruh kabupaten di Sumatera Selatan sebanyak 50 lokasi dengan luas 735 Ha. Populasi temak tahun 2003 digambarkan pada Tabell Tabel 1. Populasi Ternak di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 No I 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah (ekor) 375 419.937 83.104 1.452 436.607 54.512 32.811 16.742.000 5.868.000 13.303.000 2.103.00
Jenis Ternak Sapi Perah Sapi Potong Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Ayam Pedaging Ayam Petelur Ayam Buras Itik
Sumber .Bappeda SumSel (2004)
Perkembangan konsumsi hasil ternak berupa daging, telur dan susu terus mengalami peningkatan, kondisi ini selaras dengan pertumbuhan tingkat pendapatan masyarakat dan kesadaran akan pangan bergizi. Konsumsi prodllk petemakan selama dua dekade tumbuh 4,90% untuk daging, telur 3,88 % dan SUSll 3,20 %. Mengacu pada pertumbuhan riil tersebllt berarti tingkat konsumsi lebih tinggi
dibandingkan
dengan
produksi.
Kondisi
tersebut
apabila
tetap
dipertahankan maka akan terjadi kemungkinan yaitll; ketergantllngan Sllmatera Selatan dengan pasokan dari luar daerah atall terjadi pengurasan populasi. Apabila mengacu pada standar gizi nasional, maka konsllmsi produk peternakan masyarakat
Sumatera
Selatan
sangat
tertinggal
jauh,
sehingga
untllk
mengantisipasi keadaan tersebut maka tingkat pertllmbllhan populasi dan
6
http://www.mb.ipb.ac.id
produktivitas ternak daerah harns dipacu. Gambar 1 dan 2 berikut ini menyajikan grafik produksi dan konsumsi produk petemakan di Sumatera Selatan.
287
~
:
..
I
46023
,.
43650 ~~;-;:,-""~j
-~,
.
Ell:aging
EI Telur O$usu
Gambar I. Produksi Temak (dalam ton) di Surnsel pada Tahun 2003 Sumber : Bappeda Sumsel 2004
7 6
6.32
5
4 3 2 1 0
Daging
Telur
Susu
Gambar 2. Konsurnsi Hasil Ternak (dalam Kglkapita/Tahun) di Surnsel Sumber : Bappeda SumSel (2004)
Betemak sudah merupakan bagian budaya dari masyarakat Sumatera Selatan, kondisi tersebut terbukti dari hasil sensus pertanian 1993 memperlihatkan
7
http://www.mb.ipb.ac.id
447.298 rumah tangga atau 28,97 % dari jumlah I"'lmah tangga penduduk Sumatera Selatan terlibat dalam usaha petemakan, kemudian tahun 2003 sebanyak 25,91 % dari 919.153 rumah tangga yang hidup di sektor pertanian terlibat di usaha peternakan (sampingan, cabang usaha dan usaha pokok). Upaya pengembangan bagian dari budaya tersebut perlu difasilitasi dan didinamisir. Untuk itu pemerintah Provinsi Sumatera Selatan melalui Peraturan Daerah No.6 tahun 2002 membentuk lagi lembaga yang menangani peternakan yaitu Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Selatan. Tugas pokok Dinas Peternakan adalah melaksanakan kewenangan desentralisasi dan tugas dekonsentrasi bidang petemakan. Dalam menjalankan tugas pokok, Dinas· peternakan mempunyai fungsi mencakup; pembinaan umum berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Gubernur, pembinaan tehnis dan tehnologi di bidang peternakan, tehnis kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, pembinaan sumbedaya manusia, pemberian izin/rekomendasi, fasilitasi kerjasama kablkota di bidang peternakan serla kerjasama antar propinsi, pembinaan usaha peternakan, penyusunan program pembangunan peternakan dan pembinaan umum tata usaha serta pembinaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Bertolak dari fungsi dan tugas pokok yang diamanatkan, Dinas Peternakan mempunyai visi "Terwujudnya swasembada daging di Sumatera Selatan melalui pengembangan agribisnis petemakan yang berdaya saing dan berbasis sumber daya lokal" Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kelayakan usaha dari usaha peternakan yang menggunakan sistem kemitraan. Sistem kemitraan ini ditujukan untuk mengembangkan potensi wilayah dan potensi pasar di Propinsi Sumatera Selatan. Usaha penggemukan dengan kemitraan diharapkan dapat memberikan
8
http://www.mb.ipb.ac.id
kontribusi positif terhadap potensi ekonomi daerah sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu motor penggerak pembangunan daerah. Hal spesifik yang sela~utnya
akan dibahas adalah bagaimanakah perbandingan usaha peternakan
yang menggunakan sistem kemitraan dan non kemitraan 1.2. Perumusan Masalah Pengembangan
usaha peternakan nasional
dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan potensi sumber daya lokal. Pengembangan potensi peternakan di Propinsi Sumatera Selatan memiliki prospek yang baik dilihat dari peningkatan produksi pada beberapa tahun terakhir ini serta masih rendahnya pertumbuhan produksi dibandingkan dengan pertumbuhan dari sektor konsumsi. Usaha penggemukan sapi potong mempunyai karakteristik yang beragam apabila dilihat dari skala kepemilikannya. Pola kemitraan merupakan alternatif strategi dalam pengembangan bisnis. Konsep kemitraan yang mengutamakan prinsip. simbiosis mutualisme diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi setiap pihak. Usaha penggemukan sapi dapat menerapkan pola kemitraan dengan memanfaatkan peternak-peternak kecil untuk memelihara sapi bakalan. Hal ini didasari karena pada umumnya peternak kecil menjadikan usaha ternaknya sebagai tabungan dengan kontinuitas yang terbatas. Pola kemitraan diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan kontinuitas pemeliharaan peternak keci!. Bagi peternak inti, usaha kemitraan ini dapat menguntungkan dengan tidak adanya biaya investasi untuk kandang dan lahan. Penggabungan kedua keuntungan ini diharapkan dapat saling memberikan kontribusi bersama untuk saling mendapatkan keuntungan. Secara garis besar perumusan masalah dari penelitar. ini adalah :
9
http://www.mb.ipb.ac.id
1. Bagaimana prospek usaha serta faktor - faktor apa saja yang
m'lmpengaruhi
keberhasHan usaha penggemukan sapi potong sistem kemitraan di Kota Palembang? 2. Bagaimana bentuk usaha dengan sistem kemitraan pada penggemukan sapi potong di Kota Palembang? 3. Bagaimanakah kelayakan usaha penggemukan sapi potong di Kecamatan Sako, Kota Palembang.
1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah disampaikan, penelitian ini secara umum bertujuan untuk menilai kelayakan dari bisnis usaha penggemukan sapi potong dengan model kemitraan. Secara spesifik, tujuan penulisan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi prospek usaha dan faktor-faktor internal dan ekstemal yang
mempengaruhi keberhasilan usaha penggemukan sapi potong di
Kota Palembang. 2. Mengidentifikasi bentuk pola kemitraan yang mencakup hak dan kewajiban antara plasma dan inti serta membandingkan pola usaha penggemukan sapi dengan pola kemitraan dengan non kemitraan di Kecamatan Sako Kota Palembang. 3. Menganalisa kelayakan usaha penggemukan sapi wilayah Kecamatan Sako, Kola Palembang.
10
http://www.mb.ipb.ac.id
1.4.. Manfaat :pellelitian . .
~
.
Hasil l'entilitian ini diharapkim benminfaat bag! berbagai pihak untuk memberikari i/lfortrtasi mengeMi poia usaha l'etiggemukan sapi potong dengan pola kemiUiuiti Informasi
s~b~gai sttat~gi
bisnls daiam: korttinuitas pasokan sapi bakalan.
k~laYl1kan hermanfdl1t uhtuk methbetikah .gartibaran bagi calon investor , .
.
.
tlhtuk menJdarrikah thodalnya pacia bidartg usaha inL Informasi mengenai .:
kelJyakan
Uti
stilaHjtilnya ciil1arapkatl
da~at
.,1
digunakan sebagai salah satu
~ettimbangdh uHtuk mekJadikan stibsektdr peternakan khususnya usaha •
,;0(
.
"
periggemukM\ sajJi sebagai salali sahi arttlahih ~ellgembangan potensi daerah.
i.5. Ruarl~ tlngkup Perielitlan ini difokitskall pada HlljaUan terhadap kelayakan usaha dari aspek bisnis, telenis, keleiliHhgaari diJ.tl finansial terhadap usaha penggemukan sapi potong dengan pbla kemitttian antata peternak skala besar dengan peternak skala hell dan metterigah yang dilakukan di kecamatan Sako Kota Palembang.
11