INVENTORY SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR KELURAHAN ALAK KECAMATAN ALAK KOTA KUPANG - NUSA TENGGARA TIMUR
I. PENDAHULUAN
1.1. Gambaran Umum Sejak terbentuknya Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 20 Desember 1958 (Undang-undang Nomor 64 Tahun 1958), Kota Kupang ditetapkan sebagai Ibu Kota dan pusat Pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Desa Alak yang saat itu termasuk dalam Kabupaten Kupang dengan sendirinya menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pada tahun 1978, Kota Kupang ditetapkan menjadi Kota Administratif (Peraturan Pemerintahan Nomor 22 Tahun 1978) dengan wilayah ketika itu terdiri atas 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kupang Selatan dan Kecamatan Kupang Utara. Desa Alak yang saat itu berada di Kecamatan Kupang Barat tidak termasuk dalam wilayah Kota Adminitratif Kupang. Tahun 1996, Kota Adminitratif Kupang ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1996 tanggal 20 Maret 1996) dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Yogie S. Memet pada tanggal 25 April 1996 sekaligus melantik Walikotamadya pertama Bpk. S.K Lerik. Wilayah Administratif Kotamadya Daerah Tingkat II Kupang saat ini mencakup 4 (empat) kecamatan dan 45 (empat puluh lima) kelurahan. Desa Alak pada saat itu termasuk dalam wilayah Kupang Barat. Seiring adanya deregulasi, maka dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, istilah Kotamadya Kupang mengalami perubahan menjadi Daerah Kota Kupang. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 2 Tahun 2010, dibentuk Kelurahan Penkase-Oeleta sebagai pemekaran dari Kelurahan Alak (Profil Laporan Bulanan Kecamatan Alak 2013).
1.2. Keadaan Geografis Kelurahan Alak merupakan kelurahan yang terletak terluar paling Barat dari Wilayah Kota Kupang yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Kupang. Kelurahan Alak menjadi pintu gerbang masuk keluar/arus lalu lintas orang, barang dan jasa ke dalam wilayah Kota Kupang khususnya dari laut. Kelurahan Alak memiliki luas 9,31 Km2 yang terdiri atas 6 RW dengan 22 RT. Bagian terbesar wilayah Alak adalah lahan kososng, pemukiman, pergudangan, pelabuhan dan perumahan.
Batas wilayah Kelurahan Alak adalah sebagai berikut :
Timur Barat Utara Selatan
: Kelurahan Namosain dan Kelurahan Penkase-Oeleta : Desa Nitneo Kabupaten Kupang : Laut Kupang : Kelurahan Manulai II dan Desa Nitneo Kabupaten Kupang
1.3. Kondisi Sosial dan Ekonomi Jumlah penduduk Kelurahan Alak adalah 5.470 jiwa dengan jumlah laki-laki 2.644 orang dan perempuan sebanyak 2.804 orang. Adapun jumlah Kepala Keluarga sebanyak 1.220 KK. Secara ekonomi mata pencaharian masyarakat/penduduk Kelurahan Alak bervariasi. Kelurahan ini menjadi lokasi konsentrasi pergudangan bagi pengusaha Kota Kupang. Warga Kelurahan Alak kebanyakan juga menjadi Tenaga Kerja pada Pabrik ataupun tempat usaha yang ada dalam wilayah Kelurahan Alak. Mayoritas penduduk beragama Kristen Protestan dan Katholik, Agama Islam. Tabel 1 berikut ini adalah jumlah penduduk menurut pekerjaan/mata pencaharian.
Berdasarkan tabel di atas pekerjaan atau profesi mata pencaharian penduduk didominasi oleh “PNS”, hal ini disebabkan karena banyaknya perkantoran pemerintahan di kelurahan tersebut, sehingga memungkinkan kebanyakan PNS memilih berdomisili di kelurahan tersebut agar dekat dengan perkantoran mereka. Selain itu profesi lain yang sangat mendukung pembangunan perekonomian di kelurahan ini adalah nelayan, yaitu sebanyak 128 orang, hal ini ditunjang dengan adanya sarana dan prasarana pendukung dibidang perikanan yang memadai. Berikut ini beberapa fasilitas yang dapat menunjang ekonomi nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan masyarakat sekitarnya.
1.4. Kondisi Lingkungan Pesisir Karakteristik lingkungan pesisir sangat curam dan dalam, kondisi inilah yang dimungkinkan sebagai area untuk pembuatan pelabuhan. Sepanjang pesisir pantai dijumpai tebing batu karang yang terjal, tetapi sebagian juga ada yang landai yang digunakan masyarakat sekitar dalam melakukan aktifitas baik untuk ”maka meting” maupun untuk budidaya rumput laut.
II. ISU-ISU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR 2.1. Kerusakan Wilayah dan Ekosistem Pesisir Keberadaan pelabuhan baik kapal niaga dan kapal barang maupun pelabuhan lainnya, berdampak pada pencemaran air di sekitar wilayah pesisir Kelurahan Alak. Lingkungan perairan mengalami gangguan dari tumpahan minyak dari kapal – kapal yang berlabuh maupun kapal – kapal yang melakukan aktifitas bongkar muat. Hal ini sulit dihindari menyebabkan perairan tercemar. Isu yang diperoleh dari masyarakat sekitar wilayah pesisir terutama pembudidaya rumput laut bahwa akibat tumpahan minyak dari perkapalan membuat bibit rumput laut yang dibudiaya mengalami kerusakan. (pertumbuhan bibit tidak bagus, terjadi patah pada thalus rumput laut, pemutihan pada bibit rumput laut) dan beberapa gejala kerusakan lainnya. 2.2. Pemanfaatan Ruang Pesisir Sebagian ruang di wilayah pesisir telah dibangun gedung – gedung pergudangan, pemukiman penduduk, dan areal pertamina, ini tentu akan memberikan kontribusi terhadap pencemaran perairan setempat jika limbahnya tidak dikelola dengan baik dan atau dibuang langsung ke perairan pantai. 2.3. Erosi Pantai Erosi pantai terjadi di sekitar muara sungai yang berhubungan dengan pesisir, akibat buangan limbah yang berasal dari PT. Semen Kupang secara terus menerus selama PT. Semen tersebut beroperasi. (Terjadi menumpukan limbah di sekitar pesisir). 2.4. Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan Kelurahan Alak memiliki sungai, dimana segala jenis limbah yang dibuang ke sungai akan terbawa sampai ke laut. Bahan-bahan pencemar yang terbawa melalui air sungai, berasal dari limbah rumah tangga dan juga berasal dari PT. Semen Kupang. Isu penting bahwa masyarakat menggunakan air dari saluran limbah PT. Semen Kupang untuk mandi dan mencuci, hal ini tentunya akan berdampak bagi kesehatan masyarakat setempat. Efek yang ditimbulkan ketika menggunakan air mandi dari saluran
limbah PT. Semen adalah gatal-gatal dan beberapa penyakit kulit lainnya. Menurut masyarakat bahwa mereka terpaksa menggunakan air tersebut apabila musim kemarau tiba karena mereka tidak memiliki alternatif lainnya, karena aksesnya jauh dan mahal. 2.5. Tingkat Pendidikan Pada umumnya tingkat pendidikan penduduk di Kelurahan Alak cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan sebagian besar penduduknya berpendidikan mulai dari SLTA dan Perguruan Tinggi baik Diploma maupun sarjana. Tabel 2 berikut memperlihatkan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan.
2.6. Konflik Daerah Penangkapan Alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan di Keluarahan Alak didominasi oleh alat tangkap ”Pole and Line”. Daerah operasi penangkapan adalah laut sawu, bahkan sampai di perairan Flores Timur. Laut Sawu merupakan samudera luas/laut lepas yang jauh dari pulau utama, tentunya banyak nelayan dari berbagai daerah baik nelayan di NTT secara keseluruhan maupun nelayan dari luar NTT. Isu-isu mengenai konflik daerah penangkapan sangat menonjol, dimana nelayan pancing rawai dari berbagai daerah disekitar Laut Sawu (misalnya dari Nelayan Rote dan Flotim) selalu memperebutkan “rumpon” yang telah dipasang di perairan tersebut sebagai
area penangkapan. Sehingga nelayan dari Kelurahan Alak dengan jarak tempuh yang cukup jauh sudah tidak dapat menangkap di daerah rumpon tersebut yang sering mereka gunakan untuk penangkapan. Keadaan seperti itu mengharuskan nelayan dari Kelurahan Alak harus mecari lokasi lain di Laut Sawu untuk penangkapan. Isu lain yaitu nelayan dari Kelurahan Alak kalah bersaing dengan nelayan dari luar karena alat tangkap masih terbuat dari bahan kayu dan alat navigasi hanya berupa teropong, GPS, sedangkan nelayan luar telah memiliki alat tangkap sudah modern dan dilengkapi dengan peralatan navigasi yang mampu mendeteksi ikan pada kedalaman tertentu. Selain itu bahwa di laut sawu alat-alat tangkap yang dipasanh secara permanen seperti pancing rawai dan longline oleh nelayan luar daerah. Kemudian adanya ijin penangkapan yang diberikan oleh nelayan-nelayan luar. Bahkan adanya illegal fishing yang terjadi di laut sawu. Secara alamiah terjadi ancaman bagi nelayan dalam pengoperasian alat tangkap pole and line, berupa banyaknya lumba-lumba pada jam-jam tertentu dapat mengganggu proses penangkapan ikan. Berdasarkan kebiasan makan pada waktu/jam tertentu, biasanya lumba-lumba selalu memburu ikan pelagis besar sebagai makanannya. Nelayan penangkap pole and line merasa terganggu sehingga menghentikan penangkapan untuk beberapa lama, setalah dirasa aman oleh gangguan lumba-lumba tersebut operasi penangkapan dilanjutkan kembali (Hasil survey dan wawancara 2009 bersama nelayan pole and line).