INFEKSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA KUTU LONCAT JERUK DAN LAMTORO DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Loncat Jeruk dan Lamtoro di Kecamatan Dramaga, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015
Rizky Yunita Putri Santosa NIM A34110073
ABSTRAK RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA. Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Loncat Jeruk dan Lamtoro Di Kecamatan Dramaga, Bogor. Dibimbing oleh RULY ANWAR. Kutu loncat merupakan hama penting pada tanaman jeruk dan juga lamtoro, yang dapat menimbulkan penurunan produktivitas tanaman tersebut. Pengendalian yang dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh kutu loncat salah satunya adalah mengunakan musuh alami, yang salah satunya menggunakan cendawan Entomophthorales. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu loncat dari tanaman jeruk dan lam-toro. Sampel kutu loncat yang digunakan sebanyak 50-200 per lokasi. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali di semua lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan sampel kutu loncat jeruk (Diaphorina citri) dilakukan pada dua lokasi yaitu Desa Cikarawang dan Desa Cibereum, Bogor. Pengamatan sampel kutu loncat lamtoro (Heteropsylla cubana) berlokasi di Desa Babakan dan Desa Cibereum, Bogor. Sampel kutuloncat yang sudah didapatkan kemudian dimasuk kan ke dalam botol yang berisi alkohol 70%. Pembuatan preparat kutu loncat dibuat dengan media larutan lactophenol cotton blue untuk menentukan keberadaan fase badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, dan cendawan sekunder dan resting spores. Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada kutu loncat jeruk adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder, dan cendawan sekunder. Tingkat infeksi cendawan pada D. citri di Desa Cibeureum mencapai 10.32%, lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi di Desa Cikarawang yang hanya mencapai 8.29%. Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada kutu loncat lamtoro adalah badan hifa dan konidia sekunder. Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada H. cubana Desa Cibeureum mencapai 53.88%, lebih tinggi dibandingkan infeksi di Desa Babakan yang mencapai 50.41%. Selama pengambilan sampel, spora istirahat tidak ditemukan, baik pada kutu loncat jeruk dan kutu loncat lamtoro.
Kata kunci: jeruk, kutu loncat, lamtoro, musuh alami, tingkat infeksi.
ABSTRACT RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA. Infection of Entomophthoralean Fungus to Psyllid on Citrus and Leucana Plants in Area of Bogor. Supervised by RULY ANWAR. The citrus psyllid (Diaphorina citri) and leucaena psyllid (Heteropsylla cubana) have been considered as one of important pests on citrus and leucaena, respectively. Productivity of these crops have been reduced due to the damage caused by those insects. Entomophthoralean fungi have been known as one of the natural enemy agents in various insects at various plants, including the psyllid. The objective of this study was to determine the entomophthoralean fungus on citrus and leucaena psyllid. The number of the insect samples for each plant were 50 to 200, collected weekly for 4 times at all the research site. The citrus psyllid were sampled at two locations, Cikarawang and Cibeureum Village, Bogor. The leucaena psyllid were sampled at Babakan and Cibeureum Village, Bogor. The samples were put into 30 ml bottles containing 70% alcohol for the next study. Insect preparate slide were made for all samples using lactophenol cotton blue solution to determine presence of hyphal body, primary conidia, secondary conidia, resting spores, and saprophytic fungi . The results showed that the fungus development stages which found on citrus psyllid were hyphal body, primary conidia, secondary conidia and saprophytic fungi. The highest infection levels occurred at Cibeureum by 10.32% and the lowest infection levels occurred at Cikarawang at 8.29%. In other hand, the fungus development stages which found on leucaena psyllid were hyphal body and secondary conidia at 53.88%. Meanwhile, the lowest infection levels occurred at Babakan by 50.41%. Resting spores were not found at both insects at all of research site.
Key words: citrus, infection levels, leucaena, natural enemies, psyliid.
INFEKSI CENDAWAN ENTOMOPHTHORALES PADA KUTU LONCAT JERUK DAN LAMTORO DI KECAMATAN DRAMAGA, BOGOR
RIZKY YUNITA PUTRI SANTOSA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PRAKATA Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir ini yang berjudul “Infeksi Cendawan Entomophthorales pada Kutu Loncat Jeruk dan Lamtoro di Kecamatan Dramaga, Bogor” dan dapat diselesaikan dengan baik, sebagai salah satu syarat menjadi sarjana pertanian IPB. Terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua Bapak Santosa dan Ibu Suswaningsih dan keluarga yang telah memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Ruly Anwar M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan masukan dan saran kepada penulis sehingga penyelesain tugas akhir skripsi dapat dilakukan dengan baik. Terimakasih kepada Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dalam penulisan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan untuk Akbar Fauzy SP, Siti Wulandari SP, Karlina Julia, Putri Sahiya, Anysa Riska Utomo SP, Hillda Ayu Kusumaningrum SP dan Perwira 43 sebagai sahabat yang selalu membantu dan memberikan dukungan semangat. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan PTN 48, Patser crew, BEM Fakultas Pertanian Kabinet Kavaleri beserta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian tugas akhir ini. Semoga penelitian tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bogor, November 2015
Rizky Yunita Putri Santosa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Pengambilan Sampel Kutuloncat di Lapangan Pembuatan Preparat Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuloncat Jeruk Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuloncat Lamtoro Infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuloncat SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vi vi 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 5 5 5 8 10 13 14 16 18
DAFTAR TABEL 1. Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada D. citri 11 2. Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada H. cubana 12
DAFTAR GAMBAR 1. Kondisi Lahan Penelitian 2. Perbandingan Tubuh Diaphorina citri yang Ditemukan 3. Fase Cendawan Entomophthorales Diaphorina citri 6. Perbandingan tubuh kutuloncat lamtoro Heterophsylla cubana 7. Fases cendawan Entomophthorales Heterophsylla cubana
6 6 8 9 10
DAFTAR LAMPIRAN 1. Fase Cendawan Entomophthorales
16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis. Di daerah ini berbagai jenis tanaman jeruk banyak dijumpai dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Khasiat dari jeruk yang banyak digunakan diantaranya sari buah jeruk dapat digunakan sebagai bahan olahan makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan. Produksi jeruk di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 113 388 ton, jumlah produksi jeruk mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu produksinya menjadi 103 344 ton (BPS 2014). Produktivitas yang rendah itu antara lain dapat disebabkan oleh adanya serangan Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae). D. citri merupakan hama pada tanamna jeruk, karena peranannya sebagai vektor penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration) (Wijaya 2007). Di Sambas Kalimantan Barat, yang merupakan provinsi terbesar penghasil jeruk siam di Indonesia, sekitar 2.000 dari 13.000 ha pertanaman jeruk merana dan terancam mati hanya dalam waktu 6 bulan, dengan kerugian mencapai Rp120 miliar/tahun. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalimantan Barat pada tahun 2008 menginformasikan bahwa 3.572 dari 11.827 tanaman jeruk (31%) di Sambas yang telah berproduksi terserang CVPD (Supriyanto 2008). Di Brazil patogen citrus greening mempunyai vektor D. citri dan Di Cina, serangga tersebut dilaporkan sebagai vektor penyebab penyakit yang dikenal dengan nama yellow dragon disease secara dunia penyakit tersebut dikenal dengan nama penyakit huanglongbing (Halbert dan Manjunath 2004). Keanekaragaman hayati Indonesia lain salah satunya adalah tanaman lamto-ro (Leucaena leucocephala) atau petai cina merupakan tanaman serba guna. Kan-dungan nutrisi tanaman lamtoro yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang berprotein tinggi, selain itu tanaman lamtoro juga digunakan sebagai tanaman pioner, pupuk hijau (penyubur tanah), tanaman pelindung (untuk ta-naman kakao), pagar hidup, tanaman pendukung (untuk tanaman vanili dan merica), pencegah erosi, bahan baku pembuat kertas, bahan bakar. Manfaat lain dari ta-naman lamtoro yaitu pada bidang kesehatan dapat digunakan obat herba yang dapat mengobati penyakit diabetes, disentri dan batu rejan (Wijayakusuma et al. 2005). Tanaman lamtoro pada bulan Desember 1986 di daerah Jawa Tengah mengalami kerusakan pada luas lahan 30 290 ha lamtoro, kerusakan tersebut senilai sekitar US $ 315 000. Kerusakan tersebut disebabkan oleh hama utama tanaman lamtoro yaitu kutuloncat lamtoro (Heteropsylla cubana) dan hama itu dinyatakan sebagai bencana nasional . Kerugian lainnya juga dialami oleh peternak kecil sebesar 75% akibat menurunnya sumber pakan yang tersedia. Di Nusa Tenggara Timor, sekitar 40% hasil kakao menurun akibat kurangnya naungan menyebabkan kakao berbunga lebih awal, dan menyebabkan kematian tanaman kakao (FAO 2000). Pengendalian hayati hama adalah salah satu teknik pengendalian yang aman, ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan memanfaatkan musuh alami hama, seperti predator, parasitoid dan patogen. Salah satu musuh alami yang dapat
2 digunakan adalah patogen dari golongan cendawan. Cendawan Entomophthorales merupakan musuh alami dari hama kutu-kutuan dan tungau. Cendawan Entomophthorales memiliki 5 famili yaitu Ancylistaceae, Completoriaceae, Entomophthoraceae, Meristacraceae dan Neozygitaceae (Keller dan Petrini 2005). Famili yang menjadi cendawan patogenik pada arthopoda diketahui berasal dari famili Ancylistaceae, Entomophthoraceae (12 genus) dan genus Neozygitaceae (Keller dan Wegensteiner 2007). Cendawan Entomophthorales bersifat obligat pada inang yang spesifik di lapangan. Cendawan ini di Mexico telah digunakan sebagai pengendalian hayati untuk kutuloncat jeruk, D. citri (Guizar-Gusman 2013). Selain itu, cendawan ini juga ditemukan menginfeksi kutuloncat lamtoro, H. cubana di Philipina (Villacarlos dan Wilding 1994). Perumusan Masalalah Kutuloncat jeruk dan lamtoro merupakan salah satu hama penting tanaman jeruk dan lamtoro. Pengendalian yang selama ini dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan insektisida. Pemanfaatan cendawan Entomophthorales merupakan salah satu pengendalian hama yang aman dan ramah lingkungan. Cendawan Entomophthorales yang menginfeksi kutuloncat pada tanaman jeruk dan lamtoro di Indonesia belum pernah dilaporkan, sehingga penelitian ini sangat penting dilakukan, untuk mengetahui potensi cendawan Entomophthorales sebagai agen hayati kutuloncat dari tanaman jeruk dan lamtoro di lapangan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menghitung tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutu loncat jeruk dan lamtoro di Kecamatan Dramaga, Bogor. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cendawan Entomophthorales yang dapat dijadikan sebagai pengendalian hayati pada beberapa hama tanaman.
3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret hingga Juni 2015. Pengambilan sampel kutuloncat jeruk dilakukan di dua lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan pertama terletak di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Bogor. Lokasi pengamatan kedua terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Dramaga, Bogor. Pengambilan sampel kutuloncat lamtoro dilakukan di dua lokasi pengamtan. Lokasi pengamtan pertama terletak di Desa Babakan dan lokasi pengamatan kedua terletak di Desa Cibeureum Kecamatan Dramaga, Bogor. Pembuatan preparat danidentifikasi cendawan Entomophthorales dilakukan di Laboratorium Patologi Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah aspirator, pinset, gunting, pipet tetes, tisu, kertas label, preparat slide beserta kaca penutup, botol bervolume 30 ml, dan mikroskop compound. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lactophenol cotton blue, alkohol 70%, dan pewarna kuku bening. Metode Pengambilan Sampel Kutuloncat di Lapangan Sampel kutuloncat jeruk diambil menggunakan aspirator dan pengambilan sampel kutuloncat lamtoro dilakukan dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang. Sampel tersebut, kemudian dimasukan ke dalam botol bervolume 30 ml yang telah berisi alkohol 70%. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali di semua lokasi penelitian. Jumlah kutuloncat yang diambil sebanyak 50-200 kutu loncat dan kemudian dibawa ke laboratorium untuk proses pembuatan preparat dan juga identifikasi. Pembuatan Preparat Sampel kutuloncat yang telah diperoleh dari lapang dibawa ke Laboratorium Patologi Serangga kemudian dibuat preparat slide. Sepuluh ekor kutuloncat per preparat yang ditata secara diagonal dengan ukuran kutuloncat yang relatif sama dan sejenis. Setelah itu ditutup menggunakan kaca penutup secara perlahan-lahan dengan sedikit menekan tubuh kutuloncat untuk mempermudah pengamatan. Preparat yang dibuat diolesi dengan menggunakan pewarna kuku bening pada bagian pinggir kaca penutup agar preparat tidak mudah rusak. Preparat kemudian diberi label yang berisi lokasi pengambilan tanaman sampel, tanggal pengambilan sampel, dan waktu pengambilan sampel.
Identifikasi Fase Cendawan Entomophthorales Preparat kutuloncat diamati dengan menggunakan mikroskop compound untuk mengidentifikasi fase cendawan Entomophthorales pada perbesaran 400
4 kali. Kutuloncat yang diidentifikasi diklasifikasikan ke dalam enam kategori yaitu yaitu (1) serangga sehat, (2) serangga terinfeksi konidia sekunder, (3) serangga terinfeksi badan hifa, (4) serangga terinfeksi konidia primer dan konidiofor, (5) serangga terinfeksi spora istirahat, (6) serangga terinfeksi cendawan sekunder. Identifikasi cendawan Entomophthorales dilakukan dengan melihat bentuk dan ukuran konidiofor, konidia primer dan konidia sekunder (ragam bentuknya). Proses identifikasi lebih lanjut dan lebih jelas dilakukan dengan melihat struktur badan hifa, cystidia, rizoid, spora istirahat dan jumlah inti sel masing-masing struktur (Keller 2007). Perhitungan Tingkat Infeksi Cendawan Entomophthorales Tingkat infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuloncat dihitung menggunakan rumus: Tingkat infeksi (%) =
x 100%
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Pengamatan Cendawan Entomophthorales pada tanaman jeruk lahan pertama terletak di Desa Cikarawang, Bogor. Pertanaman jeruk tersebut terletak di tengah permukiman warga dengan sistem penanaman tumpangsari. Tumpangsari tanaman jeruk dengan ubi kayu, pepaya dan juga bengkoang. Jenis tanaman jeruk yang ditanam adalah Lemon Cui. Umur tanaman jeruk beragam, terdiri dari tanaman yang berumur 8 tahun dan 1.5 tahun. Jarak tanam 2 x 3 meter pada luas lahan 4000 m2. Perawatan tanaman dilakukan dengan menggunakan pupuk alami, selain itu apabila populasi hama melimpah dilakukan penyemprotan pestisida (Gambar 1a). Lahan jeruk dilokasi kedua yang digunakan terletak di Desa Cibeureum, Bogor. Sistem pertanaman yang dilakukan adalah monokultur, dengan usia tanaman jeruk sekitar 4 tahun. Kondisi lingkungan terletak di sekitar permukiman warga dengan kondisi lahan pertanaman kurang terawat. Hal ini terlihat dengan banyaknya gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Pemeliharan tanaman yang dilakukan dengan menggunakan pupuk kandang dengan frekuensi pemberian yang tidak teratur (Gambar 1b). Tanaman lamtoro yang digunakan dalam pengamatan terletak di Desa Babakan Raya dan Desa Cibeureum, Bogor (Gambar 1 c dan d). Lamtoro merupakan tanaman yang tidak dibudidayakan sehingga disekitar jalan. Hama tanaman ini yaitu kutu loncat lamtoro (H. cubana) menyerang pada daun muda lamtoro sehingga banyak tunas muda yang sudah keriting bahkan mati. Populasi kutuloncat lamtoro terendah ditemukan pada lokasi pengmatan di Desa Babakan Lebak, Bogor dan tertinggi terdapat pada Desa Cibeureum, Bogor. Adanya musuh alami yang banyak ditemukan pada tanaman tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan populasi kutu loncat lamtoro yang ditemukan rendah. Musuh alami yang banyak ditemukan adalah Curinus coeruleus. C.coerule merupakan predator yang di introduksikan ke Indonesia dari, Hawai yang merupakan predator paling dominan memangsa H.cubana (Yasin 2006 ). Populasi kutu loncat tidak dihitung, tetapi hanya dilihat dari penampakan gejala daun yang terserang dan jumlah kutu loncat yang tertangkap pada saat pengamatan. Fase Cendawan Entomophthorales pada Kutuloncat Jeruk Preparat yang dibuat dalam penelitian ini sebanyak 83 preparat (826 D. citri). Struktur cendawan merupakan dasar untuk melakukan identifikasi dan mengetahui taksonomi dari cendawan Entomophthorales (Keller dan Wegensteiner 2007). Hasil pengamatan secara mikroskopis fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan menginfeksi kutu loncat jeruk adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder dan cendawan saprofit (gambar 2). D. citri yang sehat tampak badan nya terlihat mulus, transparan dan bagian tubuhnya utuh (Gambar 2a). Pada bagian tubuh serangga yang terinfeksi cendawan Entomophthorales atau cendawan saprofitik pada tubuhnya terlihat berwaran hitam, dan struktur tubuhnya rusak (Gambar 2b).
6
7 Badan hifa merupakan fase yang banyak ditemukan pada semua spesies cendawan Entomophthorales dan merupakan multiplikasi dari tipe perkembangan vegetatif. Badan hifa berkembang dari protoplas dan merupakan proses awal yang terjadi pada inang yang terinfeksi. Dinding sel akan mengekspresikan badan hifa dalam berbagai bentuk. Bentuk badan hifa yang spesifik tersebut menjadi ciri penting dalam menggolongkan cendawan Entomophthorales (Keller 1987). Badan hifa yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan pada preparat D. citri adalah badan hifa berbentuk batang (Gambar 3a). Badan hifa berbentuk batang tersebut merupakan salah satu ciri dari cendawan Entomophthorales genus Neozygites dengan ukuran 50 µm (Keller 2007). Cendawan genus Neozygites mampu menghasilkan 3000 konidia primer per individu inang dalam waktu 3-4 hari siap menginfeksi inang. Cendawan ini hanya memerlukan waktu 3 hari untuk menginfeksi inangnya kemudian bersporulasi. Selain kemampuan berkembangnya yang pesat dan dapat menghasilkan konidia dalam jumlah yang banyak, cendawan dari famili Neozygitaceae juga mampu menginfeksi hampir semua stadia serangga inang kecuali telur. Hal ini berbeda dengan cendawan dari ordo Entomophthorales lainnya yang umumnya hanya menginfeksi inang pada fase imago (Pell et al. 2001) Konidia primer terbentuk dari perkembangan konidiofor yang mengalami perkecambahan dan berhasil menembus kutikula serangga. Konidia primer yang dibentuk dari konidiofor sederhana (tidak bercabang) memiliki dua atau lebih nukleus, sedangkan konidia primer yang dibentuk dari konidiofor yang bercabang biasanya memiliki satu nukleus (Keller 2007). Permukaan tubuh D. citri yang terinfeksi konidia primer struktur tubuhnya rusak dan tubuhnya berwarna hitam. Konidia primer yang ditemukan berbentuk oval (Gambar 3b). Bentuk dan ukuran konidia primer sangat penting untuk digunakan sebagai kunci identifikasi cendawan Entomophthorales (Keller 1987). Menurut Geest (2000), konidia primer dapat menyebar dan menghasilkan capilliconidia pada waktu sebelum matahari terbit, saat suhu udara rendah dan kelembaban tinggi. Konidia sekunder merupakan struktur yang infeksius dari cendawan Entomophthorales. Konidia ini dihasilkan dari tabung kapiler langsing yang dibentuk pada konidia primer. Apabila terjadi kontak antara konidia dengan serangga inang, maka konidia akan membentuk tabung kecambah (germ tube). Selanjutnya, cendawan akan melakukan invasi pada hemosol serangga, sehingga terjadi infeksi (Keller 1987). Fase konidia sekunder merupakan salah satu fase cendawan Entomophthorales yang banyak ditemukan menginfeksi D. citri pada penelitian ini. Bentuk konidia sekunder yang ditemukan berbentuk elips, dan dihasilkan secara satu per satu. Konidia sekunder ditemukan menempel pada permukaan tubuh serangga yaitu, pada bagian abdomen dan juga sayap serangga (gambar 3c-d). Jenis konidia sekunder yang ditemukan merupakan tipe II. Menurut Keller 2007 melaporkan bahwa jenis konida sekunder pada tipe II disebut caplliconidia. Caplliconidia dihasilkan secara satu per satu, berukuran panjang dan mempunyai tabung kapiler langsing yang muncul pada konidia primer dan dilepaskan secara pasif. Tipe ini ditemukan pada Zoophthora, Neozygites, dan Eryniopsis lampyridarum Spora istirahat (resting spore) merupakan struktur bertahan cendawan Entomophthorales dengan dinding sel ganda dan berukuran tebal.
8
9
10 Infeksi cendawan Entomophthorales pada kutuloncat Fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan menginfeksi D. citri di Desa Cikarawang, Bogor adalah badan hifa, konidia primer, konidia sekunder dan cendawan sekunder. Sedangkan di Desa Cibeureum ditemukan adalah badan hifa, konidia primer dan konidia sekunder. Infeksi cendawan pada D. citri di Desa Cibeureum lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi di Desa Cikarawang (Tabel 1). Hal ini terjadi karena lahan di Desa Cibeureum tidak dilakukan perawatan tanaman sehingga memberikan kondisi yang optimum untuk D. citri dapat berkembang, yang sekaligus juga mempengaruhi meningkatnya infeksi cendawan. Badan hifa ditemukan menginfeksi D. citri pada 3 kali pengamatan, baik di Desa Cikarawang maupun Di Desa Cibeureum. Konidia primer ditemukan 1 kali di Desa Cikarawang, dan 2 kali di Desa Cibeureum. Konidia seknder ditemukan setiap kali pengamatan baik di Desa Cikarawang dan Desa Cibeureum. Cendawan sekunder hanya ditemukan 1 kali pada D. citri di Desa Cikarawang. Selama pengamatan tidak ditemukan D. citri yang terinfeksi spora istirahat pada kedua lahan pengamatan. Fase cendawan Entomophthorales pada H. cubana di Desa Babakan dan Desa Cibeureum yang ditemukan adalah badan hifa dan konidia sekunder. Tingkat infeksi cendawan tersebut di Desa Cibeureum lebih tinggi dibandingkan infeksi di Desa Babakan (Tabel 2). Badan hifa ditemukan 3 kali pengamatan di Desa Babakan dan 4 kali di Desa Cibeureum. Konidia sekunder ditemukan 2 kali di Desa Babakan, sedangkan di Desa Cibereum ditemukan pada setiap pengamatan. Konidia primer, spora istirahat dan cendawan sekunder tidak ditemukan pada sample H. cubana hal ini menunjukan bahwa infeksi cendawan pada H. cubana terjadi pada tahap awal.
90.32 4.83 3.22 1.61 0 0 9.68
15 April N=62 90.27 5.56 2.78 0 0 1.38 9.73
20 April N=72 90.62 6.25 3.12 0 0 0 9.38
27 April N=96 95.64 4.95 0 0 0 0 4.36
4 Mei N=101
N= jumlah kutuloncat jeruk yang didapat pada setiap pengamatan.
Sehat (%) Konidia sekunder (%) Badan hifa (%) Konidia primer (%) Spora istirahat (%) Cendawan sekunder (%) Infeksi (%)
Fase Cendawan
Desa Cikarawang
91.71 5.39 2.28 0.40 0 0.34 8.28
Proporsi Fase Cendawan (%) 95.50 2.24 2.24 0 0 0 4.48
25 April N=89
Tabel 1 Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada D. citri pada tahun 2015
94.11 1.96 3.92 0 0 0 5.88
30 April N=102 86.53 9.61 0 3.84 0 0 13.45
06 Mei N=104 82.50 11.00 3.50 3.00 0 0 17.50
12 Mei N=200
Desa Cibeureum
89.66 6.20 2.41 1.71 0 0 10.32
Proporsi Fase Cendawan (%)
11
11
20 April N=120
Desa Babakan 27 April 4 Mei N=106 N=192
Sehat (%) 80.00 70.83 29.25 18.22 Konidia sekunder (%) 20.00 25.83 67.92 78.12 Badan hifa (%) 0 3.34 2.83 3.64 Konidia primer (%) 0 0 0 0 Spora istirahat (%) 0 0 0 0 Cendawan sekunder (%) 0 0 0 0 Infeksi (%) 20.00 29.17 70.75 81.76 N= jumlah kutuloncat lamtoro yang didapat pada setiap pengamatan.
Fase Cendawan
15 April N=65
50.41
0 0
49.58 47.96 2.45 0
Proporsi Fase Cendawan (%)
44.00
0 0 0
0 0 0
40.59
56.00 37.60 6.40
30 April N=125
59.41 31.76 8.82
25 April N=170
Tabel 2 Proporsi fase cendawan Entomophthorales yang ditemukan pada H. cubana pada tahun 2015
12
81.47
0 0 0
18.51 75.13 6.34
49.5
0 0 0
50.5 46.5 3.00
Desa Cibeureum 06 Mei 12 Mei N=189 N=200
53.88
0 0 0
46.10 47.74 6.14
Proporsi Fase Cendawan (%)
12
13 Berdasarkan hasil pengamatan jumlah kutuloncat jeruk yang didapat meningkat setiap minggunya. Hal tersebut dapat terjadi karena pada lahan pengamatan pertama di Desa Cikarawang hanya dilakukan penyemprotan satu kali pada minggu pertama setelah itu tidak dilakukan perawatan apapun. Selain itu pada lahan Desa Cikarawang masih terdapat pohon jeruk yang berumur 4 tahun dan masih memiliki banyak tunas muda. Pertumbuhan tunas muda merangsang imago betina untuk meletakan telurnya, setelah 2-3 hari dari peletakan telur. Pertunasan merupakan periode kritis sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius (Wijaya 2010). Jumlah kutuloncat jeruk yang didapatkan pada Desa Cibeureum lebih banyak dibandingkan pada Desa Cikarawang. Tanaman jeruk pada Desa Cibeureum tidak dilakukan perawatan tanaman. Kondisi lingkungan yang mendukung peningkatan jumlah kutuloncat tersebut adalah musim kemarau yang sedang terjadi pada saat pengamatan berlangsung. Kutuloncat jeruk mempunyai tiga stadia hidup yaitu telur, nimfa dan serangga dewasa. Siklus hidupnya mulai dari telur sampai dewasa berlangsung selama 16-18 hari pada kondisi panas, sedangkan pada kondisi dingin sampai 45 hari (Hall et all 2012). Tingginya jumlah kutu loncat yang didapat mempengaruhi tinggi tingkat infeksi cendawan pada kutu loncat tersebut.
SIMPULAN Cendawan Entomophthorales ditemukan menginfeksi pada D. citri dan H. cubana. D. citri ditemukan terinfeksi badan hifa, konidia primer, konidia sekunder dan cendawan sekunder, dengan tingkat infeksi tertinggi di Desa Cibeureum sebesar 10.32% dan terendah di Desa Cikarawang sebesar 8.28%. Pada H. cubana ditemukan terinfeksi badan hifa dan konidia sekunder, dengan tingkat infeksi sebesar 50.41% di Desa Babakan dan 53.88% di Desa Cibeureum.
14
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistika. 2014. Produksi buah-buahan menurut provinsi. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 3]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. Endarto O, Wuryantini S, Yunimar. 2014. Pengenalan dan pengendalian hama kutuloncat jeruk [internet]. Jakarta: Balai penelitian tanaman jeruk dan buah subtropika: [diunduh 2015 Juli 4]. Tersedia pada: http://balijestro. litbang. pertanian. go.id/id/508.html. [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 2000. Psyllid in the Asia-Pasific Region. [Internet]. [diunduh 2015 Februari 17]. Tersedia pada: http://www.fao.org/docrep/008/v5020e/V5020E06.htm. Geest Van der L E, Elliot S L, Breeuwer JAJ, Beerling E A M. 2000. Deseases of Mites. Annual Review of Entomology 43(4): 497-560. Guizar- Gusman L, Sanchez SR. 2013. Infection by Entomophthora sensu stricto (Entomophthoromycota: Entomophthorales) in Diaphorina citri (Hemiptera: Liviidae) in Veracruz, Mexico. Flor ida Entomologist. 96(2):624-627. Hajek AE. 2004. Natural Enemies An Introduction to Biological Control. New York (US): Cambridge University Press. Keller S. 1987. Arthropod-pathogenic Entomophthorales (Conidiobolus, Entomophaga and Entomophthora) of Switzerland Sydowia. 57:23-53. Keller S. 2007. Fungal structure and biology. Di dalam: Keller S, editor. Anthropod-patogenic Entomphthorales: Biology, Ecology and Identification. Brussels (BE): COST Office. hlm 27-54. Keller S, Petrini O. 2005. Keys to identification of the arthropod pathogenic genera of the families Entomophthoraceae and Neozygitaceae (Zygomycetes), with descriptions of three new subfamilies and a new genus. Sydowia. 57: 23-53. Keller S, Wegensteiner R. 2007. Introduction. Di dalam: Keller S, editor. Arthropod-pathogenic Entomphthorales: Biology, Ecology, Indentification. Brussels (BE): COST Office. hlm 1-6. [Prosea] Plant Resources of South East Asia. 2002. Keanekaragaman hayati tumbuhan Indonesia. [Internet] [diunduh 2015 Februari 3]. Tersedia pada: http://www.proseanet.org/ prohati2. Pell JK, Eilenberg J, Hajek AE, Steinkraus DC. 2001. Biology, ecology and pest management potential of Entomophthorales. In: Butt TM, C Jakson CW, Magan N (eds), Fungi as biocontrol Agnets: Progress, Problem and Potential Pp. 71-153. Waliingford (GB). CABI Publishing. Speare, A. T. (1922). Natural control of the citrus mealybug in Florida. USDABull. 1117. Sarwono B. 1994. Jeruk dan Kerabatnya. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Steinkraus DC, Hollingsworth RG, Slaymaker PH. 1995. Prevalence of Neozygites fresenii (Entomophthorales: Neozygitaceae) on the cotton aphids (Homoptera: Aphididae) in Arkansas cotton. Environmental Entomology. 24 (1): 465-474. Supriyanto, A. 2008. Pengendalian penyakit CVPD di Kabupaten SambasKalimantan Barat. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Tlekung, Batu: [diunduh 2015 November 14]. Tersedia pada: http://balitjestro.litbang. deptan.go.id/id/478. html.
15 Villacarlos L, Wilding N. 1994. Four new species of Entomopthorales infecting the leucana psyllid Heteropsylla cubana in the Philippines. Mycol Res. 98 (2):153-164. Wijaya I. 2010. Dinamika Populasi Diaphorina citri Kumayama (Homoptera: Psyllidae) dan Deteksi CVPD dengan teknik PCR. J. Entomol. 7(2): 78-87. Wijaya, I. 2007. Preferensi Diaphorina citri Kuwayama (Homoptera: Psyllidae) pada beberapa jenis tanaman jeruk. Agritrop. 26(3):110-116. Wijayakusuma H, Wirian T, Yaputra S, Dalimartha dan Cahyono B. 2005. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta (ID): Pustaka Kartini. Yasin, N. 2006. Perkembangan hidup dan daya memangsa Curinus coeruleus Mulsant pada beberapa kutu tanaman. J HPT Tropika. 6 (2) : 79-86.
16
LAMPIRAN
17 Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi D. citri Desa Cikarawang Jumlah serangga terinfeksi cendawan Pengamatan Badan Konidia Konidia Spora Cendawan Sehat hifa primer sekunder istirahat sekunder 15/04/2015 56 2 1 3 0 0 20/04/2015 65 2 0 4 0 1 27/04/2015 87 3 0 6 0 0 04/05/2015 96 0 0 5 0 0
Jumlah kutuloncat 62 72 96 101
Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi D. citri Desa Cibeureum Jumlah serangga terinfeksi cendawan Pengamatan Badan Konidia Konidia Spora Cendawan Sehat hifa primer sekunder istirahat sekunder 25/04/2015 85 2 0 2 0 0 30/04/2015 96 0 4 2 0 0 06/05/2015 90 4 0 10 0 0 12/05/2015 165 6 7 22 0 0
Jumlah kutuloncat 89 102 104 200
Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi H. cubana Desa Babakan Jumlah serangga terinfeksi cendawan Pengamatan Badan Konidia Konidia Spora Cendawan Sehat hifa primer sekunder istirahat sekunder 15/04/2015 52 0 0 13 0 0 20/04/2015 85 4 0 31 0 0 27/04/2015 31 3 0 72 0 0 04/05/2015 35 7 0 150 0 0
Jumlah kutuloncat 65 120 106 192
Fase cendawan Entomophthorales yang menginfeksi H. cubana Desa Cibeureum Jumlah serangga terinfeksi cendawan Pengamatan Badan Konidia Konidia Spora Cendawan Sehat hifa primer sekunder istirahat sekunder 25/04/2015 101 15 0 54 0 0 30/04/2015 70 8 0 47 0 0 06/05/2015 35 12 0 142 0 0 12/05/2015 101 6 0 93 0 0
Jumlah kutuloncat 170 125 189 200
18
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Purwokerto pada 8 Juni 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di MAN 1 Kota Bekasi pada tahun 2011, kemudian melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Pperguruan Tinggi Nasional Undangan (SNMPTN). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti kegiatan kampus di luar kegiatan akademik. Penulis pernah mengikuti organisasi sebagai Staf Budaya Olahraga dan Seni BEM Fakultas Pertanian Kabinet Beraksi, Sekertaris Departemen Budaya Olahraga dan Seni Bem Fakultas Pertanian Kabinet Kavaleri. Kepanitia yang pernah diikuti sekretaris Divisi Hucara Agri-Youth Leader Camp (AYLC), Ikatan BEM Pertanian Indonesia (IBEMPI), Sekretaris ACTION 2012 (Agricultural creation and exspresion), Penanggung Jawab kontingen Fakultas Pertanian pada Olimpiade Mahasiswa IPB 2013, Sekretaris Mahakarya Fakultas Pertanian 2013.