Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
Ikhtisar Eksekutif
7-
II
II I I I I I II I II 458 2
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak Laporan Misi Strategi Ketenagakerjaan 26 April -7 Mei 1999
IKHTISAR EKSEKUTIF
Organisasi Perburuhan Internasional Oktober 1999
ISBN 92-2-811866-0
Pertama kali diterbitkan tahun 1999
Buku mi diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kantor ILO di Jakarta. Judul ash adalah Indonesia: Strategies for Employment-Led Recovery and Reconstruction - Executive Summary, ISBN 92-2-111866-5
Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa-Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi-publikasi ILO beserta sajianbahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali
tidak mencerminkan opini apapun dan Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai infornasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak-pihak yang berwenang dan negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas-batas negara tersebut. Dalam publikasi-publikasi ILO tersebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk
kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing-masing penuhisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Intemasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut.
Penyebutan nama perusahaan, produk atau proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Inteniasional mengikhankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya nama suatu perusahaan tertentu, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dan Kantor Perburuhan Internasional. Publikasi-publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur-penyalur buku utama ataumelalui kantor-kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung mehalui Kantor PusatILO dengan ahamat ILO Publications, International Labour Office, CH-121 1, Jenewa 22, Swiss atau melalui Kantor Organisasi Perburuhan Internasional di Jakarta dengan alamat Gedung
PBB, Lantai 5, Jalan M.H. Thamrin no. 14, Jakarta 10240, fax (021) 3100766, e-mail: budi®ilojkt.or.id
Diterbitkan di Jakarta
MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
PENGANTAR Kajian tentang dampak sosial dan krisis ekonomi di Indonesia
selama mi lebih dititikberatkan pada masalah kemiskinan. Namun, perhatian tidak diikuti untuk mengkaji dampak krisis tersebut terhadap pengangguran termasuk identifikasi profil sosio-ekonomi dan penganggur.
Laporan strategi komprehensif ketenagakerjaan mi disusun oleh misi ILO untuk menjembatani kekurangan tersebut.
Laporan mi mencakup langkah-langkah kebijakan ketenagakerjaan masa depan, dengan mengidentifikasikan strategi perluasan kesempatan kenja jangka menengah dan jangka panjang, disamping program penciptaan lapangan kerja darurat untuk jangka pendek.
Saya gembirabahwa laporan mi meyajikan altematifkebijakan
dan mengkaji ulang kebijakan untuk pemulihan penciptaan lapangan kerja di Indonesia. Pertemuan tingkat nasional yang membahas kebijakan tersebut
dijadwalkan akan berlangsung pada akhir November 1999. Hasil pertemuan diharapkan akan berguna dalam mengambil pilihan kebijakan yang tepat di Indonesia.
September 1999
Ll
i Idris ënteri Tenaga Kerja
PENDAHULUAN Atas permintaan Pemerintah Indonesia, suatu Misi Strategi Ketenagakerjaan diterjurikan ke lapangan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan tanggal 26 April hingga tanggal 7 Mei 1999. Misi mi dipimpin oleh Mr. Rizwanul Islam, Wakil Direktur Bidang
Pembuatan Kebijakan. Misi mi dijalankan ketika timbul dampak sosial yang sangat tidak menguntungkan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997.
Tujuan utama misi mi adalah untuk merumuskan serangkaian
strategi, kebijakan dan program penciptaan lapangan kerja yang dimaksudkan sebagai jawaban terhadap tantangan yang diberikan oleh krisis ekonomi di Indonesia.
Ketentuan yang menjadi ruang lingkup Misi mi (terms of
reference) diserahkan oleh ILO pada suatu pertemuan ketenagakerjaan yang diprakarsai oleh Bapak Mar'ie Muhammad, Ketua Satuan Tugas Program Jaring Pengaman Sosial di Indonesia. Pertemuan itu, yang berlangsung pada tanggal 28 Januari 1999 di kantor Departemen Tenaga Kerja, diketuai oleh Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris dan dihadiri oleh Bapak Adi Sasono, Menteri Koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil.
Misi mi merupakan misi yang bersifat multidispliner, sesuai dengan TOR yang dijadikan acuan, serta merupakan upaya bersama antara berbagai departemen dan tim di lingkungan kerja ILO, yang meliputi:
Departemen Ketenagakerjaan dan Pelatihan (EMPFORM)
Departemen Hubungan Industrial dan Administrasi Perburuhan (RELPROF)
Departemen Jaminan Sosial (SBCSOC) Biro Statistik (STAT) Tini Penasehat Multidisipliner Asia Tenggara dan Pasifik (SEAPAT)
Meskipun Misi mi mendapat dukungan dan Thu M. Horiuchi, Asisten Direktur Jenderal yang bertanggung jawab atas kegiatankegiatan ILO di Asia dan Pasifik, dalam melaksanakan tugasnya, Misi mi mendapat bantuan dan fasilitas penuh dan Kantor Wiiayah ILO di Jakarta.
Selama berkunjung ke Indonesia, anggota Misi telah melakukan konsultasi ekstensif dengan berbagai instansi Pemerintah,
organisasi pengusaha, organisasi pekerja, lembaga swadaya masyarakat, penyandang dana dan mitra pembangunan (termasuk ADB, TMF, TJNDP, UNSFIR, UNIDO dan Bank Dunia) dan juga
akademisi serta peneliti mandiri. Beberapa anggota Misi juga melakukan kunjungan kerja langsung ke lapangan.
Ikhtisar temuan-temuan dan rekomendasi-rekomendasi awal dan Misi mi telah disajikan dalam suatu memo (aide memoire) yang diserahkan kepada Depantemen Tenaga Kerja pada suatu pertemuan
yang diselenggarakan di kantor Departemen Tenaga Kerja dan diketuai oleh Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idnis pada tanggal 7 Mci
1999. Pertemuan itu mendukung kesimpulan-kesimpulan serta
rekomendasi-rekomendasi utama Misi. Dalam laporan mi dimasukkan rincian analisa dan rekomendasi Misi per topik bahasan.
Misi mi dijalankan dengan memperhitungkan indikasi pemulihan ekonomi di Indonesia sertamengkaji strategi-strategi yang dimaksudkan agar proses pemulihan mi berdampak menguntungkan bagi tenaga kerja. Misi mi berpendapat bahwa meskipun solusijangka
panjang terhadap masalah ketenagakerjaan dan kemiskinan hanya
dapat ditemukan dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan, hendaknya juga dimungkinkan untuk
merumuskan strategi dan kebijakan penciptaan lapangan kerja yang
secara bersamaan dapat memberikan sumbangan bagi proses pemulihan ekonomi.
Dan perspektif itulah, Misi mi merekomendasikan suatu strategi dengan dua unsur utama bagi pemulihan dan rekonsfruksi ekonomi dengan tenaga kerja sebagai ujung tombaknya.
Unsur pertama adalah pertumbuhan sektor-sektor ekonomi kunci dengan tidak mengabaikan kepentingan tenaga kerja. Unsur kedua berkaitan dengan program-program penciptaan lapangan kerja secara langsung.
Dalam konteks unsur yang disebut terakhir, Misi mi juga merekomendasikan pembentukan "dana khusus ketenagakerjaan" yang dapat memberikan kerangka untuk memasyarakatkan kegiatan
wirausaha dan usaha mikro sekaligus mengupayakan pelatihan kembali dan penempatan kembali pekerja-pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Iftikhar Alimed Direktur Kantor Wilayah 110 Jakarta
Samir Radwan Direktur Departemen Pembuatan Kebijakan
DAFTAR IS! Kata Pengantar Pendahuluan Anggota-anggota Misi
Ikhtisar Eksekutif Krisis Ekonomi, Ketenagakerjaan dan Bursa Tenaga Kerja
1
Situasi Ketenagakerjaan yang Ada
4
Upaya Pemulihan dan Rekonstruksi Perekonomian dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombaknya
4
Program Penciptaan Lapangan Kerja
6
Aspek Ketenagakerjaan dalam Sektor Pertanian
12
Aspek Ketenagakerjaan dalam Sektor Manufaktur
13
Sektor Informal
16
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah
18
Restrukturisasi Perusahaan-perusahaan Besar
21
Lembaga-lembaga Bursa Tenaga Kerja
23
Meningkatkan Peluang Tenaga Kerja untuk Mendapatkan Pekerjaan melalui Pelatihan Ketrampilan
25
Layanan Ketenagakerjaan
29
Rekomendasi Jangka Pendek
31
Rekomendasi Jangka Menengah
32
Mobilitas Populasi
33
Strategi-strategi Perlindungan Sosial
35
Statistik Tenaga Kerja
39
ANGGOTA-ANGGOTA MISI Rizwanul Islam (Pemimpin Tim), ILO, Jenewa Iftikhar Ahmed, Direktur, Kantor Wilayah ILO, Jakarta Clive Bailey, ILO, Jenewa Gopal Bhattacharya, ILO SEAPAT, Manila
Shafiq Dhanani, konsultan ILO
Regina Galhardi, ILO, Jenewa Graeme Hugo, konsultan ILO Max lacono, ILO SEAPAT, Manila
James Keddie, konsultan ILO Farhad Mehran, ILO, Jenewa Naoko Otobe, ILO SEAPAT, Manila
Swapna Mukhopadhyay, konsultan ILO
Ric Shand, konsultan ILO Gyorgy Sziraczki, ILO, Jenewa Phan Thuy, ILO, Jenewa
DAFTAR SINGKATAN
ILO TOR
EMPFORM RELPROF SECSOC STAT
SEAPAT
ADB ]IMF
IJNDP
UNSFIR
UNDO SME GDP PK2
JPS KUD
Organisasi Perburuhan Internasional Kerangka Acuan Departemen Ketenagakerjaan dan Pelatihan Departemen Hubungan Industrial dan Administrasi Perburuhan Departemen Jaminan Sosial Biro Statistik Tim Penasehat Multidisipliner Asia Tenggara dan Pasifik Bank Pembangunan Asia Dana Moneter Internasional Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa Fasilitas Pendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pemulihan Indonesia Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa Usaha Kecil dan Menengah Produk Domestik Produk Program Padat Karya (Generasi Kedua) Jaring Pengaman Sosial Koperasi Unit Desa
USAID
GTZ CIDA
BAPPENAS KADIN APINDO FSPSI
PHK KANWIL
Lembaga Pemerintah Amerika Serikat untuk Pembangunan International Lembaga Kerjasama Teknis Jerman Lembaga Pemerintah Kanada untuk Pembangunan International Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Kamar Dagang Indonesia Asosiasi Pengusaha Indonesia Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Pemutusan Hubungan Kerja Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerj a
KANDEP B1NAPENTA
JAMSOSTEK TASPEN SAKERNAS
Kantor Departemen Tenaga Kerja Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja Jaminan Sosial Tenaga Kerja Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Survei Angkatan Kerja Nasional
IKHTISAR EKSEKUTIF Krisis Ekonomi, Ketenagakerjaan dan Bursa Tenaga Kerja
Keberhasilan yang diraih Indonesia dalam pertumbuhan ekonomi selama satu setengah dasawarsa hingga tahun 1996 sudah
banyak diketahui. Tingkat tabungan domestik, investasi dan pertumbuhan ekspor yang tinggi membuat pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (GDP) melonjak tinggi. Komposisi sektoral ketenagakerjaan mulai mengalami pergeseran pada tahun 1990-an. Hal mi ditandai dengan semakin menurulmya pertumbuhan sektor
pertanian dan semakin tingginya pertumbuhan sektor industri.
Tiñgkat p engangguran s etengah (underemployment) dan ketergantungan pada sektor informal mulai berkurang. Walaupun demikian, pada tahun 1990-an tingkat pertumbuhan
lapangan kerja yang tersedia juga berkurang. Hal mi sudah mengakibatkan suatu lonjakkan dalam tingkat pengangguran terbuka
(open unemployment) bahkan sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Selain itu, tingkat pengangguran setengah dan porsi sektor informal dalam total populasi tenaga kerja tetap tinggi sementara pengangguran di kalangan anak-anak muda tetap menjadi masalah utama. Kendati ekonomi Indonesia mengalami penciutan secara drastis
pada tahun 1998, kondisi makroekonomi secara keseluruhan menunjukkan perbaikan pada kuartal pertama tahun 1999. Menjelang
pertengahan tahun, perekonomian Indonesia bahkan menoreh pertumbuhan produk domestik bruto yang positif. Laju inflasi dan tingkat suku bunga juga berhasil ditekan ke tingkat yang wajar. Meskipun demikian, defisit fiskal tampaknya masih akan terus berlanjut selama dua atau tiga tahun mendatang. Selain itu, proyeksi-
proyeksi terhadap produk domestik bruto menunjukkan bahwa 1
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
sekalipun sudah keluar dan krisis, perekonomian Indonesia dalam
waktu dekat mi tampaknya tidak akan dapat kembali ke jalur pertumbuhannya semula seperti sebelum knisis. Jadi, pertumbuhan produk domestik bruto cenderung akan tetap berada pada angkaangka di bawah lima persen untuk beberapa tahun mendatang.
Krisis ekonomi, dalam tahun pertama, ternyata tidak mengakibatkan lonjakan besar-besaran dalam pengangguran terbuka
seperti yang ditakutkan banyak pihak. Tingkat pengangguran memang meningkat tetapi besamya peningkatan mi masih kurang dan satu persen, yaitu dan 4,7 persen dalam tahun 1997 menj adi 5,4 persen dalam tahun 1998. Krisis ekonomijuga berdampak terhadap bursa tenaga kerja. Namun dampak tersebut berbeda-beda manifestasinya. Pertama, jumlah dan persentase tenaga kerja di sektor pertanian mengalami peningkatan yang cukup tajam, yaitu dan 38,5 juta orang (atau 41 persen dan populasi tenaga kerja yang ada) pada tahun 1997 menjadi 40,4 juta orang (atau 45 persen) pada tahun 1998.
Kenaikan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mi diiringi dengan penurunan yang sebanding pada jumlah dan porsi tenaga keija di sektor industri dan perdagangan. Hal mi menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia memicu timbulnya arus balik perubahan struktural yang terjadi dalam komposisi tenaga kerja sebelum krisis.
Kedua, tingkat pengangguran setengah mengalami peningkatan. Artinya, prestasi ekonomi yang telah dicapai sebelum krisis kembali mengalami kemunduran. Akibat krisis, persentase pekeija yang bekerja kurang dan 35 jam dalam seminggu meningkat dan 36,6 persen pada tahun 1997 menjadi 40 persen pada tahun 1998. Ketiga, gej ala kemunduran ekonomi juga tercermin path sektor
informal. Artinya, krisis ekonomi mengakibatkan tingkat ketergantungan pada sektor informal semakin membesar. Sayangnya, 2
Ikhtisar Eksekutif
data mengenai hal mi tidak tersedia.
Di samping itu juga terjadi perubahan besar yang berkaitan dengan faktor usia dalam komposisi tenaga kerja yang menganggur. Hal mi terlihat dan persentase pencari kerja berusia di atas 30 tahun
dan sudah berpengalaman kerja yang menunjukkan peningkatan beberapa kali lipat. Jadi, di samping masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja berusia muda, masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja yang berusia lebih tua juga merupakan beban yang perlu ditangani. Upah nil pekerja turun amat drastis akibat tingkat inflasi yang terlalu tinggi. Bila masalah ketenagakerjaan dikaitkan denganjenis kelamin,
tampaknya tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa pengangguran terbuka atau pengangguran setengah pada pekerja wanita lebih tinggi daripada pada pekerja pria.
Kendati demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Secara keseluruhan, tingkat partisipasi tenaga kerja wanita mengalami peningkatan, sedangkan pada tenaga kerja pria yang terjadi justru sebaliknya.
Hal mi menyiratkan banyaknya tenaga kerja wanita yang bekerja untuk mendapatkan tambahan penghasilan karena krisis mengakibatkan pendapatan rumah tangga mereka jauh berkurang. Selain itujuga tercatat tenaga kerja wanita dalamjumlah besar yang beremigrasi untuk bekerja di luar negeri.
Data mengenai pemutusan hubungan kerja pada umumnya tidak menunjukkan adanya bias berdasarkanjenis kelamin pekerja. Meskipun demikian, dalam sektor-sektor tertentu (seperti sektor manufaktur, sektor keuangan dan perdagangan), persentase jumlah wanita dalam total pekenja yang diputus hubungan kerjanya melebihi porsi yang mereka tempati dalam lapangan kerja.
3
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Keija sebagai Ujung Tombak
Situasi Ketenagakerjaan Yang Ada Dengan kapasitas perekonomian untuk menyerap tenaga kerja yang ada dewasa mi (seperti yang tersirat dalam elastisitas tenaga
kerja teramati sebesar 0,2936 selama periode 1985-95), maka meskipun produk domestik bruto tumbuh cukup tinggi pada awal tahun 1990-an, perekonomian Indonesia tetap saja tidak akan sanggup
menyediakan lapangan kerja yang cukup untuk mengimbangi laju pertumbuhan angkatan kerja.
Apabila digunakan rumus praktis yang dipakai pemerintah untuk menghitung elastisitas tenaga kerja di mana peningkatan produk domestik bruto sebesar satu persen akan menghasilkan 400.000 lapangan kerja, maka akan diperlukan laju pertumbuhan sebesar lebih dan lima persen per tahun hanya untuk menyerap 2,2 juta tenaga kerja barn yang masuk ke barisan angkatan kerja setiap tahunnya; mi pun masih belum memperhitungkan tenaga kerja "lama" yang termasuk dalam kategori pengangguran terbuka dan pengangguran setengah yang kian menumpukjumlahnya. Padahal pertumbuhan produk domestik brnto yang diharapkan
untuk tahun 2000 hanya tiga persen. Artinya, dalam tahun 2000 hanya akan ada sekitar 1,2 juta lapangan kerja tambahan.
Dengan demikian jelaslah bahwa tingkat pengangguran dan pengangguran setengah cenderung akan semakin tinggi dan mi akan mengakibatkan semakin memburuknya kondisi ketenagakerjaan di
Indonesia kecuali dilakukan suatu tindakan khusus untuk menanggulanginya.
Upaya Pemulihan dan Rekonstruksi Perekonomian Dengan Tenaga Kerja Sebagai Ujung Tombaknya Meskipun perekonomian Indonesia berangsur-angsur mulai
pulih kembali, pertumbuhan ekonomi untuk jangka menengah diperkirakan masih belum mampu menciptakan lapangan kerja yang memadai. 4
Ikhtisar Eksekutif
Karena itu, Misi berpendapat perlunya diupayakan peningkatan kapasitas berbagai sektor perekonomian untuk menyerap tenaga kerja
melalui proses pertumbuhan output yang normal di samping penciptaan lapangan kerja tambahan melalui program-program langsung penciptaan lapangan kerja.
Misi juga menyarankan suatu strategi terpadu "bergigi" dua bagi proses pemulihan dan rekonstruksi perekonomian dengan tenaga kerja sebagai ujung tombaknya. Kedua "gigi" strategi mi adalah:
strategi dan kebijakan untuk membuat proses pertumbuhan ekonomi menjadi lebih berorientasi pada kepentingan tenaga kerja dan tindakan yang diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja tambahan melalui program-program penciptaan lapangan kerja secara langsung.
Proses pertumbuhan ekonomi yang memperhatikan kepentingan tenaga kerja akan memungkinkan tercapainya laju pertumbuhan output yang diinginkan dengan tingkat investasi yang lebih rendah daripada yang sebaliknya dibutuhkan.
Strategi seperti mi juga akan konsisten dengan kebutuhan Indonesia untuk mendapatkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi
yang pernah dicapai sebelum krisis tanpa hams mencapai tingkat investasi yang sama. Kendati demikian, seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
pertumbuhan output yang diharapkan dalam jangka pendek dan jangka menengah tidak memungkinkan dihasilkaimya lapangan kerja yang memadai untuk seluruh angkatan kerj a yang ada. Karena itulah
dibutuhkan "gigi" kedua dan strategi "bergigi" dua yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu penciptaan lapangan kerja tambahan melalui program-program penciptaan lapangan kerja secara langsung (lihat Bagan 2.1 pada Bab 2).
Stabilitas makro ekonomi mutlak diperlukan untuk 5
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
mengembalikan roda perekonomian ke jalur pertumbuhan yang berkesinambungan.
Namun, agar pertumbuhan tersebut tidak mengabaikan kepentingan tenaga kerja, perlu diupayakan kondisi makro ekonomi (antara lain kondisi perdagangan, tingkat pertukaran mata uang, fiskal dan moneter) dan kebijakan sektoral yang kondusif. Dengan demikian, berbagai unsur kebijakan terkait seperti itu perlu dievaluasi untuk diketahui kemungkinan implikasinya terhadap tenaga kerja (misalnya dengan mengevaluasi damp aknya terhadap
sektor-sektor, sub-sub sektor dan teknologi padat karya), untuk selanjutnya disempumakan.
Karena itulah, masalah-masalah ketenagakerjaan sektoral hendaknya dijadikan salah satu fokus utama yang menguji konteks
strategi dan kebijakan ketenagakerjaan di sektor pertanian, manufaktur dan informal.
Dan segi upaya yang diperlukan untuk melanjutkan pertumbuhan maupun dan segi penciptaan lapangan kerja untuk jangka menengah, usaha-usaha kecil dan menengah diharapkan dapat memainkan peranan utama. Misi memberikan perhatian khusus pada
strategi dan kebijakan pengembangan usaha-usaha kecil dan menengah.
Program Penciptaan Lapangan Kerja Karenaproses pemulihan ekonomi diperkirakan akan berjalan
lamban, perlu diupayakan perancangan dan implementasi suatu program langsung penciptaan lapangan kerja yang bersifat kohesif, dan yang dapat melengkapi reformasi kebijakan makro ekonomi serta bursa tenaga kerja.
Program tersebut hams mencakup penciptaan lapangan kerja
yang berorientasi pada upah maupun yang berorientasi pada wirausaha guna memenuhi kebutuhan maupun sifat-sifat khas 6
Ikhtisar Eksekutif
berbagai segmen tenaga kerja. Hal mi diperlulcan, tidak saja untuk secepatnya menangani situasi krisis tetapi juga untuk mengatasi
masalah-masalah ketenagakerjaan yang timbul dalam jangka menengah.
Upaya mendirikan Dana Tenaga Kerja mungkin akan sangat
bermanfaat. Dana mi dapat digunakan secara fleksibel untuk memenuhi kebutuhan menciptakan lapangan kerja yang berorientasi
baik pada upah maupun pada kegiatan wirausaha selama berlangsungnya proses pemulihan ekonomi. Di samping itu, Dana mi juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan kembali dan penempatan kembali surplus tenaga kerja yang ada. Dalam hal mi, apabila Dana Tenaga Kerja seperti itu diadakan, perlu dipikirkan bagaimana Dana itu dapat difungsikan seefektifmungkin.
Program-program jangka pendek penciptaan lapangan kerja yang bersifat padat karya dan dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan kembali dihidupkan pada tahun 1997. Progam Padat Karya I diluncurkan pada bulan Desember 1997 dan berlangsung selama empat bulan. Program mi dirancang sebagai
program darurat (crash program) yang ditujukan terutama bagi pekerja-pekerja sektor konstruksi dan manufaktur di wilayah-wilayah perkotaan di Pulau Jawa yang mengalami pemutusan hub'ungan kerja
dan dianggap menjadi korban langsung dan krisis ekonomi yang terjadi.
Generasi berikut program mi, yang disebut dengan Program Padat Karya 2 (PK2), mulai dilaksanakan pada bulan April 1998. PK2 memiliki ruang lingkup yang jauh lebih luas dan terdiri dan kira-kira 16 sub-program yang implementasinya dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah.
Program mi juga memiliki tujuan yang Iebih beragam serta kelompok sasaran penerima manfaat yang lebih bervariasi.
7
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
Sayangnya, hingga sejauh mi, upaya-upaya tersebut barn merupakan upaya-upaya denganjalur instruksi dan manajemen dan atas ke bawah (top down), yang tidak memungkinkan peran serta aktifpesertanya dan tidak terkoordinasi.
Pencapaian sasaran program dan pemantauan implementasi program dilaporkan banyak cacat dan kekurangannya. Di samping itujuga banyak dilaporkan terjadinya kebocoran dana dalamjumlah besar. Akibatnya, sebagian besar program-program PK2 yang dibiayai dengan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) mi dihentikan dan tidak lagi dimasukkan dalam anggaran tahun mi.
Hal mi patut disayangkan karena cacat dan kekurangan yang ada sebenamya tidak terletak pada prinsip strategi Padat Karya itu sendiri, tetapi pada cara strategi itu dirancang dan diimplementasikan.
Program-program PK2 semestinya dilanjutkan setidaktidaknya sampai masalah pengangguran dan pengangguran setengah mulai dapat diatasi sedikit demi sedikit.
Selain itu, efisiensi program-program PK2 sebenarnya juga
masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki upaya-upaya pencapaian sasaran, upaya identifikasi dan implementasi proyek serta dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Mengenai penyediaan kredit mikro bagi kegiatan wirausaha, kondisi dasar yang ada agak berbeda. Lembaga kredit pedesaan di Indonesia sudah memiliki sejarah yang cukup panjang.
Beberapa program kredit pedesaan yang dijalankan secara komersil seperti Program Unit Desa dan Bank Rakyat Indonesia telah terbukti amat berhasil, walaupun program-program mi sebagian besar
ditujukan bagi lapisan perekonomian pedesaan yang relatif kuat ekonominya. Program-program kredit mikro yang ada saat mi, seperti PHBK 8
Ikhtisar Eksekutif
atau P4K yang dioperasikan melalui pembiayaan kelompok, juga berjalan tanpa subsidi. Namun program-program mi tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Menjelang timbuhiya krisis ekonomi, sejumlah program kredit pedesaan bersubsidi diluncurkan dan sebagian besar ditujukan untuk sektor koperasi yang pengoperasiannya justru berlawanan dengan prinsip-prinsip perbankan yang sehat.
Lapisan bawah tenaga kerja yang melakukan kegiatan wirausaha sama sekali tidak memperoleh manfaat dan programprogram mi. Di samping itu, program-program mi juga dijalaukan dengan pengaturan keuangan dan prosedur yang banyak cacat dan kekurangannya.
Karena itu ada kebutuhan mendesak untuk merasionalisasi program-program itu dan mengembangkan kebijakan keuangan mikro yang komprehensif yang ditujukan pada lapisan bawah tenaga kerja yang melakukan kegiatan wirausaha.
Sejumlah tindakan dapat dilakukan untuk mengatasi masalahmasalah ketenagakerjaan yang bersifat struktural dan diakibatkan oleh krisis.
Yang penting dalam hal mi adalah upaya-upaya untuk mengidentifikasikan, mempromosikan dan memperkuat isi programprogram pekerjaan umum dalam masyarakat dan infrastruktur sosial.
Identifikasi sejumlah kegiatan dapat dilakukan, khususnya dalam kategori yang disebut terakhir, yang mungkin dapat menguntungkan tenaga kerja wanita.
Langkah-langkah berikutnya yang dapat diambil berkaitan dengan kebutuhan akan koordinasi yang lebih besar di antara berbagai
instansi resmi yang ditunjuk, baik secara horisontal maupun secara vertikal. Ada kebutuhan mendesak untuk mendesentralisasikan sumbersumber daya yang ada, wewenang dan pengambilan keputusan dalam 9
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
struktur resmi. Hal mi amat penting untuk memastikan partisipasi
masyarakat dalam melakukan identifikasi, implementasi dan pemantauan terhadap program-program penciptaan lapangan kerja yang melibatkan peran serta masyarakat. Proses simultan penguatan kelembagaan denganjalur masukan
dan bawah ke atas perlu melengkapi proses desentralisasi alur manajemen dan atas ke bawah. Untuk mengatasi rnasalah yang berkenaan dengan penciptaan
kesempatan kerja produktif untuk jangka pendek dan menengah dalam sistem ketenagakerjaan yang ada, disarankan agar Pemerintah
Indonesia mempertimbangkan untuk mengadakan Dana Khusus Tenaga Kerja.
Dana mi nantinya digunakan untuk membiayai kebutuhan perekrutan, pelatihan dan penempatan tenaga kerja langsung pada jenis-jenis pekerjaan yang beronientasi pada upah maupun yang beronientasi pada kegiatan wirausaha dengan mengupayakan agar kepentingan pekerja terampil maupun pekerja tidak terampil tidak dirugikan. Selain itujuga disarankan agar penciptaan langsung lapangan
kerja berorientasi upah bagi pekerja tidak terampil dijalankan berdasarkan seleksi yang dilakukan oleh pekerja itu sendiri serta mengundang peran serta aktif yang lebih besar dan masyarakat. Dengan Dana tersebut, pekerja terampil yang menganggur atau terkena pemutusan hubungan kerja dalam kategori jenis pekerjaan berorientasi upah dapat diberikan pelatihan untuk memperbaiki dan
memutakhirkan ketrampilan yang dimilikinya dan kemudian ditempatkan kembali bekerja dengan bantuan suatu sistem informasi bursa tenaga kerja yang canggih.
Dana tersebut juga dapat digunakan untuk memberikan program-program pelatihan dan fasilitas kredit tipe KUD bagi pekerja terampil yang ingin berwirausaha. 10
Ikhtisar Eksekutif
Sebuah lembaga kredit mikro tingkat nasional dapat didirikan untuk mengawasi kebutuhan kredit para wirausahawan yang berada pada lapisan bawah tenaga kerja.
Pembiayaan Dana Tenaga Kerja dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber dana eksternal maupun dengan menggunakan sumber dana internal dan pemerintah.
Untuk kepentingan pembiayaan Dana Tenaga Kerja, pemerintah dapat menyisihkan sebagian dan dana yang dianggarkan untuk program-program infrastruktur pemerintah.
Persentase tertentu dan total kredit yang diberikan bank-bank
komersil juga dapat disalurkan ke Dana Tenaga Kerja untuk membiayai unit kredit mikro Dana tersebut dengan cara yang selama
mi telah dijalankan untuk membiayai program-program KUD di daerah-daerah pedesaan di Indonesia. Namun, tidak seperti KTJD, hendaknya unit kredit mikro mi dijalankan secara komersil tanpa subsidi.
Program-program khusus untuk pekerja korban pemutusan hubungan kerja dapat diberikan dengan tujuanuntukmempermudah mereka menyesuaikan din dengan kondisi barn yang ada. Program-program seperti itu hendaknya memiliki mekanisme pencapaian sasaran yang ditetapkan sendiri, dan ditujukan untuk wilayah-wilayah yang secara geografis paling menderita akibat pemutusan hubungan kerja. Dalam merancang program-program tersebut, pelatihan hendaknya dikaitkan dengan kebutuhan wilayah dan industri-industri setempat.
Karena dalam waktu dekat mi tidak akan terdapat banyak lapangan kerja berorientasi upah, program-program tersebut sebaiknya lebih ditujukan kepada upaya-upaya wirausaha dan pendinian usaha kecil.
Mengenai pengangguran di kalangan tenaga kerja produktif berusia muda, Misi menyarankan program-program berbiaya rendali 11
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
yang mempercepat transisi dan bangku sekolah ke lapangan kerja.
Program-program berbiaya rendah seperti mi hendaknya memiliki karakteristik berikut:
mempererat kerja sama antara industri atau bisnis setempat dengan sekolah-sekolah kejuruan yang ada,
memberikan perhatian khusus kepada pemuda-pemuda putus sekolah atau lepas sekolah dalam layanan-layanan penempatan tenaga kerja, dan menyediakan "pusat-pusat kegiatan" bagi para pemuda
untuk melatih din mereka sendiri dan mempelajari teknologi informasi modem.
Aspek Ketenagakerjaan dalam Sektor Pertanian Knisis ekonomi memberikan dampak yang negatif tetapi juga
positif pada sektor pertanian di pedesaan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kecenderungan menurunnyajumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami arus balik tatkala knisis ekonomi memaksa 4,6 juta pekerja untuk aktif di sektor mi. Meskipun upah nominal meningkat, upah di daerah pedesaan bila diukur nilai riilnya rata-rata menciut sebesar 50 persen.
Pelajaran dini dan krisis ekonomi tersebut adalah bahwa kebijakan sebelumnya yang berkaitan dengan penentuan harga output
dan input bersubsidi untuk menjamin persediaan bahan makanan yang ada tidak lagi merupakan pilihan yang layak. Sebaliknya,
depresiasi rupiah yang amat tajam meningkatkan keunggulan kompetitifbagi hasil bumi yang ditujukan untuk pasaran ekspor.
Krisis ekonomi juga menyingkapkan kelemahan struktural dalam pengoperasian bursa input pertanian. Sistem kredit pertanian yang ada bahkan tidak mampu menanggapi kebutuhan sektor
pertanian itu sendiri. Unjuk kerja koperasi pun ternyata mengecewakan. Secara keseluruhan, kelemahan-kelemahan yang 12
Ikhtisar Eksekutif
bersifat mendasar dalam faktor-faktor produksi mi akan terus menghalangi pertumbuhan sektor pertanian. Pertanian semestinya mendapat peran penting dalam pemulihan
ekonomi Indonesia karena meningkatnya tekanan tenaga kerja menciptakan keadaan mendesak dalam segi kebutuhan untuk meningkatkan produktivitas sekaligus menghadirkan keunggulan kompetitif akibat lingkungan eksternal yang memberikan efek menguntungkan (depresiasi rupiah).
Program yang ditujukan untuk menjamin persediaan bahan makanan hendaknya dioperasikan dengan suatu pendekatan pasar bebas terhadap harga beli beras dan pupuk, dikombinasikan dengan
program subsidi pangan yang dijadikan sasaran sebagai jaring pengaman untuk masyarakat miskin dengan titik berat pada beras. Secara umum, reformasi berorientasi pasar dibutuhkan dalam
pertanian untuk mengurangi beban kas masyarakat, mengurangi tingginya biaya distribusi dan meningkatkan efisiensi alokatif. Hal mi berlaku untuk industri pupuk maupun benih.
Mengenai kredit pedesaan, Misi merekomendasikan pengembangan lebih lanjut pemberian pinjaman komersil kepada peminjam-peminjam pedesaan skala kecil. Selain itu juga ada kebutuhan yang besar untuk mereformasi struktur kelembagaan yang melayani sektor pertanian pada tingkat petani.
Aspek Ketenagakerjaan dalam Sektor Manufaktur Sewaktu Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, industri manufaktur muncul sebagai mesin utama penggerak
pertumbuhan ekonomi. Namun ketika krisis ekonomi datang, industri mi pula yang temyata paling terpukul oleh krisis tersebut.
Kendati demikian, dampak krisis terhadap sektor-sektor 13
Indonesia: Strategi Pemulilian dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
manufaktur tidaklah seragam. Sektor-sektor manufaktur yang paling menderita akibat krisis adalah yang berkaitan dengan peralatan transportasi, mesin dan alatalat berat, besi baja dan semen.
Sedangkan sektor-sektor manufaktur yang paling sedikit terpengaruh oleh krisis adalah yang memproduksi makanan, minuman, tembakau, diikuti dengan tekstil, produk kulit dan produk sepatu dan sandal. Sektor-sektor manufaktur yang disebut terakhir
mi tertolong oleh ekspor, sementara sub-sub sektor lainnya berorientasi ekspor yang juga ikut menangguk keuntungan selama krisis adalah yang memproduksi kertas, bubur kertas dan minyak sawit.
Sejak pertengahan tahun 1997, sektor-sektor yang amat tergantung pada bahan baku impor (seperti otomotif dan elektronik)
menderita akibat tingginya tingkat kapasitas yang tak terpakai. Industri-industri berorientasi ekspor tidak begitu terpengaruh oleh krisis dibandingkan industri-industri yang melempar produknya ke pasar domestik. Dampak krisis terhadap tenaga kerjajuga mengikuti pola serupa.
Meskipun pada dasarnya krisis mi dirasakan oleh seluruh tenaga kerja di semua kategori pekerjaan, pekerja yang paling menderita akibat krisis adalah pekerja berketerampilan rendah di sektor produksi.
Wilayah-wilayah yang kaya sumber daya dan menghasilkan komoditas ekspor mengambil keuntungan dan depresiasi rupiah.
Secara umum, dampak krisis berbeda-beda, tergantung dan karakteristik sektor masing-masing, apakah perusahaan di sektor yang
bersangkutan mengekspor hasil produksinya, apakah produksi perusahaan tersebut menggunakan bahan baku impor dan juga tergantung dan keberadaan sumber daya di masing-masing daerah.
14
Ikhtisar Eksekutif
Selama masa pemulihan, apa yang tampaknya sedang berlangsung di sektor manufaktur adalah transisi dan ekspor manufaktur yang tergantung pada input (bahan baku) impor ke produksi yang tergantung pada sumber daya alam.
Dampaknya terhadap tenaga kerja juga mengikuti pola yang
sama dan restrukturisasi industri. Tenaga kerja dan sektor manufaktur yang amat tergantung pada impor mengalami pemutusan
hubungan kerja dan beralih ke sektor lain, khususnya ke sektor pertanian dan sektor-sektor lain atau wilayah-wilayah lain yang bertumpu pada sumber daya alam. Karena itu, agar sektor manufaktur Indonesia dapat secepatnya pulih kembali, perlu dipacu pertumbuhan ekspor di industri-industri
yang bahan baku produksinya mengandalkan sumber daya alam Indonesia dan membutubkan ketrampilan rendah, teknologi rendah dan modal yang rendah pula.
Altematif lainnya adalah memacu industri-industri yang memanfaatkan ketrampilan dan teknologi tradisional yang diperoleh melalui produksi kerajinan. Industri-industri tersebut antara lain meliputi industri-industri yang menghasilkan tekstil, pakaian jadi, sepatu! sandal, produk-produk kayu dan kertas dan produk-produk mineral bukan logam. Selain itu, industri-industri mi juga merupakan industni-industni yang paling padat karya.
Meskipun demikian, dalam jangka panjang, strategi mi tidak
dapat memberikan pondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Penguasaan teknologi yang lebih maju beserta fungsi-fungsinya
mutlak dipenlukan agar industri-industri yang ada dapat dikembangkan untuk jangka panjang dan mencapai tingkat kematangan yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Indonesia masih hams meningkatkan dan memperbaild struktur 15
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
ekspor terhadap sektor-sektor yang mempersyaratkan tingkat ketrampilan, teknologi, modal dan standar yang lebih tinggi.
Untuk mendaki tangga teknologi dan agar secara efisien maupun kompetitif permintaan intemasional akan produk-produk berteknologi maju dan canggih dapat dipenuhi, sektor manufaktur perlu memiliki basis kemampuan lokal yang kuat.
Ketergantungan impor di sektor manufaktur jelas perlu dikurangi. Hal mi dapat dilakukan dengan merangsang pertumbuhan industri yang kurang atau tidak bergantung pada bahan baku impor
atau dengan merangsang pertumbuhan industri yang mampu memberikan suplai bahan baku ke industri-industri yang berbahan baku impor.
Hal yang disebut terakhir mi secara tidak langsung dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan industri-industri yang
memproduksi kompenen-komponen atau suku cadang yang diperlukan untuk produk-produk ekspor seperti barang-barang elektronik dan elektrik, otomotif dan lain-lain.
Untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia, perlu diambil langkah-langkah untuk menaikkan tingkat ketrampilan dan kemampuan teknologi sumber daya manusia yang ada. Untuk itu
diperlukan penerapan kebij akan pengembangan sumber daya manusia maupun kebij akan riset dan pengembangan teknologi yang sesuai.
Sektor Informal Sejak sensus penduduk tahun 1996 tidak ada lagi penelitian
resmi tingkat nasional mengenai sektor informal. Meskipun demikian, dan bukti-bukti yang terkumpul dapat disimpulkan bahwa
krisis ekonomi Indonesia tidak mendorong pertumbuhan sektor informal secara besar-besaran. Seperti halnya sektor manufaktur, sektor informal rata-ratajuga 16
Ikhtisar Eksekutif
amat terpukul oleh krisis walapun nasib sub-sub sektor dalam sektor
mi bervariasi. Sub-sub sektor dan sektor informal yang bemasib baik selama masa knisis adalah yang terkait dengan pasaran ekspor,
atau yang menjual bahan-bahan pokok seperti aneka produk makanan. Bila ditinjau per wilayah, sektor informal berkembang dengan baik di daerah-daerah yang menghasilkan produk-produk pertanian dan petemakan untuk diekspor.
Meskipun demikian, perkembangan sektor informal sebenamya masih terhalang oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan kebijakan. Hal mi tercermin dan masih banyaknya peraturanperaturan yang tumpang tindih di sektor mi.
Selain itu, usaha-usaha di sektor informal sering kali masih dibebani dengan berbagai pungutan, baik yang resmi maupun yang tidak, yang berdampak negatif terhadap usaha tenaga kerja di sektor i. Lagipula, mereka yang berwirausaha di sektor informal memiliki peluang yang kecil sekali untuk mendapatkan kredit secara resmi atau kredit bersubsidi sekalipun.
Yang perlu dijadikan prioritas kebijakan dalam mempromosikan sektor informal hendaknya adalah upaya-upaya untuk mengurangi beban birokrasi yang diakibatkan oleh berbagai peraturan, ij in, iuran dan berbagai pungutan lain yang menuntut banyak pengeluaran biaya serta menjengkelkan. Daripada memberikan keistimewaan pada sektor mi lebih baik
menyederhanakan peraturan-peraturan yang ada dan membuat peraturan-peraturan itu transparan sehingga pelecehan dan pungutanplmgutan liar yang sering diderita oleh sektor mi dapat diminimalkan.
Usaha-usaha di sektor informal perlu melibatkan lembaga-
lembaga yang mereka bentuk atau pilih sendiri yang mampu memperjuangkan kepentingan pekerja di sektor mi dan memiliki stamina untuk terus-menenus mengupayakan agar kepentingan 17
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
mereka dihormati. Dalam kaitan in organisasi-organisasi pengusaha dan serikat-serikat pekerja dapat ikut memberikan bantuan dengan
mendorong terbentuknya asosiasi-asosiasi usaha sektor informal tingkat lokal.
Bantuan teknis terhadap usaha-usaha sektor informal hendaknya secara khusus dipusatkan pada upaya-upaya untuk meraih dan merealisasikan peluang-peluang ekonomi seperti upaya untuk
mendapatkan akses ke pasar ekspor, atau upaya untuk mengganti bahan baku impor dengan bahan baku lokal. Kredit bagi pengusaha di sektor informal hendaknya disalurkan dengan lebih menekankan faktor ketersediaan dana yang ada, keterbukaan sehingga tidak menimbulkan in hati atau kecurigaan, dan penyederhanaan prosedur daripada faktor pemberian sub sidi.
Pengembangan IJsaha Kecil dan Menengah Sektor usaha kecil dan menengah memegang peran yang amat
penting bagi perekonomian Indonesia. Hal mi disebabkan karena usaha-usaha kecil dan menengah mampu untuk terus menciptakan lapangan kerja,
keuntungan yang diperoleh usaha-usaha kecil dan menengah dapat disalurkan untuk sejumlah besar pekerja berpenghasilan rendah,
usaha-usaha kecil dan menengah menghasilkan barang danjasa yang dibutuhkan dengan biaya rendah. Sebelum krisis, sektor usaha kecil dan menengah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Selama knisis, usaha-usaha di sektor mi menunjukkan kemampuan menyesuaikan din dengan situasi yang barn dan daya tahan yang lebih baik daripada perusahaan-perusahaan besar. Dewasa mi ada banyak sekali program-program bantuan yang ditujukan bagi usaha kecil dan menengah, Program-program bantuan 18
lkhtisar Eksekutif
teknis tersebut dapat dibagi atas lima kategori.
Pertama, bantuan di bidang pemasaran. Kedua, bantuan di bidang pasokan bahan baku. Ketiga, bantuan dalam proses produksi atau pabrikasi. Keempat, bantuan untuk hal-hal yang berhubungan
dengan peraturan dan prosedur. Kelima, bantuan untuk menjalin hubungan dengan perusahaan-perusahaan lain. Program-program terpenting dengan dana dan pemerintah bagi
pengembangan usaha skala kecil dan menengah adalah program-
program dan Departemen Industri dan Perdagangan dan dan Departemen Koperasi dan Indusfri Kecil. Selain itu ada programprogram serupa yang didanai oleh Bank Dunia, USAID melalui The Asian Foundation, GTZ, UNIDO, CIDA dan Swisseontact.
Kajian yang lebih rinci terhadap kebijakan pemerintah dan program-program tersebut menunjukkan banyak sekali duplikasi (pengulangan) dan tumpang tindih. Pengulangan-pengulangan seperti itu hanya membuang-buang sumber daya yang sudah amat terbatas dan mengakibatkan tidak efisiennya kerja antar instansi. Yang lebih parah lagi, dalam jangka waktu tiga puluh tahun terakhir mi telah berkembang suatu sistem peraturan dan prosedur hukum yang kompleks dan hal mi amat membebani pengembangan usaha kecil dan menengah. Tingginya biaya untuk membuka dan menjalankan usaha mi terasa amat membebani usaha kecil dan menengah, terutama bila ketidakefisienan itu dinyatakan dalam bentuk biaya tetap.
Pengusaha-pengusaha kecil dan menengah pada umumnya hams merelakan sebagian besar dan pendapatan mereka untuk membayar biaya-biaya tetap yang diwajibkan peraturan. Artinya, mereka hams menanggung beban pajak dan persyaratan untuk memperoleh ijin usaha beserta semua formulimya.
Dewasa mi Indonesia memiliki rangkaian perangkat hukum,
19
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
peraturan, ketentuan, ijin dan iuran yang tumpang tindih dan rumit.
Strategi yang disarankan untuk mengatasi hal mi terdiri dan tiga onientasi strategis.
Pertama, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan usaha kecil dan menengah.
Kedua, menyediakan jasa keuangan dan jasa non-keuangan yang sesuai dengan praktek dunia intemasional.
Ketiga, memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya nasional dan sumber daya donor yang ada, mengefektifkan dan mengkoordinasikan program-program bantuan yang ada melalui
upaya-up aya untuk meningkatkan pendekatan-p endekatan kelembagaan dalam merancang dan menerapkan program-program tersebut. Orientasi strategis pertama adalah bahwa reformasi kebijakan
baik yang makro maupun yang spesifik untuk tiap sektor dalam kerangka kebijakan perdagangan, fiskal, moneter, persaingan dan peraturan hendaknya lebih ditekankan pada program-program dengan
sasaran khusus untuk mengembangkan sektor usaha kecil dan menengah.
Orientasi strategis kedua hendaknya adalah perancangan dan implementasi paket-paket kelembagaan yang tepat yang berfokus pada duajenis kebutuhan pokok dan dukungan terhadap usaha kecil dan menengah, yaitu mengembangkan akses yang lebih baik dan sederhana untuk memperoleh kredit danjasa keuangan yang dapat dimanfaatkan seoptimal dan seproduktif mungkin bagi sebanyak mungkin perusahaan-perusahaan yang mampu mencetak laba berdasarkan syarat-syarat pasar;
mengembangkan akses untuk memperoleh sejumlah layanan bisnis yang bersifat umum, sektoral maupun spesifik berdasarkan lokalitas. 20
Ikhtisar Eksekutif
Orientasi strategis ketiga hendaknya memberikan tekanan yang lebih besar pada pemanfaatan sumber-sumber daya nasional maupun donor secara efisien.
Hal mi dapat dicapai dengan membuat persetujuan mengenai
suatu strategi pengembangan usaha kecil dan menengah secara keseluruhan beserta kebijakan-kebijakan yang menyertainya;
memperbaiki koordinasi program pemerintah dan donor; mengupayakan perancangan dan penerapan program-program mi secara lebih efektif melalui pengaturan-pengaturan dan metodemetode kelembagaan yang diperbaharui.
Penerapan program hendaknya didasarkan pada pedoman kebijakan pemerintah, implementasi sektor swasta atau lembaga swadaya masyarakat, dan pengaturan-pengaturan desentralisasi yang akan memaksimalkan jangkauan dan searah dengan implementasi hukum-hukum desentralisasi nasional.
Fungsi-fungsi perancangan, implementasi, pemantauan dan evaluasi program-program bantuan teknis pemerintah hendaknya dipisahkan. Pemerintah hendaknya memegang fungsi kendali mutu melalui pemantauan dan evaluasi tetapi mendanai pemberian layanan secara langsung oleh sektor swasta.
Restrukturisasi Perusahaan-perusahaan Besar Besar kecilnya dampak krisis moneter lebih banyak tergantung padajenis industri, orientasi pasar, ketergantungan pada bahan baku
impor (seperti yang telah disebutkan sebelumnya), dan besarnya utang dalam mata uang asing ketimbang besar kecilnya ukuran perusahaan.
Untuk menghadapi krisis moneter, perusahaan dapat melakukan berbagai upaya penyesuaian, misalnya, mengganti bahan
baku tertentu dengan bahan baku serupa yang lebih murah, mengurangi biaya energi, mengurangi kegiatan promosi, memotong
21
Indonesia: Strategi Peinulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Keija sebagai Ujung Tombak
gaji dan tunjangan karyawan (di tingkat atas), dan mengurangi jam kerja atau han kerja. Tujuan utama pengembangan kebijakan dalam restrukturisasi perusahaan-perusahaan besar hendaknya adalah untuk melengkapi
unsur-unsur tnipartit ILO dan lembaga-lembaga pelatihan dan konsultasi lainnya yang relevan dan Indonesia dengan kemampuan untuk melakukan restruktunisasi di masa mendatang. Khususnya program-program hendaknya dirancang sedemikian
rupa untuk membekali pengusaha dan manajer dengan konsepkonsep dan instrumen praktis yang penting untuk melakukan restrukturisasi perusahaan yang efektif walaupun sensitif dan segi sosial ekonomi.
Pendekatan ILO menyarankan implementasi transformasi organisasi. Hal mi perlu tidak hanya untuk mencegah lapuknya nilainilai kunci sosial, serta modal budaya, manusia dan intelektual selama masa-masa sulit yang membutuhkan restrukturisasi tetapi juga untuk memanfaatkan kesempatan yang timbul dan kondisi sulit akibat krisis untuk menegaskan kembali serta meningkatkan nilai-nilai inti yang berharga itu.
Dalam kondisi serba sulit seperti sekarang akibat krisis, sebagian besar perusahaan dapat memperoleh keuntungan dan bantuan khusus yang diberikan mengenai bagaimana merancang dan mengimplementasikan program-program restrukturisasi, transformasi organisasi dan penempatan ulang di bidang keuangan dan utang; kapasitas produksi;
sumber daya manusia; riset dan pengembangan; pemutakhiran teknologi; dan pemasaran; memfokuskan kembali strategi bisnis secara keseluruhan
dengan perspektif j angka panjang maupun j angka pendek;
mempertemukan berbagai tipe standar dan norma intemasional; 22
Ikhtisar Eksekutif
meningkatkan daya saing dan efisiensi produksi; melakukan pendekatan-pendekatan modern di bidang manajemen sumber dayamanusia, corporate citizenship
(pemberian identitas sebagai warga perusahaan) dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan denganjawab sosial, dan;
mengambil posisi barn dan andil atau keterlibatan usaha yang menguntungkan dalam lingkungan ekonomi, sosial dan politik barn yang relatif lebih demokratis dan saat
mi sedang tumbuh, dengan advokasi kebijakan yang
secara khusus ditujukan bagi keuntungan industri masing-masing.
Praktek-praktek internasional dan nasional terbaik dalam berbagai bidang terdahulu hendaknya dikumpulkan, dianalisa, disebarluaskan dan dimasyarakatkan melalui aparatus-aparatus kelembagaan publik maupun swasta yang memiliki kapasitas penelitian, konsultasi dan pelatihan.
Atas prakarsa Departemen Perindustrian dan Perdagangan melalui koordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bekerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Asosiasi Pengusaha Indonesia (API[NDO) dan sejumlah perusahaan besar dan serikat pekerja seperti Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI), lembaga-lembaga utama yang bergerak di bidang pengembangan manajemen dan produktivitas dapat rnenyusun aparatus kelembagaan dimaksud untuk memberikan program-program yang relevan.
Lembaga-lembaga Bursa Tenaga Kerja Sejumlah lembaga atau institusi dilibatkan dalam perancangan dan implementasi program ketenagakerjaan di Indonesia. Sayangnya,
upaya-upaya untuk melibatkan fungsi kelembagaan seperti itu mengalami beberapa masalah, seperti kurangnya koordinasi efektif 23
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
antar instansi maupun di dalam masing-masing instansi itu sendiri,
mekanisme yang terpecah belah dan kaku dalam menangani pendanaan, kurangnya staf yang kompeten, dan terbatasnya peran serta pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan perumusan kebijakan dan implementasinya.
Kurangnya koordinasi mi tercermin dan cara yang dipakai untuk memadukan program-programjaminan pengaman sosial pada pertengahan tahun 1998 dan juga tercermin dan terbatasnya kaitan yang ada di antara berbagai unit dalam berbagai departemen. Alokasi
anggaran sering kali tidak mencerminkan situasi maupun kecenderungan ketenagakerj aan yang sesungguhnya.
Indonesia memiliki suatu sistem tnipartit yang rumit pada tingkat nasional, sektoral, regional maupun kotamadya. Badan Kerjasama Tripartit Nasional berperan sebagai wadah konsultasi dan kerjasama trip artit. Meskipun demikian, lembaga-lembaga tripartit masih memiliki sejumlah kekurangan yang nantinya dapat diperbaiki. Pada tahun 1997 Departemen Tenaga Kerja menyusun Undang-
Undang Ketenagakerjaan yang terus-menerus mengalami revisi. Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan kerangka kebijakan yang luas bagi lapangan kerja dan bursa tenaga kerja di
Indonesia. Apabila Undang-Undang tersebut dimaksudkan untuk menawarkan suatu kebijakan peraturan yang efektifbagi kepentingan tenaga kerja, maka Undang-Undang tersebut hendaknya menjelaskan secara rinci peraturan-peraturan yang bersifat spesifik untuk bidangbidang penting ketenagakerjaan seperti kontrak kerja, perlindungan kerja, upah dan tunjangan, serta pelatihan peningkatan ketrampilan. Hal mi idealnya dilakukan melalui konsultasi tripartit.
Langkah-langkah lain yang direkomendasikan oleh Misi guna memperkokoh lembaga-lembaga bursa tenaga kerja meliputi: (1)
upaya-upaya memperkuat mekanisme yang ada agar koordinasi yang lebih efektif antar departemen terkait maupun di dalam masing-masing departemen itu sendiri
24
Ikhtisar Eksekutif
dapat dilakukan;
upaya-up aya memp erkokoh pro ses des entralisasi kelembagaan untuk menyempurnakan kebijakan yang ada pada tingkat regional dan lokal;
upaya-upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia pada tingkat regional; upaya-upaya untuk menyempumakan sistem informasi bursa tenaga kerja yang ada, termasuk upaya peningkatan
kapasitas teknis sistem tersebut serta melengkapinya dengan fasilitas untuk secara cepat melakukan penilaian terhadap kualifikasi tenaga kerja yang ada;
upaya-upaya memperkokoh dialog sosial antara mitra keija tripartit.
Meningkatkan Peluang Tenaga Kerja Untuk Mendapatkan Pekerjaan Melalui Pelatihan Ketrampilan Krisis ekonomi di Indonesia membuat banyak pihak menyoroti
hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan peluang memperoleh pekerjaan.
Tampaknya proses pemulihan perekonomian Indonesia perlu dikaitkan dengan suatu tingkat restrukturisasi antara berbagai sektor terkait maupun di dalam masing-masing sektor itu sendiri.
Dalam kondisi seperti mi, pendidikan dan pelatihan kembali
pekerja-pekerja korban pemutusan hubungan kerja untuk memperbesar peluang mereka untuk dipekerjakan kembali pada umuxnnya dianggap sebagai upaya bantuan jangka pendek. Kendati demikian, upaya mi hendaknya juga dilihat setidak-tidaknya dan
perspektifjangka menengahnya. Sistem pendidikan dan pelatihan yang ada saat mi pun hendaknyajuga dilihat dan perspektiftersebut. Karena situasi ekonomi yang masih belum menggembirakan mi masih akan terus berlangsung untuk beberapa waktu lamanya di 25
Indonesia: Sfrategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
masa mendatang, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih kepada kualitas dan kuantitas pendidikan. Upaya memperluas sistem pendidikan sekolah saja tidak akan cukup. Upaya memperbesar akses
dan peluang untuk masuk ke sistem pendidikan juga tak kalah pentingnya. Namun berhasil tidaknya kebijakan pendidikan pada dasamya lebih ditentukan oleh berhasil tidaknya kita mengidentifikasi daerahdaerah atau kantong-kantong [kemiskinan] di mana banyak dijumpai anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah danjuga oleh berhasil tidaknya kita mengidentifikasi hal-hal apa yang menyebabkan mereka tidak bersekolah.
Rekomendasi Gugus Tugas Pendidikan Teknis dan Kejuruan
merupakan upaya penting untuk menelaah sistem pendidikan kejuruan di Indonesia secara holistik. Namun dua masalah penting dalam konteks mi masih saja kurang diperhatikan, yaitu kebutuhan
akan sumber-sumber daya; dan kaitan antara program-program pendidikan kejuruan yang dijalankan berdasarkan sistem pendidikan
sekolah dan program-program pelatihan kejuruan bagi pemudapemuda putus sekolah.
Meskipun telah disadari bahwa koordinasi efektif dalam perencanaan dan implementasi pelatihan teknis dan kejuruan merupakan faktor yang amat penting dan menentukan, sampai sejauh
mi masih belum ada mekanisme efektif yang diterapkan untuk memastikan bahwa fungsi mi dapat berjalan dengan baik.
Pendirian Dewan Pelatihan dan Ketenagakerjaan Nasional sebagai badan koordinator pelatihan teknis dan kejuruan di Indonesia seperti yang diusulkan melalui Depnaker dalam Rancangan Undang-
Undang nomor 25 tahun 1997 (Pasal 139) penn dipertimbangkan masak-masak. Dewan seperti mi hendaknya didinikan berdasarkan keputusan Presiden. Untuk itu perlu dibentuk suatu panitia acara yang bertugas membuat agenda danjadwal pendirian Dewan tersebut.
Tanpa mengecilkan kontribusi penting yang mereka berikan 26
Ikhtisar Eksekutif
dalam upaya pelatihan secara nasional, para penyediajasa pelatihan dan pihak swasta temyata masih belum diintegrasikan secara efektif ke dalam proses perencanaan sistem pelatihan kejuruan nasional. Hal mi merupakan suatu kekurangan yang serius yang perlu segera diperbaiki. Perlu pula disadari bahwa pelatihan oleh pihak swasta
hanya dapat dijalankan secara efektif billa pihak swasta yang bersangkutan diijinkan untuk menjalankan fungsinya tanpa terlalu banyak dibebani dengan berbagai peraturan. Kebijakan-kebijakan
yang berhubungan dengan peraturan hendaknya memberikan lingkungan yang kondusif bagi upaya-upaya pelatihan dan pihak swasta. Selain itu, kebijakan-kebijakan tersebut hendaknya juga mampu memastikan agar berbagai masalah ketidakefisienan yang diakibatkan oleh peraturan seperti yang terjadi di banyak negara tidak terulang di Indonesia.
Badan-badan pelatihan industri sektoral dapat memainkan peran yang penting dalam memastikan partisipasi sektor swasta yang lebih efektif dalam upaya-upaya pelatihan nasional. Pendirian badanbadan tersebut, yang dimiliki industri dan dengan tanggung jawab kebijakan, hendaknya dipermudah.
Kurangnya data mengenai pekerja yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja, khususnya data yang berkaitan dengan profil pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki, merupakan penghalang serius bagi perencanaan dan pengorganisasian programprogram pelatihan ulang.
Untuk memastikan agar program-program pelatihan ulang dapat berjalan efektif, perlu diperhitungkan perbedaan-perbedaan
dan masing-masing program pelatihan ulang yang diberikan. Misalnya, perbedaan-perbedaan dalam hal tujuan yang ingin dicapai
melalui pelatihan ulang tersebut dan perbedaan-perbedaan dalam sistem yang digunakan untuk memberikan pelatihan ulang tersebut.
Dalam hal i, pendekatan modular akan sangat membantu bila diterapkan.
27
indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Keija sebagai Ujung Tombak
Upaya-upaya untuk meningkatkan profil ketrampilan angkatan kerja Indonesia perlu dilakukan dengan perspektifjangka menengah guna
menghadapi tantangan-tantangan globalisasi dan persaingan internasional, sementara Indonesia secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhah ekonomi yang stabil.
Artinya, efektivitas dan efisiensi sistem pelatihan yang ada perlu diperbaiki. Selain itu, yang juga tak kalah penting adalah upaya
untuk mengkaji fimgsi pusat-pusat pelatihan kejuruan masyarakat
berdasarkan skala prioritas sehingga mereka dapat melakukan orientasi ulang terhadap fokus masing-masing.
Usaha-usaha kecil dan menengah serta sektor informal memiliki potensi yang besar untuk memberikan peluang-peluang kerja. Peningkatan ketrampilan pekerja di kedua sektor mi amatlah penting untuk memastikan kesinambungan jangka panjang usahausaha kecil dan menengah. Selain itu perlu dipastikan bahwa program-program pelatihan yang diberikan memiliki sasaran yang selektif, misalnya ada program
yang khusus ditujukan untuk pekerja terampil atau pekerja tidak terampil, atau program khusus untuk pekerja wanita, atau untuk pekerja terdidik yang menganggur atau untuk pekerja-pekerja berusia lebih tua. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah dampak krisis terhadap pekerj a wanita di Indonesia. Upaya-upaya khusus diperlukan untuk meningkatkan peluang wanita untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Hal mi dapat menciptakan lingkungan kondusifsehingga
memungkinkan pekerja wanita memanfaatkan peluang-peluang pelatihan yang ada seoptimal mungkin.
Aspek pembiayaan merupakan salah satu unsur yang menentukan kesinambungan jangka panjang dan sistem pelatihan nasional yang efektif. Indonesia pernah memiliki pengalaman menjalankan "Dana Pelatihan Provinsi." Dana mi dioperasikan di tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat dan Sumatera Utara. 28
lkhtisar Eksekutif
Pengalaman yang diperoleh di tiga provinsi tersebut dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk menyusun skema pembiayaan kegiatan pelatihan secara berkesinambungan dengan
dukungan dan pihak pengusaha. Amatlah penting untuk memanfaatkan momentum yang ada. Hal mi mendesak untuk segera dilaksanakan.
Organisasi-organisasi pengusaha dan pekerja memiliki peran penting dalam sistem pelatihan nasional. Peran mereka mi mencakup
seluruh segi pelatihan ketrampilan, mulai dan partisipasi dalam forum-forum formulasi kebijakan hingga upaya kerjasama dalam mengimplementasikan program-program pelatihan. Yang juga tak
kalah pentingnya adalah memastikan peran serta organisasiorganisasi mi secara efektif dalam upaya-upaya pelatihan nasional.
Layanan Ketenagakerj aan Kekuatan utama layanan ketenagakerjaan di Indonesia terletak padajaringan kantor-kantor layanan ketenagakerjaan yang tersebar
di seluruh Indonesia, sistem informasi bursa tenaga kerja yang terkomputerisasi di 15 kantor layanan ketenagakerjaan dan adanya peraturan, ketentuan dan pedoman layanan penempatan tenaga kerja
yang sangat bermanfaat untuk memastikan bahwa pekerja atau pencari kerja mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang seragam.
Meskipun demikian, kantor-kantor layanan ketenagakerjaan juga memiliki sejumlah kelemahan. Pertama, kantor-kantor tersebut sepertinya lebih berfungsi sebagai lembaga pengaturan dan lembaga administratif daripada sebagai instansi jasa yang berorientasi pada kepentingan pemakai.
Kedua, tidak adanya "tuas" yang mampu mendongkrak, mendukung dan mereformasi sistem layanan tersebut. Misalnya, Indonesia tidak memiliki asuransi bagi penganggur. Selain itujuga
tidak ada suatu sistem informasi bursa tenaga kerja yang 29
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
komprehensif, tidak banyak pelayanan yang dapat diberikan untuk membantu pencari kerja mendapatkan pekerjaan atau membantu pengusaha untuk mendapatkan karyawan yang tepat. Ketiga, kantor-kantor layanan ketenagakerjaan mi lemah dalam memberikan pelayanan. Misalnya, data informasi bursa tenaga kerja
mengenai pencari kerja dan lowongan kerja yang ada tidak dicatat dan diproses secara profesional. Upaya untuk mencocokan lowongan yang ada dengan kualifikasi pekerja amat terbats.
Kantor-kantor layanan ketenagakerjaan mi juga tidak menyediakan layanan bantuan untuk mencari pekerjaan yang sesuai.
Selain itu praktis tidak ada hubungan antara upaya penempatan pekerja dengan upaya penyesuaian bursa tenaga kerja, danjuga tidak ada mekanisme untuk memberikan bantuan cepat bagi pekerj a yang terkena pemutusan hubungan kerja selama masa krisis. Kantor-kantor layanan ketenagakerjaan mi juga tidak memiliki stafteknis dan analis yang kompeten, tidakmemiliki peralatan kerja
yang memadai seperti sistem informasi bursa tenaga kerja yang beroperasi, pedoman referensi jabatan, brosur dan buku pedoman yang memberikan penjelasan teknis, dan lain-lain.
Untuk memperbaiki layanan ketenagakerjaan dan untuk mengobati berbagai "penyakit" yang dideritanya, diusulkan dua
rekomendasi untuk jangka pendek dan jangka menengah. Rekomendasi jangka pendek tidak memerlukan perubahanperubahan yang bersifat mendasar dalam hal struktural, organisasi, manajemen maupun staf. Rekomendasijangka menengah memerlukan komitmen politik yang berkesinambungan untuk melaksanakan sejumlah perubahan
mendasar dalam sistem sebelum benih reformasi layanan ketenagakerjaan dapat ditanamkan. (3)
30
Kantor-kantor layanan ketenagakerjaan dapat dibuat
Ikhtisar Eksekutif
Rekomendasi Jangka Pendek Karena perusahaan-perusahaan, khususnya yang berskala
kecil dan menengah, pada umumnya tidak menyadari aspek kepentingan sosial, Departemen Tenaga Kerja
hendaknya memprakarsai program-program yang dirancang untuk mengelola pemutusan hubungan kerja. Untuk tujuan mi disarankan agar dikembangkan suatu
program yang mampu memberikan bantuan dan tanggapan yang cepat terhadap pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja, perusahaan, serikat pekerja dan masyarakat yang menderita akibat penutupan pabrik
atau pemutusan hubungan kerja massal. Dana untuk program mi dapat diperoleh dan Dana Jaring Pengaman Sosial atau Dana khusus untuk mempekerjakan kembali
pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja. Program mi dapat dijalankan dengan mendirikan dua atau tiga Unit Pekerja Ter-PHK yang mampu bergerak cepat
dan sam daerah yang paling menderita akibat PHK ke daerah lain yang juga menderita akibat PHK, khususnya di wilayah Jakarta dan sekitamya. Unit percontohan yang dapat dengan cepat berpindah-pindah mi hams mampu memberikan layanan dasar bagi pekerja korban PHK agar mereka dapat dengan cepat mampu menyesuaikan din dengan kondisi barn yang ada. Departemen Tenaga Kerja
mungkin dapat memfungsikan unit-unit pelatihan berpindah yang ada saat mi menjadi Unit-unit Pekerja Ter-PHK;
Untuk meningkatkan unjuk kerja data base mikro, disarankan untuk meningkatkan kemampuan petugaspetugas layanan ketenagakerjaan dalam melakukan pencatatan dan pengolahan data di seluruh kantor-kantor Departemen Tenaga Keija tingkat regional maupun lokal guna memenuhi kebutuhan pemakai jasa mereka.
31
Indonesia; Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
menjadi lebih menarik bagi para pencari kerja dengan berbagai cara, antara lain dengan mendirikan suatu pusat dokumentasi dii 5 kantor layanan ketenagakerjaan yang terkomputerisasi; mengorganisir kiub-kiub pencari keija dan pekan raya bagi pencari kerja maupun pengusaha,
mengorganisir kunjungan-kunjungan profesional ke perusahaan-perusahaan untuk mengecek lowongan pekerjaan yang ada. Untuk meningkatkan bantuan pencarian lowongan kerja
bagi para pencari kerja, disarankan untuk mendirikan suatu pusat informasi bagi para pencari kerja di kantorkantor layanan ketenagakerjaan tingkat lokal (khususnya di kantor-kantor layanan ketenagakerjaan di Jakarta).
Selain perlu juga dibuat jaringan komunikasi on-line dengan seluruh KANWIL dan KANDEP agar informasi
dan data bursa tenaga kerja dapat dihasilkan dan dikirimkan tepat pada waktunya sehingga dapat lebih bermanfaat.
Rekomendasi Jangka Menengah Disarankanuntukmemperluas ruang lingkup danmandat
layanan ketenagakerjaan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 25 tahun 1997, mulai dan kalimat "layanan penempatan tenaga kerja..." sampai dengan kalimat "untuk memastikan, dalam kerjasama dengan organisasi-organisasi publik maupun swasta terkait, pengorganisasian dan fungsi bursa tenaga kerja yang sebaik mungkin" sesuai dengan Konvensi ILO No.
88 tahun 1948 mengenai Organisasi Layanan Ketenagakerjaan; Perubahan status staf layanan ketenagakerjaan sepertinya
mutlak harus dilakukan agar reformasi layanan ketenagakerjaan mi dapat berhasil karena hal mi akan 32
Ikhtisar Eksekutif
menarik para profesional dan mereka yang memiliki keahlian teknis untuk bekerja di kantor-kantor layanan ketenagakerjaan.
Disarankan untuk membuat dan mengembangkan program untuk mereformasi BINAPENTA, kantorkantor layanan ketenagakerjaan tingkat regional maupun tingkatkecamatan. Di samping itujuga disarankan suatu rencana strategis yang bersifat tentatif untuk mereformasi layanan ketenagakerjaan diusulkan dalam Bab 13 untuk diskusi dan perdebatan dalam tubuh Departemen Tenaga Keija. Disarankan juga untuk mengembangkan jaringan yang
lebih ekstensif dan intensif serta kemitraan dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, instansi-instansi ketenagakerj aan swasta, perusahaan-perusahaan skala
kecil, menengah dan besar; Kamar Dagang Indonesia dan Asosiasi Pengusaha Indonesia, sekolah-sekolah
menengah umum, universitas dan sekolah bisnis, departemen-departemen lini (seperti Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pengembangan Usaha Kecil,
Menengah dan Koperasi), serikat-serikat pekerja dan pihak berwenang setempat.
Mobilitas Populasi
Penting disadari bahwa dampak krisis cukup bervariasi meskipun dampak terbesar dan krisis tersebut paling terasa di Pulau
Jawa. Wilayah perkotaan merupakan wilayah yang paling parah terkena krisis namun di Indonesia, khususnya di Jawa, ada kaitan yang erat antara bursa tenaga kerja di perkotaan dan di pedesaan. Karena itu, pemutusan hubungan kerja yang terjadi wilayah perkotaan memiliki pengaruh yang besar terhadap wilayah pedesaan, di mana
kurang lebih seperlima rumah tangga yang ada secara langsung 33
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
tergantung pada penghasilan yang berasal dan daerah perkotaan (misalnya melalui pengiriman uang dan kota ke desa dan penghasilan
yang diperoleh pekerjaan di luar bertani) serta menggunakan uang yang mereka peroleh dan wilayah perkotaan itu untuk keperluan mereka di pedesaan. Dalam menyusun kebijakan, di Indonesia bursa tenaga kerja perkotaan dan pedesaan sebaiiknya tidak dipandang sebagai dua bursa tenaga kerja yang terpisah.
Mobilitas populasi merupakan salali satu cara yang dilakukan untuk menyesuaikan din dengan akibat yang ditimbulkan oleh krisis. Hal mi ketara sekali dan lonjakan migrasi ke luar negeri, balk yang resmi maupun yang tidak terdokumentasi, arus balik migrasi dan wilayah perkotaan ke wilayah pedesaan, migrasi sirkuler yang terus benlangsung, perpindahan dan satu desa ke desa yang lain dan migrasi
dan Pulau Jawa ke pulau-pulau lain untuk menjelajahi peluangpeluang barn yang mungkin terbuka di sektor pertanian. Migrasi dan perpindahan tersebut pada umumnya banyak sekali
melibatkan tenaga kerja wanita. Hal mi tampak jelas sekali dan banyaknya tenaga kerja wanita yang melakukan migrasi ke luar negeri
untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga sehingga sepertinya dapat disimpulkan bahwa knisis ekonomi menyebabkan banyak keluarga menginimkan wanita yang menjadi anggota keluarga mereka untuk bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga. Selain itu, wanitajuga banyak tercatat melakukan migrasi yang permanen
maupun yang tidak permanen di antara wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan.
Kebijakan yang disarankan di bidang migrasi internal antara lain meliputi: upaya-upaya untuk menekan biaya peij alanan serendah
mungkin untuk mempermudah mobilitas tenaga kerja mi, menyediakan paket bantuan untuk kegiatan-kegiatan sektor informal,
bantuan bagi sektor pertanian sehingga sektor tersebut dapat menyerap secara produktif tambahan pekerja yang ditenimanya, dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk wilayah34
Ikhtisar Eksekutif
wilayah di sebagian pulau-pulau di luar pulau Jawa yang justru menarik keuntungan dan krisis yang terjadi.
Kebijakan yang disarankan di bidang migrasi internasional meliputi upaya-upaya untuk mempermudah proses emigrasi pekerja dengan mengurangi birokrasi yang berlebihan dan meningkatkan arus informasi, menyediakan perlindungan bagi pekenja migran terhadap eksploitasi dan dua sisi, dan memberikan bantuan agar uang yang mereka kirimkan ke tanah air aman sampai di tujuan.
Strategi-strategi Perlindungan Sosial Strategi pengembangan ketenagakerjaan hendaknya dilengkapi dengan langkah-langkah perlindungan sosial yang memadai. Secara luas hal mi berkaitan dengan kepastian untuk memperolehjaminan
penghasilan selama periode tidak ada pekerjaan (menganggur), termasuk upaya untuk memberikan dukungan penghasilan bagi mereka yang miskin serta upaya untuk memastikan agar merekajuga
mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai dengan biaya terjangkau.
Secara umum, Indonesia tidak mengikuti kebijakan yang mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan sosial dan cenderung bergantung pada sistem-sistem jaminan sosial pendukung yang bertumpu pada masyarakat tradisional dan keluarga.
Sistemjaminan sosial memberikan perlindungan yang efektif bagi pegawai negeni beserta keluarganya. Tetapi di luar sektorpublik, sistem j amman sosial yang ada masih sangat j auh tertinggal. Di Indonesia tak ada skema asuransi pengangguran, tak ada sistem bantuan sosial, tak ada skema pensiun dan tunjangan had tua bagi masyarakat, dan satu-satunya fasilitas yang tersedia bagi sebagian besar masyarakat adalah akses ke pusat-pusat layanan kesehatan masyarakat yang kualitasnya berbeda-beda. Akibatnya, dampak sosial krisis keuangan terasa amat berat di Indonesia.
35
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
Dengan tidak adanya perlindunganjaminan penghasilan yang memadai, jaring-jaring pengaman sosial khusus telah diupayakan
untuk memberikan penghasilan melalui program-program yang menuntut peran serta tenaga kerja dan melalui dukungan langsung terhadap akses perawatan kesehatan dan pendidikan. Selain itu, skema jaminan sosial utama, yaitu JAMSOSTEK, memiliki wajib untuk memberikan kepada anggota-anggotanya yang tidak bekerja tunjangan yang berasal dan saldo dana yang sebenamya dimaksudkan
untuk memberikan perlindungan sosial di han tua. Untuk mempersiapkan suatu dasar yang lebih aman bagi sistem perlindungan sosial tingkat nasional, perlu dilakukan upaya-upaya yang mampu memandang jauh ke depan dan tidak hanya terpaku pada krisis. Laporan mi mengidentifikasi beberapa strategi yang perlu untuk mencapai tujuan mi. Peran dan status JAM SOSTEK di masa yang akan datang perlu dipertimbangkan dengan seksama. Pembahasan yang selama mi telah dilakukan mengajukan beberapa opsi yang antara lain menyarankan agar posisi dan wewenang JAMSOSTEK untuk memonopoli skemaskema serupa di perusahaan-perusahaan swasta dihilangkan. Namun
sistemjaminan sosial memerlukan pondasi yang akan memberikan perlindungan yang cukup memadai, komprehensif dan seragam.
Laporan mi mendukung strategi reformasi untuk merestrukturisasi JAMSOSTEK sebagai dana perwalian masyarakat yang diawasi oleh suatu Dewan Pengawas Tripartit yang bebas dan
campur tangan politik. Di samping itu, penting pula diupayakan peningkatan program-program pemberian tunjangan kesejahteraan dan perbaikan administrasi. Hanya 42 persen (atau 10 persen dan total populasi angkatan
kerja) dan mereka yang bekerja sebagai karyawan reguler di perusahaan-perusahaan swasta mendapatkan skemajaminan sosial. Bagi mereka yang memperoleh skema mi pun, ruang lingkup dan tingkat penlindungan yang diberikan masih terbatas.
36
lkhtisar Eksekutif
Perbaikan-perbaikan dalam sistem jaminan sosial masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan masalah mi dan mengupayakan agar skema mi secara bertahap dapat mencakup mereka yang bekerja
untuk pengusaha-pengusaha kecil. Di samping itu juga terdapat kebutuhan untuk mengembangkan skema perlindungan sosial yang inovatifbagi mereka yang bekerja di perusahaan-pemsahaan skala kecil, koperasi atau masyarakat nelayan atau masyarakat pedesaan di mana inisiatif dukungan yang bersifat timbal balik sudah lama
dikenal dan dapat ditingkatkan lagi untuk memenuhi kebutuhan perlindungan sosial.
Juga perlu diambil langkah-langkah untuk mendukung pendirian dana pensiun oleh pengusaha dan dana swasta yang memberikan jaminan penghasilan tambahan bagi masyarakat dan pekerja-pekerja sektor swasta. Namun skema-skema seperti mi hendaknya disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan. Skema pensiun sektor publik yang ada, TASPEN, juga perlu dikaji ulang secara komprehensif. TASPEN saat mi menghadapi beban keuangan akibat tingginya laju penggantian dana pensiun, usia
pensiun dini dan keterbatasan-keterbatasan dalam kontribusi dan investasi penghasilan. Integrasi dengan pengaturan-pengaturan pensiun sektor swasta perlu dipikirkan guna mempermudah mobilitas tenaga kerja antara sektor yang satu dengan sektor yang lain.
Krisis ekonomi menelanjangi kenyataan tidak adanya jaring pengaman sosial. Seandainya ada skema asuransi pengangguran atau
bantuan sosial, dampak sosial yang terjadi tidak akan separah
sekarang. Kelayakan skema-skema seperti itu hendaknya dipertimbangkan dengan memperhitungkan implikasi administrasinya. Banyak pekerja ter-PHK yang semestinya berhak atas pesangon tidak mendapatkan pesangon karena pengusaha tidak mampu membayar pesangon mereka. Mungkin sudah saatnya untuk dipertimbangkan pendirian suatu dana P11K guna melindungi baik kepentingan pekerja maupun kepentingan pengusaha.
37
Indonesia: Strategi Pemulihan dan Rekonstruksi dengan Tenaga Kerja sebagai Ujung Tombak
Statistik Tenaga Kerja Sistem statistik nasional Indonesia di bidang ketenagakerj aan relatifcukup bagus, khususnya yang terdapat di Biro Pus at Statistik.
Kendati demikian, Misi mengidentifikasi adanya beberapa kesenjangan yang perlu dijembatani dan beberapa hal yang masih
perlu penyempurnaan. Pertama, adanya kebutuhan untuk mengembangkan data base yang terpisah per kelompok secara
regional, yang dapat digunakan untuk program-program ketenagakerjaan yang dirancang dengan sasaran yang sesuai. Kedua,
data mengenai sektor informal perlu dikumpulkan secara teratur. Suatu survey percontohan mengenai sektor informal dapat dilakukan sebagai langkah awal yang ditujukan untuk memadukan sektor mi ke dalam sistern statistik nasional secara reguler.
Rekomendasi-rekomendasi lainnya yang diberikan Misi meliputi upaya untuk mengubah SAKERNAS (Statistik Tenaga Kerja Nasional) menjadi suatu survey tenaga kerja yang berkesinambungan
yang mengeluarkan data setiap empat bulan sekali atau setiap semester, menyusun kompilasi data pemsahaan-perusahaan yang ada
secara reguler (misalnya mengenai adanya perusahaan barn atau tutupnya suatu perusahaan, dibukanya lapangan kerja barn atau ditutupnya lapangan kerj a yang ada, dan lain-lain) serta upaya untuk memperkenalkan data resmi mengenai upah nil.
38