INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA
Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM: 130500026
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016
INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA
Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM: 130500026
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016
INVENTARISASI JENIS BURUNG DI HUTAN KOTA SMA NEGERI 10 SAMARINDA
Oleh: NURFADIELLAH ASKARI NIM: 130500026
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Inventarisasi Jenis Burung Di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda.
Nama
: Nurfadiellah Askari
Nim
: 130500026
Program Studi
: Pengelolaan Hutan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Ir. M. Masrudy, MP
Dwinita Aquastini, S.Hut. MP
NIP.19600805 198803 100 3
NIP.19700214 199703 200 2
Penguji II,
Ir. M. Nasir, MP NIP.19611220 198803 100 2
Menyetujui, Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Agustina Murniyati, S.Hut. MP NIP. 19720803 199802 200 1
Ir. M. Masrudy, MP NIP. 19600805 198803 100 3
ABSTRAK
NURFADIELLAH ASKARI. Inventarisasi Jenis Burung di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda (di bawah bimbingan M. MASRUDY). Inventarisasi burung adalah proses untuk mengetahui jenis burung apa saja yang terdapat di suatu lokasi. Cara umum untuk menginventarisasi burung adalah melakukan survei lapangan dengan menjelajahi seluas mungkin pada area/lokasi sasaran. Inventarisasi burung (meliputi jumlah spesies, kondisi habitat dan ancaman) penting dilakukan untuk mengumpulkan informasi dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis burung di Hutan Kota SMA 10 Negeri Samarinda. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi untuk studi atau penelitian selanjutnya dan bahan acuan agar dapat membedakan jenis burung satu dengan yang lainnya. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan terhitung sejak bulan Mei sampai Juni 2016. Metode yang digunakan untuk pengamatan adalah metode secara langsung mendatangi lokasi penelitian, penelitian dilakukan dengan menggunakan teropong, mengambil gambar burung dengan menggunakan kamera dan mencatat ciri-ciri burung/diidentifikasi. Pengamatan dilakukan pada pagi hari yakni pukul 06.00-10.00 WITA dan sore hari pukul 16.00-18.00 WITA. Hasil pengamatan ditemukan 10 jenis burung dari 10 Suku yaitu Burung Gereja (Passer Montanus), Tekukur (Sterptopelia chinensis), Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster), Kirik-kirik Biru (Merops viridis), Bondol Jawa/ Pipit(Lonchura leucogastroides), Kipasan (Rhipidura javanica), Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Walet Besar (Hydrochous gigas), Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) dan Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris).
Kata kunci : Hutan Kota, Inventarisasi, Burung, Kota Samarinda
RIWAYAT HIDUP
NURFADIELLAH ASKARI, Lahir pada tanggal 05 Juli 1995 di Allu Desa Tamatto, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak (Alm) Abd Karim K dan Ibu Aisyah K. Memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Abbulosibatang Allu Desa Tamatto Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba pada tahun 2000 dan melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 22 Allu, Desa Tamatto Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba pada tahun 2007, kemudian melanjutkan Pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 03 Bulukumba, Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba. Melanjutkan pendidikan kembali di Sekolah Menengah Atas Negeri 09 Bulukumba, Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba pada tahun 2013. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2013 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian pada Program Studi Pengelolaan Hutan. Selama menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Manajemen Pertanian telah mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama kurang lebih 2 bulan terhitung sejak tanggal 02 maret sampai 29 April di PT. Inhutani I UMH Kunyit, Nunukan Kalimantan Utara. Selain itu selama 3 tahun menempuh pendidikan tinggi di kampus Politani Samarinda dipercayakan menjabat sebagai sekertaris HIMA (Himpunan Mahasiswa) periode 2014/2015.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di SMA Negeri 10 Samarinda. Penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah ini dilaksanakan selama 1 bulan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar - besarnya kepada : 1.
Bapak Ir. M. Masrudy, MP selaku Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan Manajemen Pertanian, yang telah banyak membantu dan memberikan petunjuk dalam pembuatan dan peyusunan Karya Ilmiah ini.
2.
Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 10 Samarinda dan seluruh staf yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan memberikan data penelitian.
3.
Dosen Penguji I Ibu Dwinita Aquastini, S.Hut. MP dan Dosen Penguji II Bapak Ir. M. Nasir, MP
4.
Ibu Agustina Murniyati, S.Hut , MP selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
5.
Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
6.
Kedua orangtua yang selalu memberikan bantuan materil dan motivasi serta
7.
Terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Ilmiah ini masih banyak
kekurangan, namun penulis berharap bahwa Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan. Penulis
Kampus Gunung Panjang, Juli 2016
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR
viii
DAFTAR ISI
x
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4
A. Tinjauan Tentang Burung 1. Pengertian Burung 2. Gambaran Umum Burung 3. Riwayat Burung 4. Penyebaran Burung 5. Habitat Burung 6. Inventarisasi Burung
4 4 4 8 9 10 11
B. Tinjaun Tentang Hutan Kota 1. Pengertian Hutan Kota 2. Keadaan Hutan Kota SMAN 10 Samarinda
12 12 17
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian B . Alat dan Bahan C. Metode Penelitian D. Pengolahan Data
18 18 18 19 20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil B. Pembahasan
21 21 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran
25 25 25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
28
DAFTAR TABEL
No
Tubuh utama
1. 2. Tipe Paruh Burung 3. Contoh Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota 4. Tabel Jenis -Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota
Halaman
DAFTAR GAMBAR
NO
Tubuh Utama
Halaman
1.
Morfologi Burung
6
2.
Kamera (Dokumentasi)
3.
Teropong
4.
Burung Gereja (Passer montanus)
32
5.
Tekukur (Sterptopelia chinensis)
32
6.
Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster)
33
7.
Kirik-kirik Biru (Merops viridis)
33
8.
Bondol Jawa/ Pipit(Lonchura leucogastroides)
34
9.
Kipasan (Rhipidura javanica)
34
31 `
31
10. Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus)
35
11. Walet Besar (Hydrochous gigas)
35
12. Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus)
36
13. Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris)
36
14. Titik Pertama (Samping Lapangan Olahraga Basket)
37
15. Titik Kedua (Samping Kantin)
37
16. Titik Ketiga (Samping Lapangan Bola)
38
17. Titik Keempat (Samping Asrama Putra)
38
18. Titik Kelima (Belakang Asrama Putri)
39
19. Titik Keenam (Belakang Lab Kimia)
39
LAMPIRAN NO
Tubuh Utama
Halaman
1.
Peta Letak Penelitian
29
2.
Peta Rincian Tempat Penelitian
30
3.
Gambar Kamera dan Teropong
31
4.
Jenis-jenis Burung
32
5.
Titik-tikik Pengambilan Data
37
6.
Rekomendasi Penelitian
40
1
BAB I PENDAHULUAN
Hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran. Ini dimungkinkan karena kebutuhan lokasi pemukiman atau perkantoran daerah tidak terlalu besar. Hutan kota dibuat sebagai daerah penyangga kebutuhan air, lingkungan alami, serta pelindung flora dan fauna di perkotaan (Nazaruddin, 1996). Hutan kota Samarinda sebagian masih merupakan milik masyarakat dan perusahaan, bahkan di atas sebagian areal hutan kota itu dibangun gedung, lapangan olahraga dan perkantoran. Perubahan fungsi hutan kota tidak bisa dikendalikan sebab penguasaan hutan kota tersebut sepenuhnya hak masyarakat. Wilayah Hutan Kota Samarinda yang menjadi aset milik Pemkot Samarinda sebagian masih dikuasai instansi dan masyarakat (Anonim, 1998) Berdasarkan pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Hutan Kota, bahwa tujuan Penyelengaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya (Anonim, 1998). Inventarisasi burung adal ah proses untuk mengetahui jenis burung apa saja yang terdapat di suatu lokasi. Cara umum untuk menginventarisasi burung adalah melakukan survey lapangan dengan menjelajahi seluas mungkin pada area/lokasi sasaran. Inventarisasi burung (meliputi jumlah spesies, kondisi habitat dan ancaman) penting dilakukan untuk mengumpulkan informasi dasar. Hasil
2
inventarisasi burung berupa data dasar tersebut akan membantu menuntun langkah-langkah pengelolaan yang akan ditempuh (Nurwatha, 2013). (Darmawan, 2006) Mendeskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur. Keberadaan pakan dan tempat bersarang untuk singgah merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung pada tingkat lokal. Burung dijumpai hampir disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu kekayaan satwa Indonesia. Spesiesnya sangat beranekaragam dan masing-masing spesies memiliki nilaikeindahan tersendiri. Keberadaan burung memerlukan syarat-syarat tertentu yaitu adanya kondisi habitat yang cocok dan aman dari segala macam gangguan (Harnowo, 1985). Keberadaan jenis burung sangat tergantung sekali pada vegetasi sebagai penyedia makanan. Populasi satwa pada suatu habitat akan membentuk suatu ekosistem yang kompleks, dimana antara jenis satwa saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Ekosistem ini akan membentuk suatu kesatuan yang kurang lebih stabil, namun keadaan ini sering terganggu oleh aktifitas manusia yang mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna yang menempati ekosistem alam ini. Kerusakan hutan pada era dewasa masih terus saja berlangsung. Kegiatan ekploitasi hutan, perburuan, pencemaran dan kebakaran hutan masih sering terjadi hingga menyebabkan populasi satwa cenderung menurun (Boer, 1989).
3
Pada saat ini populasi burung sangat menurun, karena mengalami gangguan dari berbagai faktor, seperti : kerusakan habitat, pemburuan liar, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kelestarian alam lingkungan (Boer, 1989). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis burung yang berada di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat dan informasi untuk studi atau penelitian selanjutnya dan bahan acuan agar dapat membedakan jenis burung satu dengan yang lainnya.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Burung 1.
Pengertian Burung Burung adalah hewan yang mayoritas aktivitasnya adalah terbang diudara.
Pengertian "burung" dibedakan dengan 'binatang' dan 'ikan' yang sebagian besar aktivitasnya berada didarat ataupun air (Anonim 2012). Burung Merupakan hewan vertebrata yang berbulu, bersayap, bipedal (berkaki dua), endotermik (berdarah panas), dan bertelur. Burung menghuni seluruh ekosistem di bumi, mulai dari Arktik hingga ke Antartika. Burung memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari yang berukuran 5 cm sampai ke 2,75 m. Burung bersifat sosial, mereka berkomunikasi menggunakan sinyal visual dan melalui panggilan dan kicauan. Spesies hidup burung memiliki sayap untuk terbang (Livezey dan Zusi, 2007). (Darmawan 2006), mendeskripsikan burung sebagai hewan yang memiliki bulu, tungkai atau lengan depan termodifikasi untuk terbang, tungkai belakang teradaptasi untuk berjalan, berenang dan hinggap, paruh tidak bergigi, jantung memiliki empat ruang, rangka ringan, memiliki kantong udara, berdarah panas, tidak memiliki kandung kemih dan bertelur. 2.
Gambaran Umum Burung
a.
Morfologi burung secara umum Tubuh burung dibedakan atas kepala (caput), leher (cervix) dan ekor
(caundal). Badan burung ditutupi oleh bulu dan mempunyai sisik pada seluruh bagian
kakinya
serta
bercakar
mulut
burung
mempunyai
paruh
yang
bermacam-macam tergantung pada jenis makanannya Burung mempunyai ciri khusus diantaranya sebagai berikut :
5
1)
Seluruh badan dan tubuh ditutupi oleh bulu.
2)
Mempunyai dua pasang anggota bagian luar, dan mempunyai sepasang anggota dibagian belakang disesuaikan untuk hinggap dan berenang.
3)
Jantung terdiri dari empat ruangan yaitu dua auricular dan dua vientruculus.
4)
Respirasi dengan paru-paru.
5)
Suhu tubuh tetap.
6)
Fertilisasi terjadi dalam tubuh.
7)
Memiliki dua belas sayap kepala.
8)
Tidak memiliki vesica uninaria, pada hewan betina biasanya memilik satu indung telur kiri daluran telur kanan.
9)
Memiliki skeleton yang kecil dan baik.
10) Otak mempunyai serebrum dan lobus optikus dan berkembang biak. 11) Memiliki suara-suara yang berbeda menurut jenisnya (Anonim, 2001 dalam Akbar Ali 2014). b.
Adaptasi morfologi Adaptasi adalah kemampuan organisme untuk dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan tempat hidupnya yang memungkinkan tetap hidup (survive) dan berkembangbiak di lingkungan alaminya (Anonim 2015). Adaptasi ini berkaitan dengan bentuk bagian tubuh. Bentuk adaptasi morfologi tampak dari luar dan mudah diamati sehingga adaptasi tersebut paling mudah dikenal dan ditemukan. Adaptasi ini ditandai dengan penyesuaian bentuk tubuh terhadap lingkungannya. Beberapa contoh adaptasi morfologi adalah sebagai berikut:
6
Morfologi burung secara umum dapat dilihat pada Gambar. 1 dibawah ini :
Gambar 1. Morfologi Burung Selain
morfologi
burung,
burung
memiliki
bentuk
kaki
yang
bermacam-macam sesuai dengan tempat hidup dan jenis makanannya (Anonim, 2013). Berikut ini adalah tipe kaki burung berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini : Tabel 1. Tipe Kaki Burung No Bentuk kaki 1.
2.
Ciri-ciri Bentuk kaki menyilang, 2 jari menghadap kedepan dan 2 jari mengarah kebelakang (Utomo Budi, 2010). Memiliki tiga jari menghadap ke depan dan satu jari bagian belakang tidak tumnbuh sempurna.
Fungsinya Untuk memanjat dan untuk memegang makanan.
Contohnya Burung kakak tua.
Untuk mengais tanah saat mencari makan.
Ayam dan burung unta.
7
Tabel 1. lanjutan 3.
Jari kaki pendek, kuku melengkung tajam, dan cakar kuat untuk mencengkeram Bentuk kaki langsing dan kecil. Jari kaki berselaput.
4.
5.
6.
2 jari kaki mengarah ke depan, dan 2 lainnya ke belakang.
Mencengkera m mangsanya.
Burung elang dan rajawali.
Kaki langsing untuk bertengger. Untuk berenang di air. Untuk memanjat.
Burung pipit. Kaki itik dan angsa. Burung pelatuk.
Selain tipe kaki burung yang terlihat pada Tabel 1 diatas, burung juga memiliki bentuk paruh yang bermacam-macam, sesuai dengan makanannya. Berikut adalah bentuk tipe paruh burung berdasarkan jenis makanannya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Tipe Paruh Burung Bentuk paruh Keterangan Paruh pendek dan kuat,memakan biji-bijian (Burung pipit). Paruh yang berbentuk seperti sudu, mencari makan di tempat becek, berlumpur, atau di air (Bebek). Paruh berkantong memudahkannya untuk menangkap ikan dalam air (Burung pelikan).
Bentuk paruh
Keterangan Paruh kuat, tajam, dan melengkung bagian ujungnya (Burung elang). Paruh yang panjang, kuat, dan runcin, mencari serangga ( Burung pelatuk). Paruh berbentuk panjang dan runcing, menghisap nektar (Burung Kolibri).
8
Bentuk paruh burung bermacam-macarn disesuaikan dengan jenis makanannya. Burung paruhnya sesuai untuk makan biji-bijian. Burung Kolibri, paruhya sesuai untuk mengisap madu dari bunga. Burung Pelikan, paruhnya sesuai untuk menangkap ikan. Burung Elang, paruhnya sesuai untuk mengoyak daging mangsanya. Burung Pelatuk paruhnya sesuai untuk memahat batang pohon dan menangkap serangga di dalamnya (Anonim 2015). 3.
Riwayat Burung Burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak
dikenal, diperkirakan ada sekitar 8.600 jenis tersebar di dunia. Burung berdarah panas seperti binatang menyusui, tetapi sebenarnya burung lebih berkerabat dengan reptil, yang mulai berevolusi sekitar 135 juta tahun yang lalu. Semua jenis burung dianggap berasal dari sesuatu yang mirip dengan fosil burung yang pertama Archaeopteryx (Mackinnon, 1993). Burung merupakan binatang yang berdarah panas seperti halnya binatang menyusui. Burung sangat berbeda dengan reptile karena berkembangnya bulu yang sangat mempengaruhi daya terbang. Pada asalnya sayap burung hanya melayang setelah semakin melebar, ringan dan tersusun rapat baru dapat digunakan untuk terbang. Bulu ini adalah keberhasilan yang tidak hanya dapat digunakan untuk terbang. Burung ini adalah keberhasilan yang tidak hanya dapat memberikan daya terbang pada burung juga dapat memberikan kehangatan kondisi suhu badan. Bentuk-bentuk bulu yang unik yang berubah fungsi menjadi kedap air, sebagai alat perasa, yang berwarna cerah bintik-bintik yang memikat dan agak samar. Karena guna sayap untuk terbang dan selain itu tulang burung yang berongga dan berisi udara dan lebih ringan, tulang punggung yang pendek menyatu, sedangkan paruhnya mirip tanduk yang ringan dan tidak bergigi.
9
4.
Penyebaran Burung Penyebaran jenis burung dipengaruhi oleh kesesuaian lingkungan tempat
hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi dan seleksi alam. Penyebarannya terdapat di seluruh muka bumi, jenis burung sering terdapat di hutan, pegunungan, padang rumput, dan daerah rawa-rawa yang mana di daerah tersebut terdapat kehidupan. Penyebaran Burung yang ada saat ini bukanlah kebetulan, melainkan sebagai akibat sejarah geologi bumi. Akibatnya terjadi perbedaan jumlah jenis antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Selain itu satwa tertentu bersifat khas pada suatu daerah dapat ditemukan pada daerah yang lain. Penyebaran satwa juga dapat dipengaruhi oleh kondisi fisiologinya (Bismark, 1987). Penyebaran burung baik dalam skala sempit maupun luas merupakan usaha untuk memenuhi tunt utan hidupnya. Burung membutuhkan suatu koridor untuk melakukan pergerakan yang dapat menghubungkan dengan sumber keanekaragaman.
Penyebaran
suatu
jenis
burung
disesuaikan
dengan
kemampuan pergerakkannya atau kondisi lingkungan seperti pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis. Burung merupakan kelompok satwaliar yang paling merata penyebarannya, ini disebabkan karena kemampuan terbang yang dimilikinya (Alikodra, 2002). Beberapa spesies burung tinggal di daerah-daerah tertentu, tetapi banyak spesies yang bermigrasi secara teratur dari suatu daerah ke daerah yang lain sesuai dengan perubahan musim. 5.
Habitat burung Habitat adalah tempat suatu makhluk hidup tinggal dan berkembang biak.
Pada dasarnya, habitat adalah lingkungan
lingkungan fisik
di sekeliling
10
populasi suatu spesies yang memengaruhi dan dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Menurut Clements dan Shelford (1939), habitat adalah lingkungan fisik yang ada di sekitar suatu spesies, atau populasi spesies, atau kelompok spesies, atau komunitas. Burung dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik habitat hutan maupun habitat bukan hutan. Menurut Darmawan (2006), setiap burung yang hidup di alam membutuhkan dua kebutuhan dasar yaitu bahan dan energi. Bahan menyediakan media untuk hidup burung, seperti udara dan daratan, sedangkan energi didapatkan burung dari makanan dan energi matahari. Jenis-jenis satwa liar lainnya memerlukan sebuah lingkungan alami untuk tinggal dan berkembangbiak yang disebut sebagai habitat. Habitat terdiri dari beberapa komponen baik fisik maupun biotik, merupakan satu kesatuan dan dipergunakan untuk tempat hidup. Habitat yang sesuai untuk satu jenis belum tentu sesuai dengan untuk jenis lainnya, karena setiap jenis satwa liar menghendaki kondisi yang berbeda-beda (Alikodra, 1990). Habitat burung terbentang mulai dari tepi pantai hingga ke puncak gunung. Burung yang memiliki habitat khusus di tepi pantai tidak dapat hidup di pegunungan dan sebaliknya. Namun ada pula spesies burung-burung generalis yang dapat dijumpai di beberapa habitat. Misalnya burung Kutilang (Pycnonotus aurigaster) yang dapat dijumpai pada habitat bakau hingga pinggiran hutan dataran rendah . Tipe habitat utama pada jenis burung sangat berhubungan dengan kebutuhan hidup dan aktivitas hariannya. Tipe burung terdiri dari tipe burung hutan (forest birds), burung hutan kayu terbuka (open woodland birds), burung lahan budidaya (cultivated birds ), burung pekarangan rumah (rural area birds), burung pemangsa (raptor birds) dan burung air atau perairan (water birds)
11
(Alikodra, 2002). 6.
Inventarisasi Burung Pengamatan burung dilakukan dengan dua cara antara lain sebagai berikut:
1.
Secara langsung Pada umunya setiap jenis satwa dapat dihitung populasinya dengan
inventarisasi langsung. Untuk ini diperlukakan jenis, habitat, keaktifan tingkah laku karena inventarisasi dilakukan langsung ke lapang an,
maupun
maka dalam
hal ini aktif setiap jenis satwa harus diketahui terlebih dahulu. 2.
Secara tidak langsung Inventarisasi secara tidak langsung ialah dengan melalui tanda dari satwa
yakni beberapa jejak, kotoran, bagian-bagian satwa, suara dan bunyi. B. TINJAUAN TENTANG HUTAN KOTA 1.
Pengertian Hutan Kota Hutan Kota adalah suatu areal perkotaan yang terdiri dari komponen fisik
dengan vegetasi berupa pohon-pohon sebagai suatu kesatuan ekosistem yang berperan dan berfungsi untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Wilayah perkotaan merupakan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah pengembangan dan atau wilayah nasional suatu bentuk ciri kehidupan kota (Anonim 2016). Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan diperkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu
diperlukan kriteria untuk
menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat
12
dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004). Definisi Hutan Kota sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2, mendefinisikan hutan kota sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak, didalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Mengenai luasan dan persentase adalah bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 (dua puluh lima per seratus) hektar (pasal 8 ayat 2), sedangkan mengenai persentase luas hutan kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat (pasal 8 ayat 3) (PP No. 63 tahun 2002). Secara umum bentuk hutan kota adalah : a.
Jalur Hijau. Jalur Hijau berupa peneduh jalan raya, jalur hijau di bawah kawat listrik, di tepi jalan kereta api, di tepi sungai, di tepi jalan bebas hambatan.
b.
Taman Kota. Taman Kota diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya hasil rekayasa manusia,untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah.
c.
Kebun dan Halaman. Jenis tanaman yang ditanam di kebun dan halaman biasanya dari jenis yang dapat menghasilkan buah.
d.
Kebun Raya, Hutan Raya, dan Kebun Binatang. Kebun raya, hutan raya dan kebun binatang dapat dimasukkan ke dalam salah satu bentuk hutan kota. Tanaman dapat berasal dari daerah setempat, maupun dari daerah lain baik dalam negeri maupun luar negeri.
13
e.
Hutan Lindung, daerah dengan lereng yang curam harus dijadikan kawasanhutan karena rawan longsor. Demikian pula dengan daerah pantai yang rawanakan abrasi air laut (Dahlan, 1992) . (Dahlan, 1992), menyebutkan ada beberapa peranan hutan kota dalam
kehidupan perkotaan, yaitu diantaranya : 1. Identitas kota Jenis tanaman dan hewan yang merupakan simbol atau lambang suatu kota dapat dikoleksi pada areal hutan kota. 2. Pelestarian plasma nutfah hutan kota dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar diseluruh wilayah tanah air kita. Kawasan hutan kota dapat dipandang sebagai areal pelestarian diluar kawasan konservasi, karena pada areal ini dapat dilestarikan flora dan fauna. 3.
Penahan dan penyaring partikel padat dari udara Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan
serapan.
Dengan
adanya
mekanisme
ini
jumlah
debu
yang
melayan-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang dipermukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari dan kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus. Manfaat dari adanya tajuk hutan
14
kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. 4.
Penyerap dan penjerap partikel timbal Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbale yang mencemari udara diperkotaan. Diperkirakan sekitar 60-70 % dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor.
5.
Penyerap dan penjerap debu semen Debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis. Oleh karena itu debu semen yang terdapat di udara bebas harus diturunkan kadarnya.
6.
Peredam kebisingan Pohon dapat meredam suara dengan cara mengasorbsi gelombang suara oleh daun, cabang dan ranting. Jenis tumbuhan yang efektif untuk meredam suara ialah yang mempunyai tajuk yang tebal dengan daun yang rindang. Dengan menanam berbagai jenis tanaman dengan berbagai strata yang cukup rapat dantinggi akan dapat mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya berasal dari bawah.
7.
Mengurangi bahaya hujan asam Pohon dapat membantu dalam mengatasi dampak negatif hujan asam melalui proses fisiologis tanaman yang disebut proses gutasi. Proses gutasi akan memberikan beberapa unsur diantaranya ialah : Ca, Na, Mg, K dan bahan organik seperti glumatin dan gula.
8.
Penyerap karbon-monoksida Mikroorganisme serta tanah pada lantai hutan mempunyai peranan yang baik dalam menyerap gas ini. Tanah dengan mikroorganismenya dapat
15
menyerap gas ini dari udara yang semula konsentrasinya sebesar 120 ppm (13,8 x 104 ug/m3) menjadi hampir mendekati nol hanya dalam waktu 3 jam. 9.
Penyerap karbon dioksida dan penghasil oksigen Hutan merupakan penyerap gas karbon-dioksida (CO2) yang cukup penting, selain dari fito-plankton, ganggang dan rumput laut di samudera. Dengan berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap gas ini sebagai akibat menurunnya luasan hutan akibat perladangan, pembalakan, dan kebakaran, maka perlu dibangun hutan kota untuk membantu mengatasi penurunan fungsi hutan tersebut.
10. Penahan angin Dalam mendisain hutan kota untuk menahan angin faktor yang harus diperhatikan adalah : a.
Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman yang memiliki dahan yang kuat.
b.
Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang.
c.
Akarnya menghunjam masuk kedalam tanah. Jenis ini lebih tahan terhadap hembusan angin yang besar dari pada tanaman yang akarnya bertebaran hanya disekitar permukaan tanah.
d.
Memiliki kerapatan yang cukup (50-60) %.
e.
Tinggi dan lebar jalur hutan kota cukup besar, sehingga dapat melindungi wilayah yang diinginkan dengan baik.
11. Sebagai habitat burung Salah satu habitat liar yang dapat dikembangkan di perkotaan adalah burung. Burung perlu dilestarikan, mengingat mempunyai manfaat yang tidak kecil artinya bagi masyarakat, antara lain :
16
a.
Membantu mengendalikan serangga hama.
b.
Membantu proses penyerbukan bunga.
c.
Mempunyai nilai ekonomi yang lumayan tinggi.
d.
Burung memiliki suara yang khas yang dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan.
e.
Burung dapat dipergunakan untuk berbagai atraksi rekreasi.
f.
Sebagai sumber plasma nutfah.
g.
Objek untuk pendidikan dan penelitian
2.
Keadaan Umum Hutan Kota SMA 10 Samarinda SMA Negeri 10 Samarinda dan SMU Melati Samarinda bergabung menjadi
satu dan termasuk Hutan Kota yang terletak di kawasan Kota Samarinda Jalan Haji Ali Muhammad M Rifaddin. Pada kawasan tersebut terdapat berbagai jenis tanaman kehutanan baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan keputusan walikota Samarinda nomor 178/HK-KS/2005 Bahwa hutan kota SMU Melati Samarinda termasuk hutan kota di Samarinda (Afdal, 2014), Luas Hutan Kota SMU Melati Samarinda berdasarkan keputusan Wali kota Samarinda Nomor 178/HK-KS/2005 adalah 5 Ha, akan tetapi SMU Melati Samarinda dan SMA Negeri 10 Samarinda berdiri sendiri dan Hutan Kota terbagi menjadi dua, luas Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda adalah ±4 Ha. Kawasan hutan kota di SMA Negeri 10 Samarinda masuk ke dalam wilayah Kelurahan Harapan baru. Luas kelurahan 633 ha. Batas wilayah kelurahan ini : a) Sebelah Utara
: Sungai Mahakam
b) Sebelah Selatan : Kelurahan Simpang Pasir c) Sebelah Barat
: Kelurahan Sengkotek
17
d) Sebelah Timur
: Kelurahan Gunung Panjang
Jenis tanah berdasarkan monografi kota Samarinda adalah berbukit-bukit dan daratan rendah mengandung jenis tanah podsolik merah kuning. Tipe iklim berdasarkan penggolongan tipe iklim Köppen dan Geiger, wilayah Samarinda termasuk tipe iklim A artinya iklim tropis dengan jumlah rata-rata 2102 mm/tahun, dan suhu rata-
-rata 81,4%. Topografi
(dataran rendah, tinggi, pantai), keadaan topografinya rendah dan berbukit-bukit dengan variasi lereng 2 sampai 15,94 % dengan ketinggian tempat 50 meter dpl.
18
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda yang terletak di kawasan Kota Samarinda Jalan Haji Ali Muhammad M Rifaddin. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Lampiran 1, 2 dan juga surat izin penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai tanggal 16 Mei sampai dengan 16 Juni 2016, pengamatan di lapangan dilakukan pada pagi hari sejak pukul 06.00-10.00 WITA dan untuk sore hari pengamatan dilakukan mulai pukul 16.00-18.00 WITA. B. Alat dan Bahan 1.
Alat Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Teropong, digunakan untuk memperjelas penglihatan terhadap burung yang diamati dan dapat di lihat pada Lampiran 3.
b.
Kamera Digital, digunakan untuk dokumentasi dan dapat di lihat pada Lampiran 3.
c.
Alat tulis, digunakan untuk mencatat pengambilan data.
2.
Bahan Bahan yang digunakan sebagai objek dalam penelitian ini adalah
burung-burung yang terlihat di lokasi penelitian. C. Prosedur Penelitian 1.
Orientasi lapangan Orientasi lapangan untuk mengetahui keadaan, kondisi dan topografi
lapangan secara umum dari luas areal Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda
19
yang dijadikan tempat penelitian. 2.
Persiapan alat yang digunakan Menyiapkan
kamera,
teropong,
alat
tulis
sebelum
pengamatan
dilaksanakan untuk kelancaran pelaksanaan pengamatan. 3.
Pengambilan data Pengambilan data dilakukan di areal Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda
dengan luas ±4 Ha, dimana pada areal ±4 Ha tersebut ditentukan secara langsung titik-titik pengamatan sebanyak 6 titik yang dimana banyak ditemukan jenis burung, titik-titk pengamatan dan pengambilan data dapat di lihat pada Lampiran 5. Pengamatan dilakukan pada pagi hari yakni pukul 06.00-10.00 WITA dan sore hari pukul 16.00-18.00 WITA. Pengamatan dilakukan dengan cara meneropong dan mengambil gambar burung dengan menggunakan kamera secara langsung di lapangan dan selanjutnya diidentifikasi. 4.
Identifikasi Identifikasi jenis burung yang ditemukan dengan cara sebagai berikut :
a) Mencatat pohon-pohon yang ada b) Mencatat ciri -cirinya yaitu warna bulu dan bentuk paruh c) Mencocokkan gambar-gambar burung yang diambil dengan literatur-literatur yang ada. D. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan menyusun data hasil pengamatan dalam bentuk Tabel di bawah ini dan mencatat jenis-jenis burung yang ditemukan. Tabel 3. Contoh Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota SMAN 10 Samarinda. NO Jenis Suku Ciri-ciri 1. 2. 3.
20
Tabel 3. lanjutan 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
21
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dari hasil pengamatan dilapangan pada Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda diperoleh dan diteruskan di Laboratorim untuk diidentifikasi jenis-jenis burung seperti yang ditampilkan pada Tabel 4 di bawah ini : Tabel 4. Jenis-Jenis Burung yang Terdapat di Hutan Kota SMAN 10 Samarinda. NO Jenis Suku Ciri-ciri Warna coklat, Garis mata dan mahkota coklat,dagu kerongkongan dan bercak di samping leher warna Gereja hitam, bagian bawah kuning tua agak 1. (Passer Ploceidae abu-abu, tubuh bagian atas berbintik Montanus) coklat dengan diselingi warna putih dan hitam. Makan bulir rumput. Lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 3 (Gambar 4). Iris mata berwarna jingga, paruh hitam. Bagian belakang sayap dan Tekukur ekornya berwarna pucat. Burung ini 2. (Sterptopelia Colombidae menonjolkan bulu hitam yang dibatasi chinensis) tepi bagian dalam yang berwarna kelabu pucat (Gambar 5). Paruh dan kaki berwarna hitam, sisi bagian atas tubuh (ekor dan Cucak punggung) berwarna coklat kelabu, Kutilang sisi bagian bawah (tenggorokan, 3. Pycnonotudae (Phynonotus leher, dada dan perut) putih aurigaster) keabu-abuan. Bagian muka ekor berwarna putih, penutup pantat berwarna kuning (Gambar 6). Warna kebiru-biruan, Mahkota dan mantel coklat, garis mata hitam, sayap Kirik-kirik Biru hijau kebiru-biruan, bagian muka ekor panjang berwarna biru pucat, 4. (Merops Meropidae kerongkongan biru. Iris merah atau viridis) coklat, paruh hiitam, kaki abu-abu atau coklat (Gambar 7). Warna hitam, coklat dan putih. Tubuh bagian atas coklat tanpa coretan, Bondol Jawa/ Pipit (Lonchura muka dan dada atas hitam perut dan 5. Estrildidae leucogastroide tubuh putih, ekor bawah coklat tua. Iris ) coklat, paruh atas gelap, paruh bawah biru, kaki keabuan (Gambar 8).
22
Tabel 4. lanjutan
6.
Kipasan (Rhipidura javanica)
Rhipiduridae
7.
Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceu s)
Campephagi dae
8.
Walet Besar (Hydrochous gigas)
Apodidae
9.
Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus)
Zosteropidae
10.
Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris)
Sylviidae
Warna hitam dan putih dengan ekor berbentuk kipas yang panjang. Tubuh bagian atas bewarna abu-abu hitam dengan alis mata putih tidak jelas, dagu dan bagian depan dari leher putih, dada berkalung hitam, perut dan bawah ekor putih, bagian ujung dari bulu ekor putih (Gambar 9). Warna hitam dan putih. Bagian atas hitam dan sisi bulu ekor luar putih, bagian bawah putih. (Gambar 10). Tubuh bagian atas hitam. Bagian bawah coklat gelap, ekornya agak bercelah, punggung coklat, tepi mata berwarna coklat kehitaman. Makanannya serangga-serangga kecil yang ditangkap (Gambar 11 ). Warna kekuning-kuningan dengan mata putih. Tubuh atas hijau, kerongkongan dan perut kuning, Iris coklat, paruh hitam, dan kaki hitam. Makan serangga kecil, buah-buahan kecil (Gambar 12 ). Perut kuning dan alis mata putih yang mencolok, Bagian depan mahkota abu-abu, bagian belakang kepala dan punggung coklat kehijau-hijauan,dagu dan kerongkongan putih, bagian bawah selebihnya kuning, Iris coklat, paruh hitam dengan pangkal agak putih, kaki merah jambu (Gambar 13).
B. Pembahasan Selama melakukan penelitian di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda terdapat 10 Jenis burung dari 10 Suku yang ditemukan yaitu Burung Gereja (Passer
Montanus),
Tekukur
(Sterptopelia
chinensis),
Cucak
Kutilang
(Phynonotus aurigaster), Kirik-kirik Biru (Merops viridis), Bondol Jawa/ Pipit (Lonchura leucogastroides), Kipasan (Rhipidura javanica), Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Walet Besar (Hydrochous gigas), Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) dan Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris).
23
Leonhart (2009) menyatakan bahwa burung Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster) kerap mengunjungi tempat-tempat terbuka, tepi jalan, kebun, pekarangan, semak belukar dan hutan sekunder, sampai dengan ketinggian sekitar 1.600 m dpl. Sering pula ditemukan hidup meliar di taman dan halaman-halaman rumah di perkotaan. Burung ini berkelompok, baik ketika mencari makanan maupun bertengger, dengan jenisnya sendiri maupun dengan jenis burung yang lain. Pada areal pengamatan banyak terdapat pohon-pohon yang tumbuh di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda yaitu Angsana (Pterocarpus indicus), Sengon
(Paraserianthes
falcataria),
Nangka
(Artocarpus
heterophyllus),
Ketapang (Terminalia catappa), Jati (Tectona grandis), Salam (Syzygium polyanthum), Mahoni (Swietenia mahagoni), Mangga (Magnifera indica), Gmelina (Gmelina arborea), Sungkai (Peronema canescens), Durian (Durio zibethinus), Flamboyan (Delonix regia) dan Pohon Johar (Senna siamea). Wiens (1992) dalam Ismawan (2015) menyatakan bahwa ketersediaan makanan dalam suatu tipe habitat merupakan salah satu faktor utama bagi kehadiran populasi burung. Hal ini juga berkaitan dengan adanya kemampuan burung untuk memilih habitat yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya untuk kebutuhan hidupnya hal ini didukung oleh Widodo (2009) menyatakan bahwa habitat yang kondisinya baik dan
jauh
dari
gangguan
manusia
serta
didalamnya
mengandung
bermacam-macam sumber pakan, memungkinkan memiliki jenis burung yang banyak. Selama pengamatan burung lebih aktif pada pagi hari (06.00-10.00 WITA), dibandingkan sore hari (16.00-18.00 WITA) tingginya kehadiran burung pada pagi hari diduga disebabkan burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan dan
24
bermain. Pengamatan pada pagi hari lebih baik karena dibantu oleh cahaya matahari. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2015), pengamatan burung-burung diurnal (aktif di siang hari) pengamatan paling baik dilakukan setelah matahari terbit selama kurang lebih 3 jam, dan sebelum matahari terbenam selama 3 jam pula. Di waktu-waktu itu suhu udara tidak terlalu tinggi sehingga banyak burung yang beraktifitas, mencari makan, membangun sarang dan sebagainya. Namun pengamatan pagi hari biasanya lebih baik dari pengamatan sore hari, karena itu adalah awal burung keluar dari sarang untuk beraktivitas. Alikondra (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai jenis-jenis burung adalah kondisi lingkungan, jumlah jenis dan sebaran individu pada masing-masing jenis. Penyebaran burung di suatu habitat dipengaruhi oleh faktor fisik/lingkungan seperti tanah, air, temperatur, cahaya matahari dan faktor biologis yang meliputi vegetasi dan satwa lainnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian di atas maka Penulis menarik kesimpulan, sebagai berikut: 1.
Ditemukan ada 10 Jenis burung dari 10 Suku di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda yaitu Burung Gereja (Passer Montanus), Tekukur (Sterptopelia chinensis), Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster), Kirik-kirik Biru (Merops viridis), Bondol Jawa/ Pipit(Lonchura leucogastroides), Kipasan (Rhipidura javanica ), Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus), Walet Besar (Hydrochous gigas), Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus) dan Perenjak Kuning ( Abroscopus superciliaris).
2.
Burung lebih aktif pada pagi hari (06.00-10.00 WITA) bandingkan sore hari (16.00-18.00 WITA) tingginya kehadiran pada pagi hari disebabkan pada saat itu burung keluar dari sarangnya untuk mencari makan. B. Saran Mengingat waktu penelitian yang cukup singkat, maka perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan waktu yang lebih lama untuk mengetahui jenis burung di Hutan Kota SMA Negeri 10 Samarinda.
DAFTAR PUSTAKA
Afdal, M. 2014. Perubahan Hutan Kota di Kecamatan Samarinda Seberang dan Loajanan Ilir Dari Tahun 2005 Sampai Dengan Tahun 2014. Tugas akhir Program Studi Manajemen Hutan. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Alikodra, H.S 1990. Pengolahan Satwa Liar Jilid I. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas Bogor. Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar Jilid I. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.(diunduh pada tanggal 16 Agustus 2016). Anonim, 1998. Perencanaan Penghijauan Hutan Kota Samarinda 2008. Pemerintah Kota Daerah Tinggkat II Samarinda. Samarinda. Anonim, 2001 dalam Akbar A, 2014. Inventarisasi Jenis Burung di Hutan Kota Balai Kota Samarinda. Tugas akhir Program Studi Manajemen Lingkungan. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Anonim, 2012. http://burungkenari.wordpress.com.(diunduh pada tanggal 17 Agustus 2016). Anonim,
2013. Peraturan Daerah Penyelenggaraan Hutan Kota.
Nomor
7
Tahun
2013
tentang
Anonim, 2013. http://Balaiedukasi.blogspot.com/2013/1/Penyesuaian-MakhlukHidup-dengan.html.(diunduh pada tanggal 23 Juli 2016). Anonim, 2015. Kelangsungan Hidup Makhluk Hidup Melalui Adaptasi, Seleksi Alam dan Perkembangbiakan.diunduh pada tanggal 18 Agustus 2016. Anonim,
2016. http://Pengertian-definisi.blogspot.co.id./2012/03/definisi-dan pengertian-hutan kota.html.(diunduh pada tanggal 27 Agustus 2016).
Bismark, M. 1987. Keragaman Burung di Hutan Bakau. Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Buletin Penelitian. 482 : 11-12. Boer, S. 1989. Keragaman Jenis Burung Inventarisasi Jenis Burung di Hutan Kota Balai Kota Samarinda. Clements and Shelfoard, 1939. Artikel Lingkungan Ini Adalah Sebuah Rintisan. Bio-ecology. New-york.425 PP. Dahlan, A. 1992. Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. IPB-APHL. Jakarta. Darmawan, 2006. Definisi burung.http://digilib.unila.ac.id.(diunduh pada tanggal 09 Agustus 2016).
Fandeli, C. Mukhlison, 2004. Perhutanan Kota. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Harnowo, 1985. Skripsi. Identifikasi dan Inventarisasi Jenis Burung Berstatus Dilindungi di Pasar Hewan Yogyakarta Universitas Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Livezey, B. C.; Zusi RL, 2007. Tingkat tinggi Burung Modern (theropods, aves: neornithes) Berdasarkan Anatomi Kompratif II. Leonhart (2009). http://id.scribd.com>document.(diunduh pada tanggal 19 Agustus 2016). Mackinnon, J 1993. Panduan Lapangan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University, Press Yogyakarta. Nazaruddin, 1996. Defenisi Hutan Kota. http://repository.usu.ac.id.bitstream, Universitas sumatera Utara. (diunduh pada tanggal 09 Agustus 2016). Utomo budi, 2010. Mengenal Kakatua http://omkicau.com/paruh-bengkok. (diunduh pada tanggal10 Juli 2016). Nurwatha, P, F.2013. Modul Inventarisasi Monitoring Flora & Fauna. Widodo, W. 2009. Komparasi Keragaman Jenis Burung-Burung di Taman Nasional Baluran dan Alas Purwo Pada Beberapa Tipe Habitat. Jurnal Berkala Penelitian Hayati. (14): 113-124 Wiens, J. A. 1992 dalam Ismawan 2015. The Ecology of Bird Communities I: 241-374. Foundations and Patterns. Cambridge University Press.
LAMPIRAN
31
Lampiran 3. Kamera dan Teropong
Gambar 2 . Kamera (Dokumentasi)
Gambar 3. Teropong (Pengamatan Burung)
32
Lampiran 4. Jenis-jenis Burung
Gambar 4. Burung Gereja (Passer Montanus)
Gambar 5.Tekukur (Sterptopelia chinensis)
33
Gambar 6. Cucak Kutilang (Phynonotus aurigaster)
Gambar 7. Kirik-kirik Biru (Merops viridis)
34
Gambar 8. Bondol Jawa/ Pipit (Lonchura leucogastroides)
Gambar 9. Kipasan (Rhipidura javanica)
35
Gambar 10. Jinjing Batu (Hemipus hirundinaceus)
Gambar 11. Walet Besar (Hydrochous gigas)
36
Gambar 12. Burung Kacamata Biasa (Zosterops palpebrosus)
Gambar 13. Perenjak Kuning (Abroscopus superciliaris
37
Lampiran 5. Titik-tikik Pengambilan Data
Gambar 14. Titik Pertama (Samping Lapangan Olahraga Basket)
Gambar 15. Titik Kedua (Samping Kantin)
38
Gambar 16. Titik Ketiga (Samping Lapangan Bola)
Gambar 17. Titik Keempat (Samping Asrama Putra)
39
Gambar 18. Titik Kelima (Belakang Asrama Putri)
Gambar 19. Titik Keenam (Belakang Lab Kimia)
40
Lampiran 6. Rekomendasi Penelitian