I
!.}
' !
"
1
,,
I
'
"'I
'
'I,
Ii 'I
(
'
'
' ''
' I I
I'
'' B
I
' I
I, I
I
I
'
,
'I
''
'
, 1, 'J
•
1 I
11
I
I
I
'!I
11 '
' '
l .... 1•· •
',,' ' '1 '41t.i.1( .... , I
I'
I .
,'•I' 'I
I'
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGERA Penulis: Dr. Nurul Qamar, SH., MH. Tim Penerbit: Andi Wanua Tangke Anwar Nasyaruddin Desain Cover: Mas Daeng naba Layout: Refleksi Arts Penerbit:
REAtEKSI
Jl. Abd. Dg. Sirua (Perum. Swadaya Mas A/7) Makassar
Tlp. (Fax) 0411 • 490338 • 5047064 email:
[email protected]. id Hak Cipta di/indungi o/eh Undang-Undang All Rights Reserved ISBN: 978-979-3570-48-8 Anggota IKAPI (lkatan Penerbit Indonesia) Cetakan Pertama, 2011
KARAKTERISTIK HUl
TATAUSAHA NEGARA
DAFTAR ISi
Kata Pengantar
vii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 BAB II PENGERTIAN DAN ASAS PERADILAN TATA USAHA NEGARA 9 A. Pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara 9 B. Asas-Asas Peradilan Tata Usaha Negara
11
BAB Ill KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
22
A. Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara
22
B. Proses Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara
28
1. Pangkal Sengketa Tata Usaha Negara
28
2. Kedudukan Para Pihak Dalam Sengketa Tata Usaha Negara 3. Alur Penyelesaian Sengketa
41 46
BAB IV PROSEDUR ACARA PEMERIKSMN SENGKETA DI PENGADILAN TATAUSAHA NEGARA A. Gugatan B. Proses Acara Pemeriksaan Sengketa - Acara Singkat
52 · · · · 52 56 57
- Acara Pemeriksaan Biasa
60
- Acara Pemeriksaan Cepat.................................
63
C. Pembuktian Dalam Sengketa TUN
64 v
KARAKTERJSTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA lJSAHA NEGARA
BAB
PENDAHULUAN
I
P
asal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah mempertegas bahwa Negara Indonesia adalah negara
hukum. Konsekuensi adanya penegasan Indonesia sebagai negara hukum, rechtsstaat atau rule of law, maka negara harus mengakui prinsip negara hukum dan prinsip perlindungan hak asasi manusia dengan berpijak atas kaidah-kaidah hukum dan prinsip-prinsip umum pemerintahan. Philipus M Hadjon (1987:71 ), mengemukakan bahwa negara hukum terutama bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip sabagai berikut : 1. Prinsip hak asasi manusia, dan 2. Prinsip negara hukum. Berkenaan tersebut di atas, Friedrich Julius Stahl (Miriam Budiardjo,2008:57-58), mengemukakan bahwa unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) terdiri dari : a. Perlindungan hak-hak asasi manusia; b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hakhak itu; c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan d. Peradilan administrasi untuk penyelesaian perselisihan.
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADILAN
TATA USAHANEGARA
Jika Stahl mengemukakan pandangannya dilatar belakangi pengaruhdari civil law system, makaAlbert Venn Diceydengan konsep Negara hukum rule of law dipengaruhi oleh negara-negara penganut common law system (sistem hukum Anglo-Saxon). Albert Venn Dicey (Miriam Budiardjo,2008:58), mengemukakan bahwa dalam negara hukum rule of law terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut : a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law), yaitu tidak adanya kekuasaansewenang-wenang(absenceof arbitrary power), dalam arti bahwa seseoranghanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. b. Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Datil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat. c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang(di negara lain oleh undang-undangdasar)serta keputusan-keputusanpengadilan. Perbedaan dari dua model negara hukum tersebut di atas, rachtsstaat dan rule of law, hanya terletak pada penegasantentang "peradilan administrasi" pada negara hukum rechtsstaat sebagai salah satu unsurnya, sementara di rule of law tidak demikian, melainkan dirumuskan secara abstrak. Munculnya unsur peradilan administrasi untuk menyelesaikan perselisihan (peradilan tata usaha negara) pada konsep rechtsstaat menunjukkantentang adanya hubunganhistoris antara negarahukum Eropa Kontinental khususnya Belanda
dengan Negara hukum
Indonesia yang biasa dianalogkan dengan istilah negara hukum Proklamasi dan atau Negara Hukum Pancasila. Konsepsinegara hukum tersebut, dalam perkembangannya telah mengalami penyempurnaan, yang secara umum dapal dilihat di antaranya (Ridwan,2006:4-5)
2
:
KARAKTERISTIK HUl(UMACARAPERADll.»I
TATAl.JSAHANEGARA
a. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat; b. Bahwapemerintahan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; c. Adanyajaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara); d. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara; e. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebasdan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif; f. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah; g. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber dayayangdiperlukan bagi kemakmuranwarga Negara. Salah satu ciri yang melekat pada negara hukum (rechtsstaat), adalah adanya kontrol atau pengawasan yudisial
Peradilan
Administrasi atau Peradilan Tata Usaha Negara terhadap tindakan pemerintah. Kontrol atau pengawasanyudisial tersebut, merupakan pengejawantahan dari prinsip perlindungan hukum bagi warga negara terhadap tindakan pemerintahan. Indonesia sebagai suatu negara hukum, sudah selayaknya bila prinsip-prinsip suatu negara hukum harus dihormati dan dijunjung tinggi. Salah satunya adalah diakuinya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak. Sejauhmana prinsip ini berjalan, tolak ukurnya dapat dilihat dari kemandirian
badan-badan peradilan dalam
menjalankan fungsi dan wewenangnya menegakkan hukum dan keadilan melalui lembaga peradilan, maupun dari aturan perundangundangan yang memberikan jaminan yuridis adanya kemerdekaan 3
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATAUSAHA NEGARA
kekuasaan di bidang kehakiman. Kekuasaan di bidang kehakiman menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakanperadilan guna menegakkanhukum dan keadilan. Pasal24 UUD NRI Tahun 1945 dengan tegas mengatur bahwa : (1) Kekuasaankehakiman merupakan kekuasaanyang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkunganperadilan agama,lingkungan peradilan Militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Jika ditelusuri lebih lanjut, tentang kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam arti terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, juga ditegaskan kembali, baik dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman maupun dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung beserta UU. No. 5/2004 tentang Perubahan atas UU. 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo UU. No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU. No. 14 Tahun 1985 tentang MahkamahAgung. Pasal 1 Butir 1 UU No. 48 Tahun2009tentang~kuasaan Kehakiman menyebutkan: "Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara 4
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADIL.AN
TATA lJSAHA NEGARA
Republik Indonesia Tahun1945, demi terselenggaranyaNegarahukum Republik Indonesia". Penjelasan Umum Angka I UU No. 48/2009 memuat keterangan yang lebih tegas tentang adanya kemerdekaan badan-badan peradilan. Dikatakan bahwa, "UUD NRI Tahun 1945 menegaskan Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salahsatu prinsip penting negara hukum adalah adanyajaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruhkekuasaanlainnya untuk menyelenggarakanperadilan guna menegakkan hukum dan keadilan" Kedudukan kekuasaankehakiman tersebut di atas, juga berlaku terhadap MahkamahAgung. Hal itu diatur dalam pasal 2 UU No. 14/ 1985 (UU No. 5/2004 Jo UU No. 3/2009),
yang berbunyi sebagai
berikut: "Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua lingkungan peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya". Menurut Sri Soemantri
(1995:13),
bahwa yang dimaksudkan
dengan adanya "pengaruh-pengaruh lainnya" itu diantaranya ialah pengaruh pers dan lembaga-lembaga di luar kekuasaan kehakiman. Pada negara hukum, tata kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah berpedoman pada norma-norma hukum, dan dalam rangka menegakkandan menjamin berjalannya aturan-aturan hukum seperti yang diharapkandiperlukan adanya kekuasaankehakiman tjudicative power) yang kuat dan mandiri yang bertugas untuk mengawal penegakan dan pengawasan berlakunya peraturan perundangundangan yang yang harus menjadi aturan main fair play bagi Pemerintah/TUN dalam menjalankan fungsinya. Kekuasaan kehakiman di Indonesia berikut dasar-dasar hukumnya membuktikan bahwa Indonesia telah mencoba menerapkan prinsip5
KARAKTERISTIKHUKUM ACARAPERADH.ANTATAlJSAHA NEGARA
prinsip negara hukum, hal itu setidak-tidaknya negara hukum dalam arti formil. Melalui badan-badan peradilan akan dapat ditegakkan prinsipprinsip negara hukum dan sendi-sendi hukum, meskipundalam proses berjalannya akan banyak menemukan benturan-benturan. Hal tersebut,
dikarenakan gerakan untuk menegakkan hukum
(supremasi hukum) harus berhadapan dengan aspek-aspek politik, sosial, ekonomi, dan kultur. Gerakan hukum, sebuah istilah yang dikemukakan oleh Daniel S Lev (1990:384-385), bahwa penegakan hukum harusdiupayakanterus menerus oleh semua elemen negara baik penguasa, rakyat maupun lembaga kekuasaan kehakiman sebagai garda terdepan dalam menegakkan prinsip-prinsip negara hukum. Penyelenggaraan kekuasaankehakimandiserahkan kepada badanbadan peradilan yang ditetapkandenganundang-undangdengantugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Sejalan dengan tugaspokok tersebut, maka pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurangjelas. Hal ini berarti
I
pengadilan wajib untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu
I
perkara yang diajukan oleh pencari keadilan. Pasal 1 Butir 2 dan 3 UU. No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
I
Kehakiman, menegaskan bahwa Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi juga pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945. Lebih lanjut Pasal 18 UU. 48/2009, menegaskan bahwa: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya datam lingkungan 6
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADll..AN TATAUSAHA NEGARA
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Salah satu lingkungan peradilan sebagaimana dimaksudkan tersebut adalah Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negarasebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia lahir sebagai konsekuensi diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1986tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah dirubah dengan UU. No. 9 Tahun 2004 dan UU. No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU. No. 5/1986. Di satu segi adalah guna melindungi warga masyarakat dari tindakan sewenang-wenang pejabat/aparatur pemerintah dan di segi lain adalah dalam kerangka pembinaan, penyempurnaandan penertiban aparatur pemerintah agar dalam menjalankan tugas-tugasnya selalu berdasarkan dengan prinsip-prinsip negara hukum. Pasal 4 Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 jo UU. No. 9/2004 jo UU. No. 51 /2009, telah mempertegas bahwa Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Adapunyang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang administrasi/tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 Butir 10 UU.51 /2009). Penyelesaian sengketa tata usaha negara harus melalui proses hukum yang jelas. Pengadilan dalam menangani kasus-kasus konkrit agar dapat memeriksa,
mengadili
dan memutus perkara
membutuhkanhukum acara atau biasa disebut sebagai hukum formil, 7
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATAlJSAHA NEGARA
supaya keseragaman dan tertib beracara dapat terwujud dalam lingkungan pengadilan. Pengadilantata usahanegara sebagaiPengadilankhususmemiliki karakter hukum acara tersendiri yang secara spesifik membedakan dengn hukum acara pengadilan umum dan pengadilan khusus yang lainnya. Bagaimana karakteristik hukum acara pengadilan TUN? adalah dimuat dalam UU.No, 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah dirubah dengan UU.No. 9 Tahun 2004 dan UU. No. 51Tahun2009 tentang PerubahanKeduaUU.No. 5 Tahun 1986.
8
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADILAN TATAUSAHANEGARA
PENGERTIAN DAN ASAS PERADILAN TUN
BAB
II
A. Pengertian Hukum Acara PERATUN
I
stilah Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dari segi pendekatan praktis digunakan untuk merelefansikan peraturan
perundang-undanganyang menjadi dasar bekerjanya PengadilanTUN yakni UU. No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah dirubah sebanyakdua kali dengan UU. No. 9 Tahun 2004 junto UU. No.51 Tahun 2009. Dengan
penggunaan
istilah Hukum Acara Peratun
maka
dimaksudkan untuk memudahkan mengetahui hukum formil atau hukum acara dari dan yang dipergunakan di lingkungan Badan Peradilan Tata Usaha Negara. Namun dari segi pendekatan akademik, dijumpai beberapa istilah lain yang dianalogkan dengan hukum acara peradilan tata usaha negara, yaitu Hukum Acara Peradilan Administrasi, Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Pemerintahan. Penggunaanistilah-istilah tersebut, tidak terlepas dari adanya penggunaan beberapa istilah tentang hukum administrasi yang dipergunakanpada kurikulum fakultas-fakultas hukum oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia, sehingga turut pula berpengaruh
9
KARAKTERISTIK HUKUM ACARAPERAOILAN TATA USAHA NEGARA
tentang peritilahan hukum acara yang dimaksudkan sebagai hukurn formil di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara. Apa yang dimaksudkan dengan hukum acara? Tidak lain adalah hukum formil yang mengatur tentang bagaimana cara menegakkan hukum materil dalam suatu proses peradilan di muka pengadilan. Mengenai pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, terdapat beberapapendapat, antara lain oleh RozaliAbdullah (2007: 12) dirumuskan bahwa Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum tata usaha negara (hukum administrasi negara). Lebih lanjut dikatakan bahwa hukum acara peratun adalah hukum yang mengatur cara-cara bersengketa di peradilan tata usaha negara, serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa (Rozali, ibid). Pengertian Hukum Acara Peratun yang dirumuskan oleh Rozali Abdullah tersebut, terlampau luas, sehingga perlu disederhanakan untuk memudahkan orang untuk memahami. Penulis berpendapat bahwa Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, adalah norma-norma hukum yang mengatur tentang proses penegakan hukum tata usaha negara materil di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan rumusan pengertian yang demikian itu, maka dengan mudah dipahami bahwa yang dimaksud dengan hukum acara peradilan tata usaha negara adalah segala norma-norma
hukum yang
bersangkut paut dengan pengaturan tentang proses berjalannya peradilan di muka pengadilan tata usaha negara.
10
KARAKTERISTIKHUl(UMACARAPERADILANTIJAUSAHANEGARA
B. Asas-Asas Peradilan Tata Usaha Negara Pentingnya asas-asas PERATUN di Indonesia diperlukan untuk lebih menunjukkan bahwa dalam pembentukan dan proses bekerjanya ststern peradilan di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara, dilandasi dengan prinsip umum yang menjadi dasar dan tujuan yang akan dicapai sebagai peradilan khusus yang kompetensinya memeriksa, mengadili dan memutus sengketa di bidang tata usaha negara. Asas-asas PERATUN yang akan diuraikan hanyalah asas-asas peradilan TUN yang murni, dengan pertimbangan bahwa yang urgen diketahui dalam penyelesaian sengketa TUN adalah melalui cara litigasi di pengadilan TUN, sehingga aspek kelembagaanyaturut pula menjadi perhatian. Berkenaan asas-asasPERATUN tersebut, dalam literatur Hukum Acara PERATUN ditemukan adanya 20 (dua puluh) asas yang menjadi sendi bekerjanya sistem peradilan TUN di Indonesia, sebagaiberikut: 1.
Asas Negara Hukum Indonesia
2.
Asas Demokrasi
3. Asas kekeluargaan 4.
Asas serasi, seimbang dan selaras
5. Asas persamaan dihadapan hukum 6. Asas peradilan netral 7. Asas sederhana, cepat, adil, mudah dan murah 8.
Asas kesatuan beracara
9. Asas terbukanya persidangan 10. Asas musyawarah dan perdamaian 11 . Asas hakim bersif at aktif 12. Asas pembuktian bebas 13. Asas audi et alterm partem
11
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERADU.AN TATAUSAHANEGARA
14. Asas het vermoden van rechtmatigheid atau asas presumtio justea
causa
15. Asas pemeriksaan dari segi rechtmatigheid dan larangan pemeriksaan dari segi doelmatigheid 16. Asas pengujian ex-tunch 17. Asas kompensasi atau asas ongelijkheids compentatie 18. Asas hak uji materil 19. Asas ultra petita 20. Asas putusan bersif at erga omnes. ad. 1. Asas Negara Hukum Indonesia Prinsip negara hukum Pancasila yang dianut dan dikembangkan di Indonesia menjadi salah satu sendi utama bagi pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Asas ini harus menjiwai pelaksanaan fungsi mengadili dari setiap lingkungan peradilan di Indonesia. SF. Marbun 2003:148), mengemukakan bahwa asas negara hukurn Indonesia mempunyai korelasi erat dengan PERATUN, oleh karena salah satu unsur negara hukum Indonesia adalah Peradilan Administrasi atau PERATUN, sehingga baik secara teoretis maupun yuridis jaminan eksistensi PERATUN menemukan landasan, dan dasar fundamennya dalam konsep negara hukum Indonesia. Pengakuan dan perlindungan terhadap HAM senantiasa selalu dikaitkan
dengan konsep negara hukum,
dan karenanya
keberadaan PERATUN adalah sebagai sarana untuk mewujudkan perlindungan hukum dan HAM bagi warga masyarakat. ad.2. Asas Demokrasi Ide demokrasi selalu dipautkan dengan konstitusi, sehingga lahir istilah demokrasi konstitusional yang ide dasarnya bertujuan 12
KARAKTERISTlKHUl
mewujudkan suatu pemerintahan yang terbatas kekuasaannya (limited government), larangan bertindak sewenang-wenang (willikeur), adanya pengakuan dan perlindungan hukum serta terjaminnya HAM warga rnasyarakat. Karenanya asas ini harus menjiwai pelaksanaanfungsi PERATUN dalarn rangka mengontrol pemerintah dalam melaksanakan fungsi pemerintahan dalam masyarakat. SF. Marbun (2003:149), mengatakan bahwa keberadaan PERATUN adalah bertujuan untuk melakukan kontrol atau pengawasan juridis terhadap TUN dan sekaligus untuk memberikan perlindungan hukurn, baik bagi TUN sendiri maupun warga masyarakat. ad.3. Asas kekeluargaan Asas kekeluargaan adalah salah satu unsur negara hukum Indonesia, sehingga unsur ini harus rnenjiwai pula pelaksanaan fungsi peradilan di bidang PERATUN. Asas kekeluargaan akan melahirkan kerukunan hubungan antar TUN dengan warga masyarakat. SF. Marbun (2003:151),
mengatakan bahwa asas kekeluargaan
ini rnerupakan salah satu substansi konsep negara hukum Indonesia,
sehingga PERATUN harus pula didasari dengan asas
ini, terutama dikenalnya upaya administratif dalam sistem PERATUN. ad.4.
Asas serasi, seimbang dan selaras
Prinsip keserasian, keseimbangandan keselarasan telah dijadikan sebagai salah satu pertimbangan atau konsiderans lahirnya UU PTUN, yang intinya menghendaki terciptanya hubungan yang harmonis antara penyelenggara negara dan pemerintahan dengan warga masyarakat, agar dengan demikian dapat mencegah 13
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
timbulnya
benturan-benturan
kepentingan
yang dapat
menghambat pembangunan nasional. Jikapun seandainya benturan itu terjadi, maka PERATUN harus berfungsi memulihkan ketidak seimbangan yang disebabkan dari adanya benturan
dengan menciptakan
stabilitas,
keserasian,
keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan
perorangan
disatu pihak dengan kepentingan publik dilain pihak. ad.5. Asas persamaan dihadapan hukum Asas persamaan dihadapan hukum lasim diistilahkan dengan the
equality before the law yang merupakan salah satu asas hukum yang menjiwai suatu negara hukum, meskipun pengakuan asas ini penafsirannya berbeda antara negara satu dengan lainnya. Negara
Hukum
Indonesia
secara
tegas
mengakui
prinsip
persamaan dihadapan hukum, hal ini ditemukan pada Pasal 27 ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945,
bahwa segala warga negara
bersamaan kedudukannya dihadapan hukum dan pemerintahan, sehingga PERATUN harus menghormati
prinsip ini dengan cara
mendudukkan para pihak yang bersengketa secara seimbang dan sederajat dalam hal pencarian suatu keadilan. ad.6. Asas peradilan netral PERATUN netral ialah Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas dan merdeka, diwujudkan
sebab suatu peradilan yang netral hanya dapat
bila peradilan itu bebas dan merdeka (SF. Marbun,
2003:154). Dari segi teoritis PERATUN merupakan salah satu unsur penting negara hukum sebagai sarana untuk menegakkan dan melindungi hak-hak asasi manusia dan merupakan
benteng terakhir dalam
menegakkan hukum dan keadilan. Dari segi yuridis jaminan adanya peradilan 14
netral,
bebas dan
KARAKTERISTlK HUKUMACARA PERADILAN TMA lJSAHA NEGARA
merdeka di Indonesia, telah ditegaskan pada Pasal 24 UUD NRI Tahun 1945, bahwa kekuasaankehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri yang bebas dari campur tangan pihak-pihak lain diluar kekuasaan kehakiman, termasuk campur tangan pemerintah baik lansung maupun tidak lansung. ad. 7. Asas sederhana, cepat, adil, mudah dan murah Asas sederhana, cepat, adil, mudah dan murah, merupakan asas umum yang melekat pada pelaksanaan fungsi badan peradilan Indonesia, yang tujuannya agar semua lapisan warga masyarakat mempunyai akses yang sama untuk menggunakan haknya menemuh upaya hukum melalui lembaga peradilan. ad.8. Asas kesatuan beracara Asas kesatuanberacara merupakan salahsatu prinsip hukum acara PERATUN yang bertujuan untuk mengadakan keseragaman prosedur dalam prosespelaksanaanfungsi peradilan di lingkungan peradilan TUN diseluruh Indonesia. Asas kesatuan beracara tersebut, akan memberikan patokan dasar yang bersifat umum untuk dijadikan instrumen hukum formal bagi hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara dalam rangka penegakan hukum materil. ad. 9. Keterbukaan persidangan Asas keterbukaan dalam prosese persidangan sudah merupakan prinsip umum dalam hukum acara peradilan di Indonesia, yang maksudnya untuk menjaga agar proses pemeriksaan perkara dapat berjalan secara fair, obyektif dan dilihat lansung oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan masyarakat yang bersimpati atas pelaksanaan jalannya proses perkara di persidangan peradilan.
15
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
ad.10. Asas musyawarah dan perdamaian Prinsip musyawarah dan perdamaian sebagai salah satu asas peradilan di Indonesia, bertujuan agar dalam proses jalannya pemeriksaan perkara selalu tercipta ruang luas bagi pihak yang bersengketa untuk dapat melakukan perdamaian dengan jalan musyawarah, baik diluar pengadilan maupundi dalam pengadilan. ad.11. Asas hakim bersifat aktif Asas hakim bersif at aktif ini menjadikan hakim PERATUN untuk lebih proaktif dibandingkan dengan hakim perdata dalam upaya memeriksa perkara secara tuntas guna menemukan kebenaran materil yang sedang disengketakan. Sikap aktif hakim di lingkungan
PERATUN dituntut untuk
menemukan kebenaran materil
sehingga hakim harus
menggunakan asas pembuktian bebas. Maksudnya hakim yang menentukan hal-hal apa yang harus dibuktikan oleh pihak-pihak terhadap masalah yang sedang disengketakan. Konsekuensinya, maka hakim dapat melakukan ultra petita dan bahkan mengarah pada reformatio in peies. ad.12. Asas pembuktian bebas Diberikannya wewenang kepada hakim TUN untuk menerapkan asas pembuktian bebas, maka hakim menjadi tidak terikat lagi terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak, penilaian pembuktian sepenuhnya diserahkan kepada hakim. Konsekuensi dianutnya pembuktian bebas oleh hakim PTUN, maka peran hakim lebih melebar karena hakim dapat menguji aspek lain diluar pokok sengketa. Asas pembuktian bebas di Jerman dikenal dalam istilah asas untersuchungs-maxim, dimana hakim diberikan kewajiban dan
16
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADI~
TAfAUSAHANEGARA
wewenangoleh undang-undang untuk mengumpulkan bahan-bahan alat bukti. Kebalikan dan asas pembuktian bebas tersebut, adalah asas verhandlungs-maxim, yang diterapkan oleh hakim perdata, dimana prinsip asas ini hanya meletakkan kewajiban beban pembuktian hanya pada para pihak, hakim tidak boleh proaktif memerintahkan pihak-pihak untuk menghadirkan alat bukti. ad.13. Asas Audi Et Al term Partem Asas ini umumnya menjadi prinsip umum dalam Hukum Acara Peradilan, yang mengandungsuatu pnnsip persamaandi hadapan hukum, sehingga hakim tidak boleh memberi perlakuan yang berbeda diantara pihak-pihak dalam sengketa. Hakim harus memberikan kesempatan yang sama kepada pihak-pihak untuk mengajukan pendapatnya, mengajukan bukti-buktinya, termasuk dalam hal mengajukan suatu keberatan dalam jalannya proses perkara. ad.14. Asas Het Vermoden van Rechtmatigheid atau asas Presumtio Justea Causa Asas int semula merupakan asas Hukum Administrasi/TUN kemudian dijadikan pula sebagai asas PERATUN. Prinsip asas ini menunjukkan maksud bahwa demi kepastian hukum, maka setiap keputusan TUN yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukurn, sebelum adanya putusan hakim TUN yang menyatakan keputusan TUN yang digugat itu bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Konsekuensi dari asas ini, maka suatu gugatan yang diajukan ke Pengadilan
TUN pada asasnya tidak menghalangi untuk
dilaksanakan keputusan TUN yang digugat. Namun demikian pelaksanaan keputusan TUN yang digugat dapat dimohonkan oleh 17
KARAKITRISTIK HUKUMACARAPERAOll.AN
TATA USAHA NEGARA
pihak penggugatuntuk menunda pelak.sanaannya sebelum adanya putusan hakim TUN yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dikabulkantidaknya permohonandimaksudtergantung dari pertimbangan obyektif dari hakim TUN yang menangani perkaranya. ad.15. Asas pemeriksaan dari segi Rechtmatjghejd
dan
larangan pemeriksaan dari segi Doelmat;gheid Salahsatu prinsip PERATUN adalah dari segi perinsip pemerik.saan atau pengujian sengketa yang hanya terbatas pada aspek hukumnya saja (rechtmat;ghejd). Artinya pengujian terhadap keputusan TUN yang digugat hanya dari segi yuridisnya saja, hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi kebijaksanaan (doelmatigheid) suatu keputusan yang disengketakan. SF. Marbun (2003: 161 ) , mengemukakan bahwa dalam sengketa TUN hakim tidak boleh atau dilarang melakukan pengujian dari segi kebijaksanaan suatu keputusan yang disengketakan, meskipun hakim tidak sependapat dengan kebijaksanaan badan/ pejabat TUN yang sedang disengketakan, asalkan saja keputusan kebijaksaan TUN yang disengketakan itu bukan merupakan keputusan yang bersifat melawan hukum (onrechtmatigheid overhejdsdaad), menyalahgunakanwewenang (detournament de pouvoir), sewenang-wenang (willikeur), maka hakim TUN harus menganggapnya sesuai dengan hukum atau setidak-tidaknya kebijaksanaan itu tidak bersifat melawan hukum. Timbulnya prinsip tersebut (SF. Marbun,2003: 162), berkaitan dengan adanya suatu dogma yang menyatakan, hakim tidak boleh atau dilarang duduk di atas kursi eksekutif (pemerintah), sebab yang berwenang menguji atau menilai kebijaksaan badan/pejabat
18
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
TUN, hanyalah badan/pejabat TUN di lingkungan yang telah mengeluarkan kebijaksanaan tersebut. Jika hakim metakukan pengujian atau penilaian terhadap kebijaksanaan badan/pejabat TUN, berarti hakim telah duduk di atas kursi eksekutif (pemerintah). Dogma ini dipengaruhi oleh ajaran
trias politika Montesqueiu, dimana hakim hanya
dtperkenankan memeriksa segi reehtmatigheid suatu keputusan TUN, karena berkaitan dengan prinsip legalitas yang menghendaki setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan hukum. ad.16. Asas pengujian Ex-tune Asas pengujtan ex-tune adalah salah satu ciri bagi hakim PERATUN dlmana dalam hat melakukan pengujian hakim PERATUN dibatasi hnnya terhadap fakta-fakta atau keadaan-keadaan hukum pada
~""t keputusan TUN yang disengketakan itu dikeluarkan. Perubahan fakta dan keadaanhukum tidak turut dipertimbangkan. Hal lnl berlainan dengan asas ex-nunc, dimana pengujian hakim ttdak terikat a tau dibatasi dengan f akta dan keadaan hukum pada saat keputusan itu dikeluarkan, sehingga dengan adanya perubahan fakta dan keadaan hukum turut dipertimbangkan. ad.17.
Asas kompensasi atau asas Ongelijkheids Compentatie
Asas kompensasi atau ongelijkheids compentatie, adalah asas yang meletakkan kewajiban kepada pihak tergugat dalam sengketa TUN (badan/pejabat), untuk memberikan ganti rugi sebagai kompensasi dari akibat dikeluarkannya keputusan yang telah merugikan penggugat, atau merehabilitasi penggugat (sengketa TUN bidang kepegawaian) dalam harkat dan martabat sebagaimana kedudukannya semula.
19
KARAKTERISTIK HUKUMACAAAPERADll.AN
TATA USAHANEGARA
ad.18. Asas hak uji materil Asas hak uji materil adalah asas yang menekankanpada pengujian terhadap paraturan perundang-undangandibawah undang-undang yang dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN. Menurut Sri Soemantri (1982:6-8), bahwa pengujian dapat dHakukan baik dari segi formal (formele toetsingrecht) maupun dari segi materil. Pengujian dari segi formal adalah ditekankan pada aspek pembentukannya, yakni apakah memiliki dasar kewenangandan telah sesuai dengan tata cara pembentukannya atau aspek proseduralnya. Sedangkanpengujian dari segi materil (materiele toesingrecht), adalah ditekankan pada isi, materi atau substansinya, yakni apakah substansinyabertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undanganyang lebih tinggi. ad.19. AsasUltra Petito Asas ultra petita sebagai salah satu asas PERATUN, merupakan konsekuensi dari diberikannya peran bagi hakim TUN yang bersifat aktif. Ultra petita maksudnya adalah hakim diberi kewenangan untuk melakukan penyempurnaan terhadap obyek sengketa dengan cara melengkapi obyek sengketa yang diajukan oleh para pihak. HakimTUN dalam melakukan ultra petita dibatasi hanya terhadap perbaikan fakta-fakta yang tidak didalilkan oleh penggugat dan penambahan yang tidak diminta oleh penggugat. Lebih dari ttu dilarang, oleh karena dapat terjadi reformatio in peies. ad.20. Asas putusan bersifat Erga Omnes Menurut Sri Soemantri (1982:13), bahwa oleh karena sengketa administrasi merupakan sengketa dalam lapangan hukum publik, maka putusan
20
hakim peradilan
administrasi/TUN
akan
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERAOILA/'I
TMA USAHA NEGARA
menimbulkan konsekuensi mengikat secra umum dan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan, yang mungkin ttmbul pada masa yang akan datang. lndroharto (II, 1994:29), mengemukakan bahwa kalau pada putusan perdata pada prinsipnya hanya mempunyai kekuatan mengikat antara para pihak, maka lain halnya dengan putusan hakim PERATUN yang mernpunyai kekuatan atau daya kerja suatu keputusanhukum publik yang bersifat umum dan berlaku terhadap stapapun (erga omnes).
21
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERAOll.AN
BAB
111
TATA USAHANEGARA
KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PROSES PENYELESAIAN SENGKETA
A. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
M
enurut Sjachran Basah (1985:65), istilah kompetensi berasal dari bahasa Latin "competentia" yang berarti "betgeen aan
iematui toekomt" yang artinya apa yang menjadi wewenang
seseorang. Dalam bahasa Indonesia sering istilah kompetensi diterjemahkan sebagai kewenangan, kekuasaan atau hak, yang dikaitkan dengan badan yang menjalankan kekuasaan di bidang kehakiman, sehingga kekuasaan itu menjadi competere. Yan Pramadya
Puspa (1977:231
), dalam
Kamus Hukum
mengemukakanbahwa kata kompetensi berasal dari bahasa Belanda
"competentie", yang berarti kewenangan mengadili, dan dalam bahasa lnggeris dikenal dengan kata "competency". Kompetensi (1994:516), dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Kompetensi dari suatu pengadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara berkaitan dengan jenis 22
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADllAN TATAUSAHA NEGARA
ttngkatan pengadilan yang ada berdasarkan peraturan perundanganudangan yang berlaku. Dengandemikian, kata kompetensi terpaut lansungdengansuatu hak, kekuasaandan atau kewenangan, yang jika dihubungkan dengan pengadilan menunjukkan kekuasaan dan atau kewenangan suatu badan pengadilan untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara. Sjachran Basah (1985:65), menyatakan bahwa kompetensi itu merupakan pemberian kekuasaan, kewenangan atau hak kepada bedan dan a tau pengadilan yang melakukan tugas a tau f ungsi di bldana peradilan. Penttngnya kompetensi dalam hubungannya dengan kekuasaan ntau kewenangansuatu badan pengadilan, adalah untuk mengetahui IH"rwenang tidaknya suatu badan pengadilan mengadili dan memutus \Ualll perkara atau sengketa yang diajukan kepadanya. Kekuasaan dan atau kewenanganmengadili suatu badanperadilan/ ptlngadilan dlihat dari segi jenis perkara dan atau obyek sengketanya ..eorta yuridiksi atau wilayah hukum suatu pengadilan, dapat dibedakan kedatarn dua bagian, yaitu kekuasaanatau kewenangan absolut dan kewenanganrelatif. Menurut Sjachran Basah (1985:68-69), kompetensi pengadilan ada dua macam sebagai berikut : a. Atribusi (absolute competentie atau attributie van recntsmacht), yang berkaitan dengan pemberian wewenang yang bersifat bulat (absolut) mengenai rnaterinya, yang dapat dibedakan secara horisontal dan secara vertikal sebagai berikut: (a) Secara horisontal,
merupakan wewenang yang bersifat
bulat yang melekat dari suatu jenis pengadilan terhadap jenis pengadilan lainnya, yang mempunyai kedudukan yang 23
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATA lJSAHA NEGARA
sederajat, misalnya antara Pengadilan Tata UsahaNegara dengan Pengadilan Negeri. (b) Secara vertikal, merupakan wewenang yang bersifat bulat yang melekat dari suatu jenis pengadilan terhadap jenis pengadilan yang secara berjenjang atau hirarki mempunyai kedudukan lebih tinggi, misalnya Pengadilan Tata Usaha Negara dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan MahkamahAgung. b. Distribusi tretatieve cotnpetentie atau distributie van rechts-
macht) yang berkaitan dengan pembagian wewenang, yang bersifat terperinci (relatif) di antara badan-badanyang sejenis mengenai wilayah hukum, misalnya Pengadilan Tata Usaha NegaraMakassardengan PengadilanTata UsahaNegaraMedan dan atau Jakarta. Berkenaan tersebut
di atas, Marbun
(2003:174-175),
mengemukakanbahwa umumnyadalam hukum acara dikenal adanya kompetensiatau kewenangansuatu badanperadilan untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara. Kompetensi tersebut, dibedakan atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif. Umumnya telah disepakati bahwa mengenai kompetensi atau wewenang suatu badan peradilan untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara dibedakan atas kompetensi absolut dan kompetensi relatif, maka demikian pula halnya dengan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaisalah satu badan peradilan yang menjalankan fungsi di bidang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara, maka harus ditelusuri dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara beserta perubahannya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun2004 jo UU. 51 /2009 tentang PerubahanKedua UU. 5/1986. 24
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADll.AN
TATA USAHAHEGARA
PadaPasal 47 UU. No. 5 Tahun1986, ditegaskan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Kemudian pada Pasal50 UU dimaksud, ditegaskan pula bahwa Pengadilan Tata UsahaNegara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Penggarisan dari dua pasal tersebut di atas, secara tegas telah menunjukkanbahwa kompetensiatau kewenanganobsolut Pengadilan Tata UsahaNegara adalah terletak pada sengketa hukum di bidang tata usaha negara. Kompetensi absolut PengadilanTata UsahaNegara tersebut, jika dihubungkan dengan kompetensi absolut secara horisontal, adalah merupakan kewenangan mutlak dari suatu Pengadilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus dan menyelesaiakan sengketa
di btdang tata usaha negara, yang tidak dapat dibagi-bagi dan atau dlltmpahkan pada pengadilan lainnya yang setinggkat. Kompetensiabsolut PengadilanTata Usaha Negarasecaravertikal, dapat ditemukan pada Pasal 51 UU. No. 5 Tahun 1986, yang menggariskan : ( 1 ) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding. (2) PengadilanTinggiTata UsahaNegarajuga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. (3) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
48. 25
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADll.AN TATA USAHA NEGARA
(4)Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diajukan permohonan Kasasi. Berdasarkan pasal tersebut di atas, maka secara tegas dapat diketahui bahwa secaravertikal mengenai kompetensi absolut antara PengadilanTata UsahaNegara dengan PengadilanTinggi Tata Usaha Negara, telah digariskan secara tegas bahwa kompetensi absolut Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut : a. Sengketa tata usaha negara pada tingkat banding b. Sengketa kewenangan mengadili antara PengadilanTata Usaha Negara di wilayah hukumnya c. Sengketa tata usaha negara yang terlebih dahulu telah metalui proses penyelesaian secara administratif. Adapun kompetensi relatif Pengadilan Tata Usaha Negara, dasamyadapat ditemukan pada Pasal 54 UU. No. 5 Tahun 1986 sebagai berikut: (1) Gugatansengketa tata usahanegara diajukan kepada pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat. (2) Apabila tergugat lebih dari satu badan atau pejabat tata usaha negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum pengadilan, gugatan diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu badan atau pejabat tata usaha negara (3) Dalamhal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa tata usaha
26
KARAKTERJSTIK HUKUMACARAPERADll.AN
TMA USAHA NEGARA
negara yang bersangkutan yang diatur dengan peraturan pemerlntah, gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang berwenangyang daerah hukumnya meliputi tempat kediamanan pen11u1at (SJ Apabtla penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di lu•r negeri, gugatan diajukan kepada pengadilan di Jakarta (6J Apabfla tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat dt tuar negen, gugatan diajukan kepada pengadilan di tern pat kedudukan tergugat. Mencermati redaksi pasal 54 tersebut di atas, menunjukkan bahwa Pld• prtnstpnya gugatan dalam sengketa tata usaha negara harus dt•Jukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang daerah hukumnya meUputi tempat kedudukan tergugat. Namun demikian, secara relatif bilamana tergugat lebih dari satu Badin atau Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak berkedudukan d1lam satu daerah hukum PengadilanTUN, maka gugatan dapat saja dtajukan kepada Pengadilan TUN yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat TUN. Apabila tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum PengadilanTUN tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan TUN yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan TUN yang bersangkutan. Demlklan pula dalam hal-hal tertentu sesuaidengansifat sengketa TUN yang bersangkutan diatur dengan peraturan pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan TUNyang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat. Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan TUN di Jakarta. Sedangkanbilamana tergugat berkedudukan di dalam negeri
27
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATAlJSAHA NEGARA
sementara penggugatdi luar negeri, maka gugatan diajukan kepada PengadilanTUN di tempat kedudukan tergugat. Dengan demikian, maka nampak bahwa kompetensi Peradilan TUN karakternya adalah mengadili sengketa di bidang administrasi atau TUN antara orang/badan hukum privat disatu pihak yang berlawanan atau berhadapan dengan badan/pejabat TUN dipihak lain. B. Proses Penyelesatan Sengketa Tata Usaha Negara 1 . Pangkal Sengketa Tata UsahaNegara Menurut Zairin Harahap (2005:61 ), bahwa pangkal sengketa tata usahanegara dapat diketahui dengan menentukan apa yang menjadi tolak ukur sengketa tata usaha negara. Tolak ukur sengketa tata usaha negara (administrasi) adalah tolak ukur subjek dan pangkal sengketa. Tolak ukur subjek adalah (para) pihak yang bersengketa di bidang hukum administrasi negara (tata usahanegara). Sedangkan tolak ukur pangkal sengketa, yaitu sengketa administrasi yang diakibatkan oleh ketetapan sebagai hasil perbuatan administrasi negara. Pendapat tersebut di atas, karang tepat oleh karena untuk mengetahui pangkal sengketa tata usaha negara tidak demikian halnya, melainkan tertuju pada suatu akibat hukum yang ditimbulkan oleh suatu keputusan atau ketetapan yang dikeluarkan oleh badan/ pejabat TUN, yang dengan kata lain adalah akibat hukum dari keputusan/ketetapan yang dikeluarkan badan/pejabat TUN. Tolok Ukur subyek dan pangkal sengketa yang dimaksudkan oleh Zairin tersebut, hanya dapat ditujukan pada aspek yang berkenaan tolok ukur kompetensi absolut dari Pengadilan TUN, tidak untuk dijadilkan sebagai tolok ukur pangkal sengketa TUN. Sjachran Basah (1985:209),
28
mengemukakan bahwa untuk mem-
KARAKTERISTIKHUKUMACARAPERADILANTATAUSAHANEGARA
bedakan atribusi horisontal Pengadilan TUN terhadap PengadilanPengadilan lainnya, digunakan tolok ukur: (1) Subyek, yaitu para pihak yang berperkara, yang salah satunya harus badan/pejabat TUN. (2) Pangkalsengketa, yaitu ketetapan tertulis sebagaidasar perkara atau sengketa TUN. Pendapat Sjachran tersebut di atas, jelas menunjukkan bahwa salahsatu tolok ukur kompetensi absolut badan peradilan TUN, adalah pangkal sengketa, yakni ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan/pejabat TUN. SjachranBasah (1985:225-256), mengemukakanbahwa tolok ukur pangkal sengketa TUN adalah ketetapan tertulis. SengketaTUN yang konkrit di bidang hukum TUN itu merupakan panggal sengketa, yang disebabkan adanya perbuatan badan/pejabat TUN yang diberi nama beschikking atau ketetapan, surat ketetapan dan atau penetapan.
Dengandemikian dapat dirumuskan bahwa yang menjadi pangkal sengketa di bi dang sengketa TUN, tolok ukumya adalah ketetapan dan atau keputusan badan/pejabat TUN yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata. Berkenaan hal tersebut di atas, maka pada Pasal 1 angka 3 UU PTUN, telah dirumuskan secara tegas bahwa keputusan tata usaha negara, adalah : "Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkanperaturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata." BerdasarkanrumusanPasal 1 angka 3 tersebut, maka dapat ditarik beberapa unsur yang melekat pada keputusanTUN, sebagai berikut: a. Suatu Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Sadan atau 29
KARAKTERISTIK
HU KUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Pejabat Tata UsahaNegara b. Berisi tindakan hukum tata usaha negara c. Berdasarkanperaturan perundang-undanganyang berlaku d. Bersifat konkrit, individual dan final e. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorangatau badan hukum perdata. ad.a. PenetapanTertulis Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN Unsur pertama dari keputusan tata usaha negara tersebut, terkandung dua hal di dalamnya yang harus disikapi, yaitu yang berkenaan tentang penetapan tertulis dan tentang badan atau pejabat TUN. Penetapan tertulis sebagaimana dimaksud tersebut, adalah sebagaimanayang dirumuskan pada Pasal 1 angka 3 UU PTUN, namun bukandari segi bentuk formalnya, melainkan lebih menekankanpada aspek substansinya. Persyaratan tertulis hanya ditujukan untuk kepentingan kemudahan dalam pembuktian. Penjelasanpada Pasal1 angka 3 UU PTUN, menunjukkan bahwa : "lstilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara. Keputusanitu memangdiharuskantertulis, namun yang diisyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu keputusan badan atau pejabat tata usaha negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas : (a) Badan/pejabat tata usaha negara mana yang mengeluarkannya (b) Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu.
30
KARAKITRISTIK HUKUMACARAPERADIL.AN
TATAUSAHA NEGARA
(c) Kepadasiapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di dalamnya." Apabila unsur penetapan tertulis tersebut, dihubungkan dengan Pasal 3 UU PTUN, maka hal tersebut lebih meluas tafsirannya dengan adanya sikap diam atau pasif dari badan atau pejabat TUN, yakni : (a) Apabila badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, meskipun itu sudah menjadi kewajibannya (b) Apabila badan atau pejabat TUN tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon meskipun telah lewat waktu yang ditentukan (c) Apabila peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu yang ditentukan, maka setelah lewat empat bulan sejak diterimanya permohonan,maka badanatau pejabat TUN dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Untuk lebih jelasnya hal tersebut, maka dapat disimak pada rumusan Pasal 3 ayat (1) sampai dengan ayat (3) UU PTUN sebagai berikut: (1) Apabila badanatau pejabat tata usahanegaratidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara (2)Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkankeputusanyang dimohon, sedangkan jangka waktu sebagaimanaditentukan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud telah lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negaratersebut dianggaptelah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud (3) Dalamhal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negara
31
l
yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Sikap diam atau pasif dari badan atau pejabat TUN yang tidak mengeluarkan keputusan yang telah dimohonkan kepadanya, dianggap sebagai keputusan tertulis yang berisi suatu penolakan, meskipun tidak tertulis. Menurut Marbun (2003:110), bahwa keputusan semacam itu, disebut sebagai suatu keputusan fiktif-negatif. Fiktif artinya tidak mengeluarkan keputusan tertulis, tetapi dapat dianggap telah mengeluarkan keputusan tertulis, sedangkannegatif berarti karena ,/
isi keputusan itu berupa penolakan terhadap suatu permohonan. Kemudianmengenaitentang unsur badanatau pejabat TUN, dapat ditemukan pada Pasal1 angka 2 UU PTUN,yang merumuskan bahwa : Badan atau pejabat tata usaha negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku. Rumusan tentang pengertian badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana tersebut di atas, di dalamnya tercakup tiga unsursebagaiberikut: (a) Unsur badan atau pejabat TUN (b) Unsur urusan pemerintahan (c) Unsur Peraturan perundang-undangan Unsur badan atau pejabat tata usaha negara, disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Penjelasan Umum UU PTUN, adalah badan atau pejabat di pusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat eksekutif. Kemudiantentang unsur urusanpernerintahan, dirumuskan pada Pasal 1 angka 1 Penjelasan Umum UU di atas, bahwa urusan pemerintahan ialah kegiatan yang bersif at eksekutif. Sedangkan unrur peraturan perundang-undangan disebutkan pada Pasal 1 angka 2 PenjelasanUmum dimaksud, bahwa peraturan perundang-undangan 32
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADILAN
TATA USAHA NEGARA
dalam undang-undang ini, ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah baik di pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga bersifat mengikat secara umum. ad.b. Berisi Tindakan Hukum Tata Usaha Negara Tindakan atau perbuatan pemerintahan dalam arti tata usaha negara dapat dibedakan antara tindakan hukum dan bukan tindakan hukum. Menurut Marbun (2003:115), bahwa dalam Hukum Administrasi di antara tindakan atau perbuatan tata usaha negara yang penting adalah tindakan hukum, oleh karena suatu tindakan hukum akan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu bagi mereka yang dituju tindakan tersebut. Tindakan hukum tata usaha negara menurut Pasal 1 angka 3 Penjelasan Umum UU PTUN, adalah perbuatan hukum badan atau pejabat tata usaha negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum tata usaha negarayang dapat menimbulkan hak dan kewajiban pada orang lain. Dengan demikian, maka tindakan hukum tata usaha negara yang tidak menimbulkan akibat hukum berupa hak dan atau kewajiban bagi orang lain yang ditujukan tindakan itu, tidak termasuk dalam unsur keputusan TUN yang dapat dimasukan sebagai pangkal sengketa. ad.c.Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku Apa yang dimaksudkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku? adalah segala peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan pada Pasal 1 angka 2 Penjelasan Umum UU PTUN, 33
KARAKTERISTIK
HUKUMACARA PERADILAN TATA us.AHA NEGARA
sebagai berikut : "Yang dimaksudkan peraturan perundang-undangandalam undangundang ini ialah semua peraturan yang bersif at mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Sadan PerwakHan Rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di tingkat pusat maupun d tingkat daerah, yang bersifat mengikat secara umum." Unsurtersebut, telah mengisyaratkansuatu prinsip hukum bahwa segala tindakan tata usaha negara harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi suatu wewenang untuk melakukansuatu tindakan, hal ini merupakan salahsatu prinsip negara hukum yang harus menjunjung asas legalitas. Karena tiu, suatu keputusan tata usahanegara yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dapat dinyatakan sebagai keputusan yang bertentangan dengan hukum (peraturan perundangundangan), baik yang bersifat formal/prosedural maupun yang bersif at material substansial. Keputusan tata usaha negara yang dapat dinyatakan sebagai keputusanyang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, adalah dirumuskan pada Pasal 53 angka 2 Penjelasan Umum UU PTUN, sebagai berikut : a. Suatu keputusan tata usaha negara dapat dinilai bertentangan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, apabila keputusan yang bersangkutan itu : 1) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undanganyang bersifat prosedural /formal Contoh: Sebelum keputusan pemberhentian dikeluarkan seharusnya
34
KARAKT£RISTJK HUKUMACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
pegawaiyang bersangkutan diberi kesempatanuntuk membela diri. 2) Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perundang- undangan yang bersifat material /substansial. Contoh : Keputusan di tingkat banding administratif, yang telah salah menyatakan gugatan penggugat diterima atau tidak diterima 3) Dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang tidak berwenang Contoh : Peraturan dasarnya telah menunjuk pejabat lain yang berwenang untuk mengambil keputusan. b. Dasar pembatalan ini sering disebut penyalagunaan wewenang. Setiap penentuan norma-norma hukum di dalam tiap peraturan itu tentu dengan tujuan dan maksud tertentu. Oleh karena
ttu,
penerapan ketentuan tersebut harus selalu sesuai dengan tujuan dan
maksud
khusus
diadakannya
peraturan
yang
bersangkutan.Dengan demikian, peraturan yang bersangkutan tidak dibenarkan untuk diterapkan guna mencapai hal-hal yang diluar maksud tersebut. Dengan begitu wewenang material badan atau pejabat tata usaha negara juga terbatas pada ruang lingkup maksud bidang khusus yang telah ditentukan dalam peraturan dasarnya. Contoh: Keputusan tata usaha negara memberi izin bangunan atas sebidang tanah, padahal dalam peraturan dasamyatanah tersebut diperuntukkan jalur hijau. c. Dasar pembatalan ini sering disebut larangan berbuat sewenangwenang. Suatu peraturan dasar yang memberikan wewenang kepada badan atau pejabat tata usaha negara adakalanya
35
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHANEGARA
mengatur secara sangat terinci dan ketat apa yang harus dilaksanakandan mengikat badan atau pejabat tata usaha negara dalam melakukan urusan pemerintahan. ad.d. Bersifat Konkrit, invidual dan final Unsur keempat keputusan tata usaha negara, adalah bahwa keputusan TUN dimaksud, harus bersifat konkrit, individual dan final. Apa yang diartikan bersifat konkrit, individual dan final? dirumuskan pada Pasal 1angka3 Penjelasan Umum UU PTUN, sebagai berikut : - Bersif at konkrit, artinya obyek yang diputuskan dalam keputusan tata usaha negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya keputusan mengenai rumah st A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai pegawai negeri. - Bersifat individual, artinya keputusan tata usaha negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan. Umpamanya pembuatan atau pelebaran
jalan
dengan lampiran yang
menyebutkan nama-nama orang yang terkena keputusan tersebut. - Bersifat final, artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan. Umpamanya, keputusan pengangkatan seorang pegawai negeri memerlukan persetujuan dari BadanAdministrasi Kepegawaian Negara. ad.e. Menimbulkan Akibat Hukum Bagi orang ataupun Badan Hukum Perdata
36
KARAKTERJSTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
Unsur kelima dari keputusan tata usaha negara tersebut, mengisyaratkan bahwa suatu keputusan tata usaha negarayang dapat dijadikan pangkal sengketa gugatan tata usaha negara, adalah yang menimbulkan akibat hukum bagi orang ataupun badanhukum perdata. Akibat hukum dimaksudkan disini adalah yang tertuju dampaknya pada orang atau badan hukum perdata, baik itu dampak lansung maupun yang tidak lansung tentang hak dan atau kepentingan. Subyek hukum dalam lalulintas hukurn, dibedakan antara orang atau manusia (persoon) dan badan hukum (rechtspersoon). Orang atau manusia pribadi dalam aspek hukum diakui sebagai subyek hukum (rechtspersoonlijkheid), yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban yang dapat mengadakan hubungan hukum baik dengan sesamaperson atau manusia maupun dengan badan hukum. Pada pergaulan dalam lalulintas hukum, ternyata bukan hanya orang atau manusia pribadi yang dapat bertindak sebagai subyek hukum, akan tetapi juga adalah badan hukum (rechtspersoon). Badan hukum sebagai subyek hukum sama halnya dengan mansuia mempunyai hak dan kewajiban,
sehingga dapat mengadakan
hubungan-hubungan hukum. Setelah unsur-unsur keputusan tata usaha negara tersebut diuraikan,
maka yang perlu digariskan adalah bahwa peraturan
perundang-undangan (UU PTUN), telah melakukan pengecualian tentang keputusan tata usaha negara yang tidak dipandang sebagai keputusan TUN, artinya bukan keputusan TUN menurut UU PTUN, sehingga diluar jangkauan keputusan yang dapat dijadikan sebagai pangkal sengketa TUN. Pasal 2 UU PTUN, mempertegasadanya beberapa keputusan tata usaha negara yang tidak termasuk dalam pengertian keputusan TUN, sebagai berikut :
37
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
a. Keputusan tata usaha negara yang rnerupakan perbuatan hukurn perdata b. Keputusan tata usaha negara yang rnerupakan pengaturan yang bersifat urnurn
c. Keputusantata usaha negara yang rnasihrnernerlukanpersetujuan d. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-UndangHukurnPidanadan Kitab UndangUndangHukurnAcara Pidanaatau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana e. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaanbadan peradilan berdasarkan ketentuan perundangundangan yang berlaku f. Keputusantata usahanegara mengenai tata usahaTentara Nasional Indonesia g. Keputusan Komisi Pemilihan Umumbaik di pusat maupundi daerah mengenai hasil pemilihan umum. Dengan demikian terdapat tujuh jenis keputusan yang dikecualikan tidak termasuk dalam kewenangan atau kompetensi mengadili hakim Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai berikut : a) Keputusan tata usaha negara yang bersifat keperdataan Keputusan tata usaha negara yang bersifat keperdataan atau privat, merupakan lawan atau kebalikan dari keputusan tata usaha negara yang bersifat publik dalam lapangan tata usaha negara. Pada Pasal 2 huruf a Penjelasan Umum UU PTUN, merumuskan bahwa: "Keputusantata usaha negara yang merupakan perbuatan hukum perdata, umpamanya ~eputusan yang menyangkut masalah jual beli yang dilakukan antara instansi pemerintah dan perseorangan yang didasarkan pada ketentuan hukum perdata." b) Keputusan tata usaha negara yang merupakan pengaturan yang 38
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATA USAHANEGARA
bersifat
umum.
Pengaturan yang bersifat umum maksudnya adalah pengaturan yang memuat norma-norma yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang bersifat umum (abstrakto) yang mengikat setiap orang
(umum)
yang akibat-akibat
hukum
yang akan
ditimbulkannya belum dapat dipastikan atau diketahui lebih dahulu (abstrak). Pasal 2 huruf b Penjelasan Umum UU PTUN, merumuskan : "Yang dimaksud dengan pengaturan yang bersif at urn um ialah pengaturan yang memuat norma-norma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang kekuatan berlakunya mengikat setiap orang.
11
c) Keputusan tata
usaha
negara yang masih
memerlukan
persetujuan Keputusan masih membutuhkan
persetujuan,
artinya agar
keputusan itu dapat berlaku, maka perlu adanya persetujuan dari instansi atasan atau instansi lain, oleh karena instansi atasan atau lain akan terkait
dengan akibat-akibat
hukum yang
ditimbulkan keputusan itu. Pasal 2 huruf c Penjelasan umum UU PTUN, merumuskan : "Yang dimaksud keputusan tatausaha negara yang masih memerlukan persetujuan ialah keputusan yang untuk dapat berlaku masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain.
11
d) Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau UndangUndang Hukum Acara Pidanaa tau peraturan perundang-undangan lainnya yang bersifat Hukum Pidana, sebagaimana dicontohkan pada Pasal 2 huruf d Penjelasan Umum UU PTUN, berikut : - Keputusan tata usaha negara berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, ialah umpamanya dalam perkara 39
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
lalu lintas di mana terdakwa dipidana dengan suatu pidana bersyarat, yang mewajibkannya memikul biaya perawatan si korban selama dirawat dirumah sakit. Karena kewajiban itu merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh terpidana. - Keputusantata usahanegara berdasarkanKitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, ialah umpanya kalau penuntut umum mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap tersangka. - Keputusan tata usahanegara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang bersif at hukum pidana ialah umpanya perintah jaksa ekonomi untuk melakukan penyitaan barang-barangterdakwa dalam perkara tindak pidana ekonomi. e) Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan
atas hasil
pemeriksaan Badan Peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Keputusan Kepala Badan Pertanahan
misalnya antara lain; Kota Makassar yang
mengeluarkan Sertifikat Hak Atas Tanah atas nama seseorang atas pertimbangan adanya putusan Pengadilan perdata. Pasal 2 huruf e Penjelasan Umum UU PTUN, menggariskan bahwa keputusan tata usaha negara yang dimaksud huruf ini , umpamanya: - Keputusan Direktur Jenderal Agraria (Kepala mengeluarkan sertifikat
BPN) yang
tanah atas nama seseorang yang
didasarkanatas pertimbangan putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut merupakan tanah negara dan tidak berstatus tanah warisan yang diperebutkan oleh para pihak. - Keputusan tersebut di atas, tetapi didasarkan atas amar putusan pengadilanperdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
40
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADILAN
-
TATAUSAHA NEGARA
Keputusanpemecatan seorang notaris oleh Menteri Kehakiman, setelah menerima usul Ketua Pengadilan Negeri atas dasar kewenangannyamenurut ketentuan perundang-undangan (UU. No. 211986 tentang Peradilan Umum sebagaimana dirubah dengan UU. 8/2004).
f) Keputusan tata usaha negara mengenai Tata Usaha ABRl/TNI g) Keputusan Komisi Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. Disamping keputusan-keputusan sebagaimana yang disebutkan di atas sebagai keputusan yang dikecualikan sebagai keputusan tata usaha negara, juga masih ditemukan beberapa keputusan lainnya yang menurut undang-undang tidak termasuk kewenangan atau kompetensi peradilan tata usaha negara. Hal tersebut, ditegaskan pada Pasal 49 UU PTUN, sebagai berikut: Pengadilan tidak berwenang memeriksa, dan menyelesaikan sengketa tata saha negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan pada : a. Dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar biasa yang membahayakan,
berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 49 Penjelasan Umum UU PTUN, menggariskan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan umum, adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan, sesuai dengan peraturan perundangundanganyang berlaku. 2. Kedudukan Para Pihak Dalam Sengketa TUN Untuk mengetahui kedudukan para pihak dalam suatu sengketa 41
KARAICTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATA USAHA NEGARA
tata usaha negara, maka terlebih dahulu perlu disimak ketentuan Pasal 1 angka 10 UU PTUN, yang merumuskan : "Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badana tau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku." Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU PTUN tersebut, dengan tegas telah menggariskan bahwa dalam sengketa tata usaha negara terdapat dua pihak di dalamnya, yakni pihak orang atau badan hukum perdata di satu pihak dengan badan atau pejabat tata usaha negara di lain pihak. Timbulnya sengketa tata usahanegara sebagaimanadirumuskan pada Pasal 1 angka 10 UU PTUN tersebut di atas, adalah sebagai akibat dari suatu keputusan yang telah dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha, sehingga yang berkedudukan sebagai penggugat adalah selalu orang atau badan hukum perdata yang dirugikan hak atau kepentingannya. Kedudukan orang atau badan hukum perdata sebagai penggugat, semakin jelas jika dihubungkan dengan Pasal 1 angka 11 UU PTUN, yang menggariskan bahwa : Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan diajukan ke Pengadilan untuk mendapatkan putusan. Badan atau pejabat tata usaha negara yang diposisikan atau didudukkan sebagai tergugat, disebutkan pada Pasal 1 angka 12 UU PTUN, sebagai berikut : "Tergugat adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat oleh orang atau
42
KARAKTERISTIK HLH
badan hukum perdata." Didudukkannya badan atau pejabat tata usaha negara sebagai pihak tergugat, merupakan suatu konsekuensi logis karena pangkal sengketa tata usaha negara adalah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usahanegara (KTUN). Oleh karenanya tidak mungkin badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan KTUN sebagai pihak penggugat, dan demikian pula tidak mungkin dalam sengketa tata usaha negara terjadi suatu rekonvensi (gugat balik), oleh karena jika terjadi rekonvensi, maka kedudukan para pihak dalam sengketa menjadi berubah posisi, sehingga penggugat awal menjadi pihak tergugat, sedangkan tergugat awal menjadi pihak penggugat. Dengan demikian, tergugat adalah selalu badan atau jabatan TUN yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya itu menunjukkan ketentuan hukum yang dijadikan dasar, sehingga badan atau jabatan TUN itu dianggap berwenang melakukan tindakan hukum (dalam hal mengeluarkan KTUN) yang disengketakan. Menurut lndroharto (II, 1994:31-32),
bahwa wewenang badan atau
pejabat tata usaha negara dalam mengeluarkankeputusantata usaha negara (KTUN), dapat diperoleh secara artibutif, delegasi, atau mandat. Apabila kewenangan itu diperoleh dari suatu peraturan dasar, maka kewenangan itu dinamakan bersifat artributif. Dan manakala badan atau jabatan TUN yang memperoleh wewenangpemerintahan secara artibutif kemudian mengeluarkan KTUN yang kemudian disengketakan, maka yang harus digugat adalah badan a tau jabatan TUN yang disebutkan dalam peraturan dasarnya yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif tersebut. 43
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATAUSAHANEGARA
Namun demikian, adakalanya wewenang artibutif badan atau pejabat TUN didelegasikan, maka apabila badan dan jabatan TUN yang memperoleh wewenang pemerintahan yang bersifat delegasi lalu mengeluarkan KTUN yang kemudian disengketakan, maka badan atau jabatan TUN yang terakhir inilah yang harus menjadi tergugat. Pelimpahan wewenang dapat juga terjadi atas dasar pemberian mandat, hal ini berbeda dengandelegasi, pada mandat tidak terjadi perubahan balk hubungan hirarkis maupun pemilikan dan tanggung jawab wewenang yang diatur dalam peraturan dasarnya antara mandans (badan atau jabatan TUN yang melimpahkan mandat) dengan mandataris (badan atau jabatan TUN yang menerima tugas mandat). Apabila mandataris mengeluarkan KTUN yang kemudian disengketakan, maka seharusnyayang digugat adalah mandans bukan mandataris. Menurut lndroharto (II, 1994:35-37)
bahwa orang atau badan
hukum perdata sebagai subyek hukum yang dirugikan hak atau kepentingannya sebagaiakibat dikeluarkannya KTUN pada dasarnya digolongkan dalam tiga kelompok, sebagai berikut : a. Kelompok pertama adalah orang-orang atau badan hukum perdata sebagai alamat yang dituju oleh suatu KTUN. Di sini orang atau badan hukum perdata tersebut
secara
langsung
terkena
kepentingannya oleh keluarnya
KTUN yang dialamatkan
kepadanya. Karena itu jelas ia berhak untuk mengajukan gugatan. b. Kelompok kedua adalah orang-orang atau badan hukum perdata yang dapat disebut sebagai pihak ketiga yang berkepentingan yang meliputi : a) lndividu-individu
yang merupakan pihak ketiga yang
berkepentingan. Kelompok ini merasaterkena kepentingannya secara tidak langsung oleh keluarnya suatu KTUN yang sebenarnya dialamatkan kepada orang lain. 44
KARAKTERISTIK
HUKUMACARA
PERADILAN
TATA lJSAHA !'£GARA
b) Organisasi-organisasi kemasyarakatan (pencinta lingkungan) sebagai pihak ketiga dapat merasa berkepentingan, karena keluarnya suatu KTUN itu dianggapnya bertentangan dengan tujuan-tujuan yang mereka perjuangkan sesuai dengan anggaran dasarnya. c. Kelompok ketiga adalah badan atau pejabat TUN yang lain, namun UU PTUN tidak memberi hak kepada badan atau jabatan TUN untuk menggugat. Adanya kepentingan (lndroharto,11, 1994:37), merupakan suatu syarat minimal untuk dapat dijadikan alasan mengajukan gugatan di Pengadilan TUN. Pengertian kepentingan itu dalam kaitannya dengan hukum acara PTUN mengandung arti, yaitu sebagai berikut: a. Menunjuk kepada nilai yang harus dilindungi oleh hukum; dan b. Kepentingan proses, artinya apa yang hendak dicapai dengan melakukan suatu proses gugatan. Syarat adanya kepentingan bagi penggugat dalam sengketa tata usaha negara, ditegaskan pada Pasal 53 ayat (1) UU PTUN, sebagai berikut: "Seseorangatau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi." Selain ketentuan tersebut di atas, juga pada Pasal 83 dan 118 UU PTUN, mengisyaratkankeharusan adanya kepentingan bagi seseorang untuk turut serta dalam sengketa tata usaha negara dan melakukan perlawanan atas putusan dalam sengketa tata usaha negara. Pasal 83 ayat (1) UU PTUN, menunjukkan bahwa:
45
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
"Selama pemeriksaanberlansung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha negara, dan bertindak sebagai: a. Pihak yang membela haknya, atau b. Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa." Kemudian pada Pasal 118 ayat (1) UU PTUN, dikemukakan bahwa: "Dalamhal putusan Pengadilansebagaimana dimaksuddalam Pasal 116 ayat (1) berisi kewajiban bagi tergugat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (9), ayat (10) dan ayat (11 ), pihak ketiga yang belum pernah ikut serta atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan menurut ketentuan Pasal 83 dan ia khawatir kepentingannya akan dirugikan dengan dilaksanakannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap itu dapat mengajukan
gugatan perlawanan
terhadap
pelaksanaan putusan Pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa itu pada tingkat pertama. Dengan demikian dalam sengketa tata usaha negara kedudukan para pihak dibedakan atas kepentingan yang diwakilnya, artinya kepentingan yang diwakili oleh orang atau badan hukum perdata sebagai penggugat adalah kepentingan privat, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara sebagai tergugat adalah kepentingan publik. 3. Alur Penyelesaian Sengketa TUN Alur penyelesaian sengketa tata usaha negara aturan dasarnya ditemukan pada Pasal 48 dan Pasal 51 ayat (3) Undang-Undang Nomor
46
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADILAN
TATA USAHA NEGARA
5 Tahun 1986 dan UU. No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahahan atas UU. No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata UsahaNegara. Pasal48 Undang-UndangNomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata UsahaNegara (UU PTUN), menunjukkan: (1) Dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkanperaturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha negaratertentu, maka sengketatata usahanegaratersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia. (2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya adminstratif yang bersangkutan telah digunakan. Upaya adminstratif itu merupakan prosedur yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk penyelesaian sengketa TUN yang dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri (bukan oleh peradilan tata usahanegara) yang terdiri dari; prosedur keberatan danprosedurbanding administratif (lndroharto, II, 1994:51 ) . Pasal 48 PenjelasanUmum UU PTUN, membagi upayaadministratif ke dalam dua jenis, yaitu keberatan dan banding administratif, hal tersebut dapat disimak sebagai berikut : "Upaya administratif adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh
seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas
terhadap suatu keputusan tata usaha negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk. Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan banding administratif. Dalam hal penyelesaian keputusan tata usahanegara tersebut harus dilakukan sendiri oleh badan atau pejabat tata usaha
47
KARAKTERISTIK HU KUM ACARA PERAOILAN TATAUSAHA NEGARA
negara yang mengeluarkan keputusan itu, maka prosedur yang ditempuh tersebut disebut keberatan." Dengan demikian upaya administratif dapat ditempuh oleh seseorangatau badan hukum perdata jika tidak puas atas keputusan pejabat tata usahanegarayangditujukan kepadanya, apakah melalui prosedur banding administratif atau prosedur keberatan. Untuk prosedur banding administratif diajukan kepada dan diselesaikan oleh instansi lain atau atasan pejabat yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara. Sedangkanuntuk prosedur keberatan diajukan kepada dan diselesaikan sendiri oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan surat keputusan. Pada angka2 huruf a dan b Surat Edaran MahkamahAgung Republik Indonesia No. 2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan Dalam Undang-Undan Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata UsahaNegara,diaturkan bahwa: a. Apabila peraturan dasarnya hanya menentukan adanya upaya administratif berupa pengajuan surat keberatan, maka gugatan terhadap keputusan tata usaha negara yang bersangkutan diajukan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara. b. Apabila peraturan dasarnya menentukan
adanya
upaya
administratif berupa pengajuan surat keberatan dan atau diwajibkan pengajuan surat banding administratif, maka gugatan terhadapkeputusantata usaha negarayang telah diputus di tingkat banding administratif diajukan lansung kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam tingkat pertama yang berwenang. Surat EdaranMahkamahAgung No. 2 Tahun 1991 tersebut, sifatnya memberi penjelasan tentang ketentuan Pasal 51 ayat (3) UU PTUN, yang mengatur bahwa : Pengadilan Tlnggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat
48
KARAKTERISTlK HUKUMACARA PERAOILAN TATAlJSAHA NEGARA
pertama sengketa tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 48. Jadi bilamanasuatu sengketa tata usahanegaradi dalam peraturan dasarnya menuntut
keharusan adanya penyelesaian
secara
administratif, maka upaya prosedur administratif harus terlebih dahulu di lakukan. Apabila peraturan dasamyahanyamengatur adanya prosedur keberatan, maka prosedur itu harus ditempuh terlebih dahulu oleh yang berkepentingan dan jika tidak puas atas keputusan keberatan, baru dapat menempuh upaya gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kemudian apabila peraturan dasarnya menghendaki adanya banding administratif, maka yang berkepentingan harus terlebih dahulu menempuh penyelesaian banding administratif, dan jika tidak puas atas keputusannya, maka baru dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata UsahaNegara. lndroharto (II, 1994:55), mengemukakan bahwa apabila dalam peraturan dasarnya hanya disebutkan adanya upaya administratif tanpa penjelasan lebih lanjut apakah itu suatu prosedur keberatan atau prosedur banding administratif, maka sebaiknya gugatan diajukan saja lansung ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Pendapat lndroharto tersebut, didasaridengan suatu pertimbangan dan pemikiran adanya ketidak jelasan dari suatu peraturan dasarnya, sehingga demi efisiensi bagi yang berkepentingan gugatan lansung dapat diajukan kepada Pengadilan Tata usahaNegara, hakimlah yang akan mempertimbangkan patut tidaknya gugatan itu diproses lebih lanjut. Tersedia atau tidaknya upaya administratif dalam suatu sengketa tata usaha negara, ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang menjadi peraturan dasarnya. Oleh karena itu, suatu keberatan yang tidak ada diatur dalam perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai upaya 49
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATAUSAHA NEGARA
penyelesaian
sengketa tata usaha negara melalui
upaya
administratif. Perbedaan penting penyelesaian sengketa tata usaha negara melalaui upaya administratif dan melalaui Peradilan TUN adalah bahwa Peradilan TUN hanyalah memeriksa dan menilai dari segi hukumnya saja (rechtmatigheid). Sedangkan penilaian dari segi kebijaksanaan bukan menjadi wewenang PTUN (Doelmatigheid). Menurut Soerjono (1993:42), bahwa pemeriksaan melalui upaya adminstratif badan TUN selain berwenang menilai segi hukumnya, juga berwenang menilai segi kebijaksanaannya. Dengan demikian penyelesaian sengketa melalui upaya administratif menjadi lebih lengkap (vol beroep). Tetapi, penilaian secara lengkap tersebut tidak termasuk pada prosedur banding. Pada prosedur banding, badan TUN hanya dilakukan penilaian dari segi hukumnya saja. Pendapat Soerjono tersebut, tidak jelas dan kurang tepat, oleh karena kalau mengacupada Penjelasan Umum UU PTUN, pemeriksaan sengketa tata usaha negara melalui upaya administratif, baik pad a prosedur keberatan maupunbanding administratif penilaian kasusnya baik dari segi hukum (rechmatigheid) maupun dari segi kemanfatannya atau kebijaksanaannya (doelmatigheid). Hal ini disebutkan pada Pasal 48 Penjelasan Umum UU PTUN, bahwa : "Berbeda dengan prosedur di peradilan tata usaha negara, maka pada prosedur banding administratif atau keberatan dilakukan penilaian yang lengkap, baik dari segi hukum maupun kebijaksanaan oleh instansi yang memutus" Namun dengan rumusan Pasal 53 ayat (2) huruf b UU. No. 9 Tahun 2004 sebagai perubahan atas Pasal sebelumnya sebagaimana diatur dalam UU. No.5 Tahun1986, maka menurut hemat penulis pengujian oleh hakim TUN tidak dapat dibatasi hanya dengan istilah dari segi hukumnya saja, akan tetapi dengan otonomi yang dimiliki hakim 50
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERADILAN
TATA USAHANEGARA
dapat pula melakukan pengujian dari segi kebiajksanaan dengan menghubungkan dengan Asas-asas umum pemerintahan yang baik, sehingga bukan pula hanya dari segi ex-tunch nya saja akan tetapi juga dari segi ex-nunch.
51
KARAKTERISTIKHUKUMACARAPERAOILAN TATAUSAHANEGARA
BAB
IV
PROSEDUR ACARA PEMERIKSAAN SENGKETA DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA
A. Gugatan
G
ugatan dalam suatu perkara a tau sengketa adalah merupakan dasar untuk dilakukannya proses pemeriksaan perkara oleh
hakim di muka peridangan, tanpa adanya gugatan maka mustahil adanya proses pemeriksaan sengketa di muka pengadilan, demikian pula halnya dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara di muka peradilan TUN. lndroharto (II, 1994:69), mengemukakan bahwa surat gugatan itu adalah merupakan titik awal dan merupakan dasar pertama dari suatu proses di muka persidanganpengadilan TUN. Untuk itu ia harus dapat selengkap mungkin memberikan gambaran mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan sengketa yang diajukan untuk diperiksa dan diputus oleh pengadilan. Berkenaan dengan hal tersebut, Pasal 1 angka 5 UU PTUN, merumuskan pengertian gugatan sebagai permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat TUN dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan. Jadi gugatan TUN pada prinsipnya adalah merupakan suatu permohonan tertulis yang diajukan oleh yang berkepentingan (orang
52
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATAUSAHA NEGARA
atau badan hukum perdata) yang berisi suatu tuntutan yang ditujukan kepada badan atau pejabat TUN dan diajukan ke pengadilan TUN untuk diperiksa, diadili guna mendapatkan suatu putusan. Pasal 53 ayat (1) UU. No. 9 Tahun 2004, menunjukkan
hal yang
berkenaan dengan gugatan, bahwa: "Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan
yang berwenang yang berisi
tuntutan agar keputusan tata usaha negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak
sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan
ganti rugi dan/atau rehabilitasi." Berdasarkan ketentuan
Pasal 53 ayat (1) UU PTUN tersebut,
dengan tegas menunjukkan bahwa yang menjadi dasar diajukannya gugatan dalam sengketa TUN, adalah adanya kepentingan penggugat, atas kerugian yang dirasakannya
dari
sebagai akibat dart
suatu keputusan badan atau pejabat TUN, sehingga mengajukan tuntutan pokok atau utama agar keputusan badan atau pejabat TUN dinyatakan batal atau tidak sah. Berkenaan dengan tuntutan pokok atau utama dalam gugatan sengketa TUN tersebut, maka Pasal 53 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004, telah menggariskan
alasan-alasan
yang dapat digunakan dalam
gugatan sengketa TUN, sebagai berikut : Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), adalah: a. Keputusan
tata
usaha
negara yang digugat itu
dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
b. Keputusan tata usaha negara yang digugat itu dengan asas-asas
umum pemerintahan
Pada Pasal 53 ayat (1)
bertentangan bertentangan
yang baik.
dan (2) Penjelasan
Umum UU PTUN,
dikatakan bahwa : 53
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
"Bahwa berbeda dengan gugatan di muka pengadilan perdata, maka apa yang dapat dituntut di muka pengadilan tata usaha negara terbatas pada 1 (satu) macam tuntutan pokok yang berupa tuntutan agar keputusan tata usahanegara yang telah merugikan kepentingan penggugat itu dinyatakan batal atau tidak sah. Tuntutan tambahan yang dibolehkan hanya berupa tuntutan ganti rugi dan hanya dalam sengketa kepegawaiansaja dibolehkan adanya tuntutan tambahan lainnya yang berupa tuntutan rehabilitasi. Yangdimaksud asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi asas : * Kepastian hukum
* Tertib penyelenggaraan negara * Keterbukaan * Proporsionalitas
• Profesionalitas • Akuntabilitas" Dengan demikian penggugat dalam sengekata tata usaha negara, tidak bebas untuk merumuskan berbagai alasan dalam posita dan tuntutan dalam petitum gugatannya, hal ini berbeda dengan gugatan dalam perkara perdata, dimana penggugat bebas merumuskan dalildalil dan atau alasan-alasan gugatannya dalam posita dan tuntutantuntutannya dalam petitum gugatan. Aspek lain yang harus diperhatikan terkait dengan gugatan sengketa tata usaha negara, adalah tenggang waktu pengajuan suatu gugatan, hal ini penting diperhatikan oleh karena percuma suatu gugatan diajukan jika telah melewati batas waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang atau gugatannya prematur. Ada dua pasal dalam UU PTUN yang dapat dijadikan acuan atau rujukan tentang tenggang waktu pengajuan gugatan sengketa TUN ke pengadilan. Hal ini dapat dirujuk pada Pasal 3 dan Pasal 55 UU 54
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
PTUN. yang mengatur Sebagai berikut: Pasal 55 UU PTUN, menggariskanbahwa : Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara. Penggarisan tenggang waktu sembilan puluh hari tersebut, tentunya hanya ditujukan untuk keputusan tata usaha negara yang bersif at keputusan tertulis dan nyata, bagaimana halnya dengan keputusan tata usaha negara yang bersifat fiktif I negatif?, hal ini diatur pada Pasal3 UU PTUN menggariskan: (1) Apabila badanatau pejabat tata usahanegaratidak mengeluarkan keputusan, sedangkan hal itu sudah menjadi kewajibannya, hal tersebut disamakan dengan keputusan tata usaha negara. (2)Jika suatu badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkankeputusan yang dimohon, sedangkanjangka waktu sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundangundanganyang dimaksud telah lewat, maka badan atau pejabat tata usaha negara yang dimaksud tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan keputusan yang dimaksud. (3) Dalam hal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak
menentukan
jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan, badan atau pejabat tata usaha negarayang bersangktandianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU PTUN tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohonkan
kepadanya,
sedangkan ia wajib untuk itu berdasarkan peraturan perundangundangan, maka setelah lewat jangka waktu empat bulan sejak 55
KARAKTERISTIK
HUKUMACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
diterimanya permohonan, pejabat TUN yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan. Keputusanpenolakan badan atau pejabat TUN demikian tersebut di atas yang dianggap keputusan tiktit-negatit. Jadi perhitungan tenggangwaktu pengajuan gugatan untuk keputusan serupa tersebut di atas, terhitung sembilan puluh hari setelah lewat waktu empat bulan atau lewat jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya. B. Proses Acara Pemeriksaan Sengketa TUN Proses pemeriksaansengketa TUN di pengadilan didahului dengan pemeriksaan untuk meneliti kelengkapan administratif berkas gugatan oleh stat Kepanitraan Pengadilan. Setelah berkas gugatan dinyatakan lengkap,
barulah dilanjutkan
dengan
rapat
permusyawaratan dan persiapan, sebelum memasuki pemeriksaan pokok perkara dalam persidangan. Menu rut Rozali Abdullah (2007: 55), bahwa dibandingkan dengan peradilan lainnya, khusus peradilan tata usaha negara mempunyai suatu kekhususan dalam proses pemeriksaan sengketa tata usaha negara, yaitu adanya tahap pemeriksaan pendahuluan. SF. Marbun (2003:203), mengemukakan bahwa sebelum dilakukan rapat permusyawaratan dan acara pemeriksaan persiapan terlebih dahulu dilakukan penelitian bersifat administratit terhadap berkas gugatan oleh stat Kepanitraan,. Rapat Permusyawaratan
dan
pemeriksaan Persiapan merupakan kekhususan dalam Hukum Acara Peradilan Administrasi. Kedua acara tersebut dilakukan sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai. Jika ditelusuri secara sistematis ketentuan Hukum Acara yang diatur dalam UU PTUN, maka ditemukan adanya tiga tahapan proses acara pemeriksaan sengketa TUN di Pengadilan Tata Usaha Negara,
56
KARAKTERISTIK HUKUMACARAPERAOILAN
TATAUSAHA NEGARA
setelah didahului dengan penelitian administratif, sebagai berikut : a. Acara Singkat b. Acara Pemeriksaan Biasa c. Acara PemeriksaanCepat. ad.a. Acara Singkat Acara singkat adalah salah satu acara pemeriksaan perkara di PengadilanTUN yang belum masuk sampai pada pemeriksaan pokok perkara atau pokok sengketanya, sehingga disebut sebagai acara singkat, diatur pada Pasal62 dan 63 UU PTUN. Acara singkat alumya dilalui dengansuatu rapat permusyawaratan yang dilakukan sendiri oleh Ketua dan Ketua dapat pula menunjuk seorang Hakim sebagai rapourteur (reportir).
Dalam rapat
permusyawaratan belum dibentuk atau ditetapkan majelis hakim yang akan memeriksa pokok sengketa. Hasil pemeriksaannya dituangkan dalam bentuk penetapan Ketua atau wakil ketua, dan apabila ketua berhalangan maka ditandatangani oleh Panitra Kepala atau wakil Panitra Kepala. Penetapan tersebut diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dan dengan didengar oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Penetapan dari hasil rapat permusyawaratan dikenal sebagai putusan atau penetapan dismissal. Bilamana para pihak tidak merasa puas atas penetapan Ketua tersebut, maka mereka dapat mengajukan suatu perlawanan kepada Pengadilan dalam waktu empat betas hari setelah diucapkannya penetapan. Perlawanan atas penetapan hasil rapat permusyawaratan diajukan sebagaimana halnya pada saat mengajukan gugatan, sehingga harus memenuhi syarat gugatan. Perlawanandiperiksa dan diputus dengan acara singkat. Perlawananyang diajukan oleh pelawan akan diperiksa dengan acara singkat. 57
KARAKITRISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
Ketua Pengadilan dalam pemeriksaan perlawanan
dapat
mengeluarkan suatu penetapan dengan menyatakan bahwa gugatan yang diajukan penggugat tidak dapat diterima atau tidak beralasan, dengan disertai alasan-alasan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Terhadap penetapan/putusan perlawanan, tidak tersedia upaya hukum, kecuali hanya dapat diajukan gugatan baru oleh penggugat dari sisa tenggang waktu sembilan puluh hari. Untuk jelasnya hal tersebut, dapat dicermati pada Pasal 62 UU PTUN, yang telah menetapkan sebagai berikut: (1 )
Dalamrapat permusyawaratan ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal : a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan; b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun
ia telah
diberitahu dan diperingatkan; c.
Gugatan
tersebut tidak didasarkan
pada alasan-alasan
yang layak; d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan tata usaha negara yang digugat; e.
Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
(2) a. Penetapan sebagaimana diamksud pada ayat (1) diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan dengan memanggil kedua belah pihak untuk mendengarkannya; b. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat ter-
58
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
tercatat oleh panitera pengadilan atas perintah Ketua Pengadilan. (3) a. Terhadap penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilandalam tenggang waktu empat belas hari setelah diucapkan; b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56. (4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus oleh pengadilan dengan acara singkat. (5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan,maka penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan dengan acara biasa. (6) Terhadapputusan mengenaiperlawananitu tidak dapat digunakan upaya hukum. Disamping acara singkat melalui rapat permusyawaratan sebagaimana dimaksud atas, maka juga dikenal
pemeriksaan
persiapan, hal ini diatur padal Pasal 63 UU PTUN.
Pemeriksaan
persiapan ini dilakukan setelah rapat permusyawaratan. Pasal 63 UU. No. 5 Tahun 1986 tersebut, menunjukkan: (1 )Sebelum
pemeriksaan
pokok sengketa
dimulai,
hakim
wajibmengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas; (2) Dalam pemeriksaan persiapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim : a. Wajib memberi nasihat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu tiga puluh hari; b. Dapat meminta penjelasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan; 59
KARAKTERISTIK HU KUM ACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimanadimaksud dalam ayat (2) huruf a penggugat belum menyempurnakan gugatan maka hakim menyatakan dengan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima; (4) Terhadap putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak dapat digunakan upaya hukum, tetapi dapat diajukan gugatan baru. Berdasarkan ketentuan Pasal 63 tersebut di atas, maka dengan jelas menunjukkan bahwa setelah rapat permusyawaratan dilakukan oleh Ketua, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan persiapan untuk kelengkapan gugatan penggugat dalam rangka memasuki pemeriksaan pokok perkara. Penggugat wajib untuk melengkapi dan menyempurnakan gugatannya dalam jangka waktu tiga puluh hari, dan bilamana kesempatan itu tidak dimanfaatkan oleh penggugat, maka hakim menyatakan dengan putusannya bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. Upaya hukum untuk putusan pemeriksaan persiapan tidak ada, melainkan penggugat hanya dapat mengajukan gugatan baru sebagaimana halnya juga pada rapat permusyawaratan. ad.b. Acara Pemeriksaan Biasa Ada kemungkinan suatu gugatan diperiksa dengan acara biasa, yaitu pertama kemauan dari penggugat sendiri yang dikarenakan tidak mempunyai alasan yang cukup untuk mengajukan permohonan agar gugatannya diperiksa dengan acara cepat. Kedua permohonan penggugat agar gugatannya diperiksa dengan acara cepat tidak diterima oleh Hakim, sementara upaya hukum lain tidak tersedia sehingga gugatan diperiksa dengan acara biasa. Dalam pemeriksaan acara biasa pada prinsipnya persidangan harus dinyatakan terbuka untuk umum dan konsekuensi tidak
60
KARAKTERISTIK
HUKUMACARA PERADILAN TATA lJSAHA NEG.ARA
dipenuhinya ketentuan tersebut putusan batal demi hukum, kecuali sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatannegara, Hakim dapat menyatakan persidangantertutup untuk umum (Pasal 70 UU PTUN). Apabila dalam persidangan penggugat atau kuasanya tidak hadir pada hari pertama dan pada hari yang ditentukan dalam panggilan kedua tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali telah dipanggil dengan patut, maka gugatan dinyatakan gugur dan penggugat harus membayar biaya perkara. Jika hal demikian terjadi, penggugatdiberi kesempatanuntuk mendaftarkan gugatannya sekali lagi dengan membayar panjar biaya perkara. Jika kemudian tergugat atau kuasanya tidak hadir di persidangan dua kali sidang berturut-turut dan/atau tidak menanggapi gugatannya tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, meskipun setiap kali telah dipanggil denganpatut, maka ketua majelis dapat meminta atasan tergugat agar memerintahkan tergugat hadir dan/atau menanggapi gugatan.
Setelah lewat waktu dua bulan tidak ada
tanggapan dari pihak tergugat,
ketua majelis melanjutkan
pemeriksaan diluar hadirnya tergugat (Pasal 71-72 UU PTUN). Jika penggugat bermaksud melakukan
perubahan terhadap
gugatanya, maka kepadanya diberikan kesempatan sampai pada tingkat
acara replik.
diperkenankan
Perubahan
terhadap gugatan
hanya
sekedar menambah alasan yang menjadi dasar
gugatan dan tidak diperkenankan menambah tuntuan yang dapat merugikan tergugat dalam pembelaannya. Sebaliknya kepada tergugat hanya diberikan
kesempatan melakukan
perubahan terhadap
jawabannya sampai pada tingkat duplik (Pasal 75 (UU PTUN). Ketika tergugat mengajukan
jawabannya biasanya ia dapat
membagi kedalam dua bagian, yakni bagian jawaban yang tidak langsung menyangkut pokok sengketa (eksepsi) dan bagian yang
61
KARAKTERISTIK HU KUM ACARA PERADILAN TATAUSAHA NEGARA
langsung menyangkut pokok sengketa. Mengenai eksepsi dibedakan antara lain, eksepsi mengenai kewenangan absolut dan/relatif dan eksepsilainya yang tidak berkaitan dengan kewenanganpengadilan. Eksepsi absolut berkaitan dengankewenanganpengadilanTUN untuk
memeriksa dan memutuskan pokok sengketa. Eksepsi absolut mempersoalkan apakah pengadilan TUN mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan memutus pokok sengketa. Apakahkewenangan memeriksa dan memutus pokok sengketa itu bukan merupakan kewenangan pengadilan lain (Pasal77 UU PTUN). Eksepsi mengenai kewenangan absolut dapat sewaktu-waktu diajukan selama pemeriksaan sengketa berlangsung, bahkan hakim karena jabatannya wajib menyatakan pengadilan TUN tidak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa yang bersangkutan meskipun tergugat tidak memintanya. Eksepsi kewenangan relatif harus diajukan sebelum jawaban mengenai pokok sengketa disampaikan dan eksepsi tersebut harus diputus lebih dahulu sebelum sengketa pokok diperiksa (Pasal 77 UU PTUN). Selain kedua eksepsi tersebut dalam praktek masih dikenal pula adanya eksepsi lain seperti: Exceptie obscure Libelli, yaitu eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat kabur demi hukum. Exceptio Plurium Li tis Contractum yaitu eksepsi yang menyatakan seharusnya
penggugat juga turut menggugat yang lainnya dalam perkara ini, dan bukan hanya tergugat saja. Exceptio Ret Judicatae yaitu eksepsi yang menyatakan sengketa yang diajukan penggugat telah/pernah diperiksa dan diadili, bahkan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karenanya berdasarkan asas nebis in idem sengketa tersebut tidak dapat diperiksa dan diadili kembali. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikenal beberapa macam eksepsi lainnya, yaitu Exceptio van Connexiteit yakni eksepsi yang menyatakan sengketa yang sedang diperiksa berkaitan dengan
62
KARAKTERISTIK HUKUMACARA PERAOILAN TATAUSAHA NEGARA
perkara lain yang belum diputus pengadilan lain atau instansi lain yang berwenang, misalnya penentuan soal hak yang merupakan wewenang pengadilan umum (perdata) untuk memeriksa dan memutusnya. Exceptio van Beraad yaitu ekseps! yang menyatakan sengketa tersebut belum waktunya diajukan, misalnya, dalam sengketa perdata dimana tergugat masih mempertimbangkan apakah menerima atau menolak suatu pembagian warisan yang pernah dimusyawarahkan. Dalam sengketa TUN misalnya berhubungan denganpasal 3 mengenaisuatu permohonanyang belum lewat jangka waktunya untuk mengeluarkan suatu keputusan, apakah termohon akan mengabulkan atau menolak permohonan pemohon; Exceptio van Litispendentie yaitu tangkisan atau jawaban yang menyatakan bahwa sengketa tersebut masih tergantung atau masih dalam proses pengadilan dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Semua eksepsi tersebut di atas baru akan diputus oleh hakim bersama-
sama dengan pokok perkara. ad.c. Acara Pemeriksaan Cepat Pemeriksaan Acara Cepat merupakan salah satu karakteristik khususbagi Hukum Acara Peradilan TUN. Pemeriksaan dengan acara cepat merupakan pengecualian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pemeriksaana acara biasa. Apakah suatu gugatan akan diperiksa dengan pemeriksaan acara cepat atau acara biasa, tergantung pada alasan-alasan yang diajukan oleh penggugat dalam permohonan gugatannya. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar gugatannya diperiksa dengan acara cepat. Dalam permohonannya harus memuat alasan-alasan adanya kepentingan penggugat yang cukup dan sangat mendesak untuk pemeriksaan acara cepat, misalnya menyangkut keputusan tata usaha negara yang berisi perintah pembongkaran bangunan atau rumah
63