ISU – ISU KRITIS DALAM PENDIDIKAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
DOSEN PENGAMPU: Prof. Dr. Aceng Rahmat, M. Pd
DI SUSUN OLEH: Ria Sarasawati (No Reg: 7317167374) Merri Silvia Basri (No Reg: 7317167370) Imelda (No Reg:
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 2016
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan kasih-Nya kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang bertemakan “Sistem Pendidikan Nasional”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Isu – Isu Kritis Dalam Pendidikan. Dengan mengingat segenap kekurangan dan kelebihan yang ada, kami telahberusaha memaksimalkan diri untuk menyelesaikan tugas ini sebaik mungkin. Namunpenyusun mengerti betul bahwasannya makalah ini masih perlu untuk disempurnakanlagi, mohon pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun. Pada kesempatan ini pula izinkanlah penyusun dengan segala kerendahan hati danrasa syukur menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak telah banyak membantudalam penyelesaian makalah ini. Penyusun sadar sepenuhnya bahwa dengan berbagai keterbatasan yang adamakalah ini masih banyak kekurangan. Dengan segala kekurangan yang ada semogamakalah ini masih dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Jakarta, 17 Januari 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..................................................................................
i
DAFTAR ISI ..................................................................................................
ii
ABSTRAK .....................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ..........................................................
BAB II
1
PEMBAHASAN A. MENGEVALUASI MATERI AJAR (ACUAN DAN PRINSIP – PRINSIPNYA) .................................................... 2 B. MEMILIH MATERI AJAR / BUKU PAKET PANDANGAN PENULIS ..................................................... 27 C. MENGADAPTASI MATERI AJAR YANG DIGUNAKAN DI KELAS ............................................................................
31
D. MENGADOPSI MATERI AJAR UNTUK PENGAJARAN DI KELAS ............................................................................ BAB III
45
PENUTUP A. SIMPULAN .........................................................................
56
B. SARAN ................................................................................
56
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
57
ii
ABSTRAK Pendidikan adalah suatu sistem dimana proses pengajaran terjadi di dalamnya. Pendidikan juga sangat diperlukan untuk mencerdaskan anak bangsa agar dapat memanjukan bangsanya. Oleh sebab itu dalam menyelenggarakan pendidikan memerlukan suatu kesatuan yang mengaturnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh proses pendidikan yang berjalan dengan terstruktur.Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Setiap bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsanya. Walaupun masing-masing bangsa memiliki tujuan hidup berbeda, namun secara garis besar, ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya. Pendidikan bagi setiap individu merupakan pengaruh dinamis dalam perkembangan jasmani, jiwa, rasa sosial, susila, dan kecerdasan. Kata Kunci: pendidikan nasional, sistem pendidikan nasional, UUD 1945
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu sistem dimana proses pengajaran terjadi di dalamnya. Pendidikan juga sangat diperlukan untuk mencerdaskan anak bangsa agar dapat memanjukan bangsanya. Sesungguhnya semenjak jaman perjuangan kemerdekaan dahulu, para pejuang serta perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan mer-pakan faktor yang sangat vital dalam usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta membebaskannya dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa disamping melalui organisasi politik, perjuangan
ke
pendidikan.Oleh
arah sebab
kemerdekaan itu
dalam
perlu
dilakukan
melalui
menyelenggarakan
jalur
pendidikan
memerlukan suatu kesatuan yang mengaturnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh proses pendidikan yang berjalan dengan terstruktur. Kita semua menyadari bahwa pada masa-masa yang akan datang kemajuan dan kejayaan suatu negara tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kekayaan sumberdaya alam, melainkan lebih banyak ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya insani merupakan suatu usaha besar dan vital yang selalu diupayakan serta menjadi pusat perhatian setiap negara yang ingin memajukan bangsanya. Usaha dan perjuangan suatu negara dalam meningkatkan kecerdasan serta kemampuan bangsanya dapat dilihat dalam sistem pendidikannya.Namun, faktanya sistem pendidikan yang ada sekarang ini, khususnya di indonesia ternyata masih belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan global untuk masa yang akan datang. Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama ini menjadi fokus pembinaan masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya masalah
1
2
internal yang mendasar dan bersifat komplek, selain itu pula bangsa Indonesia masih menghadapi sejumlah problematika yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan mendasar sampai pendidikan tinggi. Makalah ini dimaksudkan untuk membahas sistem pendidikan nasional sebagai upaya
untuk membangun struktur dan strategi
pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, berwawasan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, semua itu memerlukan partisipasi yang strategis dari berbagai komponen, seperti: Pendidikan awal di keluarga, kontrol efektif dari masyarakat dan pentingnya penerapan sistem pendidikan yang berkualitas oleh Negara.
BAB II TEORI A. PENGERTIAN PENDIDIKAN Pengertian pendidikan erat kaitannya dengan kata education. Kata education
yang
diterjemahkan
dalam
bahasa
Indonesia
dengan
pendidikan merupakan kata benda turunan dari kata kerja bahasa Latin educare. Kata educare dalam bahasa Latin memiliki pengertian melatih, menyuburkan. Pendidikan merupakan sebuah proses yang membantu menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata menjadi semakin tertata, semacam proses penciptaan kultur
sebuah
dalam diri seseorang.Secara historis kata pendidikan banyak
dipakai untuk mengacu pada berbagai macam pengertian, misalnya pembangunan, pertumbuhan, perkembangan, sosialisasi, inkulturasi, pengajaran, pelatihan, pembaruan. Kata pendidikan juga melibatkan interaksi dengan berbagai macam lingkungan seperti keluarga, sekolah, pesantren, gereja, yayasan dan sebagainya. Meskipun memiliki berbagai makna, pendidikan merupakan sebuah kegiatan manusiawi. Tindakan mendidik memang secara khas hanya berlaku bagi sebuah kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Inilah kekhasan yang membedakan kita dengan binatang.
Sebagai sebuah kegiatan manusiawi,pendidikan membuat
manusia membuka diri terhadap dunia. Manusia berkembang melalui kegiatan
membudaya
dalam memaknai
sejarahnya
di
dunia ini,
memahami kebebasannya yang selalu ada dalam situasi agar mereka semakin mampu memberdayakan dirinya. Dalam konteks modern, pendidikan senantiasa diletakkan dalam kerangka kegiatan dan tugas yang ditujukan bagi sebuah generasi yang sedang ada dalam masa-masa pertumbuhan. Oleh karena itu pendidikan lebih mengarahkan dirinya pada pembentukan kepribadian individu. Proses pembentukan diri terus menerus ini terjadi dalam kerangka ruang dan waktu. Pendidikan dengan demikian mengacu pada setiap bentuk
3
4
pengembangan diri yang bersifat persuasi, terus menerus, tertata rapi, dan terorganisasi, berupa kegiatan yang terarah untuk membentuk kepribadian secara personal, sosial. Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia
sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan harus didasarkan pada penghargaan terhadap kemerdekaan jiwa anak. Anak-anak harus dapat tumbuh dan berkembang menurut kodrat alami (bawaan alami) dan tidak seharusnya ada pemaksaan terhadap bawaan yang merdeka dari anak. Pendidikan harus bersifat Tut Wuri Handayani, artinya membimbing dari belakang
yang
menumbuhkan kemandirian anak dan bukan menakut-nakuti, menghukum yang mematikan kemerdekaan jiwa anak.1 Ki Hadjar Dewantara menteorikan pendidikan Taman Siswa sebagai pendidikan Sistem Among, dengan tugas guru, Tut Wuri Handayani, artinya untuk mengasuh anak dengan jiwa merdeka maka guru membimbing dari belakang. Konsep ngemong mempunyai arti bahwa anak memperoleh kemerdekaan untuk bermain danbelajar sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sedang orang dewasa hanya bertugas membantu dan membimbingnya ke arah perkembangan yang baik. Penggunaan nilai- nilai budaya bangsa (Jawa) untuk merumuskan konsep pendidikan Taman Siswa ini didasarkan pada pandangan Ki Hadjar Dewantara yang kurang senang dengan sistem pendidikan kolonial yang bersifat menonjolkan pengawasan, disiplin,
dan
perintah yang
mematikan jiwa merdeka anak-anak masyarakat pribumi. Pendidikan Taman Siswa yang menggunakan rumus dengan basis budaya bangsa maka muncul konsep pendidikan yang berjiwa kebangsaan yang dapat 1
Sodik A Kuntoro, Menapak jejak pendidikan nasional Indonesia dalam Kearifan sang profesor (Yogyakarta: UNY Press, 2007), h. 143.
5
dijadikan instrumen penting bagi penumbuhan kesadaran kebangsaan dan jiwa merdeka.2 Lebih lanjut menurut Ki Hadjar Dewantara, berilah kemerdekaan kepada anak-anak kita, bukan kemerdekaan yang leluasa, tetapi yang terbatas oleh tuntutan- tuntutan kodrat alam yang nyata dan menuju ke arah kebudayaan, yaitu keluhuran dan kehalusan hidup manusia.Oleh karenanya bila mengamati beberapa hal penting yang disampaikan oleh Ki
Hadjar
Dewantara
mengenai
pembangunan
pendidikan
demi
kemanusiaan bagi bangsa ini, maka sangat beralasan apabila Indonesia harus
mengedepankan
pendidikan
sebagai
upaya
pencerdasan
kehidupan bangsa. Ki Hadjar Dewantara menginginkan bahwa pendidikan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai kebangsaan sendiri, jangan meniru bangsa-bangsa lain
karena berbeda perspektifnya. Pendidikan harus
bertumpu penguatan nalar dalam berpikir dan bermoral, beradab, dan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kepentingan bangsa di atas kepentingan kerdil dan sempit. Pendidikan menurut Ki Hadjar adalah suatu hal yang mampu memberikan sumbangsih besar bagi perubahan bangsa ke depan, baik secara intelektual, sosial, maupun politik. Pendidikan diupayakan dapat membentuk karakter bangsa yang mandiri, tidak menjadi bangsa yang cengeng, selalu merengek minta bantuan kepada bangsa lain. Pendidikan adalah proses penyempurnaan diri manusia secara terus menerus, hal ini terjadi karena secara kodrat manusia memiliki kekurangan dan ketidaklengkapan. Baginya, intervensi manusiawi melalui pendidikan merupakan salah satu cara bagi manusia untuk melengkapi apa
yang
kurang dari kondisinya.
Pendidikan
ketidaksempurnaan dalam kodrat alamiah manusia.
dapat
melengkapi
Jadi
pendidikan
adalah pengaruh yang dilakukan oleh generasi dewasa pada generasi yang 2
belum
Ibid., h. 141-142
siap
kehidupan
sosialnya,
tujuannya
adalah
untuk
6
mengembangkan kemampuan fisik, intelektual, dan moral sesuai dengan tuntutan masyarakat politik secara keseluruhan. B. SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Pada masa penjajahan, pemerintah Hindia Belanda kurang memperhatikan kepentingan bagi pribumi. Pendidikan juga dibedakan antar orang Belanda sebagai penjajah dan pribumi sebagai masyarakat yang dijajah. Di antara pribumi pendidikan juga dipisahkan antara pribumi kelas atas dan rakyat biasa. Sistem pendidikan diatur oleh pemerintah kolonial dengan tujuan untuk dapat mempertahankan penjajahan. Dengan berdirinya negara kebangsaan Indonesia pada 17 Agustus 1945
dan
berlakunya
UUD
1945
satu
hari
setelah
proklamasi
kemerdekaan maka resmi sistem pemerintahan kolonial dihapuskan dan diganti dengan sistem pemerintahan yang ditentukan oleh bangsa sendiri. Ditetapkannya Pancasila sebagai dasar negara, berarti semua ketentuan UU dan peraturan yang mengatur pelaksanaan pemerintahan, rakyat, dan wilayah harus dibuat atas dasar ideologi Pancasila. Setelah proklamasi, sistem pendidikan juga mengalami perubahan. Perubahan yang sangat mendasar yaitu pendidikan nasional diletakkan sejalan dengan dasar dan cita-cita negara kebangsaan Indonesia. Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara juga dilaksanakan dalam bidang pendidikan. Pendidikan nasional meletakkan Pancasila sebagai landasan ideal pendidikan. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.3 Setiap bangsa tentu akan menyatakan tujuan pendidikannya sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang sedang diperjuangkan untuk kemajuan bangsanya. Walaupun masing-masing bangsa memiliki tujuan 3
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, Ayat 1.
7
hidup berbeda, namun secara garis besar, ada beberapa kesamaan dalam berbagai aspeknya. Pendidikan bagi setiap individu merupakan pengaruh dinamis dalam perkembangan jasmani, jiwa, rasa sosial, susila, dan kecerdasan. Pendidikan
nasional
adalah
pendidikan
yang
berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. 4 Indonesia adalah negara yang meletakkan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa” dalam deklarasi kemerdekaanya yaitu Pembukaan UUD 1945 dan menetapkan “hak warga negara memperoleh pendidikan” serta “kewajiban pemerintah
mengusahakan
dan
menyelenggarakan
suatu
sistem
pendidikan nasional” dalam UUD-nya yakni UUD 1945. Demikian jelas UUD 1945 mengamanatkan kepada penyelenggara negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional. UUD 1945 merupakan produk hukum tertinggi yang menjadi landasan bagi penyelenggaraan pasal
yang
pendidikan
di
Indonesia.
Pasal-
bertalian denganpendidikan dalam UUD 1945 tersebut
adalah pasal 31 tentang pendidikan dan 32 tentang kebudayaan. Pasal 31 ayat
(1)
berbunyi:
“Setiap
warga
negara
berhak
mendapatkan
5
pendidikan”. Pasal 31 ayat (2) berbunyi: “ Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.6Dua ayat pada pasal 31 UUD 1945 tersebut mengatur hak dan kewajiban warga negara dalam mendapatkan pendidikan dan mengikuti pendidikan dasar. Mendapatkan pendidikan adalah hak yang harus diterima oleh warga negara 4
dan negara wajib memberikan hak tersebut berupa
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1, Ayat 2. UUD 1945 BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan, Pasal 31 Ayat 1. 6 UUD 1945 BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan, Pasal 31 Ayat 2. 5
8
penyediaan layanan pendidikan secara cuma-cuma atau gratis. Dalam hal ini layanan yang bisa diberikan secara cuma-cuma baru pada level dasar yaitu sekolah dasar dan sekolah lanjutan pertama. Dalam UUD 1945 BAB XIII pasal 31 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran. 7 Atas dasar hal itu kesempatan belajar harus diberikan pada semua warga negara dari semua kelas sosial dan kelompok sosial. Undang-undang Pendidikan tahun 1950 BabXI pasal 17 menyatakan: Tiap warga negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah, jika memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu.8 Ini berarti bahwa setiap warga negara dengan tidak membedakan kelompok sosial dan kelas sosial mempunyai kesempatan yang seluas- luasnya untuk memasuki sekolah. Tidak begitu mudah untuk memberikan suatu definisi yang memadai
mengenai
sistem
pendidikan
nasional.
Konsep
sistem
pendidikan nasional akan tergantung pada konsep tentang sistem, konsep tentang pendidikan dan konsep tentang pendidikan nasional. Perlu pula disadari bahwa konsep mengenai pendidikan dan sistem pendidikan nasional tidak bisa semata-mata disimpulkan dari praktek pelaksanaan pendidikan yang terjadi sehari-hari di lapangan, melainkan harus dilihat dari segi konsepsi atau ide dasar yang melandasinya seperti yang biasanya tersurat dan juga tersirat dalam ketetapan-ketetapan Undangundang Dasar, Undang-undang Pendidikan dan peraturan-peraturan lain mengenai pendidikan dan pengajaran. C. TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan sebagai alat perjuangan integritas nasional dimulai sejak pergerakan kebangsaan melawan penjajah sekitar dasawarsa pertama
awal
abad
XX,
dengan
tujuan
untuk
mencapai
kemerdekaan bangsa. Setelah tercapai kemerdekan Indonesia pada 17 7 8
UUD 1945 BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan, Pasal 31 Ayat 1. Undang-Undang Tahun 1950 tentang Pendidikan, Pasal 17.
9
Agustus
1945,
pembangunan
satu
kesatuan
sistem
pendidikan
dilaksanakan untuk mewujudkan cita-cita negara kebangsaan yang dapat melindungi kedaulatan, menjamin persatuan dan kesatuan, kesejahteraan, keamanan, dan keadilan bagi warga negaranya. Di era reformasi seperti sekarang ini, pengembangan pendidikan nasional telah semakin maju dan diharapkan lebih dapat memberikan kemakmuran bagi warganya,
di
samping persatuan dan kesatuan bangsa serta pembentukan kepribadian dan budaya bangsa. Mencermati tujuan pendidikan nasional yang tertuang di dalam dokumen peraturan perundang-undangan dapat diketahui bahwa: (1) Pada umumnya tujuan pendidikan nasional dirumuskan secara idealis. Pendidikan selalu ingin diarahkan untuk mencapai suatu keadaan ideal dan serba sempurna akan tetapi belum pernah dapat dicapai dan terwujud sampai sekarang. (2) Indikasi sosok yang susila atau berbudi pekerti luhur, cakap dan terampil, serta bertanggung jawab adalah ciri-ciri sosok manusia Indonesia yang dicita-citakan yang ingin diwujudkan dalam beberapa kali rumusan tujuan pendidikan. (3) Rumusan tujuan pendidikan disusun seiring
dengan hasil idealisasi kebutuhan masyarakat ketika
rumusan itu dibuat. Misalnya rumusan yang dibuat tahun 1950 dan 1954 idealisasi sosok manusia Indonesia
adalah sosok manusia Indonesia
yang susila, cakap, demokratis dan bertanggung jawab. Tentu saja itu mencerminkan kondisi Indonesia saat itu. Berbeda dengan UU Nomor 20 Tahun 2003, idealisasi manusia Indonesia adalah sosok yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini mengindikasikan bahwa sosok manusia yang dibutuhkan bangsa Indonesia di awal milenium ketiga ini lebih memiliki kemampuan lengkap. Berdasar kenyataan tersebut, kebijakan pendidikan serta praksis pendidikan harus selalu didasarkan pada landasan pendidikan yang telah
10
disepakati. Dengan demikian praksis pendidikan tidak akan kehilangan arah, serta tidak akan menyimpang dari landasannya. D. SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN PERMASALAHANNYA Undang-undang No. 20 Tahun 2003 yang kita anggap sebagai sumber utama gagasan sistem pendidikan nasional. Oleh karena itu, mungkin masih terlalu dini untuk menilai realisasi serta pelaksanaannya di lapangan. Peraturan-peraturan pemerintah yang membe-rikan pedoman pelaksanaannya belum disusun. Setelah ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan pemerintah itu disusun barulah dapat dirancang kegiatan-kegiatan pelaksanaannya. Berdasarkan gambaran di atas, dapat diperkirakan bahwa realisasi pelaksanaan undang-undang mengenai sistem pendidikan nasional secara utuh akan masih memerlukan waktu. Masyarakat
mungkin
menaruh
harapan
yang
besar
akan
kemampuan undang-undang ini dalam menangani masalah-masalah pendidikan. kesan bahwa semua persoalan pendidikan akan bisa diselesaikan – setidak-tidaknya akan lebih mudah diselesaikan – setelah undang-undang ini diberlakukan. Harapan semacam itu mungkin agak berlebihan, karena fungsi utama undang-undang ini pada dasarnya adalah sebagai sumber acuan untuk memulai langkah-langkah pembenahan dalam upaya pendidikan. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat hal-hal yang diatur dalam undang ini menjadi suatu kenyataan. Perlu disadari bahwa UU No. 20 Tahun 2003 tidak mungkin dapat mengatur semua kegiatan pendidikan yang terjadi di lapangan. Undangundang pendidikan nasional hanya mampu memberikan arah, dan memberikan prinsip-prinsip dasar untuk menuju arah tersebut, serta mengatur prosedurnya secara umum. Realitas pelaksanan pendidikan di lapangan akan banyak ditentukan oleh petugas yang berada di barisan paling depan, yaitu guru, kepala sekolah dan tenaga-tenaga kependidikan lainnya.
11
Dalam masalah pedidikan, perhatian pemerintah masih terasa sangat minim. Gambaran ini tecermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit. Dampak dari pendidikan yang semakin buruk itu membuat negeri kita kedepannya makin terpuruk. Dalam lingkup nasional, telah ditetapkan empat masalah pokok pendidikan yang dirasa perlu untuk diprioritaskan penanggulangannya. Empat masalah pokok tersebut yaitu: 1. Masalah Pemerataan Pendidikan Masalah
pemerataan
pendidikan
adalah
persoalan
tentang
bagaimana sistem pendidikan dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya
bagi
seluruh
warga
negara
untuk
mendapatkan
pendidikan. Permasalahan ini timbul akibat masih banyaknya anak usia sekolah yang belum bisa ditampung dalam suatu lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas serta sarana yang disediakan, seperti gedunggedung sekolah, tenaga pengajar, dan alat serta media belajar. Walaupun pemerintah
telah
membuat
Undang-Undang
yang
mengatur
permasalahan pendidikan, bukan berarti tujuan yang dicantumkan dalam Undang-Undang tersebut bisa terealisasi sesuai harapan. UndangUndang tersebut kemudian dijadikan sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketertinggalan bangsa kita akibat penjajahan. Permasalah pemerataan pendidikan ini merupakan salah satu permasalahan yang penting untuk diperhatikan. Utamanya pemberian pendidikan dasar yang memang sangat penting bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri menghadapi perkembangan kehidupan. Pemberian pendidikan dasar di Sekolah dasar dapat memberikan bekal yang berarti dalam perkembangan pendidikan selanjutnya. Seperti kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang dapat dikembangkan oleh masingmasing individu dalam mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media dan sumber belajar yang tersedia. Dengan demikian
12
individu-individu tersebut tidak akan terbelakang dan menjadi penghambat dalam pembangunan. Untuk
pendidikan
formal
atau
persekolahan,
terdapat
kebijaksanaan penyediaan memperoleh kesempatan pendidikan dari setiap jenjang pendidikan yang ditempuh. Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan
tersebut
berdasarkan
pada
faktor
kuantitatif,
yaitu
pemberian bekal dasar pendidikan yang sama kepada seluruh warga negara. Pada jenjang pendidikan menengah dan atas, kebijakan tersebut lebih didasarkan atas pertimbangan kualitatif dan relevansi, yaitu minat dan kemampuan peserta didik, keperluan tenaga kerja, dan keperluan pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu dan teknologi. Untuk pendidikan informal atau luar sekolah, usaha pemerataan pendidikan dapat berjalan dengan pesat. Hal ini dikarenakan oleh dua faktor, pertama yaitu faktor perkembangan iptek yang menawarkan berbagai
macam
alternatif
model
pendidikan
untuk
memperluas
pelayanan kesempatan belajar serta menambah pengetahuan mengenai teknologi. Faktor kedua yaitu faktor konsep pendidikan sepanjang hidup yang tidak membatasi usia seseorang untuk menuntut ilmu dan tidak terbatas hanya pada sarana-prasarana pendidikan yang tersedia. Pemecahan Masalah Pemeratan Pendidikan Permasalahan pemerataan pendidikan ini dapat dipecahkan melalui beberapa cara. Cara-cara tersebut bisa secara langsung pada sarana pendidikan atau pada pelaku pendidikan. Pada sarana pendidikan, dapat dilakukan misalnya melalui cara pembangunan gedung sekolah baru di daerah-daerah pinggiran, perbaikan dan penggantian gedung sekolah yang tidak layak pakai serta pengadaan sistem double sift (bergantian pagi dan sore) untuk penggunaan gedung sekolah agar penggunaannya bisa merata. Sedangkan pada pelaku pendidikan dapat ditempuh dengan cara memberlakukan beberapa alternatif sistem pembelajaran baru. Seperti sistem pendidikan oleh masyarakat, orang tua dan guru sehingga proses
13
belajar bisa terjadi dimanapun, pengadaan sekolah dasar kecil di daerah terpencil untuk mengenalkan pendidikan bagi masyarakat pinggiran, sistem guru kunjung, sekolah terbuka, menggalakkan pendidikan luar sekolah seperti kejar paket A, B dan C, serta mengembangkan sistem belajar jarak jauh seperti teleconverse dan e-learning. 2. Masalah Mutu Pendidikan Masalah mutu pendidikan muncul ketika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperi yang diharapkan. Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia pendidikan dan sistem pendidikan yang kita pakai dapat menjadi penyebab dari permasalahan di atas. Banyaknya pelajar Indonesia masih belajar dalam taraf menghafal saja. Dimana hanya berbekal hafalan tidak membuat tambahnya suatu kecerdasan maupun tambahnya kedewasaan seseorang. Di dalam belajar seharusnya disertai pemahaman terhadap suatu materi, sehingga pemahaman tersebut akan benar-benar menancap pada otak pelajar. Dan pada akhirnya, ketika ia harus terjun dalam masyarakat ia akan benar-benar bisa mengaplikasikan ilmu yang pernah ia pelajari tersebut. Mutu pendidikan dapat diketahui pada kualitas keluarannya. Masyarakat tidak akan melihat proses bagaimana ia belajar. Yang dilihat hanyalah hasil akhir dari sekian lama ia menempuh pendidikan. Permasalahan yang banyak muncul sekarang adalah, apakah kualitas keluaran dari sistem pendidikan itu termasuk dalam pribadi yang benarbenar berkualitas sebagai manusia pembangunan. Dalam hal ini mampu membangun dirinya sendiri dan lingkungannya. Tetapi jelas tidak mudah mengukur mutu produk keluaran tersebut. Hal inilah yang membuat masyarakat menilai seseorang hanya pada hasil keluarannya saja, tanpa melihat proses pembelajaran dan proses mendapatkan keluaran tersebut. Padahal sangat jelas, bahwa hasil belajar yang bermutu hanya mungkin dicapai melalui proses belajar yang bermutu. Jika proses belajar tidak optimal, maka akan sulit mendapat hasil yang maksimal. Tapi bila proses belajar tidak optimal tetapi hasil yang dicapai baik, maka bisa
14
dipastikan bahwa hasil yang dicapai itu semu. Ironisnya banyak sekali kejadian yang demikian tersebut terjadi di kehidupan kita sekarang. Jadi dari sini dapat diketahui bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Dalam proses belajar itu sendiri juga diperlukan dukungan dari komponen pendidikan seperti peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, sarana pembelajaran dan masyarakat sekitar. Tapi dukungan yang diberikan pun juga tergantung pada kualitas dan kerjasama komponen pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Mutu komponen pendidikan juga tergantung pada letak geografis tempat dimana komponen pendidikan itu berada. Umumnya diketahui bahwa di daerah pedesaan utamanya daerah terpencil mutu komponen pendidikannya lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Usaha pemerataan pendidikan bertujuan untuk memeratakan mutu pendidikan di setiap jenjang agar terjadi peningkatan mutu pendidikan di setiap daerah, baik itu desa maupun kota sesuai dengan situasi dan kondisinya masingmasing. Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan Sasaran pemecahan masalah mutu pendidikan adalah perbaikan kualitas komponen pendidikan dan mobilitas komponen-komponen tersebut. Upaya pemecahan permasalahan ini dapat ditempuh dengan cara: 1) Seleksi yang lebih ketat terhadap calon yang akan masuk ke sekolah lanjutan atau tempat kerja. 2) Pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga pendidikan melalui latihan, penataran, seminar, dan lain-lain. 3) Penyempurnaan dan pemantapan kurikulum agar tidak mudah mengalami perubahan. 4) Pembangunan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan belajar.
15
5) Penggunaan alat peraga, buku paket dan laboratoriun secara tepat guna. 6) Pemantapan peraturan dalam berbagai ujian, baik itu ujian sekolah atau ujian kenegaraan. 7) Pengawasan dan penelitian proses pendidikan oleh penilik ke setiap sekolah 3. Masalah Efisiensi Pendidikan Masalah
efisiensi
pendidikan
membahas
bagaimana
sistem
pendidikan memanfaatkan sumber daya pendidikan yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini tergantung bagaimana penggunan dari sumber daya tersebut. Akan dikatakan mempunyai efisiensi tinggi apabila penggunannya hemat dan tepat sasaran. Dan bila sebaliknya, maka efisiensinya rendah. Sumber daya yang dimaksud di sini antara lain adalah tenaga kependidikan dan sarana prasarana pendidikan. Masalah efisiensi tenaga kependidikan umumya meliputi masalah pengangkatan dan penempatan. Permasalahan pengangkatan terletak pada
ketidakseimbangan
ditentukan
dengan
jumlah
antara
jatah
tenaga
yang
pengangkatan
yang
telah
tersedia.
ini
dapat
Hal
menyebabkan kemubadziran tenaga pendidik, karena jatah pengangkatan jauh lebih kecil dari jumlah tenaga yang tersedia. Sehingga banyak tenaga pendidik banting setir mencari mata pencaharian yang tidak sesuai dengan keterampilannya mengajar. Padahal tenaga pendidik tidak dipersiapkan untuk berwirausaha. Permasalahan penempatan banyak terjadi pada guru bidang studi. Masalah terletak pada ketidaksesuaian penempatan keahlian guru dengan kebutuhan
di
lapangan.
Guru-guru
yang
menjadi
korban
dari
permasalahan ini terpaksa merangkap mengajarkan bidang studi di luar kewenangannya. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah pengangkatan guru di suatu sekolah, selain itu sulitnya menjaring tenaga yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil sehingga menyebabkan kekurangan
16
tenaga pengajar. Permasalahan penempatan tenaga pengajar ini dapat menyebabkan ketidakefisienan dalam memfungsikan tenaga guru. Masalah efisiensi sarana prasarana lebih tertuju pada kurang matangnya perencanaan penggunaan, selain itu juga karena perubahan kurikulum. Permasalahan kurang matangnya perencanan misalnya pada pembangunan gedung-gedung sekolah tanpa memperhatikan lokasinya. Akibatnya banyak sekolah kekurangan murid dan banyak ruangannya menjadi kosong. Contoh lain yaitu diadakannya pendistribusian sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan pembekalan kemampuan, sikap dan keterampilan. Hal ini menyebabkan kemubadziran, karena sarana tersebut akhirnya tidak terpakai dan peningkatan efektifitas belajar pun gagal direalisasikan. Perubahan kurikulum biasanya mengakibatkan tidak terpakainya lagi buku paket siswa, pegangan guru dan perangkat belajar lainnya karena harus diganti dengan yang baru. Selain itu pengadaan pelatihan dan penataran kurikulum baru itu jelas memakan biaya yang tidak sedikit. Dan akhirnya pemborosan pun tidak bisa dielakkan lagi. Pemecahan Masalah Efisiensi Pendidikan Permasalah efisiensi pendidikan lebih mengarah pada masalah kualitas, tentu saja ini dapat di pecahkan melalui pendekatan teknologi pendidikan.Hal tersebut dapat ditempuh melalui cara-cara pendekatan sistem, berorientasi pada peserta, dan pemanfaatan sumber belajar. Prinsip pendekatan sistem berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran perlu didesain atau dirancang dengan menggunakan pendekatan sistem. Dalam merancang pembelajaran diperlukan langkahlangkah prosedural meliputi: identifikasi masalah, analisis keadaan, identifikasi
tujuan,
pengelolaan
pembelajaran,
penetapan
metode,
penetapan media evaluasi pembelajaran. Prinsip berorientasi pada peserta didik berarti bahwa dalam pembelajaran hendaknya memusatkan perhatiannya pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik, minat, potensi dari peserta didik. Prinsip pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran peserta didik hendaknya dapat memanfaatkan
17
sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya. Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana pesera didik dapat belajar, dengan cara
mengidentifikasi,
mengembangkan,
mengorganisasi,
serta
menggunakan segala macam sumber belajar. Dengan demikian upaya pemecahan masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan sumber belajar. 4. Masalah Relevansi Pendidikan Relevansi
menurut
kamus
besar
bahasa
Indonesia
berarti
hubungan atau kaitan. Maksudnya yaitu hubungan antara hasil keluaran (output) pendidikan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh pembangunan. Tugas pendidikan yaitu menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana sistem pendidikan mampu menghasilkan output dari proses pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Output pendidikan diharapkan mampu mengisi semua sektor pembangunan yang beraneka ragam. Jika system pendidikan mampu menghasilkan output yang baik, potensial dan memenuhi kriteria yang dibutuhkan, maka relevansi pendidikan dianggap tinggi. Umumnya output yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan jumlahnya lebih besar daripada tenaga yang dibutuhkan di lapangan. Namun sebaliknya, ada tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan, tapi kurang diproduksi atau bahkan tidak diproduksi. Ketidakseimbangan ini tentunya dapat menambah permasalahan dalam dunia pendidikan. Jumlah output yang lebih besar daripada tenaga yang dibutuhkan menyebabkan
terjadinya
penumpukan
jumlah
tenaga
kerja
yang
menunggu pekerjaan setiap tahunnya. Hal lain yang mendukung masalah relevansi pendidikan yaitu masalah penyebaran penduduk. Penyebaran penduduk di Indonesia tidak merata. Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan daerah yang jarang penduduk yaitu di
18
daerah pedalaman khususnya daerah terpencil yang berlokasi di pegununugan dan pulau-pulau. Permasalahan ini dapat menimbulkan perbedaan kebudayaan dan pandangan hidup mereka. Masyarakat yang hidup di perkotaan umumnya mampu berfikir moderen dan mempunyai orientasi ke depan, sedangkan masyarakat pedalaman biasanya sudah merasa puas dengan apa yang dimilikinya tanpa ada usaha untuk maju. Hal inilah yang membuat kelompok masyarakat pedalaman kurang ikut berperan serta dalam pembangunan. Tugas pendidikan ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya dan memperkenalkan bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan. Dalam hal ini pendidikan juga berperan dalam hal transformasi budaya, dan selalu bertumpu pada kebudayaan nasional. Sedangkan kebudayaan nasional sendiri selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Jika sistem pendidikan mampu menggapai masyarakat keterbelakangan kebudayaan tersebut, maka pendidikan mampu melibatkan masyarakat tersebut dalam pembangunan. Dengan ini maka relevansi dianggap terjadi. Pemecahan Masalah Relevansi Pendidikan Permasalahan relevansi pendidikan dapat dipecahkan mealui caracara seperti: 1) Perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi agar tercipta manusia yang berkualitas tinggi sehingga meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri. 2) Peningkatan kemampuan akademik, profesionalisme dan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga mampu berfungsi secara optimal, terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat menunjukkan apa yang pernah ia dapatkan selama menempuh pendidikan. 3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan, termasuk kurikulum. Seperti menyusunan kurikulum yang mengacu pada standar nasional
19
yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat. 4) Memberdayakan lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, maupun informal. Juga meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. 5) Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu, dan menyeluruh agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai hak, dukungan, dan lindungan sesuai dengan potensinya. 6) Pemberdayaan lembaga pendidikan baik formal dan nonformal di dalam pembentukan
dan pengembangan
kualitas SDM sedini
mungkin, termasuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan keimanan dan ketakwaan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan. 7) Memberdayakan
dewan
pendidikan
dan
komite
sekolah
atau
madrasah sebagai wujud peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Pendidikan
mempunyai
hubungan
yang
erat
dengan
pembangunan. Pendidikan berperan untuk menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Karena pembangunan selalu berubah mengikuti tuntutan zaman, maka pendidikan pun juga harus bisa mengimbangi. Sebagai akibatnya, permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan pun semakin luas. Hal ini dikarenakan sasaran pendidikan adalah manusia yang merupakan pelaku dalam kegiatan pembangunan serta usaha pendidikan yang mempunyai orientasi ke depan dan harus dapat dijangkau oleh pemikiran manusia. Permasalahan yang timbul antara lain seperti masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi pendidikan, dan masalah relevansi pendidikan.
20
Untuk
memecahkan
permasalahan-permasalahn
tersebut
diperlukan rumusan tentang berbagai masalah yang bersifat pokok agar pemecahannya pun bisa tepat sasaran. Keempat permasalahan yang timbul tersebut dapat teratasi jika pendidikan mampu untuk: 1) Menyediakan
kesempatan
pemerataan
belajar,
artinya
mampu
menampung semua warga negara yang butuh pendidikan dalam suatu wadah pendidikan. 2) Mencapai hasil pendidikan yang bermutu, artinya perencanaan dan proses belajar telah sesuai dengan tujuan sistem pendidikan yang telah ditetapkan 3) Terlaksana secara efisien, artinya pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang telah ditulis dalam perencanaan. 4) Menghasilkan produk bermutu yang relevan, artinya output yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Namun yang terjadi sekarang, hal-hal diatas belum dapat dipenuhi oleh sistem pendidikan yang ada di negara kita. E. PERMASALAHAN AKTUAL PENDIDIKAN DI INDONESIA Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan yang pada saat ini kita hadapi perlu ditanggulangi secepatnya. Permasalahan aktual pendidikan meliputi masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan. Masalah aktual dibagi menjadi dua, yaitu mengenai konsep dan mengenai
pelaksanaannya.
Misalnya,
munculnya
kurikulum
baru
merupakan masalah konsep. Maksudnya, apakah kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis dan secara psikologis ataukah tidak. Jika tidak, timbulah masalah pelaksanaan atau masalah operasional.Berikut masalah aktual pendidikan yang ada di Indonesia : 1. Masalah keutuhan pencapaian sasaran
21
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional bab II pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional ialah
mengembangkan
manusia
Indonesia
seutuhnya.
Kemudian
dipertegas lagi di dalam GBHN butir 2a dan b tentang arah dan tujuan pendidikan bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang memiliki hubungan vertikal (dengan Tuhan), horizontal (dengan lingkungan dan masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri); yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi. Tetapi di dalam pelaksanaanya pendidikan afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan pengembangan aspek kognitif. Untuk itu banyak hambatan yang perlu dihadapi untuk mencapai sasaran secara utuh. Adapun hambatan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut: 1) Beban kurikulum sudah terlalu sarat. 2) Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang keterlaksanaannya sangat tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru. 3) Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan ketekunan dan kesabaran pendidik. 4) Penilai hasil pendidikan afektif tidak mudah. 2. Masalah Kurikulum Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Masalah kurikulum meliputi
masalah
konsep
dan
masalah
pelaksanaannya.
Sumber
masalahnya ialah bagaimana sistem pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke perguruan tinggi (bagi mereka ingin lanjut).Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum: a. Kurikulum pendidikan Indonesia terlalu kompleks
22
Jika dibandingkan dengan kurikulum pendidikan di negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Sehingga siswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang sudah ditargetkan. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan ketidakpahaman siswa terhadap keseluruhan materi yang diajarkan. Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi dengan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Selain berdampak pada siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru. b. Seringnya berganti nama Kurikulum pendidikan di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum pendidikan Indonesia. Pengubahan nama kurikulum pendidikan tentulah memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi, alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan. c. Kurangnya sumber prinsip pengembangan Pengembangan kurikulum pendidikan tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip pengembangan kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang terdokumentasi dan terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil
23
penelitian), cerita/legenda yang hidup di masyarakat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common sense). Namun dalam fakta kehidupan, data hasil penelitian (hard data) itu sifatnya sangat terbatas. Terdapat banyak data yang bukan diperoleh dari hasil penelitian juga terbukti efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang komploks, diantaranya adat kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curiculum). Ada juga hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense). 3. Masalah Peranan Guru Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang pesat dan realisasinya dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka guru sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dari
sisi
kebutuhan
murid,
guru
tidak mungkin
seorang diri
melayaninya. Untuk memandu proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Seorang
guru
diharapkan
mampu
mengelola
proses
pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor), mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator), mengkomunikasikan
murid
dengan
berbagai
sumber
belajar
(komunikator), menyediakan dan memberikan kemudahan-kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan belajar (stimulator). Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia yaitu mengenai bagaimana pengupayaan agar semua warga Negara dapat menikmati kesempatan pendidikan serta pendidikan dapat membekali peserta didik dengan keterampilan kerja yang
mantap
bermasyarakat.
untuk
dapat
Jenis-jenis
terjun
kedalam
permasalah
pokok
kancah
kehidupan
pendidikan
yang
diprioritaskan penanggulangannya di Indonesia yaitu masalah pemerataan pendidikan, masalah mutu pendidikan, masalah efisiensi pendidikan dan masalah relevansi pendidikan.
24
F. EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL INDONESIA Menurut Jacques Delors (1996) menyebutkan peran strategis pendidikan bahwa pendidikan merupakan alat yang tidak bisa dipisahkan dalam upaya untuk mewujudkan perdamaian sejati, kebebasan, dan keadilan sosial. 9 Pendidikan walaupun bukan merupakan sebuah obat ajaib atau magic formula merupakan pembuka pintu dunia untuk kehidupan yang ideal, menumbuhkan kehidupan yang lebih manusiawi dan
dapat
mengurangi
kemiskinan,
keterbelakangan,
kebodohan,
ketertindasan dan perang. Menurut Soedijarto (2007) mencatat bahwa para founding father bangsa Indonesia sudah menyadari peran strategis pendidikan dalam pembangunan bangsa. Hal tersebut terbukti dengan dimasukkannya pendidikan ke pasal 31 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Menurut Soedijarto masuknya pendidikan dalam UUD 1945 karena para founding father menyadari ketika abad ke-17 Eropa masuk modernisasi melalui gerakan
renaisance
sedangkan
Indonesia
sebaliknya
masuk
era
kegelapan yaitu penjajahan selama hampir 350 tahun. Oleh karena itu para
founding
father
memfungsikan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
negara
Indonesia
untuk
10
Pendidikan yang dibayangkan oleh para founding father seperti Soekarno, Syahrir, Agus Salim, dan M. Natsir, jelaslah bukan pendidikan 3 atau 2 tahun atau sekolah desa seperti terjadi pada jaman penjajahan Belanda. Namun sebuah pendidikan berkualitas seperti sekolah untuk orang-orang Eropa pada waktu itu yang biayanya seepuluh kali lipat dari penyelenggaraan sekolah desa. 11 Menjalankan pasal 31 UUD 1945, pemerintah Indonesia dari masa ke masa terus melakukan pembangunan pendidikan melalui pembangunan sistem pendidikan nasional. Sistem
9
Jaques Delors, Learning The Treasure Within (Unesco Publishing, 1996), h.13. Soedijarto, Memahami Makna yang Tersurat Dari Pasal 31 Ayat (4) UUD 1945 Tentang Anggaran Pendidikan (Jakarta: SPI), h. 28. 11 Ibid., h.3. 10
25
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.12 Menurut Ignatius G. Saksono (2010) merinci beberapa masalah yang haras diselesaikan oleh pendidikan antara masalah kelangsungan hidup
bangsa,
kemiskinan,
budaya
korupsi,
konsumerisme
dan
ketidakadilan budaya
yang
menyebabkan
materialistik,
kerusakan
lingkungan hidup, bahaya narkoba, merosotnya mutu hasil pendidikan formal, dan maraknya komersialisasi pendididikan.13 Nadjamuddin Ramly (2005) menyebutkan beberapa isu kritis pendidikan Indonesia antara lain: mogok kerja guru, Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi yang komersial, Sistem Evaluasi yang tidak akomodatif, masuknya investasi asing dalam bidang pendidikan, kewenangan penyelenggaraan
pendidikan
bagi
daerah
yang
mengalami
penyimpangan, kemampuan guru yang lemah dalam menguasai materi ajar, institusi pendidikan menjadi kontributor pengangguran terdidik, meterialismedan egoisme sektoral ilmuwan, pendidikan menjadi ajang bisnis murahan, dan terjadinya pendidikan yang hanya menguasai materi ajar bukan pembinaan perilaku dan moral dan tidakadanya pajak untuk pendidikan.14 Selain masalah seperti yang disebutkan di atas, media masa juga memberitakan terjadinya kekerasan dan konflik sosial, mutu sumberdaya manusia (SDM) yang dinilai rendah dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lainya, kemampuan membaca, matematika dan sains siswa SD Indonesia yang dinilai rendah. 15 Indonesia dikenal sebagai pengekspor tenaga kerja murah untuk jenis pekerjaan kasar ke negara-
12
Veithzal Rivai dan Sylviana Murni, Educational Management, Analisis Teori dan Praktik (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 79. 13 Ignatius G.Saksono, Tantangan Pendidikan, Memecahkan Problem Bangsa, Tanggapan Terhadap Pembatalan UU BHP(Yogyakarta: Forkoma PMKRI, 2010), h. 14 Najamuddin Ramly, Membangun Pendidikan yang Memberdayakan dan Mencerahkan (Jakarta: Grafindo, 2005). 15 Bahrul Hayat dan Suhendra, Bencmark Internasional Mutu Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2010)
26
negara lain. Secara umum pendidikan masyarakat Indonesia masih sekitar 5,5 tahun.16 Contoh negara-negara kebangsaan yang berhasil membangun bangsa dan peradabanya melalui pendidikan antara lain Amerika, Jerman, Belanda, dan seluruh negara Skandinavia. Atas dasar persepsi sekolah sebagai lembaga pendidikan yang melahirkan manusia yang berkualitas, mengapa Senator John F. Kennedy (1957) dan para Gubernur di Amerika Serikat
memandang
bahwa
keberhasilan
Amerika
Serikat
dalam
persaingan global ditentukan oleh kualitas pembelajaran di sekolah.17 Ketidakmampuan dalam menyelenggarakan pendidikan bermutu tersebut menyebabkan posisi Indonesia dalam kancah persaingan global terpuruk. Menurut catatan UNDP tahun 2006, Human Development Index (HDI) Indonesia hanya menduduki ranking 69 dari 104 negara. Adapun tahun 2007, menempatkan Indonesia berada pada urutan ke- 108 dari 177 negara.
Penilaian
yang
dilakukan
oleh
lembaga
kependudukan
dunia/UNDP tersebut menempatkan Indonesia di posisi yang jauh lebih rendah dari Malaysia, Filipina, Vietnam, Kamboja, bahkan Laos. Sementara berdasarkan Global Competitiveness Indeks tahun 2008 menurut sumber Bank Dunia 2009, Indonesia berada di peringkat 54 dari 134 negara. Posisi ini masih di bawah lima negara ASEAN yang disebut di atas. Menurut
The
2006
Global
Economic
Forum
on
Global
Competitiveness Index (GCI) yang di-relese WEF tersebut, daya saing global Indonesia berada pada posisi yang terpuruk. Untuk wilayah Asia, macan asia Taiwan dan Singapore menempati urutan ke-5 dan 6. Sementara Jepang, rangking ke-12. China dan India rangking 49 dan 50. Pada periode yang sama, kualitas sistem pendidikan Indonesia juga
16
Tilaar, Menyiapkan Generasi Emas Menuju Indonesia 2045 (Jakarta: Lembaga Manajemen UNJ, 2013), h.2. 17 John Dewey, Democracy and Education (New York: The Mac Millan Co., 1964).
27
berada pada peringkat 23. Di mata WEF, Indonesia disejajarkan dengan Gambia, masuk dalam kategori Negara low-income countries.18 UU No.20/2003 pasal 5 ayat (1) mengatakan bahwa "setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan bermutu", dan pasal 12 ayat (1) mengatakan "setiap peserta didik berhak memperoleh pendidikan sesuai minat, bakat, dan kemampuanya". Agar dapat melaksanakan pendidikan bermutu dan melaksanakan pendidikan sesuai minat, bakat dan kemampuan siswa, maka penyiapan guru profesional tidak bisa ditawartawar lagi, tetapi suatu keharusan. Maka untuk menyiapkan guru profesional, persyaratan utama untuk dapat diterima sebagai mahasiswa calon guru harus dari mereka yang tergolong dalam kelompok 20% teratas lulusan SMA dengan nilai matematika minimal 6.19 Berangkat dari pemahaman mengenai karakteristik masyarakat modern di era globalisasi, maka yang perlu dihasilkan dari sistem pendidikan nasional adalah manusia yang memiliki kemampuan, nilai dan sikap seperti berikut: (1) manusia yang memiliki kemampuan, nilai, dan sikap yang memungkinkanya berpartisipasi secara aktif dan cerdas dalam proses politik, (2) manusia yang memiliki kemampuan, etos kerja, dan disiplin kerja yang memungkinkannya dapat secara aktif dan produktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan ekonomi, (3) manusia yang memiliki kemampuan dan sikap ilmiah untuk dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan
teknologi
melalui
kemampuan
penelitian
dan
pengembangan, dan (4) manusia yang memiliki kepribadian yang mantap, berkarakter dan bermoral serta berahklak mulia.20 Evaluasi pendidikan merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang dipandang dari teori belajar sosial (social learning theory) merupakan bagian dari reinforcement strategy yang memiliki tujuan untuk 18
Sofyan Sauri, Strategi Pembangunan Bidang Pendidikan untuk Mewujudkan Pendidikan Bermutu, File.upi.edu/direktori/FPBS, diakses 16 Januari 2017 19 Soedijarto, Profesionalisme Guru dan Tenaga Kependidikan dalam Era Globalisasi dan Implikasinya terhadap Kurikulum LPTK(makalah, 2012), h.20. 20 Soedijarto, Kurikulum, Sistem Evaluasi, dan Tenaga Pendidikan sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Satu Sistem Pendidikan Nasional(makalah, 2013), h.6.
28
menumbuhkan sikap dan kemampuan yang diharapkan, seperti etos kerja yang tinggi, disiplin, dan belajar secara terus menerus. Oleh karena itu, model evaluasi harus komprehensif, terus menerus, dan objektif.21 Para founding father Republik Indonesia yang memasukkan pendidikan ke dalam pasal 31 UUD 1945 memiliki paradigma berpikir bahwa build nation, build schools. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan bangsa Indonesia berperan strategis dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai upaya menjalankan pasal 31UUD 1945, pemerintah Indonesia dari masa ke masa terus melakukan pembangunan pendidikan melalui pembangunan sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam perjalananya pembangunan sistem pendidikan nasional tidak pernah lepas dari warna sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupinya. Dari perspektif sistem pendidikan nasional tersebut, kita mengenal sistem pendidikan nasional versi orde lama, orde baru, dan orde reformasi. Pendidikan di era globalisasi harus menjadi pondasi utama dan tempat bersemainya kebaikan untuk mentransformasi individu dan meperbaharui masyarakat. Oleh sebab itu, guru dan murid harus melakukan kolaborasi sebagai pasangan demi keadilan dan kelangsungan kehidupan.Sudah
lebih
70
tahun
Indonesia
membangun
sistem
pendidikan nasional. Ada kemajuan yang dirasakan, namun kemajuan yang dirasakan masih jauh dari yang tertulis dalam konstitusi 1945. Adanya kenyataan tersebut mengindikasikan ada yang salah dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional Indonesia. Kesalahan tersebut dapat terlihat dari politik yang tidak mendukung, baik itu politik dalam perumusan
tujuan
pendidikan,
politik
anggaran,
dan
politik
penyelenggaraan pendidikkan seperti penyiapan guru-guru profesional,
21
Soedijarto, Pokok-pokok Pikiran tentang Model Evaluasi yang Relevan dengan Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional, workshop reviu panduan penilaian yang diselenggarakan oleh Direktoral Pembinaan Sekolah Dasar Dirjen Pendidikan Dasar, Bogor, 13-15 Agustus 2012
29
penyiapan sarana, ketidakkonsistenan antara tujuan pendidikan dan praktek pendidikan dan antara tujuan dengan model evaluasi pendidikan. Dalam rangka meningkatkan mutu bangsa Indonesia, maka diperlukan langkah-langkah strategis dan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, sistem evaluasi, dan perbaikan yang terus-menerus sistem pendidikan Indonesia. Saat ini, Indonesia membutuhkan 'grand design sistem pendidikan nasional" yang pembuatannya harus melibatkan semua stake holder bangsa Indonesia. Dan, dalam pelaksanaanya nanti membutuhkan pemimpin visioner dan kuat sehingga Indonesia mampu bangkit dan berlari mengejar berbagai ketertinggalan dari bangsa- bangsa lain di dunia. G. REFORMASI PELAKSANAAN SISTEM 1. PENDIDIKAN NASIONAL Reformasi Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional dirancang oleh Kemdiknas untuk dapat melaksanakan Misi 5K Kemdiknas (Ketersediaan, Keterjang- kauan, Kualitas dan Relevansi, Kesetaraan, dan Kepastian) dengan cara seefisien dan seefektif mungkin.Tujuannya adalah untuk menghasilkan suatu sistem yang dapat mendukung tercapainya efisiensi nasional dalam bidang pendidikan. Efisiensi nasional akan dapat tercapai apabila Kem-diknas bekerja secara efisien (efisensi internal) dan pemangku kepentingan pendidikan dapat memperoleh layanan dari Kemdiknas dengan cara yang efisien juga (efisiensi eksternal). Tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai apabila semua kegiatan Kemdiknas dilaksanakan secara transparan dan akuntabel, sehingga tidak menyisakan sedikitpun celah untuk lengah dalam pemberian layanan terbaik kepada semua pemangku kepentingan sebagaimana tertuang dalam
Visi
Pendidikan
Kemdiknas Nasional
Komprehensif.Walaupun
2014:
untuk
Terselenggaranya
Membentuk
reformasi
dalam
Insan
Layanan Indonesia
bidang
sosial,
Prima Cerdas dimana
pendidikan termasuk salah satunya, dianggap berjalan lebih baik
30
dibanding bidang-bidang yang lain, tetapi hamper separuh dari publik masih belum puas. Telah dilakukan secara bertahap sejak tahun 2007: Pembelian Hak Cipta Buku Teks Penyediaan Buku Sekolah Elektronik (BSE) Penyediaan Fasilitas Internet dan Multimedia di sekolah Penyediaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Beasiswa, dan Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) Dan lain-lain. Hasil survey menunjukkan bahwa publik masih berharap reformasi birokrasi di bidang sosial (termasuk pendidikan) adalah lebih baik dari yang te¬lah dilaksanakan sampai saat ini. Sejak tahun 2010, Kemdiknas telah melanjutkan pelaksanaan reformasi birokrasi dengan melakukan: 1) Reformasi sistem Layanan dengan mengedepankan Layanan yang efisien, transparan, dan akun- tabel melalui satu Portal Layanan Prima Pendidikan Nasional 2) Penguatan Organisasi yang meliputi penajaman visi-misi-strategi, restrukturisasi organisasi, serta penataan tugas dan fungsi Reformasi Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional yang sedang dilaksanakan oleh Kemdiknas mencakup: 1) Reformasi yang berorientasi pada perbaikan kon- disi internal, yang diistilahkan sebagai Reformasi Birokrasi, dan 2) Reformasi yang berorientasi pada perbaikan layanan kepada pihak eksternal yang diistilahkan sebagai Reformasi Layanan. Reformasi
Birokrasi
dilaksanakan
dengan
mengacu
pada
Permenpan No. 15/2008 yang mengarahkan bahwa reformasi birokrasi harus mencakup: 1) Penguatan Organisasi 2) Pembenahan Tata-Laksana 3) Penataan dan Penguatan Sumber Daya Manusia Reformasi Layanan Pendidikan dilaksanakan dengan bertumpu pada pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi sehingga layanan dapat diberikan dari mana saja, kapan saja, dengan menggunakan media
31
apa saja.Reformasi Birokrasi Kemdiknas, sesuai arahan MenPAN- RB, meliputi Penguatan Organisasi, Pembenahan Ketatalaksanaan, dan Penataan dan Penguatan SDM. Dalam pembenahan ketatalaksanaan, Kemdiknas melaksanakannya dengan melakukan pengembangan sistem melalui pemanfaatan TIK, sehingga dihasilkan proses yang efisien, transparan, dan akuntabel. Dalam penataan dan penguatan SDM, dilakukan melalui manajemen perubahan budaya kerja melalui perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak.22 Kemdiknas melakukan reformasi secara komprehensif terkait dengan pelaksanaan sistem pendidikan nasional dalam usaha memenuhi MISI 5K dengan cara yang efisien, transparan, dan akuntabel, baik bagi Kemdiknas maupun para pemangku kepentingan pendidikan yang harus dilayaninya. H. TINJAUAN SEJARAH DAN SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG, CHINA DAN, FINLANDIA Sistem
pendidikan
Indonesia
tidak
terlepas
dari
perubahan
paradigma pendidikan yang terjadi di dunia. Oleh karena itu, segala bentuk perbandingan yang menyangkut sistem pendidikan di dunia hendaknya disikapi dengan bijaksana dan kritis. Pada pembahasan ini, penulis akan membandingkan sistem pendidikan yang ada di beberapa negara antara lain Jepang, China, Korea, Finlandia. Riyana (2008, 2) mengatakan bahwa negara Jepang, China dan Korea menggabungkan sistem manajemen pendidikan dalam sentralisasi dan desentralisasi. Sistem sentralisasi hanya difokuskan pada panduan dan pedoman penyelenggaraan sistem pendidikan saja, sedangkan desentralisasi difokuskan pada proses penyelenggaraan pendidikan yang diselenggarakan oleh Dewan sekolah secara mandiri. 1. SEJARAH DAN SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG
22
Mohammad Nuh, Reformasi Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan Nasional 2010, (Jakarta: Oktober 2010).
32
Jepang adalah salah satu negara dengan yang mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai bidang. Sebagai negara yang diperhitungkan di dunia, Jepang tentu telah bekerja dengan sangat keras untuk menjadi seperti itu terutama sejak terpuruk dan kalah perang di PD II. Proses modernisasi masyarakat ditandai dengan restorasi Meiji yang berlansung dari tahu 1868 hingga 1921. Upaya modernisasi dilakukan oleh pemerintah di semua aspek kehidupan terutama di bidang pendidikan. Pada masa sebelum PD II, istilah yang dianut negara Jepang adalah negara yang kaya adalah negara yang memiliki militer yang kuat. Sehingga dalam pendidikan Jepan pada saat itu di dominasi dengan pendidikan militer. Namun jargon ini berubah setelah PD II di mana pemerintah Jepang memfokuskan pada menbentuk perekonomian yang melaju pesat dan pendidikan harus menyesuaikan dengan itu. Kiblat pendidikan Jepang diadopsi dari model pendidikan Amerika yaitu pendidikan 9 tahun ditambah taman kanak-kanak, dan SMU dan Universitas.
Kementerian
pun
berperan
mengatur
kurikulum
dan
menyeleksi buku teks yang akan digunakan di seluruh Jepang pada saat itu. Selain itu, kementerian juga bertugas merevisi isi pendidikan berdasarkan latar kondisi dan kebutuhan rakyat Jepang. Proses modernisasi ditandai dengan adanya administrasi birokratis yang berperan dalam penerapan peraturan umum secara pasti di mana para
administrator
wewenangnya.
dituntut
bekerja
berdasarkan
keampuan
dan
23
Selain itu, pendidikan dirancang untuk mempersiapkan generasi mendatang yang handal dan dapat mengejar ketertinggalan di dunia pasca PD II. Dengan tujuan tersebut maka belajar di sekolah ditingkatkan dengan memasukkan materi pelajaran yang padat dan sistem ujian yang
23
Awanis Lutfiyah. 2008. Yutori Kyouiku. Fakultas Ilmu Budaya: Universitas Indonesia. H.27. Diakses online di lib.ui.ac.id pada tanggal 15 Januari 2017, pukul 10.01
33
ketat. Adanya ujian yang ketat melahirkan paradigma “Kursus” yang memberikan les tambahan pelajaran. Jepang telah merevisi berkali-kali kebijakan pendidikannya. 1) Pada tahun 1958 dibentuk Garis Besar Panduan Belajar sebagai pijakan pendidikan yang melatih siswa memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar untuk menghadapi kehidupan dewasanya. Siswa difokuskan pada pelajaran bahasa dan Aritmatika. 2) Pada tahun 1968 dilakukan revisi untuk penyeimbangan isi pendidikan. 3) Pada tahun 1971 dilanjutkan dengan penyeimbangan isi pendidikan dan membaginya ke dalam pelajaran utama, pendidikan moral dan ekstrakokurikuler. 4) Pada tahun 1976-1977, kembali direvisi yang berdampak pada pemotongan jam pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan ilmu, moral, kesehatan dan kekayaan sebagai manusia. Meskipun demikian, era ini banyak menimbulkan masalah seperti putus sekolah, bullying, keonaran kelas, kekerasan bahkan bunuh diri (1985-1980). Banyaknya masalah yang muncul, mengakibatkan keresahan dalam
masyarakat
serta
menimbulkan
ketidakpercayaan
masyarakat terhadap sistem pendidikan yang diterapkan. Pada era itu, ujian masuk universitas yang begitu ketat menimbulkan kestressan siswa. 5) Pada tahun 1989, diterapkan hasil belajar dari hari Senin hingga Jumat. Pelajaran sosial dan alam di kelas I dan 2 lingkup SD ditiadakan dan diganti dengan mata pelajran pengenalan siswa dalam interaksinya dengan lingkungan alam dan manusia. 6) Saat ini, pendidikan di Jepang ditandai dengan menyiapkan siswa yang mampu bertahan hidup (dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya), dan lifelong learning.
34
Dengan adanya kurikulum yang berlandaskan pada dua aspek di atas, siswa Jepang diharapkan memiliki keseimbangan dan kesempurnaan intelektual, moral dan juga fisik dalam menghadapi kehdiupan di masyarakat, serta mampu menggali potensi diri sendiri.24 Data 25
yang
diperoleh
dari
Konsulat
Hukum
Sosial
Lokal
mengatakan bahwa pada tahun 1989, PBB menyetujui perjanjian hak
asasi anak-anak dan diratifikasi oleh Jepang pada tahun 1994. Isi perjanjian tersebut bahwa anak-anak berhak atas pendidikan.Setiap anakanak berhak mendapatkan pendidikan yang sama meskipun mereka bukan lah orang Jepang. Jadi ada perbedaan antara orang dewasa dan anak-anak pendatang yang tinggal di Jepang. Perjanjian itu kemudian ditindak lanjuti dan dimasukkan dalam Hukum Dasar Pendidikan di Jepang dengan memberikan masyarakat kesempatan yang sama dalam pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka. (pasal 3)26. Pasal ini telah menjamin keegaliterian dalam standarisasi pendidikan di seluruh Jepang. Kondisi pendidikan di Jepang saat ini digambarkan sebagai sebuah prinsip
meritokrasi
yaitu
dalam
masyarakat
modern
khususnya
masyarakat industrialisasi telah terjadi perubahan paradigma yang memandang seseoran dilihat dari keturunan, jenis kelamin, status sosial orang tua bahkan etnis atau disebut askriptif. Hal ini menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan dalam pendidikan. Sehingga harus dirubah menjadi sebuah prestasi yang tidak memandang dari semua unsur tersebut atau bersifat sama dalam pemerolehak hak pendidikan. Anak-anak di Jepang, sebelum masuk SD (berkisar 3 tahunan) mereka terlebih dahulu dibekali pendidikan di Taman Kanak-Kanak. TK ada yang berstatus negeri yang diasuh oleh pemerintah, swasta dan 24 25
Ibid.,
Konsulat Hukum Sosial Lokal untuk Hubungan Internasional adalah sejenis bulletin yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang dalam berbagai versi bahasa tentang sistem pendidikan Jepang saat ini mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga Universitas, sehingga dapat diakses oleh orang asing melalui internet di www.clair.or.jp 26 Ibid.,
35
umum atau public yang diasuh oleh instansi pendidikan. TK ini akan mendapat bantuan subsidi dari pemerintah dan biasanya dilengkapi dengan fasilitas pengasuhan anak atau hoikuen apabila orang tua mereka bekerja. Fasilitas ini juga dapat diakses oleh orang asing yang tinggal di sana. Taman pengasuhan, terdiri dari 4 tipe seperti taman perawatan pendidikan anak perhari, tipe taman kanak-kanak, tipe penitipan anak dan fasilitas izin perawatan pendidikan lainnya. Cara pengasuhan mereka sangat bervariasi dan harganya pun sangat bervariasi. Jika ingin menggunakan fasilitas ini, maka orang tua dapat datang di kantor daerah atau provinsi bagian kesejahteraan kesehatan. Sistem pendidikan di Jepang dikenal dengan sistem 6-3-3-4 yaitu pendidikan SD ditempuh selama 6 tahun, SMP selama 3 tahun dan SMU
sederajat ditempuh selama 3 tahun, ditambah pembelajaran di Perguruan Tinggi (PT) selama 4 tahun. Sistem pendidikan di SD dan SMP, semua anak-anak harus masuk sekolah dan lulus sekolah. Hal ini didasari pada masyarakat Jepang berkewajiban memperoleh pendidikan selama 9 tahun yakni
SD
hingga
SMP.
Sedangkan
untuk
anak-anak
yang
berkewarganegaraan asing atau selain Jepang berhak mendapatkan pendidikan dari usia 6-15 tahun. Para orang tua, dapat berkonsultasi untuk masa depan anaknya di kantor atau distrik setempat. Adapun biaya yang ditanggung orang tua tidak sepenuhnya gratis, melainkan ada beberapa biaya yang harus ditanggung bergantung jenis sekolah yang akan dimasuki. Setelah menyelesaikan SMP, anak-anak Jepang ada yang langsung masuk ke SMU dan PT melalui tes uji yang sangat ketat
36
tergantung pada kualitas universitas yang diinginkan. Meskipun demikian, ada juga yang tidak masuk PT dan langsung bekerja. Biasanya anak-anak SMK yang telah ahli dan telah mendapatkan pendidikan khusus dari sekolah kejuruan mereka seperti pendidikan kecantikan, memasak dan sebagainya. Terdapat pula sekolah yang khusus untuk orang cacat atau SLB. Di sana, penyandang disabilitas dididik agar dapat survive dalam masyarakat tanpa terlalu tergantung kepada orang lain. Misalnya saja, anak autis. Anak autis di Jepang di masukkan dalam kategori anak berkebutuhan khusus atau special need education (SNE). Pembagian kelas di sekolah ini dibagi atas tingkat disability. Isi dari sistem edukasi di SNE untuk anak autis dibedakan berdasarkan life stagenya. Walaupun
demikian
sistem
ini
diorientasikan
untuk
memberikan
keterampilan kepada mereka untuk beraktivitas secara mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mengikuti kelas regular dalam beberapa jam seminggu dan mereka juga mengambil kelas khusus yang difokuskan untuk membangun kemampuan kognitifnya seperti membangan hubungan kepada sesame atau human relation dan kelas ini biasanya menggunakan aktivitas permainan dan latihan untuk mencapai tujuan tersebut. 27 Terdapat tiga jenis sekolah yaitu sekolah nasional atau negeri yang aktivitasnya diatur oleh pemerintah, sekolah negeri umum atau publik diatur oleh tingkat kabupaten atau provinsi dan sekolah swasta yang pelaksanaanya diatur oleh Lembaga Hukum Swasta. Pada tingkat SD hingga SMP negeri, penerimaan siswa bergantung dari wilayah domisili mereka dan tidak ada ujian masuk. Lain halnya dengan swasta yang menerapkan ujian masuk sekolah pada calon siswanya. Untuk lebih jelasnya dapat melihat alur di bawah ini:
27
Fadilla, Zennifa. 2016.Bagaimanakan Keadaan Sekolah khusus Autis di Jepang?. Kompasiana. Di akses online di www.kompasiana.com, pada tanggal 15 Januari 2016 pukul 21.58
37
Gambar 2. Alur Masuk Sekolah (SD dan SMP) Untuk proses masuk sekolah, orang tua harus membawa KTP yang menyatakan domisili dan jadwal pendaftarannya kapan pun. Orang tua lalu menyampaikan keinginan mereka di kantor kelurahan bagian pendidikan dan akan diberikan formulir pendaftaran sekolah, setelah di isi maka orang tua mengembalikan formulir tersebut dan urusan akan diselesaikan oleh pegawai kelurahan dengan memberikan surat pengantar melakukan pemeriksaan kesehatan. Data data Konsulat Hukum Sosial Lokal, terdapat 90% siswa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Jenjang SMA tidak merupakan wajib pendidikan dan tidak ditanggung oleh pemerintah sehingga untuk masuk sekolah dikenakan biaya masuk, biaya pengajaran, biaya buku cetak dan lain-lain seperti biaya piknik. Untuk ujian masuk SMU, ada tes wawancara masuk sekolah, kemudian nilai angka terbaik murid dilihat dari ijazah. Untuk mata pelajaran terdiri dari mata pelajaran biasa, mata pelajaran kejuruan atau teknik mesin, bisnis perdagangan dan bigian industri pertanian dll. Waktu
38
pengajaran terbagi atas sistem penuh waktu, sistem waktu tertentu atau parttime, dan sistem lewat pos, seperti tampilan bagai di bawah ini:
Gambar 3. Waktu pengajaran Setelah jenjang SMU. Maka siswa yang telah dan ingin melanjutkan pendidikan dapat mendaftar ke universitas dengan lama studi 4 tahun, dan kuliah jangka pendek atau kursus yang dapat ditempuh selama 2 tahun. Pelaksanaan administrasi diatur oleh pemerintah untuk universitas negeri, sedangkan universitas public atau umum diatur oleh provisnsi dan universitas swasta diatur oleh instansi kooperasian. Sistem penerimaan di universitas maupun kuliah jangka pendek melalui ujian masuk yang cukup ketat, namun ada juga yang menggunakan
rekomendasi.
Tergantung
dari
biaya
sekolah
dan
persyaratan masuk universitas misanya memiliki ijasah lulus SMU, lulus ujian akhir SMU, dan 1 April berumur 18 tahun. Untuk ujian masuk universitas negeri atau public semuanya harus mengikuti ujian dua tahap yaitu ujian dari pusat atau senta shaken dan tahap dua yaitu ujian di masing-masing universita atau ji shiken. Bagi oran asing informasi sekolah dapat diakses melalui JASSO. Kesimpulan pembahasan di atas adalah Jepang senantiasa belajar dari kekalahan di Perang Dunia ke II. Dengan tekat baja, mereka akhirnya berhasil mengejar ketertinggalan setelah porak-poranda oleh bom atom. Mereka lalu mengadopsi sistem pendidikan di Amerika. Meskipun demikian, revisi demi revisi kurikulum dilakukan mengikuti tujuan negara, kondisi
dan
kebutuhan
masyarakat
Jepang.
Kurikulum
saat
ini
mengedepankan bagaimana siswa dididik untuk mampu mengenali dan menggali potensi diri agar mereka percaya diri dalam menghadapi
39
masalah di lingkungan masyarakat. Pemerintah Jepang mengeluarkan aturan yang sentralistik dan desentralistik yang tergambar pada sekolahsekolah atau universitas negeri, public dan swasta. 2. SEJARAH DAN SISTEM PENDIDIKAN DI CHINA Manajemen
Kurikulum
Pendidikan
Dasar
di
China,
oleh
Fatimaningrum, mengatakan bahwa aliran Konfusius atau Kon Fu Tse (551-479 SM) yang merupakan filsuf ternama di China dan sangat berpengaruh dengan ajarannya yang “Orang yang ingin maju dan sukses dalam hidupnya harus mau belajar. Ajaran ini telah berkembang selama lebih dari 2000 tahun yang lalu di negara China. Sebagai salah satu negara dengan peradaban tertua di dunia, China telah mengembangkan sistem pendidikan yang ada sejak jaman nenek moyang mereka dan banyak dipengaruhi oleh kebudayan kuno seperti yang tergambar dalam ajaran Taoisme atau jalan Tuhan dalam kehidupan dan aliran Konfusianisme. China terkenal sebagai negara atheis yaitu negara yang tidak mengakui adanya Tuhan, sehingga tidak memasukkan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Tetapi pada realitanya, sebagian masyarakat China menjadikan Tuhan mereka sebagai landasan dalam tingkah laku dan nilai-nilai. Lebih lanjut, Fatmaningrum mengatakan bahwa ajaran Konfusius mengenai Li atau etika dan kewajiban juga sangat mempengaruhi filosofi pendidikan masyarakat China. Ajaran ini mendasari bahwa pendidikan diawali oleh keluarga melalui pembentukan kebiasaan sejak dini dan dilanjutkan dengan pendidikan formal di sekolah oleh negara.Pada awal abad ke-7, penguasa Kerajaan China Kuno menyelenggarakan proses seleksi penerimaan pegawai dengan syarat harus bisa membaca dan munuliskisah-kisah klasik, dan mampu menulis esai dengan kaidah tertentu. Pada tahun1905, model seleksi seperti ini dihapus oleh Pemerintah China karena dianggap sebagai bagian dari feodalisme. Meski demikian, model seleksi yang sangat menekankan pada pentingnya
40
kemampuan menulis dan olah bahasa ini memberi pengaruh besar dalam pendidikan di awal masa China Modern. Siswa dituntutuntuk menguasai seluruh materi yang diberikan guru dengan cara menghafal dan mengerjakan tugas-tugas yang sangat banyak sehingga menyita waktu istirahat di rumah. Kemampuan siswa China dalam penguasaan teori sudah teruji dalam berbagai kejuaraan sains internasional, akan tetapi muncul masalah lain seperti rendahnya ketrampilan praktis, kekakuan dalam menyelesaikan masalah, dan melemahnya pertimbangan moral. Permasalahan-permasalahan inilah yang kemudian mendorong pemerintah China untuk melakukan reformasi di bidang pendidikan.28 Reformasi Pendidikan di China Reformasi Pendidikan di China terdiri dari delapan tahapan yang dimulai pada tahun 1949 yang merupakan awal kebangkitan China Baru dibawah pimpinan Mao Tse Tung. Dalam kurun waktu 1949-1976 terjadi empat tahap reformasi pendidikan dan diselenggarakan dua kali Konferensi Pendidikan untuk merevisi kurikulum pendidikan di China. Sebagai awal dari Reformasi Tahap I(1949-1952) dilakukan sentralisasi sistem pendidikan untuk menyamakan kurikulum, bahan ajar, dan lesson plan. Pada bulan September 1950 telah diterbitkan bahan ajar untuk tingkat SD, SMP, dan SMA dengan fokus pada pendidikan sains dan moral, terutama ideologi komunis dan politik negara. Pada bulan Maret 1951 diselenggarakan Konferensi Pendidikan Pertama untuk melakukan standarisasi pendidikan yang kemudian menjadi UU Sistem Pendidikan. Undang-undang tersebut mengatur bahwa SD terbagi menjadi tingkat SD awal selama 2 tahun dan SD lanjutan 3 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun. Pada Reformasi Tahap II (1953-1957) sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian negara dan antar mata pelajaran tidak saling mendukung
28
Ibid.,
41
atau melengkapi. Pada tahun 1956, Kementerian Pendidikan China menerbitkan kurikulum yang lengkap mulai dari jenjang SD hingga SMU. 1) Bulan Februari 1957, Mao Tse Tung mengatakan bahwa arah pendidikan di China adalah mendidik dan mengajarkan moral,ilmu pengetahuan, dan olah raga berdasarkan ideologi sosialis. Pernyataan ini lalu ditindak lanjuti dengan menciptakan pendidikan yang berfokus pada moral lalu ilmu pengetahuan dan olah raga. 2) Pada periode Reformasi Tahap III (1957-1963) China berada pada masa-masa buruk akibat perang dingin dengan negara barat. Hal ini berdampak pada siswa SD hingga SMU yang wajib bekerja di pertambangan untuk membantu negara. 3) Pada September 1958, pendidikan tingkat SD hingga menengah ditempuh agak panjang yaitu selama 5 tahun dan wajibkan menguasai pengetahuan yang ada di dunia barat. 4) Pada tahun 1961, masyarakat menyadari bahwa pendidikan yang dirancang pemerintah tidak menghasilkan luaran yang diharapkan untuk itu diperlukan revisi kembali kurikulum. Selain itu juga dikeluarkan peraturan baru agar siswa tidak boleh bekerja dan hanya wajib belajar saja. 5) Pada tahun 1964, Mao Tse Tung dalam Sambutan Musim Semi (awal tahun) kembali menyatakan bahwa sistem pendidikan, kurikulum, dan pengajaran harus diganti. Hal ini menjadi masalah besar karena meski Mao adalah pemimpin yang sangat disegani dan banyak membuat kemajuan di China, dia bukanlah pakar pendidikan. Perubahan sistem pendidikan dan kurikulum yang terus terjadi membuat masyarakat tidak lagi percaya dengan sistem pendidikan yang ada. 6) Akibatnya pada periode Reformasi Tahap IV (1964-1976) ini posisi guru dianggap tidak penting dan tidak terhormat.
42
7) Pada tahun 1966, banyak guru yang diperolok dan dicemooh oleh muridnya sendiri. Akhirnya mereka pindah dari kota ke desa dan beralih profesi menjadi petani. Dalam kurun waktu 1966-1976 terusterjadi kekacauan di China dan ini menjadi titik terendah dalam kepemimpinan Mao. Masa ini dikenal dengan sebutan Revolusi Kebudayaan. Pada masa ini aktivitas belajar sangat minimal, kebanyakan siswa ikut dalam unjuk rasa dan provokasi yang dilakukan masyarakat terhadap pemerintah. 8) Mao Tse Tung meninggal dunia pada tahun 1976, dan dia digantikan oleh Deng Xiao Ping yang memiliki pandangan lebih modern. Deng adalah salah satu pemimpin China yang mendapat pendidikan di negara Barat. Hal inilah yang kemudian merubah China dari yang dulunya tertutup menjadi sangat terbuka terhadap dunia barat. 9) Pada tahun 1977 diadakan konferensi untuk pendidikan sains yang menghasilkan
rancangan
sentralisasi
kurikulum
dan
menerbitkan buku ajar. Tujuan Reformasi Tahap V (1977-1980) adalah untuk mengejar ketertinggalan China terutama dalam bidang teknologi. 10) Tahap Reformasi VI berlangsung antara tahun 1981-1984. Pada tahun 1981, Deng menyatakan perlunya China mendirikan SD-SMA unggulan. Menurut Deng, daripada kualitas sekolah secara umum jelek, lebih baik dibuat beberapa sekolah yang unggul dengan harapan dapat berimbas kepada sekolah yang lain. Akan tetapi hal ini juga menimbulkan efek negatif seperti siswa berlomba masuk ke sekolah-sekolah
unggulan
dengan
berbagai
cara.
Untuk
menindaklanjuti kebijakan Deng, Kementrian Pendidikan China mengeluarkan
peraturan
baru
dimana
dilangsungkan
selama
tahun
dan
5
pendidikan
pendidikan
dasar
menengah
dilangsungkan selama 6 tahun.Undang-undang mengenai wajib
43
belajar 9 tahun dikeluarkan pada bulan Mei 1985 dan mulai diberlakukan sejak April 1986. Hal ini merupakan bagian dari Reformasi Tahap VII yang berlangsung dari tahun 1985-1998. Pada periode ini SD kembali diubah menjadi 6 tahun dan SMP 3 tahun. Pemerintah tetap menerapkan sentralisasi kurikulum, akan tetapi bahan ajar boleh dikembangkan masing-masing daerah sesuai kebutuhan dan kondisi yang ada. Kurikulum sudah memasukkan materi pengembangan kepribadian, menyediakan mata pelajaran pilihan, dan juga menambahkan praktikum. Tahap ke VIII dari Reformasi Pendidikan di China berlangsung mulai tahun 1998 hingga sekarang ini. 11) Pada tanggal 15-18 Juni 1999. Pendidikan Ketiga dengan fokus mereformasi pendidikan terutama kualitas guru. Pemerintah China menyadari bahwa untuk bisa bertahan menghadapi globalisasi perlu menyiapkan generasi muda yang kreatif dan inovatif. Apalagi China menghadapi masalah pencemaran lingkungan yang semakin parah dan populasi penduduk yang terus bertambah. 12) Pada bulan September 2001 dikeluarkan kurikulum baru yang menitikberatkan pada inovasi dan kemampuan mengaplikasikan teori dalam kehidupan sehari-hari. Manajemen kurikulum di China terbagi dalam lima tingkat, yaitu Kementrian Pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan Kota, Dinas Pendidikan Kecamatan, dan sekolah. Pemerintah daerah mulai dari provinsi, kota, dan kabupaten diperbolehkan merancang mata pelajaran muatan lokal yang disesuaikan dengan keadaan wilayahnya, namun
harus
mendapat
persetujuan
pemerintah
pusat.
Implementasi pembelajaran diserahkan kepada sekolah dengan tetap berpatokan kepada kurikulum dari pusat dan daerah. 29
29
Ibid.,
44
Kurikulum Pendidikan Dasar Sama seperti di Indonesia, Pendidikan Dasar di China terdiri dari tingkat SD dan SMP. Hanya saja tidak ada ujian khusus, seperti Ujian Nasional, sebagai syarat kelulusan SD. Meski demikian, setiap siswa harus memiliki prestasi yang menonjol sejak kelas 1 SD hingga kelas 3 SMP untuk dapat masuk ke SMA Unggulan yang disediakan oleh pemerintah provinsi. Biaya pendidikan untuk SD dan SMP seluruhnya gratis jika siswa merupakan satu-satunya anak dalam keluarga. Akan tetapi jika keluarga memiliki lebih dari satu anak maka fasilitas pendidikan gratis ini tidak diberikan untuk semua anak. Hal ini merupakan imbas dari kebijakan satu anak (one-child policy) yang diberlakukan di China sejak tahun 1979 untuk mengendalikan laju penduduknya. Kebijakan ini hanya diberlakukan untuk siswa dari etnis Han yang merupakan etnis mayoritas (91,59%) di China, sementara 8,41% sisanya terdiri dari 55 etnis minoritas. Kebanyakan SD dan SMP di China adalah milik pemerintah, sehingga memiliki kualitas dan fasilitas pendidikannya yang serupa. Meski demikian, terdapat perbedaan kualitas antara sekolah di perkotaan dan pedesaan. Sekolah di kota umumnya telah mencapai lebih dari 80% standar kualitas yang ditetapkan, sementara di desa baru mencapai 60% dari standar kualitas pemerintah. Pemerintah China terus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan di daerah pedesaan. Namun sebelum hal itu tercapai, para lulusan SMP yang berprestasi diarahkan untuk
melanjutkan
pendidikan
ke
SMA
Unggulan
di
kota.
Kurikulum di SD dibagi menjadi dua, yaitu untuk SD awal dan SD lanjutan. SD awal terdiri dari kelas 1 dan 2, sementara SD lanjutan adalah kelas 3-6. Seluruh pelajaran di SD menggunakan guru kelas kecuali untuk mata pelajaran seni dan olahraga. Jumlah siswa di tiap kelas mencapai 60-90 orang, terutama di kota-kota besar. Dalam setahun, pembelajaran efektif di sekolah dilaksanakan selama 40 minggu, total masa liburan adalah 1011 minggu, dan 1-2 minggu merupakan masa peralihan semester. Awal tahun ajaran dimulai setiap tanggal 1 September dan berakhir pada akhir
45
bulan
Januari
atau
awal
Februari,
disesuaikan
dengan
tanggal perayaan Imlek. Liburan pada
saat
perayaan
Imlek disebut
sebagai liburan
musim semi dan berlangsung selama 2 minggu. Semester genap dimulai setelah liburan musim semi sampai dengan tanggal 30 Juni. Setelah itu siswa akan mendapat liburan musim panas dari tanggal 1 Juli hingga 31 Agustus. Beban pelajaran per minggu untuk tingkat SD awal adalah 26 jam, SD lanjutan 30 jam, dan SMP 34 jam. Setiap jam pelajaran berlangsung selama 30 menit untuk SD awal, 35 menit untuk SD lanjutan, dan 40 menit untuk SMP.Sekolah diadakan pada hari Senin-Jumat mulai pukul 07.00 pagi yang diawali dengan senam bersama. Pelajaran di kelas dimulai sekitar pukul 08.00 yang berlangsung selama 2 jam pelajaran, kemudian istirahat selama 10 menit, dan dilanjutkan belajar kembali selama 3-4 jam pelajaran.
Istirahat
siang
dimulai
dari11.30
hingga
13.30
yang
dipergunakan untuk makan dan tidur siang. Selanjutnya siswa akan kembali belajar hingga pukul 16.30. Umumnya jam kerja orangtua berakhir pada pukul 16.00, sehingga sepulang sekolah anak dapat langsung berkumpul dengan orangtuanya. Kurikulum untuk tingkat SD dan SMP terdiri dari 5-10 mata pelajaran pertahun. Berikut ini akan ditampilkan tabel Kurikulum Pendidikan Dasar di China yang terdiri dari mata pelajaran dan persentase proporsinya dalam satu tahun. Tabel Kurikulum Pendidikan Dasar di China Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa mata pelajaran yang diberikan untuk tingkat SD awal adalah Pendidikan Moral, Bahasa, Matematika, Pendidikan Jasmani, Seni, dan Muatan Lokal. Untuk tingkat SD lanjutan ditambah dengan pelajaran Sains, Bahasa Asing, dan Integrated Practicum. Sementara pelajaran Sosial baru diberikan pada tingkat SMP. Proporsi pelajaran Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan adalah sebesar 7-9% dari total pelajaran yang diberikan kepada siswa. Jumlah ini tidak terlalu besar, namun merupakan mata pelajaran utama dan wajib diberikan di seluruh sekolah di China. Kurikulum dan materi
46
pelajaran Pendidikan Moral dan Kewarganegaraan dibuat oleh pemerintah pusat dan guru harus menyampaikan sesuai buku pegangan yang ada. Untuk tingkat SD awal, bentuk pelajaran ini berupa Pendidikan Moral dan Kehidupan
Sehari-hari
(Life
Skills).
Di
sini
siswa
diajari
untuk
mengembangkan kebiasaan pribadi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan memiliki karakter kepribadian, tingkah laku, dan moral yang sesuai dengan norma masyarakat China. Pada tingkat SD lanjutan pelajaran ini dikembangkan menjadi Pendidikan Moral dan Sosial Masyarakat. Di sini siswa mulai belajar mengenai tindakan dan sikap dalam berhubungan dengan masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian,
siswa
diharapkan
dapat
menjunjung
nilai-nilai
sosial
kemasyarakatan dan berfungsi sebagai bagian dari kelompok sosial yang lebih luas. Sementara untuk tingkat SMP diberikan Pendidikan Ideologi untuk meningkatkan rasa cinta dan kerelaan berkorban untuk negara. Meski belum mendapat pendidikan khusus mengenai ideologi politik, terutama yang berkaitan dengan nilai Sosialisme atau Marxisme, siswa dididik agar menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Pada masa lalu, siswa setingkat SMP sudah dipersiapkan untuk terjun ke medan perang jika negara dalam keadaan terancam. Pelajaran Literatur atau Bahasa Mandarin diberikan sejak tingkat SD awal. Pada tingkat ini siswa dilatih untuk berbicara dan melafalkan kata-kata dalam Bahasa Mandarin yang telah distandarisasi yaitu Putonghua. Hal ini penting karena setiap daerah di China memiliki bahasa dan dialek daerah yang berbedabeda. Standarisasi Bahasa Mandarin menjadi Putonghua mulai dilakukan sejaktahun 1906 dan diberlakukan sebagai bahasa resmi oleh pemerintah China Baru pada tahun 1956. Siswa tingkat SD awal belajar untuk membaca aksara China yang distandarisasi, namun belum diwajibkan untuk mampu menulis. Aksara China terdiri atas karakter-karakter yang memiliki cara membaca dan makna khusus, berbeda dengan alfabet atau huruf arab yang terdiri dari huruf-huruf dan
47
dibaca sesuai tanda bacanya. Aksara China seringkali memiliki karakter dengancara pengucapan yang hampir sama namun memiliki makna yang berbeda. Sebagai contoh, kata “ma” yang dapat bermakna “kuda” (马: mǎ) atau bermakna “ibu” (妈: mā). Oleh karena itulah siswa pada tingkat SD awal perlu mempelajari cara pengucapan yang benar dan memahami karakter-karakter aksara tersebut terlebih dahulu. Pelajaran menulis karakter mandarin baru diberikan kepada siswa tingkat SD lanjutan. Dalam pelajaran Bahasa Mandarin siswa juga mempelajari karya sastra asing namun tetap dalam Bahasa Mandarin. Hal ini dimaksudkan agar siswa memiliki pengetahuan yang lebih luas tetapi tetap menekankan pada kecintaan dan kebanggaan pada negaranya sendiri. Pelajaran Bahasa Mandarin memiliki proporsi terbesar dari seluruh
pelajaran
yang
diberikan
yaitu
20-22%.
Hal
ini
merupakan bentuk kelanjutan dari bentuk pendidikan kuno China dimana seseorang
yang
berpendidikan
tinggi
dilihat
dari
kemampuannya
menguasai kitabkitab 四书五经 (pinyin: Sìshū Wŭjīng) atau diterjemahkan menjadi Four Booksand Five Classics. Seleksi bagi calon pejabat pada Jaman Kekaisaran difokuskan pada penguasaan kitab-kitab tersebut. Masyarakat China sangat menghargai danbangga dengan budaya yang dimiliki terutama dalam bidang seni dan sastra, sehingga anak sejak usia balita sudah dibiasakan untuk menghafal puisi 4 baris yang merupakan budaya klasik China.30
30
Ibid.,
BAB III PENUTUP A. Simpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasistem pendidikan nasional adalah kesatuan integral dari sejumlah unsur pendidikan yang saling berpengaruh, terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang akan menghasilkan keluaran atau tamatan yang berkualitas demi kemanjuan bangsa dan negara. Sistem pendidikan nasional juga memiliki tujuan
dan
fungsi,
dimana
kita
sebagai
penerus bangsa harus
mewujudkan tujuan tersebut agar bangsa kita menjadi bangsa yang maju dengan pendidikan yang bekualitas dan dapat melahirkan generasi bangsa yang cerdas. Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional tesebut juga ditunjang dengan pengajaran dan perkembangan IPTEK yang ada, sehingga semua itu menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. B. Saran Kita harus belajar dengan bersungguh-sungguh, bukan menjadi yang terjenius diantara yang lain, tetepi jadilah seseorang yang mampu memberi dan membagi apa yang kita miliki. Bukan menjadi yang terpandai untuk diri sendiri, tetapi pahami sekitar untuk memperkaya wawasan dan pemahaman. Dan untuk pemerintah ataupun pendidik, seaiknya terapkan sistem yang dimana dapat merubah sistem pendidikan menjadi sistem yang menyenangkan.
48
49
DAFTAR PUSTAKA Kuntoro, Sodik A. (2007). Menapak jejak pendidikan nasional Indonesia dalam Kearifan sang profesor. Yogyakarta: UNY Press. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-Undang Tahun 1950 tentang Pendidikan. UUD 1945 BAB XIII tentang pendidikan dan kebudayaan.