Imamatul Angkat Pendidikan Karakter Ajang Mawapres
Isu dalam
UNAIR NEWS – “Pemerintah baru melakukan intervensi di sisi academic achievement, tetapi belum memberikan pendidikan karakter kepada anak-anak.” Itulah ungkapan yang disampaikan oleh mahasiswa berprestasi (mawapres) Universitas Airlangga tahun 2017, Imamatul Khair. Imamatul, sapaan akrabnya, kini tengah berlaga di ajang mawapres nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Kompetisi yang dilangsungkan di Hotel Swiss-Bellinn Surabaya dilaksanakan pada 10–12 Juli. Kompetisi tersebut diikuti 24 mawapres dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Ketika diwawancarai, Imamatul menyampaikan inspirasinya yang melatari gagasan tentang pendidikan karakter. Di sebuah kawasan wisata di Pamekasan, ia banyak menemui anak-anak yang suka meminta-minta meskipun mereka tidak berasal dari kalangan ekonomi ke bawah. Imamatul menilai, kebiasaan tersebut disebabkan oleh kurangnya pendidikan karakter yang ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini. Akibatnya, mereka tak berpikir tentang kebermanfaatan terhadap orang lain. Ia menyebutnya dengan istilah human achievement. Melalui gagasan bernama project based learning, ia ingin memberikan pelajaran karakter secara berkelanjutan yang menyasar anak-anak. “Salah satunya, kami ingin agar mereka menulis semacam daily journal atau buku harian. Isinya cukup tentang kegiatan sehari-hari. Kemudian isi buku harian tersebut didiskusikan
dengan guru selaku wali kelasnya sehingga guru bisa melakukan intervensi pendidikan karakter,” tutur mahasiswa Program Studi S-1 Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB). Kecintaannya pada pendidikan bukan saja kali ini diakui oleh Imamatul. Meski mengenyam pendidikan di bangku sastra, gadis asal Sumenep ini punya komunitas yang aktif memberikan edukasi bagi anak-anak. Komunitas bernama Saghara Elmo ia dirikan sejak tahun 2016. Sejak tahun lalu, ia bersama sekitar 20 rekannya dari berbagai kalangan termasuk mahasiswa di Jawa Timur mengunjungi para pelajar di wilayah Pamekasan dan Sumenep untuk menanamkan edukasi karakter. Meski
kini
ia
masih
disibukkan
dengan
ajang
mawapres,
perempuan kelahiran 11 Juli 1995 ini menyimpan asa untuk melanjutkan pendidikan master ke Inggris. Imamatul ingin menekuni bidang pendidikan dan pengajaran. Sebagai mawapres UNAIR, pengagum novelis Ilana Tan ini tak pernah
berhenti
meraih
juara.
Peraih
beasiswa
Aktivis rd
Nusantara itu juga menjadi delegasi “The 3 Asian Undergraduate Summit di National University of Singapore” dan UNAIR tahun 2017. Dalam ajang itu, ia meraih predikat Best Cultural Performance. Mahasiswa S-1 Sastra Inggris itu juga pernah menjadi peserta terpilih Young Southeast Asian Leaders Initiative Camp UTheory Leadership in Collaboration with United in Diversity pada tahun 2016. Penulis: Defrina Sukma S
Mawapres FKG Siap Bersaing di Tingkat Universitas UNAIR NEWS – Merina Dwi P, Maria Andisa M dan Qurni Restiani adalah tiga mahasiswa yang terpilih sebagai mahasiswa berprestasi (Mawapres) dari angkatan 2013 FKG UNAIR. Pemilihan ketiga mahasiswa ini berdasar pada penilaian karya tulis ilmiah, catatan prestasi bidang akademik dan kemahasiswaan, kemampuan bahasa inggris serta penilaian sikap dan kepribadian. Dijelaskan oleh ketua tim juri Mawapres FKG UNAIR, Dr. Anis Irmawati., drg., M.Kes, bahwa setelah terpilih tiga mahasiswa dari angkatan 2013, maka pemilihan selanjutnya akan dilaksanakan pada angkatan 2014 dan 2015. Tujuan dari penjaringan secara luas ini adalah untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa FKG agar lebih termotivasi berprestasi. Juara pertama dari tiap angkatan inilah yang akan dikirim pada pemilihan Mawapres tingkat Universitas. Lebih lanjut, dosen pendamping kemahasiswaan ini mengatakan bahwa FKG sengaja melaksanakan seleksi lebih awal dibanding fakultas lain, agar ada waktu yang cukup untuk membina Mawapres yang akan dikirim ke tingkat Universitas. Anis menambahkan, FKG akan memberikan pembekalan yang matang pada Mawapres sehingga bisa bersaing di tingkat universitas dan bahkan nasional. (*) Penulis: Humas FKG Editor: Rio F. Rachman
Mahasiswa UNAIR Raih ‘Best Presenter’ Mawapres Nasional UNAIR NEWS – Mengutak-atik gen untuk memerangi kuman yang resisten terhadap antibiotik dianggap sebagai ide yang luar biasa. Mengingat, kasus resistensi antibiotik dianggap sebagai permasalahan global. Gagasan itulah yang akhirnya mengantarkan mahasiswa berprestasi jenjang S1 Universitas Airlangga, Amal Arifi Hidayat, menyabet predikat ‘Best Speaker’ dalam seleksi Mahasiswa Berprestasi (mawapres) Nasional. Kompetisi mawapres merupakan ajang tahunan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk mengadu 16 mawapres jenjang S-1 dari perguruan tinggi se-Indonesia. Pendaftaran peserta seleksi mawapres nasional dimulai diselenggarakan pada 25 Mei 2016, sedangkan malam penganugerahan dilangsungkan pada Selasa (16/8) di Hotel Sahid Rich, Jakarta. Sebelum melaju ke babak nasional, ada banyak tahap yang harus dilalui setiap mawapres universitas. Setiap mawapres universitas diseleksi berdasarkan tingkat perguruan tinggi dan wilayah. Unsur yang diseleksi antara lain indeks prestasi kumulatif (20%), tulisan dan presentasi karya ilmiah (30%), prestasi yang diunggulkan (25%), dan kemampuan berbahasa Inggris (25%). Setelah lolos mawapres tingkat wilayah, setiap finalis mawapres nasional kembali diuji oleh para juri. Bobot tiap unsur penilaian pun tak jauh berbeda. Bedanya, pada tingkat nasional, finalis mawapres diberi ujian kepribadian. Penetapan pemenang ditentukan berdasarkan nilai tertinggi dari setiap unsur penilaian. Pada jenjang S-1, mawapres Universitas Indonesia berhasil menyabet gelar juara I. Disusul dengan mawapres asal
Universitas Negeri Yogyakarta pada posisi juara II, dan mawapres Institut Pertanian Bogor pada posisi juara III. Meski mawapres S-1 UNAIR tak meraih predikat juara, ia berhasil memboyong predikat ‘Best Presenter’ dalam kompetisi tahunan Dikti itu. Bagi Amal, yang terpenting baginya adalah menyebarkan ide-ide baik yang bisa bermanfaat bagi manusia. Ide itu ia buktikan dengan mengusung gagasan mengenai bakteri zombie yang bisa melumpuhkan kuman yang resisten terhadap obat antibiotik. Dalam presentasi pada Selasa (16/8), Amal berhasil memperoleh pujian dari para juri. “Ide yang saya bawakan ini sangat unik dan menarik. Suatu pemecahan masalah global yang besar. Mengutak-atik gen adalah salah satu teknologi yang luar biasa. Namun, jangan sampai kita menjadi ilmuwan yang takabur karena kekuatan Tuhan jauh lebih besar daripada teknologi kita,” tutur Amal ketika dihubungi. Pada sesi presentasi, dewan juri memiliki kesempatan untuk memberikan tanggapan mengenai tema. Amal bercerita, dalam sesi tanya jawab, metode berpikir kritis dan logisnya diuji. Apa saja tanggapan dewan juri? Dokter muda itu menuturkan, dewan juri bertanya tentang kebiasan buruk masyarakat yang bisa menyebabkan resistensi antibiotik, seperti minum antibiotik tanpa resep dokter atau bahkan tidak mengonsumsi sampai tuntas. “Dari situ, saya menjelaskan mekanisme daaar mengapa hal-hal tersebut bisa menyebabkan resistensi, dan merekomendasikan langkah apa yang bisa diambil oleh pemegang kebijakan, dan apa yang bisa dilakukan oleh kita sebagai masyarakat untuk melawan kuman tersebut,” tegas Amal. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Dua Kali Gagal Seleksi, Lutvy Arsanti Wakili UNAIR di Ajang Mawapres Nasional UNAIR NEWS – Pernah gagal dalam seleksi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres), tidak jadi penghalang bagi Lutvy Arsanti untuk mencapai harapannya. Dua kali gagal dalam ajang seleksi, kini mahasiswa jurusan D3 Bahasa Inggris Fakultas Vokasi UNAIR tersebut berkesempatan untuk mewakili UNAIR dalam ajang Mawapres tingkat Nasional. Ditanya mengenai tekat untuk menjadi Mawapres, mahasiswa yang akrab disapa Lutvy tersebut mengungkapkan bahwa langkahnya ingin menjadi Mawapres bermula saat mengikuti PPKMB di awal mahasiswa baru. Mahasiswa yang mulanya tidak memiliki minat dalam organisasi tersebut akhirnya mulai menjajaki dan mencoba untuk mengikuti ajang melatih kepemimpinan sebagai salah satu syarat untuk menjadi Mawapres. “Awalnya penasaran saat ada pemateri mengenai Mawapres waktu PPKMB dulu, dari itu saya mulai pahami persyaratannya apa saja yang diperlukan, salah satunya harus aktif organisasi yang mulanya hal yang kurang saya minati,” jelasnya. Tekat untuk menjadi Mawapres tidak dilaluinya dengan mudah, berbagai tantangan telah ia hadapi. Terlebih saat berkesempatan untuk maju ke tingkat nasional kali ini harus diterima saat tengah menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat meraih gelar Ahli Madya. Ia mengaku, sempat ada keinginan untuk menolak tawaran Garuda Sakti untuk melanjutkan langkahnya ke ajang nasional. “Awalnya setelah dapat kabar dari garuda sakti ya mau mundur,
karena takut bentrok dengan TA,” imbuh mahasiswa yang hobi menulis dan mendengarkan musik tersebut. Rasa ingin mundur mahasiswa kelahiran Mojokerto, 8 Agustus 1995 dari ajang Mawapres Nasional bukan tanpa sebab. Pasalnya, selepas lulus dari D3 Bahasa Inggris, ia berencana akan alih jenis ke program Strata 1. “Karena setelah lulus Diploma saya mau lanjut ke S1, jadi butuh persiapan yang matang juga,” tegasnya. Dibalik berbagai hal yang memberatkan langkah untuk maju ke tingkat nasional, mahasiswa peraih IPK 3.72 tersebut memiliki trik dan cara tersendiri untuk membagi berbagai tugasnya tersebut. Selain lihai dalam mengatur waktu, Lutvy juga memiliki motivasi bahwa kesempatan itu tidak datang untuk yang kedua kalinya. “Kesempatan
itu
hanya
sekali,
ya
harus
dimaksimalkan,”
tegasnya. Tidak hanya motivasi dan kecerdasan dalam manajemen waktu, baginya mental juga perlu dipersiapkan. Berbekal dari cerita seniornya yang memiliki pengalaman yang sama, tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk mundur dari Mawapres demi tugas akhir. Sebab itulah di akhir perbincangan ia menegaskan betapa pentingnya untuk mempersiapkan segala hal sejak dini termasuk untuk menjadi Mawapres. “Berbekal pengalaman tersebut, penting untuk menyiapkan semua hal sejak dini, semua memang tidak bisa dadakan, termasuk untuk menjadi seorang Mawapres,” pungkasnya. (*) Penulis : Nuri Hermawan Editor : Dilan Salsabila
Tunda Kelulusan demi Mawapres Nasional
Jadi
UNAIR NEWS – Menjadi mahasiswa berprestasi (mawapres) tingkat universitas merupakan kebanggaan tersendiri bagi Amal Arifi Hidayat. Amal ditetapkan sebagai mawapres pada bulan Oktober tahun 2015 lalu dengan IPK 3.64. Pada awal bulan Juni tahun 2016, Amal akan berlaga di ajang mawapres tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti). Amal tak hanya sekali menjajal ajang mawapres di UNAIR. Mahasiswa program studi S-1 Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, UNAIR itu pernah mengikuti mawapres pada semester tiga dan berhasil menjadi juara I tingkat fakultas. Pada semester lima, ia dinobatkan menjadi juara II mawapres tingkat universitas. Pada semester tujuh, ia berhasil meraih juara I mawapres tingkat UNAIR dan akan mengikuti kompetisi mawapres tingkat nasional. Meski sudah berkali-kali mengikuti ajang mawapres di kampus, ia mengaku tak pernah terobsesi dengan predikat bergengsi mahasiswa UNAIR itu. Namun, ketika ia berhasil menjadi mawapres, bagi Amal, merupakan sebuah pengalaman yang tak ternilai. “Menurut saya, mawapres bukan seperti ajang kompetisikompetisi lainnya. Mawapres merupakan bentuk apresiasi dan bonus karena dalam proses seleksi harus mempertimbangkan prestasi-prestasi lain yang pernah diraih. Menjadi mawapres bukanlah suatu obsesi, tapi ini merupakan pengalaman yang tak ternilai. Saya ingin membuat UNAIR jadi lebih maju dan bisa menginspirasi banyak orang,” tutur Amal. Kini, Amal sedang mempersiapkan diri dan karya ilmiah untuk menghadapi mawapres dari kampus-kampus lain. Tema karya ilmiah
yang ditetapkan oleh Dikti dalam ajang mawapres tahun 2016 ini adalah ‘Inovasi untuk Daya Saing Bangsa’. Amal memiliki gagasan untuk membuat sejenis kuman yang bisa menyerang kumankuman tubuh yang resisten terhadap antibiotik. Menurut pengalaman akademis dan kerja Amal di bidang kesehatan, tak sedikit pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo berada dalam keadaan kebal terhadap antibiotik. Hal ini menyulitkan tenaga medis dalam memberikan perawatan yang optimal terhadap pasien, mengingat perkembangan penemuan antibiotik berjalan lebih lambat daripada perkembangan kuman yang mengalami resistensi. Bila ini terus terjadi, kondisi demikian akan berimbas pada produktivitas masyarakat dan perekonomian negara. “Ada sebuah bakteri, sebut saja dengan nama bakteri zombie. Bakteri ini bisa memakan bakteri-bakteri lain. Saya memaksimalkan kemampuan bakteri ini dengan mengubah komponen genetiknya sehingga bakteri itu bisa melawan bakteri-bakteri yang resisten,” ujar lelaki kelahiran 26 Desember 1996. Selain mempersiapkan karya tulis, ia juga sedang membuat sebuah video klip yang menggambarkan tentang gagasan yang ia tuangkan dalam karya tulis. Jadi dokter Tak sedikit anak kecil yang menjawab ingin jadi dokter ketika ditanya soal cita-cita. Begitu pula Amal. Ketika ia ditanya, Amal memang bercita-cita menjadi dokter sejak menjalani studi di bangku sekolah dasar. Bagi Amal, profesi dokter ibarat menyelam sambil minum air. “Kalau pas TK (taman kanak-kanak) dulu saya ingin menjadi astronot, tapi kan nggak kesampaian karena susah. Hahaha. Saya memang memiliki passion di bidang kesehatan. Profesi dokter ini juga mengharuskan kita untuk menolong orang,” tutur Amal yang ingin menjadi dokter spesialis penyakit dalam.
Saat ini, Amal menjalani kesibukan sebagai dokter muda yang sedang melakukan praktik di RSDS. Meski demikian, ia belum menyandang gelar wisudawan sarjana kedokteran sebagaimana lazimnya. Amal mengatakan bahwa ia harus menunda waktu kelulusannya agar bisa membawa nama harum UNAIR di kancah mawapres nasional. Selamat berjuang, Amal! (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Nuri Hermawan
Tips-Tips Ini Bisa Bikin Kamu Jadi Mahasiswa Berprestasi UNAIR NEWS – Mahasiswa berpretasi (Mawapres) adalah mahasiswa yang berprestasi dalam akademik maupun non akademik. Namun dalam proses penyeleksian, kabarnya, lebih diutamakan kepada mahasiswa yang memiliki nilai akademik baik. Tentunya, menjadi mawapres memiliki beberapa syarat yang tidak mudah. Menjadi seorang mawapres tidaklah semudah yang dibayangkan. Karena nantinya, kita harus siap untuk melakukan syarat-syaratnya dan siap menjadi orang hebat. Ada beberapa tahap seleksi mawapres. Mawapres terdapat dua jenis: fakultas dan universitas. Biasanya, akan diadakan open recruitment mawapres di fakultas. Setelahnya, akan diajukan untuk bersaing di level universitas. Berikut beberapa hal yang bisa dipertimbangkan bagi seseorang yang ingin menjadi mawapres. 1. Persiapan Awal
Menyiapkan judul paper yang akan ditulis dan dipresentasikan. Usahakan semaksimal mungkin dengan tema yang out of the box. Artinya, cari topik yang jarang atau tidak pernah dipikirkan orang lain. 2. Cara Belajar ala Mahasiswa Belajar yang konsisten. Tidak harus dengan selalu membaca buku. Kita dapat belajar melalui organisasi, dengan membuat LKTI, makalah atau karya tulis lainnya. Jadi, harus sering menulis dan diskusi bagaimana pola dan format dalam penulisan yang baik dan benar. 3. Proses Seleksi Semua mahasiswa dapat mengikuti seleksi mawapres. Namun, tetap harus dapat memenuhi semua persyaratan. Mawapres memiliki syarat IPK < 3,0. Selain itu, harus aktif berorganisasi dan bisa membuat paper. Untuk prosesnya sendiri, ada seleksi berkas atau karya tulis. Lalu, mempresentasikannya di depan juri dan dosen menggunakan bahasa inggris. Apabila sudah dipilih menjadi mawapres fakultas, akan langsung menuju seleksi mawapres universitas. Dengan saingan dari fakultasfakultas lainnya. 4. Mawas Diri Ketika menjadi mawapres, kita akan gampang jadi pusat perhatian. Dalam arti, semua hal yang kita lakukan akan ada pertanggungjawabannya. Kita harus menjaga sikap baik secara konsisten di lingkup nilai akademik, menjaga sikap di depan teman-teman mahasiswa, juga civitas akademika lainnya. 5. Terus Mengasah Kemampuan Menjadi seorang mawapres, harus dapat membawa diri dengan baik. Dapat berbicara dengan luwes di depan banyak orang. Apalagi, saat berbicara atau presentasi di depan dosen dan juri. Yang paling penting, sanggup berbahasa Inggris dengan
baik. Nervous itu biasa dan wajar. Maka itu, teruslah mengasah kemampuan. biar hasilnya dapat maksimal. (*) Penulis: Khansaa K. Najla Editor: Rio F. Rachman