Implementasi Badan Layanan Umum di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Tri Endah Karya Lestiyani Fakultas Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Abstrak: Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara membuka koridor bagi penerapananggaran berbasis kinerja di lingkungan pemerintah. Dengan pasal 68 dan pasal 69 dari undangundangtersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapatmenerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktifitas, efisiensi danefektifitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai badan layanan umum (BLU). Tulisan ini bertujuan untuk menguraikan tingkat pemahaman para pengelola IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi atas konsep pembentukan BLU, terutama berkaitan isu peningkatan kualitas pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara; dan juga untuk mengetahui pemahaman dan kesiapannya, serta kesulitan-kesulitan, hambatan dan harapan mereka terhadap BLU. Metode penelitian yang digunakan adalahstudi pustaka dan penelitian lapangan. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada para responden yang dipilih berdasarkan kelompok BLU. Kata-kata kunci: Badan Layanan Umum,
A. Pendahuluan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan konsep baru dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Konsep ini mengadopsi model agensifikasi yang berkembang di Inggris yang dikenal dengan New Public Management. Penelitian tentang pelaksanaan BLU telah
196 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
banyak dilakukan, akan tetapi penelitian yang dilakukan masih bersifat umum, atau setidaknya dilakukan pada lembaga atau satuan kerja pemerintah. Untuk penelitian tentang BLU yang dilaksanakan di perguruan tinggi masih belum banyak dilakukan, itupun juga masih banyak ditinjau dari berbagai pendekatan keilmuan, seperti ekonomi dan hukum. Pendekatan ekonomi karena berkaitan dengan pengelolaan keuangan, sedangkan kajian mengenai hukum karena pelaksanaan BLU harus dilandasi oleh aturan hukum. Namun demikian fokus kajian yang ada tetapi memiliki keterkaitan dengan administrasi publik belum banyak dilakukan. Secara prinsip, penerapan BLU diharapkan memberikan manfaat yang besar pada pemangku kepentingan dengan meningkatkan kualitas pelayanan dan pencapaian value for money. Paradigma ini dimaksudkan untuk memangkas ketidakefisienan. Persepsi masyarakat saat ini umumnya memandang bahwa pemerintah selama ini dinilai sebagai organisasi yang birokratis yang tidak efisien, lambat dan tidak efektif. Padahal dalam manajemen modern unit pemerintahan harus profesional akuntable dan transparan. Ditinjau dari mechanic view pemerintah sebagai regulator dan sebagai administrator, sedangkan dari organic view pemerintah berfungsi sebagai public service agency dan sebagai investor. Peranan sebagai regulator dan administrator erat sekali kaitannya dengan birokrasi sedangkan sebagai agen pelayan masyarakat dan sebagai investor harus dinamis dan dapat di transformasikan menjadi unit yang otonom. Secara implementasi kelembagaannya, terdapat banyak satuan kegiatan yang memiliki potensi untuk dikelola secara lebih efektif dan efisien melalui pola Badan Layanan Umum (BLU). Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari penyelenggaraan pelayanan diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan.
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
Peluang ini secara khusus disediakan bagi satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik. Hal ini merupakan upaya pengagenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisen dan efektif. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya, penelitian Ayi Riyanto lebih dekat dengan studi ilmu pemerintahan, yaitu administrasi publik. Penelitian Ayi Riyanto berjudul Implementasi BLU di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta (2011). Dalam penelitian tersebut Ayi Riyanto menjelaskan bahwa Pengelolaan Perguruan Tinggi (PT) melalui model Badan Layanan Umum (BLU) belum sepenuhnya dapat meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan sumber daya dan efektifitas pelaksanaan program. Hal ini diakibatkan oleh belum siapnya infrastruktur dan kompetensi sumber daya manusia serta kurangnya komitmen pengelola perguruan tinggi dalam menjalankan konsep BLU. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 7 tahun 2006 tentang persyaratan administratif dalam rangka pengusulan dan penetapan satuan kerja instansi pemerintah untuk menerapkan pola BLU, IAIN SulthanThaha Saifudin, Jambi, mulai mengusulkan proposal BLU dan melengkapi persyaratan secara administratif meliputi persyaratan subtantif. Pertama, penyediaan barang dan atau pelayanan bidang kesehatan, penyelenggaraan pendidikan, serta pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Kedua, pengelolaan dana khusus, pengelolaan dana bergulir untuk usaha kecil dan menengah, pengelola penerusan pinjaman, dan pengelola tabungan pemerintah dan ketiga, pengelolaan kawasan secara otonom dan kawasan pengembangan ekonomi terpadu (Kapet) Persyaratan teknis kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan di tingkatkan pencapaiannya melalui Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
197
198 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
BLU. Persyaratan administrarif meliputi pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja, pola tata kelola, rencana strategi bisnis, laporan keuangan pokok, standar pelayanan minimum dan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit, setelah melalui proses panjang persiapan proposal BLU IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi kemudian membuahkan hasil dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 429 / KMK / 05 /2009 tanggal 23 November 2009. BLU di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi baru dilaksanakan mulai 1 Januari 2010. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, Jambi, sebagai salah satu penyelenggara pelayanan publik bertujuan meningkatkan kinerja pelayanan publik yang berbasis pada hasil. Sehingga pelayanan kepada masyarakat tidak saja harus terjangkau, tetapi juga berkualitas layanan yang baik, cepat, efisien dan efektif. Berangkat dari latar belakang masalah ini perlu dilakukan penelitian untuk melihat sejauh mana kebijakan BLU di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Salah satu kajian yang menggunakan pendekatan hukum adalah penelitian yang dilakukan oleh Irfan Huzairin yang berjudul Sinkronisasi Horizontal Peraturan Perundang-Undangan dan Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Operasi Pada Badan Layanan Umum Perguruan Tinggi. Dalam penelitian ini Huzairin menjelaskan bahwa untuk mendukung reformasi birokrasi menuju penerapan konsep interpreuner the government perlu dilakukan perbaikan prosedur pelaksanaan KSO (Kerjasama Operasi) dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan pada Instansi BLU. Hasil dari penelitian Huzairin menunjukkan bahwa, dalam melaksanakan KSO, BLU seringkali menemui berbagai kendala. Beberapa kendala yang dihadapi adalah prosedur pelaksanaan KSO belum diatur secara jelas dan terdapat peraturan perundang-udangan yang belum sinkron, bahkan tumpang tindih. Akan tetapi secara konseptual, Huzairin kemudian menyatakan bahwa KSO merupakan Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
suatu praktek yang sehat. Secara umum menurutnya, KSO biasa dilakukan secara luas oleh berbagai perusahaan privat, yang menurutnya dapat dilakukan juga oleh instansi pemerintah. Di dalam KSO, BLU harus menggunakan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai bentuk standar kinerja dan pelayanannya. SOP dan pelayanan juga sesuai dengan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik dan menyesuaikan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Beberapa BLU yang diteliti Huzairin secara umum sudah menerapkan SOP sebagai standar pelayanan, namun dasar hukum standar operasional yang digunakan belum tepat karena menggunakan aturan yang bukan untuk mengatur instasi berstatus BLU. Dengan belum adanya dasar hukum yang tepat dalam prosedur pelaksanaan KSO, pelaksanaan BLU belum secara utuh sesuai dengan asas asas umum pemerintahan yang baik. Standar pelayanan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Ketidaksinkronan antara Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dalam hal pendapatan hasil kerjasama dan jenis kerjasama. Dengan adanya ketidaksinkronan pada Peraturan Pemerintah, menyebabkan terhambatnya pembuatan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang KSO oleh Direktorat Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Belum adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang KSO oleh Direktorat Pola Pengelolaan Keuangan menyebabkan instansi BLU belum memiliki landasan hukum secara teknis dalam prosedur pelaksanaan KSO. Jika penelitian Huzairin menggunakan pendekatan studi hukum, penelitian Mirna Amirya lebih menggunakan pendekatan studi ekonomi, khususnya akuntansi. Penelitian Mirna Amirya yang berjudul Pengembangan Sistem Anggaran dan Akuntansi Badan Layanan Umum Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
199
200 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
Universitas Brawijaya menarik untuk ditelaah. Penelitian yang dilakukan oleh Mirna Amirya mencoba memahami pengembangan sistem anggaran dan akuntansi BLU di Universitas Brawijaya dari sistem anggaran dan akuntansi yang dikaitkan dengan perubahan organisasi (organizational change) yang menggunakan perspektif teori institusional. Perubahan organisasi yang dimaksud adalah perubahan dari traditional budgeting menjadi performance based budgeting dan dari cash basis (modified accrual basis) menjadi accrual basis. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukannya pengembangan sistem anggaran dan akuntansi BLU di Universitas Brawijaya serta implikasi sistem anggaran dan akuntansi BLU Universitas Brawijaya terhadap perubahan organisasi. Penelitian yang dilakukan dalam kerangka fenomenologi sebagai salah satu cabang penelitian interpretative paradigm serta menggunakan analisis dan interpretasi dari pengembangan sistem anggaran dan akuntansi dilakukan melalui new institusionalism theory menunjukkan fakta bahwa, pertama, pada awalnya aktor-aktor memaknai penerapan sistem anggaran dan akuntansi BLU Universitas Brawijaya adalah untuk memenuhi kebutuhan legitimasi karena adanya desakan tuntutan PP No. 23 Tahun 2005, PMK No. 76/PMK.05/2008, dan PMK No. 44/PMK.05/2009. Selanjutnya, penerapan ini akan berdampak pada pencapaian kinerja Universitas Brawijaya agar lebih efisien, efektif, produktif, transparan, dan akuntabel. Kedua, pengembangan sistem anggaran dan akuntansi BLU Universitas Brawijaya mampu mendorong perubahan organisasi, meliputi perubahan nilai-nilai manajemen, SDM, prosedural, teknologikal, dan struktur organisasinya. Hasil ini diperoleh dari analisis dan interpretasi melalui new institutionalism theory, di mana fenomena yang ada menggambarkan terjadinya gejala institutional isomorphism atau coercive isomorphism yang merupakan tipe isomorphism yang terjadi karena adanya desakan dan aturan-aturan hukum yang mengikat dan diberlakukan oleh Pemerintah Pusat. Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
Mimetic isomorphism diwakili dengan penyusunan RBA, penerapan penatausahaan, dan pelaporan tingkat universitas-fakultas sebagai peniruan hasil belajar dari Universitas Diponegoro, Semarang yang telah melaksanakan PK BLU terlebih dahulu. Tipe normatif juga memiliki peran nyata melalui kerja sama antara tim pendamping implementasi PPK BLU, Kasubbag Akuntansi, dan PPAB, di mana dalam perkembangannya membentuk gejala allomorphism. Sampai saat ini Universitas Brawijaya masih menunjukkan gejala allomorphism yaitu terdapat re-contextualization dari elemen-elemen asing yang asli yang terjadi pada proses institusional dalam tiap organisasi. Dari hasil penelitiannya didapatkan pengelolaan dengan model BLU belum dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara optimal akibat belum diikuti perubahan mindset seluruh pegawai. Menurutnya, seluruh pegawai seharusnya memiliki pola pikir yang selalu dapat beradaptasi dengan perubahan, berani mengambil risiko dan mampu meningkatkan inovasi. Hal inilah yang tidak ditemukannya dalam penelitian. Lebih lanjut Ayi Riyanto menjelaskan, untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas organisasi publik seperti Perguruan Tinggi dalam memberikan pelayanan publik tidak dapat sepenuhnya menerapkan pertimbangan ekonomi, karena perguruan tinggi bukan organisasi yang hanya memberikan pelayanan jasa pendidikan saja, tetapi memiliki tugas sosial yang tidak dapat diukur dalam bentuk pendapatan.
B. New Public Management: Basis Konsep BLU Perubahan sosial yang terjadi mendorong terjadinya perubahan struktur dan kultur dalam birokrasi. Secara umum perubahan tersebut sering disebut dengan pergeseran dari paradigma lama pada paradigma baru. Sejak tahun 1990-an, dalam ilmu administrasi publik paradigma baru Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
201
202 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
yang sering disebut new public management (NPM) (Hood, 1991). Istilah baru tersebut juga oleh parapakar disebut dengan istilah yang berbeda, namun dilihat secara paradigmatik konsep tersebut merupakan padanan karena secara prinsip tidak jauh berbeda dan saling menunjang. Barzeley (1992) misalnya menyebut NPM dengan istilah postbureaucratic paradigm. David Osborne dan Gaebler (1992) menyebutnya dengan reinventing government. Dilihat dari genealoginya, baik konsep yang diperkenalkan oleh Barzeley, David Osborne dan Gaebler sangat terpengaruh oleh gagasan yang dikemukakan oleh Christopher Hood sebagai awal mula paradigma alternatif. Paradigma baru ini (NPM) menekankan pada perubahan perilaku pemerintah akan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi lebih efektif dan efisien sebagaimana prinsip yang diperkenalkan oleh Adam Smith, the invisible hand. Secara umum, konsep baru ini menjadikan pengelolaan organisasi publik hampir sama seperti organisasi privat (swasta) yang kemudian pandangan ini mengalami pergeseran dengan mengurangi peran pemerintah. Pemerintah membuka peran swasta dalam pemenuhan kebutuhan publik dan pemerintah lebih berfokus pada kepentingan publik yang luas dan hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Paradigma baru pengelolaan organisasi publik tersebut tidak bebas dari kritik sebab hal tersebut membuka keran kapitalisasi dalam sektor publik. Namun dalam realitasnya banyak negara-negara berkembang mengadopsi sistem baru pelayanan publik tersebut, termasuk Indonesia. Dinegara-negara berkembang, konsep ini secara praktis dilakukan secara berbeda akan tetapi secara prinsip tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Di Indonesia, konsep yang diperkenalkan oleh Osborn dan Geabler memiliki pengaruh yang cukup besar. Pemikiran kedua pakar administrasi publik tersebut banyak diajarkan dalam keilmuan Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
administrasi publik. Bahkan pada pertengahan tahun 1990-an karyakarya keduanya diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan menjadi buku babon dalam pendekatan keilmuan tersebut. Dalam konsep yang diperkenalkan oleh Osborn dan Geabler, terdapat 10 prinsip yang di kenal dalam NPM yang dalam konsep neologinya kemudian disebut dengan mewirausahakan birokrasi dimana semangat yang dibawa adalah melakukan transformasi semangat wirausaha kedalam sektor publik. Negara Indonesia telah mengadopsi pemikiran NPM dengan melakukan reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003, dengan dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang baru, yaitu UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Dengan ketiga paket peraturan keuangan negara tersebut telah merubah mindset atau pola pikir yang lebih efisien, profesionalitas, akuntabel, dan transparan, dengan melakukan perubahan dari penganggaran tradisional menjadi penganggaran berbasis kinerja, yang membuka koridor bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah menjadi lebih jelas dari hanya membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada output. Perubahan ini sangat berarti mengingat kebutuhan dana yang semakin tinggi, sedangkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas (Ahmad Hag, 2009). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek - praktek bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas melalui Badan Layanan Umum. BLU pada dasarnya adalah alat untuk Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
203
204 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
meningkatkan kinerja pelayanan publik melalui penerapan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil, profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Untuk dapat menjadi BLU, suatu instansi harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait dengan penyelanggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit/bersedia untuk diaudit. Dalam pengelolaan lembaga pendidikan tinggi, pemerintah menerapkan konsep NPM dengan apa yang disebut sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Perguruan tinggi sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan penting bagi peningkatan derajat kecerdasan masyarakat. Perguruan tinggi dituntut untuk dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu bersaing dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Dengan semakin tingginya tuntutan bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan pelayanannya, banyak permasalahan yang muncul terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia untuk biaya operasional, alur birokrasi yang terlalu panjang dalam proses pencairan dana, aturan pengelolaan keuangan yang menghambat kelancaran pelayanan dan sulitnya untuk mengukur kinerja, sementara perguruan tinggi memerlukan dukungan SDM, teknologi, dan modal yang sangat besar untuk fasilitas materiil maupun inmatriil. Melalui konsep pola pengelolaan keuangan BLU ini perguruan tinggi diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik, sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari pelaksanaan PPK-BLU ini, yaitu mempromosikan peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan keuangan dan tata kelola yang baik (Sri Mulyani, 2007).
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
C. Badan Layanan Umum dan Teori Agensi Sebagai bentuk baru pelayanan, BLU yang diterapakan di perguruan tinggi ini secara teoretik memiliki keterkaitan dengan teori agensi. Teori ini pertama dikemukakan oleh Miichael C. Jensen dan William H. Meckling (1976). Teori agenci menurut Handono Mardiyanto (2009:263) lahir untuk menjembatani ketidakselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan kreditor. Teori agensi adalah suatu teori yang menjelaskan adanya hubungan antara posisi antara manajemen (sebagai agen) dengan pemegang saham (sebagai pemilik). Dalam BLU ini yang menganut model NPM, Perguruan tinggi negeri adalah manajemen yang mendapatkan pelimpahan kewenangan dari pemerintah dalam hal ini melalui kementerian yang berkait. Secara umum, teori agen seringkali hanya dibahas dalam dunia usaha, sangat jarang sekali dibahas dalam hubungan antara pemerintah dan lembagalembaga yang dinaunginya. Dalam teori agensi ini pemerintah melakukan perubahan beberapa hal. Pemerintah bertindak sebagai katalis dengan melakukan desentralisasi beberapa kewenangannya terhadap perguruan tinggi. Kewenangan pengelolaan keuangan yang sebelumnya ditangani langsung oleh kementrian keuangan, kini dengan konsep BLU ini kewenangan pengelolaan keuangan diberikan kepada perguruan tinggi, demikian juga dengan pengeloaan organisasi yang sebelumnya menjadi wewenang penuh kementrian agama, kini pengelolaan organisasi langsung berada di perguruan tinggi yang berada di bawah naungannya. Dalam teori agensi ini, basis anggaran yang digunakan adalah berbasis kinerja sehingga pemerintah tidak lagi membiayai input sebab kewenangannya sudah didesentralisasikan. Meski tidak secara langsung bertindak misinya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar, perguruan tinggi agama menjadikan harus beradapasi dengan orientasi pasar. Model ini menjadikan posisi masyarakat customer.
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
205
206 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
Mulai tahun 1990-an ilmu administrasi publik mengenalkan paradigma baru yang sering disebut New Public Management/NPM (Hood, 1991). Walaupun juga disebut dengan nama lain misalnya Postbureaucratic Paradigm (Barzeley, 1992), dan Reinventing Government (Osborne dan Gaebler, 1992), tetapi secara umum disebut NPM karena berangkat dari gagasan Christopher Hood sebagai awal mula paradigma alternatif. Paradigma ini menekankan pada perubahan perilaku pemerintah menjadi lebih efektif dan efisien dengan prinsip The Invisible Hand-nya Adam Smith, yaitu mengurangi peran pemerintah, membuka peran swasta dan pemerintah lebih berfokus pada kepentingan publik yang luas. Tentu saja paradigma baru ini tidak lepas dari kritik, di antaranya kapitalisme dalam sektor publik dan kekhawatiran akan menggerus idealisme pelayanan publik. NPM menurut Kamensky dalam Denhardt & Denhardt didasarkan pada public choice theory, dimana teori tersebut menekankan pada kemampuan individu seseorang dibandingkan dengan kemampuan publik secara bersama-sama. Lebih lanjut Kamensky mengutarakan “public choice theories have tended to reject concepts like „public spirit,’ ‘public service,’ and so forth.” And these are not ideas we can afford to ignore in a democratic society”. Dengan demikian penerapan NPM sulit untuk diterapkan di Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Dalam reformasi birokrasinya, sebagai penerapan dari NPM, baik Departemen Keuangan maupun Badan Pemeriksa Keuangan menggunakan konsep Balanced Score Card, yaitu dengan membentuk strategy map dan key performance indicators (KPI) sebagai standar dan alat pengukuran kinerja. Bisa dikatakan bahwa dalam konsepnya kedua instansi ini sukses, hanya saja dalam pelaksanaannya dirasa masih setengah hati, terlihat dari belum sinkronnya antara program dengan strategi yang dibentuk, juga antara program dengan KPI, terlebih pada Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
anggarannya pada format DIPA. Hal ini saling berkaitan, karena money follow functions. Ketika strategi, program beserta KPI nya terbentuk secara rapi, maka tentunya anggaran akan mengikuti mekanisme tersebut. Selain itu, beberapa hal yang menandakan karaktersistik NPM menurut Christopher Hood yang telah diterapkan di Depkeu dan BPK adalah: 1. Manajemen profesional di sektor publik; Secara bertahap, mereka sudah mulai menerapkannya, yaitu mengelola organisasi secara profesional, memberikan batasan tugas pokok dan fungsi serta deskripsi kerja yang jelas, memberikan kejelasan wewenang dan tanggung jawab. 2. Penekanan terhadap pengendalian output dan outcome; Sudah dilakukan dengan penggunaan performance budgeting yang dirancang oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Perubahan atas sistem anggaran yang digunakan ini merupakan yang terpenting yang terkait dengan penekanan atas pengendalian output dan outcome. 3. Pemecahan unit-uit kerja di sektor publik; Menurut saya hal ini sudah sejak lama dilakukan oleh Depkeu juga BPK, yaitu adanya unit-unit kerja tingkat eselon 1. 4. Menciptakan persaingan di sektor publik; Hal ini juga sudah dilakukan, yaitu adanya mekanisme kontrak dan tender kompetitif dalam rangka penghematan biaya dan peningkatan kualitas serta privatisasi, diatur dalam Keppers 80 tahun 2003. 5. Mengadopsi gaya manajemen sektor bisnis ke sektor publik; hampir di seluruh eselon 1 di Depkeu sudah menerapkannya, dengan adanya modernisasi kantor baik di Ditjen Pajak, Ditjen Perbendaharaan, maupun Ditjen Bea Cukai, juga terkait dengan pemberian remunerasi sesuai job grade karyawan. Demikian juga di BPK, selain Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
207
208 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
modernisasi kantor dan remunerasi, hubungan antara atasan dan bawahan semakin dinamis, gap senioritas hanya muncul dalam halhal profesionalisme saja yang dibutuhkan. 6. Disiplin dan penghematan pengguanann sumber daya; Dalam hal disiplin biaya, saya masih meragukan implementasinya pada kedua instansi ini, karena masih adanya aset-aset yang dibeli melebihi spesifikasi kebutuhan. Sedangkan dalam hal disiplin pegawai, adanya model presensi menggunakan finger print sudah sangat efektif dilakukan. Terlepas dari apa yang terjadi pada kedua instansi pemerintahan tersebut, dalam ranah yang lebih luas, NPM ini telah dicoba diterapkan juga pada Pemerintahan Daerah, yaitu sejalan dengan penerapan otonomi daerah di Indonesia mulai tahun 2004. Bisa dikatakan, bahwa penerapan NPM ini memberikan dampak positif pada beberapa hal, misalnya peningkatan efisiensi dan produktivitas kinerja pemerintahan daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik. Hal ini dapat dipahami melalui salah satu karakteristik NPM menurut Christopher Hoods, yaitu menciptakan persaingan di sektor publik. Sehingga apa yang dilakukan oleh pemerintahan daerah adalah berusaha bersaing untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, dan pada gilirannya, publiklah yang diuntungkan atas upaya ini. Namun dalam banyak hal, seringkali pemerintah menerjemahkan NPM secara salah dan kebablasan. Prinsip „Pemerintah Wirausaha‟ atau Enterprising Government sebagai salah satu prinsip NPM yang menyarankan kepada pemerintah untuk berinovasi dalam menciptakan sumber-sumber pendapatan baru diterjemahkan secara salah. Banyak pihak lupa bahwa prinsip-prinsip dalam NPM harus diterapkan secara keseluruhan, tidak bisa memilih-milih, sehingga prinsip „Pemerintah yang Berorientasi pada Publik‟ justru sering terlupakan. Hal ini Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
membawa dampak pada komersialisasi dan privatisasi kebablasan. Lebih lanjut, kesalahan ini tidak menjadikan pemerintah lebih produktif, efisien dan efektif, tetapi menjadikan ladang korupsi baru dan kualitas pelayanan publik justru menurun. Karena itu, inovasi atau kreativitas pemerintah untuk menciptakan sumber-sumber pendanaan baru yang produktif harus memperhatikan juga prinsip pelayanan publik secara maksimal.
D. Kinerja Badan Layanan Umum (BLU) Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat. Budaya organisasi selain berpengaruh terhadap kinerja organisasi, berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya kinerja organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan yang tinggi merupakan salah satu indicator juga efektivitas manajemen, yang berarti bahwa budaya organisasi telah dikelola dengan baik (Gary Yukl, 2005). Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Menurut Arlyn J. Mercher (1994), ada tujuh karakteristik utama yang, secara keseluruhan, merupakan hakikat budaya organisasi. Pertama, inovasi dan keberanian mengambil risiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil risiko. Kedua, perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis dan perhatian pada hal-hal Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
209
210 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
detail. Ketiga, orientasi hasil. Sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. Keempat, orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi. Kelima, orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di organisasi pada tim ketimbang pada indvidu-individu. Keenam, keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai. Ketujuh, stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. Budaya juga memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi. Budaya berperan sebagai penentu batas-batas; artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya. Identitas budaya memuat rasa identitas suatu organisasi. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu. Budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan. Budaya bertindak sebagai mekanisme alasan yang masuk akal (sense-making) serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan. Fungsi terakhir inilah yang paling menarik. Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi bersifat dinamis. Yaitu bilamana dapat menyelesaikan hambatan; a. Hambatan bagi keragaman. Merekrut karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaanMedia Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
b.
c.
perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah paradoks. Hambatan bagi akuisisi dan merger. Secara historis, faktor kunci yang diperhatikan manajemen ketika membuat keputusan akuisisi atau merger terkait dengan isu keuntungan finansial atau sinergi produk. Belakangan ini, kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama. Menciptakan budaya organisasi yang etis. Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, rendah, sampai sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain juga hasil. Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam menciptakan budaya yang lebih etis.
Keberhasilan kinerja organisasi berkait erat dengan standar pelayanan publik yang diterapkan. Standar ini merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan. Dalam Keputusan MENPAN No. 63 Tahun 2004 Standar Pelayanan, prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan. Pertama, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. Kedua, biaya pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. Ketiga, produk pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Keempat, sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik; kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan. Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
211
212 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
E. Implementasi Kebijakan BLU di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan (Afan Gaffar, 2009: 295) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi melaksanakan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 429 / KMK / 05 /2009 tanggal 23 November 2009. Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan, program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut. IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai produsen sumberdaya manusia, mengemban tanggung jawab untuk mempersiapkan sumber daya insani yang handal dan mampu bersaing disertai kemampuan akademis, analisis, inovatif, leadership, sehingga out put atau alumninya dapat memberikan solusi terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dan mampu beradaptasi dengan perkembangan peradaban. Hal ini sebagaimana juga tertera dalam visi, misi dan tujuan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Lembaga Pengembangan inilah yang merencanakan, mempersiapkan, mengurus pengembangan dan langkah tekhnis dalam rangka mewujudkan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi menjadi salah satu instansi yang mendapat kepercayaan untuk menerapkan Badan Layanan Umum (BLU). Setelah melalui serangkaian proses, dan berbagai persiapan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi berdasarkan Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
SK Menteri Keuangan RI Nomor 429/KMK.05/2009 menjadi salah satu lembaga yang mendapatkan kepercayaan untuk menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU). IAIN Sulthan Thaha Saifuddin berdasrkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 489 Tahun 2002 memiliki tugas pokok menyelenggarakan pendidikan tinggi, penelitian dan pengabdian terhadap masyarakat di bidang ilmu pengetahuan keislamam dan ilmu pengetahuan lainnya yang terkait dan sesuai dengan peraturan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya terdiri atas Dewan Penyantun, Rektor dan Wakil Rektor, Senat, Biro Administrasi Urusan Kepegawaian dan Akademik dan unit penunjang lainnya, Sebagai penyelenggara Tri Dharma Perguruan Tinggi IAIN Sulthan Thaha Saifuddin mempunyai Visi : menjadikan IAIN sebagai pusat keunggulan dan kebanggaan masyarakat, mengutamakan pemberdayaan dan kualitas serta amanah dalam mengabdi. Misi : meningkatkan mutu lulusan, meningkatkan kreatifitas, prestasi dan akhlak mulia mahasiswa, meningkatkan suasana lingkungan kampus yang indah, islami dan ilmiah, meningkatkan kualitas dosen dan staf, melaksanakan efektifitas dan akuntabilitas program. Adapun tujuan yang ingin dicapai : sebagai lembaga pendidikan unggulan yang islami, amanah, dan menjadi kebanggaan masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut diatas dirumuskan kebijakan : peningkatan kualitas dan kuantitas mahasiswa, peningkatan mutu penelitian, peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat, peningkatan dan penguatan kualitas managemen administrasi dan keuangan, peningkatan sarana dan prasarana kampus, peningkatan kualitas pendidikan dan pengajaran dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
213
214 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
Penerapan PPK-BLU di IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi Setelah dianggap melalui proses panjang IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, telah memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif oleh sebab itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 429/KMK.05/2009 ditetapkan sebagai instansi pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU). PPK-BLU tersebut telah menetapkan bertepatan dengan Raker yang dilaksanakan di Hotel Abadi Suite pada tahun 2009. B.1. Persyaratan Substantif dan Teknis Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan : -
Penyediaan barang dan/atau jasalayanan umum Pengelolaan wilayah/kawasan tertentuuntuk tujuan meningkatkan ekonomi masyarakat atau layanan umum, dan/ atau Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat. Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
1. Kinerja pelayanan dibidang tugas pokok dang fungsinya layak dikelolah dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan 2. Kinerja keuangan satuan kerjainstansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditujukan dalam dokumen usulan penetapan BLU. B.2. Persyaratan Administratif
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
Persyaratan administratif terpenuhi apabilainstansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut : 1. Persyaratan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan,keuangan dan manfaat bagi masyarakat, 2. Pola tata kelola, 3. Rencana strategi bisnis, 4. Laporan keuangan pokok, 5. Standar pelayanan minimum dan 6. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk di audit secara independen Dokumen tersebut disampaikan kepeda menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD untuk mendapatkan pesetujuan sebelum disampaikan kepada MenteriKeuangan/gubernur//Bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
B.3. Proses Penetapan PPK-BLU Proses penetapan PPK-BLU adalah sebagai berikut : 1. Menteri/pimpinan/lembaga/kepala SKPD mengusulkan intansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif untuk menetapkan menetapkan PPK-BLU kepada menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. 2. Menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota menetapkan intansi pemerintah yang telah memenuhipersyaratan untuk PPK-BLU 3. Penetapan tersebut dapat berupa pemberian status BLUsecara penuhatau status BLU secara bertahap 4. Status BLUsecara penuh diberikan apabila seluruh persyaratan telah dipenuhi dengan memuaskan Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
215
216 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
5. Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan 6. Status BLU Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun 7. Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 bulan sejak diterima dari menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD.
B.4. Penerapan PPK-BLU Adapun penerapan PPK-BLU berakhir bila : 1. Dicabut oleh Menteri Keuangan /gubernur/bupati/walikota berdasarkan usul dari menteri/pimpinanlembaga/kepala SKPD, sesuai dengan kewenangannya atau, atau 2. Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan
B.5. Pencabutan PPK-BLU Pencabutan penetapan PPK-BLU dilakukan apabila BLUyang bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substansif, teknis dan / atau administratif Pencabutan status dilakukan berdasarkan peraturanperundang-undangan, yaitu :
penetapan
ketentuan
1. Menteri keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, membuat penetapan pencabutanpenerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 9tiga) bulan sejak tanggal usul diterima. Dalam hal jangka waktu 3(tiga)bulan terlampaui, usul pencabutan ditolak.
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
2. Instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK-BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK-BLU sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 PP No.23 tahun 2005 tentang pengelolaan badan Layanan Umum 3. Dalam rangka menilai usulan penerapan dan pencabutan, Menteri Keuangan/gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangannya, menunjuk suatu tim penilai. Berdasarkan kasus dalam penelitian, mengklasifikasi hasil penelitian sesuai teori William Dunn dalam bukunya Public Policy (1994: 610) menyebutkan ada 6 indikator yang digunakan untuk mengukur kriteria evaluasi kebijakan yaitu terdiri dari : efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas dan ketepatan. Sehingga kalau diuraikan dengan tabel pertanyaan sebagai berikut: Indikator Efektifitas dan Efisiensi
Kecukupan
Pemerataan
Responsivitas
Ketepatan
Kasus BLU bermaksud untuk memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan melalui praktik-praktik bisnis yang sehat dan transparan, tetapi yang terpenting adalah upaya untuk memberikan dan mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas, efektif dan efisien. Kecukupan dan kecocokan tenaga dosen dengan pengembangan program studi baru menuju perubahan menjadi universitas, merupakan bagian strategi pengembangan SDM tenaga dosen yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu. Pengembangan dilakukan untuk menetapkan SDM sesuai kualifikasi akademik dan keterampilan profesional yang dimiliki agar sesuai dengan tuntutan perubahan IAIN STS menjadi UIN. Respon yang di dapatkan dalam pelaksanaan BLU itu sendiri sangat memuaskan disebabkan untuk menjadi pelayannan yang akan lebih baik dengan di berlakukannya Badan Layanan Umum ini untuk pendidikan tersebut. Melihat aspek Ketepatan yang harus diperhitungkan sudah tepat sasaran untuk penerapan Badan Layanan Umum ini dalam dunia pendidikan di Institut tersebut yang bertujuan untuk melayani anak-anak didik yang berada di IAIN STS Jambi.
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
217
218 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
Jadi disini sebenarnya evaluasi tidak hanya dilakukan untuk mengetahui efektivitas program atau proyek saja melainkan secara luas untuk mengetahui efektivitas beserta dampak yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan. Tentunya dalam kajian ini kebijakan yang banyak dilihat adalah kebijakan yang dikeluarkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan. Menurut peneliti ada juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan tidak dapat dilaksanakan secara optimal diantaranya : a. Kultur Organisasi perubahan merupakan penyebab penting dalam sebuah ketahanan organisasi (organizational viability). Perkembangan organisasi sejumlah ciri-ciri : sebuah strategi edukasional, digunakan agen-agen perubahan (eksternal), kebutuhan akan hubungan kolaboratif dan sekelompok tujuan normatif. b. Pengguna Jasa Layanan : merupakan civitas akademika dan masyarakat yang bertujan sebagai lembaga pendidikan unggulan yang islami, amanah, dan menjadi kebanggaan masyarakat. c. Sistem Pelayanan : masih semi modern, artinya standar oprasional prosedur dan standar pelayanan minimal belum di terapkan secara menyeluruh pada setiap unit kerja sehingga ukuran target pencapaian belum terukur dengan jelas. d. Sumber Daya Manusia Pelayanan : masih beragam dan ada yang belum profesional menjalankan tugas pokok dan fungsi secara optimal dan sesuai standar/kriteria tugas. Penerapan ini akan berdampak pada pencapaian kinerja IAIN Sulthan Thaha Saifuddin agar supaya lebih efisien, efektif, produktif, transparan, dan akuntabel. Kedua, pengembangan sistem anggaran dan akuntansi BLU IAIN Sulthan Thaha Saifuddin diharapkan mampu mendorong perubahan organisasi, meliputi perubahan nilai-nilai manajemen, SDM, prosedural, teknologikal, dan struktur organisasinya. Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
Hasil ini diperoleh dari analisis dan interpretasi melalui new institutionalism theory, di mana fenomena yang ada menggambarkan terjadinya gejala institutional isomorphism atau coercive isomorphism yang merupakan tipe isomorphism yang terjadi karena adanya desakan dan aturan-aturan hukum yang mengikat dan diberlakukan oleh Pemerintah Pusat. Mimetic isomorphism diwakili dengan penyusunan RBA, penerapan penatausahaan, dan pelaporan tingkat Institut dan fakultas.
F. Kesimpulan Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 429/KMK/0.5/2009 tahun 2009 menyatakan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi sebagai penyelenggara Pola Pengelolaan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) berhak mengelola keuangan secara otonomo sesuai kriteria dan persyaratan PK-BLU dan menyelenggarakan Bisnis Anggaran yang bertujuan mensejahterakan pegawai/staff/karyawan. Meskipun pelaksanan PK-BLU sudah dilaksanakan hampir kurun waktu empat tahun tetapi masih ada beberapa persyaratan administratif penyelenggaraan yang belum terpenuhi seperti : pola tata kelola, rencana strategi bisnis, standar pelayanan minimum sehingga target pencapaian belum optimal sesuai tujuan pelaksanaan Badan Layanan Umum hal ini berimplikasi pada kinerja pengelolaan keuangan. Setelah melakukan penelitian, beberapa temuan kasus : 1) Aspek Efektivitas. Berdasarkan kebijakan tentang Pengelolaan Keuangan BLU maka tingkat capaian efektivitas kebijakan sudah baik dan relatif sesuai dengan tujuan dibentuknya BLU, meskipun masih ada juga beberapa BLU yang belum dapat mencapainya. 2) Aspek Kecukupan. Untuk aspek ini mayoritas BLU telah dapat memecahkan persoalan pengelolaan keuangan di dalam lembaga/organisasinya meskipun baru sampai pada kriteria cukup. Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
219
220 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
Artinya masih perlu peningkatan pemahaman lebih mendalam tentang kebijakan yang terkait dengan PK- BLU. 3) Aspek Pemerataan. Dalam aspek pemerataan, pencapaian baru sampai kriteria cukup karena dengan penerapan PK BLU ini belum seluruh PTN BLU dapat memberikan pelayanan secara merata keseluruh komponen masyarakat yang berbeda. 4) Aspek Responsivitas. Hasil kebijakan yang terkait dengan PK BLU ini secara umum sudah direspon dengan baik oleh masyarakat yang menjadi kelompok sasaran dari BLU, meskipun tingkat responsivitasnya masih berbeda-beda. 5) Aspek Ketepatan. Dalam hal ketepatan memang belum semua BLU sudah dapat menerapkan PK BLU secara tepat karena masih ada beberapa komponen yang belum merasakan manfaat dari kebijakan ini.
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
DAFTAR PUSTAKA Ayi Riyanto, (2011), Implementasi BLU di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Program Doktor Administrasi Publik, Universitas Gadjah Mada, Disertasi tidak diterbitkan, Yogyakarta. Amstrong, M. and Baron, A. Performen Management – The New Realities. London Institute of Personel and Development, 1998. Buku Pedoman Akademik, Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun Akademik 2012/2013. Dunn, William N, (1994), Public Policy Analysis; An Introduction, 2nd edition, University of Pittsburgh, New Jersey. Diterjemahkan dalam Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1998. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 1997 __________, (1995), Analisa Kebijaksanaan Publik, Hanindita Graha Widya, Yogyakarta. Gudono, (2012), Teori Organisasi, BPFE Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Helfert, Erich A, 1996. Analisa Laporan Keuangan (edisi ketujuh). Jakarta : Erlangga. Indiahono, (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Gava Media, Yogyakarta. Iifan Huzairin (2010), (2010), Sinkronisasi Horizontal Peraturan Perundang-Undangan dan Prosedur Pelaksanaan Kerjasama Operasi Pada Badan Layanan Umum Perguruan Tinggi. Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum, Universitas Indonesia. Jakarta Joko Supriyanto dan Suparjo, “Badan Layanan Umum : Sebuah PolaPemikiran Baru atas Unit Pelayanan Masyarakat”, disarikan dari Acara Workshop Penyusunan Rencana Penyusunan Program (RPP) tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU).
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
221
222 TRI ENDAH KARYA LESTIYANI
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), Institut Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin. Tahun 2010-1012 Mirna Amirya, (2011), Pengembangan Sistem Anggaran dan Akuntansi Badan Layanan Umum Universitas Brawijaya, Program Magister Akuntansi, Jurusan Akuntansi FEB, Universitas Brawijaya, Malang Mercher, Arlyn J. (1994), Struktur dan Proses Organisasi, Rineka Cipta, Jakarta Mulyadi, Balanced Scorecard : Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan (edisi ke-2). Jakarta Salemba Empat. 2001 __________, Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel berbasis Balanced Scorecard,UUP STIMIK YKPN, Yogyakarta, 2009 Moleong, Metodologi Rosdakarya.2007
Penelitian
Kualitatif,
Bandung
Remaja
Parsons, Wayne. (2006), Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Penerbit Kencana. Jakarta. PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum; PP No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan; PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengadaan Barang/Jasa Pada Badan Layanan Umum Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2006 tentang Pembentukan Dewan Pengawas Pada Badan Layanan Umum Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Pedoman Penetapan Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Dewan Pengawas dan Pegawai Badan Layanan Umum
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
Badan Layanan Umum
Peraturan Menteri Keuangan No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum; Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi : Pola Tata Kelola. Tahun 20102012. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi : Rencana Strategis Bisnis. Tahun 2010- 2012. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi : Standar Pelayanan Minimum. Tahun 2009. Rencana Strategis IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, tahun 20102012. Riant Nugroho, (2004), Kebijakan Publik; Formulasi, Implementasi dan Analisis, PT Elex Media Komputindo, Jakarta Sugiyono, (2005). Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung __________, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta, Bandung. 2013 Sparadley, James P, The Etnografi Interview, diterjemahkan oleh Misbah Zulfa Elizabeth dalam bahasa Indonesia dalam buku Metode Etnografi, Penerbit Tiara Wacana, Cetakan I, 1997. Yukl, Gary. (2005), Kepemimpinan dan Organisasi, Penerbit Indeks, edisi-5, Jakarta Utomo Tri Widodo. (2000). Pengantar Kebijakan Publik. STIA Lembaga Administrasi Negara, Bandung. Sumber Daring: http://syukriy.wordpress.com/2008/06/28/badan-layanan-umumsebuah-pola-pemikiran-baru-atas-unit-pelayanan-masyarakat/ Di akses 15 Januari 2012 UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Media Akademika, Vol. 29. No.2, April 2014
223