IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Budaya Pasung dan Dampak Yuridis Sosiologis (Studi Tentang Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di Kabupaten Wonogiri) Bekti Suharto
[email protected] Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Pasung represent an action which installing a log wood at hand or feet, bound or enchained is then detached at one particular separate place within doors and or in the forest. Wonogiri has ranks second for most pasung cases number in Central Java. Familywitha mental disorder deprived client softenfeel the burden related toclient care. Deprivationisthe reasonthe family didprevent violent behavior, preventing therisk of suicide, preventing the clients inability to leave home and familycare forclientswith mental disorders. The purposeof this study to determine the condition ofthe client pasung, pasung client slevel of independence and other relationships of influence client pasung related to sociological and legal aspectsas well asthe action sorefforts to reduce pasung in Wonogiriin 2013. The study was conducted info urhealth centersin the district of Wonogiri usestotal samplingof 28 families consisting of 3 families with 25 family clients pasung and pasung with freelance clients. After conducting researchis expected to reach way out to doat the health center ormental health services by the government which in turncan beach ieved' Free Wonogiri From Pasung’ Keywords : Sosiologist, Juridical, Daily Activity, Social Activity Abstraksi: Pasung merupakan suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada tangan dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan.Wonogiri menempati urutan kedua untuk kasus pasung terbanyak di Jawa Tengah.Keluarga dengan klien gangguan jiwa yang dipasung seringkali merasakan beban yang berkaitan dengan perawatan klien.Alasan keluarga melakukan pemasungan adalah mencegah perilaku kekerasan,mencegah risiko bunuh diri, mencegah klien meninggalkan rumah dan ketidakmampuan keluarga merawat klien gangguan jiwa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi klien pasung, tingkat kemandirian klien pasung serta hubungan lain yang berpengaruh tehadap klien pasung berkaitan dengan aspek sosiologis dan yuridis serta tindakan atau upaya penanggulangan pasung di Kabupaten Wonogiri tahun 2013. Penelitian dilakukan di 4 Puskesmas di Kabupaten Wonogiri menggunakan total sampling yaitu 28 keluarga yang terdiri dari 3 keluarga dengan klien pasung dan 25 keluarga dengan klien lepas pasung. Setelah mengadakan penelitian diharapkan tercapai jalan keluar yang dapat dilakukan di pelayanan kesehatan jiwa Puskesmas maupun oleh pemerintah sehingga pada akhirnya dapat tercapai ‘Wonogiri Bebas Pasung’. Kata Kunci : Sosiologis, Yuridis, Aktivitas Harian, Aktivitas Sosial 1.1. Latar Belakang Berdasarkan data di Provinsi Jateng pada Februari 2012, jumlah warga Wonogiri yang dipasung sebanyak 47 orang, menempati rangking ketiga setelah Pemkab Pati sebanyak 100 orang disusul Pemkab Kebumen dengan jumlah warga dipasung 49 orang di tempat kedua. Sementara pada Agustus 2012 jumlah warga Wonogiri yang dipasung sebanyak 73 orang. Permasalahan gangguan jiwa di Kabupaten Wonogiri seperti fenomena gunung es, apa yang tampak di permukaan hanya bagian terkecil dari permasalahan yang ada. Hal ini karena tingkat intelektualitas, ketidakmampuan ekonomi dan lokasi di pelosok daerah yang menjadikan banyak masyarakat enggan melaporkan keberadaan anggota keluarganya yang mengalami masalah ini. ISSN : 2355-1313
Alasan keluarga melakukan pemasungan cukup beraneka ragam diantaranya untuk mencegah klien melakukan tindak kekerasan yang dianggap membahayakan bagi dirinya dan orang lain, mencegah klien meninggalkan rumah dan mengganggu orang lain, mencegah klien menyakiti diri sendiri seperti melakukan bunuh diri, dan karena ketidaktahuan serta ketidakmampuan keluarga menangani klien ketika sedang kambuh.Fakor kemiskinan dan rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab korban gangguan jiwa berat hidup terpasung. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa saja faktor penyebab meningkatnya praktek pemasungan di Kabupaten Wonogiri? 1
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
2. Bagaimana tindakan penanggulangan praktek pemasungan di Kabupaten Wonogiri? 3. Bagaimana peran keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa khususnya di Kabupaten Wonogiri? 4. Bagaimana peran lembaga kesehatandalam menangani kasus pemasungan di Kabupaten Wonogiri? 5. Bagaimana dampak sosiologis dan yuridis pemasungan di Wilayah Kabupaten Wonogiri? 2.1 Definisi Kesehatan Jiwa Dan Gangguan Jiwa Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan social yang terlibat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Johnson, 1997, dalam Vedebeck, 2008). Menurut U.S. Department Of Health (1999, dalam Varcarolis, 2006) kesehatan jiwa didefinisikan sebagai suatu keberhasilan pencapaian fungsi mental, mampu untuk beraktifitas secara produktif menikmati hubungan dengan orang lain dan menerima perubahan atau mampu mengatasi hal yang tidak menyenangkan dimana individu dengan mental yang sehat memiliki kapasitas berpikir rasional, ketrampilan berkomunikasi, belajar, pertumbuhan emosional, kemampuan bertahan, dan harga diri. Menurut American Psychiatric Assosiaton (2000, dalam Varcarolis, 2006) gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distess dan disabilitas atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa merupakan gejala yang dimanifestasikan melalui perubahan karakteristik utama dari kerusakan fungsi perilaku atau psikologis yang secara umum diukur dari beberapa konsep norma dihubungkan dengan distress atau penyakit, tidak hanya dari respon yang diharapkan pada kejadian tertentu atau keterbatasan hubungan antara individu dan lingkungan sekitarnya. (Kaplan dan Sadock (2007)). Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan ISSN : 2355-1313
tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia.Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. 2.2. Definisi Pasung Dan Pemasungan Pasung adalah suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada tangan dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan. Pemasungan bisa diartikan sebagai segala tindakan yang dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan fisik walaupun telah ada larangan terhadap pemasungan. Penyebab Tindakan Pemasungan Banyak alasan mengapa keluarga harus memasung, antara lain Mengganggu orang lain atau tetangga, Membahayakan dirinya sendiri, Jauhnya akses pelayanan kesehatan, Tidak ada biaya, Ketidakpahaman keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa. 3.1. Kerangka Teori, Kerangka Konsep, Hipotesis Dan Definisi Operasional A. Kerangka Teori Penelitian Keluarga merupakan “perawat” utama dan support system terbesar untuk klien. Gangguan jiwa yang dialami klien akan menimbulkan berbagai respon dari keluarga dan lingkungan, salah satunya berupa berupa pemasungan yang dilakukan oleh keluarga terhadap klien gangguan jiwa jika dianggap berbahaya bagi lingkungan. Pemasungan yang dilakukan oleh keluarga sangat dipengaruhi oleh perilaku keluarga yang diuraikan menurut teori Green (1980) meliputi predisposing factor, enabling factor dan reeinforcing factor. Konsep keluarga diuraikan melalui bebrapa aspek yaitu kemampuan, fungsi, peran, tugas dan karakteristik keluarga.Semua factor tersebut mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa. B. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya variable independen peneliti yang diteliti adalah aspek sosiologis kemandirian klien meliputi aktivitas sehari-hari yaitu mandi, 2
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
berpakaian, makan dan toileting sedangkan variable dependen dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan hubungan dengan klien), karakteristik klien (usia, jenis kelamin, lama menderita gangguan jiwa, rutinitas berobat, jumlah kekambuhan, lama diikat/pasung dan lama dilepas), dan pelayanan puskesmas yang diterima klien (kunujungan perawat, kunjungan kader dan pelayanan dari puskesmas meliputi pemberian psikofarmaka). C. Hipotesis 1. Ada hubungan karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan hubungan lain dengan klien) terhadap aspek sosiologis dan yuridids pemasungan 2. Ada hubungan karakteristik klien (usia, jenis kelamin, lama menderita gangguan jiwa, rutinitas berobat, jumlah kekambuhan, lama diikat/dipasung, serta pelayanan kesehatan terhadap aspek sosiologis dan yuridis pemasungan. 3.2. Metodologi Penelitian A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan data intervensi semu untuk mengetahui pemahaman keluarga pasung terhadap pemasungan, mengetahui faktor penyebab dan karakteristik korban pasung. Penelitian ini juga mengukur tingkat kemandirian perawatan diri pada klien yang sudah lepas pasung dan yang masih dipasung di Kabupaten Wonogiri B. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti.Populasi penelitian ini adalah suluruh keluarga klien dengan pasung baik yang sudah dilepaskan maupun yang masih dipasung yang masih berdomisili di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Data terakhir yang didapatkan Dinkes Kabupaten Wonogiri terdapat 92 keluarga yang pernah melakukan pemasungan terhadap anggota keluarganya yang mengalami pemasungan. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik populasi yang diteliti. Pada penelitian ini diterapkan total sampling dimana yang menjadi sampel adalah semua anggota dengan anggota keluarga yang pernah dipasung dan yang nasih dipasung. Adapun karakteristik sampel untuk keluarga klien penelitian ini yang datanya akan dianalisis adalah sebagai berikut: ISSN : 2355-1313
1. Anggota keluarga yang tedekat dan terlibat dalam merawat klien 2. Bertanggung jawab terhadap klien dan tinggal bersama klien 3. Berusia lebih dari 18 tahun. 4. Bisa membaca dan menulis 5. Bersedia menjadi responden dalam penelitian C. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di tempat tinggal keluarga dan klien yang mengalami gangguan jiwa baik yang pernah dipasung maupun masih dipasung berlokasi di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan mudah mendapatkan izin penelitian, biaya penelitian yang terjangkau serta terbuka menerima perubahan baru yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan gangguan jiwa.Kabupaten wonogiri juga memiliki jumlah responden yang paling banyak dan memenuhi syarat serta di tempat ini belum ada riset tentang pasung. D. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai Februari sampai Juni 2013 dimulai dari kegiatan penyusunan proposal, pengumpulan data sampai dengan pengolahan hasil serta penulisan laporan penelitian.Pengumpulan data dimulai Bulan April sampai Mei 2013. E. Etika Penelitian Peneliti menyampaikan surat permohonan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri.Setelah mendapat persetujuan peneliti mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi dari puskesmas yang menjadi area penelitian. Rencana dan tujuan panelitian diinformasikan dengan keluarga melalui kunjungan rumah. Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak untuk menjadi responden dengan cara menandatangani informed concent atau sutrat pernyataan kesediaan yang telah disiapkan oleh peneliti. F. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa instumen yaitu : 1. Instrumen X Alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran karateristik keluarga klien dan klien pasung meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, lama menderita gangguan jiwa, lama diikat atau dipasung dan lama dipasung. 3
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
2. Instrumen Y Alat yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman keluarga klien tentang pemasungan berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa. G. Prosedur Pengumpulan Data 1. Persiapan Administratif a. Mengurus surat perijinan ke Bupati Wonogiri C.Q Kepala Kesbangpolinmas, tembusan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri b. Melakukan koordinasi dengan tenaga kesehatan puskesma terkait. c. Mengambil data pada responden dengan cara menentukan calon responden yang memenuhi kriteria 2. Garis Besar Penyelesaian Masalah Dalam Penelitian a. Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: b. Melakukan studi pustaka mengenai tema penelitian. Untuk memahami permasalahan, metode yang akan digunakan, cara pengumpulan data, dan teknik pengolahan data. c. Melakukan penelitian secara langsung untuk mendapatkan data jumlah korban pemasungan dalam satuan waktu yang ditentukan d. Menyusun strategi pelepasan pasung dan pencegahan tindakan pemasungan kembali e. Menentukan hasil dan kesimpulan data penelitian. 4.1. Hasil Penelitian Uraian tentang hasil penelitian ini terdiri dari empat bagian yaitu proses pelaksanaan penelitian, karakteristik klien pasung dan keluarganya, aspek sosiologis yang berhubungan dengan klien pasungsertaaspek yuridis yang berhubungan dengan klien pasung. A. Proses Pelaksanaan Tinjauan Langsung Keluarga Pasung Persiapan pelaksanaan dimulai dengan penentuan responden yang memenuhi kriteria inklusi. Semua keluarga yang bersedia mengikuti kegiatan penelitian telah menandatangani pernyataan kesediaan (informed consent) yang diberikan oleh peneliti pada saat kunjungan kerumah rumah keluarga. ISSN : 2355-1313
Dalam penelitianminggu pertama dilakukan pengukuran awal untuk mengetahui data demografi kliendan keluarga.Pelaksanaan intervensi untuk keluarga dan klien berlangsung selama 4 minggu. Untuk mengefektifkan waktu penelitian yang cukup singkat, penelitimembuat jadwal penelitian berdasarkan lokasi wilayah kerja untuk setiapPuskesmas. Jadwal kunjungan untuk Senin, Selasa dan Rabu meliputi wilayah kerja PuskesmasTirtomoyo untuk 15 keluarga, Kamismerupakan jadwal kunjungan kunjungan wilayah kerja Puskesmas Ngadirojo untuk 4 keluarga,sedangkan Jum’at dan Sabtu adalah jadwal kunjungan wilayah kerja Puskesmas Baturetno untuk 9 keluarga. Materi yang disampaikan selama intervensi yaitu minggu ke I membahas tentang pengkajian masalah keluarga dan interaksi awal dengan klien pasung, minggu ke II membahas tentang karakteristik klien pasung dan keluarganya, minggu ke III membahas tentang manajemen stres keluarga dengan gangguan jiwa menurut aspek sosiologis, minggu ke IV membahas tentang manajemen stres keluarga dengan gangguan jiwa menuru t aspek yuridis. B. Karakteristik Klien Pasung Dan Keluarga nya 1. Karakteristik Klien Pasung Karakteristik klien pasung meliputi usia, lama menderita gangguan jiwa, rutinitas berobat, jumlah kekambuhan, kondisi pasungdan lama dipasung. Karakteristik klien yang berbentuk data numerik y aitu usia, lama menderita gangguan jiwa, jumlah kekambuhan dan lama dipasung dihitung dengan sentral tendensi (mean, median, standar deviasi serta nilai nilai minimal dan maksimal yang dijelaskan padatabel 5.1. Tabel 4.1 Analisis karakteristik klien pasung berdasarkan u sia, lama menderita gangguan jiwa, jumlah kekambuhan, dan lama di pasung di Kabupaten Wonogiri 2013 (n=28) Variabel N Usia 28 Lama sakit 28 Jumlah Kekambuhan 28 Lama Dipasung 28
Mean 35.75 11.65 4.15 8.55
Median Min-Maks 34.00 13-70 10.00 2-35 5.00 1-7 48 1-180
4
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Dari tabel 4.1. Diketahui data tidak terdistribusi normal dengan rata-rata usia klien35.7 tahun, lama menderita gangguan jiwa 11.65 tahun, jumlah kekambuhan 4.15 kali dan lama dipasung 8.55 bulan. Karakteristik jenis kelamin, rutinitas berobat dan kondisi pasung yang berbentuk data kategorik menjelaskan jumlah dan persentase masing-masing karakteristik tersebut yang secara rinci dijelaskan pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi klien pasung berdasarkan je nis kelamin, rutinitas berobat dan kondisi pasung di Kabupaten Wono giri 2013(n=28) Karakteristik Klien
Jumlah N
%
Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
21 7
75.00 25.00
Rutinitas berobat : 1. Rutin 2. Tidak rutin
18 10
64.29 35.71
Kondisi Pasung : 1. Terpasung 2. Lepas Pasung
3 25
10.71 89.29
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar klien berjenis kelamin laki-laki (75%), 64.29%klien rutin berobat dan 10.71% klien masih berada dalam kondisiterpasung. 4.2. Pembahasan A. Hubungan Karakteristik Keluarga Klien Pasung dengan Aspek SosialDi Kabupaten Wonogiri. Hasil analisis hubungan karakteristik keluarga terhadap aspek sosiologis keluarga secara rinci dibahas sebagai berikut. 1. Usia Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara usia keluarga klien pasung dengan aspek sosial P value (< 0,05). Hal ini didukung oleh penelitian Magliano et al (1998) dan Webb et al (1998) yang menyatakan bahwa dukungan sosial , usia dan pendidikan berhubungan dengan tingkat beban keluarga. Penelitian Magliano tersebut mendukung hasil penelitian ini yang menemukan bahwa ratarata usia keluarga klien pasung 50.3 tahun dan mayoritas adalah orang tua klien. Menurut peneliti hal ini karena keluarga merupakan orang terdekat dari klien yang merasakan beban dari ISSN : 2355-1313
semua aspek karena keluarga yang merawat klien dengan gangguan jiwa tersebut. 2. Jenis kelamin Hasil analisis menunjukkan proporsi terbesar jenis kelamin keluarga klien pasung adalah perempuan. Hasil uji statistik yang dilakukan tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan antara aspek sosial keluarga antara laki-laki dan perempuan (P value> 0.05). Hasil penelitian ini didukung oleh Szmukler et al (1996) dan Joice et al (2003) yang menyatakan bahwa tingkat beban keluarga lebih tergantung kepada pengalaman ‘caregiver’ dalam merawat dan tidak memandang apakah ‘caregiver’ tersebut berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Pengalaman tersebut dikonseptualisasikan sebagai sikap individu berhubungan dengan perannya dalam keluarga. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Fontaine dan Fletcher (2003) yang menyatakan bahwa kemampuan keluarga ditentukan oleh kemampuan untuk mamajemen stress yang produktif. Kelelahan fisik dan emosi selama merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa sering melanda keluarga karena berkurangnya stress tolerance. Menurut peneliti hal ini karena anggapan masyarakat bahwa perempuan lebih ahli dalam mengrus urusan rumah tangga serta lebih sabar dibanding dengan laki-laki.Hasil wawancara dengan anggota keluarga meskipun ada beberapa klien yang dirawat oleh ‘caregiver’ lakilaki tetapi tetap menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik. 3. Pendidikan Hasil analisa menunjukkan bahwa proporsi pendidikan keluarga klien pasung mayoritas adalah SD yakni 70%.Hasil uji statistik yang dilakukan terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara aspek sosial keluarga dengan tingkat pendidikan keluarga. (P value < 0.05) Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Redman (1993, dalam Potter, 2005) yang menyatakan pendidikan lebih tinggi akan memberikan pengetahuan yang lebih besar sehingga menghasilkan kebiasaan mempertahankan kesehatan yang lebih baik. Pada waktu individu menyadari tentang kesehatannya mereka cenderung mencari pertolongan secepatnya guna mengatasi masalah yang dihadapi.Sejumlah studi mengidentifikasi pentingnya pendidikan sebagai sumber koping dan pencegahan terhadap gangguan jiwa, bahkan dikatakan pendidikan lebih bermakna daripada tingkat penghasilan dalam menentukan penggunaan fasilitas 5
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
kesehatan jiwa.Individu dengan pendidikan lebih tinggi lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan jiwa daripada pendidikan rendah (Stuart & Laraia, 2005). Menurut peneliti hal ini terjadi karena keluarga dengan pendidikan tinggi lebih termotivasi dan lebih tinggi kesadarannya bahwa mencegah lebih baik daripada mengoobati.Hasil observasi selama pelaksanaan intervensi menemukan bahwa keluarga dengan tingkat pendidikan tinggi terlihat lebih aktif dalam memberikan umpan balik pada saat berdiskusi. 4. Pekerjaan. Uji statistik status pekerjaan keluarga klien pasung menunjukkan proporsi terbesar adalah bekerja.Analisis data ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan keluarga dengan aspek sosial keluarga.(P value < 0.05) Menurut peneliti hal ini karena lokasi tempat bekerja keluarga masih berada di sekitar tempat tinggal sehinnga keluarga masih bisa merawat klien sambil bekerja.Jenis pekerjaan tersebut diantaranya berjualan, bertani, berkebun, dan lainnya yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal. 5. Hubungan dengan Klien Hasil analisa menunjukkan bahwa mayoritas hubungan keluarga dengan klien adalah orangtua.Uji sataistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakana antara hubungan dengan klien dengan aspek sosiologis keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Saunders (2003) yang menyatakan bahwa beben keluarga dirasakan lebih berat peda individu yang mempunyai hubungan langsung dengan klien dimana keluarga berusaha mencari koping yang dianggap paling efektif untuk mengatasi hal tersebut diantaranya melalui partisipasi dalam ‘support group’, meningkatkan spiritualitas. Berbagi dengan orang lain tentang apa yang dirasakan, perubahan gaya hidup dan latihan. Menurut peneliti hal ini terkait dengan rasa berduka dan kehilangan keluaraga terhadap klien sebelum mengalami gangguan jiwa dan saat ini telah kehilangan mimpi, harapan dan cita-citanya.Rasa cemas dan khawatir yang sering timbul sehingga menyebabkan perubahan perilaku atau sikap keluarga terhadap klien. B. Hubungan Karakteristik Keluarga Klien Pasung dengan Aspek Sosial Di Kabupaten Wonogiri. Hasil analisis hubungan karakteristik keluarga klien pasung dengan aspek sosial di Kabupaten Wonogiri secara rinci dibahas sebagai berikut. ISSN : 2355-1313
1. Usia Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara usiaklien pasung dengan aspek sosial.(P value< 0,05).Usia seseorang akan mempengaruhi koping yang dilakukan terhadap penyakit. Usia ketika mengalami gangguan jiwa merupakan alat prediksi yang kuat dalam prognosis gangguan tersebut. ( Buchanan& Charpenter, 2000 dalam Videbeck, 2008). Usia berkaitan erat dengan tingkt kedewasaan atau maturitas individu. Usia dewasa adalah tahapan menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dai masyarakat. Tahap ini merupakan tahap yang paling panjang dibandingkan taha perkembangan lainnya (Alwisol, 2006) Pernyataan diatas mendukung hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa rata-rata usia klien pasung adalah 35,7 tahun yang bisa dikategorikan dewasa. Menurut peneliti tanggung jawab untuk mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas pada masa dewasa lebih tinggi daripada klien yang berusia muda atau lebih tua. 2. Jenis Kelamin Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Stuart dan Laraia (2005) yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai prevalensi yang sama ntuk mengidap penyakit jiwa. Hal yang sam dikemukakan Prawirohadikusumo (2003), pada klien skizofrenia antara laki-laki dan perempuan ditemukan hampir sama kemampuan yang dimiliki dan angka kejadiannya. Menurut peneliti tidak ada hubungan yang relevan dan tidak ada landasan teoritis yang menyatatakan keterkaitan jenis kelamin terhadap aspek sosial klien gangguan jiwa karena perlakuan dan tindakan keluarga yang menjadi pengaruh dalam merawat klien. 3. Lama menderita gangguan jiwa Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama menderita gangguan jiwa klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Hal ini bertentangan dengan pendapat Stuart dan Laraia (2005) yang menyatakan bahwa waktu atau lamanya terpapar stressor, yakni terkai sejak kapan, sudah berapa lama dan berapa kali kejadian (frekwensi), akan memberikan dampak adanya keterlambatan dalam mencapai kemampuan dan kemandirian.. 6
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Tetapi hal ini didukung oleh pendapat Keliat (2003) yang menyatakan semakin singkat klien sakit dan terpapar dengan lingkungan pelayanan rumah sakit akan memberikan keuntungan kepada klien dan keluarga. Hal ini akan meminimalkan kemunduran fungsi sosial. Klien lebih mudah diarahkan dalam pemberian intervensi sehingga peningkatan kemampuan klien lebih cepat. Menurur peneliti meskipun mayoritas klien menderita gangguan jiwa dalam waktu yang cukup lama tetapi sebian besar dirawat oleh anggota keluarga dirumah. Hal ini memperkuat dugaan meskipun klien sudah lama menderita gangguan jiwa aktivitas sosial klien dapat ditingkatkan dengan bantuan dan dukungan optimal keluarga. 4. Rutinitas berobat Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas berobat klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue<0,05). Hasil penelitian ini didukung oleh Xiong et al (1994)terhadap 64 pasien dengan diagnosa schizofrenia di Cina yang dibagi secara acak menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi mendapat psikoedukasi keluarga dan obat dan kelompok kontrol yang hanya mendapat obat. Kelompok itervensi mendapat kunjungan rumah secara teratur, diskusi antara tenaga kesehatan dan keluarga, manajemen penyakit.Kelompok tersebut menunjukkan perubaha positif yang signifikan yang tidak ditemukan pada kelompok kontrol yang hanya mendapt obat.Perubahan tersebut berupa perbaikan status mental, peningkatan fungsi kerja dan ADL, serta penurunan gangguan perilaku. Menurut peneliti memang sebagian besar klien memang telah minum obat secara teratur setiap bulan, ada klien yang menolak minum obat dan ada juga yang tidak memiliki biaya untuk membeli obat sehingga klien tidak minum obat sama sekali. Dari laporan wawancara dengan keluarga didapatkan data bahwa sebagian klien rutin minum obat dan menunjukkan peningkatan kesehatan kearah yang lebih baik. 5. Jumlah kekambuhan Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jumlah kekambuhan klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Kneisl, Wilson dan Trigoboff (2004) mengemukakan bahwa perawatan efektif yang berkelanjutan dapat menurunkan tingkat kekambuhan 30-40%. ISSN : 2355-1313
Menurut peneliti sebagian besar klien telah minum obat secara rutin sehingga jumlah kekembuhan klien gangguan jiwa dapat diminimalisir. 6. Kondisi pasung Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kondisi klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue<0,05). Sampai saat ini pengekangan dan pengikatan (restraint) terhadap penderita gangguan jiwa masih menjadi kontroversi.Restraint sebagai salah satu intervensi mamajemen mental akut memepunyai sejarah yang panjang seiring dengan keberadaan psikiatri (Paterson dan Duxbury, 2007). The Council of Europe Steering Committee on Bioethics Working Party on Psychiatry (2000) merekomendasikan pelatihan teknik ‘physical restraint’ harus diberikan untuk staf yang bekerja di unit mental akut. Pengekangan terhadap klien gangguan jiwa mempunyai prosedur dan evaluasi yang harus diikuti.Kondisi yang sering ditemui di komunitas, masyarakat sendiri melakukan pengikatan termasuk pemasungan terhadap warga yang menderita gangguan jiwa. Selama penelitian peneliti menemukan 3 orang klien yang masih dipasung dan 25 klien yang bebas dari pemasungan.Kondisi pemasungan ditemukan 2 orang klien diikat dengan rantai dan 1 orang klien dikurung di dalam ruangan tertentu di sekitar rumah. Hasil penelitian menunjukkan 25 klien yang bebeas dari pemasungan memiliki kemampuan sosial yang cukup optimal yanag dibuktikan dengan kemampuan perawatan diri yang baik serta komunikasi dengan mesyarakat yag cukup membaik. 7. Lama dipasung Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lamanya klien dipasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Pemasungan klien gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap klien gangguan jiwa (biasanya yang berat) denagn cara dikurung, dirantai, kakinya dimasukkan ke dalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang. Ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung sembuh, tidak adanya biaya pengobatan, dan tindakan keluarga untuk mengamankan lingkungan merupakan penyebab keluarga melakukan pemasungan. (Depkes,2005). Menurut hasil wawancara dengan keluarga klien, mayoritas klien dipasung karena klien berusaha 7
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
untuk menyakiti keluarga dan orang lain, merusak barang-barang yang ada dirumah serta mencoba untuk melarikan diri dari rumah.Meskipun demikian klien masih dapat dirawat dengan baik oleh keluarga di rumah. C. Faktor Penyebab Meningkatnya Praktek Pemasungan Di Kabupaten Wonogiri Masalah kesehatan mental pada awalnya kurang mendapat perhatian oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri karena tidak langsung terkait oleh penyebab kematian.Perhatian terhadap masalah kesehatan mental meningkat setelah Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri melakukan pendataan tentang jumlah penderita gangguan jiwa dari laporan puskesmas setempat.Hasil pendataan tersebut menunjukkan bahwa ternyata gangguan jiwa di Wonogiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui besarnya masalah gangguan jiwa di Kabupaten Wonogiri Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri melakukan study di setiap kecamatan Wonogiri, data menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 92 orang mengalami gangguan jiwa berat. Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian namun menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita tidak dapat lagi produktif.Hal ini yang menjadi faktor utama penyebab meningkatnya praktek pemasungan di Kabupaten Wonogiri.Semakin banyak masyarakat Wonogiri yang menderita penyakit jiwa dari tingkat yang paling ringan sampai berat mulai dari stress, panik, cemas depresi sampai hilang ingatan. Mayoritas keluarga klien pasung di Wonogiri mengatakan bahwa perawatan kasus psikiatri mahal karena gangguannya bersifat jangka panjang serta biaya yang harus ditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yang langsing berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnya seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya.Sejalan dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat. D. Tindakan Penanggulangan Praktek Pemasungan Di Kabupaten Wonogiri Hasil dari studi penelitian ini menjelaskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang ISSN : 2355-1313
direpresentasikan dengan tindakan pemasungan bukanlah hasil dari ketidakpedulian atau pengabaian keluarga atau penolakan terhadap perawatan kesehatan, tetapi lebih dianggap sebagai bentuk kelalaian pihak pemerintah Wonogiri tentang tanggung jawab mereka untuk menyediakan pelayanan dasar kesehatan jiwa.Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak terkait untuk mengatasi hal ini dan melindungi hak asasi para korban pasung. Selama ini dinkes hanya punya proyeksi saja tanpa ada data riil. Menurut wawancara dari puskesmas bahwa yang dimaksud pasien adalah mereka yang datang ke tempat pelayanan kesehatan, jadi masih terdapat beberapa dari mereka yang dipasung tidak akan pernah terdata oleh para dokter puskesmas.Hal ini percuma saja, walaupun terdapat beribu-ribu tenaga medis disiapkan kalau tidak ada yang mau melihat masyarakatnya dan menunggu pasien di puskesmas saja. Beberapa strategi yang efektif dan berkesinambungan untuk menghapus praktek pemasungan adalah memastikan bahwa keluarga dan komunitas mampu serta mempunyai akses ke pelayanan kesehatan jiwa dengan menambah anggaran dana untuk pelayanan kesehatan jiwa, mendirikan Desa Siaga Sehat Jiwa dan mengadakan program CMHN (Community Mental Health Nursing) sehingga tidak ada lagi alasan bagi keluarga korban pasung di Wonogiri yang tidak mampu secara ekonomi untuk kesulitan mendapatkan akses kesehatan jiwa. E. Peran Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa Khususnya Di Kabupaten Wonogiri Penyelesaian masalah saat merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga. Beberapa data penelitian di lapangan sesuai dengan Green (1980, dalam Notoatmodjo.2000) yakni perilaku pemasungan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu predisposing factor (faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap, sistem nilai tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, enabling factor (faktor pemungkin yang meliputi ketersediaan sarana prasarana, fasilitas kesehatan) dan reenforcing factor (faktor penguat yang meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan petugas kesehatan, undangundang dan peraturan pemerintah). Berdasarkan wawancara dengan keluarga korban pasung di Kabupaten Wonogiri 8
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
didapatkan data bahwa alasan keluarga melakukan pemasungan cukup beraneka ragam diantaranya untuk mencegah klien melakukan tindak kekerasan yang dianggap membahayakan bagi dirinya atau orang lain, mencegah klien meninggalkan rumah dan mengganggu orang lain, mencegah klien menyakiti diri seperti bunuh diri, karena ketidaktahuan serta ketidakmampuan keluaga menangani klien apabila sedang kambuh.Faktor kemiskinan serta rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan jiwa berat hidup terpasung.Padahal pemerintah Kabupaten Wonogiri menargetkan penderita gangguan jiwa yang selama ini terpasung bisa bebas pada akhir tahun 2013. Untuk itu peran keluarga sangat penting untuk mendukung terbebasnya kasus pasung di Wonogiri F. Peran Lembaga Kesehatan Dalam Menangani Kasus Pemasungan Di Kabupaten Wonogiri Akhir- akhir ini pasung mulai mendapat sorotan dari berbagai pihak di belahan bumi di dunia antara lain dengan didirikannya `The Pasung Research Group` pada bulan September 2008 yang merupakan kolaborasi dari berbagai bidang kesehatan di Indonesia seperti Kedokteran, Keperawatan, psikologi dan hukum. Tujuan dari didirikannya badan tersebut adalah untuk menghilangkan praktik pasung di Indonesia melalui penelitian pendidikan dan advokasi (The Pasung Research Group,2008). Kehadiran lembaga tersebut patut disambut gembira apalagi dengan melibatkan bidang keperawatan jiwa yang mempunyai peran yang cukup besar di hampir semua sistem pelayanan kesehatan. Dengan kata lain diharapkan perawat dapat memberikan pengaruh besar dalam mengurangi beban masyarakat karena gangguan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia dapat dikatakan belum memuaskan. Dari segi pendanaan pemerintah hanya mengalokasikan anggaran dibawah 1% untuk penyakit jiwa dari total anggaran kesehatan di Indonesia (Irmansyah, 2006). Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia (PDSKJI), saat ini hanya tersedia skitar 8500 tempat tidur rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia padahal jumlah gangguan jiwa berat di Indonesia diperkirakan sekitar 10 juta jiwa. Kabupaten Wonogiri masih kurang dalam hal pendanaan pemerintah berkaitan dengan penderita gangguan jiwa.Kondisi di atas masih ditambah dengan minimnya jumlah tenaga ISSN : 2355-1313
kesehatan yang bergerak di bidang kesehatan jiwa seperti psikiater dan perawat kesehatan jiwa di Kabupaten Wonogiri.Kecilnya anggaran untuk menangani gangguan jiwa berdampak pada pelayanan kesehatan di rumah sakit jiwa sehingga untuk mengatasinya diharapkan perbaikan di sektor masyarakat dan komunitas. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa peranan tenaga medis dalam menangani kesehatan jiwa sangat minim hal ini ditandai dengan frekuensi tenaga medis yang berkunjung ke rumah klien dengan gangguan jiwa sangat sedikit sekali, dalam kurun waktu 3 bulan hanya terdapat rata-rata 1-2 kali kunjungan tenaga medis ke rumah klien gangguan jiwa di Wonogiri, belum adanya Desa Siaga Sehat Jiwa serta program CMHN (Community Mental Health Nursing). G. Dampak Sosiologis Dan Yuridis Pemasungan Di Wilayah Kabupaten Wonogiri Padahal dengan cara itu secara tidak sadar keluarga telah memasung fisik dan hak asasi penderita hingga menambah beban mental dan penderitaannya. Ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung sembuh, tidak adanya bisaya pengobatan dan tindakan keluarga untuk mengamankan lingkungan merupakan penyebab masyarakat Kabupaten Wonogiri melakukan pemasungan. Dari sampel 28 orang klien yang dikunjungi didapatkan 3 penderita pasung dari Kecamatan Ngadirojo 1 orang, Kecamatan Baturetno 1 orang dan Kecamatan Tirtomoyo 1 orang. Tindakan kejam dan tidak berperikemanusiaan ini sangat bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia bahkan untuk seorang klien gangguan jiwa yang notabene juga seorang manusia dengan segala hak dasar yang dimilikinya.Salah satu rumah klien yang telah dikunjungi didapatkan klien yang meninggal sewaktu masih dalam pengekangan.Praktek tersebut membangkitkan perhatian terhadap hak asasi manusia. Pernyataan diatas sesuai dengan kondisi yang sering dialami oleh klien gangguan jiwa di Kabupaten Wonogiri tentang peraturan yang berhubungan dengan penderita gangguan jiwa dan hak-hak mereka.Untuk menghapus praktek pasung diperlukan kolaborasi dan kerjasama multisektoral, serta diberlakukannya sanksi hukum yang terhadap pelaku praktek pasung untuk membangkitkan kesadaran dan pengertian masyarakat. 9
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Kesimpulan Karakteristik keluarga klien dengan pasung adalah sebagai berikut : rata-rata usia keluarga klien pasung 50tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan agama yang dianut keluarga adalah Islam, pendidikan keluarga rata-rata SD, mayoritas keluarga bekerja sebagai petani, sedangkan untuk hubungan dengan klien didapatkan yang terbanyak adalah orang tua. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas keluarga klien adalah berusia lanjut dengan pendidikan dan penghasilan rendah 2. Karakteristik klien dengan pasung adalah sebagai berikut : rata-rata usia klien pasung 35 tahun, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan dengan lama rata-rata menderita gangguan jiwa 11 tahun, agama yang dianut klien adalah Islam, pendidikan klien rata-rata SMA , sebagian besar klien rutin berobat dengan jumlah kekambuhan 4 kali, sebanyak 3 orang klien masih dalam kondisi terpasung dan rata-rata lama klien dipasung 8 tahun. 3. Empat aspek sosiologis berhubungan dengan usia, rutinitas berobat, aktivitas pasung dan kondisi pasung 4. Lima aspek yuridis berhubungan dengan usia, aktivitas pasung, rutinitas berobat, lama pemasungan, serta pendidikan.
[6]
1.
[7] [8] [9]
[10]
[11]
[12]
[13] [14]
[15]
[16]
DAFTAR PUSTAKA [17] [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Kaplan & Sadock.(2007). Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara Maramis, Willy F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press Maslim, Rusdi.(2001). Diagnosis gangguan jiwa : Rujukan ringkas dari PPDGJ - I,Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya Minas, H. &Diatri, H. (2008). Pasung: Physical Restraint and Confinement of The Mentally Ill in The Community. http://creativecommons.org. Diperoleh tanggal 19 Maret 2013 Santrock, John W, (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
ISSN : 2355-1313
[18] [19]
[20]
[21]
[22]
[23] [24]
The Pasung Research Group. (2008). http://www.cimh.unimelb.edu.au . diperoleh tanggal 15 Maret 2013 Videbeck, Shejla L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 224-225. Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern life. Taraporevala Sons & Co., Bombay,1970. hal. 121. Budi Ana Keliat, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, Buku Kedokteran,1992 Antai Otong Deborah (1995). Psychiatric Nursing.Philadelphia : W.B. Company Gestrude K. Mc. Farland (1991). Psychiatric Mental Health Nursing.Philadelphia : J. B. Lippincot Company W.E., Maramis, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Press, Surabaya, 1990 John Santrock, Psychology The Sciences of Mind and behavior, University of dallas, Brown Publiser , 1999 Hunsberg and Abderson (1989).Psychiatric Mental Health Nursing, Philadelphia : W.B. Saunders Company. Clinton and Nelson, Mental Health Nursing Practice, Prentice hall Australia, Pty Ltd. 1996 Stuart Sundeen, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, Mosby year 1995 Stuart Sundeen, Psychiatric Nursing, Mosby year, 1995 Antai otong (1994) Psychiatric Nursing :Biological and Behavioral Concepts. Philadelpia: W B SaundersCompany Lefley (1996).Family Caregiving in Mental Illness.London : SAGE Publication Maccoby, E, 1980, Social Development, Psychological Growth and the Parent Child Relationship, HarcourtJovanovich, Newyork Stuart GW Sundeen, 1995, Principle and practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, St. Louis Hurlock, 1999, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta http://www.jatengprov.go.id/?document_ srl=28779 Diakses 29 Mei 2013 pukul 23.00 10