IMPLEMENTASI MEDIASI TERHADAP PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KENDARI
IMPLEMENTATION CASE AGAINST DIVORCE MEDIATION IN THE RELIGIOUS KENDARI St. Muslimah Suciati, M. Arfin Hamid, A. Suriyaman Mustari Pide Program Studi Ilmu Hukum, Jurusan Keperdataan Program Pascasarjana, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi : St. Muslimah Suciati, S.H. Fakultas Hukum Program Pascasarjana (S2) Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP: 0852 4155 8636 Email:
[email protected]
ABSTRAK Salah satu upaya perdamaian yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam membantu menyelesaikan perkara perceraian baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah mediasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia(Perma) No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Namun kenyataannya, di Pengadilan Agama Kendari perceraian tetap menjadi jalan keluar terbanyak dalam penyelesaian perselisihan antara suami istri, yang berarti bahwa mediasi belum mampu menurunkan angka perceraian dan menjadi instrumen efektif dalam mengatasi penumpukan perkara di pengadilan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian khusus untuk mengkaji masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi substansi hukum mediasi yang diterapkan di Pengadilan Agama Kendari dalam perkara perceraian, untuk mengetahui mediasi yang dilakukan Pengadilan Agama Kendari dapat mengurangi angka perceraian dan menjadi instrumen efektif dalam mencegah penumpukan perkaradi pengadilan.Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Kendari dengan pertimbangan bahwa angka perceraian di Pengadilan Agama Kendari dalam kurun tiga tahun sebelum Perma dan tiga tahun pasca Perma tidak menunjukkan perbedaan angka yang signifikan. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris dengan pemilihan sampel melalui teknik random sampling dan purposive sampling yang disesuaikan dengan sampel yang dipilih. Data yang diteliti meliputi data primer dan data sekunder, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementas mediasi menunjukkan angka kegagalan di mana masih banyak angka perceraian dan keberhasilan di mana perkara perceraian berakhir secara damai dengan berbagai faktor yang memengaruhinya, yaitu faktor sifat perkara, faktor para pihak, faktor mediator, dan faktor advokad. Pelaksanaan mediasi juga belum mampu menurunkan angka perceraian dan mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan, serta kultur sosial dan pertimbangan kultural hakim turut memengaruhi putusan perceraian. Kata kunci : Implementasi, Substansi Hukum
ABSTRACT One of the peace efforts that can be done by a third party to help resolve divorce cases both inside and outside the court is mediation, as stipulated in the Supreme Court of the Republic of Indonesia (Perma) No.. 01 of 2008 on Mediation Procedure in Court. But in reality, in the Religious Kendari divorce remains the most way out in resolving disputes between husband and wife, which means that the mediation has not been able to reduce the divorce rate and become an effective instrument in dealing with the buildup of the cases in court. It is necessary for special studies to assess the problem. This study aims to determine the implementation of mediation legal substance that is applied in the Religious Kendari in divorce cases, to determine the mediation of the Religious Kendari can reduce the number of divorces and become an effective instrument in preventing the buildup perkaradi pengadilan.Penelitian is done in the Religious Kendari with consideration that the divorce rate in the Religious Kendari in the past three years before and three years after the Perma Perma showed no significant difference in the numbers. Type of research is empirical juridical sample selection through random sampling techniques and purposive sampling were adjusted for selected samples. Data examined include primary data and secondary data, and then analyzed by descriptive qualitative. The results showed that implementas showed the failure of mediation where there are many number of divorces and a divorce case in which the success of a peaceful end to the variety of factors that influence it, that factor nature of the case, the factor of the parties, the mediator factors, and factors advokad. Implementation of mediation is also not able to reduce the divorce rate and resolve the problem stacking cases in court, and the social culture and cultural considerations also affect the decision of a divorce judge. Keywords: Implementation, Law Substance
PENDAHULUAN Pengertian perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 mengandung makna suatu ikatan lahir batin, di mana para pihak yang bersangkutan yaitu antara seorang pria dan wanita telah memiliki komitmen atau kesepakatan untuk hidup bersama sebagai suami istri dengan tujuan membina keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau sesuai dengan tuntunan agamanya. Undang-Undang Perkawinan telah mensyaratkan asas mempersukar perceraian, yaitu dengan menentukan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak,dan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Berdasarkan asas mempersukar tersebut,
maka seharusnya perceraian merupakan jalan terakhir yang
ditempuh oleh suami istri dalam kehidupan rumah tangga setelah upaya perdamaian tidak dapat terlaksana. Walaupun Undang-Undang Perkawinan telah mengatur secara jelas asas-asas perkawinan, namun kenyataan hidup membuktikan bahwa memelihara keseimbangan dalam kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah dilaksanakan. Kehidupan yang harmonis antara suami istri kadang tidak dapat diwujudkan sehingga tercipta konflik/sengketa antar pribadi suami istri dan berakhir dengan perceraian. Salah satu upaya perdamaian yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga dalam membantu menyelesaikan perkara perceraian baik di dalam maupun di luar pengadilan adalah mediasi, dengan bantuan mediator. Mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. (Gunawan Wijaya, dkk, 2001). Mediasi secara formal telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia(Perma) No. 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan terakhir disempurnakan dengan Perma RI No. 1 Tahun 2008, yang menjadikan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian sengketa yang harus dilakukan dalam setiap pemeriksaan perkara di pengadilan. Ketentuan Perma telah mengatur secara rinci proses mediasi yang dapat dilakukan dengan bantuan mediator sepanjang sidang berlangsung dan belum diputuskan oleh hakim. Berdasarkan kenyataan dewasa ini bahwa semakin banyak perkara/gugatan perceraian yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Data angka perceraian di Pengadilan Agama Kendari dalam kurun waktu tiga tahun sebelum Perma dengan data
tiga tahun pasca Perma yakni dari tahun 2005 sampai dengan Juli 2012 menunjukkan bahwa putusan cerai mendominasi keseluruhan putusan hakim dari keseluruhan klassifikasi gugatan yang diterima. Jumlah keseluruhan klassifikasi perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama Kendari dan jumlah perkara yang diputus cerai dari tahun 2005 sampai dengan Juli tahun 2012 adalah (1) Tahun 2005 gugatan diterima 209 kasus, diputus cerai 178 kasus. (2) Tahun 2006 gugatan diterima 226 kasus, diputus cerai 179 kasus. (3) Tahun 2007 gugatan diterima 307 kasus, diputus cerai 207 kasus. (4) Tahun 2008 gugatan diterima 339 kasus, diputus cerai 233 kasus. (5) Tahun 2009 gugatan diteima 445 kasus, diputus cerai 306 kasus. (6) Tahun 2010 gugatan diterima 276 kasus, diputus cerai 209 kasus. (7) Tahun 2011 gugatan diterima 425 kasus, diputus cerai 324 kasus. Sampai dengan bulan Juli tahun 2012 diterima 286 kasus, diputus cerai 267 kasus. Data tersebut memperlihatkan bahwa rata-rata kasus perceraian yang terdaftar di Pengadilan Agama Kendari adalah sebanyak 311 kasus setiap tahun atau rata-rata sebanyak 26 kasus setiap bulannya. Data tersebut di atas juga memperlihatkan bahwa angka perceraian sebelum dan pasca Perma tidak memperlihatkan perbedaan
yang
signifikan. Bahkan angka perceraian pasca Perma justru menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan sebelum Perma. Mediasi yang merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa perceraian di pengadilan merupakan langkah riil dari perwujudan asas
mempersulit terjadinya
perceraian yang dianut Undang-Undang Perkawinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi substansi hukum yang mengatur aturan mediasi di pengadilan Agama Kendari dan mengapa mediasi yang dilakukan Pengadilan Agama Kendari belum dapat menurunkan angka perceraian serta sejauhmana pertimbangan kultural hakim memengaruhi putusan perceraian.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kendari dengan pertimbangan bahwa berdasarkan data awal dalam rentang waktu tiga tahun sebelum Perma dan tiga tahun pasca Perma yaitu dari tahun 2005 sampai dengan Juli tahun 2012 angka perceraian pada Pengadilan Agama
Kendari tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Penelitian ini bersifat yuridis empiris dengan pemilihan sampel melalui teknik random sampling dan purposive sampling yang disesuaikan dengan sampel yang dipilih. Data yang diteliti meliputi data primer yaitu data yang diperoleh dari informasi yang didapat dari hasil wawancara dengan pihak terkait, dan data sekunder merupakan data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah hakim, pasangan suami istri, mediator, dan pengacara. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 orang hakim sekaligus mediator, 5 pasang suami/istri, 1 orang mediator advokat, dan 2 orang pengacara. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan kepada para responden dalam penelitian ini. Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis untuk menemukan jawaban atas masalah yang diteliti. Analisis Data Data yang di peroleh baik data primer dan data sekunder dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang d peroleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang di peroleh dari studi kepustakaan sehingga di peroleh jawaban atas permasalahan yang di rumuskan. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah perkara yang dimediasi tidak ada yang mencapai setengah dari jumlah perkara perceraian yang terdaftar, dan lebih banyak perkara yang tidak melalui proses mediasi karena salah satu pihak atau para pihak atau kuasanya tidak hadir dalam sidang mediasi sehingga dalam keadaan yang demikian mediator berkewajiban untuk menyatakan bahwa mediasi telah gagal. Pengadilan Agama Kendari memiliki 8 orang hakim termasuk Ketua dan Wakil Ketua. Dari 8 orang hakim trsebut, hanya dua orang hakim yang telah mengikuti pelatihan mediator dan memiliki sertifikat mediator. Fakta tersebut menunjukkan bahwa jumlah perkara dan jumlah hakim/hakim mediator tidak seimbang, di mana jumlah perkaranya terlalu banyak, yaitu khusus kasus perceraian rata-rata terdapat 311 kasus per tahun (rata-rata 26 perkara
setiap bulannya) sementara hakim/hakim mediator yang hanya berjumlah 8 orang. Dari perkara perceraian yang terdaftar, perkara cerai gugat mendominasi putusan perceraian di Pengadilan Agama Kendari. Adapun faktor terbanyak yang menjadi alasan perceraian setiap tahunnya di Pengadilan Agama
Kendari adalah tidak adanya
keharmonisan/sering terjadi
percekcokan atau pertengkaran antara suami istri. Dari wawancara dengan hakim/hakim mediator diketahui bahwa dalam sidang mediasi atau dalam pemeriksaan perkara selanjutnya kadang terungkap bahwa penyebab antara suami dan istri sering cekcok atau bertengkar karena adanya wanita idaman lain atau pria idaman lain atau salah satu pihak telah melakukan perkawinan secara diam-diam juga. Sifat pricavy perkara perceraian itulah yang mnyebabkan Perma belum mampu menurunkan angka perceraian di Pengadilan Agama Kendari. terdapat lebih banyak perkara yang diputus dengan perdamaian yaitu sebanyak 56 perkara dibandingkan dengan perkara yang berhasil dimediasi, di mana jumlah perkara yang berhasil dimediasi dari tahun 2008 sampai dengan Juli 2012 hanya 11 perkara dari 189 perkara yang dimediasi. PEMBAHASAN Pada dasarnya Undang-Undang Perkawinan telah menentukan landasan religi sebagai dasar dalam membentuk dan membina rumah tangga dengan tujuan seyogianya rumah tangga yang dibentuk bahagia dan kekal. (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun1974 Tentang Perkawinan). Namun kenyataan, berbagai permasalahan dalam rumah tangga seperti himpitan ekonomi yang berujung pada suami tidak lagi dapat memberi nafkah, poligami, gaya hidup konsumtif, penganiayaan, cemburu, dan sebagainya, bisa saja menjadi pemicu hilangnya kasih sayang dalam rumah tangga dan berakhir dengan perceraian Kasus perceraian yang sering dijadikan jalan penyelesaian kemelut dalam rumah tangga sebenarnya tidak perlu terjadi jika masing-masing suami istri mau menyadari benar adanya hak bersama di antara mereka. Suami istri dalam Islam tidak bolah terlalu cepat mengambil keputusan bercerai, karena ada kemungkinan permasalahan yang menimpa rumah tangga dapat didamaikan kembali, karena meskipun dalam Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun perceraian adalah suatu hal yang meskipun dibolehkan tetapi dibenci oleh Rasulullah. Setiap ada sahabat yang datang kepadanya dan ingin bercerai dengan istrinya, Rasulullah selalu menunjukkan rasa tidak
senangnya dan berkata “abgadul halali ‘Indallahi at-Talaq (hal yang halal tapi sangat dibenci oleh Allah adalah perceraian. (Satria Effendi M. Zein). Agama sebagai pedoman aturan hidup akan memberikan petunjuk kepada manusia sehingga dapat menjalani kehidupan ini dengan baik, teratur, dan aman. Agama merupakan peraturan yang dijadikan sebagai pedoman hidup sehingga dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak mendasarkannya pada selera masing-masing. Islam adalah agama yang mengajarkan kepada pemeluknya untuk menyebarkan benih perdamaian, keamanan, dan keselamatan untuk diri sendiri, sesama manusia (muslim dan nonmuslim), dan kepada lingkungan sekitarnya (rahmatan lil’alamin). Perdamaian, keamanan, dan keselamatan ini hanya dapat diperoleh jika setiap muslim taat dan patuh, mengetahui dan mengamalkan aturan-aturan, menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT yang dijelaskan dalam sumber ajaran agama Al-Qur’an dan Al Hadis. (Rois Mahfud, 2010). Agama juga telah memberi petunjuk bagi setiap manusia yang ditentukan melalui syariah dan berfungsi sebagai pedoman hidup masyarakat yang seharusnya terjelma dalam semua tahapan proses kehidupan. Nilai-nilai Islam tersebut antara lain adalah nilai Ilahiyah (Ketuhanan), nilai Khuluqiyah (akhlak), serta nilai Insaniyah (Kemanusiaan). Bersumber dari nilai Ilahiyah diimplementasikan ke dalam sejumlah prinsip dasar atau asas yang lebih konkret dalam sejumlah bidang-bidang hukum Islam, antara lain, yaitu (1) Prinsip Aqidah; yang tertuang ke dalam lima rukun Islam dan enam rukun iman. (2) Prinsip ibadah yang dimaknakan secara luas bukan semata ibadah muhdlah (shalat, puasa, zakat, sedekah, haji, dan lain-lain), melainkan juga muamalah
al-makhluqiyyah
meliputi
aktivitas
(hubungan interaksional ke seluruh makhluk) (3)
Prinsip Syariah (hukum) menunjukkan segala aktivitas manusia senantiasa dikembalikan pada ketentuan syariah sebagai dasar utamanya. (M. Arfin Hamid, 2007). Peradilan
agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman telah
mempraktikkan mediasi di dalam proses penyelesaian perkara. Namun kenyataannya angka perceraian di Pengadilan Agama Kendari pasca Perma N0. 1 Tahun 2008 justru menunjukkan angka perceraian yang lebih tinggi dibanding angka perceraian sebelum Perma, dengan kata lain mediasi yang dilakukan masih lebih banyak menunjukkan angka ketidakberhasilan, meskipun terdapat beberapa kasus yang berhasil di mediasi. Hal tersebut karena mediasi mengandung beberapa kelemahan, antara lain keberhasilan mediasi sangat digantungkan dari
iktikad baik para pihak untuk menyelesaikan
sengketanya sampai selesai. (Munir Fuady, 2000)
Menurut Takdir Rahmadi (2010), Mediasi secara
efektif
jika
para
pihak memiliki
hanya
dapat
kemauan
atau
diselenggarakan keinginan
untuk
menyelesaikan sengketa secara konsensus.Oleh karena itu, karena faktor para pihak adalah faktor yang paling menentukan keberhasilan mediasi, maka sebaiknya dalam sidang mediasi dihadiri oleh para pihak secara langsung tanpa diwakili oleh kuasa hukum. Dengan demikian, ketentuan Pasal 17 ayat (2) Perma sebaiknya diadakan perubahan di mana para pihak tidak boleh diwakili oleh kuasa hukumnya tetapi boleh hadir bersama-sama dengan pihak suami atau istri yang didampinginya untuk dapat membantu mediator dalam memberikan nasihat, atau pengertian-pengertian, atau pemahaman, atau pilihan-pilihan sebagai solusi dalam menyelesaikan masalah. Pada dasarnya yang menjadi mediator adalah orang yang sudah mengikuti pelatihan dan memperoleh sertifikat mediator dari lembaga yang sudah diakreditasi oleh Mahkamah Agung, sehingga kompetensi mediator ditunjukkan dengan adanya sertifikat. Namun demikian, hakim yang belum memiliki sertifikat mediator dapat ditunjuk sebagai mediator. Hal tersebut dimungkinkan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 9 ayat (3), dan Pasal 11 ayat (6) Perma No. 1 Tahun 2008, sehingga seluruh hakim di Pengadilan Agama Kendari juga terdaftar sebagai mediator dan dengan demikian dapat ditunjuk untuk menjalankan tugas sebagai mediator.Kegagalan mediasi di Pengadilan Agama Kendari merupakan pengaruh dari minimnya mediator yang bersertifikat, sehingga otomatis masih sedikitnya mediator pelatihan
mediasi
untuk
yang
memiliki
pendidikan
ataupun
diterapkan dalam memediasi perkara di pengadilan.
Keberadaan mediator sebagai pihak ketiga sangat tergantung pada kepercayaan (trust) yang diberikan para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka. mediator juga harus memiliki sejumlah persyaratan dan keterampilan (skill) yang akan membantunya menjalankan kegiatan mediasi. Seperti yang dikemukakan oleh Syahrizal Abbas (2011), bahwa seorang mediator harus memiliki sejumlah persyaratan dan keterampilan (skill), baik dari sisi internal mediator dan sisi eksternal mediator. Seringnya perkara perceraian di Pengadilan Agama Kendari juga tidak lepas dari kemajuan teknologi dan gaya hidup hedonis yang kemudian memengaruhi
budaya
hukum masyarakat itu sendiri, sehingga pasangan suami istri yang berada dalam masalah lebih memilih untuk bercerai dibanding memperbaiki rumah tangga. Budaya hukum adalah tidak lain dari keseluruhan sikap dari masyarakat dan sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang akan menentukan bagaimana seharusnya hukum itu berlaku dalam masyarakat. (Abdul Manan, 2006:96).
Terlepas dari kendala-kendala yang dihadapi oleh Pengadilan Agama Kendari dalam implementasi mediasi, paling tidak aturan yang menghendaki pelaksanaan mediasi telah dilaksanakan, termasuk ketentuan dalam Pasal 76 ayat (2) UU No. 7/1989 beserta penjelasannya mengenai pengangkatan hakam yang merupkan bagian dari proses mediasi di mana hakam dalam pasal tersebut diartikan pula sebagai mediator. Menurut Amir Syarifuddin (2009), jika pertengkaran yang terjadi antara suami istri yang tidak dapat diselesaikan oleh keduanya. Allah memberi petunjuk untuk menyelesaikannya dalam surah An-Nisaa:35, yaitu dengan menunjuk seorang hakam yaitu seorang bijak yang dapat menjadi penengah dalam menghadapi konflik keluarga tersebut. Melihat sifat dan karakteristik perkara perceraian itu sendiri, tetap tingginya angka perceraian atau dengan kata lain adanya Perma tidak membawa penurunan angka perceraian di Pengadilan Agama Kendari, memang menunjukkan bahwa Perma N0.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan belum efektif, dalam mencegah terjadinya perceraian disebabkan karena tidak adanya relevansi antara substansi peraturan dengan sifat perkara yang diatur. (Achmad Ali, 2009). Perkara yang masuk di Pengadilan Agama Kendari selain terdapat perkara yang dicabut karena mediasi berhasil, juga terdapat perkara yang dicabut karena perdamaian setelah menjalani beberapa kali sidang pemeriksaan lanjutan setelah sidang mediasi dinyatakan tidak berhasil. Dalam usaha mendamaikan para pihak, masing-masing hakim telah melakukan cara-cara pendekatan tersendiri dengan melihat keadaan perkara dan kondisi maupun budaya para pihak, misalnya dalam mendamaikan para pihak yang mau bercerai karena keadaan ekonomi dengan karena salah satu pihak memiliki WIL/PIL atau dalam mendamaikan para pihak yang mau bercerai dan sudah punya anak dengan orang yang belum punya anak. Sseorang hakim termasuk hakim mediator dalam mendamaikan para pihak harus mempunyai dan mengetahui beberapa pendekatan dalam memediasikan para pihak, seperti pendekatan psikologis, pendekatan sosial. Selain pendekatan tersebut, juga yang terpenting adalah pendekatan agama, sebagai petunjuk bagi muslim dalam kehidupan, termasuk kehidupan berumah tangga. Syariah menjadi jalan lurus yang harus ditempuh seorang muslim, sehingga tidak ada jalan lain bagi muslim kecuali menggunakan syariah Islam sebagai hukum yang mengatur hidupnya. (Deden Makbuloh, 2011).
KESIMPULAN DAN SARAN Dapat disimpulkan bahwa implementasi substansi hukum mediasi yang diterapkan dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama Kendari sudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. Namun demikian, pelaksanaan mediasi masih memperlihatkan tingkat kegagalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat keberhasilan mediasi
yang disebabkan
karena
adanya
berbagai faktor
yang
memengaruhi, yaitu faktor perkara, faktor para pihak, faktor mediator, dan faktor budaya hukum. Mediasi yang dilakukan Pengadilan Agama Kendari belum mampu menurunkan angka perceraian yang disebabkan karena sifat perkara perceraian itu sendiri yang berkenaan dengan privacy para pihak serta pertimbangan kultural hakim dapat memengaruhi putusan perceraian pada Pengadilan Agama Kendari. Sebaiknya, sebagai jalan keluar dari adanya faktor kegagalan mediasi karena faktor para pihak,
maka
sebaiknya para pihak diwajibkan hadir pada sidang mediasi dan tidak boleh diwakili oleh kuasa hukumnya. Hal itu mengingat pelaksanaan mediasi menurut Perma adalah wajib dengan konsekuensi batalnya putusan jika tanpa melalui prosedur mediasi. Karena itu sebaiknya diadakan revisi kembali ketentuan yang terdapat dalam Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, khususnya ketentuan tentang kehadiran para pihak dalam sidang mediasi yang bersifat fakultatif menjadi wajib walaupun tetap memberlakukan pengecualian sesuai kondisi para pihak, misalnya pihak yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya. Di samping itu pula perlunya petunjuk pelaksanaan terhadap mediasi dalam perkara perceraian, sehingga tidak ada lagi perbedaan dalam penerapan mediasi di Pengadilan Agama Kendari, misalnya dengan menggunakan
rentang
waktu
maksimal
yang
disediakan
oleh
Perma
tanpa
membedakannya dengan perkara lain. Selain itu, mediator harus lebih maksimal lagi dalam menjalankan peran dan fungsinya utamanya melakukan kaukus bagi para pihak yang besar kemungkinan masih bisa rukun kembali. Pengadilan Agama Kendari harus terus melakukan evaluasi, perbaikan, dan pelatihan mediasi bagi hakim mediator dalam menyelesaikan perkara. Selain itu juga perlu mendalami hukum-hukum perkawinan dan perceraian dalam Islam, dan bagi suami istri dalam membina rumah tangga seyogyianya lebih memahami lagi tujuan dan nilai-nilai luhur perkawinan sesuai dengan nilai-nilai agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Manan, (2006). Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta. Achmad Ali, (2009). Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Amir Syarifuddin, (2009), Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Kencana, Jakarta. Deden Makbuloh, (2011). Pendidikan Agama Islam - Arah Baru Pengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, (2001). Hukum Arbitrase, PT. RadjaGrafindo,Jakarta. M. Arfin Hamid, (2007). Hukum Islam Perspektif Keindonesiaan: Sebuah Pengantar Dalam Memahami Realitas Hukum Islam di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar. Munir Fuady, (2000). Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Rachmadi Usman, (2006). Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Rois Mahfud, (2010). Al Islam - Pendidikan Agama Islam, Erlangga, Surabaya. Satria Effendi M. Zein, (2010). Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Syahrizal Abbas, (2011). Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Kencan Prenada Media Group, Jakarta. Takdir Rahmadi, (2010). Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.