IMPLEMENTASI CITES DI INDONESIA DAN STUDI KASUS Ir. TRIO SANTOSO, MSc KASUBDIT PROGRAM DAN EVALUASI DIREKTORAT PENYIDIKAN DAN PENGAMANAN HUTAN DITJEN PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM INDONESIA NATIONAL GREEN CUSTOM WORKSHOP JAKARTA, JUNI 2011 1
LANDASAN HUKUM UU No. 5 Tahun 1990 (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya) UU No. 31 Tahun 2004 (Perikanan) UU No. 16 Tahun 1992 (Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan). UU No. 23 Tahun 1997 ( Pengelolaan Lingkungan Hidup) UU No. 41 Tahun 1999 (Kehutanan). UU No. 27 tahun 2007 (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) PP No. 7 Tahun 1999 (Pengawetan Jenis Tumbuhan & Satwa). PP No. 8 1999 (Pemanfaatan Jenis TSL). PP No. 45 tahun 2004 (Perlindungan Hutan) PP No. 60 tahun 2007 Konservasi Sumber Daya Ikan Keppres No. 43 tahun 1978 (Ratifikasi CITES). Kep.Menhut No. 479/Kpts-II/98 (Lembaga Konservasi TSL) Kepmenhut No. 447/Kpts-II/2003 (Tata Usaha Pengambilan / Penangkapan & Peredaran TSL) 2 Permenhut No. P.19/Menhut-II/2005 (Penangkaran TSL)
•
CITES singkatan dari Convention on
•
Dikenal juga sebagai Washington Convention, karena ditandatangani di Washington D.C
•
CITES merupakan kesepakatan negara-negara di dunia dalam mengendalikan perdagangan flora dan fauna yang disusun pada suatu konferensi diplomatik di Washington D.C. pada tanggal 3 Maret 1973 yang dihadiri oleh 88 negara.
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
• CITES ditandatangani pada tgl. 3 Maret 1973, dan berlaku secara resmi 1 Juli 1975 • Indonesia telah meratifikasi CITES melalui Kepres No 43 tahun 1978
3
DASAR PEMBENTUKAN CITES • • • •
Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap satwa dan tumbuhan liar; Meningkatnya nilai sumber tumbuhan dan satwa liar bagi manusia; Peran dari masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar sangat tinggi; Makin mendesaknya kebutuhan suatu kerjasama internasional untuk melindungi jenis-jenis tersebut dari over eksploitasi melalui kontrol perdagangan internasional
TUJUAN CITES Tujuannya adalah menjamin bahwa hidupan liar berupa flora dan fauna yang diperdagangkan secara internasional tidak dieksploitasi secara tidak berkelanjutan yang menyebabkan punahnya atau langkanya sumberdaya tsb di habitat alam (non detrimental to the survival of species) 4
PRINSIP CITES 1. PENGGOLONGAN APENDIKS CITES; 2. NEGARA ANGGOTA WAJIB MENERAPKAN KETENTUAN CITES; 3. PENGENDALIAN LALU LINTAS PEREDARAN TSL DUA PINTU 4. PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL HARUS MENGACU KETENTUAN CITES
KEUNTUNGAN MENGIKUTI CITES: • • • •
PEMANFAATAN TSL MENJAMIN KELESTARIANNYA; PEMANFAATAN TSL DAPAT DIMONITOR; KERJASAMA DALAM MENGGAGALKAN PENYELUNDUPAN; KOORDINASI TINGKAT NASIONAL DAN INTERNASIONAL. 5
TUGAS MANAGEMENT AUTHORITHY Management Authority bertanggung jawab dalam aspek administratif dari pelaksanaan CITES (legislasi, pelaksanaan legislasi, penegakan hukum, izin, laporan tahunan dan dua tahunan, komunikasi dengan institusi CITES lain)
• • • • • • • • • • •
Mewakili pihak pemerintah Menandai spesimen Koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya Penerbitan Ijin dan Sertifikat Koordinasi National Central Bureau of Interpol Penyiapan Proposals untuk Conference of the Parties Penyiapan dan sirkulasi informasi resmi tentang CITES Training and Public awareness Komunikasi dengan the Scientific Authority Koordinasi dengan CITES Secretariat Penyiapan Annual and Biennial Reports 6
SCIENTIFIC AUTHORITY • Scientific Authority bertanggung jawab untuk memberikan saran kepada
Managament Authority mengenai non-detriment findings dan aspek-aspek
ilmiah lainnya mengenai implementasi dan pemantauan perdagangan internasional • Puslit Biologi LIPI • Puslit Oceanografi- LIPI
Tugas yang secara spesifik diamanatkan oleh teks Konvensi: Articles III & IV – non-detriment findings; memverifikasi kesesuaian fasilitas (import); monitoring tingkat perdagangan (App. II) Tugas lainnya yang berhubungan dg advis ilmiah: Quota tahunan untuk ekspor hanya dapat ditetapkan oleh Scientific Authority, atau dengan rekomendasinya Memberikan advis ttg fasilitas penangkaran yaitu captive breeding atau artificial propagation, membantu Management Authority dalam drafting proposal untuk perubahan Appendiks, dan memberikan rekomendasi bagi Management Authority tentang pemanfaatan TSL 7
DEFINISI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR (TSL)
Satwa liar : semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Satwa : semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, &/ di air, &/ di udara
Ikan dan ternak tidak termasuk dalam pengertian satwa liar, tetapi masuk di dalam pengertian satwa
Tumbuhan liar : tumbuhan yang hidup di alam bebas dan atau dipelihara, yang masih mempunyai kemurnian jenisnya. 8 (UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 1)
Peredaran TSL adalah kegiatan mengedarkan spesimen tumbuhan dan satwa liar berupa – – – –
mengumpulkan, membawa, mengangkut atau memelihara spesimen tumbuhan dan satwa liar
• yang ditangkap atau diambil dari:
habitat alam hasil penangkaran
• untuk kepentingan pemanfaatan: – – – – – –
pengkajian, penelitian pengembangan penangkaran, perdagangan, peragaan, pertukaran, pemeliharaan untuk kesenangan
PENGELOMPOKAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DILINDUNGI
APPENDIKS CITES App I Arowana, App II Trenggiling NON APPENDIKS CITES Arowana jardini, Kima, Lola APPENDIKS CITES
TIDAK DILINDUNGI
koral,Ikan napoleon, kuda laut NON APPENDIKS CITES
Daftar jenis TSL yang dilindungi pada lampiran PP No. 7 tahun 1999 terdiri dari 236 jenis satwa dan 58 jenis tumbuhan Yang termasuk dalam daftar Appendik I CITES = 86 jenis dan 10 Appendiks II CITES = 1.549 jenis (www.cites.org)
Suatu jenis tumbuhan dan satwa wajib ditetapkan dalam golongan yang dilindungi apabila telah memenuhi kriteria : - mempunyai populasi yang kecil; - adanya penurunan yg tajam pd jumlah individu di alam; - daerah penyebaran yang terbatas (endemik). •
Jenis TSL dilindungi dpt diubah statusnya menjadi tidak dilindungi apabila populasinya telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu shg jenis yg bersangkutan tdk lagi termasuk kategori jenis TSL dilindungi
•
Perubahan dari jenis TSL dilindungi menjadi tdk dilindungi & sebaliknya ditetapkan dgn Keputusan Menteri setelah mendapat pertimbangan Otoritas Keilmuan (Scientific Authority).
•
LAMPIRAN PP NO. 7 TAHUN 1999 BIOTA PERAIRAN DILINDUNGI
11
APA YANG DIMAKSUD DENGAN APPENDIKS CITES ITU? Daftar species yang perdagangannya perlu diawasi dan negara-negara anggota setuju membatasi perdagangan dan menghentikan eksploitasi terhadap spesies yang terancam punah
Daftar Appendix CITES dapat dilihat pada www,cites.org
12
APPENDIKS I CITES MEMUAT SELURUH JENIS TSL YANG TERANCAM PUNAH YANG DISEBABKAN PERDAGANGAN. PERDAGANGAN SPESIMEN (HIDUP ATAU MATI ATAU BAGIANBAGIANNYA) DILARANG DAN HARUS DIATUR DENGAN PERATURAN KETAT AGAR TIDAK MEMBAHAYAKAN KEHIDUPAN SELANJUTNYA •
Pengecualian dari ketentuan tersebut di atas hanya dapat diberikan apabila dalam keadaan yang sangat khusus misalnya untuk tukar menukar antar kebun bintang, penelitian dan hadiah kenegaraan serta hasil penangkaran yang sudah menghasilkan generasi kedua (F2) seperti arowana yang telah berhasil ditangkarkan
– Hampir 600 jenis satwa dan sekitar 300 jenis tumbuhan – Indonesia: (mamalia-37), (Aves-15), (Reptil-9), (Pisces-2), total = 63 jenis satwa dan 23 jenis tumbuhan 13
APPENDIKS II MEMUAT SEMUA JENIS YANG WALAUPUN SAAT INI TIDAK TERANCAM PUNAH NAMUN DAPAT MENJADI TERANCAM PUNAH APABLIA PERDAGANGANNYA TIDAK DIATUR DENGAN KETAT DAN TIDAK MENGHINDARI PEMANFAATANNYA YANG TIDAK SESUAI DENGAN KEMAMPUAN DAYA DUKUNG HIDUPNYA. •
Perdagangan spesimen jenis-jenis ini dilakukan dengan penerapan kuota (jumlah spesimen yang dapat dipanen dari alam secara konservatif)
• – Lebih dari 1,400 jenis satwa dan lebih dari 22,000 jenis tumbuhan – Indonesia: (mamalia-96), (Aves239), (Reptil-27), (Insekta-26), (Bivalvia-7), (Anthozoa-152), Total = 546 jenis satwa dan 1002 jenis tumbuhan (+ beberapa jenis yang masuk dalam CoP 13)
14
APPENDIKS III Memuat semua jenis –jenis yang dinyatakan dilindungi oleh peraturan negara anggota CITES tertentu untuk kepentingan mencegah atau membatasi pemanfaatan yang berlebihan dan memerlukan kerjasama dengan negaranegara anggota CITES lainnya untuk mengawasi perdagangan •
Appendix III di dunia – Sekitar 270 jenis satwa dan kira-kira 30 jenis tumbuhan
15
KEBIJAKAN PERDAGANGAN TSL 1. TSL yang diperbolehkan diperdagangkan adalah jenis yang tidak dilindungi hasil tangkap/ambil dari alam atau hasil penangkaran 2. Perdagangan dilakukan oleh Badan Usaha yang wajib - memiliki tempat dan fasilitas penampungan yang memenuhi syarat teknis, - menyusun rencana kerja tahunan dan - menyampaikan laporan pelaksanaan 3. Perdagangan TSL dalam negeri dan ekspor, atau impor wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah yaitu SATS-DN, SATS-LN serta Kuota 4. TSL yang diekspor, re-ekspor atau impor wajib dilakukan tindak karantina 5. Petugas karantina wajib memeriksa kesehatan jenis tumbuhan dan satwa liar serta serta kelengkapan dan kesesuaian spesimen dengan dokumen 6. Ekspor, re-ekspor atau impor jenis TSL tanpa dokumen atau memalsukan atau menyimpang dari syarat-syarat dokumen termasuk pengertian penyelundupan 16
MEKANISME PERDAGANGAN MELALUI CITES 1.
Pengaturan melalui Appendiks dan penentuan Non Detrimental Finding (NDF) untuk menentukan pemananen dari alam secara lestari (kuota)
2.
Sertifikat CITES permit (ekspor, import dan re-eksport) dengan menggunakan stamp CITES
3.
Konfirmasi keabsahan dokumen sertifikat CITES permit
4.
Pengiriman spesimen TSL diperiksa oleh Bea Cukai, Karantina dan Balai KSDA setempat
17
BAGAN ALIR PERDAGANGAN/ PEREDARAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
POTEN SI TSL
EDAR DN BKSDA SATS-DN
REKOM LIPI KUOTA TSL
EDAR LN PHKA SATS-LN
KUOTA TANGKAP/ AMBIL EKSPOR PHKA
IJIN TANGKAP/ AMBIL TSL UPT KSDA
KONFIRMASI BEA CUKAI/ MA NEGARA TUJUAN
EKSPOR CIQ POLHUT BANDARA 18
KUOTA TANGKAP/AMBIL DAN EKSPOR TSL •
LIPI sebagai Scientific Authority memberikan rekomendasi kuota tangkap ambil TSL berdasarkan data dan informasi ilmiah berupa batasan spesimen yang dapat diambil/ tangkap
•
Batasan berupa : ukuran panjang, berat maks./min., kelas umur, jenis sex, wilayah ambil/ tangkap, waktu ambil/ tangkap)
•
Ditjen PHKA menelaah rekom LIPI dan menetapkan kuota tangkap ambil TSL untuk periode 1 tahun;
•
Pemanfaatan kuota adalah untuk penelitian, induk penangkaran, cenderamata/souvenir dan perdagangan dalam negeri dan luar negeri.
•
Kuota ekspor diberikan kepada perusahaan pengedar TSL ke LN oleh Ditjen PHKA atas rekomendasi Asosiasi
•
Dari alam ikan napoleon, koral, kuda laut 19
IJIN TANGKAP/AMBIL TSL •
•
Pengambilan/ penangkapan TSL harus sesuai ijin ambil/ tangkap Pengambilan/ penangkapan TSL memperhatikan kelestarian (tidak luka/ tidak mati), tidak mengganggu populasi, habitat dan lingkungan Ijin diterbitkan Ka Balai KSDA kepada pemegang Ijin Pengumpul/Pengedar TSL DN Untuk satwa harus memperhatikan
•
Ditampung ditempat yang sesuai
•
•
animal welfare.
20
PEREDARAN TSL DALAM NEGERI • Peredaran hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Ijin Pengedar TSL Dalam Negeri yang diterbitkan oleh Ka Balai Besar/Balai KSDA • Seluruh peredaran komersial dalam negeri wajib disertai Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar (SATS-DN) • Untuk mencegah penyalahgunaan maka menggunakan blanko SATS-DN dari Dit KKH untuk angkut dan edar seluruh TSL dalam negeri
21
Izin Pengedar TSL dari Alam Dalam Negeri Dasar; KepMenhut No. 447/Kpts-II/2003 Persyaratan - Permohonan perusahaan dilengkapi Akte Notaris pendirian, SIUP, SITU, Proposal untuk permohonan baru, Rencana Karya Tahunan untuk perpanjangan - Rekomendasi Kepala Seksi Wilayah - BAP persiapan Teknis
Prosedur - Atas dasar permohonan dan kelengkapannya Kepala Balai dapat atau tidak menyetujui permohonan penerbitan Izin Pengedar TSL luar negeri - Waktu proses selambat-lambatnya 14 hari - Izin berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang - Izin tidak dapat diberikan kepada WNA, perusahaan modal asing atau sebagian modal asing 22
SURAT ANGKUT TUMBUHAN DAN SATWA LIAR DALAM NEGERI (SATS-DN) •
Memuat : nama dan alamat pengirim dan penerima, nama jenis, bentuk, jumlah/ volume, pelabuhan pemberangkatan dan tujuan, peruntukan pemanfaatan, ket dok asal usul spesimen.
•
Diberikan maksimum untuk 2 (dua) bulan Dilengkapi dokumen sertifikat lain berupa BAP kondisi spesimen dan legalitas asal usul
•
•
• •
Untuk keterangan asal usul spesimen demi kepentingan perorangan yg diperoleh dari pengedar atau unit usaha terdaftar, dapat berupa faktur pembelian Diterbitkan oleh Kepala Balai atau Kasi Wilayah yang ditunjuk Hanya dipakai 1 kali pengiriman dan harus dimatikan oleh Kepala Balai/Kasi Wilayah setelah pengiriman sampai tujuan 23
Izin Pengedar TSL dari Alam ke Luar Negeri Dasar; KepMenhut No. 447/Kpts-II/2003 Persyaratan - Permohonan perusahaan dilengkapi Akte Notaris pendirian, SIUP, SITU, Proposal untuk permohonan baru, Rencana Karya Tahunan untuk perpanjangan - Rekomendasi Kepala Balai KSDA - BAP persiapan Teknis dari Balai KSDA Prosedur - Atas dasar permohonan yang masuk dilakukan pengecekan kelengkapan dokumen - Pembuatan Nota Dinas Dir KKH berisi ketentuan-ketentuan pokok dalam konsep SK dan kajian teknis meliputi kelayakan usaha (administrasi dan teknis) kelayakan produksi TSL kelayakan bio-ekologis, pemahaman perusahaan ttg konservasi jenis - Sekditjen menerbitkan konsep SK Dirjen PHKA - Pengecekan konsep Sk Dirjen PHKA dan pengantar persetujuan Dir KKH atas konsep SK Dirjen PHKA tentang Pengedar TSL luar negeri - Waktu proses selambat-lambatnya 14 hari - Izin berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang - Izin tidak dapat diberikan kepada WNA, perusahaan modal asing atau sebagian 24 modal asing
BENTUK SATS- LN •
SATS-LN ekspor bagi jenis-jenis yang termasuk dalam Appendiks CITES dikenal sebagai CITES-EXPORT PERMIT
•
SATS-LN impor ------
•
SATS-LN re-ekspor
•
SATS-LN sertifikat asal-usul bagi CITES Appendiks III atau CITESCERTIFICATE OF ORIGIN
•
SATS-LN sertifikat introduksi dari laut (mengangkut trnsportasi ke dalam suatu negara spesimen-spesimen dari jenis yang diambil dari lingkungan laut yang bukan merupakan yuridiksi dari negara manapun
•
SATS-LN sertifikat pro konvensi bagi spesimen yang didapatkan sebelum ketentuan CITES berlaku bagi jenis yang bersangkutan
•
SATS-LN NON CITES
CITES IMPORT PERMIT
25
SATS-LN (CITES PERMIT) •
• • • • •
•
Berupa SATS-LN ekspor/impor/re-ekspor/sertiikat asalusul/pre- konvensi/introduksi dari laut Sesuai pedoman di dalam resolusi CITES Dalam dua bahasa Diterbikan oleh Direktur Jenderal PHKA atau pejabat yg ditunjuk Jangka waktu maksimum 6 bulan (ekspor), 1 bulan (impor) SATS-LN memuat : nomor izin, nama dan alamat pengirim, nama jenis, bentuk, jumlah, pelabuhan pemberangkatan, peruntukan, asal-usul, periode dan ket lain. Terdiri 6 copy: asli, phka, bea cukai,karantina, bksda, ybs
PERSYARATAN • Terdaftar sebagai Pemegang Ijin Pengedar Luar Negeri • Mengajukan permohonan (Form C) : nama dan alamat pengirim, nama jenis, bentuk, jumlah, pelabuhan pemberangkatan, peruntukan, asalusul, DLL. • Laporan Mutasi Stock • Rekomendasi Balai KSDA • Membayar PNBP Pengiriman spesimen berdasarkan SATS-LN dan diperiksa oleh Karantina dan Bea Cukai 26
DOKUMEN PEREDARAN TSL
SATSDN 27
SATS-LN Appendiks
SATS-LN Non Appendiks
OTORITA PENERBIT IJIN SCIENTIFIC AUTHORITHY • Scientific Authority bertanggung jawab untuk memberikan saran kepada Managament Authority mengenai non-detriment findings dan aspek-aspek ilmiah lainnya mengenai implementasi dan pemantauan perdagangan internasional P2O LIPI, PUSLIT BIOLOGI MANAGEMENT AUTORITHY • Management Authority bertanggung jawab dalam aspek administratif dari pelaksanaan CITES (legislasi, pelaksanaan legislasi, penegakan hukum, izin, laporan tahunan dan dua tahunan, komunikasi dengan institusi CITES lain) Kepala Balai Besar/Balai KSDA - Ijin Pengedar TSL Dalam Negeri - Ijin Tangkap/ Ambil TSL - SATS-DN - Ijin Penangkaran TSL Tidak Dilindungi Direktur Jenderal PHKA - Penetapan Kuota Ambil/Tangkap dan Kuota Ekspor - Ijin Pengedar TSL Luar Negeri - SATS-LN - Ijin Penangkaran TSL yang Dilindungi
28
3. RECORD DAN REPORT •
• • •
Dalam rangka mengembangkan sistem pengendalian pemanfaatan TSL, maka dikembangkan sistem informasi dan pangkalan data mengenai pengambilan atau penangkapan TSL, peredaran dalam negeri dan peredaran luar negeri Setiap pemegang izin tangkap/ambil wajib membuat laporan mengenai stok setiap bulan kepada Balai Pemegang ijin Pengedar DN menyampaikan laporan realisasi perdagangan (realisasi SATS-DN, Dokumen SATS-DN yang tidak terpakai) serta mutasi stok TSL akibat kematian, kelahiran setiap bulan, triwulan dan tahunan Pemegang izin peredaran TSL Luar Negeri wajib membuat laporan realisasi perdagangan LN berdasarkan SATS-LN (realisasi SATS-LN, dokumen SATSLN yang tidak terpakai, SATS-LN import permit), mutasi stok TSL akibat kematian, kelahiran setiap bulan, triwulan dan tahunan
29
4. TRANSPORT Khusus untuk pengangkutan satwa Hidup disyaratkan: a. Pengangkutan harus mengurangi resiko kematian, luka dan tertekan (stress) b. Kandang angkut harus memperhatikan aspek kesejahteraan (animal welfare) dan keamanan satwa beserta lingkungannya c. Bila melalui udara,harus mengikuti aturan IATA (International Air Transport Association) mengenai transpor satwa hidup dan aturan lain yang relevan Contoh: Ikan napoleon harus memakai angkutan udara
30
5. VERIFIKASI IZIN PETUGAS KSDA • Memeriksa kesesuaian spesimen TSL yang akan dikirim dengan dokumen • Mencatat jumlah dan jenis spesimen TSL yang dikirim pada kolom inspeksi dan menandatanganinya pada dokumen SATS-LN PETUGAS KARANTINA HEWAN/ TUMBUHAN/ IKAN • Memeriksa kelengkapan dan kesesuaian fisik spesimen TSL yang akan diekspor dengan dokumen SATS-LN • Memeriksa dan menerbitkan surat keterangan kesehatan spesimen TSL yang akan diekspor/reekspor/import PETUGAS BEA CUKAI • Memeriksa dan memverifikasi kesesuaian spesimen TSL dengan dokumen SATS-LN dan dokumen kepabeanan PEB/PIB • Indonesia Single Windows 31
6. PELAYANAN PRIMA • Penerbitan SAT-LN one day service and FIFO (First In First Out) • Telah mendapat sertifikat ISO 9001-2000 = prosesnya diakui berstandar internasional • Rencana tahun 2009 pelayanan penerbitan SATS-LN dengan sistem on-line • Terintegrasi dengan sistem National Single Window (NSW) 32
7. PENYELUNDUPAN DAN PERDAGANGAN ILLEGAL TSL • Jumlah kasus penyelundupan rata-rata 510 kasus / tahun (data 2002 s/d 2008) • Kasus pelanggaran TSL tahun 2008 ada sebanyak 20 kasus • Beromzet besar lintas negara, jaringan luas dan kuat, terorganisir dengan baik, modus terus berkembang • Penyelundupan terutama via jalur laut • Jenis yang sering diselundupkan : kurakura air tawar, trenggiling, kulit reptile, orangutan, arowana, gading, tulang harimau, penyu, koral, gaharu, napoleon. Untuk pets, obat-obatan dan konsumsi • Nilai perdagangan illegal satwa liar nomor dua di dunia setelah narkoba (?) : - Internasional = US $ 159 milyar/ tahun - Indonesia = Rp 9 triliun/tahun
33
MODUS OPERANDI PENYELUNDUPAN TSL • •
• • • • • • • •
Dokumen palsu/aspal Menyembunyikan atau mencampur spesimen dalam wadah/barang lain (biasanya frozen fish) contoh: trenggiling beku, tokek Menggunakan pelabuhan atau rute- rute illegal Jenis dan jumlah tidak sesuai dokumen Dokumen tidak menyertai barang Memanfaatkan kelengahan petugas Menggunakan ulang tag/seal Menyuap/menyogok oknum petugas Menggunakan dokumen tidak sesuai aturan Pengiriman melalui ekspedisi tanpa identitas
34
PELABUHAN/ RUTE RAWAN PENYELUNDUPAN •
Melalui laut: • Kepulauan Riau (Tembilahan, Batam) ke Singapura, Malaysia, Hongkong • Aceh dan Belawan (ke Malaysia) • Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, • Papua (ke Philipina, Hongkong)
•
Melalui darat: Daerah perbatasan di Kalimantan Barat (ke Serawak dan Sabah)
•
Melalui udara: - Bandara Medan, Jakarta, Denpasar, Surabaya, Makassar 35
STUDI KASUS TRENGGILING (Pangolin) (Manis javanica)
DISTRIBUTION 1. Sumatera 2. Java 3. Kalimantan
CONSERVATION STATUS IUCN Redlist 2007: Lower Risk (need update) CITES: Zero quota Indonesian laws: Protected under law UU No. 5 year 1990, PP No. 7 year 1999
Smuggling routes China
Domestic routes
International routes
37
MODUS OPERANDI
Freshwater turtles packages
• Pangolins shipment camouflage with frozen fish & freshwater turtles Frozen fish packages
• 38
Pangolins keep on covered cold storages, camouflage with palmae seeds and frozen fish shipment
Pangolin trade, facts INDONESIA • Meat: IDR 300,000-500,000/kg • Scale: IDR 550,000/kg
INTERNATIONAL • Meat: USD 112-200 • Scale: USD 400/kg Note: US$ 1 ~ IDR 9,300
39
STUDI KASUS ILLEGAL TRADE TRENGGILING KE VIETNAM NO 1.
TANGGAL 23 Februari 2008, Haiphong Port
EXPORTER / SHIPPER Kongho Trading Company Shp 2B Kwaiking Building NT, Hongkong
IMPORTER Talu Import Export Joint Stock Company (talu Co.) Address : 566 Ha Lam, Halong City, Quang Ninh Province
JENIS BARANG 214 Karton daging Trenggiling beku dengan berat 7.060 Kg 39 karton sisik Trenggiling dengan berat 920 Kg 679 karton daging Trenggiling beku dengan berat 16.975 kg.
KETERA NGA N Trenggiling berasal dari Indonesia dan akan diangkut ke Dongjian Economic and Technology developing Corp., Xinhua, Dongxing, Guangxi, China
2.
1 Maret 2008, Haiphong Port
Shipper : PT. Wilson International, Taman Palem Lestari, Ruko Pelangi Blok F No. 60 Cengkareng, Jakarta Barat 11730. Seller : Tidak diketahui
Talu Import Export Joint Stock Company (talu Co.) Address : 566 Ha Lam, Halong City, Quang Ninh Province
3.
22 Agustus 2009, Haiphong Port
CV. Total Bangun Surabaya Jl. Tunjungan 86-88 3rd Floor Room 31 Surabaya, Indonesia
Hoa Vuong Investment and trade Co. LTD, Vietnam
2.323 Kg sisik Trenggiling
Quang Minh Co., Ltd Address : No.5/1, Mai pha Streed, Dong Kinh Town, Lang Son
390 kantong ± 4 tons sisik Trenggiling
Trenggiling dikemas dalam container dengan dokumen ganggang laut kering. Terdapat container lain dengan dokumen berisi fish stomach, namun ditemukan kantong berisi KuraKura. Dikirim dalam satu container dengan dokumen yang berisi ganggang laut kering (Dried seaweed) hiding Pangolin meats and scales inside Frozen Fish box
4.
April 2010
CV. Total Bangun Surabaya Jl. Tunjungan 86-88 3rd Floor Room 31 Surabaya, Indonesia
5
December 2010 Haipong Airport
-
3 tons of Pangolin Meat, and 100 kg Pangolin
Dikirim dari Tanjung Priok Jakarta
Upaya Penyelundupan Trenggiling (Pangolin) 258 ekor di Pelabuhan Belawan Prop. Sumut tanggal 22 Februari 2008 dan vonis 2 tahun penjara + denda Rp. 5.000.000,-
Upaya Penyelundupan Trenggiling (Pangolin) 13.812 Kg di Palembang, tanggal 30 Juli 2008. Barang bukti telah dimusnahkan pada tanggal 1 Agustus 2008. Telah vonis 3 tahun denda 10 juta.
Perdagangan ilegal 185 ekor Trenggiling (Pangolin) di Samarinda. Kasus ditangani oleh PPNS dan telah vonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp. 5.000.000,-
FOREST CRIME CASES CHART 2005-2010 1800 1600 1400
CASES
1200 1000 800 600
400 200 0
Illegal Logging Encroachment Wildlife Crime Illegal Mining Forest Fires
2005 720 109 112 8 0
2006 1705 105 133 12 41
2007 478 79 111 6 11
2008 220 52 88 4 2
2009 151 72 88 8 2
2010 94 38 37 8 0
Wildlife Crime Cases Settlement 140 120
CASES
100 80 60 40
20 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Free Investigation
Investigation
2 10 9 6 12 5
93 123 41 60 76 32
Cancelation of Prosecution 0 3 0 0 2 1
Prosecution
Judicial Process
Penalty
67 61 28 45 56 21
52 52 25 29 32 4
51 49 21 23 26 3
DATA PENYELUNDUPAN TSL 2005-2010 • data penyelundupan TSL (INTERPOL).xlsx
44
UPAYA-UPAYA • •
• • • • •
Operasi penertiban perdagangan satwa dilindungi secara kontinyu di pasar burung dan pet shop Penertiban pemasukan, peredaran dan perdagangan satwa eksotik dari luar negeri seperti kura-kura radiata, indian northstar, iguana Pengendalian import tumbuhan dan satwa liar terhitung 1 Maret 2008 spesimen TSL tanpa import permit akan dimusnahkan (Surat Dirjen PHKA No. S39/IV-KKH/2008 tanggal 30 Januari 2008 kepada Dirjen Bea Cukai, Kepala Badan Karantina Pertanian dan Kepala Pusat Karantina Ikan. Joint inspection dengan Bea Cukai dan Karantina ( susun MoU BKSDA dengan instansi Bea Cukai dan Karantina setempat) Penggunaan segel berlogo BKSDA dalam penyegelan spesimen yang akan diedarkan Pengembangan kapasitas SDM pengenalan jenis TSL bagi Polhut, manual pengenalan jenis Kampanye anti illegal wildlife crime di bandara, pasar burung, pet shop, media massa Sedang disusun Permenhut tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi atas Pemanfaatan Jenis TSL yang tidak dilindungi UU 45
CONTOH SEGEL • Dibuat dari stiker
46
9. Koordinasi dengan instansi terkait Instansi terkait • Karantina (Hewan, Ikan, Tumbuhan) • Bea Cukai • Pengelola Bandara Udara, Pelabuhan Laut Kegiatan • Inspeksi pengendalian peredaran TSL bersama Bea Cukai dan Karantina di daerah • Penyusunan MoU dengan Karantina, Bea Cukai • Pemasangan papan pengumuman, standing flyer di Bandara Internasional • BALAI KSDA agar menyusun MoU dengan Bea Cukai, Karantina dan Pengelola Bandara Setempat untuk penempatan Polhut 47
10. PELATIHAN PENGENALAN JENIS • Pengenalan jenis TSL yang diperdagangkan • Meningkatkan ketrampilan kemampuan petugas Balai KSDA dan TN dan instansi terkait • Dilaksanakan di setiap propinsi secara bertahap 48