Agro inovasI
Inovasi dan Analisis Anyar Penunjang Agribisnis Padi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan www.litbang.deptan.go.id
2
AgroinovasI
Laboratorium Flavor Peluang Meningkatkan Kualitas Beras Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (Lab. Flavor) dibangun sejak tahun 2007. Laboratorium Flavor dapat melakukan analisis flavor (aroma) dan sensori (organoleptik) beras serta komoditas pertanian lainnya. Laboratorium dilengkapi dengan fasilitas modern yang berstandar nasional dan internasional. Laboratorium flavor diharapkan dapat membantu meningkatkan peluang pengembangan beras berkualitas dan produk pertanian lainnya yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif melalui pengembangan ilmu dan teknologi flavor. Laboratorium Flavor digunakan untuk kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan penelitian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), selain itu, laboratorium flavor juga dapat dimanfaatkan untuk: - Melayani dan membantu instansi lain, swasta, atau pihak lain untuk menganalisis contoh bahan yang dikirim; - Membantu mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhir atau riset; - Melaksanakan magang atau pelatihan kepada pihak yang memerlukan, seperti staf pengajar, mahasiswa, dan karyawan pemerintah/swasta untuk pengenalan dan penggunaan peralatan laboratorium dan prosedur analisis; - Memberikan jasa konsultasi analisis flavor dan kerjasama analisis; - Selain analisis flavor, melakukan juga analisis residu pestisida, hidrokarbon aromatik pada petroleum, biofuel, melamine, antioksidan, minyak atsiri, dan analisis kimia lainnya. Fasilitas yang terdapat pada Laboratorium Flavor adalah sebagai berikut: 1. Gas Chromatography Mass Specthrometry (GCMS auto sampler). GCMS digunakan untuk melakukan analisis komponen volatil dan flavor dengan detektor MS. Instrumen ini dilengkapi dengan auto sampler yang memungkinkan ketepatan yang lebih baik. Instrumen ini dilengkapi dengan liquid injector, headspace injector, dan SPME injector, serta ion source CL, dan EL. Analisis yang dapat dilakukan dengan instrumen ini adalah analisis komponen volatil, komponen flavor, petroleum, aromatik, biofuel, pestisida, dan melamine.
Gambar 1. Gas Chromatography
2. Gas Chromatography Mass Specthrometry Olfactometry Mass Specthrometry (GCMS auto sampler) (GCMS-O). Instrumen ini dilengkapi dengan olfacmeter yang memungkinkan dikenalinya aroma dari setiap senyawa yang muncul dalam analisis flavor dan komponen volatil. Liquid injector maupun SPME injector tersedia pada instrumen ini. Ion source CL dan EL dapat diaplikasikan pada instrumen ini. Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
3
3. Gas Chromatography Olfactometry dengan Preparative Fraction Collector (GC O-PFC) memungkinkan isolasi dari senyawa tertentu yang diinginkan dari sampel. PFC membantu kita mengoleksi senyawa volatil spesifik yang diinginkan. 4. Ruang Uji Organoleptik. Ruang ini didesain untuk memfasilitasi evaluasi sensori bagi Gambar 2. Gas Chromatography Mass penelitian, riset produk baru (baik dalam bentuk Specthrometry Olfactometry (GCMS-O) konsep, prototipe, maupun produk akhir yang siap untuk diluncurkan atau launching), dan evaluasi sensori untuk menentukan umur simpan.
Gambar 3. Preparative Fraction Collector
Gambar 4. Ruang Uji Organoleptik
5. Karl Fisher. Automatisasi titrasi dari Karl Fisher memungkinkan analisis kadar air dapat lebih mudah dilakukan. Dengan Karl Fisher dapat diketahui kadar air yang sangat kecil dalam suatu sampel. Sampel yang dapat dianalisis dengan Karl Fisher meliputi minyak, tepung, bahan yang berkadar gula tinggi, dan sampel lain yang berkadar air sangat rendah. 6. Rancimat. Proses oksidasi dan ketengikan produk berbasis minyak dapat ditentukan dengan melihat nilai Gambar 5. Karl Fisher konduktivitas larutan yang dipantau melalui Rancimat instrumen. Umur simpan produk berbasis minyak dapat diketahui dengan menggunakan instrumen ini. 7. Texture Analyzer. Alat ini memungkinkan kita untuk mengetahui kekuatan suatu bahan. Analisis terhadap sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan bahan terhadap tekanan dapat dilakukan dengan alat ini. Badan Litbang Pertanian
Gambar. 6. Rancimat
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLII
4
AgroinovasI
8. Ekstrator Flavor (Likens Nickerson). Alat ini dapat digunakan untuk menghasilkan sampel liquid yang siap digunakan untuk analisis dengan GC. Lickens Nickerson telah didesain sedemikian rupa, yang meminimalisasi kehilangan komponen volatil pada proses ekstraksi flavor. 9. Spectrofotometer UV-Vis. Berbagai macam analisis yang memerlukan respon panjang gelombang Gambar 7. Texture Analyzer baik visible maupun UV dapat dilakukan dengan alat ini.
Gambar 8. Ekstrator Flavor (Likens Nickerson)
Gambar 9. Spectrofotometer UV-Vis
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang 41256, Jawa Barat Tlp. (0260) 520157, Faks. (0260) 520158, e-mail
[email protected] Nama kontak: Ir. Bram Kusbiantoro, MS (HP: 08179261276) dan Prof. Dr. Agus Setyono (HP 0817840702).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi)
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3325 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
5
PROSPEK DAN KENDALA SUBSIDI PUPUK LANGSUNG KE PETANI
(Studi Kasus di Kabupaten Karawang tahun 2010)
P
emerintah mempunyai tekad yang kuat agar produksi pertanian terus meningkat, utamanya dalam rangka penguatan ketahanan pangan. Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu perluasan areal tanam dan perbaikan produktivitas. Dalam upaya perbaikan produktivitas, pupuk merupakan salah satu input modern sangat penting yang harus dipenuhi kebutuhannya. Namun, sebagian besar produsen pertanian adalah petani kecil yang mempunyai kemampuan modal sangat terbatas untuk membeli pupuk dengan harga pasar (harga non subsidi). Karena itu, pemerintah mengambil kebijakan memberikan subsidi harga pupuk kepada petani. Dengan adanya kebijakan subsidi harga pupuk, maka petani dengan pemilikan modal yang sama dapat membeli dan menggunakan pupuk dalam jumlah yang lebih besar. Diharapkan petani mampu membeli pupuk sampai di suatu titik optimum di mana produktivitas usahatani akan mencapai titik maksimum pada tingkat teknologi atau fungsi produksi yang ada. Dengan meningkatnya produktivitas, maka laba petani per satuan luas areal juga akan menjadi lebih tinggi. Melalui insentif subsidi itu pula, petani diharapkan akan terdorong untuk melakukan inovasi teknologi produksi yang lebih maju dibanding teknologi yang ada (input price-induced innovation) sehingga produktivitas akan menjadi lebih tinggi lagi. Perbaikan teknologi akan lebih signifikan di daerah-daerah yang selama ini tingkat teknologinya masih rendah. Tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 dan meningkatnya produktivitas padi dan tanaman-tanaman pertanian lain pada tahun-tahun selanjutnya tidak terlepas dari peranan kebijakan subsidi pupuk dan introduksi teknologi maju, utamanya varietas unggul baru, yang merupakan unsur sangat esensial dalam pembangunan pertanian nasional. Di beberapa negara sedang berkembang lainnya di Asia, antara lain Malaysia, Filipina, India, Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan, dan China, kebijakan subsidi pupuk Badan Litbang Pertanian
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
6
AgroinovasI
bagi petani juga diberlakukan. Di Malaysia, subsidi pupuk diberikan secara langsung dalam bentuk fisik dengan persentase tertentu. Di Filipina, subsidi pupuk juga diberikan secara langsung kepada petani padi melalui sistem kupon diskon harga untuk pembelian pupuk urea, ZA dan K. Sementara di Sri Lanka, India dan China subsidi pupuk diberikan secara tidak langsung melalui industri pupuk. Kebijakan subsidi pupuk di India relatif sama dengan di Indonesia yaitu menggunakan harga subsidi yang telah ditetapkan dan pemerintah menanggung selisih antara harga non subsidi dan harga subsidi. Di China, industri pupuk diberikan subsidi untuk bahan baku pupuk (gas, dan lain-lain), di samping batubara, listrik dan transportasi pupuk, serta dibebaskan dari membayar pajak impor bahan baku pupuk. Pajak ekspor pupuk dikenakan secara ketat di China untuk mencegah pupuk mengalir ke negara lain. Di Bangladesh dan Pakistan, subsidi harga diberlakukan karena sebagian besar pupuk berasal dari impor. Masih adanya kebijakan subsidi pupuk di sejumlah negara berkembang di kawasan Asia tersebut di atas memberikan justifikasi kepada pemerintah Indonesia untuk tetap menempuh kebijakan subsidi pupuk. Pengertian Subsidi Pupuk Subsidi pupuk adalah “harga pupuk yang ditanggung pemerintah, yaitu sebesar harga non-subsidi dikurangi harga yang dibayar petani”. Dengan adanya subsidi, maka ada dua jenis harga, yaitu harga pasar (harga non-subsidi) dan harga subsidi. Selisih antara dua tingkat harga tersebut disebut subsidi harga, yang dapat diekspresikan dalam rumus berikut: SH = HP – HS, di mana SH adalah subsidi harga, HP adalah harga pasar dan HS adalah harga subsidi. Kebijakan Subsidi Pupuk Berjalan 1) Harga Pupuk Dalam kebijakan subsidi pupuk yang sedang berjalan, yang digunakan sebagai harga pasar adalah Harga Pokok Produksi (HPP) di tingkat produsen pupuk yang ditetapkan oleh Menteri Negara BUMN, sedangkan harga subsidi adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian. Dengan demikian, maka subsidi harga yang ditanggung pemerintah adalah sebesar SH = HPP – HET. Pengertian HET adalah harga pembelian per kg pupuk bersubsidi oleh petani di pintu kios untuk kemasan 50 kg per karung dan dibayar secara tunai. Jika kriteria HET tersebut tidak terpenuhi, misalnya petani membeli pupuk kurang dari 50 kg (misalnya hanya 25 kg), atau pupuk diterima di sawah atau di rumah petani, atau pembayaran tidak secara tunai (misalnya dibayar setelah panen atau “yarnen”), atau kombinasi dari kedua atau ketiganya, maka harga beli pupuk oleh petani pasti akan lebih tinggi dibanding HET, dan jika ini terjadi maka pihak kios tentu saja tidak salah. Besarnya harga non-subsidi, harga subsidi dan subsidi harga per kg per jenis pupuk pada saat ini diperlihatkan pada Tabel 1. Dapat diketahui bahwa tingkat subsidi harga pupuk per kg yang ditanggung oleh pemerintah cukup signifikan, yaitu antara 30,83% (ZA) sampai dengan 60,59% (pupuk organik). Namun dilihat dari sisi harga nominal, jumlah subsidi harga per kg yang terbesar adalah untuk NPK, utamanya NPK buatan PT Pupuk Kujang, dan urutan berikutnya adalah urea, pupuk organik, ZA dan SP36. Tingginya subsidi harga NPK bertujuan untuk mendorong petani menggunakan pupuk majemuk dan mengurangi pupuk tunggal Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
7
dalam upaya perbaikan produktivitas. Tabel 1. Harga Non Subsidi (HPP), Harga Subsidi (HET) dan Subsidi Harga (SH) Pupuk Tahun 2010. Jenis Pupuk
HPP 3,180.8 2,891.4 4,913.8 4,588.7 2,306.5 1,776.0
Urea SP36 NPK Kujang NPK Phonska ZA Organik
Harga (Rp/kg) HET 1,600 2,000 2,300 2,300 1,400 700
SH 1,580.8 891.4 2,613.8 2,288.7 906.5 1,076.0
% HET thd HPP 49.70 30.83 53.19 49.88 39.30 60.59
Dengan asumsi penggunaan pupuk per hektar padi sawah adalah 275 kg urea, 100 kg SP36 dan 100 kg NPK Phonska (kasus Cikampek), jumlah nilai pupuk yang dibayar petani adalah sebesar Rp 870.000 dan anggaran subsidi yang ditanggung pemerintah adalah Rp 785.240 (Tabel 2). Ini berarti bahwa biaya pupuk yang dibayar petani adalah 52,6%, sedangkan pemerintah menanggung subsidi sebesar 47,4%. Nilai pupuk per hektar jika tidak ada subsidi adalah sebesar Rp 1.655.240. Tabel 2. Kebutuhan, Harga dan Nilai Pupuk per Hektar Usahatani Padi Sawah Tahun 2010 (kasus Kecamatan Cikampek) Jenis Pupuk Urea
Jumlah (kg/ha)
Harga yang dibayar petani
Harga yang ditanggung pemerintah
HET (Rp/kg) Nilai (Rp)
SH (Rp/kg)
Nilai (Rp)
Total Nilai (Rp)
275
1,600
440,000
1,580.80
434,720
874,720
SP36 100 NPK Phonska 100
2,000
200,000
891.4
89,140
289,140
2,300
230,000 870,000 (52,6%)
2,613.80
261,380 785,240 (47,4%)
491,380 1,655,240 (100%)
Total
Jika subsidi dicabut, maka biaya pupuk sekitar Rp 1,65 juta per hektar akan cukup memberatkan petani padi sawah, utamanya yang berlahan sempit dengan daya beli sangat rendah. Analisis dengan cara yang sama dapat dilakukan untuk takaran dan komposisi pupuk yang berbeda sesuai dengan kebutuhan pupuk spesifik lokasi untuk mencapai tingkat hasil (produktivitas) yang diinginkan. 2) Sistem Penyaluran Subsidi Pupuk Sistem penyaluran terdiri dari penyaluran dana subsidi dan penyaluran pupuk bersubsidi. Dana subsidi pupuk diterimakan kepada BUMN produsen pupuk. Sementara itu, sistem penyaluran (delivery system) pupuk bersubsidi mengikuti saluran seperti pada skema sebagai berikut:
LINI I Badan Litbang Pertanian
LINI II
LINI III
LINI IV
PETANI
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLII
8
AgroinovasI
Pupuk dari Lini-I (yaitu gudang milik produsen pupuk yang ada di pabrik atau tempat pengarungan pupuk di pelabuhan) disalurkan ke Lini-II (yaitu gudang milik produsen pupuk yang ada di kabupaten). Pupuk dari Lini-II kemudian disalurkan ke Lini-III (yaitu gudang milik distributor pupuk yang ada di kecamatan yang menjadi tanggungajwab Lini-II), dan selanjutnya disalurkan ke Lini-IV (yaitu pengecer pupuk resmi di desa yang menjadi tanggungjawab Lini-III). Dari Lini-IV pupuk dijual kepada petani yang menjadi tanggungjawabnya. Petani yang berhak membeli pupuk bersubsidi di Lini-IV (kios resmi) adalah mereka yang nama-namanya tercantum dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) di wilayah/desa yang menjadi tanggungjawab penyaluran pupuk oleh Lini-IV yang bersangkutan. Petani atau siapapun yang nama-namanya tidak tercantum dalam RDKK di desa tersebut tidak boleh membeli pupuk di Lini-IV tersebut. Ini adalah sistem penerimaan (receiving system) secara tertutup yang dibangun untuk menjamin agar petani mendapatkan layanan penyaluran pupuk secara baik. Dengan sistem penyaluran tertutup yang telah berjalan sejak tahun 2009 ini, diharapkan dapat mencegah terjadinya kebocoran, baik di tengah (dari Lini-III ke Lini-IV) maupun di hilir (dari Lini-IV ke petani) sehingga petani bisa mendapatkan pupuk bersubsidi secara 6 tepat yaitu tepat jumlah, jenis, mutu, harga, lokasi, dan waktu. 3) Permasalahan Mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi secara tertutup berbasiskan RDKK yang diterapkan sejak tahun 2009 tersebut di atas sebenarnya memang sudah lebih baik dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Namun dalam sistem penyaluran pupuk bersubsidi tersebut masih terdapat sejumlah permasalahan, antara lain sebagai berikut: • RDKK yang disusun untuk mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi masih belum sepenuhnya didasarkan pada data luas lahan garapan petani yang obyektif. Dalam banyak kasus, RDKK dibuat oleh kios pupuk karena kelompok tani tidak aktif, dan bahkan ada kelompok tani yang fiktif. Di sejumlah daerah, RDKK bahkan dibuatkan oleh pihak lain, termasuk kios (Lini-IV) atau instansi lingkup pertanian. Di samping itu, cukup banyak pula lahan-lahan pertanian yang belum terdata di RDKK tetapi memerlukan pupuk. Akibatnya, usulan jumlah dan komposisi pupuk bersubsidi yang diajukan melalui RDKK masih belum sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya. • Anggaran pemerintah untuk subsidi pupuk makin terbatas. Pada tahun 2010, anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 11,3 triliun, turun 35,4% dari posisi Rp 17,5 triliun pada tahun 2009. Turunnya anggaran subsidi tersebut menyebabkan volume pupuk yang disubsidi berkurang sehingga alokasi pupuk bersubsidi untuk tiap kelompok tani juga berkurang dan lebih rendah dari yang diusulkan dalam RDKK. • Harga beli petani di pintu kios pupuk secara tunai dengan kemasan 50 kg per karung lebih tinggi dari HET. Hal ini terjadi karena marjin pemasaran yang terdiri dari fee bagi pelaku distribusi dan biaya pemasaran yang termasuk ke dalam komponen HET terlalu rendah, utamanya bagi Lini-IV (kios). Karena itu, para pelaku distribusi pupuk tersebut meningkatkan marjin di atas ketentuan dengan melakukan penyesuaian biaya pemasaran secara ilegal. Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3325 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 9 • Petani yang mendapatkan pupuk bersubsidi tidak hanya mereka yang berlahan
sempit (2 ha ke bawah) tetapi juga yang berlahan luas (di atas 2 ha). Hal ini menyebabkan subsidi pupuk lebih banyak dinikmati oleh petani luas, sementara kelompok sasaran subsidi sebenarnya adalah petani sempit yang daya belinya rendah. • Pupuk yang beredar di pasar tidak hanya pupuk bersubsidi tetapi juga pupuk non-subsidi sehingga terjadi perbedaan harga yang besar antara pupuk bersubsidi pada pertanian rakyat dan pupuk non-subsidi pada perkebunan besar. Seperti telah disebutkan pada Tabel 1, perbedaan antara HET dan harga non-subsidi sangat besar. Hal ini menimbulkan rangsangan kuat bagi para pelaku distribusi pupuk bersubsidi untuk menjual pupuk bersubsidi kepada pengguna pupuk non-subsidi sehingga di sejumlah daerah terjadi kekurangan pasokan pupuk bagi petani yang berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. • Pengawasan dan dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam implementasi kebijakan subsidi pupuk kurang optimal. Pengawasan terhadap penyaluran pupuk bersubsidi masih sangat lemah. Pengawasan pada tahap perencanaan, pengadaan dan pendistribusian masih berjalan sendiri-sendiri, belum menyatu dalam satu sistem yang terpadu. Selain itu, Pemda cenderung bersifat pasif sehingga tugas pengawasan seolah-olah menjadi tugas Pemerintah Pusat. Faktor penyebabnya adalah terbatasnya anggaran yang disediakan untuk Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) yang ada di daerah. Bentuk pengawasan hanya berupa sistem pelaporan dan bukan pemantauan/monitoring di lapangan. • Penerbitan Peraturan Gubernur yang terlambat sebagai akibat terlambatnya penerbitan Peraturan Menteri Pertanian tentang subsidi pupuk berdampak pada terlambatnya penerbitan Peraturan Bupati/Walikota tentang alokasi pupuk bersubsidi. Terlambatnya penerbitan Peraturan Pemda tersebut menyebabkan kurangnya pasokan pupuk atau keterlambatan penyaluran pupuk 1-2 minggu dari jadwal bahkan ada yang sampai 3-4 minggu. Akibatnya, petani mengurangi dosis pupuk atau mengganti jenis pupuk. Berbagai permasalahan tersebut di atas telah menyebabkan implementasi kebijakan subsidi pupuk selama ini menjadi kurang efektif dalam mencapai sasaran, kurang efisien dalam penggunaan anggaran dan kurang berkeadilan dalam distribusi manfaatnya. Sasaran kebijakan subsidi pupuk adalah tercapainya enam tepat dalam penyaluran pupuk dan dapat meningkatkan produktivitas tanaman secara memadai. Penggunaan anggaran yang efisien adalah petani tidak melakukan pemupukan hingga melampaui dosis optimal (over dosis) sehingga tidak terjadi pemborosan biaya pupuk bagi petani dan pemborosan anggaran subsidi pupuk bagi pemerintah. Berkeadilan berarti manfaat subsidi pupuk harus dinikmati oleh mayoritas petani yang lahannya sempit, bukan minoritas petani yang lahannya luas. Melihat permasalahan yang dihadapi dalam sistem subsidi tidak langsung tersebut di atas yang menyebabkan kebijakan subsidi pupuk menjadi kurang efektif, kurang efisien dan kurang berkeadilan, maka pemerintah berkeinginan untuk mengintroduksi kebijakan baru dalam pemberian subsidi pupuk, yaitu Subsidi Pupuk Langsung (SPL) ke Petani. Namun sebelum kebijakan baru tersebut diterapkan secara masal, perlu dilakukan ujicoba terlebih dahulu, sebagaimana yang dibahas berikut ini. Badan Litbang Pertanian
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
10 AgroinovasI Uji Coba Subsidi Pupuk Langsung ke Petani 1) Landasan Hukum Uji coba SPL dilandasi oleh Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tanggal 19 Februari 2010 tentang Percepatan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Inpres tersebut menyebutkan ada 10 prioritas, yang salah satunya adalah Ketahanan Pangan yang menjadi prioritas ke-5. Dalam prioritas Ketahanan Pangan tersebut, salah satu tindakan yang harus dilakukan oleh Kementerian Pertanian adalah melakukan Uji Coba Pengalihan Subsidi Pupuk Langsung ke Petani yang mempunyai tiga keluaran, yaitu: (a) Finalisasi kajian uji coba subsidi langsung; (b) Rancang-bangun subsidi pupuk langsung ke petani; dan (c) Pilot project subsidi pupuk langsung ke petani. 2) Pengertian Subsidi Langsung Dalam kebijakan subsidi berjalan, dana subsidi harga pupuk diserahkan kepada produsen pupuk BUMN dan petani tinggal membeli dengan HET. Sementara dalam kebijakan SPL, petani menerima dana subsidi pupuk secara langsung dalam bentuk uang tunai atas pupuk yang telah ditebusnya. Besarnya dana subsidi pupuk yang menjadi hak petani dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
TS = S{Qf*(Pfns -Pfs)}
Dimana TS adalah jumlah dana subsidi yang diterima petani; Qf adalah jumlah jenis pupuk ke-f yang dibeli petani; Pfns adalah harga non subsidi jenis pupuk ke-f; Pfs adalah harga subsidi jenis pupuk ke-f; dan f adalah jenis pupuk Urea, ZA, SP36, NPK dan organik. Tabel 1 di muka memperlihatkan harga non-subsidi (Pfns), harga subsidi (Pfs) dan subsidi harga per kg pupuk yang digunakan dalam kegiatan uji coba SPL, dan Tabel 2 berikut memberikan contoh penghitungan jumlah dana subsidi per hektare yang menjadi hak petani sesuai dengan jumlah penebusan pupuk. 3) Komoditas, Lokasi dan Waktu Uji Coba Kegiatan uji coba SPL pada tahun 2010 hanya mencakup padi sawah beririgasi teknis. Pemilihan komoditas ini didasarkan pada peranan padi sawah yang sangat sentral dalam ketahanan pangan dan sebagai pengguna pupuk terbesar, di samping dana dan waktu persiapan yang sangat terbatas. Lokasi kegiatan uji coba SPL telah dilakukan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada kriteria bahwa kabupaten tersebut merupakan salah satu sentra produksi padi sawah dengan kondisi irigasi yang sangat memadai; adopsi teknologi budidaya padi sawah oleh petani sudah baik; dan aksesibilitas lokasi sangat baik dan cukup dekat dengan Jakarta sehingga pendampingan/pengawasan oleh Tim Teknis Pusat terhadap kegiatan uji coba dapat dilakukan secara lebih efektif. Lokasi uji coba semula direncanakan akan mencakup seluruh wilayah Kabupaten Karawang yang meliputi 30 kecamatan (terdiri dari 309 desa)`dan untuk musim hujan 2010/2011. Penyiapan database petani dan RDKK pupuk baru untuk seluruh wilayah dan musim tanam tersebut telah dilakukan oleh Tim Teknis Pusat dan Tim Teknis Daerah Kabupaten Karawang melalui kegiatan verifikasi database yang Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
11
melibatkan seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah dan Penyuluh Pertanian Lapangan di wilayah tersebut. Namun kemudian timbul kendala anggaran yang tidak diduga sebelumnya. Anggaran subsidi pupuk yang semula diserahkan kepada produsen pupuk pada`sistem berjalan ternyata tidak bisa secara otomatis boleh dialihkan untuk subsidi langsung ke petani yang pos anggarannya termasuk ke dalam kategori Bansos. Akibatnya, anggaran yang ada yang sebenarnya hanya untuk membiayai organisasi dan manajemen uji coba, sebagian (sekitar 50%) dialokasikan untuk dana subsidi pupuk yang akan diserahkan kepada petani peserta. Karena itu, anggaran yang tersedia, baik untuk dana subsidi maupun untuk organisasi dan manajemen, menjadi sangat terbatas. Akibatnya, dari 30 kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Karawang hanya diambil dua kecamatan sebagai lokasi uji coba SPL yaitu Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Cikampek. Waktu pelaksanaan uji coba juga hanya bisa dilakukan selama Oktober-Desember 2010 karena penggunaan anggaran tidak boleh melewati bulan Desember 2010 (sistem kalender). 4) Kegiatan Pra Uji Coba Kegiatan penting sebelum pelaksanaan uji coba adalah penataan kelembagaan lokal dan penyiapan database petani untuk penyusunan RDKK. Dalam penataan kelembagaan lokal, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan uji coba adalah petani, kelompok tani, kios pupuk (penyalur pupuk Lini IV), distributor pupuk (penyalur pupuk Lini III), produsen pupuk, PPL, Kepala UPTD, aparat desa, camat, BRI dan dinas lingkup pertanian. Semua pihak tersebut ditata dalam suatu sistem yang memungkinkan kegiatan uji coba berjalan secara efektif. Dalam uji coba ini, petani yang menjadi kelompok sasaran (peserta uji coba) adalah petani penggarap yang terdiri dari: (1) Petani yang menggarap lahannya sendiri (owner operator); (2) Petani yang menyakap lahan milik orang lain (share cropper); dan (3) Petani yang menyewa lahan milik orang lain (land renter). Semua petani tersebut harus menjadi anggota Kelompok Tani, dimana Kelompok Tani harus mempunyai surat pendirian. Berdasarkan hasil verifikasi masing-masing Kelompok Tani, jumlah desa, jumlah kelompok tani dan jumlah petani anggota ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Desa, Kelompok Tani dan Anggota Kelompok Tani di Wilayah Uji Coba SPL di Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Cikampek, 2010. Uraian Karawang Barat Cikampek Total 1. Jumlah Desa
7
8
15
2. Kelompok Tani (KT)
61
17
78
2,731
842
3,573
3. Anggota kelompok tani (KK)
Nama-nama Kelompok Tani peserta uji coba calon penerima dana subsidi pupuk langsung berikut nama-nama pengurusnya (Ketua, Sekretaris dan Bendahara), jumlah petani anggota, sudah tertulis dalam Surat Keputusan Bupati Karawang Nomor 521/Kep.600-Huk/2010 tanggal 20 September 2010 tentang Kelompok Tani Badan Litbang Pertanian
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLII
12
AgroinovasI
dan Alokasi Pupuk Bersubsidi Pada Uji Coba Subsidi Pupuk Langsung ke Petani Kabupaten Karawang Tahun 2010. Di samping nama-nama kelompok tani, nama-nama Kios yang melayani masingmasing Kelompok Tani juga telah tertulis dalam SK Bupati Karawang tersebut di atas. Dengan cara ini, maka petani/Kelompok Tani hanya bisa membeli pupuk pada Kios yang telah ditunjuk, dan Kios juga tidak bisa menjual pupuk kepada pihak lain kecuali petani/Kelompok Tani yang menjadi tanggungjawabnya untuk dilayani. Produsen pupuk adalah PT Pupuk Kujang untuk jenis pupuk Urea, NPK (NPK Kujang) dan organik, dan PT Petrokimia Gresik untuk jenis pupuk SP36, NPK Phonska dan ZA. Perwakilan produsen pupuk di wilayah uji coba harus menjamin ketersediaan pupuk dan menyalurkan kepada distributor pada saat diperlukan oleh petani peserta uji coba. Distributor (Lini-III) selanjutnya menyalurkan pupuk kepada Kios (Lini-IV). Telah disepakati bahwa di wilayah uji coba, yaitu Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Cikampek, tidak boleh ada pupuk bersubsidi yang beredar dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kekisruhan dalam penyaluran pupuk non-subsidi dalam kegiatan uji coba. Bank pelaksana yaitu BRI melakukan penyimpanan dana subsidi dalam rekening Kelompok Tani yang dibuka di bank tersebut. Sewaktu-waktu dana tersebut dapat dicairkan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam uji coba ini. Peranan PPL sangat penting dalam melakukan pendampingan, baik dalam penyusunan RDKK maupun dalam pelaksanaan uji coba di wilayah kerjanya. Demikian pula, Kepala UPTD Pertanian melakukan koordinasi dalam pelaksanaan uji coba di wilayah kerjanya. Kepala Desa`dan Camat yang memegang otoritas pemerintahan di tingkat administratif masing-masing diharapkan memberikan dukungan moral terhadap kegiatan uji coba. Dinas Pertanian dan Kehutanan melakukan koordinasi, pengawasan dan mobilisasi para petugas yang terlibat dalam kegiatan uji coba. PPL, Ka UPTD dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang membuat laporan dua mingguan pelaksanaan kegiatan uji coba yang diserahkan kepada Tim Teknis Pusat untuk dilakukan evaluasi dan melakukan tindakan pengamanan jika terjadi masalah. Sesudah penataan kelembagaan lokal adalah penyiapan database petani untuk penyusunan RDKK. Dari kegiatan verifikasi data, sebelum diputuskan hanya mencakup 2 kecamatan lokasi uji coba, diperoleh data luas baku sawah di seluruh wilayah Kabupaten Karawang pada tahun 2010 seluas 104,009.65 ha. Sementara itu, luas baku sawah sebelum verifikasi (RDKK 2009) adalah 94,311.00 ha. Ini berarti terjadi peningkatan luas baku sawah pada tahun 2010 seluas 9,698.65 ha atau 10.28% dibanding pada tahun 2009. Peningkatan luas baku sawah tersebut disebabkan oleh: (1) Pemanfaatan lahan tidur di kawasan industri untuk tanaman padi sawah; (2) Lahan sawah berpengairan yang selama ini belum terdata; dan (3) Konversi sebagian areal tambak menjadi areal sawah. Peningkatan luas areal baku sawah tersebut berimplikasi pada penambahan kebutuhan pupuk bersubsidi. Rencana luas areal tanam untuk musim tanam Oktober-Desember 2010 adalah 81,508.84 ha, yang merupakan 78.4% dari total luas sawah di Kabupaten Karawang. Namun karena timbulnya masalah anggaran, maka kegiatan uji coba hanya berlangsung di Kecamatan Karawang Barat dan Kecamatan Cikampek selama Oktober-Desember 2010. Berdasarkan RDKK, rencana luas tanam padi sawah pada Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3325 Tahun XLII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 13 musim tanam Oktober-Desember 2010 masing-masing adalah 2,264 ha dan 725 ha atau 2,989 ha secara keseluruhan. Kebutuhan masing-masing jenis pupuk dan dana subsidi di masing-masing kecamatan diperlihatkan pada Tabel 4. Kebutuhan dana subsidi pupuk adalah sekitar Rp 2.07 milyar untuk Karawang Barat dan Rp 0.62 milyar untuk Cikampek atau sekitar Rp 2.69 milyar secara keseluruhan. Tabel 3. Rencana Luas Tanam Padi Sawah, Kebutuhan Pupuk dan dana Subsidi Pupuk Uji Coba SPL, Masa Tanam Oktober-Desember 2010. Uraian
Karawang Barat
Cikampek
Total
2,264
725
2,989
1. Rencana luas tanam (ha) 2. Kebutuhan pupuk (kg): a. Urea b. SP36 c. NPK Phonska d. NPK Kujang Jumlah
549,015 138,900 389,450 15,124 1,092,489
199,375 72,500 72,500 0 344,375
748,390 211,400 461,950 15,124 1,436,864
3. Nilai subsidi pupuk (Rp'000)
2,066,476
618,552
2,685,028
Pembatasan wilayah uji coba tersebut ternyata kemudian menimbulkan problem serius. Di wilayah-wilayah kecamatan lain yang berbatasan langsung dengan dua kecamatan lokasi ujicoba terdapat kios-kios pupuk yang menjual pupuk bersubsidi dengan harga subsidi, sedangkan harga pupuk dalam wilayah uji coba adalah harga non-subsidi. Akibatnya, banyak petani peserta uji coba yang membeli pupuk dengan harga subsidi di kios-kios di luar wilayah uji coba. Petani yang demikian tidak berhak untuk mendapatkan dana subsidi yang sudah disimpan di rekening Kelompok Taninya karena mereka membeli pupuk sudah dengan harga subsidi. Pembelian pupuk di luar wilayah uji coba merupakan penyimpangan serius dari ketentuan yang menimbulkan dampak buruk, yaitu terjadi kelebihan stok pupuk bersubsidi di gudang Kios (Lini-IV) di lokasi di mana kasus tersebut terjadi sehingga Kios mengalami kerugian. Sistem kalender anggaran yaitu Januari-Desember tidak kondusif bagi pelaksanaan uji coba pada tanaman padi sawah yang sangat tergantung pada musim yaitu Oktober-Maret untuk musim hujan. Karena itu, waktu pelaksanaan uji coba yang semula direncanakan mencakup satu musim pertanaman Oktober 2010 sampai dengan Maret 2011 (OKMAR) hanya dapat berlangsung selama Oktober sampai dengan Desember 2010 (OKDES) karena penggunaan anggaran tidak boleh melampaui Desember 2010. Akibatnya, kegiatan uji coba tidak bisa dilaksanakan secara utuh mulai dari masa persiapan sampai dengan panen sehingga analisis mengenai dampak pengalihan subsidi pupuk tidak langsung menjadi subsidi pupuk langsung ke petani terhadap produktivitas dan pendapatan petani tidak bisa dilaksanakan. 4) Mekanisme Subsidi Pupuk Langsung ke Petani Mekanisme penyaluran subsidi pupuk langsung ke petani dalam kegiatan uji coba dapat dijelaskan sebagai berikut. Langkah pertama adalah penyusunan RDKK oleh masing-masing Kelompok Tani secara obyektif (sesuai dengan fakta). Lahan-lahan pertanian yang semula tidak terdata sehingga tidak masuk dalam Badan Litbang Pertanian
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
14 AgroinovasI RDKK harus dicatat dan dimasukkan ke dalam RDKK. Langkah ini sangat penting karena hanya para petani yang namanya tercantum dalam RDKK yang berhak mendapatkan alokasi pupuk dan dana subsidi pupuk. Jika ada`lahan yang tidak masuk ke dalam RDKK, maka lahan tersebut tidak mendapatkan alokasi pupuk dan dana subsidi pupuk. Hanya dengan cara ini, pupuk dan dana subsidinya akan diterima oleh petani secara langsung, utuh dan memenuhi criteria 6 tepat karena tidak akan ada lagi kebocoran dalam penyaluran pupuk, baik di tengah maupun di hilir sehingga pemborosan pada anggaran pemerintah untuk subsidi pupuk juga dapat dicegah. Jumlah kebutuhan pupuk menurut unsur hara N, P dan K, yang kemudian dikonversikan ke dalam kebutuhan fisik pupuk. Masing-masing Kelompok Tani (dengan di sampingi PPL) diberi kebebasan untuk menentukan jumlah kebutuhan pupuknya sendiri berdasarkan pengalaman dan daya beli anggotanya masing-masing yang dapat menjamin tercapainya produktivitas hasil yang mereka inginkan. Selanjutnya, RDKK masing-masing Kelompok Tani dibuat tiga rangkap. Rangkap 1 untuk Kelompok Tani sendiri, rangkap 2 untuk Kios pupuk dan rangkap 3 untuk Dinas Pertanian Kabupaten Karawang. Tim Teknis Daerah yang diketuai oleh Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Kehutanan Kabupaten Karawang melakukan rekapitulasi RDKK tingkat kabupaten yang dirinci per kecamatan. Rekapitulasi RDKK tersebut menjadi usulan kebutuhan pupuk untuk wilayah kabupaten tersebut. Usulan ini dituangkan dalam Peraturan Bupati Karawang, yang di dalamnya terdapat nama-nama Kelompok Tani berikut nama pengurusnya, jumlah pupuk yang dibutuhkan dan jumlah dana subsidi pupuk yang akan disalurkan kepada Kelompok Tani tersebut. Berdasarkan Peraturan Bupati tersebut, Menteri Pertanian membuat Peraturan Menteri Pertanian yang di dalamnya juga mencantumkan namanama Kelompok Tani berikut nama pengurusnya, jumlah pupuk yang diperlukan dan jumlah dana subsidi pupuk yang akan disalurkan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian tersebut, Kelompok Tani membuka rekening di bank BRI setempat atas nama kelompok yang bersangkutan. Data nomor rekening masing-masing Kelompok Tani tersebut kemudian diberikan kepada KPKN yang diberi otoritas untuk melakukan transfer dana subsidi pupuk ke masing-masing nomor rekening tersebut. KPKN melakukan transfer seluruh dana subsidi dengan jumlah sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian tentang subsidi pupuk langsung ke petani. Transfer dana subsidi tersebut dilakukan pada awal Oktober 2010 yaitu sebelum musim tanam pertama dimulai di masing-masing wilayah. Status dana subsidi tersebut adalah Bantuan Sosial (Bansos). Pengambilan dana subsidi pupuk ke BRI dilakukan oleh pengurus masingmasing Kelompok Tani berdasarkan data jumlah penebusan pupuk oleh para petani anggotanya. Pengambilan dana subsidi pupuk menggunakan formulir yang sudah ditandatangani oleh pengurus Kelompok Tani dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Bidang Pertanian. Petani kemudian mengambil dana subsidi sesuai dengan data jumlah penebusan pupuk yang terdapat dalam nota pembelian pupuk yang sudah ditandatangani oleh Kios terkait dan petani yang bersangkutan. 5) Kelebihan dan Kekurangan Subsidi Pupuk Langsung • Subsidi pupuk langsung (tunai) ke petani mempuyai kelebihan dan kekurangan Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLI
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
15
jika diterapkan secara nasional. Kelebihannya adalah sebagai berikut:
• Harga subsidi pupuk (HET) di pintu Kios dengan kemasan pupuk 50 kg per
karung dan pembayaran secara tunai benar-benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini menguntungkan petani karena Kios tidak lagi menambahkan harga ekstra pada HET, sebagaimana yang selama ini terjadi pada skim subsidi di luar uji coba. • Seluruh kebutuhan pupuk petani tercukupi karena penyediaan pupuk didasarkan pada RDKK, bukan alokasi pupuk seperti pada skim subsidi di luar uji coba. • Bagi Kios, pembeli pupuknya sudah pasti dengan jumlah penebusan yang juga pasti (captive market) sehingga tidak perlu kuatir pupuknya tidak laku dijual. • Tidak ada lagi disparitas harga pupuk sehingga tidak ada lagi aliran pupuk dari sektor yang mendapatkan subsidi ke sektor yang tidak mendapatkan subsidi. Dengan demikian, maka tidak ada lagi kekurangan pasokan pupuk di sektor yang tidak mendapatkan subsidi, sehingga petani dapat melakukan pemupukan secara enam tepat yaitu tepat jenis, jumlah, mutu, lokasi dan waktu dan karenanya produktivitas tanaman tidak terganggu, kecuali ada gangguangangguan lain yang terjadi di luar subsidi pupuk langsung. • Penyalur pupuk yang terdiri dari distributor (Lini-III) dan Kios (Lini-IV) tidak bisa lagi melakukan penyimpangan dalam penyaluran pupuk bersubsidi karena masing-masing penyalur telah terdaftar dalam Peraturan Bupati dan mempunyai tanggungjawab untuk menyalurkan pupuk ke pihak-pihak yang harus dilayani. Distributor menyalurkan pupuk kepada Kios-kios yang menjadi tanggungjawabnya, sementara Kios menyalurkan pupuk ke petani-petani yang menjadi tanggungjawabnya. Kekurangan subsidi pupuk langsung tunai ke petani adalah sebagai berikut: Petani tidak mempunyai modal yang cukup untuk membeli pupuk terlebih dahulu dengan harga non-subsidi. Selama ini, dengan harga subsidi (HET) mayoritas petani tidak mampu membeli pupuk secara tunai tetapi dengan cara “yarnen” yaitu membayar setelah panen. Hal ini terjadi karena mayoritas petani adalah pemilikpenggarap dan penggarap berlahan garapan sempit dengan modal yang sangat terbatas. Namun dengan cara “yarnen” yang berarti tidak tunai, petani dikenakan harga yang lebih tinggi daripada HET (ada semacam bunga pinjaman). Kios pupuk (Lini-IV) yang modalnya terbatas tidak mampu membeli pupuk dari distributor (Lini-III) secara tunai dengan harga non subsidi yang harganya jauh di atas HET, apalagi jika banyak petani yang membayar secara “yarnen”. Demikian pula, pihak distributor bersedia memenuhi pesanan Kios jika Kios telah membayar terlebih dahulu secara tunai. Kesimpulan dan Saran Kendala terbesar yang dihadapi dalam subsidi pupuk langsung ke petani adalah kemampuan petani yang sangat terbatas untuk membeli pupuk terlebih dahulu secara tunai dengan harga non-subsidi yang sangat mahal. Dengan harga subsidi (HET) pun petani sudah keberatan untuk membayar secara tunai. Masalah ini diperparah oleh beredarnya pupuk bersubsidi di luar lokasi uji coba yang mendorong petani untuk membeli pupuk bersubsidi yang ada di luar lokasi uji coba. Badan Litbang Pertanian
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3425 Tahun XLII
16
AgroinovasI
Karena itu, jika subsidi pupuk langsung ke petani akan diterapkan, ada kondisi yang harus dipenuhi, yaitu: Harga non-subsidi harus diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia agar tidak ada peluang petani untuk membeli pupuk dengan harga subsidi dan tidak ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan karena adanya perbedaan harga dengan melakukan perdagangan pupuk dari daerah yang satu ke daerah lainnya. Dana subsidi pupuk tunai yang didasarkan atas RDKK dapat dicairkan sebelum petani membeli pupuk sehingga petani mempunyai modal cukup untuk membeli pupuk dengan harga non-subsidi. Ini adalah model “cash in advance” yang diperkirakan akan lebih berhasil dibanding model “cash back” yang diterapkan dalam uji coba. Namun alternatif ini memberi peluang bagi petani menggunakan dana subsidi tersebut bukan untuk membeli pupuk. Alternatifnya, petani diberi subsidi dalam bentuk fisik pupuk yang nilainya sebesar dana subsidi pupuk jika petani menerima dalam bentuk uang tunai. Alternatif ini tidak memberi peluang bagi petani menggunakan dana subsidi bukan untuk membeli pupuk karena mereka menerima subsidi sudah dalam bentuk fisik pupuk. Untuk menjamin agar subsidi pupuk jatuh pada sasaran yang tepat yaitu petani kecil, kepada masing-masing petani kecil dengan luas garapan 0.5 ha ke bawah diberi Kartu Subsidi Pupuk (KSP). Hanya dengan kartu ini petani bisa mendapatkan dana subsidi pupuk, dan petani yang tidak mempunyai kartu tersebut tentu saja tidak berhak untuk mendapatkan dana subsidi pupuk. Prajogo U. Hadi, Muchjidin Rachmat, Sri Hery Susilowati dan Supriyati Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Petunjuk Cara Melipat: Cover
r ve
Co
Cover
1. Ambil dua Lembar halaman tengah tabloid
2. Lipat sehingga cover buku (halaman warna) ada di depan.
Edisi 5-11 Oktober 2011 No.3325 Tahun XLII
3. Lipat lagi sehingga dua melintang ke dalam kembali
Cover
Cover
4. Lipat dua membujur ke dalam sehingga cover buku ada di depan
5. Potong bagian bawah buku sehingga menjadi sebuah buku
Badan Litbang Pertanian