INTEGRASI PELATIHAN VOKASI DAN PEMAGANGAN UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA KERJA KOMPETEN Cahyani Windarto
Balai Latihan Kerja Surakarta, Ditjen Bina Lattas Kemnaker RI Email:
[email protected]
Abstrak: Kurikulum pelatihan vokasi harus adaptif terhadap industri untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang kompeten. Pelatihan berbasis kompetensi dengan program pemagangan adalah pendekatan pusat pelatihan vokasi untuk memastikan tenaga kerja bisa melakukan aktivitas di tempat kerja sebagai hasil program pelatihan yang diikuti dan memenuhi standar kompetensi kerja. Sistem terpadu ini memberikan banyak keuntungan bagi pemerintah, industri dan tenaga kerja. Pendekatan studi kasus digunakan untuk menguji dampak integrasi kurikulum pelatihan vokasi dan pemagangan dalam memenuhi pasar tenaga kerja yang kompeten. Data primer berasal dari pengamatan, dan melakukan wawancara kelompok fokus dengan tenaga kerja. Data sekunder diperoleh dari website, dokumen kebijakan, kurikulum dan silabus. Penelitian ini difokuskan pada penerapan kurikulum BLK, tingkat keterampilan dan kualifikasi dan hasil magang. Temuan kami menyoroti pentingnya integrasi kurikulum antara pelatihan vokasi dan pemagangan industri dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Kata kunci: pelatihan vokasi, kurikulum PBK, pemagangan, kompeten.
PENDAHULUAN Tantangan kerja di masa depan semakin berat dan kompleks. Ketersediaan lapangan kerja sesuai dengan kompetensi dan tingkat pendidikan sejalan dengan pembukaan pasar bebas. Sehingga menjadi keharusan untuk meningkatkan kualitas agar dapat bersaing di pasar internasional dan pasar domestik (Decree, 2012). Peningkatan kualitas tenaga kerja dilakukan dengan menggelar pelatihan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat tertentu sehingga keterampilan keahlian dan kualifikasi sesuai dengan tingkat jabatan atau pekerjaan. Perhimpunan negara ASEAN menekankan kerjasama regional pada keamanan, sosial budaya dan integrasi ekonomi dengan yang dimulai dengan ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015. Pembentukan AEC menciptakan nilai tambah di lingkup regional seperti pasar ekonomi terhubung melalui basis produksi yang konsisten, investasi perdagangan bebas, transfer modal, pasar tenaga kerja berdasarkan prinsip umum dan kesetaraan semua negara anggota ASEAN yang menjadi sebuah komunitas. Dari sisi ketenagakerjaan, akan terdapat sepuluh pasar tenaga kerja yang heterogen di mana negara mengakui satu kualifikasi sama lain (Hung, Ratnata, Soysouvanh, & Jiping, 2013). Program pelatihan vokasi harus dikembangkan sesuai tuntutan pasar kerja dan kebutuhan industri. Dengan demikian industri akan mendapatkan keuntungan langsung ketika menggunakan pekerja yang kompeten dari program pelatihan vokasi. Jika lulusan memiliki kualitas tinggi, industri akan mendapatkan manfaat langsung, karena pada saat 64
Fakultas Ekonomi UNY
awal perekrutan, industri tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk memberikan pelatihan industri. Oleh karena itu sudah selayaknya jika industri memiliki tanggung jawab untuk peduli, perhatian dan bertanggung jawab bersama-sama dengan lembaga-lembaga pelatihan vokasi. Tiga negara telah menerapkan program pelatihan yang terintegrasi dengan industri. Pertama, Australia telah menerapkan reformasi pelatihan pendidikan vokasi dalam dekade terakhir, termasuk (Tessaring & Wannan, 2004) : 1. pengenalan pendekatan berbasis kompetensi untuk pelatihan; 2. pelaksanaan Kerangka Kualifikasi Australia; 3. pengembangan pasar pelatihan sesuai kebutuhan siswa dan industry; 4. mekanisme untuk meningkatkan jalur pembelajaran; 5. reformasi pelatihan magang (skema magang baru); 6. pengenalan kerangka nasional untuk jaminan kualitas dan pengakuan nasional penyedia pelatihan. Contoh kedua, praktik terbaik dapat ditemukan di sistem pelatihan vokasi pendidikan ganda di Austria, yang memiliki banyak fitur bagus, dengan program magang terstruktur yang mengintegrasikan pembelajaran di sekolah-sekolah dan pelatihan di tempat kerja (Hoeckel, 2010). Contoh ketiga, sistem ganda di negara Jerman telah membuat negara memiliki keunggulan kompetitif dengan berhasil mengurangi tingkat pengangguran. Di Jerman tidak ada penduduk lebih dari 25 tahun yang tidak bekerja lebih dari 3 bulan (Hippach-Schneider, Krause, & Woll, 2007). Untuk mendukung sistem ganda, pemerintah telah mendirikan pendidikan vokasi (berkolaborasi dengan industri dalam program CSR/tanggung jawab social industri) bagi warga yang tidak memiliki kemampuan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi (Windarto & Sukiyo, 2014). Dari uraian di atas didefinisikan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Kebutuhan kesesuaian kurikulum pelatihan vokasi dengan tuntutan pasar tenaga kerja. 2. Perbedaan tingkat keterampilan dan kualifikasi dalam kurikulum penyedia pelatihan vokasi. 3. Model pemagangan tidak standar antara penyedia pelatihan dan industri untuk memastikan kompetensi lulusan. METODE Pendekatan studi kasus digunakan untuk menguji dampak kurikulum dalam memenuhi pasar tenaga kerja yang kompeten. Data primer berasal dari pengamatan, dan melakukan wawancara kelompok dengan calon tenaga kerja. Data sekunder diperoleh dari situs web, dokumen kebijakan, kurikulum dan silabus. Penelitian ini difokuskan pada penerapan kurikulum BLK, tingkat keterampilan dan kualifikasi dan hasil magang. Program Pelatihan di Balai Latihan Kerja Penyedia pelatihan umum non formal yang dikenal sebagai Balai Latihan Kerja/BLK yang dimiliki oleh Kementerian Ketenagakerjaan maupun pemerintah daerah menyediakan
65
Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Hubungan antara Pengembangan Keterampilan, Pendidikan, dan Ketenagakerjaan Generasi Muda
pelatihan untuk orang-orang miskin atau putus sekolah. (UNESCO-UNEVOC, 2014). BLK dibagi dalam 3 tipe: 1. Tipe A (balai besar latihan kerja, terletak di area industri) 2. Tipe B (balai latihan kerja yang terletak di pusat kependudukan yg lebih kecil) 3. Tipe C (balai latihan kerja untuk daerah pedesaan/terpencil) Balai besar menyediakan layanan training industry dan training keahlian, sedangkan balai latihan kerja yang lain menyediakan pelatihan teknologi dan keahlian untuk wirausaha. terdapat 4 tipe pelatihan yang disediakan oleh BLK : 1. Pelatihan institusional (program pelatihan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian pencari kerja) 2. Pelatihan non institusional (program pelatihan untuk orang yang berada di area terpencul dengan menggunakan layanan MTU/Mobile Training Units) 3. Program Pemagangan 4. Pelatihan sesuai permintaan (pelatihan berdasarkan permintaan industri) Keberhasilan pelatihan vokasi dapat diukur dari tingkat penyerapan lulusan di pasar kerja. Jika lulusan memiliki kemampuan sesuai pasar kerja yang dibutuhkan, dapat dikatakan proses pembelajaran institusi vokasi memiliki peserta didik langsung dan siap untuk masuk pasar kerja. Untuk mencapai hal ini, penyedia pelatihan vokasi, yaitu BLK, selalu meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kurikulum sesuai dengan permintaan pasar kerja (Sukardi, 2012). Empat jenis pelatihan yang diadakan di BLK akan berhasil sesuai dengan ukuran kompetensi pelatihan yang butuhkan oleh industry. Tidak hanya berfokus pada pelatihan formal saja namun juga memperhatikan proses pembelajaran informal yang bisa mendekati pelatihan formal. Di mana pemagangan di sebuah perusahaan besar adalah bentuk lain dari pelatihan formal (Nordman & Pasquier-Doumer, 2012). Dari sini dilakukan integrasi pelatihan di institusi pelatihan (BLK) yang dilanjutkan dengan pemagangan untuk mendapatkan tenaga kerja yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan industri. Kategorisasi pendidikan vokasi dan pelatihan digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kategori pelatihan dan pemagangan industri 66
Fakultas Ekonomi UNY
Vocational Training Curriculum Kurikulum pelatihan vokasi harus mengakomodasi semua kebutuhan baik kebutuhan fisik peserta didik, non fisik, dan moral maupun masa depan mereka untuk dapat hidup aman, nyaman, kesejahteraan yang baik, dan selaras dengan alam dan masyarakat sekitarnya. Pada sisi lain kurikulum pelatihan vokasi berdasarkan kebutuhan yang sesuai dengan pasar kerja (demand driven oleh pasar kerja). Penekanannya adalah pada penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja industri (Tessaring M. , 2009). Dunia kerja membutuhkan tujuh keterampilan dasar sebagai berikut (Wagner, 2008): 1. Berpikir ktitis dan pemecahan masalah; 2. Kolaborasi di seluruh jaringan dan memimpin dengan pengaruh; 3. Daya tahan dan adaptasi; 4. Inisiatif dan kewirausahaan; 5. Komunikasi efektif secara lisan dan tertulis;. 6. Mengakses dan menganalisis informasi; 7. Rasa ingin tahu dan imajinasi. Lulusan yang kompeten harus memiliki keterampilan dasar yang baik dan keterampilan kerja umum. Keterampilan umum terdiri dari keterampilan dasar, kemampuan berpikir, dan kualitas pribadi (Stern, 2003). Keterampilan dasar meliputi keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, berbicara, dan matematika. Keterampilan berpikir termasuk bagaimana belajar, bagaimana membuat dan memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Kualitas pribadi mempengaruhi dalam bentuk tanggung jawab, integritas, kepercayaan diri, moral, karakter, dan loyalitas. Secara teoritis, keterampilan dasar akan mendukung dan menjadi dasar dari pengembangan karir individu. Pengembangan kurikulum pelatihan vokasi, pengajaran dan pembelajaran harus memberikan porsi yang cukup untuk pengembangan keterampilan dasar. Di atas keterampilan dasar yang dibangun keterampilan kerja umum, keterampilan spesifik industri dan keterampilan khusus yang dibutuhkan perusahaan/pengusaha seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Kurikulum berbasis kompetensi dapat dikembangkan dengan "penelitian lapangan" atau "studi banding, mengadopsi dan mengadaptasi" serta kombinasi keduanya (Sudira, 2011). Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan penelitian di pasar pekerjaan untuk mengumpulkan data primer pada pekerjaan yang ada dan kemudian dirumuskan ke dalam draft standar kompetensi, divalidasi, diuji, diulas, dan diterapkan. Studi banding, mengadopsi dan beradaptasi adalah cara untuk mempelajari dan membandingkan standar kompetensi yang telah ada di berbagai negara maju atau mengembangkan standar yang diperlukan diadopsi dan disesuaikan dengan kebutuhan. Setelah melewati validasi, pengujian dan meninjau, standar ini bisa ditetapkan sebagai edisi pertama dari standar kompetensi. Pendekatan kombinasi ini adalah untuk menggabungkan dua metode di atas, untuk mengurangi kelemahan dan meningkatkan keuntungan dari kedua metode. 67
Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Hubungan antara Pengembangan Keterampilan, Pendidikan, dan Ketenagakerjaan Generasi Muda
Gambar 2. Struktur pengembangan pendidikan vokasi
Gambar 3. IQF Levelling up stage Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 untuk Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia telah menjadi aturan dasar untuk mengembangkan kompetensi berdasarkan pencocokan kurikulum dengan tingkat pekerjaan di berbagai industri. KKNI terdiri dari sembilan (9) tingkat kualifikasi seperti yang ditunjukkan dalam perpres tersebut.
68
Fakultas Ekonomi UNY
KKNI memberikan kerangka tingkat kualifikasi kompetensi yang dapat setara dan mengintegrasikan antara pendidikan, pelatihan vokasi dan pengalaman kerja dalam rangka memberikan pekerjaan pengakuan kompetensi di berbagai sektor. Tahapan tingkatan KKNI dapat ditunjukkan dalam Gambar 3. Setiap BLK mengembangkan program pelatihannya sendiri sesuai pengemasan dalam KKNI disesuaikan dengan karakteristik daerahnya. Saat ini beberapa BLK tipe A (penyedia training di Balai Besar) berusaha untuk menstandarkan program pelatihan yang akan diselenggarakan di BLK. Kurikulum yang berasal dari program-program ini. Struktur setiap program pelatihan inti terdiri dari delapan bagian : (1) program pelatihan judul, (2) kode program pelatihan, (3) tingkat program pelatihan, (4) tujuan, (5) daftar kompetensi Unit (6) durasi pelatihan, (7) trainee pra persyaratan, (8) persyaratan instruktur. Lebih dari 80 program pelatihan di BLK sekarang terdaftar di bidang industri kreatif, bisnis dan manajemen, otomotif, listrik, konstruksi, pengelasan, teknologi informasi dan teknologi manufaktur. Tabel 1 menunjukkan contoh komposisi kurikulum untuk beberapa program pelatihan standar di BLK. Secara umum, program pelatihan panggilan di BLK dapat menghasilkan tenaga kerja yang kompeten sampai level 5 yang mampu menyelesaikan pekerjaan dalam lingkup yang luas, pilih metode yang sesuai dari berbagai pilihan. Dalam kompetensi manajerial, mampu mengelola kerja kelompok dan menyiapkan laporan tertulis yang komprehensif. Durasi pelatihan bervariasi dari 40 jam (setara dengan 1 minggu), 160 jam (setara dengan 1 bulan), sampai 640 jam (setara dengan 7 bulan). persyaratan pendidikan peserta pelatihan sebagai prasyarat bervariasi dari sekolah dasar (SD), SMP (SMP), SMA (SMA/SMK), Diploma dan Sarjana. Artinya, program pelatihan vokasi dengan skema KKNI adalah proses yang fleksibel dalam memberikan pengakuan kompetensi. Training Berbasis Pemagangan Pelatihan vokasi berupaya untuk mendukung kurikulum melalui keselarasan dengan industri berorientasi lebih ke arah hasil pendidikan vokasi lebih dari pendidikan tinggi (Watters & Christensen, 2013). Model skema pelatihan vokasi perlu ditinjau dan kembali dikembangkan. Setidaknya ada empat model pelatihan vokasi yang dapat diterapkan dalam mengembangkan dan negara-negara maju (Sudira, 2011), yakni: 1. Pelatihan vokasi dengan model sekolah adalah model pendidikan vokasi di mana pendidikan dan pelatihan sepenuhnya dilaksanakan pada bentuk politeknik. Model ini mengasumsikan segala sesuatu yang terjadi di tempat kerja dapat dididik di proses pembelajaran politeknik. Dengan demikian, politeknik harus menyelesaikan semua jenis peralatan yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Politeknik menjadi sangat mahal karena kebutuhan untuk berinvestasi peralatan dalam mengikuti keadaan seni, tetapi sebenarnya perubahan dalam dunia bisnis dan industri yang lebih maju dan lebih cepat daripada apa yang bisa Politeknik lakukan.
69
Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Hubungan antara Pengembangan Keterampilan, Pendidikan, dan Ketenagakerjaan Generasi Muda
Tabel 1. Curriculum composition in BLKs Field / Department Construction Construction Construction Construction Construction Construction Electric Electric Electric Electric Welding Welding Welding Welding Welding Welding Electric Electric Electric Electric Electric Electric Electric Electric Electric Electric Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Information Technology Manufacturing Technology Manufacturing Technology Manufacturing Technology
70
Position
Level
Drafter CAD Measurument Operator Measurument Operator Measurument Operator Foreman Construction Technician Audio Video Operator Audio Video Operator Audio Video Operator Audio Video Technician Welder (GMAW/FCAW) Welder (SMAW/MMAW/111) Welder SMAW Welder SMAW Welder SMAW Welder SMAW Power Installer Power Installer Power Installer Wiring Installer Wiring Installer Wiring Installer Otomasi Otomasi Otomasi Listrik Database Database Database Graphic Designer Graphic Designer Graphic Designer Digital Animator Digital Animator Network Administratot Network Administratot Network Administratot System Administrator System Administrator System Administrator Office Tool Office Tool Office Tool Multimedia Programmer Multimedia Programmer Programmer Programmer Programmer Web Programmer Web Programmer Web Programmer Technical Support Technical Support Technical Support Operator Bubut Operator CNC Frais Teknik Manufaktur
2 2 3 3 3 4 1 2 3 4 3 3 1 2 3 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 3 4 5
Qty of Unit Duration Trainee Requirement Competency (Hours) 8 100 SMU 3 40 SMU 5 40 SMU 6 40 SMK 21 160 SMK 28 160 S1 Teknik Sipil/Arsitektur 4 80 SD 4 80 SMP 5 80 SMU/SMK 2 120 D1 14 636 D3 14 636 D3 12 160 SMP 10 160 SMU 9 160 SMU 23 320 D3/S1 8 240 SMA 10 240 SMA 11 240 SMA 6 40 SMP 9 40 SMP 11 40 SMP 8 240 SMK 10 240 SMK 13 240 SMK 25 640 D3 4 40 SMA 6 40 D3 4 40 S1 6 80 SMA 11 80 D3 10 80 S1 18 80 D3 6 80 S1 8 40 SMA 8 40 D3 11 40 S1 8 40 SMA 11 40 S1 8 40 S1 4 40 SMA 4 40 D3 7 40 S1 4 80 S1 6 80 S1 7 40 SMA 8 40 D3 6 40 S1 8 80 SMA 8 80 D3 8 80 S1 10 100 SMA 16 100 D3 20 100 S1 11 100 SMA 20 100 SMA 19 636 D3/S1
Fakultas Ekonomi UNY
2. Pelatihan vokasi dengan model sistem ganda, adalah model untuk memberikan pendidikan dan pelatihan yang menggabungkan pengalaman belajar di politeknik dan nilai pengalaman kerja di industri. Model ini sangat baik karena menganggap belajar di politeknik dan pengalaman kerja akan menjadi pelengkap, lebih bermakna, dan nyata. Sebenarnya, kebiasaan kerja di dunia kerja yang nyata adalah sulit karena proses pembelajaran cenderung membentuk kebiasaan studi. Disiplin kerja nyata sangat berbeda dengan disiplin dalam belajar dan pelatihan. Kelemahan sistem ganda sangat rentan terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan politik. 3. Pelatihan vokasi dengan model magang. Model ini menyerahkan sepenuhnya kepada pelatihan industri dan masyarakat tanpa dukungan dari penyedia pelatihan. penyedia pelatihan hanya diadakan mata pelajaran normatif, adaptif, dan keterampilan dasar. Model ini hanya cocok untuk negara-negara maju yang sudah memiliki sistem yang kuat dari pelatihan panggilan dan hubungan industrial yang baik antara industri dan penyedia pelatihan. 4. Pelatihan vokasi dengan model usaha berbasis sekolah. Model ini mengembangkan penyedia pelatihan bisnis dan basis produksi. Model ini akan meningkatkan pendapatan dan sepenuhnya memberikan nilai pengalaman kerja kepada peserta pelatihan. Dari penjelasan di atas, sistem dual program pelatihan vokasi dengan magang memberikan banyak keuntungan dalam memastikan kompetensi peserta pelatihan. penyedia pelatihan apalagi dapat diposisikan sebagai bisnis dan basis produksi. Sebagai contoh, sangat penting dari pelatihan ganda di Jerman, berbagai program pelatihan yang dibawa bersama-sama untuk memberikan gambaran keseluruhan menunjukkan status pelatihan akhirnya dicapai oleh satu kelompok (Hippach-Schneider, Krause, & Woll, 2007). Gambar 4 menjelaskan pada tahun 2004, sekitar 53% dari orang-orang muda dalam satu kelompok menyelesaikan suatu program pelatihan vokasi dalam sistem ganda.
Gambar 4. Struktur peminat tipe kualifikasi di Jerman BLK memiliki banyak program pelatihan vokasi sistem dual bekerja sama dengan industri dengan skema magang. Program yang terkenal adalah pelatihan berbasis kompetensi dengan 1 bulan on job training atau off the job training. Misalnya di Surakarta
71
Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Hubungan antara Pengembangan Keterampilan, Pendidikan, dan Ketenagakerjaan Generasi Muda
Pusat Pelatihan Vokasi telah melatih 2.531 peserta (165 paket) di 2013 (BBLKI, 2013). Sebagian besar peserta pelatihan melakukan off the job training selama mengikuti program pelatihan di BLK, yang lain mengikuti on the job training di industri. Integrasi Pemagangan pada Kurikulum Pelatihan CBT Dalam kolaborasi antara penyedia pelatihan dan industri, semua program harus dirumuskan dengan kerjasama yang sama antara industri dan penyedia pelatihan. Program terdiri dari kurikulum, bahan ajar, evaluasi, rekrutmen peserta, instruktur, pendanaan, dan waktu pelaksanaan. pendidikan vokasi akan efisien dan efektif jika (Wardiman, 1998): 1. lingkungan di mana peserta pelatihan berlatih sesuai dengan lingkungan bekerja. 2. tugas yang diberikan kepada siswa dilakukan dengan cara yang sama, alat dan mesin yang sesuai dengan tempat kerja. 3. dibimbing oleh instruktur yang memiliki pengalaman dan keberhasilan dalam menerapkan keterampilan dan pengetahuan tentang operasi kerja dan prose. 4. bisa menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif untuk siswa. Hal ini hanya terjadi jika pelatihan diberikan dalam bentuk pekerjaan nyata. 5. pelatihan diberikan hanya kepada orang yang membutuhkannya, yang menginginkannya dan yang bisa mendapatkan manfaat dari itu. Selama 2013 Balai Latihan Kerja Surakarta melakukan uji coba 4 paket (64 peserta) program pelatihan berbasis kompetensi (CBT) yang terintegrasi dengan kurikulum industri di bidang las dan otomotif. Program yang diselenggarakan pada pelatihan 3 bulan di BLK dan 3 bulan di magang industri. Skema ini memberikan hasil yang sangat baik dalam penyerapan hasil tenaga kerja dan menjamin trainee kompetensi. Observasi dan fokus perilaku dilakukan untuk mengkonfirmasi kurikulum kesesuaian dengan kuesioner. Enam pertanyaan diminta untuk trainee setelah mereka menyelesaikan program pelatihan dan magang. Kuesioner pertanyaan seperti di bawah ini 1. Isi Pelatihan sesuai dengan tujuan program pelatihan. 2. Kualitas isi pelatihan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan. 3. Isi Pelatihan skema telah diatur dari dasar sampai lanjutan. 4. Isi Pelatihan yang mudah untuk dipelajari dan dipahami. 5. Isi Pelatihan memiliki memenuhi harapan Anda. 6. Penampilan, dan format isi pelatihan. Pengukuran penerimaan kurikulum dari penggunaan trainee sisi 4 skala, yang 4 (sangat baik), 3 (baik), 2 (cukup) dan 1 (kurang). Dengan demikian, harapan adalah 4 (sangat baik), setelah dihitung hasil pertanyaan 1-6 yang baik dan sangat baik. Ini berarti perbaikan dengan kolaborasi kurikulum pelatihan berbasis kompetensi dan magang memberikan dampak yang baik bagi peserta pelatihan.
72
Fakultas Ekonomi UNY
Kebutuhan Pasar Kerja Upaya telah dilakukan untuk meningkatkan relevansi dan penyerapan lulusan dengan membangun kerjasama antara dunia usaha/industri dan penyedia pelatihan, terutama dengan BLK. Kerjasama ini berisi perbaikan kurikulum, pelaksanaan magang, pelatihan bersama dan sebagainya. Selain itu, kegiatan pelatihan hanya dapat diharapkan dari perusahaan dalam situasi keuntungan yang baik atau setidaknya cukup. Di satu sisi ini mengungkapkan risiko bahwa perubahan dalam keuntungan adalah penggerak siklus penting dari pasokan magang. Di sisi lain, menunjuk ke dampak yang kuat dari pertimbangan biaya. Ini bukan karena biaya bersih pelatihan magang (biaya pelatihan dikurangi nilai kontribusi produktif dengan magang) yang cukup tinggi. Hal ini terkait lebih ke alternatif yang lebih mudah dan lebih murah, yang memungkinkan meliputi keterampilan perlu dengan perekrutan lulusan pelatihan kerja. Dari biaya perspektif perusahaan, pelatihan magang akan murah, sebagai magang terutama mengambil beban biaya. Pengusaha mendapatkan manfaat ketika magang masih dipertahankan dalam perusahaan setelah pelatihan, sebagai keputusan perekrutan yang dilakukan selama pelatihan. Hal ini membantu untuk memenuhi keterampilan masa depan kebutuhan lebih tepat dan menghindari kekurangan keterampilan. Mengambil magang setelah pelatihan menghindari biaya pelatihan on-the-job untuk karyawan akan-akan direkrut secara eksternal dan sering solusi yang lebih murah. Dalam rangka mempertahankan magang dan dengan demikian memperpanjang periode membayar-off investasi pelatihan sangat penting untuk memberikan kesempatan karir di perusahaan (Vogler-Ludwig & Hogarth, 2012). Tabel 2. Komposisi tenaga kerja tahun 2013
No.
Lapangan Pekerjaan Utama
2
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
3
Industri
4
Listrik, Gas dan Air
5
Konstruksi
6
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi
7
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
1
9
Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan
10
Lainnya
8
Total
2013 Februari
Agustus
%
39,959,073
38,068,254
34.4
1,555,564
1,420,767
1.3
14,784,843
14,883,817
13.4
254,528
250,945
0.2
6,885,341
6,276,723
5.7
24,804,705
23,737,236
21.4
5,231,775
5,040,849
4.5
3,012,770
2,912,418
2.6
17,532,590
18,213,032
16.4
-
-
-
114,021,189 110,804,041
100.0
Sumber : SAKERNAS BPS 2013
73
Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Hubungan antara Pengembangan Keterampilan, Pendidikan, dan Ketenagakerjaan Generasi Muda
Dari Tabel 2 dapat digambarkan komposisi oleh tenaga kerja pada 2013. Pertanian, kehutanan dan perkebunan tempat kelas satu nasional untuk jumlah 34,4%. Kemudian diikuti dengan perdagangan dan ritel (24,4%), layanan (16,4) dan industri manufaktur (13,4). Tersedianya kesempatan kerja membuka peluang angkatan kerja dalam memenuhi permintaan pasar tenaga kerja yang kompeten. Dengan prediksi pertumbuhan ekonomi sekitar 6% akan menciptakan ratusan ribu kesempatan kerja. Program pelatihan BLK harus sesuai dengan calon sektor yang dapat menawarkan kesempatan kerja. Sekitar 80 program pelatihan yang telah disebutkan di bagian sebelumnya sudah disiapkan melawan kesempatan ini. Pada 2013, misalnya di BLK Surakarta, ada 125 perusahaan mengirim kesempatan kerja dari operator, teknisi sampai tingkat atasan. SIMPULAN Pelatihan vokasi adalah pelatihan bagi tenaga kerja untuk menyediakan pekerja terampil/profesional yang memiliki peran penting dalam industri. Kemitraan antara lembaga-lembaga pelatihan vokasi dan industri adalah suatu keharusan. Lembaga pelatihan vokasi tidak hanya dapat mengatur pembelajaran dengan pembelajaran berbasis sekolah, tetapi juga memiliki skema pembelajaran berbasis bekerja untuk mempersiapkan lulusan yang kompeten untuk memenuhi permintaan pasar kerja. Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk membuat perbandingan kurikulum dan evaluasi pelaksanaan kurikulum pelatihan berbasis magang untuk semua pelatihan vokasi di bawah kementerian tenaga kerja dan pelatihan vokasi di bawah pemerintah kabupaten. DAFTAR PUSTAKA BBLKI. (2013). Annually Reports. Surakarta: BBLKI Surakarta. Decree, M. o. (2012). Decree No 12, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Tahun 2012 - 2025. Hippach-Schneider, U., Krause, M., & Woll, C. (2007). Vocational Education and Training in Germany. Luxembourg: European Centre for the Development of Vocational Training. Hoeckel, K. (2010). Learning for Jobs OECD Reviews of Vocational Education and Training. Austria: Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD). Hung, H. X., Ratnata, I. W., Soysouvanh, B., & Jiping, W. (2013). Cooperative, regional development and implementation of new Curricula in Vocational Teacher Education – experiences and reflections. TVET @Asia(2), 1-15. Nordman, C. J., & Pasquier-Doumer, L. (2012). Vocational Education, On-the-Job Training and Labour Market Integration of Young Workers in Urban West Africa. Paris: UNESCO, EFA Global Monitoring Report: Youth, Skills and Work. Stern, B. (2003). Career and Workforce Development Trends: Implications for Michigan Higher Education White paper. Michigan: Ferris State University.
74
Fakultas Ekonomi UNY
Sudira, P. (2011). Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan dan Pelatihan Vokasi Menyongsong Skill Masa Depan. Bali: Pengembangan Kurikulum Politeknik Negri Bali . Sukardi, T. (2012). Peranan Bimbingan Kejuruan terhadap Pembentukan Karakter Kerja pada Pembelajaran Teknik Pemesinan. Yogyakarta: Fakultas Teknik UNY. Tessaring, M. (2009). Anticipation of Skill Requierements: European Activities and Approaches in International Handbook of Education forthe Changing World of Work, Bridging Academic and Vocational Learning. Germany: Springer Science+Business Media. Tessaring, M., & Wannan, J. (2004). Vocational Education and Training - Key to The Future. Luxembourg: European Center for the Development of Vocational Training. UNESCO-UNEVOC. (2014). TVET formal, non-formal and informal systems. Retrieved March 18, 2014, from http://www.unevoc.unesco.org/unevoc_events.xml Vogler-Ludwig, K., & Hogarth, T. (2012). International Approaches to the Development of Intermediate Level Skills and Apprenticeships. UK: UK Commission for Employment and Skills. Wagner, T. (2008). The Global Achievement Gap. New York: Basic Books. Wardiman, D. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: P. T. Jayakarta Agung Offset. Watters, J. J., & Christensen, C. (2013). Vocational Education in Science Technology, Engineering and Maths (STEM): Curriculum Innovation through Industry School Partnerships. ESERA 10th Conference of the European Science Education Research Association , 1-26. Windarto, C., & Sukiyo. (2014). Curriculum Integration of Vocational Training and Apprenticeship Based Training to Fulfill Competent Workforce Market. 3rd International Conference on Vocational Education and Training (ICVET 2014 Yogyakarta State University), 207 – 215.
75