Jurnal Tingkat Sarjana Bidang Seni Rupa
“IN IGNEM AETERNUM” Nanda Pratama Martawinata
Drs. Tisna Sanjaya, M.Sch
Program Studi Sarjana Seni Rupa Studio Grafis, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB Email:
[email protected]
Kata Kunci : Analisa, Ilusi Simbol
Abstrak Pada umumnya, manusia normal memilik otak yang berfungsi untuk berpikir, berimajinasi, menganalisa masalah, dan menghasilkan akal. Rasionalisme adalah kemampuan manusia untuk berpikir secara logika, sedangkan logika bukan merupakan sebuah logika apabila sifatnya tidak nyata. Manusia pantas disebut sebagai makhluk rasional, dikarenakan dalam beradaptasi maupun berkembang, rasionalisme berperan mutlak dalam prosesnya. Hagemoni agama adalah salah satu contoh dimana terdapat konsep ke-Tuhan-an yang bersifat agape atau korporasi-korporasi raksasa yang menjual produknya dengan mencari tujuan absolute profit. Berdasarkan pengamatan penulis, terdapat satu kesamaan yang jelas antara agama dengan korporasi raksasa, yaitu keduanya sama-sama mencari keuntungan melalui penarikkan massa secara komunal demi kepentingan masing-masing. Entah apa alasannya rasionalisme terasa kurang digunakan lagi perannya, padahal manusia sudah jelas adanya sebagai makhluk yang rasional. Berdasarkan pemikiran diatas, penulis berusaha membuat karya ilusi optik maupun formasi impossible yang bersifat satir dan mengkritik namun tidak vulgar menggunakan bahasa simbol. Penulis juga berharap bahwa karya ini dapat menjadi trigger untuk mengajak apresiator menganalisa suatu hal lebih jauh sebelum menerimanya begitu saja serta merangsang persepsi kritis terhadap suatu persoalan.
Abstract In general, a normal human brain is responsible for thinking, imagining, analyzing problems, and generate reasons. Rationalism is a human ability to think logically, while the logic itself is not a logic if its not real. Humans deserve to be called as a rational creature, because in adapting and evolving, rationalism has an absolute role in the process. Religious hegemony is one example where there is a concept to a divinity that considered agape or huge corporations that sell products by searching for absolute profit purposes. Based on the observations of the author, there is a clear similarity between the religion with giant corporations, which they both seek profits through mass withdrawal communally for the benefit of each. For some reason rationalism seems to be less used, although each individuals must know that they are ultimately a rational beings. Based from the above, the author tried to make the optical illusion and impossible form works that are satyrical and criticizing but not in an explicit vulgar way of approachment. The author also hopes that these works could be the trigger to bring appreciators to analyze any case further before accepting it and stimulate a critical perception of an issue.
Pendahuluan Manusia menduduki peringkat pertama rantai kehidupan dikarenakan keadaannya sebagai mahluk paling sempurna. Pada umumnya, manusia normal memilik otak yang berfungsi untuk berpikir, berimajinasi, menganalisa masalah, dan menghasilkan akal. Manusia juga dilahirkan dengan hati nurani yang mampu merasakan emosi, simpati dan empati. Otak dan hati nurani menjadi bekal dasar bagi manusia untuk mampu bertahan hidup. Pada hakikatnya, otak manusia memiliki kemampuan yang luar biasa. Contohnya adalah pencapaian pada berbagai bidang, seperti pendaratan pertama manusia di bulan dan penyelaman ribuan kilometer ke dasar laut untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Pada tahun 1905 The Wright bersaudara tidak pernah menyangka bahwa inovasi kereta seluncur bersayapnya dapat merealisasikan keinginan manusia untuk terbang di udara. Ditahun 1892, Nikola Tesla mendedikasikan hidupnya dalam misi penemuan arus listrik dan berhasil menggarapnya. Sampai saat ini kedua contoh
penemuan inovatif diatas dapat kita rasakan manfaatnya sehari-hari. Seiring berkembangnya zaman, arus teknologi terus-menerus menciptakan terobosan dan fitur-fitur baru yang semakin canggih. Kemunduran teknologi merupakan fenomena yang tidak mungkin terjadi dalam proses penciptaan. Namun yang perlu digarisbawahi adalah semua terobosan dan penciptaan yang berhasil diraih tidak terlepas dari peran penting otak manusia. Rasionalisme adalah kemampuan manusia untuk berpikir secara logika, sedangkan logika bukan merupakan sebuah logika apabila sifatnya tidak nyata. Nyata berarti ada, sesuatu yang terbukti sebab-akibatnya, memiliki jawaban, dan bersifat eksak. Manusia pantas disebut sebagai makhluk rasional, dikarenakan dalam beradaptasi maupun berkembang, rasionalisme berperan mutlak dalam prosesnya. Meski terkadang emosi bisa saja mengalahkan kapasitas rasional manusia. Hagemoni agama adalah salah satu contoh dimana terdapat konsep ke-Tuhan-an yang bersifat agape atau korporasi-korporasi raksasa yang menjual produknya dengan mencari tujuan absolute profit. Pada umumnya, agama manapun mempraktikkan konsep ke-Tuhan-an. Jauh dari rasionalisme, sistemnya lebih menitikberatkan kepada kepercayaan spiritual. Maksudnya, bukti otentik dan bukti fisik tidak harus ada, tetapi tetap menuntut penganutnya untuk percaya dan menuruti ajaran yang diberikan dengan sepenuh hati. Berbagai tradisi turun temurun yang berusia ribuan tahun maupun norma-norma historis tetap menjadi tolak ukur yang sama hingga saat ini. Berdasarkan pengamatan penulis, terdapat satu kesamaan yang jelas antara agama dengan korporasi raksasa, yaitu keduanya sama-sama mencari keuntungan melalui penarikkan massa secara komunal demi kepentingan masing-masing. Dengan menjual berbagai produk yang dikemas sedemikian rupa demi menarik simpati massa merupakan konsepsi dasar tujuan keduanya. Semakin banyak orang yang masuk ke dalam sistemnya, semakin untung pula sistem yang ada. Hal ini membuat manusia seolah-olah terlihat seperti target sasaran empuk. Entah apa alasannya rasionalisme terasa kurang digunakan lagi perannya, padahal manusia sudah jelas adanya sebagai makhluk yang rasional. Keresahan penulis terletak pada kebiasaan manusia dengan sifatnya yang nerimo Melainkan menelan dogma, doktrin, maupun tradisi secara bulat-bulat, analisis lebih jauh sebaiknya dilakukan terlebih dahulu karena adanya konsekuensi yang harus dihadapi. Berdasarkan pemikiran diatas, penulis berusaha membuat karya ilusi optik dan impossible form yang bersifat satir dan mengkritik namun tidak vulgar. Penulis juga berharap bahwa karya ini dapat menjadi trigger untuk mengajak apresiator menganalisa suatu hal lebih jauh sebelum menerimanya begitu saja.
Proses Studi Kreatif Ide awal karya tugas akhir ini berasal dari ketertarikan penulis terhadap olah visual suatu gambar yang menggunakan ilusi optik. Ketertarikan tersebut, mendorong penulis untuk lebih jauh menggali makna sebuah ilusi optik. Proses penggalian tersebut membuat penulis menganalisa dan menyadari suatu hal penting dalam proses penggalian, yaitu kesadaran untuk memahami suatu hal dan kemawasan seorang individu untuk menggunakan akal. Hal tersebut menyeret penulis pada kenyataan yang terjadi di masyarakat saat ini. Dimana manusia seolah olah telah kehilangan kemampuannya untuk menganalisa dan berpikir lebih lanjut. Hampir semuanya telah terlena dengan berbagai fasilitas dalam hidup yang membuat berbagai hal menjadi lebih mudah tanpa menyadari bahwa ada hal lain yang lebih memiliki urgensi di balik itu semua. Hal tersebut menjadi trigger bagi penulis untuk membuat karya yang mampu mengajak masyarakat untuk menganalisa lebih lanjut sesuatu melalui media visual. Berdasarkan uraian di atas, penulis memilih untuk mengangkat fenomena sosial dalam masyarakat melalui media karya seni. Penulis tertarik untuk menggunakan bahasa simbol yang diolah menggunakan ilusi optik dan impossible form sehingga mampu men-trigger apresiator untuk menganalisa lebih lanjut sebuah karya visual yang dihadirkan di depan mata mereka. Kesadaran dan keinginan untuk menganalisa menjadi kunci bagi penulis untuk menjadi lebih mawas terhadap realita yang terjadi saat ini. Penulis memilih menggunakan bahasa simbol dikarenakan simbol mampu menggiring manusia untuk berbicara maupun mengeluarkan berbagai pendapat terhadap sebuah hal. Selain itu, penulis menggunakan beberapa simbol yang terkenal dan secara langsung maupun tidak langsung telah sangat lekat dengan kehidupan masyarakat saat ini.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 2
Nanda Pratama Martawinata
Simbol yang dipilih oleh penulis merupakan logo-logo korporasi dan agama yang telah dikenal baik oleh masyarakat. Logo-logo yang diolah menjadi suatu ilusi optik dan impossible form tersebut digunakan sebagai trigger agar penikmat karya tertarik untuk mencari tahu ataupun mempertanyakan ada apa sebenarnya di balik makna sebuah logo korporasi dan agama. Penulis akan mengolah logo-logo tersebut sehingga mampu menipu mata penikmat dan menjadi sebuah langkah awal dari proses penganalisaan.Visual ilusi optik memerlukan media dan teknik yang dapat menunjang perealisasian konsep karya tugas akhir ke dalam sebuah karya seni. Penulis menggunakan teknik etsa sebagai bentuk aplikasi dari gagasan berkarya. Penggunaan teknik etsa dianggap penulis sebagai teknik yang sesuai mentransformasikan konsep ke dalam bentuk karya dua dimensi.
a. Proses Pengerjaan Karya Pertama-tama hal yang dilakukan adalah mengikir pinggiran plat hingga halus dan terbentuk sisi miring. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko tinta menggumpal di sisi plat dan mencegah kertas menjadi sobek saat dicetak. Setelah sisi plat menjadi halus, maka selanjutnya plat dibersihkan menggunakan cairan pengkilap logam. Cairan pembersih dituangkan di atas plat lalu dibalur secara merata menggunakan kain lap bersih.
Gambar 1. “Proses Kikir Plat dan Pembersihan Plat” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Selanjutnya adalah proses pengaspalan. Aspal dibalurkan secara merata menggunakan kuas. Plat kuningan yang telah diberi aspal secara merata lalu didiamkan hingga mengering. Apabila aspal telah kering maka plat siap untuk ditoreh. Penulis menggunakan jarum baja yang dapat mengikis lapisan aspal sehingga terbentuk visual gambar yang diinginkan. Proses ini dilakukan secara perlahan dan berhati-hati agar aspal yang ditoreh sesuai dengan gambar yang diinginkan.
Gambar 2. “Proses Pengaspalan dan Proses Penorehan Plat” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 3
Selanjutnya plat yang telah ditoreh ditutup bagian belakang menggunakan selotip plastik agar tidak terkorosi saat direndam dalam cairan asam. Plat yang sudah siap lalu dimasukkan ke dalam cairan asam. Proses perendaman memakan waktu sesuai kebutuhan kedalaman garis yang ingin dicapai. Lalu plat dibasuh menggunakan air mengalir dan dibiarkan mengering. Setelah itu, maka lapisan aspal siap untuk diangkat menggunakan terpentin. Terpentin dibalurkan di atas plat dan digosok menggunakan kain. Proses penggosokan ini diulang beberapa kali hingga plat menjadi bersih dari aspal dan siap dicetak.
Gambar 3. “Proses Pengasaman dan Pembersihan Plat” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Tahap berikutnya adalah penyiapan tinta yang akan digunakan untuk mencetak. Penulis menggunakan campuran tinta warna emas dan charbonnel. Charbonnel digunakan karena memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi sehingga tidak lagi membutuhkan minyak saat mencampur tinta. Bila tinta sudah dicampur secara merata, tinta dibalurkan menggunakan kartu akrilik agar merata di atas permukaan plat.
Gambar 4.“Proses Pembaluran Tinta dan Wiping” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Tahap selanjutnya adalah melembabkan kertas yang akan dicetak. Tingkat kelembaban kertas merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam proses pencetakan. Kertas yang lembab akan mengurangi resiko kertas menjadi sobek dan rusak saat pencetakan dikarenakan tinta yang cukup lengket. Kertas yang telah direndam dalam bak air selanjutnya diangkat dan diletakkan di atas meja datar. Untuk membuat permukaan kertas menjadi lebih baik untuk dicetak, maka digunakan sponge dan ditekan di bagian kertas yang akan dicetak. Kertas yang terlalu kering tidak dapat menyerap tinta dengan baik sedangkan kertas yang terlalu basah akan membuat tinta menyerap terlalu banyak. Maka dibutuhkan kelembaban yang sesuai untuk mencetak.
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 4
Nanda Pratama Martawinata
Gambar 5. “Proses Pelembaban Kertas” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Plat kuningan diletakkan di atas etching press dengan posisi gambar menempel pada kertas yang telah dilembabkan sebelumnya. Setelah kertas diletakkan dengan benar, kain felt diturunkan hingga rata menutupi kertas. Selanjutnya tuas penggerak etching press diputar sampai kertas terdorong keluar dari silinder penekan. Tahap terakhir adalah mengangkat kertas dari atas etching press dan meletakkannya di permukaan yang datar. Kemudian kertas dihimpit dengan papan pemberat untuk menghidari kertas menjadi keriting saat kering. Selain itu, kertas roti diletakkan di antara kertas cetakan untuk menjaga kertas tetap bersih.
Gambar 6. “Proses Pencetakan” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Hasil Studi dan Pembahasan Pada seri karya ini terdapat 8 buah karya etsa yang mengangkat visual ilusi optik menggunakan berbagai simbol korporasi dan agama. Seri karya ini berjudul “in Ignem Aeternum” yang berasal dari bahasa Latin dan memiliki arti into eternal fire. Judul ini dikutip dari potongan surat Matius 25 : 41 yang berbunyi sebagai berikut. Fas – Ite. Matedicti. In Ignem Aeternum! (By divine law, go. You are cursed, into eternal fire!) Pemilihan penggalan kutipan surat tersebut dianggap mewakili keseluruhan karya tugas akhir. Penulis mencoba untuk menyindir secara halus fenomena sosial masyarakat saat ini melalui karya yang mengangkat ilusi optik berbagai logo korporasi dan agama. Hal tersebut senada dengan kutipan judul tugas akhir, yaitu “in Ignem Aeternum” yang bermakna mengecam dan kiasan yang seolah-olah menyerukan untuk pergi saja ke neraka. Delapan buah logo terdiri dari logo agama dan korporasi yang digunakan memiliki tingkat yang sama di mata penulis. Contohnya, logo agama pada akhirnya setara dengan logo brand sepatu ataupun pakaian dikarenakan makna yang telah bergeser ataupun telah terdegradasi. Logo-logo tersebut diolah oleh penulis sehingga mampu menimbulkan ilusi pada mata maupun ambiguitas makna yang terkandung. Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 5
Seri karya etsa ini merupakan representasi dari fenomena sosial saat ini dan sebagai sebuah harapan bagi manusia untuk mau menggali, memahami secara holistik, dan juga kritis terhadap hal yang terjadi di sekitarnya.
•
“in Ignem Aeternum : I. Davidian”
Gambar 8. “in Ignem Aeternum : 1. Davidian” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Karya ini mengambil simbol David Star yang umum digunakan oleh umat Yahudi. Bagi mereka yang menganut agama Judais simbol Star David ini bermaksud simbol keberanian raja bagi kaum Bani Israel pada zaman Nabi Daud a.s. Di dalam bahasa Yahudi Ashkenazi dan Yiddish, Mogen David dipanggil Mogen Dovid manakala dalam istilah geografi pula dinamakan sebagai hexagram. Simbol ini terbentuk dari gabungan dua buah segitiga yang bersilang antara satu sama lain. Kombinasi dua segitiga bersilang ini akan menghasilkan bentuk hexagram atau geometri bersudut enam. Dalam pemahaman Kaballah, enam sudut ini mewakili enam arah mata angin yaitu utara, timur, selatan, barat, atas, dan bawah. Penganut Judais percaya bahwa enam sudut tersebut berasal daripada tiga sudut yang mewakili kepercayaan merek, yaitu Tuhan, Israel, Torah. Image David Star tersebut diubah menjadi sebuah ilusi optik melalui pergeseran bidang-bidang pembentuk bintang. Yahudi murni merupakan salah satu agama memiliki peraturan strict dan tertutup. Ketidakterbukaan tersebut menyempitkan pandangan dan kebebasan umat untuk memahami lebih dalam mengenai agamanya. Selain itu, tidak luput pula adalah konspirasi yang melingkupi komunitas penganut simbol ini. Pengaruh mereka dalam kehidupan masyarakat dunia dapat dilihat dari berbagai bidang, seperti ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
•
“in Ignem Aeternum : II. Hadj”
Gambar 9. “in Ignem Aeternum : 2.Hadj” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Dalam karya ini, image yang dimunculkan adalah distorsi dari bentuk Ka’bah yang menyebabkan ilusi pada mata apresiator. Image Ka’bah digunakan karena dianggap merepresentasikan simbol Islam di mata dunia, selain itu penulis menangkap adanya keganjilan dalam fenomena naik haji yang menjadi salah satu tujuan hidup umat muslim, yaitu Rukun Iman. Naik haji merupakan rukun iman keenam yang diwajibkan bagi umat muslim yang mampu dan secara Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 6
Nanda Pratama Martawinata
umum menjadi cita-cita umat muslim di dunia untuk mengunjungi Negara yang disebut sebagai Rumah Tuhan tersebut. Namun, pada kenyataannya konsep beribadah seperti mengalami pergeseran yang terlalu jauh dimana kesetaraan umat yang selalu diagung-agungkan pada akhirnya tidak terjadi bahkan di Rumah Tuhan sekalipun. Kegiatan naik haji pada akhirnya berkaitan dengan dana yang dimiliki tiap individu. Individu yang memiliki dana lebih akan mendapatkan fasilitas yang paling bagus sedangkan individu yang memiliki dana tidak banyak dapat diperlakukan dengan jauh berbeda da tidak mendapat fasilitas yang baik. Konsep beribadah menjadi rancu dan mengalami difusi makna yang semakin lama semakin keruh. Kerancuan ini yang berbahaya karena masyarakat menjadi terlena dan menerima semua itu sebagai hal yang wajar tanpa bersikap kritis terhadap hal yang terjadi. •
“in Ignem Aeternum : III. Sanctvs”
Gambar 10. “in Ignem Aeternum : 3. Sanctvs” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Image kapel menjadi pilihan penulis yang dianggap cukup merepresentasikan simbol Kristen secara umum. Kapel atau gereja yang merupakan tempat beribadah umat Kristiani mengacu pada satu tempat, yaitu Vatikan. Begitu banyak umat maupun komunitas gereja yang mengagung-agungkan Vatikan sehingga dengan murah hati menyampaikan sumbangan dana maupun menerima doktrin yang diberikan dengan mudah. Namun, di balik itu semua penyaluran dana maupun laporan penggunaan dana oleh Vatikan tidak pernah disampaikan secara transparan kepada masyarakat. Berbagai skandal, konspirasi, korupsi maupun kabar tidak sedap lainnya menguap dari dalam Vatikan. Walaupun begitu, masyarakat yang sudah terlanjut terdoktrin oleh paham-paham yang diberikan tidak pernah memalingkan kepercayaan mereka terhadap tokoh Paus yang diperlakukan layaknya Tuhan di bumi. Salah satu hal yang menarik perhatian penulis adalah ajaran Jesus yang mengajarkan mengenai kesederhanaan dan kejujuran tampaknya terimplementasikan secara berbeda oleh masyarakat saat ini yang langsung diperlihatkan oleh kemewahan Vatikan. •
“in Ignem Aeternum : IV. McFury”
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 7
Gambar 11. “in Ignem Aeternum : 4. McFury” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Waralaba McDonalds telah menjadi salah satu kiblat produsen makanan terkemuka di dunia dengan mengusung konsep makanan cepat saji, murah, dan menggunakan anak-anak sebagai target utama mereka. Hal tersebut disadari penulis sebagai bentuk eksploitasi terhadap anak di bawah umur dengan menggunakan mereka sebagai brand ambassador dan main target untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat. Tidak lupa bahwa kandungan bahan makanan yang digunakan tidak pernah diberitakan secara terbuka, hal tersebut dibarengi dengan dilarangnya media untuk meliput dapur rahasia mereka. Salah satu hasil penelitian menyebutkan bahwa makanan siap saji yang mereka hidangkan mengandung kandungan zat yang berbahaya bagi tubuh manusia dan walaupun telah banyak protes yang dilayangkan, korporasi tersebut tetap tidak bergeming. Pengaruh McDonalds sudah merambah ke berbagai bidang, misalnya di China. Perusahaan McDonalds di China dilindungi oleh petinggi militer, sehingga pegawai McDonalds yang mengalami kekerasan di tempat kerja tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan keadilan di bidang hukum. Pemahaman tersebut divisualisasikan oleh penulis dengan membuat image trisula yang lekat dengan simbol setan ditusukkan ke dalam logo McDonalds.
•
“in Ignem Aeternum : V. Airmax”
Gambar 12. “in Ignem Aeternum : 5. Airmax” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Logo Nike telah menjadi simbol olahraga hampir di seluruh dunia. Olahraga yang umumnya berkaitan dengan sportivitas, kejujuran, dan kehormatan tampaknya tidak teraplikasikan pada kenyataan yang ada. Nike yang dikenal dengan brand dari Amerika Serikat memiliki pabrik yang berlokasi di India, Indonesia, dan Cina. Hal tersebut dilakukan karena sumber daya manusia yang lebih berlimpah di tiga negara itu dengan upah yang jauh lebih murah. Selain itu, eksploitasi anak di bawah umur dilakukan dengan ekstrim di Cina. Para pekerja anak dirantai selama jam kerja dan tidak diberikan pelayanan kesehatan yang memadai. Berbagai skandal yang melingkupinya membuat penulis mengkomposisikan impossible form terhadap logo Nike dan sepatu keds keluaran Nike dengan cara menusukkan logo Nike hingga menembus permukaan sepatu.
•
“in Ignem Aeternum : VI. Veni Vidi Vici”
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 8
Nanda Pratama Martawinata Gambar 13. “in Ignem Aeternum : 6. Veni Vidi Vici” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Visual kotak rokok yang diolah menjadi ilusi optik dengan memanfaatkan pergeseran dan pertemuan antar bidang. Image kotak rokok Marlboro dianggap mampu merepresentasikan korporasi Phillip Morris secara menyeluruh. Skandal rokok sebenarnya sudah tidak menjadi hal baru bagi masyarat. Telah terdapat berbagai penelitian dan investigasi yang mengungkap konspirasi di balik salah satu industri besar di negeri ini. Kenyataan yang ada menjadi ironi tersendiri dikarenakan salah satu perusahaan besar yang mampu menghidupi jutaan manusia merupakan salah satu silent killer berbahaya yang ada di muka bumi ini. Negara dunia ketiga menjadi sasaran empuk karena regulasi yang lebih longgar dan upah yang jauh di bawah standar mampu membuat anak di bawah umur membeli produk mereka dan masyarakat dewasa menjadi konsumen loyal yang terus menerus mengkonsumsi rokok. Hal tersebut menjadikan korporasi besar itu mendapatkan absolut profit.
•
“in Ignem Aeternum : VII. GG”
Gambar 14. “in Ignem Aeternum : 7. GG” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Logo Gudang Garam oleh penulis dikomposisikan menjadi sebuah bentuk baru yang mampu menimbulkan efek ilusi terhadap mata. Image rumah dan rel mengalami disposisi yang mengubah komposisi bentuk keseluruhan. Gudang Garam sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia yang menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat memiliki posisi tawar untuk memperdagangkan produk rokok di Indonesia. Hal tersebut didukung oleh kenyataan regulasi hukum di Indonesia yang seolah-olah menutup mata terhadap penjualan rokok kepada anak di bawah umur. Ini menjadi ironi tersendiri di satu sisi Gudang Garam dengan produk rokoknya menjadi sumber utama penghidupan sebagian masyarakat tetapi di sisi lain menjadi silent killer generasi muda Indonesia.
•
“in Ignem Aeternum : VIII. Victoria”
Gambar 15. “in Ignem Aeternum : 8. Victoria” (Sumber : Dokumentasi Penulis)
Perusahaan Victoria’s Secrets melakukan fair trade dengan Afrika yang berujung pada ekploitasi anak sebagai pekerja di bawah umur. Dibalik image sebagai produsen pakaian terkemuka yang glamor dan eksklusif tersimpan kasus-kasus Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 9
tidak terungkap. Seperti pada beberapa karya sebelumnya, penulis membalik logo “VS” demi kepentingan formasi dan tidak frontal dalam pembacaan visual karya.
Penutup Manusia sebagai mahluk berakal seharusnya mampu menggunakan kemampuannya dengan maksimal. Kemampuan menganalisa, kemampuan untuk memahami suatu masalah secara holistik, dan kepekaan untuk menghadapi secara kritis berbagai persoalan dalam kehidupan sebaiknya tidak disepelekan mengetahui proses tersebut merupakan jalan utama untuk mengenal suatu hal. Karya tugas akhir ini diharapkan dapat menjadi trigger bagi apresiator untuk yang mau dan mampu menganalisa lebih jauh dan mempertanyakan ulang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sehari-hari. Penulis melihat banyak hal yang telah menjadi kebiasaan yang dimaklumi dan bahkan dilakukan oleh masyarakat saat ini sebenarnya secara langsung maupun tidak langsung berakibat buruk bagi kehidupan. Masyarakat modern saat ini telah menjadi masyarakat instan yang menerima secara mentah-mentah berbagai hal dalam hidup tanpa lagi menyadari ‘akar’ penyebab suatu hal dapat terjadi. Ketidakpekaann atau dapat disebut sebagai ketidakmauan untuk bersikap kritis membuat manusia menyia-nyiakan kemampuannya sebagai mahluk berakal. Oleh karena itu, melalui media karya rupa ini penulis mengajak masyarakat untuk rehat sejenak, berpikir kembali, dan mau menganalisa lebih jauh suatu hal sehingga mampu melangkah dengan pemahaman yang matang.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya/perancangan dalam MK Tugas Akhir Program Studi Sarjana Seni Rupa FSRD ITB. Proses pelaksanaan Tugas Akhir ini disupervisi oleh pembimbing Drs. Tisna Sanjaya, M.Sch. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan teman-teman mahasiswa yang membantu penulis selama proses bimbingan Tugas Akhir.
Daftar Pustaka http://dedydedyma.blogspot.com/2012/05/ilusi-optik.html http://blackfile-kid.blogspot.com/2012/07/macam-macam-ilusi-optik.html http://id.wikipedia.org/wiki/Dogma Bjorklund, D.V (2000) (Inggris) Children's Thinking: Developmental Function and individual Differences. 3rd Ed. Belmont, CA : Wadsworth, hal. 2-13 http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_grafis
http://kamusbahasaindonesia.org/dogma/mirip#ixzz2TXqxYJ7j)
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1| 10
Nanda Pratama Martawinata
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING TA Bersama surat ini saya sebagai pembimbing menyatakan telah memeriksa dan menyetujui Artikel yang ditulis oleh mahasiswa di bawah ini untuk diserahkan dan dipublikasikan sebagai syarat wisuda mahasiswa yang bersangkutan. diisi oleh mahasiswa
Nama Mahasiswa
Nanda Pratama Martawinata
NIM
17007025 In Ignem Aeternum
Judul Artikel
diisi oleh pembimbing
Nama Pembimbing 1. Dikirim ke Jurnal Internal FSRD Rekomendasi
2. Dikirim ke Jurnal Nasional Terakreditasi
Lingkari salah satu à
3. Dikirim ke Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi 4. Dikirim ke Seminar Nasional 5. Dikirim ke Jurnal Internasional Terindex Scopus 6. Dikirim ke Jurnal Internasional Tidak Terindex Scopus 7. Dikirim ke Seminar Internasional 8. Disimpan dalam bentuk Repositori
Bandung, ......./......./ 2013
Tanda Tangan Pembimbing
: _______________________
Nama Jelas Pembimbing
: _______________________
Jurnal Tingkat Sarjana Seni Rupa No.1 | 11