Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar
Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Koperasi, Studi di Kota Medan JAM 14, 2 Diterima, Maret 2016 Direvisi, April 2016 Disetujui, Mei 2016
Karlonta Nainggolan Tohap Parulian Ali Usman Siregar Fakultas Ekonomi, Universitas Medan Area
Abstract: this study aims to identify indicators to develop GCG, basedon principles and values of cooperative. Data were analized by second order CFA, then interpreted with Important Performance Analysis. We use high 0.50 and high 3.50 to measure the level of understanding and application of indicators. The result of analysis indicate, six out of twenty indicators, are pretended to be unimportant factors by most of Managers, ten indicators are indicated as important indicators, but its implementation is still low, while four indicators are already running well. Learning from the result of analysis, and what we tried to understand during the research, as well as information and recommendation gathered from FGD, we concluded that to developed GCG based on cooperative principles and values, are education, and character building for all stakeholders. Keywords: good cooperative governance;cooperative principles and values; commitment; integrity Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi indikator membangun GCG, berdasarkan prinsip prinsip dan nilai nilai koperasi. Data dianalisa dengan model pengukuran 2nd CFA, kemudian diinterpretasikan dengan Importance Performance Analysis. Kami menggunakan tinggi 0.50 dan rata rata tinggi 3.50 untuk mengukur tingkat pemahaman dan penerapan indikator. Hasil analisis menunjukkan, enam dari duapuluh indikator, dianggap tidak penting oleh Pengurus, sepuluh indikator sudah dianggap penting, namun pelaksanaannya masih rendah, sementara empat indikator lainnya dapat dikatakan sudah berjalan baik. Belajar dari hasil analisis,dan pemahaman fakta lapangan selama penelitian, serta masukan dan rekomendasi yang diperoleh dari FGD, kami menyimpulkan bahwa untuk membangun GCG berdasarkan prinsip prinsip dan nilai nilai koperasi, adalah melalui pendidikandan pembangunan karakter semua pihak pemangku kepentingan. Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 14 No 2, 2016 Terindeks dalam Google Scholar
Alamat Korespondensi: Karlonta Nainggolan,Fakul-tas Ekonomi, Universitas Medan, Area karlonta@ yahoo. com, DOI: http://dx.doi.org/10. 18202/jam23026332. 14. 2.15
334
Kata Kunci: good cooperative governance, prinsip dan nilai koperasi, komitmen, integritas
Hilangnya kepercayaan sebagian besar masyarakat terhadap koperasi, disebabkan oleh banyak faktor, dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari Pengurus, Pemerintah, Anggota
dan Mitra koperasi, yang kalau mau ditelisik, seperti benang kusut sulit menemukan di mana ujung pangkalnya. Pada akhir tahun 2008 sampai April 2009, Kementrian Koperasi melakukan survey Identifikasi Perkembangan Bantuan Perkuatan kepada Koperasi UKM dan UMKM, untuk tahun anggaran 2000–2007,
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME334 14 | NOMOR 2 | JUNI 2016
Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat
(saya, Karlonta, sebagai Koordinator survey untuk Propinsi Sumatera Utara), menyimpulkan, bahwa masalah yang paling utama dan terutama dalam tubuh koperasi di Sumut, sesungguhnya terletak pada pengelolaan sebagian besar koperasi, tidak berlandaskan prinsip dan nilai nilai koperasi, sehingga tidak tercipta tata kelola koperasi yang baik (Good Cooperative Governance=GCG). Ada beragam penyebab tidak terciptanya dan tidak berjalannya GCG yang berlandaskan prinsip dan nilai koperasi. Temuan para peneliti sebelumnya mengungkapkan bahwa, program titipan pemerintah melalui koperasi dengan segala atributnya (Soetrisno Noer, 2003), dan intervensi manajemen koperasi oleh Pemerintah, serta intervensi Pemerintah dalam penilaian koperasi berkualitas (Sularso, 2006), dan (Sukijo, 2008), tidak hanya menyebabkan koperasi tidak dapat menjalankan nilai dan prinsip dasarnya,tetapi juga telah memunculkan pemahaman yang bias, sehingga masyarakat terkooptasi sedemikian rupa oleh program “manja” Pemerintah (Jauhari, 2006). Program “manja” dan over intervensi,berdampak pada hilangnya sense untuk melakukan identifikasi kompetensi inti (core competencies)nya, dan juga tidak mampu mengidentifikasi keunikan dirinya (Mulawarman, 2008). Semua kondisi diatas diperburuk oleh lemahnya penegakan hukumdari sekian banyak pelanggaran Pengurus, seperti menggelapkan uang (anggota) koperasi, penyalah gunaan bantuan Pemerintah, termasuk praktek pemotongan jumlah bantuan untuk koperasi. Kami menyadari, untuk membangun GCG, suatu tata kelola yang bersih dan jujur harus dimulai dengan membangun karakter Pengurus itu sendiri. Kepercayaan masyarakat terhadap koperasi, hanya dapat dirajut kembali, jika Pengurus bisa mereka percaya. Sejauh ini, dari hasil penelusuran yang kami lakukan, kami belum menemukan penelitian, membangun GCG berlandaskan prinsip dan nilai koperas, yang mengarah pada membangun kepercayaan masyarakat (social trust) terhadap Pengurus.Penelusuran kami ini didukung hasil meta riset Ida dan Lugina (2010), yang menyimpulkan, bahwa “....tidak satupun rekomendasi yang mengarah pada peningkatan social trust di kalangan anggota, antar lembaga, bahkan masyarakat sekitar. Untuk konteks koperasi, social trust sangat diperlukan, mengingat koperasi adalah lembaga ekonomi berwatak sosial. Kami juga belum menemukan
penelitian yang berfokus pada akar permasalahan, yaitu menemukan faktor penyebab tidak terbangunnya GCG, dengan tetap berlandaskan prinsip dan nilai koperasi. Oleh karena itu, pendekatan yang kami tempuh adalah mengidentifikasi indikator penting pembentuk GCG, dengan menggunakan lima variabel, dan mempelajari bagaimana persepsi Pengurus, terhadap pentingnya memahami dan melaksanakan indikator GCG, dengan menggunakan model pengukuran Second-Order Second Order Confirmatory (CFA). Loading factor standardized () hasil CFA, akan diinterpretasi dengan menggunakan kuadran Importance Performance Analysis (IPA), dihubungkan dengan hasil hitung rata rata indikator.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian kami ini adalah untuk: 1). Mengidentifikasi indikator GCG yang tidak berfungsi, atau bahkan tidak dipahami esensinya oleh Pengurus koperasi. 2) Hasil identifikasi akan digunakan sebagai masukan untuk mempersiapkan rancangan awal model membangun GCG. Model kami rencanakan akan dilaksanakan dan disempurnakan pada tahun ke-2 penelitian ini, sekaligus uji rancangan dan evaluasi model.
Manfaat Penelitian Jika tujuan penelitian pada tahun-1 dapat dicapai, kami yakin hasilnya bermanfaat untuk: (1) Masukan dalam merumuskan pendekatan yang tepat dan komprehensif, untuk membangun karakter Pengurus, berbasis prinsip dan nilai koperasi. (2) Menjadi bagian penting dalam meningkatkankepercayaan sosial (social trust) antar pihak yang berkepentingan terhadap koperasi khususnya masyarakat. (3) Menjadi salah satu masukan penting dalam mendukung revitalisasi koperasi di kota Medan.
Good Cooperative Governance (GCG) Menurut Prijambodo (2012), Good Coorperative Governance, merupakan langka re-design organisasi, menuju organisasi yang sehat, transparan, akuntabel, mandiri, responsibel dan wajardengan tetap mengacu pada nilai dan prinsip-prinsip koperasi. Prakash (2000), menambahkan dua variabel lain ke
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
335
Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar
dalam principal of good governance yaitu: role model dan ethical behavior.
Prinsip Prinsip dan Nilai Nilai Koperasi Pada negara yang koperasinya sudah maju khususnya negara negara Eropa, prinsip dan nilai koperasi sudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat umum, seperti yang dikatakan oleh Thomas WM, (1995) “About the character of Rochdale Pioneers, nothing need now be said, for it is self-evident, plain for all to see”. Fakta ini sangat jauh berbeda dengan apa yang ada dan terjadi di Indonesia, khususnya kota Medan. Pemahaman Pengurus atas prinsip dan nilai koperasi masih sangat terbatas, apalagi pemahaman oleh masyarakat awam. Oleh karena itu, sebagai pembelajaran, pada bagian berikut kami sajikan apa saja prinsip dan nilai koperasi yang di adaptasi di Negara kita. Menurut UU No.17 Tahun 2012, ada tujuh Prinsip koperasi yaitu: 1) Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. 2) Pengawasan oleh anggota diselenggarakan secara demokratis, 3) Anggota berpartisipasi aktif dalam kegiatan koperasi, 4) Koperasi adalah badan usaha swadaya, otonom, dan independen, 5) Koperasi menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi semua orang yang terlibat dalam koperasi, baik internal maupun eksternal, 6) Koperasi melayani anggota secara prima dan memperkuat gerakan koperasi 7) Koperasi melaksanakan tanggung jawab sosial, melalui kebijakan yang disepakati anggota. Sedangkan nilai yang diyakini koperasi ada 4: yaitu:1) Kejujuran, 2) Keterbukaan, 3) Bertanggung jawab, dan 4) Kepedulian terhadap orang lain. Menurut artikulasi ILO, (dalam Salome,et all,2001), prinsip dan nilai koperasi, “ ......include but not limited to self-help, self-responsibility, democracy, equality, equity and solidarity. Dari paparan tentang prinsip dan nilai nilai koperasi yang disebut di atas, tampaknya setiap butir prinsip dan nilai nilai koperasi cukup jelas, dan mudah dipahami, serta tidak memerlukan interpretasi khusus. Ironisnya, dalam kasus koperasi kota Medan, dapat dikatakan, hampir semua prinsip dan nilai ini, ada dilanggar oleh banyak badan hukum yang bernama koperasi itu sendiri, dengan derajat pelanggaran dan intensitas yang berbeda.
336
Good Cooperative Governance Berazaskan Prinsip dan Nilai Nilai Koperasi Mengacu pada definisi GCG, serta prinsip dan nilai nilai koperasi, maka kami menggunakan lima prinsip GCG yang menjadi dimensi penelusuran kami, untuk menentukan indikator penting yang seharusnya dikenalkan dan diberi pemahaman kepada Pengurus akan pentingnya variable ini dalam membangun GCG, demi pencapaian tujuan dan kemajuan koperasi. Lima dimensi yang digunakan adalah: 1) Demokrasi, 2) Kemandian, 3) Kualitas SDM, 4) Transparansi, dan 5) Akuntabilitas, dengan uraian sebagai berikut: Demokrasi. Dalam konteks koperasi, Demokrasi adalah setiap Anggota Koperasi memiliki satu suara dan berhak ikut dalam pengambilan keputusan yang berlangsung dalam Rapat Anggota, terlepas dari besar kecilnya modal yang diberikan (UU no.17, 2012, huruf d). International Cooperative Alliance (1966) merumuskan: Co-operative societies are democratic organizations. Kemandirian. UU No.17, 2012, (huruf g) menyebut; Yang dimaksud dengan kemandirian adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Prakash, ..” Co-operative (shall) strive to become self reliant, accumulate capital, and developed other resoucess in order to remain free from external controls and direction; termasuk self-help,and self- responsibility (Salome, et al., 2001). Kualitas SDM. Kualitas SDM, kami hubungkan dengan masalah kompetensi Pengurus dalam mengelola koperasi. Kompetensi, dapat diperoleh melalui pendidikan, dan pengalaman, dan pelatihan. Kompetensi, menurut Jared, et al., meliputi ”...factors in the “Planning and Development” and “Financing and Costs” categories are considered to be critically important by NGC managers. Cooperatives shall efficiently managed by experienced, trained and professionally-qualified staff under the supervision and control of democratically-elected boardsof directors”. Transparansi. Transparansi dimaksudkan sebagai kepemimpinan yang terbuka dan tidak menyembunyikan informasi penting, dari pihak yang berkepentingan.
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 2 | JUNI 2016
Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat
Kata kunci yang bisa menjelaskan transparansi adalah pengungkapan (disclosure). Sementara karakter kunci untuk mampu bertindak transparan adalah kejujuran. Dalam koperasi, derajat transparansi, seharusnya bisa di deteksi, jika prinsip pengawasan secara demokratis oleh anggota, berfungsi sebagian mana mestinya. Akuntabilitas. Akuntabilitas, adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, mengungkapkan segala aktivitas, dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanahyang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009). Mengingat koperasi adalah badan usaha swadaya, maka akuntabilitas terutama dikaitkan dengan pertanggung jawaban keberhasilan ataupun kegagalan pengelolaan sumberdaya ekonomi koperasi oleh Pengurus secara periodik; yang secara teknis, disajikan dalam laporan keuangan.
METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah koperasi di kota Medan, dengan unit analisis Pengurus atau mantan Pengurus koperasi. Sampel ditentukan melalui dua tahap. Tahap pertama dari total koperasi aktif dan tidak aktif, yang jumlahnya 423, kami mengeluarkan semua koperasi fungsional (yang berjumlah 308 koperasi), sehingga yang tersisa, ada 115 koperasi. Alasan pengeluaran koperasi fungsional, adalah karena pada survey pendahuluan, koperasi fungsional umumnya memiliki dinamika dan persoalan yang hampir homogen antara sesamanya, tapi sangat berbeda dari koperasi non fungsional. Tahap kedua, dari jumlah net 115 koperasi, dengan tingkat akurasi 5% dan proporsi populasi 0,5 (Ishac & Mitchell (1989:162, dalam Noor, 2011)diperoleh jumlah sampel 50 koperasi, dengan unit analisis pengurus aktif koperasi, maupun mantan pengurus. Sampel ditarik secara random sederhana, dengan alasan, pada survey sampling, kami menemukan fakta, tidak semua koperasi target sampel, masih benar benar eksis, atau berada di alamat yang tertera dalam daftar koperasi.
Tehnik Pengumpulan Data Data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung kepada responden koperasi terpilih dilapangan, dengan berpedoman pada instrumen penelitian menggunakan kuesioner. Data sekunder terutama diperoleh dari pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD).
Model Teoritis Model dibangun berdasarkan hasil kajian teoritis maupun kajian empiris disajikan pada gambar 1 berikut. Indikator
Demokrasi
Ke mandirian
GCG Q SDM
Tra ns paransi
Akunta bilitas
x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 x8 x9 x10 x11 x12 x13 x14 x15 x16 x17 x18 x19
: : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Persamaa n Kekelua rga an Ra sa memiliki Berkea dilan Pengawa san Bertanggung jawab Menolong diri sendiri Tanggung jawab sosial Komitmen Pendidikan Kompetensi integritas penegakan hukum Kejujuran Aksesa bilita s ke Aksesa bilita s regulasi Transpa ra nsi keuangan kop Transpa ra nsi bantua n Dokumen dan Pembukuan
Gambar -1
Metode Analisis: Second Order Confirmatory Factor Analysis (CFA) Metode analisis yang digunakan adalah model pengukuran Second-Order CFA, dengan bantuan program Lisrel versi 8.70 dengan menggunakan estimasi Maximum Likelihood (ML). Metode estimasi dengan ML pada model-model persamaan struktural dapat menggunakan sampel kecil sebesar 50, untuk memberikan hasil yang valid (Hair, et al., 2006, dalam Dachlan, 2014). Digunakannya Second-Order CFA Model, karena pada model teoritis yang dikembangkan dalam penelitian ini, memerlukan pengukuran variabel laten yang tidak saja didasarkan pada indikatorindikatornya tetapi juga melibatkan dimensi yang dikandung oleh variabel laten yang diukur.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
337
Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar
Importance Performance Analysis (IPA)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Loading factor standardized () hasil 2nd order CFA,diinterpretasi dengan menggunakan kuadran IPA, model Mulin dan Betsy, 1987 (dalam Bafadal 2012), untuk mengetahui hubungan loading factor ()
Hasil Analisis Second order Confirmatory Factor, dan Rata-Rata Indikator
dengan nilai rata-rata ( ) masing masing indikator.. IPA, dilakukan dengan memetakan tingkat hubungan loading factor tiap indikator, dengan rata-ratanya. Pemetaan, bertujuan untuk mengetahui: 1) seberapa baik responden memahami dan memaknai arti penting melaksanakan indikator GCG dalam mengelola koperasi, yang ditunjukkan oleh nilai loading factor. 2) Menggambarkan seberapa baik indikator telah dilaksanakan dalam pengelolaan koperasi, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata ( ) indikator.. Pada penelitian ini, kami menggunakan batas loading faktor () tinggi 0,50, yang dianggap memiliki validasi cukup kuat untuk menjelaskan konstruk laten (Hair, et al., 2010; Ghozali, 2008, dalam Bafadal, 2012). Sedangkan nilai rata- rata yang kami anggap cukup memadai untuk menjelaskan berfungsinya variabel laten adalah 3,5. Alasan menggunakan 3,5adalah, karena dari skala 1–5, score 3 berada dalam kategori ragu-ragu, sehingga skor 3, kami anggap tidak mampu menjelaskan dengan baik indikator maupun variabel.
Uji Kesesuaian Model dan Uji Reliabilitas Penggunaan 2nd order CFA Hasil pengujian overall model fit menunjukkan nilai p-hitung >0,05 dan nilai RMSEA <0,08 serta nilai CFI >0,90. Dengan demikian model pengukuran GCG yang diusulkan fit dengan data. Evaluasi reliabilitas konstruk menghasilkan nilai reliabilitas composit (CR) > 0,7 mengindikasikan bahwa secara komposit, indikator-indikator dalam model pengukuran memiliki konsistensiinternal yang memadai dalam mengukur variabel laten yang diukur. Koefisien R2 tidak kurang dari 0,7 atau dengan tingkat kesalahan pengukuran < 51%, digunakan sebagai ukuran dominan nya suatu indikator dalam membentuk variabel latennya.
338
Menggunakan bantuan LISREL versi 8.70, diperoleh Besaran nilaiLoading faktor () hasil olah CFA, dan hasil perhitungan nilai rata-rata indikator, disajikan pada tabel 1. Selanjutnya, hasil estimasi parameter model pengukuran 2nd order _CFA variabel GCG, disajikan pada tabel 2. Pemetaan nilai loading faktor () CFA, dan nilai rata-rata indikator, disajikan pada Gambar 2. Pada gambar 2 dapat dilihat, dari 20 (dua puluh) total indikator pembentuk dimensi GCG, 4 indikator berada di kuadran I (good work), 6 indikator dikuadran III (low priority), dan di kuadran IV ada 10 indikator (concentrate here).
Pembahasan Indikator Pembentuk Dimensi Dari hasil analisis yang tersaji di kuadran IPA,tiap indikator akan dibahas satu persatu, untuk menjelaskan variabel laten penelitian, dalam usaha memantapkan pengembangan GCG. Demokrasi. Dari lima indikator yang kami gunakan untuk mengukur berjalannya nilai demokrasi dalam pengelolaan koperasi, semua memiliki loading faktor tinggi ( 0.5); yang berarti, Pengurus sudah memahami arti penting indikator ini dalam mengelola koperasi. Namun hanya dua indikator yang sudah dilaksanakan dengan baik, yaitu Persamaan, dan Kekeluargaan, dengan rata-rata (> 3,5). Sedangkan tiga lainnya, yaitu: Rasa memiliki, Berkeadilan dan Pengawasan, belum berjalan dengan baik, (<3,5). Artinya, untuk membangun nilai Demokrasi, dalam tubuh koperasi, tiga indikator terakhir ini memerlukan perhatian dan penanganan khusus secara komprehensif, sehingga dapat diketahui, apa penyebab tidak berjalan, apa pendekatan terbaik untuk menjalankannya, dan bagaimana teknis pelaksanaannya. Kemandirian. Kemandirian, diukur dengan empat indikator. Dua dari indikator dimensi ini, yaitu menolong diri sendiri (self support) dan Tanggung jawab sosial memiliki loading factor yang sangat
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 2 | JUNI 2016
Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat
Tabel 1. Tabulasi Loading Faktor dan Rata-Rata Indikator Dimensi GCG No X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 x1 1 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18
X19 X20
Indikator Demokrasi Persamaan / Equality Kekeluargaan Rasa memiliki Berkeadilan Pengawasan Anggota /Member control Kemandirian Bertanggung jawab atas dirinya sendiri) Mampu menolong diri sendiri) Tanggung jawab sosial Komitmen Kualitas SDM Pendidikan koperasi Kompetensi Integritas Penegakan hukum Transparansi Kejujuran Aksesabilitas info keuangan Aksesabilitas regulasi dan kebijakan Pem Akuntabilitas Transparansi keuangan koperasi (TR_kk Transparansi bantuan Pemerintah (TR_bP Dokumen / Pembukuan Penegakan hukum
Lf ( λ )
Rerata (
0,5 0,7 0,7 0.6 0,8
3,8 3,7 3,2 3,4 2,9
0,7 0,3 0,3 0,6
3,5 3,2 2,7 3,1
0,7 0,7 0,4 0,08
2,9 3,2 3,0 3,0
0,6 0,9 0,6
3,54 3,3 3,0
0,9 0,23 0,7 0,25
3,46 2,63 3,5 2,9
)
Sumber: LISREL Estimates, dan hasil hitung rata rata indikator
Tabel 2. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter, 2nd-CFA Variabel GCG No Dimensi λ t 1 Demokrasi 0,88 3,55 2 Kemandirian 0,84 4,87 3 Kualitas SDM 0,69 4,01 4 Akuntabilitas 1,00 1,73 5 Transparansi 1,00 8,34 CR 0,949 Sumber: LISREL Estimates
H Performa nce I mp ortance Ana ly si s, Good Coope rati ve Gov ernanc e (GCG) 5
E
(poss ibly overkil l)
4
P ert aha nka n kiner ja y ang
sudah baik
( Kee p up the g oo d W ork) 1 2
R F
Ku a dra n II K uadran I Kuadran
3
20 12
II I
IV
19
4
6
16 13
9
12
17 3,11 '10
15 5
8
R M
14
3,5 7
O
18
2
A N C
rendah, (0.3), dengan rata-rata rendah pula (<3,2). Artinya kedua indikator dianggap sebagai indikator tidak penting (low priority) oleh Pengurus, dan oleh karena itu, rendah pula aplikasinya dalam mengelola koperasi. Dari hasil wawancara, dan fakta lapangan, kami mendapati bahwa penyebab utama rendahnya kesadaran akan nilai menolong diri sendiri, lebih disebabkan oleh: 1) Banyaknya Koperasi Simpan Pinjam (KSP), yang berpraktek sebagai “rentenir” berkedok koperasi,
Yang s u dah ba ik, ja ngan di paksa untuk ditingkat kan, ka re na tid ak baik
P
1
E
Masih dia nggap tida k pen ting (Low priority) oleh para pengurus . P erlu dipelajari dan dijelaskan , m engapa indikato r ini " enggan" unt uk dila ksanakan.
Me me rlukan pe rha ti an khus us, (co ncen trate h e re) , kare n a me s kipun pih ak internal s ud ah me nyad ari p en tin gnya i ndikator i ni d alam me ng el ola kop eras i, n amun ternyata be lum d il aksan akan den gan b aik.
L 0,2
0,3
0,4 0,5 0,6 I M P O R T A N CE Ga mba r - 2 S umber : ( ? ) CF A da n x indik a tor
0,7
0 ,8
0,9
1,0
sehingga anggota tidak merasa berkewajiban untuk memupuk modal koperasinya;(2) Rendahnya motivasi pengurus untuk memajukan gerakan koperasi, (3) Masih terkooptasinya Pengurus (termasuk anggota) terhadap program “manja” Pemerintah. Oleh karena
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
339
Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar
itu, dalam membangun Kemandirian dalam tubuh koperasi, ketiga faktor penyebab ini harus menjadi perhatian dan fokus pembelajaran, serta bagaimana menanamkan nilai self support, serta menumbuhkan motivasi untuk melaksanakannya. Pada sisi lain, rendahnya kepedulian sosial, terutama disebabkan pemahaman yang masih sempit, akan konsep“. dari-anggota, oleh anggota, dan untuk anggota”. Konsep ini dipahami, bahwa semua kemanfaatan ekonomi dari kegiatan koperasi, adalah hak anggota; tidak ada hubungan dengan kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Konsep dari–oleh- dan untuk, memang mampu memicu nilai kekeluargaan sesama anggota, tetapi karena kurang nya pendidikan akan nilai yang diyakini koperasi, maka belum berhasil menumbuhkan kepedulian sosial. Dua indikator lainnya, adalah tanggung jawab atas diri sendiri, dan Komitmen, keduanya memiliki loading factor tinggi ( 0,6). Artinya, kesadaran bahwa koperasi harus bertanggung jawab atas diri sendiri, dan kesadaran perlunya komitmen untuk mau dan mampu mandiri, cukup baik.Namun, motivasi untuk melaksanakan keduanya, masih rendah (<3,5). Mengingat kedua indikator ini sudah dikenal baik oleh Pengurus, maka keduanya memerlukan perumusan dan penanganan lebih intens, agar jiwa kemandirian tumbuh dan dilaksanakan dengan baik. Kualitas SDM. Kualitas SDM diukur dengan empat indikator; dua berkaitan dengan Pendidikan dan Kompetensi, sementara dua lainnya berkaitan dengan karakter SDM, yaitu Komitmen dan Integritas.Hasil analisa CFA menunjukkan loading factor Komitmen dan Integritas sangat rendah ( 0,08). Dengan loading faktor yang demikian rendah, diartikan,bahwa Pengurus belum memahami makna penting kedua indikator ini, sehingga dianggap tidak penting (low priority) untuk dijalankan. Pada posisi indikator seperti ini, perlu dicari tahu dan dijelaskan mengapa indikator ini “enggan”dilakukan. Namun fakta laoding factor yang sangat rendah ini, menimbulkan pertanyaan bagi tim kami: mungkinkah Pengurus tidak memahami makna komitmen dan integritas? Kami lebih mendukung pendapat Livingstone, C, yang mengatakan, “Integrity, it’s a missing ingredient of our time. It’s one of these words that gets slung around in personal and leadership development circles, especially if you get into a discussion about 340
values”. Menyadari bahwa keberhasilan suatu organisasi (apapun, sifat dan bentuknya) terletak ditangan Pemimpin, maka membangun Integritas Pengurus sangatlah penting; pada saat yang sama, dan tidak kalah penting, juga membangun integritas yang dipimpin. Integritas, harus dibangun bersamaan dengan Komitmen dan Motivasi. Karena Integritas tanpa Komitmen, tidak berarti apa apa, dan Integritas tanpa motivasi (yang benar) bisa berbahaya, dan atau membahayakan. Selanjutnya, indikator Pendidikan koperasi dan Kompetensi, memang sudah dianggap penting, ( 0,7), masalahnya SDM yang kompeten, tidak tersedia pada kebanyakan koperasi, yang direfleksikan oleh rendahnya rata-rata indikator (<3,21). Belum tersedianya SDM yang kompeten, merupakan salah satu penyebab dominan tidak bertumbuhnya koperasi, termasuk kegagalan melaksanakan RAT, karena tidak mampu menyusun laporan keuangan. Mengenai Pendidikan, kami mendapati Koperasi yang paling “baik” dan rajin melaksanakan pendidikan koperasi bagi pihak terkait dalam koperasinya, adalah Credit Union (CU), kemudian diikuti oleh BMT. Beberapa alasan, mengapa kegiatan pendidikan koperasi, belum berjalan baik, khususnya diluar CU dan BMT, antara lain adalah: 1) Para pihak terkait, (terutama anggota) kurang bersedia meluangkan waktunya, karena kesibukan masing masing. Akibatnya, pemahaman yang dangkal atas prinsip dan nilai nilai koperasi, tidak melahirkan jiwa jiwa wirausaha koperasi. 3) Khusus pelatihan dari Dinas, Pengurus kurang merasakan manfaat pelatihan karena pelaksanaanya relatif singkat, ditambah tidak tersedianya pendampingan dalam mengaplikasikanmateri di lapangan. Transparansi. Kata kunci yang bisa menjelaskan transparansi adalah pengungkapan (disclosure). Sementara karakter kunci untuk mampu bertindak transparan adalah kejujuran. Ada tiga Indikator yang digunakan dalam mengukur pemahaman transparansi dan pelaksanannya dilapangan yaitu: Kejujuran, Aksesabilitas informasi keuangan, dan Aksesabilitas regulasi dan kebijakan. Ketiga indikator ini memiliki loading factor (> 0,5). Indikator Kejujuran memiliki rata-rata tinggi (3,54) artinya sudah berjalan baik, sementara dua lainnya belum dilaksanakan dengan baik (<3,3).
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 2 | JUNI 2016
Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat
Namun, Indikator kejujuran, menarik untuk ditelisik lebih lanjut, karena menimbulkan pertanyaan, kalau kesadaran akan pentingnya kejujuran sudah baik, ( 0,6) dan diterapkannya sudah di atas ratarata (>3,5), bagaimana mungkin, kejujuran yang diatas rata rata menghasilkan aksesabilitas keuangan dan regulasi yang rendah, dengan 3.3 dan 3.0? Bukankah karakter kunci transparansi adalah kejujuran? Dari penelusuran kami ketika mengukur kepuasan anggota atas kejujuran Pengurus dalam mengelola koperasi, diperoleh nilai hanya 2,89, jauh berbeda dari rata-rata hasil jawaban yang kami dapatkan langsung dari Pengurus = 3.54. Hal inipun merupakan isu integritas; tidak sesuai ucapan (pengakuan) dengan tindakan. Akuntabilitas. Akuntabilitas, terutama berkaitan dengan pertanggung jawaban atas keberhasilan ataupun kegagalan pengelolaan sumberdaya ekonomi koperasi oleh Pengurus. Dua dari empat indikator akuntabilitas, yaitu Transparansi keuangan koperasi dan Administrasi Pembukuan, memiliki loading factor tinggi ( 07) dengan rata-rata indikator masing masing 3,46 dan 3,5; artinya sudah dilaksanakan dengan baik. Faktor yang mendongkrak nilai rata-rata administrasi Pembukuan (>3,5), adalah: a) kelengkapan dokumen, b) filing dokumen (meski belum rapi), dan c) seluruh transaksi tercatat dalam buku harian. Hanya saja umumnya koperasi belum memiliki catatan akuntansi yang lengkap, terutama buku besar, serta tehnik dan sistim pencatatan yang terpola, sehingga transaksi tidak terikhtisar dengan baik dalam tiap akun. Kekurangan yang disebut belakangan inilah faktor utama penyebab koperasi kesulitan dalam menyusun laporan keuangan, dan pada gilirannya tidak melakukan RAT. Padahal, RAT salah satu ukuran akuntabilitas yang penting, terlebih bagi anggota.Itulah sebabnya ketika kami mengukur kepuasan anggota atas akuntabilitas pengurus, kami hanya mendapatkan rata rata <3,2; keduanya dibawah hasil wawancara dengan Pengurus. Selanjutnya, dua indikator lain, adalah Transparansi bantuan dan Penegakan hukum. Kesadaran Pengurus akan pentingnya indikator ini sangat lemah, dengan loading faktor ( 0,25), dan penerapannya juga rendah dengan nilai < 3.0. Artinya, kedua indikator ini, belum dianggap penting (low priority) oleh Pengurus. Namun, dari hasil wawancara, kami
menyimpulkan, letak persoalannya, bukan terutama karena kurangnya pemahaman, melainkan masalah komitmen dan integritas.Pada posisi indikator seperti ini, perlu dicari tau dan dijelaskan mengapa indikator ini “enggan” dilakukan.
Variabel Pembentuk GCG Dari lima vaeriabel pembentuk GCG, hasil analisis 2 order CFA menunjukkan loading factor Standardized () masing variable adalah,demokrasi ( =0,88), kemandirian ( = 0,84), kualitas sdm (=0,69), transparansi (=1,0), dan akuntabilitas (=1,0). Kesimpulan dari analisis data adalah model pengukuran GCG memenuhi kriteria measurement model dengan nilai composit reliability lebih besar dari 0,7. Artinya variabel GCG valid dan reliabel dapat dijelaskan oleh kelima dimensi. Sedangkan kelima dimensi ini sendiri valid dan reliabel dapat dijelaskan masing-masing oleh indikator x1 sampai x20. nd
KESIMPULAN Dari hasil pembahasan atas 20 indikator yang digunakan untuk mengukur dan menjelaskan lima dimensi GCG, dan hasil analisis 2nd order pembentuk GCG, dan masukan FGD, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Kata kunci membangun indikator Good Cooperative Governance dan lima variabel pembentuk GCG adalah: Pendidikan dan Pembangunan karakter SDM Pengurus, termasuk semua stakeholder baik Anggota maupun SDM Dinas koperasi. Untuk membangun Jiwa Demokrasi, masih ada tiga indikator yang memerlukan penanganan khusus, (Concentrate here) yaitu: 1) Rasa memiliki, 2) Berkeadilan, dan 3) Pengawasan oleh anggota. Dua lainnya dapat dikatakan sudah baik (good work). Untuk membangun nilai dan jiwa Kemandirian, dalam tubuh koperasi perlu perhatian dan pembelajaran yang sangat intens atas dua indikator, yang berada pada kuadran low priority (“dianggap” tidak penting) oleh Pengurus, yaitu: 1) Menolong diri Sendiri, 2) Tanggung jawab sosial ( = 0.3 dan <3,21). Membangun kemauan Menolong diri sendiri, agaknya lebih kompleks, karena ada peran Pemerintah di dalamnya. Sementara rendahnya tanggung jawab sosial perlu pendidikan perkoperasian, dan menanamkan rasa kepedulian.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
341
Karlonta Nainggolan, Tohap Parulian, Ali Usman Siregar
Untuk membangun SDM yang berkualitas, isu yang paling krusial dan kompleks penanganannya adalah berkaitan dengan karakter SDM itu sendiri, yaitu 1) Komitmendan 2) Integritas; keduanya berada pada kategori Low priority (= 0,08 dan < 3,1). Dua indikator lain, Pendidikan dan Kompetensi, bisa di dapat dari jalur formal, pelatihan dan pengalaman. Untuk membangun kepemimpinan yang Transparan,indikator yang harus menjadi fokus kejujuran yang memiliki integritas yang tinggi. Sedangkan membangun kemampuan teknis membuat pengungkapan (disclosure), dapat diperoleh melalui pendidikan. Untuk membangun dan mendapatkan pemimpin yang bertanggung jawab dan akuntabel, ada dua indikator yang sulit ditangani, yaitu masalah transparansi bantuan Pemerintah dan Penegakan hukum. Kedua indikator ini, juga berada pada kuadran low priority
( 0,25 dan <3.0). Sementara masalah pembukuan dan pertanggung jawaban keuangan, lebih bersifat teknis, sehingga lebih mudah direalisasikan. Kelima dimensi pembentuk GCG dipastikan (confirm) merupakan dimensi penting dalam membangun GCG, dengan tingkat signifikansi nilai t > 1,96 dan nilai loading faktor () seluruh variabel 0,5. Bagaimana cara membangun indikator yang berada pada kategori “Low priority”? Bagaimana pula yang berada pada kuadran “concentrate here?. Inilah yang akan kami coba pelajari secara komprehensif dan aplikasikan pada tahun ke-2 penelitian ini, dalam model yang sudah kami siapkan rancanganawalnya, seperti tampak pada gambar 3. Kemungkinan model awal ini akan mendapat penyesuaian ketika diuji coba di lapangan.
R an c an gan aw al M o d e l m e m b a n g u n G C G Penguru s K o p er a s i
A n gg o ta
1 . D e m o k ra s i
2 . K e m a n d i ri a n
P rs K kl Rsm B rk PeA
B ts M o & KI
M d s T js Ko m
Legend : KI ; Komitmen Individu KO: Komitmen Organisasi Mo: Motivasi.
3. Q SDM Pnd
4 .T r a n s p a r a n s i
Ig KI Mo
Km p PeH
Kju A ik A rg
Singkatan
yang
adalah legend 20 indikator dimensi GCG yang tertera dalam Tabel -1.
Ig 5 . A k u n t a b i li t a s
Tr- kk Pbk
T r_ b P PeH
Ig K O M o
K ara kte r
GCG G a m b a r-3
342
lainya, seluruhnya
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 2 | JUNI 2016
Indikator Membangun Good Cooperative Governance, untuk Menumbuhkan Kepercayaan Masyarakat
DAFTAR RUJUKAN Arif, K.B. Blog, Interpretasi Hubungan Nilai Loading Faktor ModelPengukuran dan Nilai Rata-rata. May 26, 2012, [Online] From https://arifkamarbafadal. wordpress.com (4 july 2015). Dachlan, U. Panduan Lengkap Structural Equation Modeling, (2014), Bab 4, Konsepsi Dasar SEM, Lentera Ilmu, Semarang, hal. 90–141. Elena, G.., Guozhong, L., and Nicola, M.S. 2011. Factors for Successful Development of Farmer cooperatives in Northwest China, International Food and Agribusiness Management Review, Volume 14, Issue 4, p. 69-84, [Online] from www.ifama.org/files/2011. (Oktober 2011). Ida, R.N., dan Lugina, S. 2010. Pemberdayaan UMKM: Catatan ReflektifHasil Meta Riset, Jurnal Sosiologi MASYARAKAT Vol.15,No.1 January, hal. 39–58. [Online] from: portalgaruda.org/article.php? (Januari 2012). Jauhari, H. 2006. Mewujudkan 70.000 Koperasi berkualitas, Infokop, No.28-XXII. Hal1-9, [Online] from: www.smecda.com/deputi/file.(November 2012) Jared, G.C., Clement, E., Ward, Rodney, B.H. 2006. Success Factors for New Generation Cooperatives,Food and Agribusiness Management Review,Vol 9, issue 1, 2006, p. 62-75, [Online] From:http://umanitoba.ca/ (September 2011). Kemas, D. 2015. Membenahi Manajemen Koperasi, Media Komunikasi dan Edukasi LPDB, Edisi No.65, Januari, 2015, hal . 5. Kusnandi. 2008. Model Model Persamaan Struktural, Satu dan Multigroup sampel dengan LISREL.Bab 4 Analis Faktor Konfirmatory (Confirmatory Factor Analysis, CFA), Alfabeta,Bandung, hal. 93–143. Livingstone, C. 2011. What Integrity Really Means (It’s Not What You Think),[ Online] from: christine living stone.com.(14 Agustus 2015). Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Bab 1, Karakteristik dan Lingkungan sector Publik, hal 1–27. Yogyakarta: Andi.
Mulawarman, A.D. 2008. Mengembangkan Kompetensi Inti dan Konsep Bisnis Koperasi: Digali dari realitas masyarakat Indonesia, Jurnal Ekonomi rakyat, hal 1–23, [Online] From: www.academia.edu/.. ( 25 Agustus 2015). Noer, S. 2003. Koperasi Indonesia: Potret dan Tantangan Jurnal Ekonomi Rakyat tahun II No.5, Agustus 2003, jer,mubyarto.org/edisi_17. Noor, J. 2011. Metodologi Penelitian, Bab 11Populasi dan Sampel hal147–157. Jakarta: Kencana. Prakash, D. 2000. Development of Agricultural Cooperatives-Relevance of Japanese Experiences to Developing Countries, International Cooperative Alliance ROAP, New Delhi,April,18,2000 p.1-16,[Online] From: www,uwcc.wisc.du/info/intl/daman. (Agustus 2011). Prijambodo. 2012. Good Corporate Governance, ( tidak ada no. hal) [Online] From: www.depkop.go.id. (5 April 2013). Salome, O.I., Rasaki, S.D., and Jayeola, O. 2012. Chapter 3. Making Cooperatives Effective for Poverty Alleviation and Economic Development in Nigeria, in Onafowokan O. Oluyombo, Cooperative Finance in Developing Economies, 2012 International Year of Cooperative, SomaPrints Limited, Onipau Lagos, Nigeria, p.23–39, [Online] From: https://www.hf.uni. koeln.de/. (Agustus 2011). Sukidjo. 2008. Membangun Citra Koperasi Indonesia, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember, hal 193-203 [Online] From: journal. uny.ac.id/index. ( Des 2012). Sularso. 2006. Membangun Koperasi Bekualitas, Pendekatan Substansial, Infokop,Nomor 28-XXII hal 1018. [Online] From: www.smecda.com/file.(April, 2012). Thomas, W.M. 1995. Foundations of Co-operation Rochdale Principles and Methods, International Cooperative Information Center/ UWCC, London, June 1995.[Online] From: www.uwcc.wisc.edu/icic, (10 Agustus 2015). Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, BAB III pasal 5 dan pasal 6.[Online] From:www.hukumonline.com( January 2012).
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
343