INVENTARISASI PERMASALAHAN INDUSTRI KEUANGAN MIKRO SYARIAH (STUDI PADA BMT-BMT DI KOTA DAN KABUPATEN MAGELANG) Oleh: Eko Kurniasih Pratiwi dan Nasitotul Janah
ABSTRAK Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan mikro yang berbasis syari’ah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat untuk mengatasi permasalah yang dihadapi. BMT merupakan lembaga keuangan syariah berbadan hukum koperasi yang bisa dibilang paling sederhana. Keberadaan BMT diharapkan dapat membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Di balik perkembangan BMT saat ini, baik dari sisi kuantitas maupun asset, terdapat berbagai permasalahan yang harus segera dicari solusinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan BMT di wilayah kota dan kabupaten Magelang. Penelitian ini adalah penelitian survey (field research), tepatnya survey eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didesain untuk mengetahui permasalahan yang hadapi BMT-BMT di Kota dan Kabupaten Magelang dengan menggunakan sumber data primer (wawancara dengan pengelola BMT) dan data sekunder (referensi dan dokumentasi dari pihak BMT), dengan metode pengambilan sampel purposive random sampling, yaitu BMT yang tergabung dalam FORSILA sebagai sampelnya. Metode pengambilan data yang digunakan adalah observasi lapangan, wawancara (depth interview), dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis untuk diambil simpulan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pengamatan dan penelaahan dokumen. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh BMT secara umum hampir sama, yaitu (1)permasalahan kelembagaan (2) Permasalahan sumber daya manusia (3) Permasalahan yang terkait dengan tingkat kepercayaan dan pemahaman masyarakat terhadap BMT. Kata Kunci: Inventarisasi, permasalahan, BMT
A. PENDAHULUAN Pasca krisis moneter pada tahun 1998, hingga saat ini Indonesia dihadapkan pada kondisi ekonomi yang cenderng labil. Bencana alam, kenaikan minyak mentah dunia yang berimbas pada pengurangan subsidi, indeks kurs rupiah yag nak turun, kenaikan beberapa komponen harga yang menjadi
1
kebtuhan pokok masyarakat, termasuk sembako menyebabkan kondisi ekonomi nasioanal semakin terpuruk, dan nasib masyarakat kecil semakin mengancam. Bagi masyarakat miskin, kondisi diatas semakin menambah kesulitan mereka untuk bersaha (berwirausaha). Salah satu kendalanya adalah kekurangan modal untuk membeli bahan dan alat produksi. Para pengusaha kecil membutuhkan pihak lain untuk menyediakan bantuan (pinjaman) lunak untuk menghidupkan usaha mereka. Hal itulah yang kemudian mendorong banyak pihak untuk membentuk lembaga keuangan mikro yang memang sangat strategis untuk membantu pengembangan ekonomi kelas bawah.diharaJika berharap pada peran lembaga keuangan makro, jelas hal ini sulit diharapkan. Pembiayaan yang diberikan berbagai lembaga keuangan saat ini masih didominasi pembiayaan konsumtif, sehingga laju ekonomi masyarakat cenderung konsumtif dan kurang produktif. Dalam kondisi yang demikian inilah, BMT sebagai lembaga keuangan mikro yang berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat untuk mengatasi permasalah yang dihadapi. BMT merupakan lembaga keuangan syariah berbadan hukum koperasi yang bisa dibilang paling sederhana. Realitas di lapangan, dalam beberapa tahun terakhir, BMT mengalami perkembangan yang sangat pesat. Data PINBUK Jawa Tengah dalam Eljunusi (2008), menunjukkan dari 3.000 BMT di Indonesia, terdapat 513 BMT atau (17%) yang berlokasi di Jawa Tengah. Penyebarannya sudah menjangkau semua kabpaten/kota di jawa tengah. Dengan perkembangan tersebut, masyarakat yang tidak mendapatkan dana pembiayaan/permodalan dari bank karena kendala administrasi (not bankable) dapat dilayani oleh BMT. Dalam berbagai seminar, sarasehan dan diskusi banyak dibicarakan tentang perkembangan lembaga keuangan syariah, baik bank maupun non bank, termasuk didalamnya pembahasan mengenai perkembangan BMT. Bisa dipastikan bahwa lembaga keuangan syariah (khususnya BMT)yang umurnya masih “remaja” dibandingkan 2
dengan lembaga keuangan konvensional, masih mengalami banyak kendala. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan BMT. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah kondisi geografis serta sosioekonomi masyarakat. Dengan demikian, setiap BMT di suatu wilayah akan mempunyai permasalahan yang berbeda dengan permasalahan di BMT yang ada di daerah lain. Kondisi itulah yang kemudian menjadi dasar bagi peneliti untuk menginventarisasi dan memetakan permasalahan yang ada di BMT di Kota Magelang. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah dan pijakan awal untuk mengurai permasalahan yang ada, sehingga bisa dicarikan solusi sesuai dengan prioritas permasalahan. BMT merupakan salah satu lembaga keuangan syariah non bank yang melayani masyarakat mikro. Selain memiliki landasan syariah, BMT juga memiliki landasan filosofis, karena BMT bukan bank syariah dan lebih berorientasi pada pemberdayaan, maka sudah barang tentu landasan filosofisnya berbeda dengan bank. Landasan ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman operasional, sehingga setiap penggunaan nama BMT (bank) harus mengacu pada landasan filosofis. Landasan filosofis BMT dapat terlihat dalam pengertian, visi, misi, tujuan, asas, sifat, fungsi/peran, prinsip utama dan ciri (Ridwan: 125). Secara konseptual, BMT memiliki 2 fungsi utama, yaitu berkaitan dengan baitul maal dan baitul tamwil. Secara harfiah, bait adalah rumah sedangkan maal maksudnya harta. Kegiatan baitul maal menyangkut kegiatan dalam menerima titipan dana zakat, infaq dan shadaqah serta mengotimalkan distribsinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya. Kedua, terkait dengan baitul tamwil, secara harfiah, bait adalah rumah dan at-tamwil adalah pengembangan harta. Baitultamwil melakukan kegiatan pengambangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kesejahteraan pengusaha mikro dan kecil melalui kegiatan pembiayaan dan menabung (berinvestasi) (Alma dan Priansa, 2009: 18). Dalam penjelasan lain disenutkan bahwa BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkembangkan 3
bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang salaam(keselamatan berintikan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan) (Ahmad: 174). Selain pengertian diatas, visi BMT juga harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti luas), sehingga mampu berperan sebagai wakilpengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.Dengan demikian masing-masing BMT dapat saja merumuskan visinya sendiri.Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya serta visi para pendirinya.Adapun misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran-berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan Syariah dan ridho Allah SWT (Ridwan, 2004: 127). Dengan visi dan misinya tersebut, kelahiran BMT diharapkan dapat menunjang system perekonomian pada masyarakat yang berada di daerah karena disamping sebagai lembaga keuangan
Islam, BMT juga memberikan
pengetahuan-pengetahuan agama pada masyarakat yang tergolong mempunyai pemahaman agama yang rendah. Dengan demikian fungsi BMT sebagai lembaga ekonomi dan social keagamaan betul-betul terasa dan nyata hasilnya (Sumiyanto, 2008:23) Kegiatan Operasional BMT Berdasarkan fungsi dan jenis dana yang dikelola oleh BMT , terdapat dua tugas fungsi BMT yaitu yang berkaitan dengan pengumpulan (funding) dan pembiayaan (lending). a. Pengumpulan dana (funding) Pengumpulan dana BMT dilakukan melalui bentuk simpanan tabungan dan deposito, dengan menggunakan akad wadiah dan mudharabah. 4
b. Penyaluran Dana Dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada anggotanya. Pinjaman dana kepada anggota tersebut disebut sebagai pembiayaan, yaitu suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada anggota yang membutuhkan untuk menggunakan dana BMT yang telah dihimpun dari anggota. Terdapat berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, yang semuanya mengacu pada dua jenis akad, yaitu akad tijarah dan syirkah, dengan uraian sebagai berikut: 1) Akad Tijarah (jual beli), yaitu suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggota, dimana BMT menyediakan dananya untuk pembelian barang modal dan usaha anggotanya dan kemudian proses pembayarannya dilakukan dengan angsuran atau pengembalia saat jatuh tempo. 2) Akad syirkah (penyertaan dan bagi hasil), meliputi: a) Musyarakah, yaitu penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu usaha yang mana antaa resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara seimbang dengan porsi penyertaan b) Mudharabah, yaitu suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dengan Anggota, dimana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk mengembangkan usahanya. Keunggulan BMT Menurut Rodoni dan Hamid (2008), BMT memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya, yaitu: a) Adanya jaminan pelayanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah dan bebas dari praktik riba; b) prinsip bagi hasil; c) masing-masing pihak antara BMT dan anggota dapat berbagi risiko karena masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai proporsinya; d) terhindarnya praktik-praktik
5
manipulasi dan monopoli keuangan; e) adanya pemerataan dan keseimbangan dalam perolehan keuntungan. Permasalahan BMT Menurut Rodoni dan Hamid terdapat beberapa masalah dalam pengmbangan BMT, antara lain; 1) belum memadainya SDM yang terdidik dan profesional; 2) Masih lemahnya SDM yang berjiwa enterpreneurship; 3) Modal yang relatif kecil dan terbatas; 4) tingkat kepercayaan umat islam yang masih rendah; 5) belum terumuskan platform yang sempurna secara akademik; 6) perangkap pendukung; 7) Accountability (gejala sosial dan ekonomi di masyarakat) dan 8) limitedlinks. Persoalan tersebut dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu BMT belum sepenuhnya mampu menjawab problem real ekonomi masyarakat dan BMT merupakan lembaga swadaya masyarakat yang mengandalkan masa depannya pada partisipasi masyarakat (Rodoni dan Hamid: 70). Sedangakan menurut Alma dan Priansa (2009), Kendala yang dihadapi oleb BMT antara lain: 1) Akumulasi kebuthan dana masyarakat belm bisa dipenuhi oleh BMT; 2) Adanya rentenir yang memberikan dana yang memadai dan pelayanan yang baik dibanding BMT; 3) nasabah bermasalah; 4) adanya persaingan tidak Islami antar BMT, karena persepsi bahwa BMT lain adalah lawan, bukan partner; 5) ketimpangan fungsi utama BMT antara baitulmaal dan baituttamwildan 6) kualitas SDM yang kurang. Review Penelitian Terdahulu Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian terdahulu yang meneliti tentang BMT, diantaranya sebagai berikut: 1. Andi Triyanto (2009), judul penelitian; Studi Komparasi Penerapan Akad Murabahah Pada Baitul Maal Wa Tamwil (Studi Kasus BMT LeSyariah Magelang dengan BMT Arafah Surakarta).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan akad Murabahah di BMT LE Syariah dengan BMT Arafah Surakarta.Hasil penelitian menunjukkan bahwaPraktik 6
murabahah yang diterapkan di BMT LeSyariah UMM dan BMT Arafah secara normatif sangat berbeda, karena keduanya mengacu pada pokok akad transaksi yang berbeda.BMT LE Syariah menggunakan akad wakalah sedangkan BMT Arofah mengembalikan kepada transaksi jual beli (Bai’). 2. Nasithotul Jannah (2009), judul Penelitian Evaluasi Sistem Pengendalian Internal di Lembaaga Keuangan Syariah (Studi Terhadap Lembaga Keuangan Syariah di Kota dan Kabupaten Magelang). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada prinsipnya sistem pengendalian internal di lembaga keuangan syariah yang ada di kota dan kabupaten magelang sudah berjalan dengan baik, namun masih perlu dikembangkan lagi, terutama dalam sistem pembiayaan. 3. Indah Piliyanti (2010), judul penelitian Peran BMT dalam Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa (Studi Pinjaman Qardhul Hasan pada BMT-BMT anggota FORSILA Magelang). Penelitian ini menunjukkan bahwa potensi pengembangan pembiayaan qardhul hasan dapat dikelola BMT sebagai fungsi sosial dalam memberdayakan ekonomi dhuafa’, namun beberapa alasan dan kendala menjadikan pengelola BMT memiliki pandangan masing-masing terhadap pengembangan qardhul hasan sebagai program pemberdayaan ekonomi dhuafa’. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian survey (field research), tepatnya survey eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didesain untuk mengetahui permasalahan yang hadapi BMT-BMT di Kota Magelang. Data primer diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam (depth interview) yang dilakukan kepada pengelola (terutama manager) BMT-BMT di Kota Magelang.Sedangkan data sekunder berasal dari referensi dan dokumentasi pihak BMT. Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh BMT yang
7
ada di kota Magelang, dengan enggunakan teknik purposive random sampling untuk pengabilan sampelnya. Selain mengacu pada peneltiian sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data merupakan daftar sejumlah pertanyaan tertulis yang berguna untuk memperoleh informasi dari responden berdasarkan hal-hal yang diketahuinya. Jawaban dari responden yang bersifat kualitatif untuk kemudian dianalisis dan disimpulkan apa saja permasalahan yang dihadapi BMT-BMT di Kota Magelang dan bagaimana permasalahan itu bisa diklasifikasikan, apakah permasalahan tersebut termasuk permasalahan internal atau eksternal serta permasalahan mana yang diprioritaskan untuk dicarikan solusi. Secara lengkap, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara (depth interview), observasi lapangan, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis untuk diambil simpulan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pengamatan, penelaahan dokumen yang kemudian diolah menggunakan pola pikir deduktif, pola pikir induktif dan analisis komparatif,
C. HASIL PENELITIAN 1. BMT Bina Insan Mulia (BIMA) Cabang Kota Magelang BMT BIMA Cabang Kota Magelang didirikan pada tahun 2007. Saat ini kantor cabang ini sudah mengelola keuangannya secara mandiri, dan hanya memberikan laporan keuangan secara periodik ke kantor Pusat BIMA yang ada di Muntilan. Produk jasa yang ditawarkan BMT Bima Kantor Cabang Kota Magelang adalah si supra (simpanan suka rela praktis), si kurba (simpanan kurban dan aqiqah), simpati (simpanan idul fitri), si padi (simpanan pendidikan). Sedangkan pembiayaan terbanya menggunakan akad ijarah dan murabahah (multi jasa).
8
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Pimpinan BMT BIMA Cabang Kota Magelang dapat ditarik garis merah bahwa permasalahan yang dihadapi oleh pengelola BMT BIMA, khususnya cabang Kota Megelang adalah sebagai berikut: 1) Pemahaman tentang konsep syariah masyarakat yang masih minim 2) Adanya krisis serta banyaknya BMT yang kolaps mempengaruhi persepsi masyarkat tentang BMT BIMA. 3) Perbedaan karakter masyarakat pedesaan dan perkotaan. 2. BMT ARMA Mertoyudan BMT ARMA Mertoyudan berada di Japunan, Desa Danurejo, Kecamatan Mertoyudan, dengan aset awal sebesar Rp. 10.000.000,- dan saat ini telah berkembang menjadi sekitar 7 Milliar Rupiah. Terdapat berbagai produk jasa yang ditawarkan oleh BMT ini, salah satunya adalah produk pembiayaan yang sebagian besar menggunakan akad murabahah dan ijarah. Sejak awal, BMT ARMA tidak membidik pasar sebagai prioritas pemasaran produk-produknya. Hal ini dikarenakan sudah banyak lembaga keuangan baik makro maupun mikro, sehingga yang menjadi konsen dalam strategi pemasaran BMT ARMA adalah daerah perkampungan penduduk, sekolah dan dinas instansi. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Pimpinan BMT ARMA Mertoyudan dapat disimpulkan
bahwa
permasalahan yang dihadapi oleh pengelola BMT ARMA dapat diketegorikan menjadi dua ranah, yaitu ranah administratif dan non administratif. Permasalahan yang termasuk dalam ranah administratif
9
adalah payung hukum BMT yang belum tepat karena selama ini BMT menggunaan koperasi sebagai payung hukumnya. Permasalahan lain yang terkait
dengan
non
administrative
masyaratakat,
terutama
trust
masyarakat (kepercayaan) terutama para pemodal besar belum terbangun, khususnya berkaitan dengan dana funding. Hal ini menyebabkan BMT ARMA belum bisa optimal dalam menggalian dana (funding).
3. BMT Al-Khusna Borobudur a. Profil Singkat Lembaga 1) Sejarah BMT Al-Khusna adalah BMT pertama yang berdiri di Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang, dengan Badan Hukum No. 138/BH/KDK 11-19/VIII/99 tanggal 1 Agustus 1999. Pendirian BMT ini dilatar belakangi oleh keberadaan banyaknya rentenir yang beroperasi di pasar Borobudur dan sekitarnya. Dengan modal awal dalam
bentuk uang tunai Rp. 4.500.000,- para pendiri BMT Al-
Khusna mengkhidmatkan untuk membantu masyarakat yang terbelit hutang dengan rentenir. BMT Al-Khusna sudah dirintis pada tahun 1999, namun baru mulai aktif pada tahun 2000. Saat ini BMT alKhusna sudah mulai melebarkan sayapnya dengan mendirikan Kantor Cabang Pembantu di Salaman dan Secang. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Pimpinan BMT Al-Khusna Borobudur dapat disimpulkan
bahwa
permasalahan yang dihadapi oleh pengelola BMT Al-Khusna dapat dikategorikan sebagai berikut:
10
1) Permasalahan pada awal pendirian Permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh Pengelola BMT AlKhusna pada awal pendirian adalah sebuah realita yang menunjukkan bahwa sumber daya manusia yang bergabung sebagai pengelola BMT al-Khusna belum sepenuhnya memahami hakikat ekonomi Islam atau syari’ah, sehingga para founding father BMT ini harus memberikan pelatihan yang terkait dengan konsep syari’ah dalam lembaga keuangan. Kendala lainnya adalah kondisi masyarakat yang belum mengetahui pemahaman tentang lembaga keuangan syari’ah, sehingga sebagian besar dari mereka menyamakan BMT dengan lembaga keuangan yang lain. Hal ini menjadikan masyrakat enggan untuk menjadi nasabah atau anggota BMT al-Khusna. Karena latar belakang permasalahan tersebut BMT al-Khusna hanya menerapkan satu akad saja pada pembiayaan, yaitu akad murabahah. Dengan harapan, penyederhanaan satu macam akad dapat membantu pengelola untuk menjelaskan konsep syariah yang ditawarkan dalam akad tersebut, baik kepada karyawan maupun masyarakat pengguna.
2) Permasalahan yang dihadapi saat ini Permasalahan yang dihadapi oleh pengelola BMT Al-Khusna saat ini adalah sebagai berikut: a) Permodalan. Berdasarkan peraturan Depatemen Koperasi struktur modal yang ada di lembaga keuangan mikro, termasuk BMT minimal 10 %
11
dari total asset. Hal ini menurut manajer BMT Al-Khusna tidak mudah dicapai mengingat pengelola BMT sebagian besar dari masyarakat kalangan Ekonomi menengah kebawah. b) Sumber Daya Manusia Sumber
daya
manusia
menurut
BMT
al-Khusna
adalah
permasalahan utama. Permasalahan yang berkaitan dengan SDM antara lain terdapat pada kesulitan proses perekrutan karyawan awal yaitu tidak mudahnya mencari sosok ideal bagi pengelola BMT, yaitu punya ghiroh yang tinggi, mempunyai etika dan kejujuran. c) Belum adanya lembaga penjamin simpanan (LPS). Jika terjadi rush, BMT tidakmempunyai sumber dana yang tetap untuk membantu likuiditas BMT, terutama pada saat tahun ajaran baru dan menjelang idul fitri. Meskipun telah diantisipasi, ternyata setiap tahun mempunyai dinamika yang berbeda-beda, sehingga jika tidak punya sumber pendanaan yang tetap,
BMT akan
mengalami kesulitan. d) Permasalahan yang terkait dengan data debitur Data debitur yang bermasalah belum bisa diakses dengan mudah, sehingga debitur sering memanfaatkannya untuk mengambil keuntungan. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain karena belum tersediannya data center nasabah/debitur. Belum terjalinya komunikasi yang menyeluruh antara pengelola BMT, sehingga peristiwa yang dihadapi oleh satu BMT belum tentu diketahui oleh BMT yang lain. Hal ini menyebabkan sering terjadi debitur nakal bisa berpindah dari satu BMT ke BMT yang lain, selain itu perbedaan persepsi antar pengelola BMT juga menjadi kendala tersendiri bagi terbukanya informasi yang berkaitan dengan debitur bermasalah. 12
4. BMT KHARISMA BMT Karisma didirikan dan diresmikan tanggal 21 April 1995 oleh Prof. Dr. Ir. Ing. BJ. Habibie. BMT ini dikukuhkan sebagai unit otonomi dari KSU Harapan Makmur pada tanggal 26 Juli 1996 dengan Badan Hukum No. 12734/ BH/KWK.II/ VI/ 1996. Pada tahun 2009 bentuk koperasi diubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS) BMT Karisma dengan badan hukum 12734 a/PAD/BH/ KW K.II35/V/ 1999. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola BMT Kharisma, permasalah yang dihadapi oleh BMT Kharisma antara lain sebagai berikut: a. Tingginya Pembiayaan bermasalah yang dipicu oleh faktor faktor antara lain : 1) Birokrasi pembiayaan yang sederhana dan mudah sehingga semua segmen masyarakat bisa mengakses pembiayaan BMT. Implikasinya budaya khusnuddon yang tinggi terhadap calon nasabah menyebabkan rendahnya sikap kehati-hatian (prudensial ) dalam penyaluran pembiayaan. 2) Pendekatan kekeluargaan dan kepercayaan yang kental sehingga aspek profesionalisme sering diabaikan seperti tidak dilakukannya proses survey dan lain-lain. 3) Perikatan yuridis formal yang tidak kuat sehingga BMT tidak memiliki akses untuk melakukan tindakan-tindakan hukum seperti menyita, menjual, melelang dan lain-lain . BMT hanya melakukan pendekatan persuasif dalam menangani pembiayaan bermasalah sehingga hasilnya seringkali kurang efektif. 4) Pembiayaan lebih banyak untuk konsumtif dengan akad murabahah bukan untuk kegiatan produktif.
13
5) Tidak adanya sindikasi/jaringan informasi yang kuat
antar BMT–
BMT sehingga sering terjadi anggota yang bermasalah di salah satu BMT, namun tetap bisa mengakses pembiayaan di BMT lainnya. 6) Geografis kota dan desa sangat menentukan karakteristik anggota, bandel dan tidaknya, BMT Kharisma yang ada di kota cenderung memilki tingkat kemacetan pembiayaan lebih tinggi daripada yang di daerah seperti Grabag. b. Sumber Daya Manusia Permasalahan yag berkaitan dengan sumber daya manusia antara lain: 1) Praktisi/tenaga pengelola sangat sedikit yang memahami konsep ekonomi syari’ah secara mendalam karena sangat sedikit yang berlatar pendidikan ekonomi syari’ah. Hal ini karena dalam perekrutan tenaga pengelola tidak disyaratkan memilIki kualifikasi pendidikan ekonomi syari’ah. 2) BMT yang belum kompetitif dalam memberikan kesejahteraan sehingga bekerja di BMT bukan menjadi pilihan utama bagi SDM yang berkualitas c. Kultur dan pemahaman masyarakat terhadap ekonomi syari’ah sangat rendah. Hal itu diindikasikan oleh beberapa hal diantaranya, 1). Masyarakat merasa sistem lembaga ekonomi syariah rumit dan sulit untuk dipahami seperti konsep bagi hasil dan nisbah, dan jauh lebih simple, mudah, dan populer konsep lembaga keuangan konvensional seperti bunga, prosentase dan lainnya, 2). Budaya pragmatisme yang ada di masyarakat yang selalu mengedepankan aspek untung rugi bukan aspek syar’i, 3). Persepsi masyarakat yang memahami BMT identik dengan Bank sehingga masyarakat sering menuntut agar BMT memiliki kemampuan pelayanan, sarana dan prasarana, fasilitas, dan hadiah-hadiah seperti yang berlaku di
14
lembaga perbankan, dan 4). Sebagian masyarakat belum memahami BMT sebagai lembaga profesional melainkan lembaga amal-sosial. d. Lain-lain 1) Komunikasi antar BMT yang kurang dan organisasi/asosiasi BMT yang sudah ada seperti FORSILA belum diarahkan menjadi sebuah organisasi yang profesional. 2) Banyaknya BMT yang ada disekitar Magelang sering menimbulkan rivalitas yang tidak sehat dilapangan disebabkan ego masing-masing BMT besar, seperti terjadi perebutan pangsa pasar. Hal ini karena tidak adanya
regulasi/aturan pendirian BMT, sehingga banyaknya
BMT yang berdiri lebih bersifat sporadis, bukan gerakan massif yang terorganisir dengan baik. Disamping itu fatsoen/etika
yang masih
rendah diantara pengelola BMT menyebabkan banyak terjadi kanibalisme antar BMT 3) Dalam penggalangan dana, BMT tidak bisa menembus level masyarakat
yang tinggi karena tidak
adanya
LPS sehingga
kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas BMT relatif masih rendah. 4) Peran ulama dalam mensosialisasikan ekonomi syari’ah sangat minim bahkan banyak ulama yang bersikap apriori terhadap eksistensi LKS karena dianggap hanya duplikasi dari sistem konvensional yang sudah ada sebelumnya. 5) Sulitnya menerapkan sistem bagi hasil karena tidak adanya infrastruktur yang mendukung seperti rendahnya karakter jujur, adil, transparan dari para anggota/masyarakat
15
5. BMT EKA MANDIRI Permasalahan yang dihadapi oleh BMT EKA MANDIRI diantaranya adalah: 1) Sumber daya manusia Para pengelola belum memiliki kompetensi di bidang ekonomi syari’ah bahkan tidak memahami konsep konsep mu’amalah syari’ah secara umum. Faktor yang menyebabkannya antara lain : a) Latar belakang pendidikan yang variatif dan tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi syari’ah. b) Tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari konsep ekonomi syari’ah karena fokus pada pemenuhan target (baik lending maupun funding) yang menjadi tuntutan lembaga. c) Kesejahteraan pengelola masih rendah karena mental pengelola lebih cenderung sebagai pekerja bukan eunterpreneur d) Gengsi kerja di BMT sangat rendah sehingga terjadi paradoks antara kebutuhan SDM dan input SDM. Hal ini disebabkan BMT masih menjadi sekedar second choice bagi masyarakat untuk dipilih sebagai tempat aktualisasi diri. e) Pembinaan dan pengembangan SDM yang kurang karena pemerintah hanya memberi izin pendirian saja kemudian lepas tangan dengan alasan keterbatasan personil, tenaga dan dana (sedikit personalia koperasi yang memahami konsep ekonomi syariah). 2) Sistem Ekonomi Syari’ah Permasalahan yang terkait dengan penerapan system ekonomi syari’ah, diantaranya: a) Secara kelembagaan, respon masyarakat terhadap lembaga ekonomi syari’ah besar namun secara sistem, ekonomi syari’ah
16
dianggap rumit dibandingkan dengan sistem konvensional yang lebih sederhana, popular dan mudah dipahami oleh masyarakat. b) Sistem bagi hasil yang berdasarkan profit loss sharing dianggap tidak memberi kepastian dan kejelasan sebagaimana sistem bunga dalam lembaga konvensional. c) Secara implementatif, indeks/nisbah yang berlaku dalam sistem bagi hasil sering kali dianggap lebih besar/mahal dibandingkan sistem bunga yang memakai sistem prosentase. d) Penerapan sistem syari’ah yang masih abal abal dan formalistik semata akibat tidak pahamnya para praktisi lembaga ekonomi syari’ah terhadap konsep ekonomi syariah.
3) Kelembagaan Permasalahan yang terkait dengan kelembagaan antara lain: a) Badan hukum koperasi dianggap kurang prestise dibandingkan perbankan
sehingga
kepercayaan
masyarakat
dalam
mengamanahkan pengelolaan dananya lebih cenderung ke lembaga besar seperti perbankan. b) Peran Pemerintah dalam membina dan mengembangkan lembaga BMT masih sangat kecil sehingga kepercayaan masyarakat terhadap BMT juga rendah, contoh tidak adanya lembaga LPS dari pemerintah untuk lembaga keuangan mikro. c) Pengawasan pemerintah terhadap proses manajemen BMT tidak ada sehingga sering disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab (seperti banyaknya BMT yang berdiri hanya dengan tujuan memperoleh dana bergulir dari pemerintah dan kemudian kolaps) sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat. 17
d) Pemerintah
hanya
berorientasi
pada
pertumbuhan
bukan
pembinaan sehingga banyak BMT yang berdiri namun tidak bertahan lama e) BMT
cenderung
bersifat
paternalistik,
artinya
tingkat
perkembangan BMT lebih disebabkan/tergantung oleh dan pada personaliti pengelola bukan pada sistem. f) Tidak adanya blue print tentang operasional lembaga keuangan mikro sehingga tiap BMT berbeda orientasi. 4) Lain – lain a) Anggota/nasabah yang mencapai ribuan yang
ditangani BMT
terlalu banyak. Idealnya jika sistem kemitraan (akad mudarabah dan musyarakah) yang akan dilakukan maka idealnya setiap pengelola hanya menangani 5 sampai 10 mitra usaha. Agar fungsi BMT sebagai manager investasi yang terlibat aktif dalam setiap usaha anggota dapat dilaksanakan dengan baik. b) Peran ulama masih sangat rendah dalam mensosialisasikan konsep ekonomi syari’ah kepada masyarakat, bahkan cenderung tidak peduli, sehingga eksistensi BMT kurang legitimate di masyarakat. c) Tidak ada asosiasi yang mengatur/membuat regulasi tentang BMT misal mengatur tentang kompetisi, pangsa pasar, pendirian dan lain-lain . d) Di sekitar Magelang banyak sekali tumbuh BMT-BMT sehingga sering menimbulkan persaingan tidak sehat. 6. BMT YA UMMI FATIMAH CABANG MAGELANG Pada tahun 2000, BMT Ya Ummi Fatimah yang berpusat di Pati membuka BMT-BMT di jaringan Lembaga Pendidikan Bina Anak Soleh (BIAS) diantaranya di
Tegal, Cilacap, Gombong, Klaten dan Magelang
dengan nama seragam BMT Bina Martabat Insani (BMT BMI) dengan Badan Hukum masing-masing daerah sendiri-sendiri. 18
Namun sejak tahun 2012
seluruh jaringan BMT BIAS diantarnya adalah BMT Martabat Insani Magelang disatukan didalam Badan Hukum
KJKS BMT Ya Ummi
FATIMAH tingkat Provinsi Jawa Tengah sehingga menjadi KJKS BMT Ya Ummi Fatimah Cabang Magelang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan manager BMT Ya Ummi Fatimah, terdapat beberapa permasalahan yang selama ini dihasapi oleh pengnelola BMT, yaitu: a. Sulitnya menerapkan sistem bagi hasil yang syar’i karena tidak adanya undang undang Pemerintah yang melindungi sistem bagi hasil seperti dalam akad Mudharabah ataupun Musyarakah. Jika diterapkan di masyarakat akan membawa resiko sangat tinggi (high risk) karena jika terjadi kegagalan dalam akad ini, maka sepenuhnya kerugian secara finansial akan ditanggung oleh BMT sebagai pihak shahibul maal. Oleh karena itu BMT Ya Ummi Fatimah dalam operasionalnya masih mengadopsi sistem prosentase seperti yang berlaku pada sistem bunga yang berlaku di lembaga konvensional. b. Rendahnya pemahaman masyarakat terhadap konsep ekonomi syariah sehingga dalam operasionalnya BMT Ya Ummi Fatimah belum sepenuhnya dapat merealisasikan sistem dan konsep ekonomi syari’ah. Karena dalam
konteks
mu’amalah,
yang menentukan
proses
mu’amalah itu berjalan sesuai nilai-nilai syar’i, bukan hanya pihak BMT semata, melainkan harus dari dua pihak yang terlibat dalam mu’amalah yaitu BMT dan nasabah. c. Sikap pragmatisme masyarakat membuat sosialisasi konsep ekonomi syariah berjalan sangat lambat, bahkan cenderung jalan di tempat. d. Banyak BMT yang hanya memfungsikan dirinya sebagai lembaga komersial semata, bukan lembaga dakwah ekonomi syari’ah. Sehingga persepsi masyarakat terhadap eksistensi BMT juga seringkali tidak
19
terlalu positip, karena sama saja dengan lembaga ekonomi yang bukan syari’ah. e. Pertumbuhan asset di lembaga KJKS BMT Ya Ummi Fatimah tidak dibarengi dengan perkembangan modal yang signifikan. Hal ini karena prinsip permodalan yang berlaku dalam lembaga
koperasi seperti
simpanan pokok, simpanan wajib dan lainnya masih sulit diterapkan secara konsisten di lembaga BMT. D. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang punya peran strategis bagi masyarakat luas. BMT bukan hanya diharapkan dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan. Peran BMT yang strategis tersebut ternyata tidak dibarengi dengan perkembangan BMT sesuai dengan harapan. Hal tersebut disebabkan banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh BMT. Hal tersebut terbukti dari data yang diperoleh peneliti sebagaimana uraian diatas. Seperti
disebutkan
pada
bab
sebelumnya
bahwa
penelitian
ini
menggunakan sampel tujuh BMT di wilayah kota dan kabupaten Magelang yang tergabung dalam FORSILA. Dari hasil wawancara peneliti dengan pengelola daru ke tujuh BMT, yaitu BMT Kharisma, BMT Amman, BMT BIMA cabang kota magelang, BMT Al-Khusna, BMT ARMA Mertoyudan, BMT Ya Ummi Fatimah dan BMT Bumi Mulia, peneliti mendapatkan bahwa permasalahan yang dihadapi ketujuh BMT tersebut identik sama, yaitu permasalahan payung hukum Koperasi yang dianggap tidak tepat, permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia, dimana ketersediaan SDM yang berbasis ekonomi syari’ah sangat minim, kalaupun ada namun masih sangat sedikit yang tertarik untuk bergabung dengan BMT. Keterbatasan kuantitas SDM yang berbasis ekonomi syari’ah inilah yang kemudian mendorong banyak BMT menggunakan SDM yang berasal dari basic keilmuan selain ekonomi syari’ah. Hasilnya, tidak semua karyawan bisa memahami esensi dan peran BMT itu sendiri, demikian juga hal-hal yang 20
berkaitan dengan filosofi, etika, akad serta hal lain yang terkait dengan oerasional BMT yang notabene-nya harus didasarkan pada spirit ekonomi syari’ah.
E. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diambil kesimpulan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh BMT adalah: (1) Permasalahan kelembagaan, permasalahan ini diantaranya terkait dengan penggunaan badan hokum koperasi sebagai payung hukum BMT dan penjaminan simpanan, saat ini BMT belum mempunyai Lembaga Penjamin simpanan sehingga investor besar atau kalangan atas belum tertarik untuk menempatkan dananya di BMT (2) Permasalahan sumber daya manusia, terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia pengelola BMT yang sebagian besar belum memahami konsep dan pelaksanaan ekonomi syariah secara utuh. (3) Permasalahan yang terkait dengan trust masyarakat terhadap keberadaan lembaga keuangan syariah, termasuk BMT.
21
DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari dan Donni Juni Priansa. 2009.Manajemen Bisnis Syariah. Bandung: Alfabeta Ghafur, Muhammad W. 2007. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah). Yogyakarta: Biruni Press Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset Jannah, Nasyitotul. 2009. “Evaluasi Sistem Pengendalian Internal di Lembaga Keuangan Syariah (Studi Terhadap Lembaga Keuangan Syariah di Kota dan Kabupaten Magelang)”. Piliyanti, Indah. 2010. “Peran BMT Dalam Pemberdayaan Ekonomi Dhuafa’(Studi Pinjaman Qardhul Hasan Pada BMT-BMT Anggota FORSILA Magelang)”. Ridwan, Muhammad. 2005. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), cetakan kedua. Yogyakarta: UII Press Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid. 2008. Lembaga keuangan syariah. Jakarta: Zikrul Hakim Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia Sumiyanto, Ahmad. 2008. BMT Menuju Koperasi Modern. Solo: ISES Triyanto, Andi. 2009. “Studi Komparasi Penerapan Akad Murabahah Pada Baitul Maal Wa Tamwil (Studi Kasus BMT LeSyariah Magelang dengan BMT Arafah Surakarta)”. Internet http://www.puskopsyahbmtjateng.com/2012/02/daftar-bmt-anggota-dan-calonanggota.html
22