Implementasi Aljabar Max-Plus pada Pemolan dan Penjadwalan Keberangkatan Bus Kota DAMRI (Studi Kasus di Surabaya) Kresna Oktafianto, Subiono, Subchan Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
[email protected],
[email protected] Abstrak -Kemacetan merupakan pemandangan yang umum bagi kota - kota besar di Indonesia, tak terkecuali kota Surabaya. Kemacetan yang terjadi di Surabaya disebabkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan bermotor serta kurangnya peningkatan pelayanan transportasi umum khususnya bus kota. Pada Tugas Akhir ini dilakukan observasi trayek dan survei waktu perjalanan rata-rata keberangkatan bus kota DAMRI di Surabaya yang akan dijadikan sebagai suatu model graf berarah. Setelah didapatkan model graf berarah kemudian dianalisa pemodelan dan penjadwalan untuk keberangkatan bus kota DAMRI dengan menggunakan aljabar maxplus. Dengan menggunakan bantuan aplikasi Scilab 5.3.3 dan Max-Plus Toolbox Algebra diperoleh nilai eigen yaitu 6.0028571. Nilai eigen tersebut merepresentasikan periode keberangkatan bus kota DAMRI di masing-masing halte setiap 6 menit sekali. Kata kunci: Aljabar Max-Plus, Kemacetan, Model Graf, Nilai Eigen, Pemodelan, Penjadwalan, Periode Keberangkatan
1
dan jam berangkat kerja, tetapi kebijakan ini tidak akan bertahan lama jika pertumbuhan kendaraan jauh lebih cepat. Sedangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya belum memiliki solusi konkret. Wacana pembangunan moda transportasi massal monorail dan trem baru masuk tahap kajian mendetail sedangkan realisasinya diperkirakan mulai beroperasi tahun 2015 mendatang, yakni monorail untuk koridor timur-barat dan trem untuk koridor utara-selatan[1]. Solusi yang akan ditawarkan pada penelitian ini yaitu meningkatkan dan memperbaiki kenyamanan transportasi umum yaitu dari segi kepastian waktu (time table). Salah satu transportasi umum di Surabaya yang masih dikelola oleh pemerintah yaitu bus kota DAMRI, tetapi fakta di lapangan menunjukkan sistem penjadwalan masih tidak teratur karena belum memiliki time table yang tetap. Selain itu dari keluhan masyarakat yaitu mengenai ketidakpastian waktu tunggu dan kedatangan bus di halte-halte menyebabkan pengguna transportasi umum bus kota DAMRI berkurang. Dalam rangka untuk mengurangi kemacetan lalu lintas peranan bus kota DAMRI sangat dibutuhkan dan dikembangkan karena memiliki ciri khas yaitu memiliki jalur tetap. Sehingga pada penelitian ini akan dikaji lebih lanjut mengenai model jalur beserta halte yang telah ada dan penjadwalan keberangkatan bus kota DAMRI dengan menggunakan aljabar max-plus.
Pendahuluan
Kemacetan lalu lintas merupakan pemandangan yang umum bagi kota - kota besar di Indonesia, tak terkecuali kota Surabaya. Namun, akhir-akhir ini waktu kemacetan terasa semakin lama, pada pagi hari kemacetan sudah mulai terjadi pada pukul 06.00 sampai 09.00 WIB sedangkan pada jam pulang kantor ditengarai mulai menginjak kemacetan pukul 15.00 sampai 19.00 WIB. Atau terjadi penambahan jam sibuk 3,5 jam [1]. Kemacetan yang terjadi di Surabaya disebabkan oleh bertambahnya jumlah kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan panjang jalan yang ada di Surabaya yaitu dengan perbandingan 1:5. Sesuai data dari Satlantas Polrestabes Surabaya hingga September 2010, jumlah kendaraan bermotor sudah mencapai 3.895.061 unit, jika semua kendaraan bermotor dijajar di jalan raya maka panjangnya bisa mencapai 10.923,5 padahal panjang jalan di Surabaya hanya mencapai 2.096,69 km[2]. Berbagai solusi untuk mengatasi masalah kemacetan mulai dari kebijakan menggeser jam berangkat sekolah
2 2.1
Tinjauan Pustaka Penelitian Penjadwalan Transportasi
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, referensi yang digunakan yaitu berdasarkan dari tesis yang disusun oleh Winarni dengan judul ”Penjadwalan jalur Bus dalam Kota dengan Aljabar Max-Plus”[6]. Dalam tesis tersebut merupakan studi kasus di Kota Jakarta dengan memodelkan serta menjadwalkan keberangkatan Bus TransJakarta menggunakan Aljabar Max-Plus serta dianalisa kesesuaian dengan kondisi real. Sedangkan bahan referensi yang lain yaitu dari tesis dari Nahlia dengan judul ”Analisis Pemodelan Dan Penjadwalan Busway Di Surabaya menggunakan Aljabar Max-Plus”[3]. Dalam tesis tersebut dituangkan gagasan penentuan jalur busway untuk kota Surabaya dengan menghubungkan Surabaya Selatan ke Utara, Surabaya 1
timur dan Surabaya barat serta jalur pusat kota ke- untuk i ∈ n dan j ∈ m. Perkalian matriks ini serupa mudian dilakukan pemodelan serta penjadwalan dengan dalam perkalian matriks aljabar biasa dimana + diganti menggunakan aljabar max-plus untuk menentukan desain ⊕ dan × diganti ⊗. penjadwalannya. 2.2.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Dalam Aljabar Max-Plus 2.2 Aljabar Max-Plus Sebelum membahas mengenai aljabar max-plus lebih Sama halnya dalam aljabar linier biasa dalam aljabar jauh, terlebih dahulu berikut ini diberikan definisi struk- max-plus juga dijumpai pengertian nilai eigen atau nilai karakteristik dan vektor eigen atau vektor kharakteristik tur aljabar max-plus. dari matriks persegi A. Yaitu dalam aljabar max-plus Definisi 2.1. Definisi aljabar max-plus[4] vektor x ∈ Rnmax dengan x 6= (ε, ε, ..., ε)T dan λ ∈ R diDiberikan Rε = R ∪ {ε} dengan R adalah himpunan senamakan vektor eigen dan nilai eigen dari matriks persegi mua bilangan real dan ε = −∞. Pada Rε didefinisikan A jika memenuhi operasi berikut: ∀x, y ∈ Rε , A ⊗ x = λ ⊗ x. x ⊕ y = max{x, y} dan x ⊗ y = x + y nilai eigen dan vektor eigen Untuk selanjutnya operasi ⊕ dibaca o-plus dan operasi Algoritma untuk menentukan n×n dari matriks A ∈ R dilakukan secara berulang dari max ⊗ dibaca o-times dan juga penulisan (Rε , ⊕, ⊗) ditulis bentuk persamaan linear sebagai R . Selain definisi diatas, dalam aljabar maxmax
plus juga diperkenalkan pangkat. Berikut definisi dari pangkat.
x(k + 1) = A ⊗ x(k), k = 0, 1, 2, 3, ...
(1)
Perilaku periodik dari persamaan (1) erat kaitanDefinisi 2.2. Untuk setiap x ∈ Rmax dan untuk semua nya dengan apa yang dinamakan vektor waktu sikel yang α ∈ R, maka didefinisikan sebagai x⊗α = α × x, untuk α ∈ R x(k) . lim k→∞ k 2.2.1 Vektor dan Matriks dalam Aljabar MaxPlus Limit ini ada untuk setiap keadaan awal x(0) 6= (ε, ε, ..., ε)T dan untuk matriks dalam Persamaan (1) Himpunan matriks n × m dalam aljabar max-plus yang tereduksi selalu bisa dijadikan suatu bentuk blok dinyatakan dalam Rn×m max . Didefinisikan n = {1, 2, 3, ..., n} matriks segitiga atas, yang diberikan oleh bentuk untuk n ∈ N. Elemen dari matriks A ∈ Rn×m max pada baris ke-i kolom ke-j dinyatakan dengan ai,j , untuk i ∈ n dan A1,1 A1,2 · · · A1,q ε j ∈ m. Dalam hal ini matriks A dapat dituliskan sebagai A2,2 · · · A2,q .. .. ε a1,1 a1,2 . . . a1,m . ε . a2,1 a2,2 . . . a2,m ε ε · · · Aq,q A= . .. .. . . . . . . . Dan untuk setiap i = 1, 2, 3, ..., q, Ai,i berukuran qi × an,1 an,2 . . . an,m qi adalah matriks tak tereduksi dengan nilai eigen λi . Dalam hal yang demikian vektor waktu sikel diberikan ada kalanya elemen ai,j juga dinotasikan sebagai oleh [A]i,j , i ∈ n, j ∈ m T x(k) lim = = λ1 λ2 · · · λq , Untuk matriks A, B ∈ Rn×m k→∞ k max penjumlahan matriks A⊕B didefinisikan sebagai dengan tanda T menyatakan transpose dari matriks dan [A ⊕ B]i,j = ai,j ⊕ bi,j T λi = λi λi · · · λi = max{ai,j , bi,j } dan vektor λi berukuran qi ×1. Keujudan nilai eigen dari matriks persegi A diberikan dalam teorema berikut.
untuk i ∈ n dan j ∈ m. Catatan bahwa, untuk A, B ∈ Rn×m max berlaku bahwa A ⊕ B = B ⊕ A, sebab [A ⊕ B]i,j = max{ai,j , bi,j } = max{bi,j , ai,j } = [B ⊕ A]i,j untuk i ∈ n dan j ∈ m. Untuk A ∈ Rn×m skalar α ∈ Rmax perkalian max dan dengan skalar didefinisikan sebagai
Theorema 2.3. Bila untuk sebarang keadaan awal x(0) 6= ε sistem Persamaan (1) memenuhi x(p) = c⊗x(q) untuk beberapa bilangan bulat p dan q dengan p > q ≥ 0 dan beberapa bilangan real c, maka
[α ⊗ A]i,j = α ⊗ ai,j , untuk i ∈ n dan j ∈ m.
lim =
x(k) = k
λ
λ
···
λ
T
p×m k→∞ Dan untuk matriks A ∈ Rn×p max dan B ∈ Rmax perkalian c matriks A ⊗ B didefinisikan sebagai dengan λ = p−q . Selanjutnya λ adalah suatu nilai eigen p dari matriks A dengan vektor eigen diberikan oleh M [A ⊗ B]i,j = ai,k ⊗ bk,j p−q M k=1 v= λ⊗(p−q−i) ⊗ x(q + i − 1) = max{ai,k + bk,j }, i=1 k∈p
2
Berdasarkan Teorema 2.3, menginspirasi suatu algoritma untuk mendapatkan nilai eigen sekaligus vector eigen dari suatu matriks persegi yang dikenal dengan Algoritma Power[4], yaitu sebagai berikut: 1. Mulai dari sebarang vektor awal x(0) 6= ε 2. Iterasi persamaan 1 sampai ada bilangan bulat p > q ≥ 0 dan bilangan real c sehingga suatu perilaku periodik terjadi, yaitu x(p) = c ⊗ x(q). 3. Hitung nilai eigen λ =
c p−q
4. Hitung vektor eigen p−q M v= λ⊗(p−q−i) ⊗ x(q + i − 1) i=1
Algoritma tersebut sudah diimplementasikan dengan Scilab dalam Max Plus Toolbox[5]. Selanjutnya dalam pembahasan Bab 4 untuk memudahkan dalam penghitungan nilai eigen dan vektor eigen akan digunakan Scilab dan Max-Plus Toolbox tersebut.
3
Analisis Dan Pembahasan
Dalam penelitian ini untuk mempermudah penghitungan digunakan aplikasi Scilab 5.3.3 dan Maxplus Toolbox Al- Gambar 1: Gambar Graf Jalur Bus Kota DAMRI di Kota Surabaya gebra.
3.1
Penentuan Graf dari Jalur Bus Kota DAMRI di Surabaya
Dari kedua jalur bus kota DAMRI tersebut terdapat beberapa titik pertemuan yang memungkinkan penumpang untuk berpindah jalur lain. Yaitu di halte Tugu Pahlawan, Jln Rajawali, halte JMP, dan terminal Purabaya yang bisa berpindah dari Jalur 1 ke jalur 2 dan sebaliknya. Sedangkan halte - halte yang lain pada jalur 1 dan 2 merupakan titik pertemuan yang memungkinkan penumpang berpindah dari jalur yang sama. Adapun halte - halte yang dimaksudkan di atas berjumlah 15 halte yaitu 12 halte sebagai titik perpindahan penumpang (seperti yang dijelaskan diatas) dan 3 halte sebagai tujuan akhir (terminal Purabaya, Perak dan JMP). Halte dan terminal tersebut selanjutnya akan dijadikan vertex dalam graf yang ditunjukkan pada gambar 1 yaitu (Terminal Perak (PRK), Terminal JMP (JMP), Halte Pasar Loak (LOK), Halte Pasar Turi (TRI), Halte Jln Gresik (GRS),Halte Tugu Pahlawan (PLW), Halte Jln Rajawali (RJW), Halte Blauran (BLR), Halte Tunjungan Plasa (TP), Halte Pasar Urip Sumoharjo (PUS), Halte Darmo (DRM), Halte Wonokromo (WNK), Halte RSI (RSI), Halte Petra (PTR), Terminal Purabaya (PRB). Dalam menyusun graf berarah ini diperlukan data mengenai waktu tempuh antar vertex atau halte. Data mengenai waktu tempuh diperoleh penulis melalui survey lapangan selama lima hari. Sehingga waktu tempuh antar vertex merupakan waktu tempuh rata - rata dari waktu tempuh yang diambil pada peak hour serta off peak hour di kota Surabaya. Sedangkan data mengenai alokasi jumlah bus kota DAMRI di Surabaya diperoleh dari data kedatangan/keberangkatan bus dan penumpang angkutan dalam kota di terminal Purabaya pada bulan Oktober 2012.
Jalur bus kota DAMRI di Surabaya pada penelitian ini berdasarkan ketentuan/data yang bersumber dari Dinas Perhubungan Kota Surabaya serta peneliti melakukan pengecekan dan survey lapangan terkait data yang telah diberikan, yaitu: a. Jalur 1 (Terminal Purabaya - Darmo - Perak) • Berangkat Purabaya - A. Yani- Wonokromo - Raya Darmo - Urip Sumoharjo - Basuki Rahmat - Embong Malang - Blauran - Bubutan - Pahlawan - Indrapura - Rajawali - Perak Barat - Tanjung Perak. • Kembali Tanjung Perak - Perak Timur - Rajawali - Veteran - Pahlawan - Kramat Gantung - Gemblongan - Tunjungan - Pemuda - Panglima Sudirman - Urip Sumoharjo - Raya Darmo Wonokromo - A. Yani - Purabaya. b. Jalur 2 (Terminal Purabaya - Tol Waru - Demak JMP) • Berangkat Purabaya - Tol Waru - Pasar Loak - Dupak Masjid - Tugu Pahlawan - Indrapura - Jembatan Merah Plasa. • Kembali Jembatan Merah Plasa - Rajawali - Tugu Pahlawan - Dupak Masjid - Pasar Loak - To Waru - Purabaya. 3
Tabel 1: Pendefinisian Variabel Waktu Keberangkatan pada Saat ke k No. Variabel Dari Ke Waktu Jumlah Bus 1 x1 (k) PRB PTR 10.97 2 2 x2 (k) PTR RSI 10.43 2 3 x3 (k) RSI WNK 4.42 1 4 x4 (k) WNK DRM 6.19 1 5 x5 (k) DRM PUS 5.88 1 6 x6 (k) PUS TP 5.95 1 7 x7 (k) TP BLR 4.07 1 8 x8 (k) BLR PLW 5.78 1 9 x9 (k) PLW RJW 4.00 1 10 x10 (k) RJW GRS 1.55 1 11 x11 (k) GRS PRK 13.38 2 12 x12 (k) PRK GRS 17.11 2 13 x13 (k) GRS RJW 1.26 1 14 x14 (k) RJW JMP 2.50 1 15 x15 (k) JMP PLW 3.82 1 16 x16 (k) PLW TP 5.80 1 17 x17 (k) TP PUS 4.65 1 18 x18 (k) PUS DRM 4.53 1 19 x19 (k) DRM WNK 4.65 1 20 x20 (k) WNK RSI 4.22 1 21 x21 (k) RSI PTR 11.87 2 22 x22 (k) PTR PRB 18.09 2 23 x23 (k) PRB LOK 23.72 3 24 x24 (k) LOK TRI 3.76 1 25 x25 (k) TRI PLW 2.75 1 26 x26 (k) PLW RJW 4.38 1 27 x27 (k) RJW JMP 2.00 1 28 x28 (k) JMP PLW 3.42 1 29 x29 (k) PLW TRI 3.18 1 30 x30 (k) TRI LOK 7.38 2 31 x31 (k) LOK PRB 23.73 3 Secara lengkap data waktu tempuh dan alokasi jumlah bus kota DAMRI dapat dilihat pada tabel1.
3.2
Aturan Sinkronisasi Penyusunan Model
Dan
• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari BLR menuju PLW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TP menuju BLR. • Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PLW menuju RJW menunggu kedatangan bus yang berangkat kek dari JMP menuju PLW, menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari JMP menuju PLW, menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TRI menuju PLW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari RJW menuju GRS menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari GRS menuju PRK menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari RJW menuju GRS. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PRK menuju GRS menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari GRS menuju PRK. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari GRS menuju RJW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari PRK menuju GRS. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari RJW menuju JMP menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari GRS menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari JMP menuju PLW menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari RJW menuju JMP. • Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PLW menuju TP menunggu kedatangan bus yang berangkat kek dari JMP menuju PLW, menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari TRI menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW. • Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari TP menuju PUS menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju TP.
Sebelum melakukan penyusunan model koridor/jalur bus kota DAMRI terlebih dahulu ditentukan aturan sinkronisasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin penumpang dapat berpindah bus dari suatu koridor/jalur ke koridor/jalur yang lain dengan sesegera mungkin. Berikut aturan sinkronisasi yang mungkin bisa dilakukan : Koridor I (Dengan rute perjalanan Purabaya - Perak Purabaya)
• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PUS menuju DRM menunggu kedatangan bus yang berangkat kek dari TP menuju PUS. • Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari DRM menuju WNK menunggu kedatangan bus yang berangkat kek dari PUS menuju DRM. • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari WNK menuju RSI menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari DRM menuju WNK.
• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PRB menuju PTR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari PTR menuju PRB dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k − 2) dari LOK menuju PRB.
• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari RSI menuju PTR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari WNK menuju RSI.
• Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari TP menuju BLR menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PUS menuju TP dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju TP.
• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PTR menuju PRB menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) dari RSI menuju PTR. 4
Koridor II (Purabaya - JMP - Purabaya) x17 (k + 1) x18 (k + 1) x19 (k + 1) x20 (k + 1) x21 (k + 1) x22 (k + 1) x23 (k + 1) x24 (k + 1) x25 (k + 1) x26 (k + 1) x27 (k + 1)
• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari PRB menuju LOK menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −2) dari LOK menuju PRB dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k − 1) dari PTR menuju PRB. • Keberangkatan bus ke-(k + 1) dari PLW menuju RJW menunggu kedatangan bus yang berangkat kek dari TRI menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW.
= = = = = = = = = = = = = = = = =
[2.75 ⊗ x25 (k)] [5.80 ⊗ x16 (k)] [4.65 ⊗ x17 (k)] [4.53 ⊗ x18 (k)] [4.65 ⊗ x19 (k)] [4.22 ⊗ x20 (k)] [11.87 ⊗ x21 (k − 1)] [18.09 ⊗ x22 (k − 1)] ⊕ [23.73 ⊗ x31 (k − 2)] [23.72 ⊗ x23 (k − 2)] [3.76 ⊗ x24 (k)] [2.75 ⊗ x25 (k)] ⊕ [5.78 ⊗ x8 (k)] [4.38 ⊗ x26 (k)] ⊕ [4.00 ⊗ x9 (k)] ⊕ [1.26 ⊗ x13 (k)] [2.00 ⊗ x27 (k)] ⊕ [2.50 ⊗ x14 (k)] [3.42 ⊗ x28 (k)] ⊕ [5.78 ⊗ x8 (k)] [3.18 ⊗ x29 (k)] [7.38 ⊗ x30 (k − 1)] (2)
• Keberangkatan bus ke-(k+1) dari RJW menuju JMP menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari PLW menuju RJW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari x28 (k + 1) GRS menuju PLW. x29 (k + 1) • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari JMP menuju PLW x30 (k + 1) menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari x (k + 1) 31 RJW menuju JMP dan menunggu kedatangan bus Selanjutnya, model 2 dapat dinyatakan dalam bentuk yang berangkat ke-k dari RJW menuju JMP. umum model aljabar max-plus yaitu sebagai berikut: • Keberangkatan bus ke-(k +1) dari PLW menuju TRI M M menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari x(k + 1) = (Ap ⊗ x(k + 1 − p)) (3) JMP menuju PLW dan menunggu kedatangan bus p=1 yang berangkat ke-k dari BLR menuju PLW dan menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari dengan Ap adalah matriks berukuran n × n dan n adalah jumlah variabel waktu keberangkatan. Matriks JMP menuju PLW. Ap adalah matriks yang berkaitan dengan x(k + 1 − p), • Keberangkatan bus ke-(k +1) dari TRI menuju LOK sedangkan M merupakan jumlah bus maksimum diantara menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-k dari semua koridor/jalur I dan II bus kota DAMRI. PLW menuju TRI. Sehingga didapatkan jumlah bus maksimum adalah 3 yaitu pada koridor II atau M = 3, sedangkan banyaknya • Keberangkatan bus ke-(k+1) dari LOK menuju PRB variabel yang didefinisikan ada 31 variabel atau p = 31. menunggu kedatangan bus yang berangkat ke-(k −1) Sehingga ada 3 buah matriks yaitu A1 , A2 , dan A3 yang dari TRI menuju LOK. masing-masing berukuran 31 × 31. Dalam hal ini, model pada 2 dapat dinyatakan dalam Berdasarkan aturan sinkronisasi yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat disusun model aljabar max-plus se- bentuk : bagai berikut : x(k + 1) = A1 x(k) ⊕ A2 x(k − 1) ⊕ A3 x(k − 2) (4) x1 (k + 1) x2 (k + 1) x3 (k + 1) x4 (k + 1) x5 (k + 1) x6 (k + 1) x7 (k + 1) x8 (k + 1) x9 (k + 1) x10 (k + 1) x11 (k + 1) x12 (k + 1) x13 (k + 1) x14 (k + 1) x15 (k + 1) x16 (k + 1)
= = = = = = = = = = = = = = = = =
[18.09 ⊗ x22 (k − 1)] ⊕ [23.73 ⊗ x31 (k − 2)] Sehingga dari model 4 dapat dinyatakan pula dalam bentuk umum model aljabar max-plus yaitu: [10.97 ⊗ x1 (k − 1)] [10.43 ⊗ x2 (k − 1)] x ˜(k + 1) = A˜ ⊗ x ˜(k) (5) [4.42 ⊗ x3 (k)] dengan x ˜(k) merupakan vektor yang berukuran 93 × 1, [6.19 ⊗ x4 (k)] sedangkan matriks A˜ berukuran 93×93 yang didefinisikan [5.88 ⊗ x5 (k)] sebagai : x1 (k) [5.95 ⊗ x6 (k)] ⊕ [5.80 ⊗ x16 (k)] . . . [4.07 ⊗ x7 (k)] x31 (k) x1 (k − 1) [5.78 ⊗ x8 (k)] ⊕ [3.82 ⊗ x15 (k)] ⊕ . x ˜(k) = (6) . . [3.42 ⊗ x28 (k)] ⊕ [2.75 ⊗ x25 (k)] x (k − 1) 31 x (k − 2) 1 [4.00 ⊗ x9 (k)] ⊕ [4.38 ⊗ x26 (k)] . . . [1.55 ⊗ x10 (k)] x31 (k − 2) A1 A2 A3 [13.38 ⊗ x11 (k − 1)] ˜ = E(31, 31) ε(31, 31) ε(31, 31) A (7) ε(31, 31) E(31, 31) ε(31, 31) [17.11 ⊗ x12 (k − 1)] Dengan matriks A1 bersesuaian dengan keberangkatan [1.26 ⊗ x13 (k)] ⊕ [4.00 ⊗ x9 (k)] bus yang ke-k, A2 bersesuaian dengan keberangkatan [2.50 ⊗ x14 (k)] bus yang ke-(k − 1), dan A3 bersesuaian dengan keberangkatan bus yang ke-(k − 2). [3.82 ⊗ x15 (k)] ⊕ [5.78 ⊗ x8 (k)]⊕ 5
3.3
Desain Penjadwalan
untuk keberangkatan awal untuk koridor I yaitu dari Petra ke RSI, Darmo ke Urip Sumohardjo, Tunjungan Plasa ke Blauran, Jln Rajawali ke Jln Gresik, Perak ke Jln Gresik, Jln Rajawali ke JMP, Tunjungan Plasa ke Urip Sumohardjo, Wonokromo ke RSI dan untuk koridor II yaitu dari Pasar Loak ke Pasar Turi, Jln Rajawali ke JMP, Pasar Turi ke Pasar Loak dan Pasar Loak ke Purabaya adalah pukul 5:50:25. Dari penentuan titik acuan yaitu pukul 5:50:25 maka dapat disusun penjadwalan keberangkatan bus kota DAMRI di Surabaya.
Dalam desain penjadwalan bus kota DAMRI terlebih dahulu akan ditentukan nilai eigen dan vektor eigen dari matriks A˜ pada persamaan 7. Nilai eigen dan vektor eigen dapat ditentukan dengan menggunakan Teorema 2.3. Dalam penelitian ini digunakan bantuan aplikasi Scilab dan fungsi-fungsi yang terdapat pada Maxplus Toolbox Algebra [5] untuk membantu menentukan nilai ˜ eigen dan vektor eigen dari matriks A. Dengan menggunakan Scilab dan Maxplus Toolbox Algebra diperoleh bahwa nilai karakteristik matriks A˜ terse˜ = 6.0028571 dan vektor 4 but adalah 6.0028571 atau λ(A) Kesimpulan ˜ eigen matriks A. Sehingga vektor keberangkatan awal yang diperoleh Berdasarkan batasan masalah dan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, maka disimpulkan dari vektor eigen matriks A˜ adalah bahwa:
9.59143 0. 6.9800014 5.3971443 0. 5.46143 0. 7.67143 9.8071443 0. 3.73143 0. 10.210001 0. 4.30143 9.8071443 0. 8.25143 6.7785729 0. 3.6428586 3.5071443 9.59143 0. 13.060001 9.8071443 0. 4.30143 7.4485729 0. 0.
v
=
˜ λ(A)
=
6.0028571
a. Dalam penelitian ini diperoleh model jalur bus kota DAMRI di Surabaya menggunakan aljabar max-plus yang dinyatakan dalam bentuk umum x ˜(k + 1) = A˜ ⊗ x ˜(k) dimana matriks A˜ berukuran 93 × 93.
b. Penjadwalan bus kota DAMRI disusun berdasarkan ˜ = 6.0028571 dan vektor eigen. Ninilai eigen λ(A) lai eigen ini menunjukkan bahwa setiap 6.0028571 menit sekali atau 6 menit terjadi pemberangkatan bus di tiap-tiap halte atau dengan kata lain periode keberangkatan bus adalah 6 menit. Sedangkan vektor eigen digunakan sebagai waktu keberangkatan awal. Jadwal yang telah disusun dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu jumlah armada yang beroperasi, banyaknya jalur/koridor yang digunakan, aturan sinkronisasi, serta waktu tempuh (bobot).
Jika vektor v dijadikan sebagai waktu keberangkatan awal penjadwalan maka dapat disusun jadwal periodik keberangkatan bus kota DAMRI di setiap titik pertemuan dengan periode antar keberangkatan bus kota DAMRI adalah 6.0028571 menit atau 6 menit. Berdasarkan hasil diatas terlihat bahwa [v]2,1 = [0], [v]5,1 = [0], [v]7,1 = [0], [v]10,1 = [0], [v]12,1 = [0], [v]14,1 = [0], [v]17,1 = [0], [v]20,1 = [0], [v]24,1 = [0], [v]27,1 = [0], [v]30,1 = [0], [v]31,1 = [0] sehingga elemen vektor eigen tersebut yang tidak lain merupakan variabel keberangkatan untuk koridor I yaitu dari Petra ke RSI, Darmo ke Urip Sumohardjo, Tunjungan Plasa ke Blauran, Jln Rajawali ke Jln Gresik, Perak ke Jln Gresik, Jln Rajawali ke JMP, Tunjungan Plasa ke Urip Sumohardjo dan Wonokromo ke RSI. Sedangkan untuk koridor II yaitu dari Pasar Loak ke Pasar Turi, Jln Rajawali ke JMP, Pasar Turi ke Pasar Loak dan Pasar Loak ke Purabaya. Keduabelas variabel keberangkatan tersebut akan dijadikan sebagai titik acuan penjadwalan. Sedangkan dalam kondisi real di lapangan bahwa awal keberangkatan rata-rata bus kota DAMRI di terminal Purabaya mulai berangkat pukul 06.00 sampai dengan pukul 22.00 WIB. Sehingga dalam penelitian ini untuk jadwal keberangkatan dimulai pukul 06.00 sampai dengan pukul 08.00 mengingat jadwal keberangkatan selanjutnya tinggal menyesuaikan periode keberangkatannya. Karena [v]1,1 = [9.59143] dan [v]23,1 = [9.59143] maka titik acuan
DAFTAR PUSTAKA [1] Kompas, 22 Oktober 2012, Jam Sibuk Tambah 3,5 Jam [2] Kompas, 23 Juli 2011, Surabaya Oh Surabaya yang macet [3] Rakhmawati, N., (2012), Analisis Pemodelan Dan Penjadwalan Busway Di Surabaya dengan Aljabar Max-Plus, Tesis Magister,ITS,Surabaya [4] Subiono, (2012), Aljabar Maxplus dan Terapannya, Buku Ajar Kuliah Pilihan Pasca Sarjana Matematika, ITS, Surabaya [5] Subiono, dan Adzkiya, D., (2012), Max-Plus Algebra Toolbox ver. 1.0.2, Jurusan Matematika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [6] Winarni, (2009), Penjadwalan jalur Bus dalam Kota dengan Aljabar Max - Plus, Tesis Magister, ITS, Surabaya
6