BAB III TATA KELOLA KOPERASI (COOPERATIVE GOVERNANCE) A.
Sistem Tata Kelola Koperasi Tata
kebijakan,
Kelola aturan
pengarahan,
adalah dan
pengelolaan,
rangkaian institusi serta
proses,
yang
kebiasaan,
mempengaruhi
pengontrolan
suatu
perusahaan atau korporasi. Tata kelola dalam bahasa Inggris adalah
governance.
Kata
governance
sering
digunakan/
dipasangkan dengan istilah corporate governance. Tata kelola perusahaan adalah suatu hal yang memiliki banyak aspek. Corporate governance sering kali dipergunakan sebagai terma sebagaimana aslinya dalam bahasa Inggris, tanpa menterjemahkannya dalam kosa kata Indonesia. Berbagai alasannya belum diketemukan padanan kata yang tepat1. Tri Budiyono
dalam
bukunya
“Hukum
Perusahaan”
mengungkapkan Tata kelola merupakan terma yang tepat untuk mengindonesiakan governance. Dalam terma tata kelola terkandung makna pengendalian (control) dan mengatur (regulate) sehingga mampu menjelaskan proses yang terjadi di dalamnya.2 Dalam Wikipedia Encyclopedia, tatakelola perseroan diartikan “ Corporate governance is the set of processes, 1
Mas Achmad daniri dalam bukunya “Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia” (PT Ray Indonesia, Jakarta 2006 2 Tri Budiyono, Hukum Perusahaan”2011, Salatiga: Griya Media, hal.128
customs, politicies, laws, and institutions affecting the way a corporation (or company) is directed, administered or controlled. Corporategovernance also includes the relation ships among the many stakeholders involved and the goals for which the corporation is governed.3 Pelaksanaan Prinsip Tata Kelola yang baik (Good Corporate
Governance)
(Tranparency),
yaitu
Akuntabilitas,
Prinsip
Transparansi
Prinsip
Responbilitas
(Responsibility), Prinsip Interpendensi (Interpebdency), Prinsip Kewajaran dan Kesetaraan (fairness).4 Transparancy keterbukaan
(keterawangan)
informasi
baik
dalam
diartikan proses
sebagai
pengambilan
keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material yang relevan pengenai koperasi. Accountability (akuntabilitas) adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggung jawaban
organ
koperasi
sehingga
pengelolaan
Koperasi
terlaksana secara efektif. Responsibility (pertanggungjawaban) adalah kesesuaian (kepatuhan) dalam pengelolaan terhadap prinsip koporasi yang sehat serta
peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Interpendency (kemandirian) adalah suatu keadaan di mana yang dikelola profesional tanpa benturan
kepentingan
(conflict
of
interest)
dan
pengaruh/tekanan dari fihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Fairness (kesetaraan dan 3
http://en.wikipedia.org/wiki/Corporate_governance Mas Ahmad Danidiri, Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, PT Ray Indonesia, 2006, hal.8 4
kewajaran)merupakan perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi
hak-hak
stakeholder
yang
timbul
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.5 Tata Kelola Perseroan (Corporate Governance) berkaitan dengan pengambilan keputusan efektif yang bersumber pada etika bisnis, budaya Perseroan/Koperasi. Etika, nilai sistem, proses
bisnis,
kebijakan
dan
struktur
organisasi
yang
bertujuan untuk mendorong dan mendukung: perkembangan Perseroan; pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien serta efektif pertanggungjawaban Perseroan terhadap pemegang saham dan stakeholders lainnya.6 Di dalam Koperasi pihak-pihak utama dalam tata kelola Koperasi adalah Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas Koperasi. Pemangku kepentingan lainnya adalah pihak-pihak yang
berhubungan
dengan
koperasi
yaitu:
regulator,
lingkungan serta masyarakat luas. B. Pemegang Tata Kelola Koperasi (Organ Koperasi Pada sub bab ini hendak dibicarakan sumber tata kelola dan struktur organisasi dari koperasi. 1. Sumber Tata Kelola Koperasi Entitas koperasi telah ditentukan memiliki suatu tata kelola agar dalam menjalankan koperasi dapat dilaksanakan secara baik dan transparan. Untuk itu 5
Tri Budiyono (Op.Cit. Hal. 130) Kemal Aziz Stamboel, Good Corporate Governance: Menyeimbangkan Antara Kinerja Perusahaan dengan ketaatan, Makalah, Jakarta: The Indonesian Institute for Corporate Governance,2000 6
pedoman / sumber tata kelola dalam menjalankan koperasi terdapat dalam: a. Peraturan perundangan yang terdiri dari i.
UU Koperasi
ii.
Peraturan Pemerintah
iii.
Permen / Kepmen
b. Anggaran Dasar c. Best Practise
Jika dibuat bagan maka akan seperti di bawah ini:
Nilai Etik, moralitas dan code of conduct
Anggaran Dasar Peraturan perundang -
undangan
d. Struktur Organisasi
Agar koperasi dapat menjalankan kegiatannya dengan baik, Koperasi harus dilengkapi dengan alat perlengkapan organisasi. Sebagaimana ditegaskan dalam Bab VI UU 17 tahun 2012. Alat perlengkapan Koperasi terdiri dari Rapat Anggota, Pengawas, dan Pengurus. Struktur
organisasi
ini
mencerminkan
alat
perlengkapan koperasi sebagaimana nampak dalam bagan di bawah ini.7 RAPAT ANGGOTA
PENGURUS
PENGAWAS
MANAGER
UNIT USAHA
UNIT
UNIT USAHA
ANGGOTA
Keterangan : Bagan Struktur Organisasi Koperasi ini tidak bersifat baku dan masih dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan/kecukupan/cirri khas organisasinya. Perangkat organisasinya pasti harus tercantum sebagaimana UU No. 17 Tahun 2012, adalah Rapat Anggota, Pengurus
7
Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Struktur Organisasi Koperasi, 2010
dan Pengawas, yang selanjutnya dapat dilengkapi adanya pengelola (manager dan karyawan).
C. Organ Koperasi 1. Rapat Anggota a. Pengertian Rapat
Anggota
adalah
perangkat
organisasi
Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.8 Mengenai rapat anggota ini diatur dalam pasal 32-54 UU No. 17 Tahun 2012. Rapat anggota sebagai perangkat koperasi terdiri dari seluruh anggota koperasi yang terdaftar sebagai anggota koperasi. Rapat anggota diselenggarakan oleh pengurus dengan mengundang
anggota
koperasi
yang
terdiri
dari
anggota, pengawas dan pengurus. b. Tugas dan Wewenang Rapat Anggota Tugas dan Wewenang Rapat Anggota adalah:9 1) menetapkan kebijakan umum Koperasi; 2) mengubah Anggaran Dasar; 3) memilih,
mengangkat,
dan
memberhentikan
Pengawas dan Pengurus; 4) menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi;
8 9
Pasal ayat 1 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian Pasal 33 UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
5) menetapkan batas maksimum Pinjaman yang dapat dilakukan oleh Pengurus untuk dan atas nama Koperasi; 6) meminta
keterangan
pertanggungjawaban
dan
mengesahkan
Pengawas
dan
Pengurus
dalam pelaksanaan tugas masing-masing; 7) menetapkan pembagian Selisih Hasil Usaha; 8) memutuskan
penggabungan,
peleburan,
kepailitan, dan pembubaran Koperasi; dan 9) menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini. c. Pertanggungjawaban Rapat Anggota Berbicara soal sistem pertanggungjawaban Rapat Anggota
adalah
soal
realisasi
dari
tugas
dan
wewenangnya yang menjadi tanggung jawabnya. Suatu
pertanggungjawaban
muncul
bila
atas
pelaksanaan tugas dan wewenang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh
karena
perwujudan
rapat
kehendak
membicarakan
segala
anggota
seluruh sesuatu
merupakan
anggota yang
untuk
menyangkut
kehidupan dan pelaksanaan kegiatan koperasi dan memiliki segala kewenangan yang tidak dimiliki oleh pengurus
dan
pengawas
maka
sebenarnya
tanggungjawabnya tidaklah kecil yang meliputi:
1) membuat keputusan secara musyawarah. Apabila musyawarah
tidak
tercapai,
maka
keputusan
diperoleh berdasarkan suara terbanyak; 2) menermati pertanggung jawaban pengurus yang diajukan dalam rapat anggota 3) memberikan persetujuan atas pertanggung jawaban pengurus 4) memberikan persetujuan bila pengurus hendak mengalihkan aset kekayaan koperasi Dari uraian perihal pertanggungjawaban rapat anggota maka hal tersebut dilakukan secara bersamasama. Berdasarkan doktrin vicarious liability Rapat Anggota
bertanggungjawab
terhadap
perbuatan
pengurus dalam hal ini Koperasi, undang-undang mengatur dan menetapkan orang yang dipandang bertanggung jawab sebagai pembuat. Rapat
Anggota
tidak
dapat
dimintakan
pertanggungjawaban karena Rapat Anggota bukan merupakan subyek hukum. Yang
dapat
dimintakan
pertanggungjawaban
adalah koperasi, karena koperasi merupakan subyek hukum. 2. Pengurus a. Pengertian Pengurus adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
Koperasi untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Koperasi. Pengurus ini dipilih dari orang perseorangan dari anggota maupun non anggota. Pengurus dipilih dan diangkat pada Rapat Anggota atas usul Pengawas. Untuk dapat menjadi pengurus haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: 1) mampu melaksanakan perbuatan hukum 2) memiliki kemampuan mengelola usaha koperasi 3) tidak pernah menjadi pengawas atau pengurus suatu koperasi atau komisaris atau direksi dari suatu perusahaan yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan
koperasi
atau
perusahaan
itu
dinyatakan pailit 4) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan koperasi, keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan 5) memenuhi persyaratan lain yang ditentukan dalam anggaran dasar koperasi. b. Tugas dan wewenang Pengurus Sebagai pengurus maka akan memiliki tugas dan kewajiban. Tugas dan kewajiban ini bisa dipilahkan dalam dua kategori, yaitu tugas dan kewajiban intern dalam koperasi yang dipimpinnya dan tugas ekstern di
mana pengurus mewakili koperasi di keluar tugastugas intern. Tugas dan kewajiban pengurus secara intern adalah sebagai mana di atur dalam pasal 58 UU no 17 tahun 2012 yang dapatlah dideskripsikan sebagai berikut: i. ii. iii.
Mengelola Koperasi bersasarkan anggaran dasar mendorong dan memajukan usaha anggota menyusun rencana
rancangan
anggaran
rencana
pendapatan
kerja dan
serta belanja
koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota iv.
menyusun
laporan
keuangan
dan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota v.
menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota
vi.
menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib
vii.
menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien
viii.
memelihara
buku
daftar
anggota,
buku
pengawas, buku daftar pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi dan risalah rapat anggota
ix.
melakukan upaya lain bagi kepentingan Koperasi sesuai
dengan
tanggung
jawabnya
dan
keputusan Rapat Anggota Tugas pengurus dalam kategori ekstern meliputi tugas dan kewenangan mewakili Koperasi baik di dalam maupun di luar Pengadilan, selama tidak terjadi perkara di depan Pengadilan antara Koperasi dan pengurus yang bersangkutan atau Pengurus yang bersangkutan
mempunyai
kepentingan
yang
bertentangan dengan kepentingan Koperasi. c. Sistem Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi Sistem pertanggungjawaban Pengurus koperasi adalah: i.
menjalankan
tugas
dengan
baik
untuk
kepentingan koperasi ii.
atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan koperasi.
iii.
Pengurus
koperasi
dapat
pertanggungjawabannya dalam
dimintai melakukan
suatu perbuatan hukum. iv.
Pengurus baik bersama-sama maupun sendirisendiri
menanggung
koperasi,
karena
kerugian
tindakan
yang
yang
diderita
dilakukan
dengan kesengajaan atau kelalaiannya. Artinya, pengurus harus bertanggung jawab jika perbuatannya
merugikan koperasi.
Ratio legisnya,
pengurus sebagai pihak yang diberi kekuasaan untuk mengelola koperasi harus berpegang pada asas kehatihatian dalam menjalankan kewenangannya. Dalam konteks mengelola KSP, menurut Pasal 14 PP
Nomor
9
memperhatikan
Tahun
1995,
pengurus
aspek
permodalan,
wajib
likuiditas,
solvabilitas dan rentabilitas guna menjaga kesehatan usaha dan menjaga kepentingan semua pihak terkait. Aspek permodalan adalah sebagai berikut :10 i.
Aspek permodalan yang perlu diperhatikan adalah : a) modal sendiri koperasi tidak boleh berkurang jumlahnya dan harus ditingkatkan; b) setiap pembukaan jaringan pelayanan, harus disediakan tambahan modal sendiri; c) antara modal sendiri dengan modal pinjaman dan modal penyertaan harus berimbang.
ii.
Aspek likuiditas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut : a) penyediaan aktiva lancar yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek; b) ratio antara pinjaman yang diberikan dengan dana yang telah dihimpun.
iii.
Aspek solvabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
10
Pasal 14 PP Nomor 9 Tahun1995 tentang Usaha Kecil
a) penghimpunan modal pinjaman dan modal penyertaan
didasarkan
pada
kemampuan
membayar kembali; b) ratio
antara
penyertaan
modal
pinjaman
dengan
dan
kekayaan
modal harus
berimbang. c) Aspek rentabilitas yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: d) rencana perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan ditetapkan dalam jumlah yang
wajar
untuk
dapat
memupuk
permodalan, pengembangan usaha, pembagian jasa anggota dengan tetap mengutamakan kualitas pelayanan; e) ratio antara Sisa Hasil Usaha (SHU) atau keuntungan dengan aktiva harus wajar. iv.
Untuk
menjaga
kesehatan
usaha,
Koperasi
Simpan Pinjam atau Unit Simpan Pinjam tidak dapat menghipotekkan atau menggadaikan harta kekayaannya. v.
Pelaksanaan ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut oleh Menteri. Menurut penulis perihal pertanggung jawaban
dapat terjadi jika
koperasi menderita kerugian maka
dalam hal ini ada dua kategori kesalahan yang bisa terjadi atas pengelolaan oleh pengurus.
Pertama, bila kerugian atas kesengajaan atau kelalaian pengurus sehingga menimbulkan kerugian koperasi maka dalam hal demikian bisa digunakan doktrin / teori ultra vires. Definisi Dictionary
11
Ultra
vires
menurut
Black’s
Law
adalah:
“an act performed without any authority to act on subject.”
Ultra Vires didefinisikan sebagai “tindakan yang dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek”. Dalam Bahasa Latin, ultra vires berarti “di luar” atau “melebihi” kekuasaan (outside the power) yaitu kekuasaan yang diberikan hukum terhadap suatu badan hukum (dalam hal ini badan hukum Perseroan
diwakili
oleh
Organ
Perseroan
dalam
melakukan tindakan hukumnya). Istilah lain yang seringkali digunakan untuk mendefinisikan Ultra vires adalah “pelampauan wewenang”12. Ultra vires diterapkan dalam arti luas yakni tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh Anggaran Dasarnya, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang, tetapi melampaui kewenangan yang diberikan13. 11 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co., St. Paul, 1990, hal.1522 12 Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, 2010, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 102 13 Loc. cit., Untuk lebih memahami definisi ultra vires, bandingkan antara tindakan ultra vires dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), Pasal 1365 KUH Per. Ultra vires dan PMH sama-sama merupakan tindakan yang menimbulkan kerugian. Perbedaannya yaitu tindakan ultra vires merupakan tindakan di luar kewenangan, kewenangan mana telah diatur dalam peraturan perundangundangan maupun Anggaran Dasar, sedangkan PMH merupakan perbuatan yang
Tindakan ultra vires
: pelampauan wewenang
Tindakan ultra vires Batas kewenangan Doktrin / Teori ini menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan tanpa otoritas untuk bertindak sebagai subjek di luar atau melebihi kekuasaan (outside the power) atau melampaui kewenangan yang diberikan hukum terhadap/oleh suatu badan hukum (dalam hal ini badan hukum Perseroan diwakili oleh Organ Perseroan dalam melakukan tindakan hukumnya), maka dalam hal demikian pihak yang melakukan perbuatan tersebut dan berakibat kerugian koperasi tidak bisa dibebankan kepada harta kekayaan koperasi melainkan harus ditanggung oleh pelaku dalam hal ini pengurus koperasi sendiri atas harta pribadinya. Pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila
dalam menjalankan tugasnya menimbulkan
menimbulkan kerugian, perundang-undangan.
perbuatan
mana
tidak
diatur
dalam
peraturan
kerugian kepada Koperasi. Kesalahan yang dimaksud adalah Pengurus melakukan tindakan di luar Anggaran Dasar dan ketentuan lain yang berlaku di Koperasi.
14
Kedua apabila kerugian koperasi itu bukan akibat kesalahan pengurus dan hal ini sudah dicermati sedemikian rupa dan betul-betul di luar kesalahan pengurus maka kerugian yang timbul akan ditanggung oleh atau dengan harta kekayaan koperasi. Dalam
hal
demikian
bila
tetap
saja
tidak
mencukupi selayaknya-lah semua organ koperasi turut bertanggungjawab
atas
kerugian
koperasi.
Wujud
konkritnya adalah setiap organ akan bertanggungjawab dengan menggunakan harta pribadinya bila harta kekayaan koperasi sudah tidak lagi mencukupi. Inilah doktrin vicarious liability atau respondeat superior.
Doktrin/teori ini berangkat dari konsep
mempertanggungjawabkan perbuatan orang lain dalam hukum. Dalam hal ini pengurus telah mendapat delegasi dalam mengelola koperasi. Ketika terjadi kerugian
dalam
pengelolaan
koperasi
dan
sudah
terlaporkan kepada pengawas dan Rapat Anggota maka organ yang lain akan turut bertanggungjawab. Namun sebenarnya memang harus benar-benar dihitung lebih menguntungkan cara demikian atau memohon pailit atas keadaan koperasi jika mampu lagi melakukan Penjelasan pasal Perkoperasian
14
60
ayat
3
memang pengurus tidak
pengelolaan karena keadaan UU
no
17
tahun
2012
tentang
koperasi secara riil. Memohon pailit hemat penulis akan menghindarkan beban secara pribadi oleh organ sehingga memang harus benar-benar dihitung jika akan dimohonkan pailit. Menurut beberapa doktrin modern, ada beberapa alasan
yang
tanggung
dapat
jawab
digunakan
pribadi
untuk
pemegang
menuntut
saham
atau
pengelola perusahaan, dan salah satunya doktrin fiduciary duty. Doktrin fiduciary duty adalah doktrin yang menyatakan bahwa tugas yang timbul dari hubungan fiduciary antara direksi atau pengurus dengan
perusahaan
yang
dipimpinnya,
yang
menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Oleh sebab itu seorang direksi
haruslah
mempunyai
kepedulian
dan
kemampuan (duty of care and skill) itikad baik, loyalitas
dan
kejujuran
terhadap
perusahaannya.
Tugas mempedulikan yang diharapkan dari direksi adalah sebagaimana yang dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat hati-hati sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian (negligence) yang merugikan pihak lain.15 Doktrin Fiduciary duty bila diterapkan dalan pertanggungjawaban Pengurus maka, posisi Pengurus sebagai sebuah trustee dalam koperasi, mengharuskan 15
Fuady, Munir. 2001.Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis . Bandung . Citra Aditya Bakti hal. 49
seorang pengurus untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan tugasnya (duty of care) dan serta itikad
baik,
loyalitas
serta
kejujuran
terhadap
perushaan dengan derajad yang tinggi atau tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan (duty of loyality). Pelanggaran
terhadap
kedua
prinsip
tersebut
dalam hubungannya dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan Pengurus dapat dimintai pertanggung jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya baik kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya. Dokrtin fiduciary duty bagi pengurus secara tegas diatur
dalam
Perkoperasian,
UU yang
No
12
Tahun
terjabarkan
2012
dalam
tentang
Pasal
55
sampai pasal 64. Ditegaskan juga dalam pasal 58 ayat (1) a yang berbunyi : Pengurus bertugas mengelola koperasi. Pasal 60 ayat (1) Setiap Pengurus wajib menjalankan tugas dengan ikitad baik dan penuh tanggung jawab. Hal
ini
dapat
dianalisa
bahwa
Pengurus
diberi
kepercayaan oleh Rapat anggota untuk menjakankan usaha
kopeasi
dengan
penuh
tanggung
jawab.
Pelanggaran terhadap hal ini dapat menyebabkan Pengurus dapat bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut.
3. Pengawas a.
Pengertian Pengawas koperasi adalah perangkat organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasehat kepada Pengurus.16 Dibutuhkan itikad yang baik dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
b.
Tugas Pengawas Koperasi Perihal pengawas ini diatur dalam pasal 50 UU Nomor 17 tahun 2012 Pengawas bertugas mengusulkan calon Pengurus, memberikan nasehat dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan Koperasi
yang
dilakukan
oleh
Pengurus
dan
melaporkannya kepada Rapat Anggota. Pengawas juga berwenang untuk menetapkan penerimaan
dan
pemberhentian Dasar. jumlah
anggota
Artinya dan
penolakan
anggota
sesuai
baru
dengan
anggota
koperasi
kualitasnya
juga
baik
serta
Anggaran mengenai
ditentukan
oleh
kebijaksanaan Pengawas Koperasi. Pengawas
dapat
meminta
dan
mendapatkan
segala keterangan yang diperlukan Pengurus dan pihak lain yang terkait. Maksudnya adalah dalam menjalankan
16
tugasnya
Pengawas
dapat
Pasal 1 ayat (6) UU no 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian
meminta
keterangan/pertanggungjawaban dari Pengurus dan pihak lain yang terkait mengenai koperasi. Pengawas juga berwenang mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari Pengurus. Artinya adalah pengurus wajib memberikan laporan Koperasi baik aktifitasnya maupun perkembangannya. Pengawas dapat memberikan persetujuan dan bantuan
kepada
Pengurus
dalam
melakukan
perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pengawas juga dapat memberhentikan pengurus sementara waktu dengan menyebutkan alasannya. c.
Pertanggungjawaban Pengawas UU
Koperasi
menetapkan
bahwa
pengawas
bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Rapat
Anggota.
Apabila
Rapat
Anggota
tidak
menerima laporan pengawas, maka rapat anggota akan menghentikan pengawas. Dengan demikian, nampak
bahwa
pertanggungjawaban
pengawas
koperasi sebatas pada pertanggungjawaban kepada rapat anggota. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan
pertanggungjawaban
pengurus.
Seperti
diketahui bahwa pengurus bertanggungjawab secara pribadi apabila dinyatakan tidak menjalankan tugas dengan itikad baik dan tanggung jawab.
UU Koperasi memberikan kewenangan kepada pengawas untuk menghentikan pengurus sementara waktu (kewenangan pengehentian tetap berada pada rapat anggota). Hal ini memberikan kekuasaan yang cukup besar kepada pengawas atas diri pengurus, karena pengawas dapat memberhentikan pengurus apabila
pengurus
menurut
pengawas
tidak
melaksanakan tugasnya dengan beritikad baik dan bertanggung jawab untuk kepentingan koperasi. Terkait dengan kewenangan pengawas tersebut, maka menarik untuk melihat apakah ada atau dasar hukum atau doktrin hukum dalam perseroan17 yang dapat dipinjam sebagai landasan pertanggungjawaban pengawas. Tanggung jawab pengawas dapat dimintakan atas dua
scenario,
yang
pertama
apabila
pengurus
dinyatakan tidak melakukan pengurusan dengan beritikad baik dan bertanggungjawab, pengurus harus bertanggung jawab secara pribadi. Atas peristiwa ini tidak berlaku hal yang sama bagi pengawas, artinya pengawas tidak harus bertanggung jawab secara pribadi atas akibat dari perbuatan tersebut. Padahal disisi lain, pengawas berkewenangan memberikan persetujuan
kepada
pengurus
dalam
melakukan
perbuatan hukum tertentu. Dengan kalimat yang 17
Menjadi keterbatasan adalah tidak adanya argumentasi mengenai relevansi penerapan doktrin yang dikenal dalam korporasi ke dalam koperasi.
berbeda,
diketahui
bahwa
tindakan
pengurus
dilakukan atas pengetahuan dari pengawas. Oleh karenanya apabila dikemudian hari tindakan tersebut merugikan
dan
mengharuskan
bertanggungjawab sepantasnya
secara
apabila
pengurus
pribadi,
pengawas
maka
untuk sudah
juga
dimintai
atas
kerugian
pertanggungjawaban secara pribadi. Skenario
yang
kedua
adalah
koperasi dalam hal tindakan pengurus sudah sesuai dengan itikad baik dan dilakukan untuk kepentingan koperasi. Tindakan yang dilakukan pengurus tersebut telah disetujui pengawas, oleh karenanya secara logis pengawas
juga
seharusnya
diminta
untuk
bertanggung jawab. Adapun
beberapa
dasar
pertanggungjawaban
yaitu Pertama. Pasal 1367 KUHPer yang mengatakan bahwa seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian akibat dari perbuatannya, namun juga perbuatan
orang-orang
tanggungjawabnya
atau
yang dalam
berada
dalam
pengawasannya
(respondeat superior). UU Koperasi mengatur bahwa pengurus koperasi merupakan pihak yang berada dalam
pengawasan
pengawas
koperasi.
Namun
demikian perlu ditelaah lebih lanjut mengenai apakah yang dimaksudkan dengan frasa „dalam pengawasan‟. Apabila pasal ini dapat diterapkan, maka pengawas koperasi bertanggung jawab atas tindakan yang
dilakukan oleh pengurus koperasi. Hal ini juga dapat diterapkan apabila terbukti bahwa pengurus telah melakukan
tindakan
kepengurusan
dengan
bertanggung jawab. Pengawas dalam menjalankan tugasnya haruslah beritikad baik dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan koperasi. Pengawas mempertanggungjawabkan tugas yang diembannya kepada Rapat Anggota. Apabila dalam melakukan tugas sebagai pengawas tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh Rapat Anggota, maka Pengawas dapat diberhentikan. Dalam hal ini Pengawas diberi kesempatan untuk membela diri dengan
memberi
alasan-alasan
yang
tepat
dan
diterima oleh Rapat Anggota. Atas
tugas
dan
kewenangan
pengawas
sebagaimana tercantum dalam pasal 50 – 53 UU no. 17 Tahun 2012 maka nampak bahwa pengawas memiliki porsi tugas dan kewenangan lebih besar dari pengawas di era UU no. 25 tahun 1992. Karena pengawas dirasa
dapat
telah
memberhentikan menyeleweng
dari
pengurus tugas
bila dan
tanggungjawabnya. Dengan kewenangan yang penting ini maka pengawas semestinya turut bertanggung jawab apabila koperasi mengalami kerugian.
D. Sistem Pertanggungjawaban Koperasi Kepada Pihak Ketiga Melihat Koperasi disini sebagai badan hukum maka, penulis akan menganalis dengan teori organ. Koperasi
sebagai
organ
dapat
dimintai
pertanggungjawabannya, apabila Koperasi merugikan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam Koperasi Simpan Pinjam adalah:18 1. Penyimpan/ penabung 2. Koperasi Simpan Pinjam sekunder Koperasi bertanggungjawab kepada penyimpan dapat diwujudkan dalam hal sebagai berikut : a. Koperasi
hanya
menerima
penyimpan
dana
bagi
anggotanya b. Koperasi menjamin simpanan anggotanya Pertanggungjawaban pada koperasi didasarkan pada bentuk kerugian yang diderita oleh koperasi dan penyebab timbulnya kerugian tersebut. Pertanggungjawaban badan hukum itu ada, jika organ itu bertindak sedemikian rupa dalam batas-batas suasana formil
dari
wewenangnya,
serta
organ
dalam
menyelenggarakan tugasnya yang mengikat badan hukum. Organ tersebut melakukan kesalahan-kesalahan pribadi yang merugikan badan hukum yang mewajibkan mereka untuk menggantu kerugian secara pribadi pula.
18
Pasal 89 ayat (1) UU no 17 tahun 2012 UU Koperasi
Adanya disamping
pertanggungjawaban
organ
secara
pribadi
pertanggungjawaban badan hukum itu, selain
pada perbuatan melanggar hukum, dapat pula diakibatkan oleh
kelalaian
atau
kurang
berhati-hatinya
organ
yang
mengakibatkan kerugian bagi badan hukum.19 Dalam konsep koperasi sebagai badan hukum, manusia yang
duduk
sebagai
organ
koperasi
memang
dapat
bertanggungjawab secara pribadi. Namun apabila timbul masalah mengenai siapakah pihak yang harus bertanggung jawabanatara koperasi dan organ koperasi tidak boleh merugikan pihak ketiga. Badan Hukum
yang
terikat
dengan
pihak
lain
harus
bertanggungjawab dalam hubungan ekstern nya, jika telah membayar
ganti
rugi,
kemudian
badan
hukum
dalam
hubungan interennya menuntut kembali kepada organ secara pribadi.20 Jadi apabila terdapat suatu permasalahan diantara koperasi dengan pihak lain dan koperasi dengan organnya mengenai
masalah
yang
sama,
maka
koperasi
harus
meyelesaikan permasalahan antara koperasi dengan pihak lain terlebih dahulu sebelum menyelesaikan antara koperasi dengan organnya. Dalam penjelasan pasal 5 UU No 17 tahun 2012 yang mengatakan : Yang dimaksud dengan “kemandirian” adalah dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang 19
Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 2001, hal. 30. 20 Ibid hal.30
dilandasi oleh suatu kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggungjawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri Mengandung arti bahwa Koperasi bertanggung jawab kepada pihak ketiga. Koperasi harus mempunyai kemampuan bertanggungjawab terhadap perbuatan
dan usaha yang
dilakukan oleh Koperasi. Hal tersebut sesuai dengan doktrin vicarious liability.