ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA
LILLY APRILYA PREGIWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA
LILLY APRILYA PREGIWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Maret 2007
Lilly Aprilya Pregiwati NRP C551030224
ABSTRAK LILLY APRILYA PREGIWATI. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan IIN SOLIHIN.
Sumber daya manusia (SDM) memegang peran penting dalam mendukung suatu kebijakan yang akan diterbitkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Dalam bidang perikanan, khususnya industri perikanan tangkap, kompetensi SDM untuk awak kapal ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi yang terdiri atas sertifikat untuk bagian dek dan sertifikat untuk bagian mesin. Sertifikasi tersebut merupakan sertifikat standar awak kapal penangkap ikan sebagai implementasi mandat internasional dari IMO, FAO dan ILO. Karena dominasi kapal perikanan adalah 50 GT hingga 100 GT maka SDM dimaksud adalah SDM tingkat menengah yang akan berperan di kapal ukuran tersebut. Masalah yang berkembang saat ini adalah tingkat keseimbangan antara permintaan dan suplai SDM tingkat menengah berkaitan dengan berkembangnya secara pesat sekolah menengah yang meluluskan SDM tingkat menengah tersebut. Hipotesis dalam studi ini adalah tidak terdapat keseimbangan antara permintaan dan suplai terhadap SDM tingkat menengah. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi kondisi saat ini dari SDM tingkat menengah dan kapal penangkap ikan; 2) memproyeksikan kebutuhan kebutuhan SDM tingkat menengah; dan 3) merekomendasikan formulasi pengembangan SDM. Identifikasi kondisi saat ini dilaksanakan melalui survei. Proyeksi SDM dilakukan pertimbangan jumlah kapal, potensi, dan kajian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Rekomendasi pengembangan SDM disusun berdasarkan pada tahapan manajemen strategik. Hasil penelitian mencakup jumlah kapal penangkap ikan dan lulusan SDM tingkat menengah termasuk yang bersertifikat kompetensi. Proyeksi permintaan kurang lebih diketahui tidak seimbang dengan suplai. Kajian berdasarkan tahun 2000 hingga tahun 2004 menunjukkan bahwa kenaikan suplai SDM 350%, kenaikan SDM bersertifikat 330%, dan kenaikan kapal penangkap ikan 120%. Proyeksi SDM tahun 2010 sebesar 39.270 hinggga 57.018 dan hanya didukung suplai sebesar 4.480. Hal utama yang direkomendasikan adalah penyesuaian infrastruktur dan fasilitas lembaga pendidikan sesuai dengan standar. Kata kunci: kompetensi, SDM tingkat menengah, industri perikanan tangkap
ABSTRACT LILLY APRILYA PREGIWATI. Analysis On The Middle Operational Level Fisheries Manpower to Fulfill Demand on Fishing Industry in Indonesia. Supervised by SUGENG HARI WISUDO and IIN SOLIHIN
The condition of fisheries manpower makes important role on supporting policies for the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. Especially in fishing sector, the manpower competency is proved by issuing deck and engine certification of competency. The certificate is one of the fishing vessel personnel standard certificate which implemented the international mandate of IMO, FAO and ILO. The recent problem is how far demand of the manpower meets the supply, due to rapid development of vocational high school chiefly on producing middle level of fisheries manpower. The hypothesis is that demand and supply of middle fisheries manpower be inline and appropriate. The study is conducted to indicate middle fisheries manpower and fishing vessel at existing condition, to predict the need of manpower and to recommend strategic formulation for the manpower development. Existing condition of manpower and fishing vessel is conducted on the frame of survey. Projection of the manpower need was done by regression approach, and the recommendation for the manpower development is based on management strategic stages Result of study covered time series of supply of manpower and fishing vessel quantity. Demand projection for manpower seemed unbalance of the supply and recommendation has been proposed. The study pointed out during 2000 to 2004 that manpower supply, certified manpower and quantity of fishing vessel tended to increase as 350%, 330%, and 120%. Projection of manpower for 2010 as 39,270 to 57,018 supported by only the supply of 4,480. Main recommendation from the study is appropriate infrastructure and facilities as standardize to be provided. Keyword: competency, fisheries manpower, fishing industry
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA
LILLY APRILYA PREGIWATI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis
: Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia
Nama Mahasiswa : Lilly Aprilya Pregiwati NRP
: C551030224
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua
Iin Solihin, S.Pi, M.Si Anggota
Diketahui,
Program Studi Teknologi Kelautan Ketua,
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal ujian : 10 Maret 2007
Tanggal lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap
di Indonesia”. Selama penelitian dan
penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh kerenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada 1. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Iin. Solihin, S.Pi, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan. 2. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku tim penguji luar komisi atas koreksi serta masukan-masukan yang konstruktif untuk perbaikan tesis penulis 3. Dr. Suharyanto yang telah banyak membantu memberikan masukan dan pemikiran. 4. Dr Soen’an Hadi Poernomo, selaku Sekretaris Badan Pengembangan SDMKP yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan 5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan terutama kepada Irham Budiman atas kerjasama dan dukungan selama ini 6. Suamiku serta anak-anakku tercinta, Bima Adisetya Putra dan Vira Anggraini Ishmaningsih atas kasih sayang dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini 7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak kekurangan dan mungkin kesalahan baik secara substansi atau dalam hal penulisannya. Oleh karenanya, kritik dan saran sangatlah diharapkan dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Maret 2007 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 April 1968 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak R. Suhartono dan Ibu RA. Retno Sajekti. Pendidikan penulis dari SD hingga SMA ditempuh di DKI Jakarta. Setelah tamat dari SMU, penulis
diterima di Diploma
III Ahli Usaha
Perikanan (AUP) pada Program Studi Akuakultur, dan selesai pada tahun 1989. Pada tahun yang sama penulis mulai bekerja pada perusahaan tambak udang hingga tahun 1992. Pada tahun tersebut penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Diploma IV Sekolah Tinggi Perikanan, pada Program Studi Akuakultur dan selesai pada tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis mulai bekerja sebagai instruktur/ Dosen Sekolah Tinggi Perikanan sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 1998, sambil bekerja penulis melanjutkan pendidikan S1 di IPB, Program Studi Budidaya Perairan dan selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB. Mulai tahun 2001 hingga sekarang penulis bekerja pada bagian Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan di Departemen Kelautan dan Perikanan Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana IPB pada tanggal 10 Maret 2007 dengan judul tesis “Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia”
Menengah
Untuk
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
1
2
3
4
5
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah............................................ 1.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 1.5 Hasil dan Manfaat Penelitian........................................................ 1.6 Hipotesis
1 3 3 5 5 6
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SDM Perikanan Tangkap.............................................................. 2.2 Kapal Penangkap Ikan.................................................................. 2.3 Institusi Pendidikan Menengah Perikanan................................... 2.4 Perencanaan SDM........................................................................ 2.5 Motivasi Bekerja di Laut...............................................................
7 10 12 14 14
METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 3.2 Peralatan Pendukung................................................................... 3.3 Metode Pengumpulan Data.......................................................... 3.4 Analisis Data................................................................................. 3.4.1 Proyeksi kebutuhan SDM perikanan tingkat menengah untuk industri perikanan..................................... 3.4.2 Optimasi SDM perikanan tingkat menengah....................... 3.4.3 PerumusanProgram strategis pengembangan sumberdaya manusia perikanan tingkat menengah .......... PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.1 Pendidikan Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan........... 4.2 Jumlah dan Penyebaran Sekolah Pendidikan Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan................................................ 4.3 Standar Pengembangan Program Studi NPL dan TPL................ 4.3.1 Sarana dan prasarana......................................................... 4.3.2 Kurikulum dan tenaga pengajar........................................... 4.4 Proses Sertifikasi.......................................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Saat ini ....... 5.1.1 Jumlah lulusan..................................................................... 5.1.2 Jumlah lulusan bersertifikat kepelautan...............................
vi
16 16 16 19 20 22 23
27 28 31 32 33 34
37 37 39
5.2
5.3
5.4
5.1.3 Kebijakan pengembangan pendidikan menengah perikanan............................................................................. Daya Serap Lulusan pada Industri Perikanan Tangkap............... 5.2.1 Kondisi industri perikanan tangkap...................................... 5.2.2 Peluang pengembangan tenaga kerja pada industri penangkapan ikan.............................................................. 5.2.2.1 Tenaga kerja pada kapal penangkap ikan Indonesia................................................................ 5.2.2.2 Tenaga kerja pada kapal penangkap ikan di luar Negeri..................................................................... Proyeksi SDM Perikanan Tingkat Menengah............................... 5.3.1 Lulusan pendidikan menengah perikanan........................... 5.3.2 Kebutuhan tenaga kerja perikanan tangakp........................ 5.3.3 Kesenjangan kebutuhan dan jumlah lulusan....................... Strategi Pengembangan SDM Perikanan Tingkat Menengah...... 5.4.1 Identifikasi faktor-faktor strategis......................................... 5.4.2 Strategi pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah................................................................ 5.4.2.1 Strategi pengembangan infrastruktur...................... 5.4.2.2 Strategi peningkatan kualitas lembaga pendidikan Menengah perikanan............................................... 5.4.2.3 Strategi kebijakan sertifikasi.................................... 5.4.2.4 Strategi pengembangan kerjasama........................ 5.4.2.5 Strategi peraturan tenaga kerja.............................. 5.4.2.6 Strategi perijinan kapal penangkap ikan.................
6
41 43 43 47 51 52 53 53 54 56 57 57 61 61 62 64 65 67 67
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 68 6.2 Saran............................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 70 LAMPIRAN .................................................................................................... 73
vii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Peluang kerja pemegang sertifikat ANKAPIN TK II dan ATKAPIN Tk II....................................................................................
9
2 Jumlah kapal penangkap ikan menurut panjang, tahun 1996-2000...
11
3 Komposisi armada kapal penangkap iIkan di Indonesia.....................
12
4 Pembobotan tiap unsur SWOT...........................................................
24
5 Matriks hasil analisis SWOT...............................................................
25
6 Rangking alternatif strategi.................................................................
26
7 Sebaran jumlah lembaga pendidikan menengah perikanan (SMK/SUPM) yang mengembangkan program studi Nautika Perikanan Laut (NPL) dan program studi Teknika Perikanan Laut (TPL) per propinsi tahun 2005...........................................................
29
8 Lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan tangkap di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan profesi bersertifikat nasional dan internasional................................................................................
36
9 Jumlah total lulusan pendidikan menengah perikanan program studi NPL dan NPL pada 106 pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan (SMK dan SUPM) pada tahun 2001 sampai dengan 2004.........................................................................
37
10 Jumlah lulusan pendidikan menengah perikanan yang berijasah ANKAPIN Tk II dan ATKAPIN Tk II pada Tahun 2000-2005.............
40
11 Jumlah armada kapal penangkap ikan 30 GT ke atas pada tahun 1999 – 2004........................................................................................
44
12 Produksi perikanan laut (ton) menurut jenis alat tangkap yang dipergunakan pada armada skala besar periode tahun 1999-2004…
46
13 Perkiraan jumlah kebutuhan tenaga kerja berpendidikan menengah perikanan pada armada kapal penangkap ikan Tahun 1999-2004....
46
14 Peluang pengembangan usaha penangkapan dan kebutuhan tenaga kerja (awak kapal)................................................................
48
15 Kebutuhan TKI menurut kualifikasi keahlian/keterampilan................
49
16 Jenis jabatan yang diduduki TKA pada KII.........................................
49
viii
17 Standar rata-rata kebutuhan ABK menurut gross tonage dan jenis kapal/ alat tangkap.............................................................................
50
18 Posisi jabatan pada kapal penangkap ikan bagi tenaga kerja lulusan pendidikan menengah perikanan........................................... 19 Proyeksi jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan kelautan
51 54
dan perikanan sampai dengan tahun 2009....................................... 20 Proyeksi kebutuhan SDM dengan berbagai pendekatan...................
55
21 Matriks analisis faktor strategi internal (IFAS) pengembangan
57
tenaga teknis perikanan tingkat menengah........................................ 22 Matriks Analisis faktor strategi eksternal (EFAS) pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah........................................
58
23 Ringkasan analisis faktor strategis kunci............................................
58
24 Matrik hubungan antar faktor-faktor strategis.....................................
60
25 Matriks SWOT pengembangan tenaga teknis perikanan menengah
60
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka Pemikiran...........................................................................
4
2 Alur Penelitian.....................................................................................
18
3 Lokasi penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan serta SUPM program studi NPL di seluruh Indonesia.................................
30
4 Lokasi penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan serta SUPM program studi TPL di seluruh Indonesia..................................
31
5 Profil total lulusan pendidikan menengah kejuruan tahun 2001-2004 berdasarkan program studi NPL dan TPL..........................................
38
6 Grafik peningkatan jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan perikanan program studi NPL dan TPL tahun 2000 – 2004...............
38
7 Fluktuasi jumlah armada kapal penangkap ikan berdasarkan ukuran/ bobot kapal pada tahun 1999-2004.......................................
44
8 Hasil perhitungan EFAS dan IFAS dalam kuadran TOWS.................
59
x
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Jumlah Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Tahun 19992004 Program Studi NPL dan TPL....................................................
73
2 Jumlah Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Tahun 19992004 Program Studi NPL dan TPL (lanjutan)....................................
74
3 Jumlah Peserta Ujian ANKAPIN TK II dan ATKAPIN TK II Tahun 75
2000 - 2005 ........................................................................................ 4 Jumlah Peserta Lulus Ujian ANKAPIN TK II dan ATKAPIN TK II
76
Tahun 2000 - 2005 .............................................................. ............ 5 Sarana Pendidikan Menengah Perikanan..........................................
77
6 Sarana Pendidikan Menengah Perikanan (lanjutan)..........................
78
7 Proyeksi SDM berdasarkan berbagai pendekatan.............................
79
8 Kapal-Kapal Penangkap Ikan pada Beberapa Perusahaan...............
80
9 Kapal-Kapal Penangkap Ikan pada Beberapa Perusahaan (lanjutan)............................................................................................. 10 Kebutuhan Tenaga Kerja Kualifikasi Keahlian/ Keterampilan
81 82
Rumusan Ditjen Perikanan Tangkap Sampai dengan Tahun 2009 11 Himpunan Peraturan Kepelautan Perikanan......................................
xi
83
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor perikanan khususnya industri perikanan tangkap di Indonesia saat ini masih memiliki peluang untuk dikembangkan, mengingat potensi perikanan tangkap yang masih berpeluang. Potensi lestari sumber daya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton per tahun atau 7 persen dari total potensi lestari SDI laut dunia. Saat ini tingkat pemanfaatannya baru mencapai 4,4 juta ton. Oleh karenanya, masih ada peluang untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap di daerah yang SDI-nya masih belum dimanfaatkan optimal yakni di perairan pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali, NTB, dan NTT, sampai ke ZEEI di Samudra Hindia, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Laut Banda, dan ZEEI di Samudra Pasifik (Dahuri, 2005). Dampak dari kondisi tersebut adalah masih diperlukannya
kebutuhan sumber daya manusia perikanan untuk memenuhi
kebutuhan industri penangkapan ikan tersebut pada berbagai usaha perikanan tangkap Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta nasional perikanan baik PMDN dan PMA serta perusahaan perikanan dari luar negeri. Berkaitan dengan penyediaan tenaga kerja perikanan khususnya untuk tingkat menengah yaitu tenaga perikanan yang memiliki ijasah perikanan setingkat sekolah menengah, saat ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP) sebagai pihak yang mempunyai tugas
utama
memformulasikan
dan
menganalisis
pengembangan sumber daya manusia perikanan
kebijakan
program
di Indonesia membina 8
(delapan) Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia. SUPM merupakan sekolah menengah kejuruan di bidang perikanan dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun, setiap tahunnya SUPM meluluskan kurang lebih 600 orang tenaga perikanan tingkat menengah yang siap bekerja di kapal. Mengacu dari jumlah yang dihasilkan ini hanya dapat mengawaki 150 unit kapal penangkap ikan ukuran 88 GT- 353 GT yang berlayar di perairan Indonesia sebagaimana ketentuan Keputusan Menteri
No. KM
46/1996 tentang kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Selain sekolah menengah kejuruan perikanan yang dikelola oleh BPSDMKP yang berada di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan, tercatat terdapat
161 Sekolah Usaha Perikanan Menengah milik Daerah dan Swasta, serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan swasta yang terletak di berbagai lokasi di Indonesia yang mengembangkan bidang kelautan dan perikanan yaitu program keahlian Nautika Perikanan Laut (NPL) dan Teknika Perikanan Laut (TPL). Pembinaan SUPM dan SMK tersebut berada di bawah kewenangan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Setiap tahunnya diperkirakan sekolah-sekolah tersebut di tahun mendatang akan menghasilkan kurang lebih 3000 lulusan. Selain itu SMK dan SUPM sudah ada yang mengembangkan program keahlian NPL dan TPL, dengan maksud memperluas kesempatan belajar dengan kondisi yang minimal (sarana, prasarana dan dukungan dana). Untuk itu Depdiknas merencanakan dan segera akan merealisasikan pengembangan SMK Perbantuan/SMK Kecil yang juga membuka program keahlian yang sama. Pengertian SMK Kecil adalah SMK pembantu/cabang, yang dianjurkan untuk dibuka di daerah-daerah pesisir. Pada tahun 2004 ini Depdiknas menyediakan dana pengembangan SMK Kecil, di 280 Pemerintah Kabupaten/Kota, yang 20 SMK Kecil diantaranya adalah yang membuka program keahlian NPL dan TPL. Seiring dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan, yang dilanjutkan dengan disahkannya UU 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menonjolkan konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan dan mengarah pada pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah (sistem desentralisasi) maka pengelolaan pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Keadaan tersebut menyebabkan ijin mudah diberikan untuk pendirian sekolah. Cerahnya prospek kerja di bidang perikanan menimbulkan euforia bagi daerah sehingga
menyebabkan pengajuan pendirian sekolah
perikanan tingkat menengah sangat intensif. Jika tidak dilakukan pengendalian jumlah sekolah yang didasarkan atas kebutuhan optimal akan berdampak pada tidak terserapnya tenaga kerja yang dihasilkan oleh pasar kerja. Berdasarkan uraian di atas, dipandang perlu melakukan suatu penelitian tentang kebutuhan tenaga kerja perikanan tingkat menengah pada industri penangkapan ikan. Kajian kebutuhan tenaga kerja tersebut difokuskan pada jumlah sekolah menengah kejuruan perikanan, dan lulusan yang dihasilkannya serta program strategis pengembangan SDM tingkat menengah serta prospek 2
industri penangkapan ikan sampai 5 tahun mendatang. Melalui hasil kajian tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran kebutuhan tenaga kerja berpendidikan
menengah
kejuruan
perikanan
disesuaikan
dengan
perkembangan industri perikanan tangkap di Indonesia.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Salah satu pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah bahwa dengan banyaknya pendidikan menengah kejuruan yang diselenggarakan pada saat ini dikuatirkan akan menyebabkan lulusan sekolah kejuruan perikanan baik SUPM maupun SMK perikanan tangkap mempunyai berbagai kendala
dan
persaingan dalam mencari kerja. Besarnya peluang kerja bagi seorang siswa untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang diperebutkan dipengaruhi oleh jumlah lulusan di suatu wilayah yang bisa berbeda antar daerah yang disebabkan oleh banyak atau sedikitnya jumlah sekolah yang ada di daerah tersebut serta peluang industri perikanan tangkap khususnya yang berada pada lingkungan daerahnya yang akan menyerapnya. Mempertimbangkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam mengenai kebutuhan jumlah sekolah menengah kejuruan perikanan bagi industri perikanan dan pengembangannya, yang tentunya juga sangat dipengaruhi aturan serta kebijakan pemerintah daerah. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui jumlah lulusan yang dihasilkan oleh sekolah-sekolah apakah sudah mencukupi untuk memenuhi kompetensi dan kebutuhan industri penangkapan ikan yang berkembang di Indonesia, termasuk penyebaran sekolah serta
proyeksi
kebutuhan
tenaga
kerja
bagi
pengembangan
industri
penangkapan ikan sampai dengan 5 tahun mendatang.
1.3. Kerangka Pemikiran Sekolah Pendidikan Menengah Perikanan baik SUPM dan SMK seyogianya meluluskan sejumlah siswa yang mampu disalurkan atau bekerja sesuai dengan tingkatan kemampuan yang dimilikinya di pasar kerja. Banyaknya tenaga kerja perikanan tingkat menengah yang dibutuhkan pada industri perikanan tangkap tentunya akan dipenuhi oleh sejumlah sekolah menengah kejuruan
yang jumlah dan sistem pengelolaannya akan dipengaruhi oleh
aturan/ketetapan serta kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang selanjutnya akan diperoleh pula oleh strategi penyediaan tenaga kerja perikanan tangkap 3
tingkat menengah. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan seperti Gambar 1 :
Proyeksi Kebut uhanTenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah
Kondisi Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah saat ini
Masalah Supply
Demand Analisis
Industri Penangkapan Ikan
Peraturan/ Ketetapan Pusat dan Daerah
Sertifikasi/ Kompetensi Kepelautan Perikanan
Rekomendasi Strategi Pengembangan SDM Perikanan Tingkat Menengah
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kondisi tenaga kerja perikanan tingkat menengah masa datang diharapkan dapat diprediksi berdasarkan keadaan
tenaga kerja perikanan
tingkat menengah pada saat ini dengan berbagai pendekatan metode. Secara nyata kondisi yang paling berpengaruh adalah jumlah SDM yang dibutuhkan, namun harus juga ditunjang elemen lain dalam sistem SDM seperti aturan atau kebijakan, dampak desentralisasi dalam pengambilan keputusan (otonomi daerah), tingkat kompetensi lulusan yang harus sesuai dengan perkembangan industri, dan keberadaan investasi yang mendorong industri penangkapan ikan. Keempat hal inilah yang diasumsikan sebagai penunjang kunci keberhasilan pengembangan SDM perikanan tangkap. Selanjutnya analisis keempat faktor tersebut sebagai dasar analisis TOWS yang akan dituangkan dalam strategi pengembangan ataupun rekomendasi program strategis. Aturan/kebijakan yang dilaksanakan di lapangan dianalisis berdasarkan aturan/kebijakan normatif. Aturan/kebijakan tersebut berupa aturan lokal maupun internasional yang mendukung SDM perikanan, termasuk mengenai diklat.
Efek desentralisasi
menyangkut kebijakan pengembangan SDM di daerah baik yang tercermin 4
dalam UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah maupun aspek legal lain yang dikeluarkan
daerah
diidentifikasi
berkaitan
dengan
kebijakan
nasional.
Kompetensi lulusan diidentifikasi berdasarkan kemampuan (lulusan) dan permintaan (pengguna lulusan). Perkembangan investasi yang dicerminkan dengan industri penangkapan diidentifikasi perkembangannya berkaitan dengan kebutuhan SDM. Keterkaitan aspek tritunggal antara diklat, SDM, dan investasi diidentifikasi ketergantungannya. Terkait dengan perkembangan armada kapal ikan saat ini, penangkapan
yang
berlebihan
(overfishing))
pada
terjadinya
beberapa
daerah
penangkapan tentunya sangat berpengaruh terhadap fishing capacity di suatu wilayah. Penambahan unit penangkapan secara signifikan merupakan fenomena input yang berlebih pada kondisi daerah penangkapan yang sudah mulai berkurang. Sehingga penambahan unit penangkapan yang signifikan tidak akan memberikan
output
yang
memadai.
Keadaan
tersebut
tentunya
akan
mempengaruhi hasil tangkap per upaya (CPUE) yang diduga telah cenderung menurun dengan meningkatnya upaya/jumlah unit penangkapan, dan akhirnya pemanfaatan palka ikan terpasangnya juga turun. Secara nyata bertambahnya unit penangkapan memerlukan penambahan SDM namun dengan beban individu SDM di kapal yang diduga semakin berkurang dalam arti produktivitas.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : • Menghitung jumlah tenaga kerja menengah perikanan tangkap saat ini yang bekerja di kapal dan jumlah kapal penangkap ikan. • Memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja perikanan tingkat menengah untuk industri penangkapan ikan sampai dengan 5 tahun mendatang • Merumuskan
program
strategis
pengembangan
sumberdaya
manusia
perikanan tingkat menengah
1.5 Hasil dan Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini adalah diperolehnya identifikasi, proyeksi dan perumusan kebutuhan tenaga kerja kepelautan perikanan tingkat menengah untuk memenuhi kesempatan bekerja pada kapal perikanan skala industri baik di 5
beroperasi di perairan Indonesia maupun yang beroperasi di perairan di luar wilayah Indonesia. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi masukan
dalam
pengembangan lembaga pendidikan penghasil tenaga – tenaga teknis tersebut Manfaat dari hasil penelitian ini dapat menjadi acuan pertimbangan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam rangka pengelolaan sekolah perikanan menengah yang optimal, selaras dengan pengembangan dan rencana investasi industri penangkapan ikan. Implementasi dari kegiatan ini adalah adanya pengaturan tentang pengembangan sekolah menengah kejuruan perikanan yang ada di suatu daerah dengan mempertimbangkan daya serap tenaga kerja yang ada.
1.6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah
Tidak terdapat keseimbangan antara permintaan dan suplai terhadap SDM perikanan tingkat menengah
Kebutuhan SDM perikanan tingkat menengah pada industri perikanan tangkap tidak linier dengan penambahan jumlah kapal
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SDM Perikanan Tangkap Tenaga kerja adalah sumber daya manusia (SDM) yang memiliki potensi, kemampuan, berpribadi, dan berperan dalam pembangunan sehingga berhasil guna bagi diri dan masyarakat.
Terkait dengan hal ini, aspek yang terkandung
dalam SDM adalah aspek potensial, aspek profesional, aspek fungsional, aspek operasional, aspek personal, dan aspek produktivitas. Perhatian khusus banyak diberikan kepada pengembangan SDM karena adanya kesadaran bahwa indikator kemajuan negara banyak dipengaruhi oleh kualitas SDM. Tujuan pengembangan SDM di tingkat nasional bertujuan untuk mengintegrasikan SDM kedalam pembangunan sehingga terjadi pengunaan SDM yang rasional dan efektif (Barthos, 2002).
Efektif dalam arti pemilihan profesi dengan benar.
Kesadaran ini juga terkait dengan peran institusi yang tidak hanya sebagai organiser namun berperan sebagai think tank pengembangan SDM. Salah satu strategi ini adalah melalui pengembangan pendidikan yang mampu menghadapi tuntutan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan selanjutnya ditunjang dengan proses politik serta sekaligus akan mendukung knowledge-based economy. Di sisi lain efek desentralisasi dalam otonomi daerah diharapkan dapat memproses pengembangan ini lebih tajam sesuai dengan sumber daya, peluang, dan kebutuhan masing-masing daerah. Pengembangan
SDM tidak sekedar formalitas sertifikasi namun lebih
pada penilaian kebutuhan yang diinginkan. Kebutuhan dan penetapan tujuan sebagai fase penilaian dilaksanakan sebelum implementasi program dan evaluasi. Tujuan ini terkait erat dengan kinerja dan standar yang dituntut, serta lingkungan kerja. Konsep pengembangan ini tentunya mengarah sebagaimana dikehendaki secara internasional yakni peningkatan skill, knowledge, dan ability yang lebih dikenal sebagai competency-based.
Apalagi dengan berbagai
persaingan dan mobilisasi SDM dan kemajuan teknologi. Makna skill termasuk mencakup selain fisik, seperti mental, bahkan kemampuan sosial individu. Secara tidak langsung konsep ini akan menepis kekurangan kapabilitas SDM pada umumnya seperti rendahnya penguasaan keahlian spesifik, wawasan yang tidak adaptif, dan kurangnya tingkat kemampuan mengatasi masalah (Irianto, 2001)
Potensi sumberdaya ikan dan sumber daya manusian akan memberi arti jika diikuti dengan teknologi pasar, dan profesionalisme sumber daya manusia sehingga menciptakan hubungan ekonomi. Hal terkait yang penting dengan profesionalisme adalah program pendidikan dan pelatihan semasa menempuh sertifikasi. Sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan terdiri dari dua, yaitu Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN, sebelumnya disebut MPL/ Mualim Perikanan Laut) dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN, sebelumnya disebut AMKPL/ Ahli Mesin Kapal Perikanan Laut). ANKAPIN dan ATKAPIN tingkat I diujikan pada lulusan institusi pendidikan setingkat Sekolah Tinggi atau Akademi, dan untuk tingkat II diujikan pada lulusan Sekolah Usaha Perikanan Menengah atau setingkat. Data panitia Ujian Pelaut Kapal Penangkap Ikan (PUPKPI) menunjukkan bahwa, rata-rata lulusan ANKAPIN dan ATKAPIN tingkat I per tahun adalah 90 orang dari 2 institusi, sedangkan untuk tingkat II sebanyak 540 orang dari 13 institusi. Ujian keahlian ini didasarkan pada SK Dirjen Perla DL 22/1/9-2000 tentang Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan. AN/ATKAPIN tingkat I dapat menjabat Nakhoda/Kepala Kamar Mesin Penangkap Ikan dengan ukuran >88 GT untuk daerah pelayaran seluruh lautan, sementara untuk tingkat II dengan jabatan yang sama pada kapal penangkap ikan di daerah pelayaran seluruh Indonesia. Ketentuan ini sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM 46/1996. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan merupakan salah satu indikator bagi industri perikanan tangkap dalam memilih awak kapal yang sesuai dengan kebutuhan (Dephub, 1996). Pengawakan kapal perikanan telah dirumuskan dalam sinkronisasi UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No 21 tahun 1992 tentang Pelayaran (DKP, 2006) sebagai berikut:
keselamatan pelayaran khususnya di dalam
kegiatan operasi penangkapan ikan merupakan hal terpenting untuk menjamin keberhasilan penangkapan ikan. Untuk itu diperlukan awak kapal yang cakap dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan tugas di atas kapal. Berkaitan
dengan
hal
tersebut,
secara
internasional
pengaturan
pengawakan kapal penangkap ikan yang dianggap spesifik sesuai dengan pekerjaannya diatur dalam konvensi Standard of Training, Certification and Wachkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F) 1995. Tujuan konvensi ini mengenalkan keselamatan dan hal penting lainnya 8
serta perlindungan
lingkungan laut dengan persetujuan standar internasional melalui pelatihan, sertifikasi dan tugas jaga bagi pelaut kapal penangkap ikan pada kapal penangkap ikan dengan panjang 24 meter atau lebih. Awak kapal adalah orang yang bekerja di kapal atau dipekerjakan di kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam Buku Sijil (IMO, 1995) Studi DKP (2003) menunjukkan bahwa dari sampel 42 kapal penangkap ikan yang tersebar di Pekalongan, Bitung, Belawan, Fak Fak, Kendari dan Sorong diketahui bahwa 18 orang bersertifikat yakni 10 orang ANKAPIN TK II dan 8 orang ATKAPIN II. Ini mengindikasikan bahwa diasumsikan setiap kapal terdapat 3 orang tenaga perikanan menengah yang bersertifikat. Jika dalam satu kapal terdapat 15 awak kapal, berarti baru 20 % yang bersertifikat kepelautan dan perikanan. Tabel 1 Peluang kerja pemegang sertifikat ANKAPIN-II dan ATKAPIN-II Jenis Sertifikat ANKAPIN Tingkat II
ATKAPIN Tingkat II
Pembatasan Jabatan
Persyaratan
MUALIM I
UKURAN KAPAL 12 m - < 24 m
DAERAH PELAYARAN Perairan Indonesia tidak termasuk ZEEI
NAKHODA
12 m - < 24 m
Perairan Indonesia tidak termasuk ZEEI
Mualim I sekurang-kurangnya 24 bulan di kapal penangkap ikan yang panjangnya tidak kurang dari 12 m, dan dari 24 bulan dimaksud diperbolehkan berlayar sebagai perwira di kapal niaga selama 12 bulan
MUALIM II
24 m
Perairan Indonesia tidak termasuk ZEEI
Mualim II pada kapal semua ukuran di daerah pelayaran Indonesia tidak termasuk ZEEI setelah berpengalaman berlayar 12 bulan dan dari 12 bulan dimaksud diperbolehkan berlayar sebagai perwira di kapal niaga selama 6 bulan
MASINIS II
100 Kw - <300 KW
-
KKM
100 kW - < 300 kW
-
Berpengalaman berlayar sebagai Masinis II sekurang-kurangnya 24 bulan pada kapal penangkap ikan yang menggunakan mesin penggerak utama tidak kurang darii 100 kW
MASINIS III
300 Kw
-
Berpengalaman berlayar 12 bulan sebagai Masinis II pada kapal penangkap ikan yang menggunakan mesin penggerak utama tidak kurang dari 100 kW
Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan KMNo. 9/Tahun 2005
9
Menilik jumlah kapal penangkap ikan tahun 2000 dengan ukuran > 50 GT sebanyak 2196 unit dan dengan rata-rata kenaikan tahunan sebesar 21% dalam kurun waktu 1996-2000 (DKP, 2002), maka jumlah lulusan bersertifikat yang direncanakan dihasilkan
pada tahun 2006 sampai dengan 3000 orang akan
memiliki peluang yang tidak terlalu besar untuk mengawaki kapal penangkap ikan. Peluang yang memungkinkan bagi tenaga kerja menengah yang memiliki sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan II (ANKAPIN-II) untuk bekerja pada kapal penangkapan ikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
2.2 Kapal Penangkap Ikan Kegiatan
perikanan tangkap telah dimulai sejak dahulu kala ketika
manusia memanfaatkan laut maupun perairan umum sebagai sumber bahan pangan melalui kegiatan penangkapan ikan yang bersifat subsisten atau komersil. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, maka kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan semakin berkembang pesat menjadi suatu kegiatan ekonomi penting yang melibatkan tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat maupun devisa bagi suatu Negara (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005) Kegiatan perikanan tangkap di Indonesia dikatagorikan di dalam dua kelompok besar, yakni perikanan komersil dengan investasi rendah hingga sedang dan perikanan komersil dengan investasi tinggi atau dapat disebut dengan perikanan industri (industrial fishery). Perbedaan dua kelompok tersebut terletak pada armada perikanan tangkap yang digunakan. Perikanan komersil dengan investasi rendah hingga sedang dicirikan oleh penggunaan armada kapal motor 2-30 Gross Tonnage (GT). Nilai investasi yang ditanamkan pada kegiatan ini tergolong kecil hingga sedang dengan alat tangkap yang digunakan juga sangat bervariasi. Daerah operasi penangkapan ikan umumnya terkonsentrasi di perairan pantai pada jalur penangkapan 0,3 – 12 mil. Sedangkan perikanan industri dicirikan menggunakan armada kapal penangkapan ikan berukuran lebih besar dari 30 GT dengan alat tangkap yang relatif besar dan dilengkapi pula dengan alat bantu penangkapan ikan mekanis maupun elektronik. Daerah operasi penangkapan ikan umumnya dilakukan dijalur penangkapan di atas 12 mil hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil. Kegiatan perikanan tangkap di Indonesia sebagian besar atau sekitar 80% lebih masih dilakukan oleh nelayan tradisional menggunakan armada berukuran kurang dari 30 GT. Sedangkan 10
hanya
kurang
dari
5%
merupakan
usaha
industri
penangkapan
ikan
menggunakan armada penangkapan berukuran 30-200 GT (Ditjen Perikanan Tangkap,2005). Menurut
Ditjen
Perikanan
Tangkap
(2005)
penyebaran
armada
penangkapan untuk industri penangkapan ikan dengan armada berukuran di atas 30 GT hampir dijumpai di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP), kecuali WPP 2 (Laut Cina Selatan) dan WPP 4 (Selat Makassar dan Laut Flores) dan WPP 1 (Selat Malaka) dengan jumlah armada terbatas. Baik di WPP2 maupun WPP 4 hanya dijumpai kapal ikan berukuran 30-50 GT, sedangkan WPP 1 selain armada berukuran 30-50 GT juga dijumpai armada berukuran 50-100 GT. Wilayah dengan penyebaran armada berukuran besar (di atas 100 GT) dengan jumlah yang banyak adalah di WPP 3 (Laut Jawa), WPP 6 (Laut Seram dan Teluk Tomini) dan WPP 7 (Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik). Sampai saat ini di Indonesia jumlah kapal penangkap ikan katagori kapal motor didominasi kapal Penangkap Ikan ukuran < 30 GT karena kapal penangkap ikan ukuran 30-50 GT hanya 0,3 % atau 1543 unit dan yang berukuran > 50 GT sebesar 0,5% atau 2196 unit (DKP, 2002). Secara umum terjadi kenaikan jumlah tahunan, persentase rataan kenaikan terbesar pada kapal penangkapan ikan ukuran > 200 GT yakni sebesar 48,5 % dalam kurun waktu 1996-2000. Sebaran utama kapal ukuran > 50 GT adalah perairan daerah Maluku-Irian Jaya, Utara Jawa dan Bali-Nusa Tenggara. Kapal penangkapan ikan yang berpeluang beroperasi di laut lepas adalah kapal berukuran panjang > 24 m atau berjumlah sekitar 1500 unit atau 1,7 % dari total unit kapal penangkapan ikan pada tahun 2000, namun jika mengacu daerah penangkapan ikan, hal ini berkaitan dengan jenis alat tangkap yakni jenis rawai tuna yang umum beroperasi di laut lepas. Jumlah rawai tuna pada tahun 2000 sebesar 2870 unit (DKP, 2000). Tabel 2 Jumlah kapal penangkap ikan menurut panjang, tahun 1996-2000 Ukuran Panjang (m) < 12
1996
1997
1998
1999
2000
64.713
72.841
79.921
83.410
90.956
12 - <24
4.047
4.425
6.038
5.578
5.195
> 24
1.131
897
1.128
1.382
1.518
(Sumber DKP,2002, diolah)
11
Berdasarkan statistik tahun 2002 pada beberapa lokasi yang merupakan basis kapal penangkapan ikan menunjukkan bahwa jumlah kapal perikanan > 50 GT di Sulawesi Utara sebanyak 112 unit, di Benoa jumlah kapal perikanan dengan bobot yang sama berjumlah 463 unit, Jakarta 214 unit dan 157 unit kapal perikanan yang berukuran > 30 GT di Belawan. Sedangkan Pola penyebaran secara lebih jelas komposisi armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan Indonesia seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi armada kapal penangkap iIkan di Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Bobot Kapal Kapal Motor < 5 GT Kapal Motor 5 – 10 GT Kapal Motor 10 – 20 GT Kapal Motor 20 – 30 GT Kapal Motor 20 – 50 GT Kapal Motor 50 – 100 GT Kapal Motor 100 – 200 GT Kapal Motor > 200 GT
% 68 20 6 3 2 1 1 0
2.3 Institusi Pendidikan Menengah Perikanan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK atau SUPM) merupakan salah satu lembaga penyelenggaraan diklat kejuruan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil, terdidik, dan professional serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Mendiknas, 2001). Berbeda dengan Sekolah Menengah Umum, lulusan dari Sekolah Menengah Jurusan selain mendapat tanda lulus, juga akan mendapat sertifikat kompetensi yang merupakan pengakuan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi dalam bidang keahlian tertentu melalui uji kompetensi. Selain itu, uji kompetensi juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesesuaian materi pendidikan dan pelatihan sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan pekerjaan tertentu. Sertifikasi yang juga diberikan kepada lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan, yaitu sertifikasi profesi. Sertifikasi ini merupakan upaya untuk memperoleh pengakuan dunia kerja bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi keahlian pada bidang profesi (keahlian) tertentu sesuai dengan persyaratan yang berlaku pada bidang profesi yang terkait (IMO, 1995). 12
Diklat kejuruan di Indonesia selama ini ditangani oleh banyak pihak. Dibidang perikanan, pada jalur formal tingkat pendidikan menengah terdapat Sekolah Menengah Kejuruan yang dibina oleh Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu ada sekolah kedinasan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) yang dibina Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai Departemen teknis sektor terkait (Dikmenjur, 2002). Sekolah pendidikan perikanan setingkat menengah umum telah dimulai dengan didirikan sekolah pendidikan pertanian (SPP) jurusan perikanan pada tahun 1970 di Tegal, yang pembinaannya pada saat itu dibawah Departemen Pertanian. Sekolah tersebut terus berkembang di beberapa wilayah daerah lainnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada para pemuda pada suatu wilayah tertentu untuk melanjutkan sekolah pada pendidikan kejuruan perikanan. Dalam perjalanannya sekolah pendidikan perikanan tersebut mengalami beberapa kali perubahan nama. Pembinaan sekolah-sekolah tersebut masih terus dilakukan oleh Departemen Pertanian, sampai dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000. Pada tahun tersebut
pembinaan 8 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Perikanan yang
terletak di Ladong, Pariaman, Kota Agung, Tegal, Pontianak, Bone, Ambon dan Sorong dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP, 2005). Untuk pendidikan menengah kejuruan perikanan yang dibina oleh Ditjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional perkembangannya diawali dengan dikeluarkannya Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Perhubungan Nomor 7/U/S/SKB/1999 dan Nomor KM-83 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kepelautan dan Sertifikatnya di Sekolah Menengah Kejuruan dan Pendidikan Tinggi. Sejalan dengan kemajuan industri perikanan tangkap yang memberikan peluang lapangan kerja bagi lulusan pendidikan perikanan, yang ditunjang dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan maka Departemen Pendidikan Nasional memberikan peluang kepada sekolah menengah kejuruan kepelautan untuk beralih atau membuka program studi Nautika Perikanan Laut dan Teknika Perikanan Laut. Pada tahun
2003 Ditjen Dikdasmen, Depdiknas secara terbuka memberikan
peluang kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan di wilayahnya masing-masing melalui suatu pedoman pengembangan SMK bidang perikanan. Untuk menunjang pengembangan pendidikan menengah perikanan tersebut, Departemen Pendidikan Nasional juga 13
menyediakan
block grant
Saat ini
terdapat 161 pendidikan perikanan
menengah yang terdiri Sekolah Usaha Perikanan Menengah Daerah/Swasta dan
Sekolah Menengah Kejuruan
Negeri,
di seluruh Indonesia.
(Dikdasmen, 2002)
2.4 Perencanaan SDM Terdapat beberapa pengertian tentang perencanaan SDM, diantaranya menyatakan perencanaan merupakan suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan tenaga kerja untuk suatu periode tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas dengan cara tertentu (Umar, 2003). Ditambahkan melalui perencanan dimaksudkan agar perusahaan dapat terhindar dari kelangkaan sumber daya manusia pada saat dibutuhkan maupun kelebihan SDM pada saat kurang dibutuhkan. Perencanaan merupakan unsur penting dalam mengembangkan stratejik dan keunggulan bersaing suatu organisasi (Purnama, 2000). Nawawi (2001) menyebutkan karena perencanaan SDM menyangkut prediksi kebutuhan SDM di masa datang maka tujuan khususnya terkait pula dengan waktu yang terdiri dari tujuan perencanaan jangka pendek dan tujuan perencanaan jangka sedang/panjang. Perencanaan SDM mengacu beberapa pendekatan seperti pendekatan perencanaan dari atas ke bawah yang artinya kebutuhan direncanakan secara keseluruhan
dari
kebutuhan.
Perencanaan
dari
bawah
ke
atas
yang
mendasarkan pada kebutuhan gugus kecil dan selanjutnya diproyeksikan pada kebutuhan total, dan peramalan yang diarahkan untuk mendayagunakan SDM yang ada dengan berbagai konsekuensi hak dan kewajiban. Untuk menentukan suatu proses perencanaan terdapat beberapa model yang dapat dipergunakan diantaranya dengan model peramalan (Umar, 2003). 2.5 Motivasi Bekerja di Laut Menurut kamus bahasa Indonesia modern Muhammad Ali, motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang pokok yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja. Motivasi orang untuk bekerja bermacam-macam Arep dan Tanjung (2003). Demikian halnya dengan tenaga kerja yang bekerja di laut. Memutuskan untuk bekerja di laut tentunya bukan hal mudah karena memerlukan berbagai pertimbangkan. Disamping diperlukan kompetensi sebagai anak buah kapal ikan, juga dibutuhkan fisik dan jasmani yang baik serta mental dan kepribadian yang 14
kuat karena dalam kurun waktu yang lama harus berada di laut. Kegiatan penangkapan ikan pada kapal-kapal penangkapan ikan yang masuk dalam skala industri membutuhkan waktu operasional penangkapan ikan minimal 1 bulan berada di laut. Untuk itu diperlukan motivasi yang sangat kuat bagi seseorang untuk bekerja di laut, sehingga masa kerja karyawan menjadi panjang, kinerjanya menjadi semakin baik dalam menunjang kesuksesan bagi perusahaan. Tenaga kerja menengah berkontribusi sebesar lebih dari 25% (ANKAPIN TK II) dan lebih dari 22% untuk ATKAPIN II dari total tenaga kerja pada kapal yang berukuran antara 24 m hingga 72 m. Untuk kapal dengan ukuran kurang dari 24 m porsi tersebut lebih besar. Hal ini berarti dalam satu kapal dengan 12 awak kapal, tiga orang lebih adalah tenaga menengah. Menurut Maslows jika kebutuhan seseorang sudah terpenuhi maka akan termotivasi untuk bekerja. Ditambahkan terdapat lima hirarki kebutuhan manusia kebutuhan
yaitu akan
kebutuhan
fisiologi,
kebersamaan/sosial,
kebutuhan
keamanan/perlindungan,
kebutuhan
penghormatan
dan
penghargaan serta kebutuhan aktualisasi diri. Jadi, hal pertama yang harus dipenuhi dulu adalah kebutuhan fisik. Apabila kebutuhan fisik telah terpenuhi, maka kebutuhan yang berikutnya adalah kebutuhan keamanan. Demikian seterusnya sampai pada kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan aktulisasi diri. Berdasarkan kebutuhan tersebut yang sangat didambakan oleh setiap individu, maka seorang pimpinan SDM sangat perlu mempelajari secara seksama tentang tingkat-tingkat kebutuhan bagi bawahannya (Umar, 2003). SDM perikanan menengah sejak dari sekolah menengah (SUPM, SMK) sudah menyadari untuk disiapkan dan diarahkan untuk bekerja di laut dengan berbagai kegiatan yang mendasari kompetensinya. Secara umum 80% lebih lulusan langsung bekerja di kapal perikanan. Selanjutnya berbagai aspek berpengaruh terhadap motivasi untuk bertahan bekerja di laut seperti aspek pendapatan, aspek manajemen kapal dan lainnya (Dikmenjur, 2002).
15
3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan April sampai dengan Oktober 2005 mencakup di 25 propinsi di seluruh Indonesia. Propinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Selatan, Maluku, Papua.
Pemilihan lokasi
didasarkan pertimbangan bahwa daerah-daerah tersebut merupakan sentra industri perikanan tangkap, banyak terdapat kapal penangkap ikan yang memperkerjakan tenaga kerja perikanan dan merupakan wilayah yang memiliki sekolah menengah perikanan.
3.2 Peralatan Pendukung Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang utama adalah dokumen dan lembar kuesioner. Dokumen berupa terbitan terkait dengan data dan informasi tentang unit penangkapan ikan, jumlah sekolah kejuruan pendidikan menengah perikanan, jumlah lulusan, jumlah lulusan bersertifikat kepelautan perikanan.
Kuesioner terkait dengan data dan informasi industri perikanan
tangkap, awak kapal perikanan, dan institusi terkait. Sedangkan alat yang digunakan diantaranya adalah kamera dan peralatan tulis menulis.
3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan format survei menggunakan kuesioner langsung atau wawancara tatap muka dengan responden. Unit analisa adalah individu. Tahapan pelaksanaan survei ini adalah perumusan masalah, penentuan sampel dan pembuatan kuesioner, kegiatan di lokasi penelitian, pengolahan dan analisis data. Informasi terkait diperoleh melalui studi dokumen dari publikasi kebijakan, publikasi statistika perikanan tangkap baik nasional maupun tingkat propinsi, konsultasi publik dengan pemilik perusahaan, pimpinan
sekolah menengah pendidikan perikanan, awak kapal dan penentu kebijakan pada tingkat pemerintah daerah, serta nara sumber yang berpengalaman dalam bidang pendidikan dan pelatihan kelautan dan perikanan. Dalam kegiatan ini faktor yang berinteraksi dan memungkinkan mempengaruhi informasi yang diperoleh adalah pewawancara, responden, topik, dan situasi wawancara. Responden harus mencerminkan populasi karena kesimpulan yang diangkat dari sampel merupakan kesimpulan populasi. Populasi disini adalah unit observasi yang karakteristiknya akan diduga.
Penentuan sampel agar
efisien dalam pelaksanaan dan hasilnya efektif didasarkan pada informasi awal tentang keadaan populasi berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan sebagaimana disebut diatas mengacu pada purposive sampling yang termasuk dalam sampling non peluang. Penentuan ini terkait dengan tujuan studi dan keputusan peneliti (judgmental sampling). Disisi lain penarik sampel adalah individu kompeten tentang obyek penelitian sebagaimana penarikan sampel otoritas (Steel dan Torrie, 1993). Jumlah sekolah yang menjadi responden sebanyak 91 Kepala Sekolah SUPM/ SMK, dengan tersebar di 25 propinsi di seluruh lokasi penelitian. Jumlah perusahaan sebanyak 25 perusahaan yang tersebar pada sentra-sentra penangkapan ikan di Indonesia, seperti Jakarta, Belawan, Pekalongan, Bitung, Maluku, Sorong Disamping itu responden dari awak kapal kapal pada industri perikanan tangkap sebanyak 250 orang yang bekerja pada perusahan perikanan responden. Dalam konsultasi publik beberapa nara sumber ditemui yakni dari industri perikanan, unsur pimpinan sekolah perikanan menengah, institusi pelaksana ujiankeahlian pelaut kapal penangkap ikan dan institusi terkait di lingkup Badan Pengembangan SDM-KP. Selanjutnya kegiatan brain storming dilaksanakan berkaitan dengan penentuan terbobote dan bobot TOWS yang dilaksanakan di institusi Badan SDM-KP dengan melibatkan personil dalam semua bidang terkait di institusi tersebut. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali, kali pertama adalah sebagai pengantar dengan mendiskusikan uraian TOWS yang telah disiapkan dan pertemuan kedua melakukan penilaian terhadap uraian TOWS yang telah disepakati. Data dan informasi dimaksud berupa jumlah sekolah dan status, jumlah lulusan dan jumlah lulusan bersertifikat kompetensi, jumlah kapal penangkap ikan, jumlah awak kapal, produksi hasil tangkapan, kualifikasi awak kapal ikan, 17
dan sertifikasi. Jenis pertanyaan kuesioner adalah pertanyaan tertutup yakni dengan jawaban tertentu dan responden tidak berkesempatan memberi jawaban lain. Pertanyaan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian. Isi pertanyaan mencakup jenis dan kedalaman informasi. Data pendukung diperoleh melalui instansi/lembaga terkait seperti Badan Pusat Statistik, Departemen Perindustrian, Depnakertrans, Ditjen Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan dan Perikanan, Pusat Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan dan Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Pemasaran (PK2P). Data tersebut antara lain perkembangan jumlah lulusan sekolah menengah perikanan, keberadaan sekolah perikanan tingkat menengah, jumlah industri perikanan dan perkembangannya serta kemungkinan pendirian industri baru. Analisis data dilaksanakan antara lain untuk menyederhanakan data dan informasi dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data dan informasi diatas digunakan untuk mengidentifikasi jumlah tenaga kerja menengah perikanan, dan memproyeksikan kebutuhan tenaga tersebut dalam 5 tahun kedepan. Pendekatan untuk proyeksi SDM digunakan pendekatan berdasarkan jumlah kapal, pendekatan estimasi potensi, dan pendekatan berdasarkan kajian aspek SDM yang telah dilakukan sebelumnya oleh Pusat Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (Pusbang SDMKP). publik
Data dan informasi konsultasi
dianalisis guna memperoleh rumusan strategis berdasarkan analisis
TOWS (Rangkuti, 1999).
Alur penelitian yang dilakukan sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 2. STUDI DOKUMEN
• publikasi kebijakan • publikasi statistik perikanan tangkap nasional dan prov.
•Sekretariat PUKP KAPIN
SURVEI
•Perumusan masalah •Penentuan sampel •Penyusunan kuesioner (Jumlah sekolah, status, jumlah kapal, prod. hsl, kualif.awak kpl, sertifikasi) •Keg.di lokasi penelitian •Pengolahan dan analisis data
Analisis EKSISTING PROYEKSI
Rekomendasi Strategi Pengembangan SDM Menengah Perikanan
Gambar 2 Alur penelitian 18
KONSULTASI PUBLIK Wawancara • Pemilik Perusahaan • Awak Kapal • Pimpinan Sekolah • Pemerintah Daerah • Nara Sumber Diknas dan DKP
Data dan informasi ini selanjutnya dipakai untuk merumuskan strategik manajemen guna memperoleh rekomendasi kebijakan melalui tahapan input, matching dan decision (Umar, 2005). Strategi adalah suatu proses penentuan rencana yang berfokus pada tujuan jangka panjang, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Strategi ditentukan melalui tiga tahapan, tahap 1 disebut input stage, tahap 2 disebut matching stage dan tahap 3 disebut decision stage. Tahap 1 menyimpulkan informasi dasar untuk merumuskan strategi melalui external factor evaluation dan internal factor evaluation. Tahap 2 merupakan pembangkitan strategi alternatif melalui penggabungan external factors dan internal factors. Tahapan ini dapat dilaksanakan
dengan TOWS Matrix. Tahap 3 menggunakan informasi input
tahap 1 dan strategi alternatif tahap 2 untuk membuat quantitative strategic planning matrix. Visualisasi data disajikan dengan tabel dan diagram. Hubungan variabel mengacu pada beberapa pendekatan dan kecenderungan hubungan, korelasi logis seperti
dan
linier, polinom dan dugaan persamaan yang dihitung
menggunakan perangkat SPSS.
Pendekatan kecenderungan hubungan
memakai acuan nilai cakupan determinasi yang lebih baik. 3.4 Analisis Data Rataan digunakan untuk memberi gambaran kecenderungan pemusatan yang umumnya memunyai kecenderungan di tengah-tengah dalam suatu kelompok data.
Rataan dalam penelitian ini adalah rataan hitung (mean).
Standar deviasi atau simpangan baku digunakan untuk mengukur rata-rata jarak atau selisih masing-masing nilai individu dari suatu data terhadap rata-ratanya. Secara umum, data (Xi) digambarkan dengan rataan (X’) dan standar deviasi (s’) dengan formulasi sebagai berikut Rataan (X’) diformulasikan sebagai berikut n X’ = Σ Xi /n i dengan standar deviasi (s’) s’ =
V {Σ Xi
2
– (Σ Xi )2 / n } / n-1 19
3.4.1
Proyeksi Kebutuhan SDM Perikanan Tingkat Menengah untuk Industri Perikanan Proyeksi kebutuhan tenaga kerja untuk jangka panjang sangat dibutuhkan
dalam menentukan strategi penyiapan tenaga kerja yang siap pakai. Industri perikanan yang diidentifikasi sebagai pengguna tenaga perikanan tingkat menengah berbasis pada usaha penangkapan, maupun permesinan. Pemanfaatan SDM memerlukan pertimbangan keputusan penting yang cakupannya tidak sempit.
Pertimbangan tersebut adalah permintaan dan
pasokan tenaga kerja perikanan. Untuk membantu penyelesaian permasalahan tersebut digunakan pendekatan yang memperlihatkan adanya ketersediaan tenaga kerja yang ada jumlah tenaga kerja yang telah dipekerjakan pada saat ini. Untuk mengetahui perkiraan proyeksi kebutuhan tenaga kerja untuk lima tahun ke depan berdasarkan pada jumlah tenaga yang telah dipekerjakan pada saat sekarang dan lima tahun sebelumnya, dan dengan telah memperhitungkan proyeksi pemanfaatan sumber daya perairan yang masih tersedia pada masa selanjutnya maka pendekatan yang dilakukan untuk melihat hubungan antar parameter tersebut dengan menggunakan regresi. Bentuk hubungan tersebut akan memperlihatkan hubungan yang linier maupun non linier. Metode yang digunakan untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja adalah analisis trend dengan pendekatan regresi. Menurut Haluan et al. (2004) langkah-langkah proyeksi adalah sebagai berikut: • Menentukan kebutuhan tahunan tenaga kerja. Sedapat mungkin tersedia data time series yang mendukung.
Kebutuhan
tenaga kerja merupakan variabel tidak bebas (Y), sedangkan pertambahan tahun digunakan sebagai variabel bebas (X). Predikasi kenaikan jumlah kapal penangkap dan SDM secara umum dengan mengacu kenaikan tahunan berdasarkan rata-rata geometrik Rata-rata geometrik : (n1 x n2 x ... nn )1/n • Memilih model trend yang tepat Data yang diperoleh seringkali memiliki respon yang berbeda-beda.
Oleh
karena itu diperlukan pemilihan model yang paling sesuai dengan kondisi data yang diperoleh. Model analisis yang diverifikasi antara lain linear, kuadratik, 20
kubik dan eksponensial. Pemilihan model yang paling sesuai digunakan didasarkan atas logika umum atau gambaran scatter plot. Proyeksi Kebutuhan Proyeksi kebutuhan dilakukan dengan memasukkan nilai tahun (X) ke dalam persamaan dugaan kebutuhan tenaga kerja (Y). Berikut persamaan model dugaan kebutuhan SDM tingkat menengah: Model dugaan linear
) y = b 0 + b1 x Model dugaan kuadratik
) y = b 0 + b1 x + b 2 x 2 Model dugaan kubik
) y = b 0 + b1 x + b 2 x 2 + b 3 x 3
Keterangan
) y : Dugaan kebutuhan SDM tingkat menengah b 0 : Intercept (perpotongan) b1 = b 2 = b 3 : Rata-rata peningkatan atau penurunan kebutuhan SDM tingkat menengah setiap tahunnya. Hubungan antar variabel dapat positif atau negatif. Hubungan disebut positif jika kenaikan/penurunan variabel x diikuti oleh kenaikan/penurunan variabel y. Atau disebut negatif jika kenaikan/penurunan variabel x diikuti oleh penurunan/kenaikan variabel y. Kuatnya hubungan dinyatakan dengan kefisien korelasi (r), dan besarnya kontribusi dinyatakan oleh koefisien determinasi (D). Hubungan antara kebutuhan SDM dan penambahan jumlah kapal diasumsikan akan mengalami kejenuhan sehingga diduga mengikuti
kaidah
polinomial (kuadratik). Hal ini terjadi karena jumlah kapal pada suatu waktu akan tetap atau bahkan berkurang mengacu pada paradigma perikanan yang lestari dengan mengurangi upaya. Adapun kebutuhan tenaga diduga dengan tiga 21
pendekatan, pendekatan pertama adalah jumlah kapal. Pendekatan kedua dengan estimasi potensi dikaitkan dengan hasil tangkapan, dan pendekatan ketiga berdasarkan kajian sebelumnya dengan proporsi. Pendekatan jumlah kapal perikanan mengacu data 1993-2004 dengan indeks tahun 1993. Indeks digunakan untuk membandingkan kegiatan yang sama dalam waktu yang berbeda, bertujuan untuk mengukur secara kuantitatif terjadinya suatu perubahan. Rataan dan standar deviasi digunakan untuk memberikan nilai batas bawah yang selanjutnya dipakai sebagai penambahan jumlah kapal tahunan. Jumlah tenaga kerja perikanan menengah diasumsikan 20% dari total awak kapal (hasil rataan dari berbagai jenis dan ukuran kapal pada Bab 4) Pendekatan estimasi potensi dan dikaitkan estimasi hasil tangkapan didasarkan pada estimasi potensi.
Estimasi hasil tangkapan dengan asumsi
ukuran palka sebesar 60% dari tonase kapal sementara oleh Fyson (1985) disebut sekitar 40% dan volume hasil tangkap diasumsikan 70% kapasitas palka dengan mempertimbangkan efisiensi palka yakni terkait dengan proses pendinginan dan volume berbagai hasil tangkap yang tidak homogen. Sehingga diperoleh rataan porsi hasil tangkap dari total produksi total
atau
diperoleh kesetaraan jumlah kapal berdasarkan jumlah hasil tangkap. Baruni (2006) menyatakan bahwa rata-rata produksi kapal udang adalah 60% dari volume hasil tangkap sebesar 70 % kapasitas pallka. Selanjutnya jumlah tenaga yang diperlukan diasumsikan tetap sebesar 20% total awak kapal sebagaimana pendekatan jumlah kapal. Pendekatan kajian sebelumnya berdasarkan kajian kebutuhan SDM perikanan tangkap total yang telah dilaksanakan tahun 2005. Berkaitan dengan ini, hasil kajian tersebut dijadikan dasar untuk menghitung proyeksi SDM menengah. Porsi SDM perikanan tangkap industri terhadap total SDM perikanan tangkap dihitung berdasarkan asumsi kapal perikanan diawaki oleh 15 orang. Sehingga diperoleh rataan porsi SDM perikanan industri, dilain pihak menurut data 2003 porsi SDM perikanan industri sebesar 2.3%.
3.4.2 Optimasi SDM Perikanan Tingkat Menengah Kondisi ideal tercapai jika seluruh kebutuhan tenaga kerja industri dapat dipenuhi tanpa adanya lulusan yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja. 22
Tentu saja hal ini tercapai jika kualitas lulusan sudah memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh industri. Adanya kecenderungan pembukaan sekolah perikanan tingkat menengah secara besar-besaran di daerah dapat mengakibatkan kelebihan tenaga kerja. Apalagi jika program yang ditawarkan tidak memiliki basis pasar tenaga kerja yang jelas. Adapun pasar tenaga kerja yang dimaksud adalah keberadaan industri perikanan yang secara riil dapat menyerap tenaga kerja yang dihasilkan.
3.4.3
Perumusan Program Strategis Pengembangan Sumber Daya Manusia Perikanan Tingkat Menengah Analisis TOWS ditujukan untuk mengetahui posisi strategis dalam
kuadran TOWS (Rangkuti, 1999).
Analisis internal yakni Strength (S) dan
Weakness (W) serta analisis Opportunity (O) dan Threat (T) disajikan berdasarkan bobot dan peringkat untuk mendapatkan terbobot.
Penentuan
elemen S, W, O dan T beserta bobot dan peringkat telah dibahas dalam Bab 4 dan dipertimbangkan dari hasil diskusi pihak terkait sebagaimana tersebut dalam metode
pengumpulan
menggambarkan
posisi
data. dalam
Terbobot kuadran
ini
selanjutnya
TOWS.
dipakai
Kuadran
untuk TOWS
menggambarkan selisih nilai terbobot antara S dan W serta nilai terbobot O dan T dalam koordinat (x, y), (x, -y), (-x, -y) atau (-x, y) yang sekaligus merupakan kuadran strategi.
Hasil ini selanjutnya sebagai dasar rekomendasi program
strategis yang akan dimatrikkan. Program strategis didasarkan pada beberapa kriteria kunci seperti regulasi, fasilitas, SDM, jaringan kerja, dan monitoring dan evaluasi yang mengait pada program dan pelaksana yang bertanggungjawab terhadap kegiatan tersebut. S mencakup sumber daya, infrastruktur, dan SDM , W mencakup dana, dukungan kebijakan, fasilitas, kapal skala industri, O mencakup pengembangan industri, pengganti awak kapal asing, dan T mencakup pasar bebas, pemberlakuan kebijakan internasional. Kriteria kunci tersebut diperoleh berdasarkan nilai bobot tertinggi pada IFAS maupu EFAS. TOWS sebagai salah satu alat untuk mengidentifikasi faktor perumusan strategi secara sistematis. Analisis TOWS membandingkan antara faktor internal (S dan W) dan faktor eksternal (O dan T). Analisis TOWS didasarkan pada maksimalisasi Strength dan Opportunity bersamaan dengan minimalisasi Weakness dan Threat. Identifikasi faktor internal kemudian dituangkan dalam 23
Internal faktor Analysis Summary (IFAS), untuk faktor eksternal ke dalam External faktor Analysis Summary (EFAS).
Penilaian masing-masing faktor
didalam IFAS maupun EFAS berdasarkan bobot dan peringkat yang ditentukan. Bobot ditentukan berdasarkan kepentingan misalnya diberi bobot 1.0 sebagai sangat penting dan 0.0 untuk tidak penting. Peringkat diberi skala 1 hingga 4 sesuai dengan pengaruh dan prioritas sebagai isu.
Perkalian bobot dengan
peringkat adalah terbobot. Hasil penilaian terbobot ini selanjutnya digunakan dalam membuat kuadran TOWS yang mencerminkan jenis strategi yang direkomendasikan. Penentuan bobot dan peringkat berdasarkan hasil diskusi dan brainstorming beberapa kelompok nara sumber terkait.
Disamping itu,
strategi yang dipilih dapat dilihat berdasarkan matriks TOWS yang mencakup strategi SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT. Strategi SO didasarkan pada penggunan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Strategi WO
memanfatkan peluang dengan meminimalkan kelemahan.
Strategi ST
menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Strategi WT menghindari ancaman dengan meminimalkan kelemahan. Penentuan
strategi
yang
terbaik
dilakukan
melalui
mekanisme
pembobotan terhadap tiap unsur TOWS berdasarkan tingkat kepentingan. Berikut disajikan matriks pembobotan dari tiap unsur TOWS : Tabel 4 Pembobotan tiap unsur TOWS Kekuatan Bobot S1 S2 S3 S4 S5 . . Sn
Peluang
Bobot Kelemahan Bobot Ancaman Bobot
O1 O2 O3 O4 O5 . .
W1 W2 W3 W4 W5 . .
T1 T2 T3 T4 T5 . .
On
Wn
Tn
Keterangan: Nilai 5 Nilai 4 Nilai 3 Nilai 2 Nilai 1
= = = = =
Sangat Penting Penting Cukup Penting Kurang Penting Tidak Penting 24
Setelah masing-masing unsur TOWS diberi bobot/nilai, unsur-unsur tersebut dihubungkan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi (SO, ST, WO, WT).
Pemilihan alternatif strategi yang diproritaskan untuk dilakukan
didasarkan pada rangking dari masing-masing strategi alternatif.
Strategi
dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi yang menjadi prioritas. Alternatif strategi pada matriks hasil analisis TOWS (Tabel 5) dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (ST), reduksi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang tersedia (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Tabel 5 Matriks hasil analisis TOWS Peluang
Ancaman
Kekuatan
SO1 SO2 SO3 . . . Son
ST1 ST2 SO3 . . . STn
Kelemahan
WO1 WO2 WO3 . . Won
WT1 WT2 WT3 . . WT4
Strategi yang dihasilkan terdiri atas beberapa alternatif strategi. Untuk menentukan prioritas strategi, maka harus dilakukan penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur TOWS yang terdapat dalam suatu alternatif strategi.
Jumlah bobot tadi kemudian akan menentukan rangking
prioritas alternatif strategi pengembangan usaha.
25
Tabel 6 Rangking alternatif strategi No
Unsur TOWS
Strategi SO 1. SO1 SO2 ......... SOn Strategi ST ST1 ST2 ....... STn Strategi WO WO1 WO2 ...... WOn Strategi WT WT1 WT2 ..... . N
..................... .. WTn
Jumlah Bobot
Keterkaitan S1, S2, ..Sn , O1, O2, On S1,S2, ..Sn, O1, O2, ..On ..................................... S1, S2, S4, Sn, O1, O2, ...On S1, S2,.. Sn, T1, T2,..Tn S1, S2,.. Sn, T1, T2,..Tn S1, S2,.. Sn, T1, T2,..Tn W1, W2, ..Wn, O1, O2, ..Wn W1, W2, ..Wn, O1, O2, ..On ........................................ W1, W2, ..Wn, O1, O2, ..On W1, W2, Wn, T1, T2, .......Tn W1, W2, ....Wn, T1, T2, .....Tn ................................... W1, W2, ....Wn, T1 , T2,.... Tn
26
Rangking
4 PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
4.1 Pendidikan Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan Pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan merupakan program pendidikan yang secara khusus memberikan pengenalan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) bidang kelautan dan perikanan kepada para siswa yang dididiknya. Menurut Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1990, pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Penyelenggaraan
pendidikan
kejuruan
kelautan
dan
perikanan
merupakan upaya mengoptimalkan pemberdayaan potensi perikanan laut yang selama ini hanya diserahkan oleh para nelayan yang sebagian besar kurang berpendidikan yakni hanya tamatan SD atau kurang, sehingga masih ketinggalan dalam penguasaan iptek bidang kelautan. Upaya tersebut diatas dimaksudkan untuk mendorong proses pembudayaan dan penguasaan iptek serta penyiapan tenaga kerja agar dapat berperan dalam memanfaatkan sumber potensi kelautan Indonesia. Karena potensi kelautan tersebut merupakan salah satu kekuatan yang harus dimanfaatkan, meskipun dengan berbagai isu mengikuti dan menjadi pertimbangan manajemen seperti illegal, unreported and unregulated fishing (IUU fishing), dan di sisi lain peluang ini harus sinerji dengan kebijakan optimasi sumber daya. Terdapat beberapa program studi yang dikembangkan pada sekolah pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan, khusus bagi lulusan pendidikan tersebut yang dipersiapkan sebagai tenaga kerja kepelautan adalah program studi Nautika Perikanan Laut (NPL) dan Teknika Perikanan Laut (TPL). Tenaga kerja yang dimaksud adalah lulusan yang siap menjadi tenaga kerja yang berorientasi kerja pada kapal penangkap ikan sesuai untuk
mengisi
kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan oleh armada-armada penangkapan ikan yang berskala industri. Penyediaan tenaga kerja perikanan melalui pendidikan formal pada sekolah menengah kejuruan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah baik melalui
Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen Kelautan dan Perikanan, namun melibatkan peran serta pemerintah daerah maupun lembaga masyarakat (yayasan/swasta). Kebutuhan terhadap SDM kelautan dan perikanan di era otonomi daerah semakin tinggi mengingat banyaknya daerah yang merasa memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan tetapi belum didukung oleh tersedianya SDM yang mampu memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal. Sehubungan dengan hal tersebut maka aspirasi masyarakat untuk mendirikan sekolah baru maupun dalam rangka pembinaan terhadap sekolah yang sudah ada memerlukan kebijakan dalam bentuk ketentuan yang berperan sebagai
pengendali
sedemikian
rupa
agar
penyelenggaraan
sekolah
menghasilkan lulusan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. Strategi terhadap ketentuan pengembangan pendidikan menengah perikanan hendaknya merupakan hasil sinergitas dari lembaga yang bertanggung jawab atas pengembangan sektor teknis dan sektor pendidikan. 4.2 Jumlah dan Penyebaran Sekolah Pendidikan Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan Penyelenggaraan pendidikan menengah kejuruan bidang kelautan dan perikanan yang khusus menghasilkan tenaga kerja bidang penangkapan ikan pada saat ini dikelola dan dibawah pembinaan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional (Dikmenjur Dikdasmen) sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pendidikan nasional, juga dikembangkan dan dikelola oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang merupakan lembaga yang bertanggung jawab pada bidang kelautan dan perikanan. Selain lembaga pemerintah pengembangan pendidikan sekolah menengah kejuruan ini juga didukung oleh pemerintah daerah maupun yayasan ataupun swasta. Tercatat sekitar 161 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bidang kelautan dan perikanan yang dibina oleh
Dikmenjur Dikdasmen dan 8 Sekolah Usaha Perikanan
Menengah (SUPM) dibina DKP, dan lebih dari 90 sekolah diantara seluruhnya mengembangkan program studi penangkapan ikan dan mesin perikanan yang berorientasi untuk bekerja pada industri penangkapan ikan. 28
Pengembangan SMK bidang kelautan dan perikanan yang dimulai pada tahun 2000 sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Depdiknas merupakan bidang atau program keahlian pengalihan yang masih relevan dan prospektif terserap di pasar kerja karena kelompok program bisnis dan manajemen diproyeksikan merupakan program yang akan mengalami kejenuhan di pasar kerja. Namun demikian, keberadaan lembaga diklat dimaksud merupakan kekuatan yang perlu dioptimalkan dalam pencapaian tenaga perikanan yang kompeten dan berpeluang untuk menggantikan tenaga kerja asing (TKA) di industri perikanan tangkap ataupun berpeluang untuk mengisi permintaan tenaga kerja perikanan menengah di luar negeri. Hal ini memungkinkan karena beberapa negara seperti Jepang dan Korea Selatan telah mengakui terhadap kompetensi
yang
dihasilkan
oleh
diklat
perikanan
menengah
tersebut.
Penyebaran pendidikan menengah kejuruan bidang kelautan dan perikanan pada setiap propinsi di Indonesia pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sebaran jumlah lembaga lendidikan menengah perikanan (SMK/SUPM) yang mengembangkan program studi Nautika Perikanan Laut (NPL) dan program studi Teknika Perikanan Laut (TPL) per propinsi tahun 2005 No.
SMK
Propinsi
SUPM
NPL
TPL
NPL
TPL
1. Sumatera
19
9
3
3
2. Jawa dan Bali
50
14
1
1
3. Kalimantan
5
1
1
1
4. Sulawesi
21
4
1
-
5. Maluku
9
3
1
1
6. NTB
4
1
-
1
7. NTT
7
1
1
1
8. Papua
4
1
1
1
Sumber : Direktorat Pendidikan dan Menengah Kejuruan Depdiknas,2005 Keterangan : NPL : Nautika Perikanan Laut TPL : Teknika Perikanan Laut
Berdasarkan lokasi dari tabel 7 di atas tergambar bahwa jumlah dan keberadaan SMK dan SUPM sebagian besar terdapat di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan telah
tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang lebih 29
memadai dibandingkan di daerah lain di Indonesia. Hal ini dapat terjadi diantaranya karena hal-hal berikut : (1) sebagian besar SMK yang berada di Jawa merupakan SMK pengalihan bidang studi (transformasi pada bidang kejuruan yang lain), sehingga memungkinkan
penyelenggaraan
pendidikan
dengan
menggunakan
prasarana yang tersedia dapat berjalan walaupun sarana pendidikan yang lebih mendukung bagi pelaksanaan praktek kelautan dan perikanan masih jauh dari lengkap. (2) Banyaknya jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di wilayah utara Jawa (3) Pulau Jawa merupakan daerah yang lebih berkembang dibandingkan dengan daerah-daerah yang berada di pulau-pulau lain di Indonesia, sehingga pengembangan pendidikan lebih cepat terjadi di pulau Jawa Gambaran penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan dan SUPM program studi Nautika Perikanan Laut (NPL) dan Teknika Perikanan Laut (TPL) di seluruh Indonesia sebagaimana terlihat pada Gambar 3 dan 4
.
CENTER NPL
Gambar 3 Lokasi penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan serta SUPM program studi NPL di seluruh Indonesia
30
CENTER TPL
Gambar 4 Lokasi penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan serta SUPM program studi TPL di seluruh Indonesia
4.3 Standar Pengembangan Program Studi NPL dan NPL Menyongsong era globalisasi khususnya persiapan dalam menghadapi era perdagangan bebas maka tenaga pelaut khususnya pelaut kapal penangkap ikan harus mampu berkompetisi dengan pelaut dari negara lain. Khususnya bagi pelaut di dalam negeri diharapkan agar mampu menggantikan posisi yang sekarang masih diisi pelaut asing. Sehubungan dengan hal tersebut kebijakan pengembangan pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat memenuhi keinginan pasar tenaga kerja sangatlah memerlukan acuan yang telah diakui secara regional maupun internasional. International Maritime Organization (IMO) pada tahun 1995 telah mengeluarkan suatu konvensi yang telah disepakati oleh anggotanya, walaupun belum diratifikasi, merupakan ketentuan yang diakui telah memenuhi semua unsur yang menggambarkan kemampuan seorang personil / awak kapal yang berkualitas. Konvensi 1995 ini juga merupakan konvensi untuk mengatur standar pelatihan, ujian dan sertifikasi pelaut pada kapal penangkap ikan. Standard of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F 1995) secara prinsip mengatur pelatihan, ujian dan sertifikasi serta jaga laut bagi awak kapal penangkap ikan. Penggolongan kapal penangkap ikan dalam konvensi ini menjadi 3 kelompok, yaitu : 31
1. Kapal penangkap ikan yang berukuran panjang kurang dari 12 m; 2. Kapal penangkap ikan yang berukuran panjang dari 12 m sampai dengan kurang dari 24 m; dan 3. Kapal penangkap ikan yang berukuran panjang dari 24 m atau lebih Untuk pelatihan awak kapal dari masing-masing kelompok tersebut di atur dengan standar minimum pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh awak kapal untuk nakhoda (skipper), perwira (officer), KKM (chief enginer), masinis II (second enginer), ABK senior (skilled fisher), awak kapal penangkap ikan (fishing vessel personnel). Sedangkan untuk sertifikasi di atur persyaratan umur, kesehatan dan penerbit sertifikat. Demikian juga untuk jaga laut, hal ini diatur kewajiban-kewajiban perwira jaga maupun awak kapal dalam melaksanakan jaga laut. Disamping belajar dari pengalaman di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang telah mengadopsi STCW 1995 yang mengatur tentang pelaut kapal niaga maka Departemen Kelautan dan Perikanan mengeluarkan ketetapan bahwa pengembangan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan kepelautan perikanan mengacu pada STCW-F 1995. Kebijakan ini selanjutnya juga diikuti oleh pendidikan menengah perikanan yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan.
Hal kongkret implementasi ini adalah
acuan mata uji untuk ahli nautika dan ahli teknika kapal penangkap ikan telah disesuaikan dengan mata uji pada konvensi tersebut serta didukung oleh Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 09/2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap Ikan.
Hal ini
merupakan salah satu kekuatan sertifikasi karena mengacu pada ketentuan internasional yang telah berlaku. Dampak dari sertifikasi tersebut dan sekaligus sebagai ancaman adalah pelanggaran terhadap pengawakan dan persaingan tenaga kerja. Sehingga perlu pemahaman pemangku kepentingan dalam regulasi dan implementasi pengawakan kapal penangkap ikan.
4.3.1 Sarana dan prasarana Salah satu komponen pendidikan yang memegang peranan penting adalah penyediaan sarana dan prasarana pendidikan bagi penyelengaraan pendidikan sesuai standar yang diacu. Standar perikanan dalam yaitu STCW-F tahun 1995, menyebutkan bahwa untuk menghasil tenaga pelaut perikanan yang 32
profesional yang memiliki kemampuan dalam hal keselamatan, pengendalian sumberdaya perikanan yang bertanggung jawab, dan lingkungan perairan maka standar sarana prasarana yang dimiliki meliputi dan terkait dengan Basic Safety Training (BST), Restricted Radio Operator for Global Maritime Distress Safety System (ROC for GMDSS), Fishing and
Navigation Simulator (FNS), Kapal
Latih, Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Berkaitan sarana dan prasarana pada pendidikan menengah kejuruan maka untuk dapat menghasilkan nasional maupun internasional,
lulusan yang berkualitas
sesuai standar
diperlukan sarana dan prasarana yang
mengacu kepada ketentuan-ketentuan berdasarkan standar kompetensi serta standar sarana dan prasarana yang dipersyaratkan agar lulusan yang dihasilkan memenuhi standar kompetensi diakui secara nasional dan internasional. Sarana dan prasarana pada lembaga pendidikan kejuruan menengah perikanan yang ada pada saat ini, berdasarkan survei yang telah dilakukan pada beberapa SMK dan SUPM menunjukkan rata-rata masih jauh dari memadai yang berarti merupakan salah satu kelemahan diklat.
4.3.2 Kurikulum dan tenaga pengajar Pendidikan profesional yang akan diberikan kepada siswa agar nantinya siap bekerja sesuai dengan tuntutan pasar menuntut adanya suatu institusi pendidikan yang memiliki kurikulum yang mengacu pada standar STCW-F 1995. Permintaan pasar dan perkembangan teknologi serta prospek kedepan menuntut kurikulum yang berorientasi minimum 5 (lima) tahun ke depan. Untuk mendapatkan kurikulum yang berdasarkan kompetensi yang ingin dicapai dan kecenderungan perkembangan pasar global perlu disiapkan beberapa mata pelajaran yang fleksibel dalam suatu kurikulum sehingga dapat
diisi dengan
paket ilmu dan teknologi yang menjadi program departemen dan permintaan pasar global. Selain kurikulum yang sesuai kebutuhan, komponen penting lain yang berperan dalam penyelenggaraan pendidikan adalah tenaga pendidik. Walaupun kurikulum telah tersedia namun tanpa kemampuan profesionalisme dari pendidik dalam menyampaikan materi maka hasil yang diharapkan tidak akan tercapai secara memadai. Kondisi kurikulum pendidikan menengah kejuruan perikanan saat ini melalui penentu kebijakan pendidikan yaitu Departemen Pendidikan Nasional 33
bersama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai lembaga pemerintah penentu kebijakan sektor telah menyusun kurikulum yang telah menyesuaikan dengan standar yang diacu. Kurikulum berbasis kompetensi telah dijadikan sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan menengah perikanan di seluruh Indonesia. Walaupun dalam implementasinya kurikulum tersebut belum dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, karena kurikulum berbasis kompetensi lebih banyak mengutamakan kelas pemahiran siswa terhadap kemampuan yang harus dimiliki yang mana hal tersebut sangatlah tergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki. Disamping itu hambatan utama lain adalah belum banyak memadai dan tersedianya tenaga kependidikan yang memiliki kemampuan ataupun kompetensi sebagaimana yang telah dijabarkan dalam STCW-F 1995. Sebagai contoh, pengajar dan penguji pada ujian keahlian pelaut dituntut untuk menempuh dan memiliki sertifikat IMO Model Course baik sebagai pengajar maupun penguji. Sehingga kebutuhan tenaga kependidikan berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan untuk setiap program studi serta pengembangan wawasan dan keterampilan (metodik didaktik dan teknologi) bagi tenaga kependidikan tersebut baik melalui pelatihan berjenjang dan terstruktur serta peningkatan jenjang pendidikan formal dapat berjalan sesuai dengan bidang ilmu di pengajar.
4.4 Proses Sertifikasi Potensi sumber daya ikan dan sumber daya manusia akan memberi arti apabila diikuti dengan teknologi, pasar dan profesionalisme sumber daya manusia sehingga menciptakan hubungan ekonomi. Terkait hal yang penting dengan profesionalisme pelaut perikanan adalah bagaimana pendidikan dan pelatihan dilaksanakan semasa menempuh sertifikasi. Bekerja di kapal perikanan seperti halnya di kapal niaga dituntut memiliki keberanian tinggi dalam menghadapi segala tantangan alam, ulet, displin tinggi, dan tahan hidup (otak segar, mental tegar, dan fisik bugar) dalam suatu komunitas kecil di atas kapal dalam jangka lama, sekitar dua sampai tiga bulan di tengah laut, sehingga perlu dijaga hubungan yang harmonis antar individu di atas kapal serta profesional terhadap pekerjaan yang dihadapi. Berkaitan dengan kompetensi pelaut, sekarang ini untuk para pelaut niaga dituntut untuk memenuhi persyaratan Standard Training Certification and Watchkeeping for Seafarer, sedangkan untuk pelaut kapal perikanan dituntut 34
untuk memenuhi standar kompetensi berdasarkan
Standard of Training
Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnels (STCW-F) 1995 dari International Maritime Organization (IMO). Pelaut berstandar dimaksud, yakni memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang keselamatan jiwa, harta dan menjaga lingkungan agar laut tetap bersih dan terbebas dari polusi (clean ocean)
serta
melakukan
penangkapan
ikan
yang
bertanggung
jawab
(responsible fishing). Untuk dapat beroperasi membawa kapal di laut maka nakhoda, perwira dan rating di kapal perlu dilengkapi dengan sertifikat yang sesuai dengan jabatannya di kapal yang diperoleh melalui suatu pengujian oleh pihak yang berwenang. Untuk pengakuan yang diberikan kepada lulusan pendidikan tingkat menengah untuk dapat bekerja pada industri penangkapan ikan diberikan dalam bentuk sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN II) dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN II) apabila mereka dinyatakan lulusan dalam mengikuti ujian sertifikat yang diikuti. Sertifikat tersebut sekaligus merupakan bentuk pengukuhan terhadap pemegang sertifikat sebagai personil yang memiliki kemampuan sebagai ahli nautika kapal penangkap ikan dan ahli teknika kapal penangkap ikan. Ketentuan yang mengharuskan lulusan pendidikan menengah perikanan yang bekerja pada kapal penangkap ikan untuk memiliki sertifikasi kepelautan telah ditetapkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2000 tentang kepelautan sebagai standar persyaratan kompetensi bagi tenaga kerja berpendidikan kepelautan yang siap bekerja.
Kelemahan terhadap peraturan
tersebut dan perlu diperbaiki adalah mengenai tumpangtindih kebijakan, perhatian dan kompensasi terhadap tenaga yang bersertifikat serta secara umum adalah rendahnya implementasi peraturan.
Jika hal ini terus berlanjut
dikawatirkan tidak ada perbedaan signifikan antara tenaga menengah perikanan bersertifikat dan tidak bersertifikat serta sekaligus ancaman jika ketentuan internasional diberlakukan. Saat ini penyelenggaraan ujian sertifikasi ANKAPIN dan ATKAPIN diselenggarakan oleh Dewan Penguji Keahlian Pelaut Bidang Pelaut Perikanan melalui empat wilayah yakni Pelaksana Ujian Keahlian Pelaut Kapal Penangkap Ikan (PUKP-KAPIN) wilayah I di Belawan, PUKP-KAPIN wilayah II di Jakarta, PUKP-KAPIN wilayah III di Tegal dan PUKP-KAPIN wilayah IV di Bitung. 35
Pembentukan PUKP-KAPIN tersebut berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut nomor PH 34/1/16/DJPL-06. Beberapa lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan di Indonesia yang sudah, sedang dan akan dilengkapi dengan fasilitas pendidikan dan pelatihan sesuai standar konvensi STCW-F 1995 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8
Lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan tangkap di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan profesi bersertifikat nasional dan internasional
Nama UPT Sekolah Tinggi Perikanan Akademi Perikanan Bitung Akademi Perikanan Sorong Sub Jumlah SUPM Ladong SUPM Pariaman SUPM Tegal SUPM Pontianak SUPM Ambon SUPM Sorong SMKN 1 Cirebon SMKN Muh Tuban SMKK Tuban SUPM Yamipura Sub Jumlah Balai Diklat Perikanan Medan Balai Diklat Perikanan Tegal BalaiDiklat Perikanan Banyuwangi Balai Diklat Perikanan Aertembaga Balai Diklat Perikanan Ambon Sub Jumlah Jumlah
Rata-rata lulusan 50 50 40 40 40 40 260 40 40 40 40 50 40 30 30 40 40 50 40 100 60 60 80 780 40 40 40 40 30 30 40 40 40 40 380 1420
Program Studi TPI MPI TPI MPI TPI MPI
36
Tingkat sertifikat ANKAPIN-I ATKAPIN-I ANKAPIN-I ATKAPIN-I ANKAPIN-I ATKAPIN-I
DKP DKP DKP DKP DKP DKP
TPI MPI TPI MPI TPI MPI TPI MPI TPI MPI TPI MPI TPI TPI TPI TPI
ANKAPIN-II ATKAPIN-I ANKAPIN-II ATKAPIN-II ANKAPIN-II ATKAPIN-II ANKAPIN-II ATKAPIN-II ANKAPIN-II ATKAPIN-II ANKAPIN-II ATKAPIN-II ANKAPIN-II ANKAPIN-II ANKAPIN-II ANKAPIN-II
DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP Depdiknas Yayasan Yayasan Yayasan
TPI MPI TPI MPI TPI MPI TPI MPI TPI MPI
ANKAPIN-III ATKAPIN-III ANKAPIN-III ATKAPIN-III ANKAPIN-III ATKAPIN-III ANKAPIN-III ATKAPIN-III ANKAPIN-III ATKAPIN-III
DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP DKP
Keterangan
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Saat ini 5.1.1 Jumlah lulusan Pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan namanya berubah dari SPP SPMA dan sekarang Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) telah lebih dahulu dikembangkan oleh Departemen Pertanian. Sejak Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) berdiri pada tahun 2000, pengelolaan sekolah-sekolah tersebut penanggung jawab
dilimpahkan kepada DKP sesuai
sektor kelautan dan perikanan. Lulusan yang disiapkan
untuk bekerja pada kapal penangkap ikan merupakan siswa yang dididik pada program studi Nautika Perikanan Laut (NPL) dan Teknika Perikanan Laut (TKP). Survei yang dilakukan di 25 propinsi di seluruh Indonesia yang tersebar di beberapa kabupaten yang ada di wilayah propinsi tersebut, pengambilan data primer mengenai lulusan pendidikan menengah kejuruan pada penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu lulusan pendidikan menengah perikanan program studi NPL dan TPL.
Pengambilan data jumlah lulusan pendidikan
perikanan menengah pada SMK dan SUPM pada setiap propinsi dari tahun 2001 sampai dengan
2005 yang dilakukan pada 106 sekolah menunjukkan
kenaikan persentase tahunan jumlah lulusan NPL lebih tinggi dibandingkan dengan TPL dan dan jumlah lulusan TPL kurang dari 20% jumlah lulusan NPL (Tabel 9). Tabel 9
Tahun
Jumlah total lulusan pendidikan menengah perikanan program studi NPL dan NPL pada 106 pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan (SMK dan SUPM) pada tahun 2001 sampai dengan 2004 2000
2001
2002
2003
2004
Jumlah
NPL
300
434
824
1048
1292
3598
TPL
162
181
220
213
349
963
Jumlah
462
615
1044
1261
1641
4561
TPL 21%
NPL 79%
Gambar 5 Profil total lulusan pendidikan menengah kejuruan tahun 2001-2004 berdasarkan program studi NPL dan TPL Berdasarkan jumlah lulusan, dapat dinyatakan bahwa komposisi lulusan Nautika Perikanan Laut (NPL) memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan program studi Teknik Perikanan Laut (TPL). Keadaan tersebut disebabkan oleh hal-hal berikut : 1. Peluang bekerja pada kapal penangkap lebih banyak dimiliki oleh lulusan lulusan NPL
karena tenaga kerja yang dibutuhkannya lebih banyak
berkaitan dengan kemampuan dalam bidang navigasi dan nautika 2. Program studi NPL lebih dahulu berkembang dibandingkan TPL Berdasarkan jumlah lulusan terlihat adanya peningkatan
jumlah lulusan
pendidikan menengah perikanan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 (Gambar 6). 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 2000
2001
2002
2003
2004
Gambar 6 Peningkatan jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan perikanan program studi NPL dan TPL tahun 2000 - 2004
38
5.1.2. Jumlah lulusan bersertifikat kepelautan Pengembangan sumber daya manusia (SDM) pada usaha penangkapan didasarkan pada sertifikasi kepelautan dan kewenangan jabatan pada kapal penangkap ikan yang telah ditetapkan mengharuskan lulusan pendidikan menengah perikanan harus memiliki sertifikasi kepelautan yang dimaksud. Pertimbangan hukum, sertifikasi kepelautan dan kewenangan jabatan pada kapal penangkap ikan adalah berdasarkan pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan, yaitu setiap kapal penangkap ikan yang berlayar, harus berdinas seorang nakhoda dan beberapa perwira kapal yang memenuhi sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan (Dephub, 2000) Sertifikasi ANKAPIN dan ATKAPIN merupakan sertifikat yang diberikan kepada pelaut kapal penangkap ikan yang memiliki kompetensi sesuai bidang keahliannya (dek atau mesin) yang dikeluarkan oleh Dirjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan sebagai lembaga yang memiliki mandat kemaritiman di Indonesia yang diakui oleh International Maritime Organization (IMO). Selain
mendapatkan
ijasah
kelulusan,
pada
siswa
yang
telah
menyelesaikan pendidikan pada menengah kejuruan perikanan mendapatkan sertifikasi pengukuhan sebagai ahli nautika perikanan laut dan teknika perikanan laut tingkat II atas kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran selama 3 tahun yang ditandai dengan kelulusan mereka dalam ujian ANKAPIN-II dan ATKAPIN-II. Pengukuhan tersebut diberikan kepada lulusan pendidikan tingkat menengah untuk menyatakan bahwa siswa/ pemegang sertifikat memiliki kemampuan untuk dapat bekerja pada industri penangkapan ikan. Pemegang sertifikat ANKAPIN-II memiliki kemampuan dibidang nautika dan ATKAPIN-II memiliki kemampuan dibidang teknika. Sertifikat keahlian tersebut
diperoleh
oleh siswa apabila mereka dinyatakan lulusan dalam mengikuti ujian sertifikat tersebut. Namun demikian, kondisi yang ada pada saat ini menunjukkan masih banyak lulusan yang belum bersertifikat keahlian kepelautan tersebut, yang diantaranya disebabkan oleh hal sebagai berikut : 1. Sarana praktek yang dimiliki oleh banyak penyelenggara pendidikan menengah kejuruan perikanan kurang memadai sehingga penyelenggaraan
39
ujian keahlian kepelautan ANKAPIN dan ATKAPIN yang lebih banyak berorientasi pada praktek kerja sangatlah sulit untuk dilaksanakan 2. Banyaknya peserta ujian yang tidak lulus langsung dalam mengikuti ujian sertifikasi disebabkan penggunaan materi ajar, sarana praktek dan kemampuan tenaga pengajar yang belum memiliki standar yang sama untuk semua lembaga pendidikan. 3. Masih banyak industri kapal penangkap ikan yang mempekerjakan lulusan pendidikan menengah perikanan yang tidak memiliki ijasah keahlian (ANKAPIN dan ATKAPIN), sehingga banyak penyelenggara pendidikan menengah perikanan berpendapat sertifikat kepelautan tidak menjadi prioritas 4. Belum disosialisasikannya secara optimum Peraturan Pemerintah
No. 7
Tahun 2000 tentang kepelautan dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 9 /2005, sebagai standar persyaratan kompetensi bagi tenaga kerja berpendidikan kepelautan yang siap bekerja menyebabkan banyak pelaku usaha penangkapan ikan yang masih mempekerjaan tenaga lulusan pendidikan menengah yang tidak memiliki sertifikat kepelautan. Keadaan ini menyebabkan tenaga kerja kepelautan tersebut tidak dapat menuntut pendapatan yang lebih baik bagi mereka. Berdasarkan data survei yang diperoleh pada 91 sekolah dan dari Panitia Penyelenggara
Ujian
Kepelautan
Kapal
Penangkap
Ikan
(PPUKKAPIN)
ANKAPIN dan ATKAPIN-II tercatat baru terdapat 21 sekolah pendidikan menengah perikanan (SMK dan SUPM ) yang telah menyelenggarakan ujian sertifikasi tersebut dengan jumlah peserta yang lulus sebagaimana terlihat pada Tabel 10. Terlihat disini bahwa kepemilikan ATKAPIN-II antara 5% hingga 25% dibandingakn dengan ANKAPIN-II dan secara total porsi ATKAPIN-II hanya sebesar 12% ANKAPIIN-II. Tabel 10 Jumlah lulusan pendidikan menengah perikanan yang berijasah ANKAPIN-II dan ATKAPIN-II pada Tahun 2000-2005
Tahun
2000
2001
2002
ANKAPIN-II
157
181
336
ATKAPIN-II
44
42
21
Sumber : PPUKKPAPIN 2005
40
2003
2004
2005
Jumlah
498
579
692
2443
13
81
115
316
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan jumlah lulusan pendidikan menengah perikanan yang memiliki sertifikat ANKAPIN-II dan ATKAPIN-II lebih sedikit dibandingkan jumlah lulusan yang ada. Porsi lulusan bersertifikat ANKAPIN-II sebanyak 68 % dan yang
bersertifikat ATKAPIN-II hanyalah
sebanyak 33 % dari keseluruhan jumlah lulusan pendidikan menengah perikanan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Berkaitan
dengan
upaya
pemerintah
untuk
menetapkan
standar
pendidikan dan pelatihan kepelautan perikanan yang mengacu pada ketentuan internasional tentang personil kapal penangkapan ikan yang tetapkan oleh IMO yaitu STCW-F 1995, saat ini telah dikeluarkan ketentuan nasional sebagai bentuk penuangan dari ketentuan internasional tersebut yaitu Peraturan Menteri No. KM 9 tahun 2005 yang berisi tentang pendidikan dan pelatihan, ujian serta sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan. Ketentuan tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi penyelenggaraan ujian sertifikasi kepelautan dalam rangka mempersiapkan tenaga kerja kapal penangkap ikan yang profesional di bidangnya. Sehingga dimasa selanjutnya ada terdapat keseragaman di dalam penyelenggaraan ujian untuk mendapatkan kualitas lulusan yang berstandar sama.
5.1.3 Kebijakan pengembangan pendidikan menengah perikanan Kebijakan Pemerintah yang mengatur tentang pendidikan menengah dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 29 Tahun 1990. Pendidikan
menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan
menengah yang mengutamakan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Pendidikan
diutamakan
untuk
mempersiapkan
siswa
sebelum
memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional. Selanjutnya pengembangan pendidikan menengah kejuruan dilaksanakan oleh Menteri yang bertanggung jawab terhadap pendidikan yaitu Menteri Pendidikan Nasional. Era otonomi daerah yang berlaku pada saat ini mengharuskan lembaga yang bertanggung
jawab
terhadap
pendidikan
nasional
lebih
mempersiapkan
kebijakan pengembangan pendidikan menengah yang bersifat nasional. Sementara pelaksanaannya di daerah sangatlah ditentukan oleh Pemerintah Daerah setempat. Pengelolaan sumber daya perikanan tidak lagi di lihat kepada wilayah pengelolaan perikanan tetapi lebih kepada pengelolaan sumber daya perikanan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah propinsi. Kondisi tersebut 41
menyebabkan masing-masing wilayah yang memiliki potensi kelautan dan perikanan merasa sangat berkepentingan untuk mempersiapkan komponen pembangunan perekonomian pada sektor tersebut sesuai dengan kebijakan masing-masing. Efektivitas dan efisiensi dalam penyediaan SDM pengelola sektor tersebut, dengan prasarana dan fasilitas pendidikan yang sangat minim, SDM yang dihasilkan tidak memperhitungkan kualitas tetapi lebih mengarah kepada kuantitas. Survei yang dilakukan pada sekolah yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan bidang kelautan dan perikanan serta Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab terhadap pengembangan sekolah tersebut di wilayah Medan, Jawa Tengah,
dan
Papua menunjukkan minimnya prasarana dan sarana
pendidikan yang dimiliki. Upaya yang dilakukan terhadap pengembangan lembaga pendidikan Pembangunan di bidang kelautan dan perikanan saat ini, walaupun telah mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dibandingkan dengan masa lampau, yakni dengan terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan yang berawal pada Kabinet Persatuan Nasional tahun 1999. Dengan demikian perikanan dan kelautan tidak lagi menjadi sub-sektor pada sektor pertanian melainkan telah menjadi salah satu sektor yang kedudukannya sama dengan sektor-sektor lain. Hal ini berimplikasi terhadap besarnya peluang, harapan dan tantangan yang diberikan agar dapat memberi kontribusi yang lebih besar terhadap peningkatan dan pencapaian beberapa target yang dibebankan. Harapan besar ini merupakan suatu peluang bagi masih besarnya peluang kerja yang membutuhan banyak tenaga kerja kelautan dan perikanan, mengingat pertumbuhan perekonomian di sektor ini. Kebijakan dan kewenangan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan
oleh
masing-masing
Kabupaten/Kota
juga
didukung
dengan
diberlakukannya Undang-undang No. 32 tahun 2003 tentang Otonomi Daerah, yakni pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki kewenangan penuh atas pengelolaan sumber daya yang ada di dalam wilayah laut hingga 4 mil, sedangkan
pemerintah
daerah
propinsi
mempunyai
kewenangan
untuk
pengelolaan wilayah laut dan sumber daya di dalamnya dari 12 mil menjadi hanya 8 mil dari garis batas 4 mil ke arah laut lepas. Penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah ini, juga berimplikasi pada keinginan Kabupaten/Kota untuk 42
dapat menyediakan tenaga-tenaga kelautan dan perikanan yang berpendidikan menengah melalui pendirian Sekolah Menengah Kejuruan bidang kelautan dan perikanan atau mengalihan bidang studi menjadi bidang kelautan dan perikanan. Sejalan dengan terbentuknya Departemen teknis yang secara langsung bertanggung jawab terhadap pengembangan perikanan dan kelautan, kondisi tersebut didukung dengan dikeluarkannya kebijakan Direktur Pendidikan Menengah
Kejuruan,
Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Dasar
Menengah,
Departemen Kelautan dan Perikanan, berkaitan dengan pengembangan program pendidikan keahlian di bidang kelautan dan perikanan pada sekolah menengah kejuruan yang dibinanya. Diawali pada tahun 2000/2001 telah diselenggarakan 10 SMK Negeri dan 52 SMK swasta yang mengembangkan program pendidikan nautika perikanan yang kemudian telah berkembang menjadi 91 SMK yang mengembangkan program studi NPL dan 34 yang menyelenggarakan program studi TPL.
5.2 Daya Serap Lulusan pada Industri Perikanan Tangkap 5.2.1 Kondisi industri perikanan tangkap Armada perikanan tangkap skala industri yang didefiniskan sebagai usaha penangkapan ikan yang berbentuk perusahaan berbadan hukum, dengan bobot mulai 30 GT ke atas, berdasarkan studi data statistik perikanan selama 4 tahun terakhir (1999-2003) jumlahnya menunjukkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 206 % dari 3521 orang pada tahun 1999 menjadi 7.286 orang pada tahun 2002, atau mengalami peningkatan rata-rata 69 % per tahun. Terdapat kenaikan yang tidak signifikan pada tahun 2002 ke tahun 2003, hal ini menunjukkan bahwa walaupun kegiatan perekonomian di sub sektor perikanan tangkap masih cukup menguntung namun disebabkan banyaknya permasalahan dihadapi oleh para pemilik kapal diantaranya masalah bahan bakar, perijinan, retribusi hasil penangkapan, tenaga kerja, dan yang lainnya menyebabkan profesi nelayan menjadikan perkembangan armada tidak banyak mengalami peningkatan. Permasalahan yang terus dialami karena belum adanya penyelesaian menyebabkan semakin rendahnya jumlah armada penangkapan ikan yang dapat melakukan operasi karena tahun 2004 tercatat hanya terdapat sejumlah 4450 kapal ikan. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan 161 % jumlah armada dari tahun 2003 ke tahun 2004. Berdasarkan data statitistik 43
perikanan tangkap yang dikeluarkan oleh Ditjen Perikanan Tangkap, keragaan kondisi dan perkembangan armada industri penangkapan ikan menurut ukuran pada tahun 2000 sampai dengan 2004 menunjukkan fluktuasi nyata terutama untuk ukuran 30 GT – 50 GT dan 100 GT – 200 GT (Tabel 11) dan secara kumulatif kenaikan jumlah kapal pada tahun 2002 – 2003 (Gambar 7). Tabel 11 Jumlah armada kapal penangkap ikan 30 GT ke atas pada tahun 1999 - 2004 Kategori dan Ukuran Perahu/Kapal Kapal Motor 30 - 50 50 - 100 100 - 200 > 200
1999
GT GT GT GT
3521 1516 1038 756 211
2000
2001
3 739 1 543 1 129 741 326
2002
4 173 781 1 602 1 295 495
7 286 2 685 2 430 1 612 559
2002
2003
2003 7 366 2 338 2 698 1 731 599
2004 4550 800 1740 1342 436
Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap (2005)
8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1999
Gambar 7
2000
2001
2004
Fluktuasi jumlah armada kapal penangkap ikan berdasarkan ukuran/ bobot kapal pada tahun 1999-2004
Tenaga kerja lulusan pendidikan menengah perikanan merupakan tenaga kerja yang berorientasi bekerja pada armada kapal penangkap ikan berskala industri, yaitu kapal-kapal penangkapan yang memiliki bobot > 30 GT, peralatan dan alat tangkap yang berteknologi untuk produksi penangkapan skala besar dan memiliki jenjang jabatan serta hirarki dalam pelaksanaan pekerjaannya. Peluang bekerja bagi para lulusan tersebut sangatlah dipengaruhi oleh pengembangan armada penangkapan ikan serta posisi jabatan yang dapat digantikan oleh
44
tenaga kerja asing yang saat ini masih banyak dipekerjakan pada kapal-kapal penangkap ikan yang beroperasi di perairan Indonesia, dan terutama pada kapalkapal asing yang melalukan penangkapan di wilayah yang sama. Penyerapan tenaga kerja bagi kapal penangkap ikan berskala industri masih memilki peluang yang cukup besar mengingat armada penangkapan ikan di Indonesia saat ini masih didominasi oleh armada penangkapan ikan tanpa motor. Produtivitas penangkapan ikan armada tanpa motor yang banyak terkonsentrasi beroperasi di wilayah peraiaran pantai telah menunjukkan hasil yang semakin menurun. Untuk itulah kebijakan penangkapan ikan saat ini di arahkan pada peningkatan armada penangkapan bermotor pada perairan yang lebih dalam. Jumlah perahu/kapal perikanan pada tahun 2004 menunjukkan sebanyak 549.100, yang 46,8%-nya adalah merupakan perahu/kapal tanpa motor, yakni pelaku ekonomi dalam kegiatan usaha penangkapan yang sangat terbatas dalam hal teknologi dan modal. Berdasarkan komposisi rumah tangga perikanan/perusahaan perikanan (RTP/PP), perikanan industri yang menggunakan armada di atas 30 GT, hanya sebagian kecil saja RTP/PP yang termasuk dalam kelompok ini. RTP/PP pada tahun 2004 berjumlah 609.575 buah, dari jumlah tersebut hanya 4.318 buah (0,8%) yang termasuk perikanan industri, selebihnya 99,2 % merupakan perikanan skala kecil. Berdasarkan gambaran jumlah kapal tersebut, maka apabila akan dilakukan revitalisasi armada penangkapan ikan, maka dimungkinkan akan memberikan peluang besar bagi penyerapam tenaga kerja para lulusan pendidikan menengah perikanan Faktor yang diduga kuat mempengaruhi jumlah armada perikanan tangkap yang beroperasi, antara lain adalah harga bakar bakar minyak yang semakin meningkat yang sangat tidak berimbang dengan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh dibandingkan dengan upaya yang dilakukan.
Pada beberapa
wilayah perairan tertentu menunjukkan produktivitas penangkapan yang semakin menurun. Kondisi saat ini
menunjukkan dengan menggunakan upaya yang
sama hasil produksi yang diperoleh jauh menurun yang ditampakkan dengan tidak terpenuhinya palka ikan. Atau dapat dikatakan diperlukan upaya yang jauh lebih besar
untuk mendapatkan hasil tangkapan yang sama pada masa
sebelumnya. Apabila data produksi perikanan tangkap yang dihasilkan oleh kapal dengan alat tangkap yang diasumsikan dipergunakan oleh armada besar dibandingkan jumlah armada penangkapan ikan berskala industri > 30 GT yang diasumsikan sebagai hasil rata-rata produksi penangkapan ikan untuk satu kali 45
armada kapal penangkap ikan maka diperoleh gambaran rata-rata hasil produksi penangkapan ikan menurut katagori ukuran perahu/kapal dari tahun 2000 sampai dengan 2004 (Tabel12).
Tabel 12 Produksi perikanan laut (ton) menurut jenis alat tangkap yang dipergunakan pada armada skala besar periode tahun 1999-2004 Alat Tangkap
1999
2000
2001
2002
2003
2004
Pukat Udang/ 88 844
103 468
29 124
103 797
188 058
77 812
Pukat Cincin
585 680
609 243
668 769
709 128
696 497
607 813
Rawai Tuna
66 595
74 763
81 398
62 952
98 111
93 943
Rawai Hanyut
48 737
43 774
43 977
52 144
58 596
40 797
Pukat Ikan
Rawai Tetap Huhate Pancing lain
yang
Pancing Tonda Jumlah Produksi
75 860
78 807
98 227
86 247
100 720
72 872
140 974
150 722
103 277
121 825
113 355
115 788
257 960
277 045
291 551
277 571
294 194
278 697
119 026
127 704
137 203
132 255
137 714
160 359
1 383 676
1 465 526
1 453 526
1 545 919
1 687 245
1 448 081
Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap (2005)
Penurunan produktivitas yang dihasilkan oleh kapal-kapal penangkap ikan tentu sangatlah berpengaruh terhadap tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap kapal tersebut. Berdasarkan jumlah armada kapal penangkap ikan di atas berdasarkan data yang diperoleh apabila diasumsikan bahwa rata-rata kebutuhan tenaga kerja pada kapal-kapal tersebut terutama pada armada kapal terbanyak pada kapal berbobot 50-100 GT adalah rata-rata berjumlah 15 orang dan apabila diasumsikan pula bahwa rata-rata satu per lima bagian dari ABK tersebut mempunyai pendidikan setingkat pendidikan menengah kejuruan perikanan maka jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja pada kapalkapal penangkap ikan pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2005 (Tabel 13). Tabel 13 Perkiraan jumlah kebutuhan tenaga kerja berpendidikan menengah perikanan pada armada kapal penangkap ikan Tahun 1999-2004
Tahun Jumlah Tenaga Kerja
1999
2000
2001
2002
2003
2004
23.473
24.927
27.820
48.573
49.107
30.333
46
5.2.2 Peluang pengembangan tenaga kerja pada industri penangkapan ikan Berdasarkan hasil pengkajian Badan Riset Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), potensi sumber daya ikan laut Indonesia tersebut diperkirakan sebesar 6,410 juta ton per tahun, yang terdiri dari perairan wilayah laut territorial sekitar 4,625 juta ton per tahun dan perairan ZEEI sekitar 1,785 juta ton per tahun. Namun demikian, menurut Ghofar (2003) karena manajemen perikanan menganut azas kehatihatian (precautionary approach), maka Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) ditetapkan sebesar 80 % dari potensi tersebut atau sebesar 5,1 juta ton per tahun (Jusuf, 1999). Selain sumber daya ikan (SDI) yang hidup di wilayah perikanan Indonesia,
masyarakat
Indonesia
memanfaatkan SDI di laut lepas (high seas).
juga
memiliki
peluang
Implikasi dari aturan tersebut
adalah sistem perijinan yang memadai dan keikutsertaan dalam kelembagaan regional perikanan (regional fisheries management organization / RFMO). Kebutuhan tenaga kerja pada kapal ikan Indonesia dapat dibagi dua, yaitu : (1). kapal-kapal yang beroperasi di wilayah pengelolaan perairan (WPP) RI, (2). kapal-kapal yang beroperasi di perairan internasional. Kebutuhan tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk kapal penangkap ikan di WPP RI dihitung berdasarkan (a). peluang pengembangan armada dalam pemanfaatan potensi sumber daya ikan yang belum dimanfaatkan secara optimal; (b). mengganti penggunaan tenaga kerja asing (TKA) yang dipekerjakan pada kapal penangkap ikan di perairan Indonesia; dan (c). peluang pada kapal penangkap ikan Indonesia yang akan menggantikan kapal ikan asing (KIA) skim lisensi.
Berdasarkan potensi dan tingkat pemanfaatan SDI di WPP RI, yaitu Laut Cina Selatan, Selat Makassar dan Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram dan Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, Laut Arafura dan Samudera Hindia, menurut data yang diperoleh dari Ditjen Perikanan Tangkap tahun 2004 dimungkinkan masih terdapat pengembangan usaha penangkapan 47
sebanyak
3.005 unit kapal dan dibutuhkan tenaga kerja/awak kapal sebanyak 29.947 orang (Tabel 14 dan Tabel 15). Tabel 14
Peluang pengembangan usaha penangkapan dan kebutuhan tenaga kerja (awak kapal)
No.
WPP
1
2
1
ALOKASI KAPAL > 30 GT
< 30 GT
> 30 GT
KAPAL
T.KERJA
3
4
5
6
7
8
L. Cina Selatan 88
12
704
264
100
968
-
-
-
-
-
-
31
5
248
115
36
363
- Pelagis Kecil
226
31
1.808
682
257
2.490
- Pelagis Besar
209
38
1.672
836
247
2.508
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
81
15
648
330
96
978
-
-
-
-
-
-
653
96
5.224
2.112
749
7.336
- Pelagis Besar
-
-
-
-
-
-
- Demersal
-
-
-
-
-
-
- Pelagis Kecil
385
57
3.081
1.256
442
4.337
- Pelagis Besar
20
4
165
95
24
260
- Demersal
42
6
336
135
48
471
452
66
3.616
1.455
518
5.071
-
-
-
-
-
-
51
8
408
181
59
589
- Pelagis Kecil
47
7
376
154
54
530
- Pelagis Besar
276
49
2.210
1.086
325
3.296
-
-
-
-
-
-
2.561
394
20.496
8.701
2.955
29.197
- Pelagis Besar - Demersal Sl. Makassar & L. Flores
- Demersal 3
L. Banda - Pelagis Kecil - Pelagis Besar - Demersal
4
L. Arafura - Pelagis Kecil
5
6
L. Maluku & Sekitarnya
L. Sulawesi & S. Pasifik - Pelagis Kecil - Pelagis Besar - Demersal
7
JUMLAH
< 30 GT
- Pelagis Kecil
2
TENAGA KERJA
S. Hindia
- Demersal JUMLAH
Sumber : Pusat Riset Perikanan Tangkap (2001)
48
Tabel 15 Kebutuhan TKI menurut kualifikasi keahlian/keterampilan
JENIS JABATAN KAPAL
No.
JUMLAH CPT
FM
CE
RE
RO
CW
1
Penangkap < 30 GT
2.561
1.500
2.561
-
2.561
11.313
20.496
2
Penangkap > 30 GT
394
250
394
250
394
7.019
8.701
3
Pengangkut
50
-
50
50
50
550
750
3.005
1.750
3.005
300
3.005
18.882
29.947
JUMLAH
Sumber diolah dari Ditjen Perikanan Tangkap DKP, 2005
Keterangan : - CPT
=
Captain
-
RE
=
Refrigeration Engineer
- FM
=
Fishing Master
-
RO
=
Radio Operator
- CE
=
Chief Engineer
-
CW
=
Crew
Sementara itu, peluang kerja TKI sebagai pengganti TKA yang saat ini bekerja pada KII berjumlah 1.268 orang (Tabel 16).
Tabel 16
No.
Jenis jabatan yang diduduki TKA pada KII
Jenis Jabatan
TKA pada KII
TKA pada KIA
1.
Fishing Master
290
858
2.
Captain
250
922
3.
Chief Engineer
260
922
4.
Refrigeration Engineer
210
800
5.
Crew
258
19.551
1.268
23.053
Jumlah Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap DKP, 2005
Sedangkan peluang kerja TKI pada KII sebagai pengganti KIA skim lisensi berjumlah 23.053 orang pada 922 buah kapal. Dengan demikian peluang kerja bagi TKI pada KII di WPP RI berjumlah 54.268 orang. Dengan demikian peluang kerja bagi TKI pada KII di WPP RI berjumlah 54.268 orang. Kebutuhan tenaga kerja pada kapal penangkap ikan skala industri menunjukkan semakin banyak jumlah orang yang dapat bekerja pada kapal tersebut berdasarkan bobot kapal serta jenis alat tangkap yang digunakan (Tabel 17). 49
Tabel 17 Standar rata-rata kebutuhan ABK menurut ukuran gross tonage dan jenis kapal / alat tangkap Jenis Kapal/ Alat Tangkap 1. Pole and Line 2. Tuna Long Line 3. Purse Seine Tanpa Power Blok 4. Purse Seine dengan Power Blok (Pelagis Besar) 5. Jaring Insang 6. Pukat Ikan 7. Pukat Udang 8. Squid Jigging 9. Pancing Rawai Dasar Rata-rata
Gross Tonage (GT) >100-150 >150-200 20 25 17 18 35 40
30-50 15 13 22
>50-100 17 16 30
>200-300 28 20 42
>300 30 25 45
17
22
23
30
35
40
10 10 11 7 12
12 12 12 13 17
17 15 16 15 19
19 17 19 20 22
21 19 22 22
22 23 25 24
13
17
20
23
-
26
29
Sumber diolah dari : Ditjen Perikanan Tangkap, 2005
Kebutuhan tenaga kerja pada tabel di atas rata-rata menunjukkan bahwa dalam satu kapal penangkap ikan terdapat ABK sebanyak 13, 17 dan 20 orang dan pengambilan data primer yang dilakukan pada kapal-kapal penangkapan ikan di beberapa perusahaan di Sorong, Medan dan Pekalongan, armada kapal penangkap ikan yang berbobot > 30 GT menunjukkan walaupun semakin banyak tenaga kerja yang dibutuhkan dengan semakin besarnya bobot kapal namun jabatan pekerjaan yang dapat diisi oleh tenaga kerja berpendidikan menengah juga terbatas. Misal kapal berbobot kapal 30 dapat dinakhodai oleh seorang lulusan pendidikan menengah perikanan dengan sertifikat ANKAPIN-II tetapi pada kapal berbobot 90 GT sudah harus dipimpin oleh seorang yang bersertifikat ANKAPIN-I artinya minimal pendidikannya adalah Diploma III. Jabatan yang tersedia pada kapal penangkap ikan yang memungkinkan untuk mempekerjakan tenaga kerja berpendidikan menengah perikanan rata-rata adalah satu per lima bagian dari seluruh tenaga kerja yang ada. Untuk posisi atau jabatan pada kapal penangkap ikan, lulusan SMK atau SUPM yang bekerja pada Kapal Ikan Indonesia mempunyai posisi atau jabatan yang berbeda sesuai dengan bobot kapal. Data survei yang dilakukan pada 9 perusahaan penangkapan ikan di Sorong, Pekalongan, Sibolga dan Bitung yang memiliki kapal penangkap ikan berbobot 50-100 GT memperlihatkan posisi yang
50
mempekerjakan tenaga kerja berpendidikan menengah perikanan, dapat dilihat pada Tabel 18 Tabel 18 Posisi jabatan pada kapal penangkap ikan bagi tenaga kerja lulusan pendidikan menengah perikanan Deck 1. 2. 3. 4. 5. 6 Mesin 1. 2. 3. 4
Nakhoda Mualim I Mualim II Mualim III Botswin Kelasi
Tanggungjawab Pimpinan umum Administrasi Pelayaran Operasi penangkapan Alat tangkap dan alat bantu Operasional dek
Kepala Kamar Mesin (KKM) Masisinis II Masinis III Oiler
Pimpinan kamar mesin Mesin induk dan mesin bantu Mesin dek Operasional mesin
Namun tentunya posisi atau jabatan kapal yang dapat diisi oleh tenaga kerja lulusan pendidikan menengah kejuruan sangat tergantung kepada pengalaman yang telah dimiliki oleh lulusan yang bersangkutan saat mulai bekerja pada kapal-kapal tersebut. Berdasarkan jabatan pada kapal penangkap ikan sebagaimana yang dijelaskan dalam Tabel 13 dapat digambarkan bahwa Lulusan pendidikan menengah kejuruan baik yang berasal SMK dan SUPM yang bekerja pada kapal penangkap ikan mempunyai posisi yang berbeda pada setiap ukuran kapal dan alat tangkap yang dipergunakan.
5.2.2.1 Tenaga kerja pada kapal penangkap ikan Indonesia Kapal penangkapan ikan skala industri merupakan kapal penangkap ikan yang diawaki oleh tenaga kerja yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan pekerjaan di kapal yang didasarkan pada sertifikasi yang dimiliki oleh tenaga kerja tersebut. Banyak kapal penangkap ikan yang berbendera Indonesia namun masih banyak memperkerjakan tenaga kerja asing karena pemilik kapal menganggap bahwa tenaga kerja Indonesia belum memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan perwira pada kapal mereka yang dibuktikan dengan belum adanya sertikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Peluang bekerja bagi tenaga lulusan pendidikan menengah kejuruan di kapal penangkap ikan selain bergantung kepada kapal- kapal yang beroperasi diwilayah
pengelolaan
pengembangan armada
perairan
(WPP)
khususnya
terhadap
peluang
dari tahun ke tahun, tetapi diharapkan juga mampu 51
masih memiliki peluang untuk mengisi posisi-posisi jabatan yang masih diduduki oleh tenaga kerja asing yang dipekerjakan pada kapal penangkap ikan Indonesia. Data yang diperoleh dari Ditjen Perikanan Tangkap, DKP Tahun 2005 menunjukkan berdasarkan potensi dan tingkat pemanfataan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,yaitu Laut Cina Selatan, Selat Makassar dan Laut Flores, Laut Banda, Laut Seram dan Teluk Tomini, Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik,
Laut
Arafura dan Samudera
Hindia,
dimungkinkan pengembangan usaha penangkapan sebanyak 3005 unit dan dibutuhkan tenaga kerja/ awak kapal sebanyak 29.947 orang.
5.2.2.2 Tenaga kerja pada kapal penangkap ikan di luar negeri Negara-negara di Asia khususnya Jepang dan Korea Selatan merupakan negara maju di Asia yang memiliki kemampuan investasi, ilmu pengetahuan dan teknologi maju serta sumber daya lainnya dalam membangun kesejahteraan negara dan bangsanya. Telah lami diketahui bahwa negara Jepang dan Korea Selatan merupakan negara-negara di Asia yang memiliki banyak armada kapal penangkap ikan yang beroperasi pada daerah penangkapan ikan hampir
di
seluruh dunia. Hal berakibat pada banyak diperlukannya tenaga kerja pelaut kapal penangkap ikan di negara tersebut. Kedua negara tersebut juga merupakan negara pengimpor hasil laut dari berbagai negara termasuk Indonesia serta masyarakat mereka dikenal memiliki tingkat konsumsi ikan paling tinggi di dunia. Para pelaut penangkap ikan Indonesia dapat diterima dengan baik oleh pengusaha perikanan Jepang, karena para pelaut perikanan Indonesia dikenal rajin dan ulet bekerja. Data statistik yang diperoleh dari Asosiasi Perikanan Tuna Jepang, menunjukkan bahwa sejak tahun 1990 telah terjadi kenaikan secara signifikan jumlah kapal penangkap ikan Indonesia di Jepang. Pelaut kapal ikan Indonesia di Jepang pada tahun 1990 berjumlah 759 orang dan pada tahun 2002 sudah menjadi 4867. Hal tersebut menunjukkan telah terjadi peningkatan sebesar hampir 900% sejak para pelaut perikanan Indonesia bekerja di Jepang. Banyaknya tenaga kerja pelaut kapal penangkap ikan Indonesia yang diterima bekerja pada kapal-kapal Jepang , hal tersebut disebabkan kondisi di Jepang dalam 10 tahun belakangan ini, banyak pemuda di Jepang menunjukkan minat yang sangat kurang untuk bekerja di laut. Sekalipun para pemuda tersebut 52
menduduki jabatan sebagai perwira pada kapal penangkap ikan Jepang. Keadaan tersebut menyebabkan jumlah pelaut kapal penangkap ikan bangsa Jepang menurun drastis. Data statistik menunjukkan jumlah pelaut kapal penangkap ikan Jepang tahun 1990 sebanyak 10.155 orang dan pada tahun 2002 hanya terdapat 2.943 orang. Dengan kondisi tersebut perusahaan penangkapan ikan Jepang mulai kesulitan untuk memperoleh tenaga pelaut Jepang.
5.3 Proyeksi SDM Perikanan Tingkat Menengah 5.3.1 Lulusan pendidikan menengah perikanan Salah satu sasaran pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah tangkap sampai dengan periode tahun 2009 yang dirumuskan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional adalah masih akan dibukanya lembaga-lembaga pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan mengingat masih besarnya potensi pengembangan sumber daya perikanan yang memberikan
peluang pada kebutuhan tenaga
kerja. Secara logis apabila kebutuhan jumlah tenaga kerja pada industri penangkapan ikan masih sangat banyak diperlukan untuk bekerja pada armadaarmada tersebut maka aka sangat terbuka peluang bagi para lulusan pendidikan menengah kejuruan untuk dapat bekerja selepas mereka menyelesaikan pendidikannya. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa masih besarnya peluang pengembangan armada penangkapan ikan disebabkan oleh masih tersedianya potensi sumber daya ikan pada WPP Indonesia utamanya di wilayah timur Indonesia dan masih banyaknya tenaga asing asing yang bekerja pada kapal-kapal berbendera Indonesia. Proyeksi jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan yang diperhitungkan dari 91 sekolah baik SMK dan SUPM di seluruh Indonesia menggunakan pendekatan metode dugaan analisis regresi kuadratik dengan R2 yang lebih baik dibandingkan dugaaan regresi linier dan dugaan regresi
eksponenesial.
Proyeksi
dihitung
hingga
tahun
2009
dengan
menggunakan data dasar lulusan pada tahun 2000 sampai tahun 2005 merupakan data yang dikumpulkan langsung dari sekolah-sekolah tersebut. Proyeksi jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan pada tahun 2009 adalah 3.920 orang (Tabel 19). 53
Tabel 19 Proyeksi jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan sampai dengan tahun 2009. Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Proyeksi Jumlah Lulusan 2027 2448 2904 3395 3920
5.3.2 Kebutuhan tenaga kerja perikanan tangkap Kebutuhan jumlah tenaga kerja pada kapal penangkap ikan > 30 GT pada kapal penangkapan ikan Indonesia dapat diestimasi dengan
melakukan tiga
pendekatan sebagai berikut : 1) Pendekatan Jumlah Kapal Perikanan Guna memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai fluktuasi tahunan jumlah kapal perikanan, data kapal perikanan tahun 1993-2004 dibuatkan indeks dengan angka acuan yakni nilai 100 pada data tahun 1993 (data terkecil dalam periode dari periode 1993-2004).
Secara kasar dari tabel indeks tersebut
fluktuasi lebih jelas dengan pembanding tahun 1993. Selanjutnya diperoleh rataan indeks sebesar 206,7 dengan standar deviasi 83,0 sehingga batas atas 289,7 dan batas bawah 123,7. Rataan indeks tersebut dibandingkan data tahun indeknya menunjukkan bahwa kenaikan kapal tahunan sebesar 4091 kapal dengan batas atas 5733 kapal dan batas bawah 2448 kapal. Batas bawah ini yang digunakan secara minimal sebagai penambahan jumlah kapal tahunan. Proyeksi kebutuhan SDM diasumsikan 20% dari jumlah awak kapal atau 0,2 x 15 x jumlah kapal. 2) Pendekatan Estimasi Potensi dan Estimasi Hasil Tangkapan Kapal Perikanan Potensi tahunan perairan Indonesia sebesar 6.027.368 ton (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005).
Estimasi potensi didasarkan pada porsi hasil
tangkapan kapal perikanan terhadap produksi perikanan total.
Estimasi hasil
tangkapan didekati dengan asumsi ukuran palka 60% dari tonase dan hasil tangkapnya merupakan 70% kapasitas palka, atau estimasi hasil tangkap sebesar 0,7 x 0,6 x tonase.
Sehingga diperoleh rataan porsi hasil tangkap
sebesar 22,4% dari total produksi total. Keberadaan porsi potensi 22,4% merupakan estimasi potensi yang akan dipakai selanjutnya dan setara dengan 1.350.130 ton. 54
Rataan hasil tangkap
kapal perikanan sebesar 789,2 ton atau setara dengan 1710 kapal (berdasarkan porsi potensi 1.350.130 ton) dengan standar deviasi 134,3. Batas atas hasil tangkap sebesar 923,3 ton atau setara dengan upaya 1462 kapal, dan batas bawah 654,7 ton atau setara dengan upaya 2061 kapal. Secara minimal jumlah penambahan kapal tahunan yang digunakan adalah 1462 kapal. Selanjutnya proyeksi SDM diasumsikan 0,2 x 15 x jumlah kapal. 3). Pendekatan Kajian Pusat Pengembangan SDMKP Kajian kebutuhan SDM perikanan tangkap total telah dilaksanakan tahun 2005. Berkaitan dengan ini, hasil kajian tersebut dijadikan dasar untuk menghitung proyeksi SDM menengah. Porsi SDM perikanan tangkap industri terhadap total SDM perikanan tangkap dihitung berdasarkan asumsi kapal perikanan diawaki oleh 20 orang. Sehingga diperoleh rataan porsi SDM perikanan industri sebesar 2.5 % dengan standar deviasi 0.6. Batas atas rataan ini 3.1% dan batas bawah 3.1%.
Dilain pihak menurut data tahun 2003
menyatakan bahwa porsi SDM perikanan industri sebesar 1.9%.
Untuk
pendekatan porsi ini dipakai rataan batas atas sebesar 3.1 % dan 2.3% darti data tahun 2003 sehingga diperoleh rataan sebesar 2.7%. Selanjutnya proyeksi SDM diasumsikan 0.27 x SDM perikanan tangkap total hasil kajian berdasarkan pendekatan jumlah kapal. Tabel 20 Proyeksi kebutuhan SDM dengan berbagai pendekatan Tahun
Proyeksi SDM Pendekatan Jml Kapal (dasar fluktuasi tahunan)
Proyeksi SDM Pendekatan Jml Kapal (dasar estimasi potensi)
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
12954 20298 27642 34986 42330 49674 57018
12954 17340 21726 26112 30498 34884 39270
Proyeksi SDM Pendekatan Studi Sebelumnya
65864 54990 45205 45205
Proyeksi Lulusan
1641 2027 2448 2904 3395 3920 4480
Rata-rata proyeksi SDM berdasarkan Tabel diatas sebesar 47164. Disisi lain, kebutuhan SDM pada 2009 sebanyak 33722 orang sebagaimana dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP dengan komponen kebutuhan (1) optimasi pemanfaatan potensi sumber daya ikan pada kapal > 30 GT (2) KII pengganti KIA SKIM Lisensi, dan (3) pengganti Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Kebutuhan rumusan DKP
paling dekat dengan proyeksi SDM berdasarkan
estimasi potensi pada Tabel 21 yakni sebesar 34884 orang. 55
5.3.3 Kesenjangan kebutuhan dan jumlah lulusan Berdasarkan penjelasan proyeksi kebutuhan dan jumlah lulusan pada sub bab sebelumnya terdapat adanya kesenjangan antara kebutuhan tenaga kerja pada armada kapal penangkap ikan berskala industri dengan jumlah lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan. Masih besarnya peluang pengembangan armada penangkapan ikan berarti masih terbuka dan tersedianya lapangan kerja bagi para lulusan. Berdasarkan
perhitungan jumlah lulusan yang tersedia pada saat ini dan
proyeksi jumlah lulusan sampai dengan tahun 2009 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah lulusan yang tersedia dengan jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Jumlah lulusan yang tersedia sampai tahun 2004 adalah 1.641 orang, sedangkan perkiraan jumlah tenaga kerja lulusan pendidikan menengah kejuruan yang bekerja pada armada kapal penangkap ikan skala industri pada tahun yang sama adalah berjumlah 19.717 orang. sedangkan proyeksi kebutuhan tenaga kerja pada pengembangan armada sampai dengan tahun 2009 diperkirakan akan tersedia tenaga kerja lulusan tenaga menengah perikanan sebanyak 3.920 orang. Ironisnya pada survey yang dilakukan banyak ditemukan lulusan pendidikan menengah kepelautan perikanan yang tidak bekerja atau bekerja secara tetap secara tetap, hal tersebut diantaranya disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Pendapatan bulanan yang ditawarkan dirasakan kurang memadai sehingga banyak yang mencari penghasilan yang lebih baik, walaupun terpaksa harus bekerja bukan pada latar belakang pendidikan 2. Mencari pendapatan yang lebih baik, banyak tenaga kerja pelaut perikanan lulusan pendidikan menengah perikanan yang lebih memilih bekerja di luar negeri karena penghasilan yang jauh lebih baik 3. Walaupun peluang bekerja berdasarkan perhitungan kebutuhan banyak memberikan kesempatan, namun banyak perusahaan yang lebih senang mempekerjakan tenaga asing, karena tenaga kerja lulusan pendidikan menengah banyak yang tidak memiliki sertifikasi kepelautan 4. Jiwa melaut yang kurang dimiliki oleh para lulusan sangatlah mempengaruhi mental para lulusan dalam ketahanan bekerja di laut yang membutuhkan
56
waktu yang cukup lama untuk berada di lautan dengan meninggalkan keluarga
5.4. Strategi Pengembangan SDM Perikanan Tingkat Menengah 5.4.1. Identifikasi faktor-faktor strategis Penentuan arah pengembangan tenaga perikanan menengah kelautan dan perikanan dilakukan melalui analisis TOWS yang bersumber dari hasil analisis holistik terhadap faktor internal dan faktor eksternal yang diperkirakan mempengaruhi pengembangan tenaga teknis tersebut di masa yang akan datang.
Berdasarkan hasil analisis TOWS ditentukan prioritas strategi
pengembangan yang akan dijadikan acuan pembuatan model. Bahasan tentang faktor internal berkaitan dengan identifikasi kekuatan dan kelemahan yang selanjutnya dituangkan dalam matriks IFAS. Adapun faktor eskternal berisi hasil identifikasi peluang dan ancaman dan dituangkan dalam bentuk matriks EFAS. Tabel 21 dan Tabel 22 menyajikan matriks IFAS dan EFAS pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah. Tabel 21 Matriks analisis faktor strategi internal (IFAS) pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah Faktor Strategi Internal Kekuatan 1 Potensi perikanan masih dapat dieksploitasi Tersedianya lembaga pendidikan pencetak 2 tenaga kerja perikanan 3 Partisipasi dalam kelembagaan internasional Sistem perijinan kapal penangkap ikan sudah 4 ada Pengakuan internasional terhadap SDM 5 perikanan Indonesia Kelemahan 1 Adanya tumpang tindih kebijakan SDM Kualitas sarana dan prasarana belum 2 memadai Rendahnya kompensasi yang diberikan 3 kepada tenaga kerja perikanan Kurangnya perhatian pemakai tenaga kerja 4 perikanan Masih banyak tenaga kerja perikanan yang 5 belum memiliki sertifikat Implementasi peraturan tenaga kerja 6 perikanan masih kurang Jumlah
57
Bobot
Peringkat
Terbobot
0,08
3
0,24
0,11 0,07
4 2
0,44 0,14
0,08
3
0,24
0,08
2
0,16
0,08
2
0,16
0,11
1
0,11
0,08
2
0,16
0,10
3
0,30
0,11
1
0,11
0,10 1,00
3
0,30 2,07
Tabel 22 Matriks analisis faktor strategi eksternal (EFAS) pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah Faktor Strategi Eksternal Peluang Kebijakan optimalisasi pemanfaatan sumber 1 daya perikanan Masih banyaknya jumlah TKA pada kapal 2 penangkapan ikan Indonesia Permintaan tenaga kerja perikanan di luar 3 negeri Pengakuan regional terhadap kompetensi 4 SDM perikanan Indonesia Ancaman 1 Pencurian ikan oleh nelayan asing Pelanggaran terhadap peraturan pengawakan 2 kapal Persaingan tenaga kerja dalam era 3 perdagangan bebas Pemberlakuan ketentuan internasional 4 terhadap tenaga kerja perikanan Jumlah
Bobot
Peringkat
Terbobot
0,11
3
0,33
0,15
4
0,60
0,13
3
0,39
0,10
2
0,20
0,11
2
0,22
0,15
3
0,45
0,10
1
0,11
0,15 1,00
2
0,30 2,57
Ringkasan faktor strategis merupakan faktor kekuatan dan faktor kelemahan pada faktor strategis internal maupun peluang dan ancaman pada faktor eksternal dengan bobot tertinggi. Selanjutnya ringkasan faktor strategis tersebut diberi peringkat dan dapat diidentifikasi faktor strategis dengan nilai terbobot tertinggi sebagaimana Tabel 23.
Tabel 23 Ringkasan analisis faktor strategis kunci No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Faktor strategis kunci Tersedianya lembaga pendidikan (S) Kualitas sarana/prasarana belum memadai (W) Banyak tenaga kerja perikanan belum bersertifikat (W) Jumlah TKA pada kapal penangkap ikan Indonesia (O) Permintaan TKI luar negeri (O) Pelanggaran peraturan pengawakan (T) Pemberlakuan ketentuan internasional terhadap tenaga kerja perikanan (T) Kebijakan optimasi pemanfaatan SDI (O) Pencurian ikan /illegal fishing (T)
58
Bobot 0.10 0.10
Peringkat 4 1
Terbobot 0.40 0.10
0.10
1
0.10
0.10
4
0.40
0.10 0.15 0.15
3 3 2
0.30 0.45 0.30
0.10 0.10 1,0
3 2
0.30 0.20 2.55
Berdasarkan perikanan
tingkat
faktor-faktor
strategis
pengembangan
tenaga
teknis
menengah
dianalisis
pula
TOWS
untuk
Matriks
menggambarkan relasi diantara faktor-faktor yang ada. Hubungan antara faktorfaktor tersebut menghasilkan 7 strategi pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah yang dikelompokkan dalam 4 strategi utama, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 24 dan 25. Hasil perhitungan EFAS dan IFAS yang merupakan selisih antara kekuatan dengan kelemahan, antara peluang dan ancaman selanjutnya digambar pada kuadran TOWS sebagaimana pada Gambar 7.
S
Strategi agresif
Strategi konservatif
(0,88 ; 0,44) O
T
Strategi kompetitif
Strategi defensif
W
S = Strengthen/Kekuatan
O = Opportunity / Peluang
W = Weakness/Kelemahan
T = Treath / Ancaman
Gambar 8 Hasil perhitungan EFAS dan IFAS dalam kuadran TOWS
Gambar 7 menunjukkan bahwa hasil perhitungan menempati posisi strategi agresif pada kuadran TOWS dengan ordinat (0.88, 0.44)
59
Tabel 24 Matrik hubungan antar faktor-faktor strategis Kelemahan (W)
Kekuatan (S) 1. 2.
3. 4. 5.
Potensi perikanan masih dapat dieksploitasi Tersedianya lembaga pendidikan pencetak tenaga kerja perikanan Partisipasi dalam kelembagaan internasional Sistem perijinan kapal penangkap ikan sudah ada Pengakuan internasional terhadap SDM perikanan Indonesia
1. 2. 3.
4. 5.
6.
Adanya tumpang tindih kebijakan SDM Kualitas sarana dan prasarana belum memadai Rendahnya kompensasi yang diberikan kepada tenaga kerja perikanan Kurangnya perhatian pemakai tenaga kerja perikanan Masih banyak tenaga kerja perikanan yang belum memiliki sertifikat Impelementasi perauturan tenaga kerja perikanan masih kurang
Peluang (O) 1.
2.
3. 4.
Kebijakan optimalisasi pemanfaatan sumber daya perikanan Masih banyaknya jumlah TKA pada kapal penangkapan ikan Indonesia Permintaan tenaga kerja perikanan di luar negeri Pengakuan regional terhadap kompeten SDM perikanan Indonesia
1.
2.
Peningkatan jumlah lembaga pendidikan perikanan tingkat menengah berkualitas Kerjasama regional penyaluran tenaga kerja perikanan
1.
Peningkatan kualitas SDM perikanan melalui pembenahan sistem pendidikan berbasis kompetensi Harmonisasi sistem perizinan dan pengawakan kapal
1. Sosialisasi peraturan terkait
2.
Pembenahan kualitas sarana dan prasarana pendidikan Kebijakan sertifikasi tenaga kerja perikanan secara nasional
Ancaman (T) 1. 2. 3. 4.
Pencurian ikan oleh nelayan asing Pelanggaran terhadap peraturan pengawakan kapal Persaingan tenaga kerja dalam era perdagangan bebas Pemberlakuan ketentuan internasional terhadap tenaga kerja perikanan
1.
2.
tenaga kerja perikanan
Tabel 25 Matriks TOWS pengembangan tenaga teknis perikanan menengah No
Strategi
Strategi SO 1 Peningkatan jumlah lembaga pendidikan perikanan tingkat menengah berkualitas Kerjasama regional penyaluran tenaga 2 kerja perikanan Strategi ST 1 Peningkatan kualitas SDM perikanan melalui pembenahan sistem pendidikan berbasis kompetensi 2 Harmonisasi sistem perizinan dan pengawakan kapal
Faktor terkait
Jumlah bobot
Prioritas
S1,S2,O1,O2,O3
2,00
2
S2,S3,S5,O3,O4
1,33
4
S2,S5,T3,T4
1,00
6
S4,T1,T2
0,91
7
Strategi WO 1 Pembenahan kualitas sarana dan prasarana pendidikan 2 Kebijakan sertifikasi tenaga kerja perikanan secara nasional
W1,W2,W3,W4,O1, O2,O3
2,05
1
W1,W5,W6,O2,O3
1,56
3
Strategi WT 1 Sosialisasi peraturan terkait tenaga kerja perikanan
W6,T2,T4
1,05
5
60
5.4.2 Strategi pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah Berdasarkan analisis TOWS dan pendapat dari nara sumber diperoleh gambaran
kondisi
faktor
pendorong
serta
faktor
penghambat
dalam
pengembangan tersebut. Komponen – komponen esensial dari kondisi tersebut dijadikan acuan dalam penyusunan strategi pengembangan penyediaan tenaga teknis perikanan tingkat menengah. Strategi pengembangan yang dirancang meliputi : (1) pengembangan infrastruktur, (2) peningkatan kualitas lembaga pendidikan perikanan, (3) kebijakan sertifikasi, (4) pengembangan kerjasama, (5) peraturan tenaga kerja (6) sistem pengelolaan pendidikan, (7) perijinan kapal penangkap ikan. 5.4.2.1 Strategi pengembangan infrastruktur Infastruktur pendukung pengembangan tenaga teknis kelautan dan perikanan tingkat menengah yang tersedia pada lembaga pendidikan kejuruan yang ada pada saat ini relatif masih jauh dari memadai. Kondisi ketersediaan infrastruktur yang tidak merata pada setiap lembaga pendidikan menyebabkan produk kualitas lulusan yang dihasilkan masih berbeda, sehingga diperlukan adanya suatu standar sarana dan prasarana yang dapat diacu oleh seluruh lembaga pendidikan yang ada.
Banyak lembaga
pendidikan yang hanya
memiliki sarana gedung tempat belajar namun tidak memiliki sarana bagi siswa untuk melakukan praktek. Padahal
lulusan yang dihasilkan oleh lembaga
pendidikan kejuruan seharusnya merupakan tenaga kerja yang siap pakai. Kondisi ini menunjukkan kemampuan dan keterampilan tenaga-tenaga yang dihasilkan sangatlah bergantung pada latihan/praktek ataupun magang selama menjalani pendidikan. Kegiatan pengembangan pendidikan sangatlah mutlak membutuhkan infrastruktur yang menyangkut prasarana dan sarana yang memadai. Kondisi infrastruktur yang ada saat ini pada rata-rata lembaga pendidikan formal menengah kejuruan kelautan dan perikanan diduga menyebabkan kurang berkualitasnya lulusan yang dihasilkan. Sehingga untuk meningkatkan mutu lulusan maka lembaga pendidikan dituntut untuk dapat menyediakan sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan dalam STCW- F 1995. Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan sarana dan prasarana sangatlah berkaitan dengan besarnya dana yang harus dipersiapkan dan 61
disediakan karena mahalnya biaya sarana tersebut. Sesuai dengan ketentuan dalam STCW – F disebutkan bahwa selain komponen sarana pembelajaran yang dipersiapkan selama pendidikan, juga harus disediakan sarana khusus yang diperlukan untuk melengkapi kemampuan siswa misalnya yang berkaitan dengan keselamatan di kapal, pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan dan lingkungan perairan daerah penangkapan. Agar pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah dalam menghasilkan tenaga kerja yang memilki kemampuan sesuai dengan kebutuhan yang diharapkan diperlukan suatu kebijakan yang bersifat nasional. Hal tersebut sangatlah berkaitan dengan kemampuan pemerintah dalam mengelola lembaga pendidikan kejuruan yang telah eksis pada saat ini diantaranya dengan : 1.
Melakukan seleksi prioritas pengembangan terhadap lembaga-lembaga pendidikan yang ada
2.
Menetapkan batas waktu kepada lembaga pendidkan untuk memenuhi ketentuan pengembangan yang dipersyaratkan
3.
Melaksanakan pengawasan pengembangan terhadap lembaga pendidkan
4.
Menetapkan ketentuan yang menyangkut persyaratan pendirian lembaga pendidikan kejuruan secara ketat
5.4.2.2 Strategi peningkatan kualitas lembaga pendidikan perikanan Kebutuhan akan tenaga kerja kepelautan berpendidikan menengah perikanan masih sangatlah diperlukan untuk memenuhi tenaga kerja pada armada kapal penangkapan ikan mengingat masih tersedianya potensi pengembangan pada usaha penangkapan ikan dalam memanfaatkan sumber daya perairan. Banyak lulusan berpendidikan kepelautan perikanan diharapkan dapat mengganti tenaga kerja asing yang masih dipekerjakan oleh para pemilik kapal Selain kebutuhan awak kapal perikanan di dalam negeri, permintaan tenaga kerja berpendidikan kepelautan perikanan diluar negeri seperti di Korea, Jepang dan Taiwan semakin terbuka, mengingat semakin menurunnya minat para pemuda dinegara tersebut untuk bekerja di laut.
Di luar negeri, pelaut
perikanan banyak bekerja pada kapal penangkap ikan tuna (long liner), kapal pukat cincin (purse-seiner) dan kapal pukat harimau (trawler) dan kapal pengangkut ikan. Pemegang sertifikat pelaut perikanan Indonesia, seperti 62
MPL/AMKPL atau ANKAPIN/ATKAPIN sebelum diberlakukannya konvensi STCW masih diperbolehkan mengawaki kapal pengangkut ikan. Namun, dengan adanya penggolongan bahwa kapal pengangkut ikan sebagai kapal niaga maka pengawakan kapal pengangkut ikan oleh pemegang sertifikat MPL/AMKPL atau ANKAPIN/ATKAPIN tidak diperkenankan lagi. Untuk menghasilkan SDM pelaut perikanan yang memenuhi standar internasional tahan bekerja di laut diperlukan lembaga pendidikan dan pelatihan yang didukung dengan kurikulum berdasarkan kompetensi kerja (competency based training), tenaga pengajar yang berpengalaman lapangan, sesuai standar kurikulum yang digunakan, serta memiliki sarana prasarana pendidikan sesuai dengan standard STCW-F 1995 dari IMO. Secara umum isu yang berkembang tentang tenaga pelaut perikanan Indonesia, adalah sebagai berikut: a. Pelaut belum memenuhi persyaratan internasional IMO sehingga rentan untuk dipulangkan ke Indonesia; b. Kesempatan untuk menduduki jabatan Perwira kapal perikanan asing di luar negeri masih kecil; c. Pelaut perikanan diberi upah lebih rendah dibanding dengan pelaut dari negara lain pada jabatan yang setingkat; d. Pelaut perikanan Indonesia yang dikirim ke luar negeri kurang profesional; e. Pelaut perikanan disukai pengusaha karena loyal, patuh, dan tidak mabukmabukan; f.
Pelaut perikanan sering homesick.
g. Generasi muda negara maju seperti Jepang , Korea kurang berminat bekerja menjadi pelaut perikanan. h. Belum dipatuhinya hukum dan peraturan pengawakan kapal perikanan, khususnya kapal penangkap ikan berbendera asing; i.
Masih banyak pelaut perikanan belum memiliki sertifikat kepelautan.
j.
Upah yang diterima pelaut perikanan di dalam negeri cenderung di bawah upah minimum di darat.
k. Kemampuan penguasaan bahasa Inggris dan bahasa negara tempat bekerja masih sangat lemah. Diperlukan penyesuaian pengetahuan dan ketrampilan bagi para pelaut perikanan Indonesia melalui lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan yang berstandar konvensi IMO-STCW-F 1995 sehingga para pelaut perikanan memiliki daya saing tinggi, memiliki knowledge and skills tentang penyelamatan jiwa, 63
harta di laut, menjaga lingkungan laut, serta mampu melaksanakan penangkapan ikan secara bertanggung jawab (responsible fishing). Hal ini perlu didukung sistem ujian pada lembaga uji yang independent, pengawakan yang sesuai dengan tingkat dan jenis sertifikatnya. 5.4.2.3 Strategi kebijakan sertifikasi Berkaitan dengan kompetensi pelaut, sekarang ini untuk para pelaut niaga dituntut untuk memenuhi persyaratan Standard Training Certification and Watchkeeping for Seaferer, sedangkan untuk pelaut kapal perikanan dituntut untuk memenuhi standar kompetensi berdasarkan
Standard Training
Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnels (STCW-F) 1995 dari International Maritime Organization (IMO). Pelaut berstandar dimaksud, yakni memiliki pengetahuan dan ketrampilan tentang keselamatan jiwa, harta dan menjaga lingkungan agar laut tetap bersih dan terbebas dari polusi (clean ocean)
serta
melakukan
penangkapan
ikan
yang
bertanggung
jawab
(responsible fishing). Hal yang sama berlaku bagi para pengajar dan penguji yang harus mempunyai sertifikat IMO model course 6.09 dan 3.12. Pemenuhan
kebutuhan
awak
kapal
perikanan
pada
kapal-kapal
perikanan tangkap sekarang ini sangatlah ditentukan oleh kemampuan lulusan yang ditandai dengan sertifikat yang dimiliki. Sertifikat tersebut merupakan bentuk pengukuhan terhadap keahlian yang dimiliki oleh seseorang yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini Ditjen Perhubungan Laut sebagai lembaga pemerintah yang mendapat mandat dari International Maritime Organization. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan sertifikat ANKAPIN dan ATKAPIN merupakan hal mutlak yang harus dimiliki oleh tenaga kerja siap pakai yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan kelautan dan perikanan.
Armada penangkap ikan di luar negeri seperti di kapal: Jepang,
Korea, Taiwan, Panama, Spanyol, dan Australia. Demikian pula di luar negeri pelaut perikanan banyak tenaga kerja perikanan tingkat menengah yang bekerja pada kapal penangkap ikan tuna (long liner), kapal pukat cincin (purse-seiner) dan kapal pukat harimau (trawler) sebagai pemegang sertifikat pelaut perikanan Indonesia, ANKAPIN atau ATKAPIN. Untuk menghasilkan SDM pelaut perikanan yang memenuhi standar internasional tahan bekerja di laut diperlukan lembaga pendidikan dan pelatihan 64
yang didukung dengan kurikulum berdasarkan kompetensi kerja (competency based training), tenaga pengajar yang berpengalaman lapangan, sesuai standar kurikulum yang digunakan, serta memiliki sarana prasarana pendidikan sesuai dengan STCW-F 1995 dari IMO. Pengukuhan yang diberikan kepada lulusan pendidikan menengah belum seluruhnya dilakukan oleh seluruh lembaga pendidikan yang ada. Hal ini selain belum adanya kesadaran pada pengelola pendidikan, juga disebabkan oleh keterbatasan sarana, prasarana serta dana penyelenggaraan ujian. Oleh karenanya diperlukan suatu penetapan kebijakan terhadap kualitas lulusan yang dihasilkan harus dikukuhkan dengan sertifikasi. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan SDM pembangunan sektor kelautan dan perikanan khususnya kebutuhan tenaga yang berkualifikasi nahkoda dan perwira kapal penangkap ikan, baik untuk beroperasi di perairan Indonesia maupun perairan bebas (unlimited water), dan untuk persiapan ratifikasi STCW-F 1995 dari IMO oleh Pemerintah Indonesia, maka telah ditetapkan suatu ketentuan oleh pihak yang berwenang yang berisi pengaturan tentang pengujian dan sertifikasi keahlian pelaut serta pengawakan kapal penangkap ikan sesuai dengan ketentuan STCW-F. 5.4.2.4 Strategi pengembangan kerjasama Kerjasama merupakan salah satu instrumen dalam
pelaksanaan
penyaluran tenaga kerja yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan kejuruan kelautan dan perikanan. Melalui kerjasama diharapkan lembaga pendidikan dapat mengetahui kelemahan ataupun kekurangan terhadap hasil lulusan atau tenaga kerja siap pakai yang dihasilkan sehingga dapat segera dilakukan perbaikan atau melengkapinya sesuai kebutuhan pasar. Kerjasama yang baik dilakukan terhadap semua unsur yang berkaitan dengan lembaga pendidikan tersebut, yaitu baik pengguna lulusan dalam hal ini adalah pengusaha atau pemilik perusahaan maupun pemerintah penentu kebijakan dalam hal pendidikan nasional dan kebijakan dalam hal pengaturan tenaga kerja. Pemilik perusahaan memilki peranan yang sangat penting karena mereka merupakan pasar yang akan menggunakan tenaga-tenaga yang telah terdidik dilembaga pendidikan selama 3 tahun, sehingga penyerapan lulusan sangatlah bergantung kepada perusahaan-perusahaan penangkapan ikan tersebut. Adapun penentu kebijakan dalam pendidikan nasional merupakan lembaga
pemerintah
yang
menetapkan 65
ketentuan
terkait
dengan
penyelenggaraan
pendidikan diantaranya pendidikan
kejuruan perikanan.
Sedangkan lembaga pemerintah yang mengatur tentang tenaga kerja merupakan penentu kebijakan yang mengatur ketentuan yang menyangkut hubungan kerja antara pemilik dan pekerja. Permasalahan
yang
dihadapi
dalam
kerjasama
antara
lembaga
pendidikan dan pengguna lulusan adalah belum berstandarnya kemampuan atau mutu lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan kejuruan. Keadaan ini memharuskan pengguna hanya menggunakan tenaga-tenaga yang mereka nilai memiiki kemampuan yang dibutuhkan. Disamping itu belum adanya standarisasi upah tenaga kerja perikanan pada kapal-kapal penangkap ikan menyebabkan masih lemahnya posisi para lulusan untuk melakukan penawaran pendapatan yang lebih layak. Oleh karena nya dibutuhkan suatu kesamaan terhadap tenaga yang yang dihasilkan disamping diperlukannya suatu wadah untuk menampung aspirasi dan menjadi pintu utama potensi penawaran terhadap pengguna tenaga kerja untuk mendapatkan pendapatan dan fasilitas pekerja yang lebih layak. Salah satu negara yang banyak menerima tenaga kerja pelaut perikanan pada armada kapal penangkapan ikannya adalah Jepang. Para pelaut penangkap ikan Indonesia ternyata dapat diterima dengan baik oleh pengusaha perikanan Jepang. Data statistik menunjukkan bahwa sejak tahun 1990 terjadi kenaikan secara signifikan jumlah pelaut Indonesia pada kapal penangkap ikan Jepang. Pada tahun 1990 pelaut Indonesia yang bekerja pada kapal tuna di Jepang masih berjumlah 759 orang dan pada tahun 2002 sudah mencapai 4.867 orang. Menurunnya minat pemuda Jepang, sejak dua puluh tahun belakangan ini untuk bekerja di laut membuka peluang lebih besar untuk mengisi tenaga kerja yang dibutuhkan. Data statistik
menunjukkan bahwa jumlah pelaut
penangkap ikan Jepang tahun 1990 sebanyk 10.155 orang dan pada tahun 2002 tinggal 2.943 orang. Karena kondisi seperti ini perusahaan penangkapan ikan Jepang mulai kesulitan untuk memperoleh tenaga pelaut Jepang. Jumlah kapal penangkap ikan tuna Jepang saat ini lebih dari 422 kapal dengan jumlah awak kapal (crew) per unit kapal antara 20 - 22 orang. Perbandingan crew Indonesia dan crew Jepang adalah 13,9 dibanding 8,4 atau 65 % adalah dari Indonesia. Selanjutnya untuk kesinambungan penggunaan tenaga pelaut perikanan pada kapal-kapal ikan di Jepang maka kiranya perlu dibangun kerjasama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pelaut perikanan Indonesia mendapat kesempatan
kerja
serta
meningkatkan 66
pengetahuan,
ketrampilan,
dan
pengalaman dari kemajuan industri penangkapan ikan Jepang, adapun pihak Jepang mendapat dukungan tenaga kerja penangkap ikan dari Indonesia.
5.4.2.5 Strategi peraturan tenaga kerja Sampai saat ini masih belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang masalah ketenagakerjaan
anak buah kapal atau tenaga kerja yang
bekerja pada kapal penangkap ikan. Peraturan tersebut menjadi sangat penting karena
akan memuat ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban pemilik dan anak buah kapal. Kesenjangan kesejahteraan yang diperoleh oleh para pekerja kapal penangkap ikan dan kapal niaga seringkali menjadi penyebab berkurangnya minat pemuda untuk bekerja pada kapal penangkap ikan. Ketentuan yang diperlukan untuk mengatur permasalahan tenaga kerja pelaut perikanan sebaiknya bersusun secara bersama antara lembaga pemerintah yang mengatur tentang ketenagakerjaan dan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pengembangan sektor tersebut. 5.4.2.6 Strategi perijinan kapal penangkap ikan Seiring dengan keinginan para pengusaha perikanan menjadi tuan rumah di lautnya sendiri dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan diharapkan dapat mengatur kebijakan pemberian ijin operasi bagi kapal penangkap ikan yang melakukan kegiatan di perairan Indonesia. Termasuk juga menghentikan kerjasama bilateral penangkapan ikan dengan beberapa negara asing. Agar sumber daya yang tersedia masih tetap dapat dimanfaatkan dengan baik, maka penghentian kapal-kapal asing akan digantikan armada kapal nasional. Pengoperasian armada nasional akan membuka peluang bagi tenaga kerja pelaut perikanan diantaranya lulusan pendidkan menengah kejuruan kelautan dan perikanan. Sistim perijinan yang diberikan kepada para pemilik armada kapal perikanan harus menngikuti ketentuan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, sebagai bentuk kebijakan satu atap dalam upaya menertibkan ijin operasi armada kapal penangkap ikan. Melalui pemberian ijin yang terkendali, maka pengelolaan pemanfataan sumber daya perairan dalam dikendalikan serta menjadi berkelanjutan.
67
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1) Tenaga kerja perikanan tingkat menengah yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan untuk program studi NPL dan TPL sampai dengan tahun 2004 berjumlah 4561 orang. Jumlah tersebut masih jauh untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pelaut perikanan pada armada kapal perikanan yang beroperasi di perairan Indonesia yang berjumlah 4450 unit armada.
Suplai baru 10% mencukupi
kebutuhan jika mengacu pada proyeksi 2010. Hal ini menunjukkan tidak terdapat keseimbangan antara permintaan dan suplai tenaga kerja perikanan tingkat menengah. 2) Lulusan pendidikan perikanan menengah yang diharapkan menjadi tenaga kerja kepelautan perikanan dari tahun 1999 sampai dengan 2004 jumlahnya menunjukkan peningkatan. Peningkatan lulusan program Nautika sebesar 400% dan program Teknika 200%, dengan persentase yang sama untuk sertikasi ANKAPIN dan ATKAPIN. 3) Peningkatan dan pengembangan lembaga pendidikan sebagai suplai tenaga kerja
kepelautan
perikanan
agar
dapat memenuhi
kebutuhan
yang
diharapkan maka diperlukan strategi pengembangan yang agresif dan dirancang untuk mencakup: (1) pengembangan infrastruktur, (2) peningkatan kualitas lembaga pendidikan perikanan, dan (3) kebijakan sertifikasi serta hak pemegang sertifikat.
6.2 Saran 1) Pemerintah masih berpeluang besar untuk melakukan pengembangan kuantitas pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan, namun dengan memperhatikan seluruh komponen kualitas yang harus disediakan guna
memperbanyak
keikutsertaan
peserta
dalam
sertifikasi,
sesuai
ketentuan yang berlaku serta permintaan pengguna tenaga kerja. 2) Penerapan peraturan yang terkait sertifikasi
harus
dapat diberlakukan
secara holistik dan konsisten melalui berbagai tahapan diskusi dengan pemangku kepentingan.
3) Pemerintah harus secara tegas memberlakukan peraturan pengawakan kapal perikanan yang mengharuskan memperkerjakan tenaga lokal dan mengurangi penggunaan tenaga asing, sehingga peluang tersebut dapat dimanfaatkan oleh tenaga kerja perikanan menengah di Indonesia.
69
DAFTAR PUSTAKA
Arep, I. dan Tanjung, H., 2003. Manajemen Sumberdaya Manusia. Universitas Trisakti.Jakarta. hal 287. Barthos. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta. 323 hal. Baruni H.M. 2006. Kajian Usaha Perikanan Demersal di Laut Arafura di Dalam : Monintja et al., editor. Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. Institut Pertanian Bogor. hal 135-171 Dahuri, R. 2005. Kelautan, Potensi Memakmurkan Rakyat. 20 Juni 2005. Kompas. Jakarta.Hal 24 kolom 1. Depdiknas. 2001. Himpunan Perundang-Undangan Bidang Kependidikan. Penerbit CV. Novindo Pustaka Mandiri.140 hal Depdiknas. 2002. Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. 160 hal. Depdiknas. 2003. Pedoman Penyusunan dan Seleksi Proposal Pengembangan SMK. Ditjen Dikdasmen.Jakarta. 8 hal Depdiknas. 2003. Petunjuk Pelaksanaan tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penerbit CV. Tamita Utama.Jakarta. 63 hal. Dephub. 2000. Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan. Ditjen Perhubungan Laut. Jakarta. 18 hal. Dephub. 1996. Keputusan Menteri No. KM 46 Tahun 1996 tentang Sertifikasi Kelaiklautan Kapal Penangkap Ikan. Ditjen Perhubungan Laut. Jakarta. 3 hal Dephub. 2005. Peraturan Menteri No. KM 09 Tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian serta Sertifikasi Pelaut Kapal Penangkap Ikan. Ditjen Perhubungan Laut. Jakarta. 28 hal Dikmenjur. 2002. Informasi Perkembangan Bidang Kelautan dan Perikanan di SLTA. Makalah Disampaikan pada Rakor di Jogjakarta. Ditmenjur. Jakarta. 3 hal. Ditjen Perikanan Tangkap. 2005. Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Usaha Penangkapan. Jakarta.12 hal. DKP. 2000. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.120 hal DKP. 2002. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan.Jakarta.125 hal.
DKP. 2003. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 130 hal. DKP. 2004. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan,Jakarta. 130 hal. DKP. 2006. Pengawakan Kapal Perikanan, Jakarta. 65 hal. Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News Book Ltd. England.320 p Ghofar A. 2003. Pentingnya Bukti-Bukti Ilmiah Dalam Pengambilan Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya ikan. di Dalam : Widodo, et.al., Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan Laut 2003 (ISBN : 979-97194-2-9). BRKP, DKP. Hal 91-99 IMO. 1995. Standard of Training, Certification and Wachkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F) 1995.London. 78 p. Irianto, J. 2001. Isu-Isu Strategis Pengembangan Sumber Daya Manusia. Insan Cendekia. Surabaya. 105 hal. Jusuf, G. 1999. The Indonesia Fishery Policy. Di Dalam : Arimoto T dan Haluan J. editor. Sustainable Fishing Technology in Asia Toward the 21th Century (ISBN = 4-925135-08-2). TUF International JSPS Vol. 8. hal 20-23 Nasendi BD dan Anwar A. 1985. Program Linier dan Variasinya. PT Gramedia, Jakarta.324 hal. Nawawi, H. 2003. Perencanaan SDM; Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif. Gajah Mada University Press. Jogjakarta.hal 69-72 Nachrowi ND dan Usman H, 2004. Teknik Pengambilan Keputusan. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.308 hal. Nursanti, T.D. 2001. Strategi Terintegrasi Dalam Perencanaan Sumber Daya Manusia yang Efektif. Jurnal Usahawan No. 03. TH XXX Maret 2001. Jogjakarta. hal 6. Purnama, N. 2000. Membangun Keunggulan Bersaing Melalui Integrasi Perencanaan Strategik dan Perencanaan SDM. Jurnal Usahawan No. 07 TH XXIX Juli 2000. Jogjakarta. hal 6. Rangkuti, F. 1999. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.188 hal Siregar A, Husas H.S, Budiman D, Ernalia L.R, Abdulkadir D, dan Aminah S. 2004. Perencanaan Tenaga Kerja Pertanian Medik dan Paramedik Veteriner. Jurnal Pengkajian, Vol 02, 2004. Pusat pengkajian SDM pertanian. Departemen Pertanian
71
Steel, R.G.D dan Torrie, J.H. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 748 hal Umar, H. 2003. Sumberdaya Manusia dalam Organisasi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 307 hal. Umar, H. 2005. Strategic management in action. Gramedia Pustaka utama. Jakarta. 404 hal
72
LAMPIRAN
Lampiran 1 JUMLAH LULUSAN PENDIDIKAN MENENGAH PERIKANAN TAHUN 1999-2004 PROGRAM STUDI NPL DAN TPL No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
NAMA SEKOLAH SMKN 1 Loli SMKN 1 Lewoleba NTT SMKN Kecil Perikanan dan Kelautan SMKN Boking SMK Stella Maris Labuan Bajo SMKN 1 Larantuka SMK Kencana Sakti SMKN 1 Nemberala SMKN I Keruak SMKN 7 Mataram SMK Kelautan dan Periakanan Lembar SMKN 4 Bima (BNPL) SMKN 1 Alas SMKN 2 Negara SMKN 2 Kintamani (BNPL) SMKN 4 Bau-Bau SMKN 2 Tanjung Pandan SMKN Batu Putih SMKN 3 Bitung SMKN Tolitoli Utara SMKN 6 Palu SMKN 1 Banawa SMKN 1 Galang SMKN 1 Balaesang SMK Nautika Perikanan Laut SMKN 1 Marisa SMK Kelautan dan Perikanan Raha SMKN 3 Kelautan dan Perikanan Kolaka SMKN 1 Bulukumba SMKN 3 Jeneponto Sul-Sel SMKN 1 Sopura SMKN 1 Pitungpanwa Kab. Wajo SMKN 3 Ketapang SMKN 1 Pemangkat (BNPL) SMKN 3 Kuala Kapuas SMKN Seyuan (BNPL) SMK N 5 Balikpapan SMK N 3 Tarakan (BNPL) SMK N Sangatta SMK N 1 Glabah Banyuwangi SMK N Ngadirojo SMK N Darul Ulum Muncar - Banyuwangi SMK N 2 Pacitan SMK N 2 Probolinggo SMK N 1 Watulimo SMK Bakung Blitar SMK " Perikanan - Kelautan" Puger SMK Pelayaran Barma Putra SMK N Kademangan (BNPL) SMK N 1 Turen Malang SMK N 1 Tanjung Sari SMK N 1 Sanden Bantul SMK N 3 Kota Tegal SMK Pelayaran Baruna Dukuhwaru, Tegal SMK N 2 Purbalingga (BNPL) SMK Perikanan Nusantara Demak SMK N 4 Purworejo SMK N 1 Bulakamba Brebes SMK N 2 Cilacap SMK N 2 Kebumen SMK Perikanan Irma Pekalongan SMK N 1 Cikelet Garut SMK N 1 Kandanghaur SMK N 3 Pandeglang SMK N 1 Tegal Buleud (BNPL) SMK N 1 Pangandaran SMK N 2 Indramayu SMK N Pelabuhan Ratu SMK Kelautan Delta SMK N 2 Subang SMK Pelayaran Pembangunan SMK N Tempursari SMK N 1 Sabang SMK N 1 Jeunieb Kab. Bireuen SMK N 4 Pangkal Pinang SMK N Kecil Kota Agung Tanggamus SMK N 1 Perikanan SMK N 1 Sibolga Tap-Tengah SMK N 2 Kisaran SMK Kel dan Perikanan Mandawindru Jambi
ALAMAT Sumba Barat Lewoleba - Lembata Wini, Kab. Timor Tengah Utara Jl. Aelasa Desa Boking Kab. TTS Labuan Bajo Kec. Komodo Kab. Manggarai Barat Larantuka Jl. Karya Kencana Kupang NTT Nemberala - Rote Jl. Gerbang masa depan Pagutan Kota Mataram Jl. Datu kedaro Lembar Lombok Barat Desa Karumbu Kec. Langguru, Bima Labuhan Alas Sumbawa NTB Negara- kab. Jembrana - Bali Desa Songan, Kec. Kintamani, Kab. Bangli - Bali Jl. Lanoa KM. 12 Tlp. (0402)23552 Bau-Bau Sultra Tanjung Pandan Belitung Batu Putih Kec. Bitung Utara Sulut Kalapa Dua Pasusungan Bitung Jl. Ki Hajar Dewantara No. 427 Galumpang Tolitoli Jl. Trans. Sulawesi No. 216 Mamboro Palu Utara Gunung Bale, Donggala Jl. Bandar Udara No. 1 Lalos Toli-Toli Jl. Poros Palu - Sabang Ds. Tambu Jl. Palu-Palu Km. 14 Sidera Jl. Trans. Sulawesi, Desa Teratai, Marisa Jl. Macian No. 10 Komp. SMA Muhamadiyah Raha Kel. Tahoa Kec. Kolaka Kab. Kolaka Jl. Teratai No. 24 Bulukumba Sulsel Jl. M. Ali Gasing Jeneponto Sul-Sel Ds. Sopura Kec. Pomalar Kab. Kolaka Jl. Pendidikan Siwa Kec. Pitungpanwa Jl. Ketapang Teluk Batang KM. 103 Kec. Simpang Hilir Jl. Penjajab Barat Kab. Kuala Kapuas Kab. Seruyan - Kalteng Balikpapan Tarakan, Kal-Tim Sangatta Kutai Timur Kaltim Jl. Kuntulan No. I Banyuwangi DS. Hadiwarno. Ngadirojo, Pacitan Wringin Putih - Muncar - Banyuwangi Jl. Walanda Maranis No. 2 Pacitan Jl. Mastrip 153 Probolinggo Jl. Gajah Oyo Prigi Watulimo, Trenggale Jl. Yos Sudarso No. 1 Bakung Puger - Jember Jl. Pemuda No. 46 Petamka Pemalang Jl. Sadeng, Kademangan - Blitar Turen malang Jl. Baron KM. 18 Kemadang Tanjung Sari Gunung Kidul Jl. Samas Km. 11, ngeplak Srigading Jl. Gajah Mada no. 72 D Kota Tegal Jl. Raya Slawi - Jati barang KM. 4 Dukuhwaru Desa Selaganggeng, Kec. Mrebet Kab. Purbalingga Jl. Angsa No. 11, Kalicilik, Demak, Jateng Ds. Briyan kec. Ngombol Jl. Rata Pantura Bulakamba Brebes Jl. Budi Utomo 8 Cilacap Jl. Joko Sangkrip KM 1 kebumen Jl. Sriwijaya 16 Pekalongan Pameungpeuk, Cikelet, Garut Jl. Raya Ilir kandanghaur Indramayu Desa Caringin Kec. Labuan - Pandeglang Jl. Siliwangi - Tegal Buleud Kab. Sukabumi Jl. Merdeka Telp. (0265)631050 Jl. Pabean Udik Indramuyu Jl. Cipatuguran Goa Lalay Pelabuhan Ratu - Sukabumi Jl. Kali Jaga Mundu Pesisir 1 B Cirebon Jl. Wera KM 5 Dangdewur Subang Jl. Manunggal II/67 Ciracas Jak-Tim SMPN 1 Tempursari, Lumajang Lingkungan Bay Pass Cot Ba'u Jl. Banda Aceh-Medan KM 191 Jeunieb Kab. Bireun Pangkal Pinang Kep. Bangka Belitung Jl. Ir. H. Juanda Way Gelang Kota Agung Jln. D.I. Panjaitan Kel. Sei Raja Tg Balai Jl. Tuka Sibuluan 1 Sibulga jl. Besar No. 1 Sei Rengas Kisaran Jl. TP. Sriwijaya No. 02 kel. Beliung Jambi
73
TAHUN/ JUMLAH LULUSAN 1999 2000 2001 2002 2003 2004 NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL 20
46
29
37
72
24
24
105
40
36
72
91
62
59
9
19
65
34
32 36
5
35
43
48
71
21
20
22
20
53
6
7
Lampiran 2 JUMLAH LULUSAN PENDIDIKAN MENENGAH PERIKANAN TAHUN 1999-2004 PROGRAM STUDI NPL DAN TPL (lanjutan) No 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 97 98 99 100 101 102 103 104 106
NAMA SEKOLAH SMK N Lebong Tengah SMK Pelayaran Gani Nusantara Palembang SMK N 2 Painan SMK N 3 Ambon SMK Kelautan dan Perikanan Tual SMK N 1 Maumere SMK N 2 Biak - Papua SMK N 1 Dainpal Selatan (BNPL) SMK N 2 Sungai Liat SMK N 1 Pulau laut Barat SMK N 1 Takisung SMK Muhammadiyah Masohi SMK Kelautan dan Perikanan Seira SMK N Paguyaman Pantai SUPM Negeri Ladong SUPM Negeri Pariaman SUPM Negeri Kota Agung SUPM Negeri Tegal SUPM Negeri Pontianak SUPM Negeri Bone SUPM Negeri Waiheru SUPM Negeri Sorong SMK Negeri 3 Ambon
TAHUN/ JUMLAH LULUSAN 2000 1999 2001 2002 2003 2004 NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL
ALAMAT Kab. Lebong, Prop. Bengkulu Jl. Ratu Sianum Lr H. Umar No. 714 Sago Painan Kab. Pesisir selatan Sumbar Jl. Laskdya Leo Watimena - Ambon jl. Soekarno hatta Ohoijang Tual Maluku Tenggara Kota Maumere Desa Sopem Biak Barat Jl. Tadulako No.55 Bangkir Jl. Raya Belinyu KM 5 Sinar Baru Sungai Liat Ds. Tangjung Playar Pulau Laut Barat Kel. Letparu Jl. Sutan Hasanudin Seira Kec. Wermaktian, Kab. MTB Ds. Bumbaa Kec. Paguyaman Pantai Aceh Besar, NAD Kabupaten Padang Pariaman-Sumbar Kotaagung Tanggamus Lampus Jl. Martoloyo, Tegal Jl. Pramuka Nipah Kuning Watampone, Bone Jl. Laksdya Leo Wattimena Km. 16 Waiheru Jl. A. Yani No. 32 Klaligi Jl. Laksdya Leo Wattimena Km. 16 Waiheru
Keterangan : NPL = Nautika Perikanan TPL = Teknika Perikanan
74
14
16
11
48
45 27
30
19
40 48
22
29
36
37 42 35
10 12
3
30
27
5
22
24
22
38 41
38 43
39 42
45 46 37 36
46 44
41 37
39 22
33 27
39
23 35 2
36
37 38 3
38 36 3
49 25
56 26
46 32
48 34
No
NAMA SEKOLAH
ALAMAT
1999
2000
TAHUN/ JUMLAH LULUSAN 2002 2001 2003
2004
Lampiran 2 JUMLAH LULUSAN PENDIDIKAN MENENGAH PERIKANAN TAHUN 1999-2004 PROGRAM STUDI NPL DAN TPL (lanjutan) No 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 97 98 99 100 101 102 103 104 106
NAMA SEKOLAH SMK N Lebong Tengah SMK Pelayaran Gani Nusantara Palembang SMK N 2 Painan SMK N 3 Ambon SMK Kelautan dan Perikanan Tual SMK N 1 Maumere SMK N 2 Biak - Papua SMK N 1 Dainpal Selatan (BNPL) SMK N 2 Sungai Liat SMK N 1 Pulau laut Barat SMK N 1 Takisung SMK Muhammadiyah Masohi SMK Kelautan dan Perikanan Seira SMK N Paguyaman Pantai SUPM Negeri Ladong SUPM Negeri Pariaman SUPM Negeri Kota Agung SUPM Negeri Tegal SUPM Negeri Pontianak SUPM Negeri Bone SUPM Negeri Waiheru SUPM Negeri Sorong SMK Negeri 3 Ambon
ALAMAT
TAHUN/ JUMLAH LULUSAN 1999 2000 2001 2002 2003 2004 NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL NPL TPL
Kab. Lebong, Prop. Bengkulu Jl. Ratu Sianum Lr H. Umar No. 714 Sago Painan Kab. Pesisir selatan Sumbar Jl. Laskdya Leo Watimena - Ambon jl. Soekarno hatta Ohoijang Tual Maluku Tenggara Kota Maumere Desa Sopem Biak Barat Jl. Tadulako No.55 Bangkir Jl. Raya Belinyu KM 5 Sinar Baru Sungai Liat Ds. Tangjung Playar Pulau Laut Barat Kel. Letparu Jl. Sutan Hasanudin Seira Kec. Wermaktian, Kab. MTB Ds. Bumbaa Kec. Paguyaman Pantai Aceh Besar, NAD Kabupaten Padang Pariaman-Sumbar Kotaagung Tanggamus Lampus Jl. Martoloyo, Tegal Jl. Pramuka Nipah Kuning Watampone, Bone Jl. Laksdya Leo Wattimena Km. 16 Waiheru Jl. A. Yani No. 32 Klaligi Jl. Laksdya Leo Wattimena Km. 16 Waiheru
14
11
48
45 27
30
19
40 48
2087 Keterangan : NPL = Nautika Perikanan TPL = Teknika Perikanan
16
22
29
36
37 42 35
10 12
3
30
27
5
22
24
22
38 41
38 43
39 42
45 46 37 36
46 44
41 37
39 22
33 27
39
23 35 2
36
37 38 3
38 36 3
49 25
56 26
58 2143 118
46 32
48 34
2254 139 2490 199 2553 200 2717 268
Lampiran 3 JUMLAH PESERTA UJIAN ANKAPIN TK II DAN ATKAPIN TK II TAHUN 2000 - 2005
No Nama sekolah 1 SUPM Ladong 2 SUPM Pariaman 3 SUPM Tegal 4 SUPM Pontianak 5 SUPM Waiheru 6 SUPM Sorong 7 SUPM Yamipura 8 SUPM Dumai 9 SUPM Kendari 10 SUPM Kupang 11 SMK Mundu 12 SMK Pelabuhan Ratu 13 SMK 36 Cilincing 14 SMK Pembangunan 15 SMKK Tuban 16 SMK Glagah 17 SMKN Watulimo 18 SMKN Galesong 19 SMKN Keruak 20 SUPM Bitung 21 SUPM YPBEP Jumlah
2000 2001 2004 2005 2002 2003 ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II 26 29 22 16 28 24 26 25 28 25 22 28 35 0 20 34 0 35 23 0 29 30 43 29 99 58 74 58 79 50 84 63 56 72 102 92 0 0 43 43 0 32 0 0 21 22 17 19 43 44 43 43 0 57 47 44 51 58 53 48 74 55 56 44 64 8 55 43 31 25 29 34 113 0 106 0 49 0 184 0 119 0 98 0 0 0 0 0 41 0 31 0 0 0 26 0 0 0 0 0 0 0 17 13 0 0 14 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 41 0 61 0 103 0 184 0 241 0 318 28 164 43 0 0 0 0 0 0 39 0 63 0 61 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 27 0 0 0 78 42 74 21 75 0 66 14 56 0 0 0 0 0 0 0 95 0 90 39 151 61 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 56 0 0 0 0 0 23 0 0 0 25 0 33 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 0 96 44 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 547 230 545 280 556 227 917 188 914 313 1056 365
ANK Tk II
75
Lampiran 4 JUMLAH PESERTA LULUS UJIAN ANKAPIN TK II DAN ATKAPIN TK II TAHUN 2000-2005
No Nama sekolah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
SUPM Ladong SUPM Pariaman SUPM Tegal SUPM Pontianak SUPM Waiheru SUPM Sorong SUPM Yamipura SUPM Dumai SUPM Kendari SUPM Kupang SMK Mundu SMK Pelabuhan Ratu SMK 36 Cilincing SMK Pembangunan SMKK Tuban SMK Glagah SMKN Watulimo SMKN Galesong SMKN Keruak SUPM Bitung SUPM YPBEP
2000 2001 2002 2003 2004 2005 ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II ANK Tk II ATK Tk. II 26 29 22 16 25 24 26 25 23 21 14 18 34 0 20 32 0 34 23 0 25 27 21 12 88 56 71 54 73 46 83 62 49 61 76 79 0 0 43 43 0 32 0 0 7 12 6 12 41 43 42 43 0 53 46 38 48 56 26 30 59 51 53 37 50 8 47 40 20 20 20 25 111 0 100 0 42 0 177 0 79 0 59 0 0 0 0 0 41 0 26 0 0 0 19 0 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 13 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 60 0 100 0 184 0 235 0 231 24 100 19 0 0 0 0 0 0 39 0 55 0 43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 72 42 74 0 69 0 60 13 48 0 0 0 0 0 0 0 95 0 56 34 117 37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 29 0 0 0 0 0 23 0 0 0 23 0 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 84 38 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 503 217 523 267 526 197 882 165 680 268 675 243
ANK Tk II
76
Lampiran 6 SARANA PENDIDIKAN MENENGAH KELAUTAN DAN PERIKANAN (lanjutan) No
NAMA SEKOLAH
TEMPAT UJIAN Teori
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 97 98 99 100 101 102 103 104 106
SMK Pelayaran Pembangunan M SMK N Tempursari SMK N 1 Sabang SMK N 1 Jeunieb Kab. Bireuen SMK N 4 Pangkal Pinang M SMK N Kecil Kota Agung Tanggamus M/PF SMK N 1 Perikanan SMK N 1 Sibolga Tap-Tengah M SMK N 2 Kisaran SMK Kelautan dan Perikanan Mandawindru Jambi M SMK N Nipah Panjang (BNPL) SMK N Lebong Tengah SMK Pelayaran Gani Nusantara Palembang M SMK N 2 Painan M SMK N 3 Ambon M SMK Kelautan dan Perikanan Tual PF SMK N 1 Maumere SMK N 2 Biak - Papua SMK N 1 Dainpal Selatan (BNPL) SMK N 2 Sungai Liat SMK N 1 Pulau laut Barat M SMK N 1 Takisung PF SMK Muhammadiyah Masohi M/PF SMK Kelautan dan Perikanan Seira PF SMK N Paguyaman Pantai SUPM Negeri Ladong M SUPM Negeri Pariaman M SUPM Negeri Kota Agung M SUPM Negeri Tegal M SUPM Negeri Pontianak M SUPM Negeri Bone M SUPM Negeri Waiheru M SUPM Negeri Sorong M SMK Negeri 3 Ambon M
Keterangan : M = Mandiri PF = Pinjam Fasilitas A = Ada T = tetap H = Honor
PENGEMBANGAN FASILITAS Lab Kapal WS. BST Latih Mesin TA TA A
Prtk
Gdg
Pgjr
M
S
T/H
S
T
TA
TA
S S S S S S
T H T/H T/H T H
A A TA A TA TA
A TA TA A A TA
S S S S P S S
T H T/H H H H T/H
A TA TA TA TA TA TA
A TA TA TA TA TA TA
S S S S/P P S M M M M M M M M M
T/H T/H H T/H T/H H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H
TA A TA TA TA A A A A A A A A A A
TA TA TA A TA TA A A A A A TA A A A
M M/PF M PF
M/PF PF PF
M PF PF PF M M M M M M M M M
WS. WS. GMDSS M. E. TA TA
WS. Nav A
WS. FG A
TA
TA
TA
TA
TA
TA TA TA
A TA TA
A TA TA
TA TA TA
TA TA TA
TA TA
TA TA
TA A
TA TA
TA TA
A A TA TA TA TA
A A TA TA TA TA
A TA TA TA TA
A TA TA TA TA
A TA TA TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
78
Lampiran 5 SARANA PENDIDIKAN MENENGAH KELAUTAN DAN PERIKANAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
NAMA SEKOLAH SMKN 1 Loli SMKN 1 Lewoleba NTT SMKN Kecil Perikanan dan Kelautan SMKN Boking SMK Stella Maris Labuan Bajo SMKN 1 Larantuka SMK Kencana Sakti SMKN 1 Nemberala SMKN I Keruak SMKN 7 Mataram SMK Kelautan dan Periakanan Lembar SMKN 4 Bima (BNPL) SMKN 1 Alas SMKN 2 Negara SMKN 2 Kintamani (BNPL) SMKN 4 Bau-Bau SMKN 2 Tanjung Pandan SMKN Batu Putih SMKN 3 Bitung SMKN Tolitoli Utara SMKN 6 Palu SMKN 1 Banawa SMKN 1 Galang SMKN 1 Balaesang SMK Nautika Perikanan Laut SMKN 1 Marisa SMK Kelautan dan Perikanan Raha SMKN 3 Kelautan dan Perikanan Kolaka SMKN 1 Bulukumba SMKN 3 Jeneponto Sul-Sel SMKN 1 Sopura SMKN 1 Pitungpanwa Kab. Wajo SMKN 3 Ketapang SMKN 1 Pemangkat (BNPL) SMKN 3 Kuala Kapuas SMKN Seyuan (BNPL) SMK N 5 Balikpapan SMK N 3 Tarakan (BNPL) SMK N Sangatta SMK N 1 Glabah Banyuwangi SMK N Ngadirojo SMK N Darul Ulum Muncar - Banyuwangi SMK N 2 Pacitan SMK N 2 Probolinggo SMK N 1 Watulimo SMK Bakung Blitar SMK " Perikanan - Kelautan" Puger SMK Pelayaran Barma Putra SMK N Kademangan (BNPL) SMK N 1 Turen Malang SMK N 1 Tanjung Sari SMK N 1 Sanden Bantul SMK N 3 Kota Tegal SMK Pelayaran Baruna Dukuhwaru, Tegal SMK N 2 Purbalingga (BNPL) SMK Perikanan Nusantara Demak SMK N 4 Purworejo SMK N 1 Bulakamba Brebes SMK N 2 Cilacap SMK N 2 Kebumen SMK Perikanan Irma Pekalongan SMK N 1 Cikelet Garut SMK N 1 Kandanghaur SMK N 3 Pandeglang SMK N 1 Tegal Buleud (BNPL) SMK N 1 Pangandaran SMK N 2 Indramayu SMK N Pelabuhan Ratu
TEMPAT UJIAN
PENGEMBANGAN FASILITAS
Teori
Prtk
Gdg
M M M M M
M M/PF PF M M/PF
M
PF
M
M
S S S S S/P S S P S
M M M M
Lab Kapal WS. BST Latih Mesin T/AP A A TA T/H TA TA TA T/H TA TA TA T/H TA A TA T/H TA A TA T/H TA A TA H A H TA TA TA T/H TA A A Pgjr
WS. Nav A TA TA TA TA TA
WS. FG A TA TA TA TA TA
WS. WS. GMDS M. E. TA TA TA TA TA TA TA TA TA TA TA TA
TA A
TA A
TA TA
TA TA TA TA
S S S
H T/H T/H T/H
TA A TA TA
A TA A A
TA TA TA TA
TA TA A TA
TA TA TA
TA TA TA TA
S
T
TA
A
TA
A
TA
A
TA
S
T/H
TA
TA
TA
TA
TA
TA
TA
S S P S S S P
T T/H H T/H T T/H T/H
TA A (KPI) TA A TA TA TA TA A A TA TA
TA TA TA
TA TA TA
TA TA TA A
TA TA TA
TA TA TA
TA
TA
TA
TA
TA
S S S
T H
A
A
TA
TA
TA
TA
TA
M
S S
H T/H
TA TA
TA TA
TA A
TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
M
S P
T/H T/H
TA TA
A TA
A
A
TA
TA
TA
S S/P S S S S
T/H T/H H T/H T T/H
A
A
A
A
A
TA
TA
TA TA TA TA
TA TA A A
TA
TA
TA
TA
TA
A A
A A
A TA
TA TA
TA TA
S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S S
H T/H T H T T T/H T/H
TA TA TA TA TA TA TA TA
A TA TA TA TA TA TA TA
A TA
A TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA TA A
TA TA A
TA TA A
TA TA TA
TA TA TA
T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H H T H T/H
TA TA TA H TA TA TA TA TA TA
A TA TA
TA TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA
A TA TA TA A TA A TA TA
TA TA TA TA TA TA
TA A TA TA TA TA A A TA
TA A TA TA TA TA
TA TA TA TA TA TA A TA TA
TA TA TA TA TA TA A TA TA
P PF
M
PF
M M M PF M PF
M M PF M PF
M
M
M/PF M/PF
M
M
PF
PF
M M
M/PF M
M M
M M
M
PF
M M M M M M S M M M M M M M M M M
PF M M M M/P PF H M M PF PF M M PF M/PF PF M
TA TA
TA TA
TA A
TA
No
NAMA SEKOLAH
69 SMK Kelautan Delta
TEMPAT UJIAN Teori
Prtk
M
PF
PENGEMBANGAN FASILITAS Gdg
Pgjr
S
T/H
Lab Kapal WS. BST Latih Mesin TA TA TA
WS. Nav TA
WS. FG TA
WS. WS. GMDS M. E. TA TA
77
Lampiran 6 SARANA PENDIDIKAN MENENGAH KELAUTAN DAN PERIKANAN (lanjutan) No
NAMA SEKOLAH
TEMPAT UJIAN Teori
71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 97 98 99 100 101 102 103 104 106
SMK Pelayaran Pembangunan M SMK N Tempursari SMK N 1 Sabang SMK N 1 Jeunieb Kab. Bireuen SMK N 4 Pangkal Pinang M SMK N Kecil Kota Agung Tanggamus M/PF SMK N 1 Perikanan SMK N 1 Sibolga Tap-Tengah M SMK N 2 Kisaran SMK Kelautan dan Perikanan Mandawindru Jambi M SMK N Nipah Panjang (BNPL) SMK N Lebong Tengah SMK Pelayaran Gani Nusantara Palembang M SMK N 2 Painan M SMK N 3 Ambon M SMK Kelautan dan Perikanan Tual PF SMK N 1 Maumere SMK N 2 Biak - Papua SMK N 1 Dainpal Selatan (BNPL) SMK N 2 Sungai Liat SMK N 1 Pulau laut Barat M SMK N 1 Takisung PF SMK Muhammadiyah Masohi M/PF SMK Kelautan dan Perikanan Seira PF SMK N Paguyaman Pantai SUPM Negeri Ladong M SUPM Negeri Pariaman M SUPM Negeri Kota Agung M SUPM Negeri Tegal M SUPM Negeri Pontianak M SUPM Negeri Bone M SUPM Negeri Waiheru M SUPM Negeri Sorong M SMK Negeri 3 Ambon M
Keterangan : M = Mandiri PF = Pinjam Fasilitas A = Ada T = tetap H = Honor
PENGEMBANGAN FASILITAS Lab Kapal WS. BST Latih Mesin TA TA A
Prtk
Gdg
Pgjr
M
S
T/H
S
T
TA
TA
S S S S S S
T H T/H T/H T H
A A TA A TA TA
A TA TA A A TA
S S S S P S S
T H T/H H H H T/H
A TA TA TA TA TA TA
A TA TA TA TA TA TA
S S S S/P P S M M M M M M M M M
T/H T/H H T/H T/H H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H T/H
TA A TA TA TA A A A A A A A A A A
TA TA TA A TA TA A A A A A TA A A A
M M/PF M PF
M/PF PF PF
M PF PF PF M M M M M M M M M
WS. Nav A
WS. FG A
WS. WS. GMDSS M. E. TA TA
TA
TA
TA
TA
TA
TA TA TA
A TA TA
A TA TA
TA TA TA
TA TA TA
TA TA
TA TA
TA A
TA TA
TA TA
A A TA TA TA TA
A A TA TA TA TA
A TA TA TA TA
A TA TA TA TA
A TA TA TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA TA
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
TA A A A A A TA A A A
Lampiran 7 Proyeksi SDM berdasarkan berbagai pendekatan. Proyeksi kebutuhan SDM tingkat menengah berdasarkan proyeksi jumlah kapal . Tahun
Proyeksi kapal
Proyeksi SDM perikanan tangkap asumsi 15 org/kpl
Proyeksi Kebutuhan SDM menengah asumsi 20%/kpl
Proyeksi Lulusan
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
4318 6766 9214 11662 14110 16558 19006
64770
12964
1641 2027 2448 2904 3395 3920 4480
Proyeksi kebutuhan SDM tingkat menengah berdasarkan estimasi potensi dan estimasi hasil tangkap Tahun
Proyeksi kapal
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
4318 5780 7242 8704 10166 11628 13090
Proyeksi SDM perikanan tangkap asumsi 15 org/kpl 64770 86700
Proyeksi Kebutuhan SDM menengah asumsi 20%/kpl
Proyeksi Lulusan
1641 2027 2448 2904 3395 3920 4480
17340
Proyeksi kebutuhan SDM tingkat menengah berdasarkan estimasi SDM perikanan tangkap total Tahun
Proyeksi SDM perikanan tangkap total
Proyeksi SDM perikanan tangkap industri asumsi 2.7%
Proyeksi Lulusan
2007 2008 2009 2010
2439420 2036698 1674269 1674269
65864 54990 45205 45205
2904 3395 3920 4480
79
Lampiran 8 KAPAL-KAPAL PENANGKAP IKAN PADA BEBERAPA PERUSAHAAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
Nama Kapal KM. SEGARAN KM. BINTANG KM. ASLI ANDALAN KM. SEMESTA MANUNGGAL KM. SURYA MINA REJEKI KM. SUMBER HARAPAN KM. MITRA ARINDO 06 KM. MANCHESTER UNITED KM. SUMBER MAKMUR KM. SUMBER ABADI KM. SUMBER KARYA KM. SUMBER HARAPAN 08 KM. ULAM SARI KM. BERKAT SAHABAT - 2 KM. BONECOM - XXIII KM. JIMMY WIJAYA 26 KM. PUTRA JAYA 26 KM. LAUTAN LESTARI ABADI KM. LAUTAN LESTARI 836 KM. TEGUH WIJAYA KM. PUTRA WIJAYA KM. BAHARI KENCANA - 39 KM. SAMUDRA INDAH - 08 KM. SAMODRA -30 KM. BINTANG SAMUDRA P KM. LAUT ARAFURA INDAH KM. JIMBAR SEGARA - 03 KM. SAMUDRA GILONTAS 07 KM. KARYA WIJAYA KM. AGRA JAYA - 1 KM. SUMBER JAYA - III KM. 99 JAYA UTAMA KM. BINTANG KASIH KM. MAHKOTA ABADI 196 KM. JIMMY WIJAYA - 27 KM. JIMMY WIJAYA - 04 KM. JIMMY WIJAYA - 29 KM. NAGA MAS KM. MAJU LANCAR KM. HARAPAN JAYA XVI KM. WARANEY - I KM. HASIL LAUT I KM. BIMA SAKTI II KM. SAMODRA -31 KM. THINDO MINA 1 KM. THINDO MINA 4 KM. THINDO MINA 5 KM. HARAPAN MAKMUR - III KM. CITRA JAYA KM. TUNA JAYA - 01 KM. PUTERI JAYA - III KM. LINGSAR - 12 KM. ASPAC - 9 KM. MARTURIA KM. TUNA JAYA - 02 KM. FAJAR BARU KM. FAJAR MULIA KM. NUSANTARA INDAH KM. SINAR TERANG KM. GARUDA INDONESIA KM. PELITA SEJATI - 03 KM. MITRA BAHARI 02 KM. PELITA SEJATI - 1 KM. JIMMY WIJAYA - 30 KM. SUKSES INDAH KM. SUMBER BUANA - 35 KM. KOYONG JAYA - II KM. PUTRA KENCANA VIII KM. TAO TOBA JAYA VIII KM. SAMODRA - 42 KM. HEN KM. FRANSISKA I KM. DAMARINA 185 KM. DAMARINA 183 KM. PULAU NATUNA I KM. PULAU NATUNA III
Perusahaan / Perorangan Ukuran Alat Tangkap 98 Purse Seine Perorangan Perorangan 78 Purse Seine 57 Purse Seine Perorangan Perorangan 57 Purse Seine Perorangan 58 Purse Seine PT. BINTANG TIMUR SUMBER H 62 Tuna Long Line Perorangan 74 Long Line Perorangan 88 Purse Seine Perorangan 61 Purse Seine Perorangan 59 Purse Seine Perorangan 62 Purse Seine PT. BINTANG TIMUR SUMBER H 68 Long Line Perorangan 91 Purse Seine Perorangan 70 Long Line PT. BONECOM SERVISTAMA C 72 Pukat Ikan Perorangan 81 Long Line PT. HEMAKARUNA CITRA 80 Long Line PT. LAUTAN LESTARI BAHARI 62 Purse Seine PT. LAUTAN LESTARI BAHARI 63 Long Line Perorangan 102 Long Line Perorangan 60 Pukat Ikan Perorangan 68 Long Line Perorangan 98 Long Line PT. PERIKANAN SAMODRA BSR 61 Long Line PT. CHARLIE WIJAYA TUNA 104 Long Line PT. BALI OCEAN ANUGRAH L.I 59 Long Line KOP. SERBA USAHA J.M. 53 Long Line PT. ANEKALOKA INDOTUNA 86 Long Line PT. ANEKALOKA INDOTUNA 84 Long Line Perorangan 56 Long Line Perorangan 88 Pukat Ikan Perorangan 98 Long Line Perorangan 85 Long Line PT. FISCHO MARINDO UTAMA 64 Long Line PT. CHARLIE WIJAYA TUNA 88 Long Line PT. CHARLIE WIJAYA TUNA 94 Long Line PT. CHARLIE WIJAYA TUNA 97 Long Line Perorangan 53 Long Line Perorangan 52 Bottom L.L Perorangan 82 Long Line PT. WARANEY PERKASA 100 Purse Seine Perorangan 54 Pancing Prawai Perorangan 54 Pancing Prawai PT.PERIKANAN SAMODRA BSR 69 Long Line PT. THINDO MINA MANDIRI 100 Pukat Ikan PT. THINDO MINA MANDIRI 100 Pukat Ikan PT. THINDO MINA MANDIRI 100 Pukat Ikan Perorangan 51 Pukat Ikan Perorangan 65 Bouke Ami Perorangan 67 Long Line Perorangan 50 Long Line Perorangan 56 Long Line Perorangan 71 Pole and Line Perorangan 55 Pole and Line Perorangan 68 Long Line Perorangan 57 Pancing Prawai Perorangan 61 Long Line Perorangan 75 Long Line Perorangan 81 Gill Net Perorangan 70 Long Line Perorangan 140 Long Line PT. PATHEMAANG RAYA 100 Kpl. Angkut Perorangan 90 Long Line PT. CHARLIE WIJAYA TUNA 100 Long Line Perorangan 50 Bubu Perorangan 88 Long Line Perorangan 60 Long Line Perorangan 89 Bouke Ami Perorangan 84 Long Line PT. PERIKANAN SAMODRA BSR 64 Long Line Perorangan 95 Long Line Perorangan 96 Long Line PT. DAMAR ALAM BAHARI 69 Long Line PT. DAMAR ALAM BAHARI 69 Long Line PT. SUMBINDO PERINTIS 74 Long Line PT. SUMBINDO PERINTIS 87 Long Line
80
ABK 49 10 35 37 30 14 14 40 25 24 25 12 30 15 28 12 10 26 15 15 15 13 14 13 15 13 8 12 14 13 7 15 14 15 14 12 12 12 14 14 25 12 12 13 16 16 16 15 12 14 13 12 25 25 13 10 15 14 10 14 14 8 14 14 12 13 15 15 12 13 13 14 10 10 14 15
Lampiran 9 KAPAL-KAPAL PENANGKAP IKAN PADA BEBERAPA PERUSAHAAN
No 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126
Nama Kapal KM. DWI SUKSES SEJAHTERA KM. JAMAIN KM. WIJAYA ABADI II KM. DEWI BAHARI - 66 KM. SUMBER HARAPAN - 7 KM. USAHA BARU KM. TEGUH ARINDO KM. SINAR ARINDO KM. SUNGAI ROKAN 15 KM. SAMUDERA GILONTAS KM. HEN II KM. TEGUH KARYA KM. MATSAM 03 KM. BINTANG SAMUDERA MEKAR KM. BINTANG SEJAHTERA KM. MATSAM 02 KM. MATSAM 01 KM. BAHARI KENCANA No 03 KM. BAHARI - 16 KM. WENNY PERMATA SARI KM. BINTANG ARINDO KM. BINTANG REZEKI KM. JAYA ABADI I KM. SAMUDERA GILONTAS 88 KM. SAMPURNA UNGGUL KM. CHAMPION XIX KM. LAUTAN LESTARI ABADI 338 KM. LAUTAN LESTARI ABADI 328 KM. HARAPAN JAYA III KM. SUMBER HARAPAN KM. ANDALAN SETIA JAYA KM. BANDAR NELAYAN XXVIII KM. BINTANG MAS FORTUNA KM. PAPANDARI - 4 KM. JAYA ABADI II KM. MEKAR GLORIA UTAMA KM. SUMBER HARAPAN No 12 KM. JAYA PONTI - 1 KM. MEGAH HASILINDO KM. SINAR JAYA - 168 KM. TUNA JAYA UTAMA - 08 KM. MITRA ARINDO III KM. ARTA SAMPURNA 08 KM. TIP - 102 KM. PUTRA JAYA 28 KM. PUTRA JAYA 37 KM. PUTRA JAYA 30 KM. SURYA TERBIT 01 KM. SUMBER EMAS - XIX KM. SINAR JAYA 68
Perusahaan / Perorangan Ukuran Perorangan 98 Perorangan 98 Perorangan 71 Perorangan 60 PT. BINTANG TIMUR SUMBER H 69 Perorangan 57 Perorangan 108 Perorangan 98 Perorangan 81 PT. AGRINDO MINA BAHARI 72 Perorangan 86 Perorangan 98 PT. BUANA LINGSAR BUANA 74 Perorangan 72 Perorangan 72 PT. BUANA LINGSAR BUANA 79 PT. BUANA LINGSAR BUANA 63 Perorangan 56 Perorangan 52 Perorangan 84 Perorangan 67 Perorangan 53 Perorangan 86 PT. ANEKALOKA INDOTUNA 97 Perorangan 76 Perorangan 142 PT. LAUTAN LESTARI ABADI 68 PT. LAUTAN LESTARI ABADI 59 Perorangan 61 PT. BINTANG TIMUR SUMBER H 70 Perorangan 72 Perorangan 97 Perorangan 98 PT. WAILAN PERSADA 75 Perorangan 86 Perorangan 95 PT. BINTANG TIMUR SUMBER H 68 Perorangan 69 Perorangan 94 PT. BALI OCEAN ANUGRAH L.I 69 Perorangan 51 Perorangan 81 Perorangan 83 PT.TUNA RAYA INTI PERSADA 86 PT. HEMAKARUNA CITRA 62 PT. HEMAKARUNA CITRA 58 PT. HEMAKARUNA CITRA 69 PT. BALI OCEAN ANUGRAH L.I 53 Perorangan 98 PT. BALI OCEAN ANUGRAH L.I 57
81
Alat Tangkap Long Line Purse Seine Long Line Long Line Long Line Pukat Ikan Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Bouke Ami Bouke Ami Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Pukat Ikan Long Line Payang Purse Seine Pukat Ikan Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Kpl. Angkut Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line Long Line
ABK 15 35 15 7 14 12 30 12 15 15 16 12 13 14 15 14 15 12 14 15 15 7 13 17 40 12 15 13 16 13 12 14 15 18 13 15 14 15 14 12 13 15 15 13 11 11 11 12 15 14
Pelabuhan Pangkalan Palembang, Lampung Tanjung Pinang Ambon,Tual,Bau-Bau Pekalongan Juwana Pati Bitung Jakarta, Benoa,Ambon Batam,Tj.Asahan,Tj.Karimun Belawan Belawan Belawan Benoa, Jakarta Pekalongan Cilacap,Benoa,Jakarta Jkt,Tual,BandaNeira,Timika Jkt,Benoa,Ambon Jakarta,Benoa Bitung,Dagho,Gorontalo,Amb Bitung,Biak Pekalongan Belawan Jakarta,Benoa Pekalongan Sabang,Jkt,Benoa Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa Benoa Bitung,Benoa Bitung,Biak Jakarta,Cilacap Tg. Pinang Jkt,Benoa,Ambon jkt,,Cilacap,Benoa,Ambon Bitung,Biak Jkt,Benoa,Ambon Jkt,Benoa,Ambon Jkt,Benoa,Ambon Jkt,Benoa,Ambon Pekalongan,Juwana,Batang Jkt,Clp,Benoa,Ambon Amb,Bitung,Sorong,Tern,Tld Prob,Kpg,Dbo,Avna,Wanm Prob,Kpg,Dobo Benoa,Jkt,Sabang,Makassar Barelang,Batam Barelang,Batam Barelang,Batam Belawan,Batam Jkt,Labuan.Lombok Jakarta Pekalongan Jakarta,Benoa Sorong Sorong Jakarta Probolinggo,Kpg,Dobo Jkt,Cilacap,Benoa,Ambon Jkt,Benoa,Ambon Amb,Merauke,Saumlaki,Tual Cilacap,Jkt,Benoa Cilacap,Jkt,Benoa Bitung Cilacap,Jkt,Benoa Jkt,Benoa,Ambon Tj.B.Karimun Jkt,Benoa,Ambon Jkt,Cilacap,Benoa,Ambon Jkt,Pekalongan,Labuan,Lombok Jkt,Benoa,Ambon Benoa,Jkt,Sabang,Makassar Jkt,Benoa,Ambon,Cilacap Jkt,Benoa,Ambon Jakarta,Benoa,Ambon Benoa Jkt,Ambon,Benoa Jkt,Ambon,Benoa
(lanjutan)
Pelabuhan Pangkalan Jkt,Benoa,Ambon,Cilacap Tj.B.Karimun,Batam Jkt,Benoa,Ambon Biak,Sorong,Tual Bitung Tj.B.Karimun,Batam,Moro Jkt,Cilacap,Benoa,Ambon Jkt,Cilacap,Benoa,Ambon Cilacap,Benoa,Jkt,Padang Bitung,Benoa Benoa,Jkt,Cilacap Jakarta,Cilacap,Benoa Jakarta,Benoa Jakarta Jkt,Pekalongan,Labuan,Lombok Benoa Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa Bitung Jakarta,Benoa,Ambon Jakarta,Benoa,Ambon Tj.Pinang,Senayang Jakarta,Benoa Bitung,Biak Pekalongan Belawan Bitung,Biak Bitung,Benoa Jkt,Cilacap,Benoa,Ambon Bitung Ternate,Bitung Jakarta,Benoa Bitung,Benoa,Ambon Bitung,Ternate Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa,Ambon Bitung Bitung,Benoa,Ambon Jakarta,Benoa,Ambon,Cilacap Jakarta,Benoa Bitung,Benoa Jakarta,Benoa Ambon,Benoa,Jakarta Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa Jakarta,Benoa,Ambon Jakarta,Benoa
Lampiran 10. Kebutuhan Tenaga Kerja Kualifikasi Keahlian/ Keterampilan Rumusan Ditjen Perikanan Tangkap Sampai dengan Tahun 2009
TAHUN
JENIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA I. 1. 2. 3. 4. II. 1. 2. 3. 4. 5. III 1. 2. 3. 4. 5.
PENGGANTI PENGGUNAAN TKA Jurumudi (ANKAPIN II dan I) Juru Motor (ATKAPIN II dan I) Mesin Pendingin Kelasi OPTIMASI PEMANFAATAN POTENSI SDI PADA KAPAL > 30 GT Jurumudi (ANKAPIN II dan I) Juru Motor (ATKAPIN II dan I) Operator Radio Mesin Pendingin Kelasi KII PENGGANTI KIA SKIM LISENSI Jurumudi (ANKAPIN II dan I) Juru Motor (ATKAPIN II dan I) Operator Radio Mesin Pendingin Kelasi Jumlah
82
2005 254 60 60 42 92
2006 254 60 60 42 92
2007 254 60 60 42 92
2008 254 60 60 42 92
JUMLAH 2009 KEBUTUHAN 252 1.268 60 300 60 300 42 210 90 458
1.891 89 89 89 75 1.549 4.611 185 185 185 160 3.898 6.756
1.891 89 89 89 75 1.549 4.611 185 185 185 160 3.898 6.756
1.891 89 89 89 75 1.549 4.611 185 185 185 160 3.898 6.756
1.891 89 89 89 75 1.549 4.610 184 184 184 160 3.897 6.756
1.887 88 88 88 75 1.548 4.610 183 183 183 160 3.896 6.750
9.451 444 444 444 375 7.744 23.053 922 922 922 800 19.487 33.772