IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Budaya Pasung dan Dampak Yuridis Sosiologis (Studi Tentang Upaya Pelepasan Pasung dan Pencegahan Tindakan Pemasungan di Kabupaten Wonogiri) Bekti Suharto
[email protected] Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Pasung represent an action which installing a log wood at hand or feet, bound or enchained is then detached at one particular separate place within doors and or in the forest. Wonogiri has ranks second for most pasung cases number in Central Java. Familywitha mental disorder deprived client softenfeel the burden related toclient care. Deprivationisthe reasonthe family didprevent violent behavior, preventing therisk of suicide, preventing the clients inability to leave home and familycare forclientswith mental disorders. The purposeof this study to determine the condition ofthe client pasung, pasung client slevel of independence and other relationships of influence client pasung related to sociological and legal aspectsas well asthe action sorefforts to reduce pasung in Wonogiriin 2013. The study was conducted info urhealth centersin the district of Wonogiri usestotal samplingof 28 families consisting of 3 families with 25 family clients pasung and pasung with freelance clients. After conducting researchis expected to reach way out to doat the health center ormental health services by the government which in turncan beach ieved' Free Wonogiri From Pasung’ Keywords : Sosiologist, Juridical, Daily Activity, Social Activity Abstraksi: Pasung merupakan suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada tangan dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan.Wonogiri menempati urutan kedua untuk kasus pasung terbanyak di Jawa Tengah.Keluarga dengan klien gangguan jiwa yang dipasung seringkali merasakan beban yang berkaitan dengan perawatan klien.Alasan keluarga melakukan pemasungan adalah mencegah perilaku kekerasan,mencegah risiko bunuh diri, mencegah klien meninggalkan rumah dan ketidakmampuan keluarga merawat klien gangguan jiwa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kondisi klien pasung, tingkat kemandirian klien pasung serta hubungan lain yang berpengaruh tehadap klien pasung berkaitan dengan aspek sosiologis dan yuridis serta tindakan atau upaya penanggulangan pasung di Kabupaten Wonogiri tahun 2013. Penelitian dilakukan di 4 Puskesmas di Kabupaten Wonogiri menggunakan total sampling yaitu 28 keluarga yang terdiri dari 3 keluarga dengan klien pasung dan 25 keluarga dengan klien lepas pasung. Setelah mengadakan penelitian diharapkan tercapai jalan keluar yang dapat dilakukan di pelayanan kesehatan jiwa Puskesmas maupun oleh pemerintah sehingga pada akhirnya dapat tercapai ‘Wonogiri Bebas Pasung’. Kata Kunci : Sosiologis, Yuridis, Aktivitas Harian, Aktivitas Sosial 1.1. Latar Belakang Berdasarkan data di Provinsi Jateng pada Februari 2012, jumlah warga Wonogiri yang dipasung sebanyak 47 orang, menempati rangking ketiga setelah Pemkab Pati sebanyak 100 orang disusul Pemkab Kebumen dengan jumlah warga dipasung 49 orang di tempat kedua. Sementara pada Agustus 2012 jumlah warga Wonogiri yang dipasung sebanyak 73 orang. Permasalahan gangguan jiwa di Kabupaten Wonogiri seperti fenomena gunung es, apa yang tampak di permukaan hanya bagian terkecil dari permasalahan yang ada. Hal ini karena tingkat intelektualitas, ketidakmampuan ekonomi dan lokasi di pelosok daerah yang menjadikan banyak masyarakat enggan melaporkan keberadaan anggota keluarganya yang mengalami masalah ini. ISSN : 2355-1313
Alasan keluarga melakukan pemasungan cukup beraneka ragam diantaranya untuk mencegah klien melakukan tindak kekerasan yang dianggap membahayakan bagi dirinya dan orang lain, mencegah klien meninggalkan rumah dan mengganggu orang lain, mencegah klien menyakiti diri sendiri seperti melakukan bunuh diri, dan karena ketidaktahuan serta ketidakmampuan keluarga menangani klien ketika sedang kambuh.Fakor kemiskinan dan rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab korban gangguan jiwa berat hidup terpasung. 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa saja faktor penyebab meningkatnya praktek pemasungan di Kabupaten Wonogiri? 1
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
2. Bagaimana tindakan penanggulangan praktek pemasungan di Kabupaten Wonogiri? 3. Bagaimana peran keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa khususnya di Kabupaten Wonogiri? 4. Bagaimana peran lembaga kesehatandalam menangani kasus pemasungan di Kabupaten Wonogiri? 5. Bagaimana dampak sosiologis dan yuridis pemasungan di Wilayah Kabupaten Wonogiri? 2.1 Definisi Kesehatan Jiwa Dan Gangguan Jiwa Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan social yang terlibat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Johnson, 1997, dalam Vedebeck, 2008). Menurut U.S. Department Of Health (1999, dalam Varcarolis, 2006) kesehatan jiwa didefinisikan sebagai suatu keberhasilan pencapaian fungsi mental, mampu untuk beraktifitas secara produktif menikmati hubungan dengan orang lain dan menerima perubahan atau mampu mengatasi hal yang tidak menyenangkan dimana individu dengan mental yang sehat memiliki kapasitas berpikir rasional, ketrampilan berkomunikasi, belajar, pertumbuhan emosional, kemampuan bertahan, dan harga diri. Menurut American Psychiatric Assosiaton (2000, dalam Varcarolis, 2006) gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distess dan disabilitas atau disertai peningkatan risiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas atau kehilangan kebebasan. Gangguan jiwa merupakan gejala yang dimanifestasikan melalui perubahan karakteristik utama dari kerusakan fungsi perilaku atau psikologis yang secara umum diukur dari beberapa konsep norma dihubungkan dengan distress atau penyakit, tidak hanya dari respon yang diharapkan pada kejadian tertentu atau keterbatasan hubungan antara individu dan lingkungan sekitarnya. (Kaplan dan Sadock (2007)). Gangguan mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan ISSN : 2355-1313
tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia.Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. 2.2. Definisi Pasung Dan Pemasungan Pasung adalah suatu tindakan memasang sebuah balok kayu pada tangan dan/atau kaki seseorang, diikat atau dirantai, diasingkan pada suatu tempat tersendiri di dalam rumah ataupun di hutan. Pemasungan bisa diartikan sebagai segala tindakan yang dapat mengakibatkan kehilangan kebebasan seseorang akibat tindakan pengikatan dan pengekangan fisik walaupun telah ada larangan terhadap pemasungan. Penyebab Tindakan Pemasungan Banyak alasan mengapa keluarga harus memasung, antara lain Mengganggu orang lain atau tetangga, Membahayakan dirinya sendiri, Jauhnya akses pelayanan kesehatan, Tidak ada biaya, Ketidakpahaman keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa. 3.1. Kerangka Teori, Kerangka Konsep, Hipotesis Dan Definisi Operasional A. Kerangka Teori Penelitian Keluarga merupakan “perawat” utama dan support system terbesar untuk klien. Gangguan jiwa yang dialami klien akan menimbulkan berbagai respon dari keluarga dan lingkungan, salah satunya berupa berupa pemasungan yang dilakukan oleh keluarga terhadap klien gangguan jiwa jika dianggap berbahaya bagi lingkungan. Pemasungan yang dilakukan oleh keluarga sangat dipengaruhi oleh perilaku keluarga yang diuraikan menurut teori Green (1980) meliputi predisposing factor, enabling factor dan reeinforcing factor. Konsep keluarga diuraikan melalui bebrapa aspek yaitu kemampuan, fungsi, peran, tugas dan karakteristik keluarga.Semua factor tersebut mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat klien gangguan jiwa. B. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya variable independen peneliti yang diteliti adalah aspek sosiologis kemandirian klien meliputi aktivitas sehari-hari yaitu mandi, 2
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
berpakaian, makan dan toileting sedangkan variable dependen dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan hubungan dengan klien), karakteristik klien (usia, jenis kelamin, lama menderita gangguan jiwa, rutinitas berobat, jumlah kekambuhan, lama diikat/pasung dan lama dilepas), dan pelayanan puskesmas yang diterima klien (kunujungan perawat, kunjungan kader dan pelayanan dari puskesmas meliputi pemberian psikofarmaka). C. Hipotesis 1. Ada hubungan karakteristik keluarga (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan hubungan lain dengan klien) terhadap aspek sosiologis dan yuridids pemasungan 2. Ada hubungan karakteristik klien (usia, jenis kelamin, lama menderita gangguan jiwa, rutinitas berobat, jumlah kekambuhan, lama diikat/dipasung, serta pelayanan kesehatan terhadap aspek sosiologis dan yuridis pemasungan. 3.2. Metodologi Penelitian A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan data intervensi semu untuk mengetahui pemahaman keluarga pasung terhadap pemasungan, mengetahui faktor penyebab dan karakteristik korban pasung. Penelitian ini juga mengukur tingkat kemandirian perawatan diri pada klien yang sudah lepas pasung dan yang masih dipasung di Kabupaten Wonogiri B. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan gejala/satuan yang ingin diteliti.Populasi penelitian ini adalah suluruh keluarga klien dengan pasung baik yang sudah dilepaskan maupun yang masih dipasung yang masih berdomisili di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Data terakhir yang didapatkan Dinkes Kabupaten Wonogiri terdapat 92 keluarga yang pernah melakukan pemasungan terhadap anggota keluarganya yang mengalami pemasungan. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik populasi yang diteliti. Pada penelitian ini diterapkan total sampling dimana yang menjadi sampel adalah semua anggota dengan anggota keluarga yang pernah dipasung dan yang nasih dipasung. Adapun karakteristik sampel untuk keluarga klien penelitian ini yang datanya akan dianalisis adalah sebagai berikut: ISSN : 2355-1313
1. Anggota keluarga yang tedekat dan terlibat dalam merawat klien 2. Bertanggung jawab terhadap klien dan tinggal bersama klien 3. Berusia lebih dari 18 tahun. 4. Bisa membaca dan menulis 5. Bersedia menjadi responden dalam penelitian C. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di tempat tinggal keluarga dan klien yang mengalami gangguan jiwa baik yang pernah dipasung maupun masih dipasung berlokasi di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan mudah mendapatkan izin penelitian, biaya penelitian yang terjangkau serta terbuka menerima perubahan baru yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan gangguan jiwa.Kabupaten wonogiri juga memiliki jumlah responden yang paling banyak dan memenuhi syarat serta di tempat ini belum ada riset tentang pasung. D. Waktu Penelitian Waktu penelitian dimulai Februari sampai Juni 2013 dimulai dari kegiatan penyusunan proposal, pengumpulan data sampai dengan pengolahan hasil serta penulisan laporan penelitian.Pengumpulan data dimulai Bulan April sampai Mei 2013. E. Etika Penelitian Peneliti menyampaikan surat permohonan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri.Setelah mendapat persetujuan peneliti mengkoordinasikan pelaksanaan intervensi dari puskesmas yang menjadi area penelitian. Rencana dan tujuan panelitian diinformasikan dengan keluarga melalui kunjungan rumah. Setiap responden diberi hak penuh untuk menyetujui atau menolak untuk menjadi responden dengan cara menandatangani informed concent atau sutrat pernyataan kesediaan yang telah disiapkan oleh peneliti. F. Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini berupa instumen yaitu : 1. Instrumen X Alat yang digunakan untuk mengetahui gambaran karateristik keluarga klien dan klien pasung meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, lama menderita gangguan jiwa, lama diikat atau dipasung dan lama dipasung. 3
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
2. Instrumen Y Alat yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman keluarga klien tentang pemasungan berkaitan dengan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa. G. Prosedur Pengumpulan Data 1. Persiapan Administratif a. Mengurus surat perijinan ke Bupati Wonogiri C.Q Kepala Kesbangpolinmas, tembusan Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri b. Melakukan koordinasi dengan tenaga kesehatan puskesma terkait. c. Mengambil data pada responden dengan cara menentukan calon responden yang memenuhi kriteria 2. Garis Besar Penyelesaian Masalah Dalam Penelitian a. Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: b. Melakukan studi pustaka mengenai tema penelitian. Untuk memahami permasalahan, metode yang akan digunakan, cara pengumpulan data, dan teknik pengolahan data. c. Melakukan penelitian secara langsung untuk mendapatkan data jumlah korban pemasungan dalam satuan waktu yang ditentukan d. Menyusun strategi pelepasan pasung dan pencegahan tindakan pemasungan kembali e. Menentukan hasil dan kesimpulan data penelitian. 4.1. Hasil Penelitian Uraian tentang hasil penelitian ini terdiri dari empat bagian yaitu proses pelaksanaan penelitian, karakteristik klien pasung dan keluarganya, aspek sosiologis yang berhubungan dengan klien pasungsertaaspek yuridis yang berhubungan dengan klien pasung. A. Proses Pelaksanaan Tinjauan Langsung Keluarga Pasung Persiapan pelaksanaan dimulai dengan penentuan responden yang memenuhi kriteria inklusi. Semua keluarga yang bersedia mengikuti kegiatan penelitian telah menandatangani pernyataan kesediaan (informed consent) yang diberikan oleh peneliti pada saat kunjungan kerumah rumah keluarga. ISSN : 2355-1313
Dalam penelitianminggu pertama dilakukan pengukuran awal untuk mengetahui data demografi kliendan keluarga.Pelaksanaan intervensi untuk keluarga dan klien berlangsung selama 4 minggu. Untuk mengefektifkan waktu penelitian yang cukup singkat, penelitimembuat jadwal penelitian berdasarkan lokasi wilayah kerja untuk setiapPuskesmas. Jadwal kunjungan untuk Senin, Selasa dan Rabu meliputi wilayah kerja PuskesmasTirtomoyo untuk 15 keluarga, Kamismerupakan jadwal kunjungan kunjungan wilayah kerja Puskesmas Ngadirojo untuk 4 keluarga,sedangkan Jum’at dan Sabtu adalah jadwal kunjungan wilayah kerja Puskesmas Baturetno untuk 9 keluarga. Materi yang disampaikan selama intervensi yaitu minggu ke I membahas tentang pengkajian masalah keluarga dan interaksi awal dengan klien pasung, minggu ke II membahas tentang karakteristik klien pasung dan keluarganya, minggu ke III membahas tentang manajemen stres keluarga dengan gangguan jiwa menurut aspek sosiologis, minggu ke IV membahas tentang manajemen stres keluarga dengan gangguan jiwa menuru t aspek yuridis. B. Karakteristik Klien Pasung Dan Keluarga nya 1. Karakteristik Klien Pasung Karakteristik klien pasung meliputi usia, lama menderita gangguan jiwa, rutinitas berobat, jumlah kekambuhan, kondisi pasungdan lama dipasung. Karakteristik klien yang berbentuk data numerik y aitu usia, lama menderita gangguan jiwa, jumlah kekambuhan dan lama dipasung dihitung dengan sentral tendensi (mean, median, standar deviasi serta nilai nilai minimal dan maksimal yang dijelaskan padatabel 5.1. Tabel 4.1 Analisis karakteristik klien pasung berdasarkan u sia, lama menderita gangguan jiwa, jumlah kekambuhan, dan lama di pasung di Kabupaten Wonogiri 2013 (n=28) Variabel N Usia 28 Lama sakit 28 Jumlah Kekambuhan 28 Lama Dipasung 28
Mean 35.75 11.65 4.15 8.55
Median Min-Maks 34.00 13-70 10.00 2-35 5.00 1-7 48 1-180
4
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Dari tabel 4.1. Diketahui data tidak terdistribusi normal dengan rata-rata usia klien35.7 tahun, lama menderita gangguan jiwa 11.65 tahun, jumlah kekambuhan 4.15 kali dan lama dipasung 8.55 bulan. Karakteristik jenis kelamin, rutinitas berobat dan kondisi pasung yang berbentuk data kategorik menjelaskan jumlah dan persentase masing-masing karakteristik tersebut yang secara rinci dijelaskan pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Distribusi frekuensi klien pasung berdasarkan je nis kelamin, rutinitas berobat dan kondisi pasung di Kabupaten Wono giri 2013(n=28) Karakteristik Klien
Jumlah N
%
Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
21 7
75.00 25.00
Rutinitas berobat : 1. Rutin 2. Tidak rutin
18 10
64.29 35.71
Kondisi Pasung : 1. Terpasung 2. Lepas Pasung
3 25
10.71 89.29
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar klien berjenis kelamin laki-laki (75%), 64.29%klien rutin berobat dan 10.71% klien masih berada dalam kondisiterpasung. 4.2. Pembahasan A. Hubungan Karakteristik Keluarga Klien Pasung dengan Aspek SosialDi Kabupaten Wonogiri. Hasil analisis hubungan karakteristik keluarga terhadap aspek sosiologis keluarga secara rinci dibahas sebagai berikut. 1. Usia Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara usia keluarga klien pasung dengan aspek sosial P value (< 0,05). Hal ini didukung oleh penelitian Magliano et al (1998) dan Webb et al (1998) yang menyatakan bahwa dukungan sosial , usia dan pendidikan berhubungan dengan tingkat beban keluarga. Penelitian Magliano tersebut mendukung hasil penelitian ini yang menemukan bahwa ratarata usia keluarga klien pasung 50.3 tahun dan mayoritas adalah orang tua klien. Menurut peneliti hal ini karena keluarga merupakan orang terdekat dari klien yang merasakan beban dari ISSN : 2355-1313
semua aspek karena keluarga yang merawat klien dengan gangguan jiwa tersebut. 2. Jenis kelamin Hasil analisis menunjukkan proporsi terbesar jenis kelamin keluarga klien pasung adalah perempuan. Hasil uji statistik yang dilakukan tidak terlihat ada perbedaan yang signifikan antara aspek sosial keluarga antara laki-laki dan perempuan (P value> 0.05). Hasil penelitian ini didukung oleh Szmukler et al (1996) dan Joice et al (2003) yang menyatakan bahwa tingkat beban keluarga lebih tergantung kepada pengalaman ‘caregiver’ dalam merawat dan tidak memandang apakah ‘caregiver’ tersebut berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Pengalaman tersebut dikonseptualisasikan sebagai sikap individu berhubungan dengan perannya dalam keluarga. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Fontaine dan Fletcher (2003) yang menyatakan bahwa kemampuan keluarga ditentukan oleh kemampuan untuk mamajemen stress yang produktif. Kelelahan fisik dan emosi selama merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa sering melanda keluarga karena berkurangnya stress tolerance. Menurut peneliti hal ini karena anggapan masyarakat bahwa perempuan lebih ahli dalam mengrus urusan rumah tangga serta lebih sabar dibanding dengan laki-laki.Hasil wawancara dengan anggota keluarga meskipun ada beberapa klien yang dirawat oleh ‘caregiver’ lakilaki tetapi tetap menunjukkan perubahan kearah yang lebih baik. 3. Pendidikan Hasil analisa menunjukkan bahwa proporsi pendidikan keluarga klien pasung mayoritas adalah SD yakni 70%.Hasil uji statistik yang dilakukan terlihat adanya perbedaan yang signifikan antara aspek sosial keluarga dengan tingkat pendidikan keluarga. (P value < 0.05) Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Redman (1993, dalam Potter, 2005) yang menyatakan pendidikan lebih tinggi akan memberikan pengetahuan yang lebih besar sehingga menghasilkan kebiasaan mempertahankan kesehatan yang lebih baik. Pada waktu individu menyadari tentang kesehatannya mereka cenderung mencari pertolongan secepatnya guna mengatasi masalah yang dihadapi.Sejumlah studi mengidentifikasi pentingnya pendidikan sebagai sumber koping dan pencegahan terhadap gangguan jiwa, bahkan dikatakan pendidikan lebih bermakna daripada tingkat penghasilan dalam menentukan penggunaan fasilitas 5
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
kesehatan jiwa.Individu dengan pendidikan lebih tinggi lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan jiwa daripada pendidikan rendah (Stuart & Laraia, 2005). Menurut peneliti hal ini terjadi karena keluarga dengan pendidikan tinggi lebih termotivasi dan lebih tinggi kesadarannya bahwa mencegah lebih baik daripada mengoobati.Hasil observasi selama pelaksanaan intervensi menemukan bahwa keluarga dengan tingkat pendidikan tinggi terlihat lebih aktif dalam memberikan umpan balik pada saat berdiskusi. 4. Pekerjaan. Uji statistik status pekerjaan keluarga klien pasung menunjukkan proporsi terbesar adalah bekerja.Analisis data ditemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan keluarga dengan aspek sosial keluarga.(P value < 0.05) Menurut peneliti hal ini karena lokasi tempat bekerja keluarga masih berada di sekitar tempat tinggal sehinnga keluarga masih bisa merawat klien sambil bekerja.Jenis pekerjaan tersebut diantaranya berjualan, bertani, berkebun, dan lainnya yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal. 5. Hubungan dengan Klien Hasil analisa menunjukkan bahwa mayoritas hubungan keluarga dengan klien adalah orangtua.Uji sataistik menunjukkan adanya hubungan yang bermakana antara hubungan dengan klien dengan aspek sosiologis keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Saunders (2003) yang menyatakan bahwa beben keluarga dirasakan lebih berat peda individu yang mempunyai hubungan langsung dengan klien dimana keluarga berusaha mencari koping yang dianggap paling efektif untuk mengatasi hal tersebut diantaranya melalui partisipasi dalam ‘support group’, meningkatkan spiritualitas. Berbagi dengan orang lain tentang apa yang dirasakan, perubahan gaya hidup dan latihan. Menurut peneliti hal ini terkait dengan rasa berduka dan kehilangan keluaraga terhadap klien sebelum mengalami gangguan jiwa dan saat ini telah kehilangan mimpi, harapan dan cita-citanya.Rasa cemas dan khawatir yang sering timbul sehingga menyebabkan perubahan perilaku atau sikap keluarga terhadap klien. B. Hubungan Karakteristik Keluarga Klien Pasung dengan Aspek Sosial Di Kabupaten Wonogiri. Hasil analisis hubungan karakteristik keluarga klien pasung dengan aspek sosial di Kabupaten Wonogiri secara rinci dibahas sebagai berikut. ISSN : 2355-1313
1. Usia Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara usiaklien pasung dengan aspek sosial.(P value< 0,05).Usia seseorang akan mempengaruhi koping yang dilakukan terhadap penyakit. Usia ketika mengalami gangguan jiwa merupakan alat prediksi yang kuat dalam prognosis gangguan tersebut. ( Buchanan& Charpenter, 2000 dalam Videbeck, 2008). Usia berkaitan erat dengan tingkt kedewasaan atau maturitas individu. Usia dewasa adalah tahapan menempatkan diri di masyarakat dan ikut bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dai masyarakat. Tahap ini merupakan tahap yang paling panjang dibandingkan taha perkembangan lainnya (Alwisol, 2006) Pernyataan diatas mendukung hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa rata-rata usia klien pasung adalah 35,7 tahun yang bisa dikategorikan dewasa. Menurut peneliti tanggung jawab untuk mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas pada masa dewasa lebih tinggi daripada klien yang berusia muda atau lebih tua. 2. Jenis Kelamin Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat Stuart dan Laraia (2005) yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai prevalensi yang sama ntuk mengidap penyakit jiwa. Hal yang sam dikemukakan Prawirohadikusumo (2003), pada klien skizofrenia antara laki-laki dan perempuan ditemukan hampir sama kemampuan yang dimiliki dan angka kejadiannya. Menurut peneliti tidak ada hubungan yang relevan dan tidak ada landasan teoritis yang menyatatakan keterkaitan jenis kelamin terhadap aspek sosial klien gangguan jiwa karena perlakuan dan tindakan keluarga yang menjadi pengaruh dalam merawat klien. 3. Lama menderita gangguan jiwa Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lama menderita gangguan jiwa klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Hal ini bertentangan dengan pendapat Stuart dan Laraia (2005) yang menyatakan bahwa waktu atau lamanya terpapar stressor, yakni terkai sejak kapan, sudah berapa lama dan berapa kali kejadian (frekwensi), akan memberikan dampak adanya keterlambatan dalam mencapai kemampuan dan kemandirian.. 6
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Tetapi hal ini didukung oleh pendapat Keliat (2003) yang menyatakan semakin singkat klien sakit dan terpapar dengan lingkungan pelayanan rumah sakit akan memberikan keuntungan kepada klien dan keluarga. Hal ini akan meminimalkan kemunduran fungsi sosial. Klien lebih mudah diarahkan dalam pemberian intervensi sehingga peningkatan kemampuan klien lebih cepat. Menurur peneliti meskipun mayoritas klien menderita gangguan jiwa dalam waktu yang cukup lama tetapi sebian besar dirawat oleh anggota keluarga dirumah. Hal ini memperkuat dugaan meskipun klien sudah lama menderita gangguan jiwa aktivitas sosial klien dapat ditingkatkan dengan bantuan dan dukungan optimal keluarga. 4. Rutinitas berobat Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas berobat klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue<0,05). Hasil penelitian ini didukung oleh Xiong et al (1994)terhadap 64 pasien dengan diagnosa schizofrenia di Cina yang dibagi secara acak menjadi 2 kelompok yaitu kelompok intervensi mendapat psikoedukasi keluarga dan obat dan kelompok kontrol yang hanya mendapat obat. Kelompok itervensi mendapat kunjungan rumah secara teratur, diskusi antara tenaga kesehatan dan keluarga, manajemen penyakit.Kelompok tersebut menunjukkan perubaha positif yang signifikan yang tidak ditemukan pada kelompok kontrol yang hanya mendapt obat.Perubahan tersebut berupa perbaikan status mental, peningkatan fungsi kerja dan ADL, serta penurunan gangguan perilaku. Menurut peneliti memang sebagian besar klien memang telah minum obat secara teratur setiap bulan, ada klien yang menolak minum obat dan ada juga yang tidak memiliki biaya untuk membeli obat sehingga klien tidak minum obat sama sekali. Dari laporan wawancara dengan keluarga didapatkan data bahwa sebagian klien rutin minum obat dan menunjukkan peningkatan kesehatan kearah yang lebih baik. 5. Jumlah kekambuhan Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara jumlah kekambuhan klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Kneisl, Wilson dan Trigoboff (2004) mengemukakan bahwa perawatan efektif yang berkelanjutan dapat menurunkan tingkat kekambuhan 30-40%. ISSN : 2355-1313
Menurut peneliti sebagian besar klien telah minum obat secara rutin sehingga jumlah kekembuhan klien gangguan jiwa dapat diminimalisir. 6. Kondisi pasung Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kondisi klien pasung dengan aspek sosial.(Pvalue<0,05). Sampai saat ini pengekangan dan pengikatan (restraint) terhadap penderita gangguan jiwa masih menjadi kontroversi.Restraint sebagai salah satu intervensi mamajemen mental akut memepunyai sejarah yang panjang seiring dengan keberadaan psikiatri (Paterson dan Duxbury, 2007). The Council of Europe Steering Committee on Bioethics Working Party on Psychiatry (2000) merekomendasikan pelatihan teknik ‘physical restraint’ harus diberikan untuk staf yang bekerja di unit mental akut. Pengekangan terhadap klien gangguan jiwa mempunyai prosedur dan evaluasi yang harus diikuti.Kondisi yang sering ditemui di komunitas, masyarakat sendiri melakukan pengikatan termasuk pemasungan terhadap warga yang menderita gangguan jiwa. Selama penelitian peneliti menemukan 3 orang klien yang masih dipasung dan 25 klien yang bebas dari pemasungan.Kondisi pemasungan ditemukan 2 orang klien diikat dengan rantai dan 1 orang klien dikurung di dalam ruangan tertentu di sekitar rumah. Hasil penelitian menunjukkan 25 klien yang bebeas dari pemasungan memiliki kemampuan sosial yang cukup optimal yanag dibuktikan dengan kemampuan perawatan diri yang baik serta komunikasi dengan mesyarakat yag cukup membaik. 7. Lama dipasung Hasil analisis menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara lamanya klien dipasung dengan aspek sosial.(Pvalue>0,05). Pemasungan klien gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap klien gangguan jiwa (biasanya yang berat) denagn cara dikurung, dirantai, kakinya dimasukkan ke dalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang. Ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung sembuh, tidak adanya biaya pengobatan, dan tindakan keluarga untuk mengamankan lingkungan merupakan penyebab keluarga melakukan pemasungan. (Depkes,2005). Menurut hasil wawancara dengan keluarga klien, mayoritas klien dipasung karena klien berusaha 7
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
untuk menyakiti keluarga dan orang lain, merusak barang-barang yang ada dirumah serta mencoba untuk melarikan diri dari rumah.Meskipun demikian klien masih dapat dirawat dengan baik oleh keluarga di rumah. C. Faktor Penyebab Meningkatnya Praktek Pemasungan Di Kabupaten Wonogiri Masalah kesehatan mental pada awalnya kurang mendapat perhatian oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri karena tidak langsung terkait oleh penyebab kematian.Perhatian terhadap masalah kesehatan mental meningkat setelah Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri melakukan pendataan tentang jumlah penderita gangguan jiwa dari laporan puskesmas setempat.Hasil pendataan tersebut menunjukkan bahwa ternyata gangguan jiwa di Wonogiri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Untuk mengetahui besarnya masalah gangguan jiwa di Kabupaten Wonogiri Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri melakukan study di setiap kecamatan Wonogiri, data menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 92 orang mengalami gangguan jiwa berat. Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan kematian namun menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan beban berat bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita tidak dapat lagi produktif.Hal ini yang menjadi faktor utama penyebab meningkatnya praktek pemasungan di Kabupaten Wonogiri.Semakin banyak masyarakat Wonogiri yang menderita penyakit jiwa dari tingkat yang paling ringan sampai berat mulai dari stress, panik, cemas depresi sampai hilang ingatan. Mayoritas keluarga klien pasung di Wonogiri mengatakan bahwa perawatan kasus psikiatri mahal karena gangguannya bersifat jangka panjang serta biaya yang harus ditanggung pasien tidak hanya meliputi biaya yang langsing berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga obat, jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnya seperti biaya transportasi ke rumah sakit dan biaya akomodasi lainnya.Sejalan dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat. D. Tindakan Penanggulangan Praktek Pemasungan Di Kabupaten Wonogiri Hasil dari studi penelitian ini menjelaskan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang ISSN : 2355-1313
direpresentasikan dengan tindakan pemasungan bukanlah hasil dari ketidakpedulian atau pengabaian keluarga atau penolakan terhadap perawatan kesehatan, tetapi lebih dianggap sebagai bentuk kelalaian pihak pemerintah Wonogiri tentang tanggung jawab mereka untuk menyediakan pelayanan dasar kesehatan jiwa.Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik dari berbagai pihak terkait untuk mengatasi hal ini dan melindungi hak asasi para korban pasung. Selama ini dinkes hanya punya proyeksi saja tanpa ada data riil. Menurut wawancara dari puskesmas bahwa yang dimaksud pasien adalah mereka yang datang ke tempat pelayanan kesehatan, jadi masih terdapat beberapa dari mereka yang dipasung tidak akan pernah terdata oleh para dokter puskesmas.Hal ini percuma saja, walaupun terdapat beribu-ribu tenaga medis disiapkan kalau tidak ada yang mau melihat masyarakatnya dan menunggu pasien di puskesmas saja. Beberapa strategi yang efektif dan berkesinambungan untuk menghapus praktek pemasungan adalah memastikan bahwa keluarga dan komunitas mampu serta mempunyai akses ke pelayanan kesehatan jiwa dengan menambah anggaran dana untuk pelayanan kesehatan jiwa, mendirikan Desa Siaga Sehat Jiwa dan mengadakan program CMHN (Community Mental Health Nursing) sehingga tidak ada lagi alasan bagi keluarga korban pasung di Wonogiri yang tidak mampu secara ekonomi untuk kesulitan mendapatkan akses kesehatan jiwa. E. Peran Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa Khususnya Di Kabupaten Wonogiri Penyelesaian masalah saat merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dapat ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keluarga. Beberapa data penelitian di lapangan sesuai dengan Green (1980, dalam Notoatmodjo.2000) yakni perilaku pemasungan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu predisposing factor (faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, sikap, sistem nilai tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, enabling factor (faktor pemungkin yang meliputi ketersediaan sarana prasarana, fasilitas kesehatan) dan reenforcing factor (faktor penguat yang meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan petugas kesehatan, undangundang dan peraturan pemerintah). Berdasarkan wawancara dengan keluarga korban pasung di Kabupaten Wonogiri 8
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
didapatkan data bahwa alasan keluarga melakukan pemasungan cukup beraneka ragam diantaranya untuk mencegah klien melakukan tindak kekerasan yang dianggap membahayakan bagi dirinya atau orang lain, mencegah klien meninggalkan rumah dan mengganggu orang lain, mencegah klien menyakiti diri seperti bunuh diri, karena ketidaktahuan serta ketidakmampuan keluaga menangani klien apabila sedang kambuh.Faktor kemiskinan serta rendahnya pendidikan keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan jiwa berat hidup terpasung.Padahal pemerintah Kabupaten Wonogiri menargetkan penderita gangguan jiwa yang selama ini terpasung bisa bebas pada akhir tahun 2013. Untuk itu peran keluarga sangat penting untuk mendukung terbebasnya kasus pasung di Wonogiri F. Peran Lembaga Kesehatan Dalam Menangani Kasus Pemasungan Di Kabupaten Wonogiri Akhir- akhir ini pasung mulai mendapat sorotan dari berbagai pihak di belahan bumi di dunia antara lain dengan didirikannya `The Pasung Research Group` pada bulan September 2008 yang merupakan kolaborasi dari berbagai bidang kesehatan di Indonesia seperti Kedokteran, Keperawatan, psikologi dan hukum. Tujuan dari didirikannya badan tersebut adalah untuk menghilangkan praktik pasung di Indonesia melalui penelitian pendidikan dan advokasi (The Pasung Research Group,2008). Kehadiran lembaga tersebut patut disambut gembira apalagi dengan melibatkan bidang keperawatan jiwa yang mempunyai peran yang cukup besar di hampir semua sistem pelayanan kesehatan. Dengan kata lain diharapkan perawat dapat memberikan pengaruh besar dalam mengurangi beban masyarakat karena gangguan jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia dapat dikatakan belum memuaskan. Dari segi pendanaan pemerintah hanya mengalokasikan anggaran dibawah 1% untuk penyakit jiwa dari total anggaran kesehatan di Indonesia (Irmansyah, 2006). Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa di Indonesia (PDSKJI), saat ini hanya tersedia skitar 8500 tempat tidur rumah sakit jiwa di seluruh Indonesia padahal jumlah gangguan jiwa berat di Indonesia diperkirakan sekitar 10 juta jiwa. Kabupaten Wonogiri masih kurang dalam hal pendanaan pemerintah berkaitan dengan penderita gangguan jiwa.Kondisi di atas masih ditambah dengan minimnya jumlah tenaga ISSN : 2355-1313
kesehatan yang bergerak di bidang kesehatan jiwa seperti psikiater dan perawat kesehatan jiwa di Kabupaten Wonogiri.Kecilnya anggaran untuk menangani gangguan jiwa berdampak pada pelayanan kesehatan di rumah sakit jiwa sehingga untuk mengatasinya diharapkan perbaikan di sektor masyarakat dan komunitas. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa peranan tenaga medis dalam menangani kesehatan jiwa sangat minim hal ini ditandai dengan frekuensi tenaga medis yang berkunjung ke rumah klien dengan gangguan jiwa sangat sedikit sekali, dalam kurun waktu 3 bulan hanya terdapat rata-rata 1-2 kali kunjungan tenaga medis ke rumah klien gangguan jiwa di Wonogiri, belum adanya Desa Siaga Sehat Jiwa serta program CMHN (Community Mental Health Nursing). G. Dampak Sosiologis Dan Yuridis Pemasungan Di Wilayah Kabupaten Wonogiri Padahal dengan cara itu secara tidak sadar keluarga telah memasung fisik dan hak asasi penderita hingga menambah beban mental dan penderitaannya. Ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung sembuh, tidak adanya bisaya pengobatan dan tindakan keluarga untuk mengamankan lingkungan merupakan penyebab masyarakat Kabupaten Wonogiri melakukan pemasungan. Dari sampel 28 orang klien yang dikunjungi didapatkan 3 penderita pasung dari Kecamatan Ngadirojo 1 orang, Kecamatan Baturetno 1 orang dan Kecamatan Tirtomoyo 1 orang. Tindakan kejam dan tidak berperikemanusiaan ini sangat bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia bahkan untuk seorang klien gangguan jiwa yang notabene juga seorang manusia dengan segala hak dasar yang dimilikinya.Salah satu rumah klien yang telah dikunjungi didapatkan klien yang meninggal sewaktu masih dalam pengekangan.Praktek tersebut membangkitkan perhatian terhadap hak asasi manusia. Pernyataan diatas sesuai dengan kondisi yang sering dialami oleh klien gangguan jiwa di Kabupaten Wonogiri tentang peraturan yang berhubungan dengan penderita gangguan jiwa dan hak-hak mereka.Untuk menghapus praktek pasung diperlukan kolaborasi dan kerjasama multisektoral, serta diberlakukannya sanksi hukum yang terhadap pelaku praktek pasung untuk membangkitkan kesadaran dan pengertian masyarakat. 9
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Kesimpulan Karakteristik keluarga klien dengan pasung adalah sebagai berikut : rata-rata usia keluarga klien pasung 50tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan dengan agama yang dianut keluarga adalah Islam, pendidikan keluarga rata-rata SD, mayoritas keluarga bekerja sebagai petani, sedangkan untuk hubungan dengan klien didapatkan yang terbanyak adalah orang tua. Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas keluarga klien adalah berusia lanjut dengan pendidikan dan penghasilan rendah 2. Karakteristik klien dengan pasung adalah sebagai berikut : rata-rata usia klien pasung 35 tahun, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan dengan lama rata-rata menderita gangguan jiwa 11 tahun, agama yang dianut klien adalah Islam, pendidikan klien rata-rata SMA , sebagian besar klien rutin berobat dengan jumlah kekambuhan 4 kali, sebanyak 3 orang klien masih dalam kondisi terpasung dan rata-rata lama klien dipasung 8 tahun. 3. Empat aspek sosiologis berhubungan dengan usia, rutinitas berobat, aktivitas pasung dan kondisi pasung 4. Lima aspek yuridis berhubungan dengan usia, aktivitas pasung, rutinitas berobat, lama pemasungan, serta pendidikan.
[6]
1.
[7] [8] [9]
[10]
[11]
[12]
[13] [14]
[15]
[16]
DAFTAR PUSTAKA [17] [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Kaplan & Sadock.(2007). Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis. (Jilid 1). Jakarta: Bina Rupa Aksara Maramis, Willy F. (2010). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya. Airlangga University Press Maslim, Rusdi.(2001). Diagnosis gangguan jiwa : Rujukan ringkas dari PPDGJ - I,Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya Minas, H. &Diatri, H. (2008). Pasung: Physical Restraint and Confinement of The Mentally Ill in The Community. http://creativecommons.org. Diperoleh tanggal 19 Maret 2013 Santrock, John W, (2002). Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
ISSN : 2355-1313
[18] [19]
[20]
[21]
[22]
[23] [24]
The Pasung Research Group. (2008). http://www.cimh.unimelb.edu.au . diperoleh tanggal 15 Maret 2013 Videbeck, Shejla L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Santrock, J. W. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2010, hal. 224-225. Coleman, J.C : Abnormal Psychology and Modern life. Taraporevala Sons & Co., Bombay,1970. hal. 121. Budi Ana Keliat, Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa, Buku Kedokteran,1992 Antai Otong Deborah (1995). Psychiatric Nursing.Philadelphia : W.B. Company Gestrude K. Mc. Farland (1991). Psychiatric Mental Health Nursing.Philadelphia : J. B. Lippincot Company W.E., Maramis, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga Press, Surabaya, 1990 John Santrock, Psychology The Sciences of Mind and behavior, University of dallas, Brown Publiser , 1999 Hunsberg and Abderson (1989).Psychiatric Mental Health Nursing, Philadelphia : W.B. Saunders Company. Clinton and Nelson, Mental Health Nursing Practice, Prentice hall Australia, Pty Ltd. 1996 Stuart Sundeen, Pocket Guide to Psychiatric Nursing, Mosby year 1995 Stuart Sundeen, Psychiatric Nursing, Mosby year, 1995 Antai otong (1994) Psychiatric Nursing :Biological and Behavioral Concepts. Philadelpia: W B SaundersCompany Lefley (1996).Family Caregiving in Mental Illness.London : SAGE Publication Maccoby, E, 1980, Social Development, Psychological Growth and the Parent Child Relationship, HarcourtJovanovich, Newyork Stuart GW Sundeen, 1995, Principle and practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, St. Louis Hurlock, 1999, Psikologi Perkembangan, Erlangga, Jakarta http://www.jatengprov.go.id/?document_ srl=28779 Diakses 29 Mei 2013 pukul 23.00 10
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tablet Penambah Darah Dengan Kejadian Anemia Di Puskesmas Sragen Sarifah Pamungkas1, Wahyuni2, Sri Dayaningsih3 Poltekes Kesehatan Sukoharjo Abstact: In Sragen regency at 2013, from january – to october 2013 indicate that all of anemia expectant mother totally 121 expectant mother. From totaly all of anemia expectant mother and infected anemia with Hb < 11 gr% (DKK, 2013). One of the cause dead of a pregnant mother is anemia, prevention can be provide enough food containing iron blood tablet added by consumption. Destination: To know the relationship of the level of knowledge of pregnant mother about blood enhauncer tablets with the incidence of anemia in Local Government Sragen. Research Methods : Observasional A nalitic, with Cross Sectional. Conclusion: The level of knowledge of pregnant mother about blood enhauncer tablet that incudes, interpretation, purpose, how consumption, side effect, symptom, cause, to know that 44 people (51,8%), have low knowledge 34 people (40%), have average knowledge 7 people (8,2%) have high knowladge. Key words : The Level of Knowledge, Pregnan Mother, Blood Enhancer tablets, Anemia. Abstaksi: Di Kabupaten Sragen tahun 2013, bulan Januari – Oktober tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah seluruh ibu hamil yang anemia sebanyak 121 ibu hamil. Dari keseluruhan ibu hamil anemia dan yang mengalami anemia yaitu dengan Hb < 11gr% (DKK, 2013). Salah satu penyebab kematian pada ibu hamil adalah anemia, pencegahan bisa dengan memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi dan dengan mengkonsumsi tablet penambah darah. Tujuan : Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penembah darah dengan kejadian anemia di P.uskesmas Sragen Metode Penelitian : Observasional Analitic, dengan pendekatan Cross Sectional Kesimpulan : Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah yang meliputi: pengertian, tujuan, cara konsumsi, efek samping, gejala, sebab, dosis diketahui bahwa 44 orang (51,8%) memiliki pengetahuan rendah, 34 orang (40%) memiliki pengetahuan sedang, 7 orang (8,2%) memiliki pengetahuan tinggi. Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Ibu Hamil, Tablet Penambah Darah, Anemia 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan dapat dilihat dari tinggi rendahnya angka kematian ibu dan bayi. Berdasarkan penelitian (World Health Organization) WHO diseluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000 jiwa per tahun. Kematian maternal dan bayi tersebut terjadi terutama di negara berkembang sebesar 99%. Sebaran kematian ibu di Indonesia bervariasi antara 130 dan 780 dalam 100.000 persalinan hidup. Kendatipun telah dilakukan usaha yang intesif dan bersamaan dengan makin menurunnya angka kematian ibu dan bayi disetiap rumah sakit, kematian ibu di Indonesia masih berkisar 425 per 100.000 persalinan hidup. Sedangkan kematian bayi berkisar 56 per 10.000 persalinan hidup (Manuaba, 2010). Salah satu penyebab kematian pada ibu hamil adalah anemia dalam kehamilan. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut “potential danger to mother and child” ISSN : 2355-1313
(potensi membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan. Menurut WHO kejadian anemia berkisar antara 20 dan 89% dengan menetapkan Hemoglobin (Hb) 11gr% sebagai dasarnya (Manuaba, 2010). Begitu seriusnya masalah anemia pada kehamilan yang memberikan pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam masa nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia seperti abortus, partus prematurus, partus lama karena inersia uteri, perdarahan postpartum karena atonia uteri, syok, infeksi (intrapartum maupun postpartum). Anemia sangat berat dengan Hb kurang dari 4gr/100 ml dapat menyebabkan dekompensasi kordis (Sarwono, 2005) Berdasarkan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional tahun 2010 di 440 kota per Kabupaten di 33 Provinsi di Indonesia oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI mengungkapkan bahwa secara nasional prevalensi anemia di perkotaan mencapai 14,8%. Hasil penelitian yang dilakukan oleh PT.Merck TbK di Jawa Timur tahun 2010, 11
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
yang melibatkan 5959 peserta ibu hamil menunjukkan bahwa angka kejadian anemia cukup tinggi yaitu sebanyak 33%. Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik tahun 2011, jumlah seluruh ibu hamil sebanyak 20.785 ibu hamil, 11gr% sebanyak 1100 ibu hamil. Di Puskesmas Sukomulyo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik tahun 2011, menunjukkan bahwa jumlah seluruh ibu hamil sebanyak 87 ibu hamil dan yang mengalami anemeia yaitu dengan kadar Hb <11gr% sebanyak 19 ibu hamil. Sedangkan Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen di dapatkan data bahwa Puskesmas Sragen menunjukkan kejadian anemia yang tertinggi pada bulan JanuariOktober tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah ibu hamil yang anemia sebanyak 121 ibu hamil dengan anemia ringan, dan 11 ibu hamil dengan anemia berat. Berdasarkan data diatas, angka kejadian anemia pada ibu hamil masih tinggi. Mengingat oleh adanya anemia selama kehamilan serta masih tingginya angka prevalensi anemia pada ibu hamil di Puskesmas Sragen maka peneliti tertarik untuk melakukan judul: “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tablet Penambah Darah dengan Kejadian Anemia di Puskesmas Sragen.” 1.2. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia di Puskesmas Sragen? Manfaat a. Khususnya asuhan kebidanan pada ibu hamil, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa mengkonsumsi tablet penambah darah dengan tepat dan teratur dapat mengurangi timbulnya kejadian anemia pada ibu hamil. b. Agar dapat menambah wawasan untuk menciptakan pelayanan yang bermutu dan berkualitas. 2.1. Kehamilan a. Pengertian Kehamilan Kehamilan merupakan proses yang alamiah (normal) dan bukan proses patoligi, tetapi kondisi normal dapat menjadi patologi/ abnormal. Menyadari hal tersebut dalam melakukan asuhan tidak perlu melakukan intervensi-intervensi yang tidak perlu kecuali ada indikasi (Kusmiyati dkk, 2009; h. 1). b. Tanda-tanda kehamilan menurut (Kusmiyati dkk. 2009; h. 93) 1) Tanda yang tidak pasti : ISSN : 2355-1313
2)
a) Amenorhae : terlambatnya haid. b) Mual dan muntah : mual dan muntah merupakan gejala umum, mulai dari rasa tidak enak sampai muntah yang berkepanjangan. Untuk mengatasinya maka perlu diberi makanan yang ringan, mudah dicerna. c) Konstipasi : Ini terjadi karena efek relaksasi pregesteron atau dapat juga karena perubahan pola makan. d) Perubahan berat badan : Pada kehamilan 2-3 bulan sering terjadi penurunan berat bedan, karena nafsu makan menurun dan sering terjadi mual muntah. Pada bulan selanjutnya berat badan akan meningkat sampai stabil menjelang aterm. e) Mastodinia : adalah rasa kencang dan sakit pada payudara disebabkan payudara membesar karena pengaruh hormon estrogen dan progesterone. f) Keluhan kencing : frekuensi kencing bertambah dan sering kencing pada malam hari. g) Perubahan pada uterus : uterus mengalami perubahan pada ukuran, bentuk dan konsistensi, uterus burubah menjadi lunak, bentuknya globular. h) Perubahan temperatur basal : Kenaikan temperature basal lebih dari 3 minggu biasanya merupakan telah terjadi kehamilan. Tanda pasti kehamilan : a) Denyut jantung janin : Dapat didengar dengan menggunakan stetoskop laenec atau dengan menggunakan stetoskop ultrasonic (doppler). Dan dapat mengidentifikasi bunyi seperti: bising tali pusat, bising uterus, dan denyut jantung janin. b) Palpasi : Biasanya dilakukan pada minggu ke 22. Dan gerakan janin dapat dirasakan dengan jelas setelah minggu ke 24. c) Ultrasonografi (USG) : Pada minggu ke 6 sudah terlihat adanya kantung kehamialan. d) Rontgenografi : Tulang-tulang janin tampak setelah minggu ke 12 – 14. Pemeriksaan ini hanya boleh dikerjakan bila terdapat keraguan dalam diagnosis kehamilan dan atas indikasi yang mendesak 12
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
c.
sekali, sebab janin sangat peka terhadap sinar X. Pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi menurut Kusmiyati dkk. 2009; h. 38.
Kehamilan normal biasanya berlangsung kirakira 10 bulan lunar atau 9 bulan kalender, atau 40 minggu atau 280 hari. Lama kehamilan dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir (HPMT). Akan tetapi konsepsi terjadi sekitar 2 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir. Dengan demikian umur janin pascakonsepsi ada selisih kira-kira 2 minggu, yakni 266 hari atau 38 minggu. Usia pasca konsepsi ini akan digunakan untuk mengetahui perkembangan janin. Pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu, keadaan janin itu sendiri dan plasenta sebagai akar yang akan memberikan nutrisi. Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan menjadi tiga tahap penting yaitu tingkat ovum (telur) umur 0-2 minggu, embrio (mudigah) antara 3-5 minggu, janin (fetus) sudah berbentuk manusia dan berumur diatas 5 minggu. 2.2. Tablet penambah darah ataau zat besi a. Pengertian 1) Pengertian tablet penambah darah antara lain: a) untuk pembentukan darah; b) Dalam bentuk tablet atau pil yang berisi 60mg zat besi dan 500mikro gram asam folat dan berwarna merah; c) Untuk mencegah dan mengatasi kurang darah atau anemia (Siti, 2013) 2) Tablet Tambah Darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat (Wardhani, 2011) b. Tujuan mengkonsumsi Untuk mencegah ibu hamil terkena anemia, mencegah penurunannya konsentrasi, iritabilitas, sakit kepala, perdarahan, pucat, pecah-pecah di ujung mulut, kulit kering, rapuhnya rambut dan kuku (Septian, 2013) c. Cara konsumsi Pil atau tablet tambah darah diperlukan waktu hamil paling sedikit 1 tablet setiap hari selama 90 hari. Dan cara mengkonsumsi 1) Diminum sesudah makan malam atau menjelang tidur 2) Hindari minum dengan air teh, kopi dan susu karena dapat ISSN : 2355-1313
menganggu proses penyerapan. 3) Hendaknya meminum dengan vitamin c misalnya dengan air jeruk 4) Segera minum pil setelah rasa mual, muntah menghilang (Siti, 2013) d. Efek samping Efek samping dari pil atau tablet tambah darah ini adalah : 1) kadang dapat terjadi mual; 2) muntah; 3) perut tidak enak; 4) susah buang air besar; 5) tinja berwarna hitam. Namun hal ini tidak berbahaya (Siti, 2013)
e. Tanda-tanda gejala kurang darah
1) 5L : lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai 2) Kelopak mata pucat, bibir lidah telapak tangan dan kulit pecah 3) Pusing dan mata berkunangkunang 4) Nafsu makan turun (Siti, 2013) f. Sebab-sebab kurang darah 1) Kurang makan makanan yang kaya akan zat besi seperti ikan segar, hati, daging ayam 2) Kurang makan makanan yang mengandung sumber vitamin c seperti jeruk, pepaya dan tomat serta buah-buahan lainnya. 3) Meningkatnya kebutuhan zat besi dalam tubuh terutama pada hamil. 4) Kurangnya konsumsi sayuran hijau (Siti, 2013) 2.3. Anemia a. Pengertian Anemia adalah kekurangan gizi dimana gizi tersebut berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena gangguan absorbsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, vitamin B6, yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hemoglobin. Vitamin C dapat mempengaruhi absorbsi dan pelepasan besi kedalam jaringan tubuh dan vitamin E yang mempengaruhi stabilitas membran sel darah merah (Almatsier, 2009; h. 258). b. Tanda dan Gejala Menurut Helen Varney (2007; h. 623) gejala anemia adalah sebagai berikut : letih, sering mengantuk, pusing, lemah, nyeri kepala, kulit pucat, luka pada lidah, konjungtiva pucat, bantalan kuku pucat, tidak ada nafsu makan, mual dan muntah. c. Penyebab Menurut Mulyana(2011), penyebab anemia adalah: 13
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
1) Berkurangnya pembentukan sel darah merah: a) kekurangan zat besi; b) Kekurangan vitamin B12; c) Kekurangan asam folat; d) Kekurangan vitamin C; e) Penyakit kronik. 2) Meningkatnya penghancuran sel darah merah: a) Pembesaran limpa; b) Kerusakan mekanik pada sel darah merah. d. Kadar Normal Hemoglobin (Hb) Untuk mengetahui seorang ibu hamil mengalami anemia atau tidak, mka dapat dilihat batasan kadar hemoglobinnya. Terdapat kriteria batas normal kadar Hb berdasarkan umur dan jenis kelamin. e. Derajat Anemia Tabel 2.2 Klasifikasi Anemia Menurut Kadar Hemoglobin 11 gr% Tidak anemia 9-10 gr% Anemia ringan 7-8 gr% Anemia sedang < 7 gr% Anemia berat (Manuaba, 2010; h. 239).Resiko anemia pada kehamilan Anemia atau kekurangan zat besi yang parah atau tidak diobati selama kehamilan dapat meningkatkan resiko seperti : 1)Bayi prematur atau berat lahir rendah; 2) transfusi darah (jika kehilangan sejumlah besar darah selama persalinan; 3) depresi pasca melahirkan; 4) bayi dengan cacat lahir yang serius pada tulang belakang atau otak (Jendela infomasi kesehatan, 2013). Selain itu dampak anemia menurut PDGMI, 2013 antara lain: 1) gagal jantung pada ibu; 2) kelahiran prematur; 3) hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak; 4) abortus; 5) lamanya waktu persalinan karena kurang daya dorong rahim; 6)perdarahan post partum; 7) infeksi; 8) syok dan kematian ibu saat persalinan, 9) perdarahan saat persalinan; 10) kematian bayi dalam kandungan. f. Macam-macam Anemia Menurut Nursalam, dkk, 2005; h. 124-128, macam-macam anemia adalah : 1) Anemia Defisiensi Zat Besi Adalah suatu keadaan yang terjadi karena kekurangan zat besi yang merupakan bahan utama pembentukan sel dalah merah. Penyebab anemia defisiensi zat besi adalah: asupan yang kurang mengandung zat besi terutama pada fase pertumbuhan, penurunan absorbsi karena kelainan pada usus atau karena banyak mengkonsumsi teh, kebutuhan ISSN : 2355-1313
yang meningkat pada anak sehingga memerlukan nutrisi yang lebih banyak. 2) Anemia Megaloblastik Anemia megaloblastik adalah anemia yang disebabkan karena kekurangan asam folat.Disebut juga dengan anemia defisiensi asam folat. Asam folat berfungsi sebagai sintesis DNA dan RNA yang penting untuk metabolism inti sel. Beberapa penyebab dari anemia megaloblastik adalah karena asupan asam folat yang kurang (pemberian nutrisi yang tidak seimbang), gangguan absorbs atau adanya gangguan pada gastrointestinal, pemberian obat yang menghambat kerja asam folat. 3) Anemia Aplastik Merupakan anemia yang ditandai dengan pansitopenia (penurunan jumlah semua sel darah) dan menurunnya selularitas sumsum tulang. Sehingga hal tersebut akan menghambat produksi sel darah merah. Adapun beberapa penyebab terjadinya anemia aplastik adalah: a) Menurunnya jumlah sel induk yang merupakan bahan dasar sel darah. b) Adanya radiasi dan kemoterapi yang lama yang mengakibatkan infiltrasi sel. c) Penurunan poitin yang berfungsi untuk merangsang sel-sel darah dalam sumsum tulang. d) Adanya sel inhibitor (T. Limphosit) sehingga menghambat maturasi sela dalam sumsum tulang. 4) Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran eritrosit yang berlebihan akan mempengaruhi fungsi hepar, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bilirubin. Dalam keadaan normal sel darah merah mempunyai waktu hidup 100120 hari.Penyebab anemia hemolitik diduga karena adanya kelainan rantai Hemoglobin (Hb), infeksi, sepsis dan penggunaan obatobatan. 5) Anemia Pernisiosa Anemia pernisiosa terjadi karena kekurangan vitamin B12.Vitamin B12 berfungsi untuk metabolism jaringan saraf dan pematangan normoblas. Selain asupan yang kurang, anemia pernisiosa disebabkan karena adanya kerusakan lambung, sehingga lambung tidak dapat mengeluarkan secret yang berfungsi untuk absorbs B12. 6) Anemia Sickle Cell Anemia yang terjadi karena sintesa Hemoglobin (Hb) abnormal dan mudah rusak.Anemia jenis ini merupakan penyakit 14
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
keturunan.Secara garis besar anemia Sickle Cell ini menyerupai anemia hemolitik. g. Pencegahan dan Pengobatan 1) Pencegahan Untuk menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data-data dasar kesehatan umum calon ibu tersebut. Dalam pemeriksaan kesehatan disertai pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya infeksi parasit. (Manuaba, 2010; h. 240). Di daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Notoadmodjo, 2010). h. Cara Mengukur Anemia Untuk mengetahui penyebab anemia, harus dilakukan pendekatan diagnostik secara bertahap dengan mengumpulkan data klinis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Pemeriksaan kadar Hemoglobin (Hb) di lapangan umumnya menggunakan tiga metode, yaitu : kertas saring (talquist), sahli dan system hemocue. Tetapi metode umum yang direkomendasikan untuk digunakan pada survey prevalensi anemia pada populasi adalah system hemocue dengan metode Cyanmethemoglobin (UNICEF, UNU, WHO, 2001 dalam Anomin 2004) menggunakan metode sahli adalah sebagai berikut : 1) Alat dan bahan a) Hb sahli (tabung reagen, pipet penghisap, pengaduk, hydrochloric acid (Hcl), aquades, standar warna, pipet tetes); lancet blood, tupres, kapas kering, bengkok. 2) Prosedur tindakan a) Isi tabung reagen dengan hydrochloric acid (Hcl) sampai batas angka 2. b) Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan tupres, usap darah yang pertama kali keluar dengan kapas kering. Lalu hisap darah yang keluar dengan menggunakan pipet penghisap sampai batas garis biru. c) Memasukkan darah ke tabung reagen, lalu aduk dan diamkan 2-3 menit. d) Encerkan secara perlahan dengan aquades, lalu amati pada standar warna hingga mempunyai kemiripan warna. Baca hasil pemeriksaan dengan melihat skala pada tabung reagen. ISSN : 2355-1313
Jadi pada prinsipnya metode sahli dilakukan dengan mengencerkan darah menggunakan larutan hydrochloric acid (Hcl). Larutan campuran tersebut diencerkan dengan aquades sampai warnanya sama dengan warna batang standar warna, kemudian kadar hemoglobin (Hb) dapat ditentukan (Indiawati, 2002 dalam Anonim, 2004). Sistem hemocue adalah metode kuantitatif yang reliabel untuk menentukan kadar hemoglobin pada survey di lapangan, yang didasari oleh metode cyanmethemoglobin. Sistem hemocue terdiri dari perangkat yang portabel, fotometer yang diaktifkan dengan baterai, dan alat untuk pengumpulan darah. Metode cyanmethemoglobin untuk menentukan kadar hemoglobin adalah metode laboratorium terbaik untuk pemeriksaaan kuantitatif hemoglobin, sehingga dianjurkan oleh World Health Organization (WHO). Metode ini merupakan rujukan untuk perbandingan dan standarisasi metodemetode yang lainnya. Caranya adalah : sejumlah darah dilarutkan dengan reagen dan kadar hemoglobin akan diketahui setelah beberapa waktu secara akurat dengan bantuan fotometer (UNICEF, UNU, WHO, 2001 dalam Anonim, 2004). Keberadaan fotometer yang saat ini masih sangat cukup mahal, sehingga tidak semua laboratorium memilikinya.Mengingat hal diatas penelitian dengan metode sahli masih digunakan pada saat ini (Supariasa, 2002 dalam Anonim, 2004). 3. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tablet Penambah Darah dengan Kejadian Anemia Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah berada dibawah angka normal. Menurut Santoso dan Ranti, 2004; h. 81, hemoglobin mempunyai fungsi untuk mengangkut oksigen ke otak yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik tubuh.Penelitian yang dilakukan oleh Mardiwiono 2007, menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan status anemia dalam kehamilan. 3.1. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : Ada hubungan antara tingkat pengetahyan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia di Puskesmas Sragen. 3.2. Rancangan Penelitian 1. Jenis / Desain Penelitian Penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia 15
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
dilakukan dengan jenis penelitian secara observasional dan dengan menggunakan metode pendekatan secara cross sectional yaitu peneliti melakukan observasi dan pengukran variable dilakukan pada satu waktu saja, sehingga hanya dilakukan satu pengukuran saja (Setiawan dan Saryono, 2011; h. 85). 2. Populasi, Sampel dan Tekhnik Sampling a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil di Puskesmas Sragen yang berjumlah 560 ibu hamil b. Sampel Untuk menghitung jumlah sampel, peneliti menggunakan perhitungan sampel dengan rumus Slovin (Nasir, 2011). Rumus Slovin adalah sebagai berikut : n
= = =
= = 85 Keterangan n : Ukuran Sampel N : Populasi (560) d : batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan yaitu 10% (0,1) Dari perhitungan sampel menggunakan rumus Slovin didapatkan 85 sampel dari 560 populasi. c. Teknik Sampling Peneliti menggunakan teknik Acidental dengan cara dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi meliputi : 1) Ibu hamil yang berada di wilayah Puskesmas Sragen 2) Ibu hamil yang bersedia menjadi responden 3) Ibu hamil dengan kadar Hemoglobin (Hb) < 11 gr/dl 4) Ibu hamil yang tidak memiliki gangguan psikologis Kriteria eksklusi meliputi : 1) Ibu hamil yang mempunyai komplikasi dalam kehamilan. ISSN : 2355-1313
A. Definisi Operasional Menurut Saryono dan Setiawan, 2011; h. 104, definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel.
B. Ruang Lingkup Penelitian 1. Tempat : Lokasi penelitian di Puskesmas Sragen 2. Waktu : Oktober 2013 – Juni 2014 C. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulakan data (Saryono dan Setiawan, 2011; h. 110). 1. Uji validitas Untuk menguji validitas instrument, peneliti mengguankan product moment dengan bantuan program computer SPSS for Windows. Rumus product moment adalah sebagai berikut:
Keterangan: N : Jumalah responden : Koefisien korelasi product rxy moment x : Skor pertanyaan y : Skor total xy : Skor pertanyaan dikalikan skor total setelah diperoleh harga r, kemudian hasilnya dikolerasikan dengan harga r product moment, jika rhitung ≥ rtabel maka dikatakan butir soal itu valid (Notoatmodjo, 2005). Hasil analisis uji coba validitas butir pertanyaan diperoleh kesimpulan bahwa dari 20 butir pertanyaan yang diujicobakan, semua pertanyaan valid dan tidak ada butir pertanyaan yang tidak valid . semua pertanyaan tersebut dinyatakan valid karena nilai R hitungnya lebih besar dari nilai R tabelnya yaitu 0.361. Ke 20 pertanyaan yang valid tersebut digunakan untuk pertanyaan penelitian. 2. Uji Reliabilitas Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan Alpha Chronbach dengan bantuan program computer SPSS for Windows. Rumus alpha Chronbach adalah sebagai berikut:
Keterangan: 16
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
r11 : Reliabilitas instrumen k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal Σσb2 : jumlah varian butir Σt2 : varians total Kuesioner dikatakan reliable jika memiliki alpha minimal 0,6. Sehingga untuk mengetahui kuesioner reliable atau tidak dengan melihat besarnya nilai (Riwidikdo, 2010). Hasil uji reliabilitas angket yang dihitung dengan rumus koefisen alpha cronbach dihasilkan nilai r-hitung = 0.781. Suatu angket dikatakan reliabel jika nilai r-hitung > r-tabel. Hasil perhitungan reliabilitas menunjukkan bahwa nilai r-hitung = 0.781 > 0.6. Berdasarkan kriteria diatas maka dapat disimpulkan angket pertanyaan dinyatakan reliabel. D. Pengolahan Dan Analisa Data 1. Jenis pengolahan data meliputi: a. Data Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau di kumpulkan. Setelah kuesioner terkumpul, pengecekan untuk meneliti apakah semua item pertanyaan yang diajukan telah terjawab dengan lengkap dan benar sehingga terdapat kekurangan atau ketidaksamaan dapat segera dilengkapi dan disesuaikan. b. Data Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Memberikan kode atau simbul tertentu untuk setiap jawaban dalam kuesioner yang telah diberikan kepada responden untuk memudahkan dalam analisis data. c. Data Entry Data entry adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan kedalam master teble atau database computer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi. 2. Teknik Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, baik variabel independen atau tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia maupun variabel dependen yaitu kejadian ISSN : 2355-1313
anemia dengan menghitung presentase. b. Analisis Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan adalah tabulasi silang dua variabel dependen dan independen. Analisis bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia di Puskesmas Sragen, adalah menggunakan metode analisis data non parametrik dengan uji statistik yang digunakan adalah uji spearmen/rank, dengan derajat kemaknaan (α) 5% atau (0,05). Alasan penggunaan uji spearmen/rank adalah menguji dua variabel dengan skala ordinal (Hidayat, AA., 2010; h.140). Rumus Spearman : Zhitung = Keterangan : rs : nilai korelasi spearman rank n : jumlah pasangan rank untuk spearman Ho diterima jika Zhitung< Ztabel yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia. Ha diterima jika Zhitung> Ztabel yang artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia. Jika Zhitung= Ztabel maka hasil yang diperoleh bias atau factor pengganggu lebih kuat. Sehingga peneliti perlu melakukan observasi kembali pada responden. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan program SPSS untuk melakukan uji korelasi spearman/rank. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan syarat, Ha diterima jika pvalue variabel < derajat kemaknaan (α) 0,05 atau 5% yang artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia. Ho diterima jika p-value variabel ≥ derajat kemaknaan (α) 0,05 atau 5% yang artinya tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet 4.1. Pembahasan Hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat pengetahuan ibu tentang tablet penambah darah mayoritas memiliki pengetahuan rendah, minoritas memiliki pengetahuan tinggi. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, 17
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinganya. Pengetahuan/kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003;h. 11). Pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: umur; tingkat pendidikan; sumber informasi; penghasilan (Notoatmodjo, 2003; h. 11). Hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas ibu hamil mengalami anemia ringan dan minoritas ibu hamil mengalami anemia berat. Setiap ibu hamil sebaiknya diberikan sulfas ferrosus cukup satu tablet sehari, selain itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Notoadmojo, 2010). Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang banyak akan mempunyai pengetahuan yang luas. Pengetahuan ibu hamil tentang anemia sangatlah penting terutama mengenai tablet penambah darah, agar ibu hamil tidak mengalami anemia dalam kehamilan.Hal ini sesuai dengan pernyataan Notoadmojo (2007) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan kesadaran. Hasil uji statistik menggunakan spearman’s rho diperoleh nilai koefisien korelasi bernilai negatif yang berarti semakin baik pengetahuan maka kejadian anemia cenderung ringan dan begitu pula sebaliknya. Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar ibu hamil mempunyai pengetahuan rendah tentang tablet penambah darah. Hasil ini mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mardiwiono, 2007 menunjukkan hasil penelitian bahwa ada Hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia dengan status anemia dalam kehamilan di Puskesmas Kalibawang. Ibu hamil cukup mengetahui bahwa tablet penambah darah sangatlah penting bagi ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia selama kehamilan. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal dan non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi yang baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, majalah, radio dan lain-lain yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan pendapat orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal yang baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. Apabila status ekonomi ISSN : 2355-1313
baik tingkat pendidikan maka akan meningkatnya pengetahuan. Dan pendidikan mempengaruhi proses belajar makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah mendapatkan informasi (Notoatmodjo S, 2003). A. Keterbatasan Peneliti Dalam peneliti ini, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki peneliti. Keterbatasan ini berkaitan dengan minimnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki peneliti. Peneliti ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner sehingga informasi data yang didapatkan hanya sebatas yang ditulis dalam jawaban kuesioner sehingga tidak bisa menggali informasi yang lebih dalam dari responden. Kemungkinan responden saling bertanya antara sesama responden dan kemungkinan responden menjawab secara acak karena hanya terdiri dari alternatif jawaban benar atau salah sehingga apa yang dituliskan sebagian jawaban belum tentu hasil pemikirannya sendiri. 5.1. Kesimpulan 1. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah yang meliputi: pengertian, tujuan, cara konsumsi, efek samping, tanda dan gejala, dosis di ketahui bahwa 44 orang (51,8%) memiliki pengetahuan rendah, 34 orang (40,0%) memiliki pengetahuan sedang, 7 orang (8,2%) memiliki pengetahuan tinggi. 2. Mayoritas responden mengalami anemia ringan yaitu sebanyak 50 orang (58,8% ) dan minoritas mengalami anemia berat sebanyak 7 orang (8,2%). 3. Hasil perhitungan statistik diperoleh kesimpulan ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu hamil tentang tablet penambah darah dengan kejadian anemia. Semakin rendah pengetahuan ibu maka kejadian anemia cenderung tinggi, demikian sebaliknya semakin tinggi pengetahuan ibu maka kejadian anemia cenderung renda DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
Almatsier, 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; h.251-258. Arisman. 2009. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC; h.172. 18
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 –2014 - ijmsbm.org
[3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17]
Arsulfa. 2004. Karakteristik ibu hamil dengan anemia. Yogyakarta. Kusmiyati dkk.2009. Perawatan ibu hamil. Edisi l, Yogyakarta: Fitramaya; h. 1; 38; 53; 93. Manuaba, IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB. Jakarta: EGC; h239; 240. Nasir, dkk. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan I. Yogyakarta: Haikhi. Notoatmodjo S, 2003. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta; h.11-17. Septian, D. 2013. Anemia pada Kehamilan. Yogyakarta: Jurnal Kesehatan. Siti, S. 2013. Anemia pada Kehamilan. Jakarta: Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1. h. 18-20 Wardhani, M. 2011. Zat Besi dalam Kehamilan. Jakarta: Jurnal Kesehatan. 2007. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Mulyana, A. 2011. Anemia Kehamilan. .Jakarta: Salemba Medika. Nursalam, dkk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika; h. 124-128. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; h. 185; 775; 777; 778. Saifudin, AB. 2009. Ilmu Kebidanan Edisi. 4 Cetakan.2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; h. 188 Santoso, Ranti. 2004. Kesehatan dan gizi. Jakarta: Rineka Cipta; h. 165-176. Varney, H. 2007. Buku ajar asuhan kebidanan. Edisi.4 vol. 1. Jakarta:EGC; h.623.
ISSN : 2355-1313
19
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Analisa Pengadaan Obat Dengan Metode Analisa Abc Di Apotek Yudhistira Periode 1 September 2013 – 28 Februari 2014 Agil Wijayanti1, Cipto Priyono2 Program Sudi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Background: Yudishthira Pharmacy is one of pharmacy established has been supported from clinic medhis Yudishthira and responsible for providing service to patients in the clinic medhis, therefore procurement of drugs in pharmacies Yuhistira should be analyzed completely. Objective: The research aimed to analyze the process of procurement of drugs in Yudhishthira pharmacy with ABC analysis method started from : period September 2013 - February 2014. Methods: The research were one type of non-experimental studied with a descriptive analysis used quantitative data. How processing data began with the collection of drug consumption for the period 1 September 2013 - 28 February 2014 from all kinds of recipes. Results: The results were obtained 203 kinds of medicinal items, group A total of 14 items with a value of 69.30% and absorb investment budget of Rp 63,327,681, group B were 24 items with an investment of 20.37% and absorb a budget of Rp 18 617. 414 and group C as many as 165 items with an investment of 10.33% and absorb budget of Rp 9,441,644. Conclusion: A drug’s group had been consuming the bigest budget, therefore a group of drugs should be strictly controlled, then B drug’s group not tightly controlled drugs to than group A, while for group C would be easier controled. The Medications needed to be reduced if the budget was not sufficient funds with the aim to conserve and facilitate drug control budget. Keywords: Drug Procurement, ABC Analysis, Pharmacy Yudhishthira ABSTRAKSI: Latar Belakang: Apotek Yudhistira merupakan apotek yang didirikan sebagai sarana penunjang dari klinik medhis Yudhistira yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan resep terhadap pasien di klinik medhis, oleh karena itu pengadaan obat di Apotek Yuhistira harus benarbenar dianalisa. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses pengadaan obat di Apotek Yudhistira dengan metode analisa ABC periode 1 September 2013 – 28 Februari 2014 Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dengan analisa secara deskriptif dengan menggunakan data kuantitatif. Pemrosesan data dimulai dengan pengumpulan data konsumsi obat selama periode 1 September 2013 - 28 Februari 2014 dari semua jenis resep. Hasil: Dari hasil penelitian diperoleh 203 macam item obat, kelompok A sebanyak 14 item dengan nilai investasi 69,30% dan menyerap anggaran Rp 63.327.681, kelompok B sebanyak 24 item dengan nilai investasi 20,37% dan menyerap anggaran sebesar Rp 18.617.414 dan kelompok C sebanyak 165 item dengan nilai investasi sebesar 10,33% dan menyerap anggaran Rp 9.441.644. Kesimpulan: Obat kelompok A memakan anggaran paling besar oleh karena itu obat kelompok A harus dikendalikan dengan ketat, obat kelompok B tetap dikendalikan tapi tidak seketat obat kelompok A dan untuk obat Kelompok C lebih longgar pengendaliannya. Obat-obat yang perlu dikurangi jika anggaran dana tidak mencukupi dengan tujuan untuk menghemat anggaran dan mempermudah pengendalian obat. Kata Kunci: Pengadaan Obat, Analisa ABC, Apotek Yudhistira 1.1. PENDAHULUAN Secara umum apotek mempunyai dua fungsi, yaitu memberikan layanan kepada masyarakat sekaligus sebagai tempat usaha yang menerapkan prinsip laba. Dengan kata lain, apotek merupakan perwujudan dari praktek kefarmasian yang berfungsi melayani kesehatan masyarakat sambil mengambil keuntungan secara finansial dari transaksi kesehatan tersebut. Kedua fungsi tersebut bisa dijalankan secara beriringan tanpa meninggalkan satu sama lain. Meskipun sesungguhnya mencari laba, namun apotek tidak boleh mengesampingkan peran utamanya dalam melayani kesehatan masyarakat (Bogadenta, 2013). ISSN : 2355-1313
Namun kedua fungsi tersebut bisa dijalankan dengan baik jika apotek memiliki pengelolaan manajemen yang baik, ini memiliki hubungan erat dengan kemajuan erat dengan berkembangnya sebuah organisasi atau badan usaha seperti apotek. Apotek yang mampu berkembang dan maju tidak lepas dari pengelolaan manajemen yang baik. Manajemen pengelolan memang menjadi kunci bagi perkembangan sebuah usaha dan organisasi (Bogadenta, 2013). Dunia farmasi, khususnya apotek merupakan lahan bisnis yang amat menggiurkan dan membuat orang tertarik untuk melakukan investasi didalamnya. Hal ini wajar, mengingat dunia kesehatan sepertinya 17
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
tidak pernah mati karena merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang penting. Hal tersebut juga ditunjang dengan adanya kenyataan bahwa permintaan obat dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan. Realitas ini kemudian membuat banyak investor menanamkan modalnya ke apotek. Akan tetapi tidak sedikit diantara mereka yang kemudian gulung tikar lantaran menajemennya buruk, oleh karena itu manajemen pengelolan apotek harus benar – benar diperhatikan mulai dari perencanaan sampai dengan pengadaan (Bogadenta, 2013). Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari kekosongan obat. Kendala yang sering terjadi pada tahapan perencanaan adalah merencanakan obat lebih banyak dan memilih jenis item obat yang kurang tepat, sehingga sering terjadi duplikasi. Selain itu juga pemilihan obat-obat yang harganya mahal, padahal tersedia obat-obat yang lebih murah. Hal ini menyebabkan beberapa obat terlalu banyak direncanakan pembeliannya dan beberapa obat terlalu sedikit direncanakan pembeliannya (Quick, 1997). Obat yang sering keluar (fast moving) harus selalu disediakan di Apotek, dan obat yang jarang keluar (slow moving) perlu dipertimbangkan untuk perencanaan pengadaannya supaya tidak terjadi pemborosan obat rusak atau obat ED karena terlalu lama disimpan di gudang. Selain itu tim perencanaan pengadaan obat juga harus menyeimbangkan antara dana apotek dengan pembelian. Supaya apotek tidak merugi karena pembelian lebih besar dari pada dana yang dipunyai apotek (Permatasari, 2013). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisa perencanaan obat yaitu dengan menggunakan metode Analisa ABC. Analisa ABC dapat digunakan untuk mengevaluasi aspek ekonomi dari perencanaan pengadaan obat. Dengan Analisa ABC dapat diidentifikasi obat-obat yang memakan biaya besar karena penggunaannya banyak atau harganya mahal, untuk selanjutnya dievaluasi lebih lanjut. Dengan menggunakan Analisa ABC, manajemen pengadaan obat dapat berkonsentrasi mengadakan obat yang fast moving (pengeluarannya cepat) dan disesuaikan dengan anggaran dana yang dimiliki supaya semua berjalan dengan efektif dan efisien (Quick, 1997). ISSN : 2355-1313
Apotek Yudhistira merupakan apotek yang didirikan sebagai sarana penunjang dari klinik medhis Yudhistira. Apotek Yudhistira memberikan pelayanan resep dari semua dokter-dokter di klinik medhis Yudhistira, oleh karena itu, untuk dapat menjalankan dan memenuhi kebutuhan pelayanan obat, Apotek Yudhistira harus melakukan pengadaan perbekalan farmasi. Sebelum melakukan pengadaan, Apotek Yudhistira membuat perencanaan pengadaan perbekalan farmasi untuk menentukan jenis dan jumlah sediaan yang akan diadakan. Proses perencanaan ini perlu dilakukan analisa dan evaluasi lebih lanjut untuk mengetahui apakah perencanaan yang telah dibuat sudah sesuai dengan kebutuhan dan anggaran dana yang tersedia. Data yang digunakan adalah data konsumsi obat dari bulan September 2013 sampai dengan Februari 2014. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisa pengadaan obat dengan menggunakan analisa ABC , untuk mengetahui jumlah dan jenis obat apa saja yang mempunyai nilai pemakaian dan investasi yang besar, dan selanjutnya dapat digunakan dalam perencanaan pengadaan obat sebagai pertimbangan untuk pengadaan kedepannya. 1.2. Tujuan Penelitian 1. Menganalisa proses perencanaan pengadaan obat di Apotek Yudhistira dengan analisa ABC periode bulan 1 September 2013 – 28 Februari 2014. 2. Mengetahui obat-obat yang mempunyai nilai pemakaian dan investasi besar, supaya obat-obat tersebut harus tersedia di Apotek Yudhistira Surakarta. 1.3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Apotek Yudhistira, Jl. Yudhistira no.25 Serengan Surakarta, pada bulan Januari - Februari 2014 dengan mengambil data konsumsi obat periode September 2013 - Februari 2014. Penelitian ini merupakan jenis penelitian noneksperimental dimana data-data yang dibutuhkan sudah tersedia tanpa proses manipulasi perlakuan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa data kuantitaif. Populasi Dan Sampel Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah semua resep yang terlayani di Apotek Yudhistira tanpa mengambil sampel. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang terlibat yaitu : 18
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
1. variabel tercoba yang digunakan adalah jenis item obat. 2. variabel teramati yang digunakan adalah klasifikasi yang diamati, yaitu golongan obat kelas A, B atau C. Teknik Analisis Data Data utama yakni data konsumsi obat pasien klinik medhis Yudhistira yang diperoleh dari data entry resep pasien yang dilayani oleh Apotek Yudhistira selama bulan September 2013 - Februari 2014. Sedangkan data harga pembelian obat diperoleh dari Kepmenkes No 092/ Menkes/SK/II/ 2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012 dan harga obat yang diperoleh dari ISO 2011/2012. Data mengenai proses perencanaan pengadaan diperoleh dari pengalaman dan pengetahuan selama penulis bekerja diklinik medhis Yudhistira. Klasifikasi
Banyak Nilai Item Investasi
% Serapa n Dana
% Kumulati f
A
14
Rp 63.327.681
69,30
< 69,30
B
24
Rp 18.617.414
20,37
89,67
C
97
Rp 9.441.644
10,33
100
Jumlah
135
Rp 91.386.739
100
100
Pengelompokan jumlah item obat antara yang diresepkan dan tidak diresepkan berdasarkan jumlah item obat: Obat
Banyak Item
Diresepkan
135
Tidak diresepkan
68
Total Item
203
Dari data tersebut selanjutnya dilakukan proses pengolahan data dengan mengkalikan jumlah konsumsi obat dengan harga beli obat dan diperoleh anggaran total pembelian seluruh item obat. Kemudian setiap item obat diurutkan dari item obat yang membutuhkan ISSN : 2355-1313
dana paling besar hingga item obat yang membutuhkan dana paling kecil. Anggaran per item obat dibandingkan dengan anggaran total pembelian lalu dihitung nilai persentasenya. Selanjutnya dihitung persentase kumulatif dan dilakukan analisa ABC. Dari nilai persentase kumulatif tersebut kemudian dilakukan analisa data dengan mengelompokkan obat menjadi kategori A, B dan C. Obat kelompok A menyerap dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan, obat kelompok B menyerap dana sekitar 20%, dan obat kelompok C menyerap dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. 2.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari hasil penelitian, pengelompokan obat untuk pelayanan resep di Apotek Yudhistira dengan Analisa ABC berdasarkan nilai investasi dan persentase serapan dana periode 1 September 2013 – 28 Februari 2014 adalah sebagai berikut: Pembahasan Pengadaan bertujuan untuk menetapkan jumlah obat dan jenis obat yang sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan apotek, agar tidak terjadi kekosongan obat atau kelebihan obat. Apabila tidak dilakukan pengadaan dengan baik maka akan terjadi kekosongan obat yang akan mempengaruhi pelayanan juga pendapatan apotek dan apabila terjadi kelebihan obat dapat menyebabkan kerusakan obat maupun obat ED karena terlalu lama di simpan dalam gudang. Pada penelitian ini analisa pengadaan obat dilakukan dengan metode ABC. Analisa ABC adalah analisa yang digunakan untuk mengevaluasi aspek ekonomi dan untuk mengetahui obat-obat yang mempunyai serapan dana dari yang terendah sampai yang tertinggi, ditinjau dari jumlah pemakaian dan harga obat. Peneliti tidak menggunakan analisa VEN dikarenakan dengan analisa VEN hanya untuk memprioritaskan kebutuhan. Dengan menggunakan analisa ABC ini dapat diketahui jumlah dan jenis obat yang digunakan sebagai acuan untuk perencanaan pengadaan obat, sehingga pelayanan apotek dapat berjalan nyaman karena obat-obat yang memang dibutuhkan tersedia di apotek , dan obat-obat yang slow moving (keluarnya lambat) dapat terkontrol dengan baik karena dalam pengadaannya menyesuaikan kebutuhan dan jumlah pengeluaran bulan sebelumnya. Sehingga stok obat tidak terlalu berlebihan karena disesuaikan dengan kebutuhan. 19
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Pengadaan dengan metode analisa ABC mempunyai kekurangan dan kelebihan, yaitu diantaranya: Kekurangan dari analisa ABC yaitu: 1. Analisa ABC hanya mengevaluasi obat dari sisi pemakaian dan nilai investasi, serta sisi ekonomi untuk apotek saja. 2. Analisa ABC tidak bisa menyaring atau menyeleksi semua obat karena penyeleksian berdasarkan pemakaian saja, jika obat tidak pernah keluar maka obat tidak muncul dalam hasil akhir. 3. Tidak bisa menganalisa perencanaan obat-obat yang jarang keluar atau jarang dipakai meskipun obat tersebut bersifat life saving atau emergency. Kelebihan analisa ABC yaitu sebagai berikut : 1. Membantu mempermudah dalam menyeleksi obat, dan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengadaan obat 2. Memberikan perhatian pada item obat yang dapat memberikan investasi yang besar untuk apotek 3. Dapat memanfaatkan anggaran dana apotek, sehingga dapat mengembangkan apotek menjadi semakin lebih berkembang dan maju 4. Pelayanan apotek semakin baik dengan obat-obat yang lengkap sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perencanaan pengadaan obat di Apotek Yudhistira, untuk mempermudah pengadaan obat dan untuk mempermudah menyeleksi jumlah dan jenis obat yang harus disediakan di apotek. Jenis penelitian ini adalah penelitian non eksperimental dengan analisa secara diskriptif. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data berupa jumlah konsumsi obat yang digunakan untuk pelayanan obat diklinik medhis Yudhistira selama periode Septembar 2013 – Februari 2014. Selanjutnya data konsumsi obat ini dikalikan dengan harga beli obat. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 hingga diperoleh nilai persentase kumulatifnya. Dari nilai persentase kumulatif ini kemudian dilakukan analisa ABC untuk mengevaluasi proses perencanaan pengadaan obat berdasarkan aspek ekonominya denganmengelompokkan obat-obat tersebut ke dalam kategori A, B dan C. Obat kelompok A menyerap dana sekitar 70% dari total dana konsumsi obat. Obat kelompok B menyerap dana sekitar 20% dari total dana konsumsi ISSN : 2355-1313
obat dan oabt kelompok C menyerap dana sekitar 10% dari total dana konsumsi obat. Dari data hasil penelitian dengan analisa ABC di Apotek Yudhistira dapat diketahui bahwa Apotek Yuhistira menyediakan 203 item obat dengan perincian sebanyak 135 item obat diresepkan dan 68 item obat tidak diresepkan, dalam pengadaannya selama enam bulan dikeluarkan biaya anggaran dana sebesar Rp 91.386.739 dan untuk obat kelompok A memakan biaya sebesar Rp 63.327.681 dengan persentase 69,30% dari total biaya keseluruhan, namun dengan jumlah item obat yang paling sedikit jika dibandingkan dengan kelompok obat B dan C. Hal ini berarti obatobat kelompok A memakan anggaran paling banyak dalam pengadaannya bukan karena harganya yang mahal saja namun juga karena jumah pemakaiannya cukup banyak dan dapat disimpulkan bahwa obat-obat kelompok A benar-benar dibutuhkan dalam pelayanan obat untuk pasien di klinik medhis Yudhistira, sehingga persediaannya harus tetap ada. Obat kelompok B memakan anggaran biaya pengadaan Rp 18.617.414 dengan persentase 20,37% dari total biaya keseluruhan. Jumlah item obat yang masuk dalam kelompok B, nilainya lebih besar dibandingkan dengan kelompok A, namun lebih sedikit jika dibandingkan dengan kelompok C. Obat kelompok C memakan anggaran biaya pengadaan Rp 9.441.644 dengan persentase 10,33% dari total biaya keseluruhan, paling sedikit jika dibandingkan dengan kelompok obat A dan B namum jumlah item obat yang masuk dalam kelompok C paling besar jika dibandingkan dengan kelompok A dan B. Dari hasil analisa juga didapatkan banyak item obat yang tidak keluar atau tidak diresepkan oleh dokter-dokter di klinik medhis yudhistira yang sebagian besar adalah obat dari dokter umum dikarenakan dokter umum jarang memberikan obat tersebut kepasien atau untuk kasus penyakit tertentu yang mungkin jarang ditemui di klinik. Obat-obat yang tidak diresepkan itu kesemuanya termasuk obat kelompok C dan pengadaan untuk obat-obat tersebut bisa dihentikan dulu untuk menghemat anggaran yang tersedia. 3.1. kesimpulan 1. Gambaran Pengadaan obat di Apotek Yudhistira a. Pengadaan obat di Apotek Yudhistira menggunakan metode konsumsi yang dilakukan dengan tetap 20
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
mempertimbangkan pola penyakit dan sisa stok yang ada. b. Pengadaan di Apotek Yudhistira dilakukan dari kebutuhan yang sudah direncanakan melalui Analisa ABC. 2. Hasil evaluasi pengadaan obat di Apotek Yudhistira berdasarkan analisa ABC periode 1 September 2013 – 28 Februari 2014 adalah sebagai berikut: a. Obat kelompok A terdiri dari 14 item dengan nilai investasi 69,30%. Obat kelompok B terdiri dari 24 item dengan nilai investasi 20,37%. Obat kelompok C terdiri dari 165 item dengan nilai investasi 10,33%. b. Total anggaran dana untuk pengadaan di Apotek Yudhistira periode september 2013 – februari 2014 adalah Rp 91.386.739 dan untuk obat kelompok A memakan anggaran dana sebesar Rp 63.327.681, obat kelompok B memakan anggaran dana sebesar Rp 18.617.414, dan untuk obat kelompok C memakan anggaran dana sebesar Rp 9.441.644. 3.2. Saran 1. Perlu adanya penelitian untuk menganalisa pengadaan obat di Apotek Yudhistira dengan analisa kombinasi ABC dan VEN sehingga dapat mengevaluasi dari aspek ekonomi dan kekritisan suatu obat dalam pengobatan suatu penyakit. 2. Perlu adanya standar terapi pengobatan yang pasti sebagai panduan pengobatan yang rasional, serta sebagai pertimbangan pengadaan obat. 3. Perlu adanya kendali biaya dan kendali mutu dalam pangadaan obat di Apotek Yudhistira. 4. Obat-obat kelompok A harus dikendalikan dengan ketat karena harganya mahal. Sedangkan obat kelompok B tetap perlu dikendalikan namun tidak seketat obat kelompok B dan obat kelompok C bisa lebih longgar pengendaliannya. 5. Obat-obat yang perlu dikurangi jika anggaran dana tidak mencukupi yakni obat-obat paten yang produk generiknya juga tersedia baik itu pada kelompok A, B, atau C dengan tujuan untuk menghemat anggaran dan mempermudah pengendalian obat REFERENSI [1] Anief, M. 2007a. Farmasetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. ISSN : 2355-1313
[2]
[3]
[4]
[5]
Anief, M. 2008b. Manajemen Farmasi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Anief, M. 2008c. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta Bogadenta, Aryo. Manajemen Pengelolaan Apotek. D-Medika: Yogyakarta. Hidayati, Nurilla. 2009. Pengendalian Persediaan Obat. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Jakarta
[6]
Quick, J.D., 1997, Managing Drug Suplly, Jonathan. D., (Eds), Second Edition, Reursod and Expanded, Kumarin Press, USA
[7]
Yustina dan Sulasmono, 2008. Apotek. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
[8]
Departemen Kesehatan RI, 1993. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993; Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta : Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
[9]
Departemen Kesehatan RI, 2003. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003; Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah. Jakarta: Depkes RI
[10]
Departemen Kesehatan RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Depkes RI
[11]
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009. tentang Kesehatan. BPOM. Jakarta: Depkes RI.
[12]
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2008. Informasi Spesialite Obat Indonesia . Jakarta: ISFI
[13]
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2003. Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. Jakarta: ISFI
[14]
Maimun, Ali. 2008. Perencanaan Obat Antibiotik Berdasarkan Kombinasi Metode Konsumsi dengan Analisis ABC dan Reorder point terhadap Nilai Persediaan dan Turn Over Ratio di 21
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Instalasi Farmasi RS Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal, Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. [15]
Permatasari, A. A. 2013. Analisa Perencanaan Pengadaan Obat Berdasarkan Analisa ABC di Apotek Jati Medika Grogol Sukoharjo Bulan Juli – Desember 2012. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia: Sukoharjo
[16]
Riolita, M. 2013. Analisa Perencanaan Obat untuk Program Jamkesmas Berdasarkan Analisa ABC di Instalasi Farmasi RSUD Sukoharjo Periode Juli – Desember 2012. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi DIII Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret: Surakarta
[17]
Indriawati, Cut Safrina. 2001. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah Wates. Tesis. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
[18]
Parasuraman, A., V.A. Zeithml, dan L.L. Berry. 1985. A Conceptual Model Of Service Quality and Its Implication for Future Research. Journal of Marketing, vol. 49.
[19]
Ridwan. 2007. Http://Ridwanamiruddin.Com/20 07/04/26/Strategi-PerencanaanKesehatan/ (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013).
[20]
Yessi.2011.MetodeKombinasi.http://ye ssykh.blogspot.com/2011/12/spesialite -alat-kesehatan.html.Diakses 21 Maret 2012
ISSN : 2355-1313
22
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Formulasi Bentuk Sediaan Krim Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn) Hasil Isolasi Metode Maserasi Etanol 90% Agung Dwi Atmoko1, Anom Parmadi2 Program Sudi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Also called betel leaf (Piper betle Linn.) Is an Indonesian native plants that grow vines or leaning on other plants. Srih leaves contain many beneficial substances, saponins, flavonoids, tannins and essential oils contained in essential oils. These herbs are generally used to treat nose bleeds, acne, cough, sore cavities. To be more practical use in the treatment of the betel leaf extract is made in cream. Cream has several advantages such as easy to spread evenly, practical, easy to clean or wash,how work progresses on the local network, not sticky, and can provide a sense of cool. This type of researchisnon-experimental studies conducted laboratory by maceration method for penyarian. The yield obtained from the maceration extractionis 2.19% w/w. organoleptic of the preparation cream is yellow ish green, smell the scent of jasmine, test the acidic pH 5, the homogeneity test cream evenly dispersed and noparticles are left behind so that the cream said to be homogeneous, ie cream type M/A, spread cream no-load power after replication performed three times was 7,6 cm², the power spread cream 0.5 grams and 50 grams plus expenses after replication three times is 10,07 cm², and a power spread of cream 0.5 grams to100 grams plus expenses after replication three times is 15,01 cm², the adhesion of the preparation of cream replicated three times were 5,4 seconds, and to test the protective power is that it can provide pretty good protection. ABSTRAKSI: Daun sirih atau disebut juga (Piper Betle Linn.) merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada tanaman lain. Daun Sirih mengandung banyak zat-zat yang bermanfaat, saponin, flavonoid, tanin dan minyak atsiri terkandung dalam minyak atsiri. Tumbuhan ini pada umumnya digunakan untuk mengobati hidung berdarah, jerawat, batuk, sakit gigi berlubang. Agar penggunaan dalam pengobatan lebih praktis maka ekstrak daun sirih dibuat dalam sediaan krim. Krim memiliki beberapa kelebihan seperti mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket, dan dapat memberikan rasa dingin. Jenis penelitian ini merupakan penelitian non experimental yang dilakukan dilaboratorium dengan metode maserasi untuk penyarian. Rendemen yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan maserasi adalah 3,54% b/b. Organoleptis dari sediaan cream adalah berwarna hijau kehitaman, bau aroma melati, uji pH 6 yaitu bersifat asam, uji homogenitas yaitu cream terdispersi merata dan tidak ada partikel yang tertinggal sehingga cream dikatakan homogen, tipe cream yaitu M/A, daya sebar cream tanpa beban setelah dilakukan replikasi sebanyak tiga kali adalah 7,6 cm², daya sebar cream 0,5 gram dan ditambah beban 50 gram setelah dilakukan replikasi sebanyak tiga kali adalah 10,57 cm², dan daya sebar dari cream 0,5 gram dengan ditambah beban 100 gram setelah melakukan replikasi sebanyak tiga kali adalah 15,01 cm², daya lekat dari sediaan cream dari hasil replikasi sebanyak tiga kali adalah 5,4 detik, dan untuk uji daya proteksi adalah tidak memberikan proteksi yang cukup baik. 1.1. PENDAHULUAN Salah satu tanaman obat yang sejak zaman nenek moyang kita telah dimanfaatkan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit adalah daun sirih atau disebut juga (Piper Betle Linn.). Daun sirih tumbuh merambat atau bersandar pada tanaman lain. Tanaman ini berasal dari bagian timur pantai Afrika ini ternyata juga berkhasiat sebagai obat. Baik obat luar maupun dalam. Daun sirih dalam bahasa Latin dikenal dengan nama Piper Betle Linn. Daun sirih mempunyai ciri-ciri helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berambut
ISSN : 2355-1313
sangat pendek. Daun sirih pada umumnya dimanfaatkan pada penyembuhan hidung berdarah, jerawat, sakit gigi berlubang, dan batuk. Masyarakat menggunakannya daun sirih dengan cara tradisional. Untuk pengobatan luka dengan digiling kemudian ditempelkan pada luka dan dibalut dengan kain bersih. Penggunaan daun sirih untuk penyembuhan luka dapat dipermudah dengan dibuat dalam bentuk sediaan krim. Ekstrak daun sirih pada praktikum ini dibuat dalam bentuk sediaan krim karena memilik beberapa kelebihan antara lain; 1) mudah menyebar rata, 2) praktis, 3) mudah dibersihkan atau dicuci, 4) cara kerja
23
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
berlangsung pada jaringan setempat, 5) tidak lengket terutama tipe m/a, 6) memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m, 7) digunakan sebagai kosmetik, 8) bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. Krim merupakan sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Krim terdiri dari dua tipe krim, tipe A/M yaitu air terdispersi dalam minyak dan tipe M/A, yaitu minyak terdispersi dalam air.
1.
Hasil Sediaan Krim Bobot sediaan krim yang dihasilkan : Sediaan krim 1 : 5,56 g Sediaan krim 2 : 5,86 g Sediaan krim 3 : 5,70 g Uji evaluasi sediaan krim ekstrak daun Sirih (Piper Betle Linn.
a.
b.
Tabel 4.2 Analisis Hasil Uji Evaluasi Sediaan Krim Ekstrak Daun Sirih No 1.
Uji evaluasi • rim I
1.2. METODE PENELITIAN Tempat dilakukannya praktikum adalah di Laboratoium Kimia Farmasi Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia.Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan April sampai bulan Mei 2014 Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah daun sirih yang diambil dari salah satu pasar di Sukoharjo, yaitu dengan ciri-ciri daun sirih yang segar, utuh dan tidak cacat.
Organoleptis a.
Bentuk
b. Warna c.
Bau
a. Bentuk b. Warna c. Bau •
2.
Uji
1.
Saponin
2.
Flavonoid
Analisa Kualitatif Zat + NaNo2 + CH3COOHÆMerah Tidak dilakukan
Polifenol
Tidak dilakukan
Krim Hijau kekuningan
rim I 6
• rim II • rim III
6 6
Homogenitas • rim I 3.
• rim II
Homogen Homogen Homogen
•
Merah muda
rim III
-
Daya proteksi • rim I •
ISSN : 2355-1313
Melati
Uji Ph
Hasil
-
Hijau kekuningan
•
4. 3.
Krim
Melati
c. Bau
= 3,54 % Hasil Uji Kualitatif Ekstrak daun Sirih (Piper Betle Linn.)
No
Melati
Krim III a. Bentuk
=
Tabel 4.1. Analisis Hasil Evaluasi Kualitatif
Hijau kekuningan
Organoleptis
b. Warna
c.
Krim
• Krim II
Variable yang digunakan : a. Variabel tercoba: ekstrak kental daun Sirih (Piper Betle Linn.) b. Variabel teramati: Efektifitas sediaan krim daun Sirih (Piper Betle Linn.) 2.1. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Organoleptis Maserasi Bentuk : ekstrak kental Warna : hitam Bau : khas simplisia daun sirh Rasa : agak pahit b. Hasil Rendemen
Hasil
Krim memberikan proteksi terhadap pengaruh basa
24
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
rim II
2
II
7,54 cm
2
10,74 cm
•
2
16,61 cm rim III
5.
2
III
Tipe krim
8,03 cm
2
10,74 cm
2
16,61 cm
•
M/A ( Minyak dalam Air)
Krim I
2
7,39 cm
2
10,93 cm
2
16,37 cm
•
2. Uji daya lekat krim
rim II
•
• rim III
Tabel 4.4 Hasil Uji Daya Lekat Krim Krim I Replikasi
Daya lekat ( detik)
I
3,8
II
4,3
III
5,2
Rata rata
4,43
1. Uji daya sebar krim Tabel 4.3 Hasil Uji Daya Sebar Krim Krim I
•
Replikasi
Tanpa beban
Beban 50gram
2
I
6,5 cm
II
7,07 cm
III
7,54 cm
2
11,33 cm
2
2
14,51 cm
2
10,17 cm
2
•
2
15,19 cm
Krim II Replikasi
Daya lekat ( detik)
I
5,20
II
4,9
III
6,10
Rata rata
5,4
2
11,93 cm
2
2
15,89 cm
2
11,14 cm
6,92 cm
•
Beban 100 gram
2
15,19 cm
Krim II
Replikasi
I
II
Tanpa beban
Beban 50gram
2
5,72 cm
2
8,54 cm
9,61 cm
Beban 100 gram 2 2
13,19 cm
•
Krim III Replikasi
Daya lekat ( detik)
2
I
4,3
2
II
3,9
III
5,10
Rata rata
4,43
2
11,93 cm
17,34 cm III
2
2
8,54 cm
10,17 cm
2
10,57 cm
7,6 cm
14,51 cm
2 2
15,01 cm
•
Krim III
Replika si
I
Tanpa beban
6,6 cm
Beban 50gram
2
Beban 100 gram 2
11,33 cm
2
15,89 cm
Uji daya sebar dengan menggunakan uji One Way Anova Tabel 4.5 Hasil Uji SPSS Uji Daya Sebar Dengan Tanpa Beban Krim Krim Krim Keterangan I II III 6,92
ISSN : 2355-1313
7,60
7,39
p>0,05
25
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Sig
Sehingga dari hasil analisa, SPSS menggunakan One Way Anova menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara krim I, II, III pada uji daya sebar (tanpa beban)
0,815
Tabel 4.6 Hasil Uji SPSS Uji Daya Sebar Dengan Beban 50 gram Krim I
Krim II
Krim III
Keterangan
11,14
10,57
10,93
p>0,05
Sig
Sehingga dari hasil analisa, SPSS menggunakan One Way Anova menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara krim I, II, III pada uji daya sebar (beban 50 gram)
0,739
Tabel 4.7 Hasil Uji SPSS Uji Daya Sebar Dengan Beban 100 gram Krim I
Krim II
Krim III
Keterangan
15,19
15,01
16,37
P > 0,05
Sig
Sehingga dari hasil analisa, SPSS menggunakan One Way Anova menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara krim I, II, III pada uji daya sebar (beban 100 gram)
0,439
Uji daya lekat dengan menggunakan uji One Way Anova Tabel 4.8 Hasil Uji SPSS Pengujian Daya Lekat Krim I
Krim II
Krim III
Keterangan
4,43
5,4
4,43
P > 0,05
Sig 0,191
ISSN : 2355-1313
Dari hasil uji SPSS dengan menggunakan One Way Anova menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan pada uji daya lekat dari kiri I, II, dan III
2.2. PEMBAHASAN Krim adalah sediaan setengah padat yang mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Stabilitas atau kerusakan krim disebabkan oleh perubahan suhu, perubahan komposisi (penambahan salah satu fase berlebih) atau pencampuran tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Sediaan krim sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik atau tube, disimpan pada tempat sejuk dan pada etiket harus tertulis obat luar. Daun sirih bisa digunakan sebagai obat luar maupun obat dalam. Daun sirih dalam bahasa Latin dikenal dengan nama Piper Betle Linn. Daun sirih mempunyai ciri-ciri helaian daun berbentuk bundar telur atau bundar telur lonjong, pada bagian pangkal berbentuk jantung atau agak bundar, tulang daun bagian bawah gundul atau berambut sangat pendek. Daun sirih pada umumnya dimanfaatkan pada penyembuhan hidung berdarah, jerawat, sakit gigi berlubang, dan batuk. Dalam pemilihan proses penyarian suatu isolasi zat sangat menentukan dari hasil isolasi dan jumlah isolasi zat yang dihasilkan. Maserasi merupakan salah satu metode penyarian yang memiliki keuntungan berupa dalam cara pengerjaan, peralatan yang digunakan sederhana dan mudah digunakan sehingga biaya yang dibutuhkan sedikit. Metode ini dipilih, juga karena senyawa yang terkandung didalam daun sirih dapat larut dalam etanol. Hasil yang didapatkan dari isolasi daun sirih berupa ekstrak berwarna hijau kehitaman, bau khas simplisia daun sirih, rasa agak pahit dengan rendemen 3,54 % b/b. Pada pembuatan krim ini kadar atau kandungan zat aktif adalah 10%. Penggunaan dosis ini didasarkan pada sediaan krim dari estrak herbal yang beredar di pasaran misalnya Mederma mengandung estrak Allium cepa 10%, Solco Seryl mengandung ekstrak Sanguin deprot spec 10%, Virugon mengandung ekstrak Drymariae herba 10%. Basis yang digunakan dalam sediaan krim ini adalah cleansing krim dikarenakan basis ini sulit dicuci dengan air sehingga diharapkan kontak langsung antara krim atau obat dengan luka bisa lebih lama sehingga krim memberikan efek terapi yang maksimal. Pada pembuatan krim untuk proses yang digunakan adalah dengan peleburan basis, sehingga untuk penimbangan bahan basis cleansing cream dilebihkan 20% dari total basis hal ini bertujuan untuk mengganti massa dari basis krim yang hilang pada saat proses peleburan dari basis tersebut. Basis
26
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
dikatakan melebur jika semua bahan dapat tercampur dengan baik menjadi satu. Pada pembuatan krim Trietanolamin berfungsi sebagai zat pengemulsi untuk krim tipe minyak dalam air, selain Trietanolamin, dalam sediaan krim juga terdapat basis Adeps lanae. Adeps lanae merupakan zat pengemulsi untuk krim tipe air dalam minyak, karena adeps lanae sukar dicuci dengan air. Pada sediaan krim ini, Trietanolamin dan Adeps lanae merupakan zat pengemulsi fase cair yang bersifat nonpolar. Asam stearat dalam pembuatan krim ini dapat berfungsi sebagai antioksidan yaitu untuk mencegah terjadinya ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tidak jenuh. Nipagin dalam sediaan krim digunakan sebagai pengawet dari sediaan krim danuntuk mencegah terjadinyakontaminasi mikroorganisme, karena pada sediaan krim ini mengandung fase air dan lemak yang mudah ditumbuhi bakteri dan jamur. Aquadest merupakan fase cair yang bersifat polar. Kadar atau komposisi air menentukan tipe krim yang akan dibuat. Tujuan penambahan dari parfum pada sediaan ini adalah untuk memberikan bau yang sedap pada sediaan, sehingga bau yang tidak enak pada basis atau zat aktifnya dapat tertutupi. Suatu sediaan dikatakan baik dan aman digunakan setelah dilakukan tahap pengujian. Pengujian krim ini berupa uji organoleptis yang meliputi; bentuk, warna, bau dan rasa, uji pH untuk menentukan pH sediaan krim apakah bersifat asam, basa atau netral, uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sediaan krim yang dihasilkan homogen dimana partikel partikel dari bahan yang dipergunakan dapat tercampur atau terdispersi didalam basis krim yang cocok, uji daya sebar untuk mengetahui tingkat penyebaran krim pada kulit, uji daya lekat untuk mengetahui seberapa lama krim tersebur dapat melekat pada kulit, uji daya proteksi untuk mengetahui apakah krim yang dihasilkan memberikan proteksi terhadap pengaruh asam, basa dan sinar matahari, uji tipe krim untuk mengetahui tipe krim yang dihasilkan. Hasil pengujian dari uji organoleptis dari bentuk berupa krim, warna hijau kekuningan dengan bau aroma melati. Uji pH adalah 6 sehingga krim bersifat asam, uji homogenitas bahan aktif krim terdispersi merata dalam basis sehingga krim dikatakan homogen. Uji daya sebar krim tanpa beban rata-rata krim I = 6,92 cm2, krim II = 7,6 cm2, 2 krim III = 7,39 cm , kemudian krim dengan beban 50 gram daya sebar rata-rata I = 1,14 cm2, krim II = 10,57 cm2, krim III = 10,93 cm2,
ISSN : 2355-1313
kemudian dan rata-rata daya sebar krim dengan beban 100 gram adalah krim I = 15,19 cm2, krim II = 15,01 cm2, krim III = 16,37 cm2. Uji daya lekat krim rata rata krim I = 4,43 detik, krim II = rata-rata 5,4 detik, krim III = rata-rata 4,43. Uji daya proteksi pada sediaan krim I, II dan III ekstrak daun sirih (Piper Betle Linn.) adalah krim memberikan proteksi yang baik terhadap pengaruh basa. Dan uji tipe krim I, II dan III adalah M/A (Minyak dalam Air), berdasarkan hasil pengamatan menggunakan larutan Methylen Blue ketika diamati dibawah mikroskop air berwarna biru dan minyak tampak transparan. 3.1. Kesimpulan 1. Hasil maserasi diperoleh rendemen : 3,54 % b/b, Artinya : Dalam 100 gram bahan terdapat 3,54 gram zat daun sirih 2. Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle Linn.) dapat dibuat dalam bentuk sediaan krim, dengan hasil uji evaluasi sebagai berikut : a. Organoleptis krim ekstrak daun Sirih • Krim I 1. Bentuk: krim 2. Warna : hijau kekuningan 3. Bau : aroma melati • Krim II 4. Bentuk: krim 5. Warna : hijau kekuningan 6. Bau : aroma melati • Krim III 7. Bentuk: krim 8. Warna : hijau kekuningan 9. Bau :aroma melati b. Uji pH adalah : Krim I : 6 Krim II : 6 Krim III : 6 c. Uji homogenitas adalah : Krim I : Homogen Krim II : Homogen Krim III : Homogen d. Uji daya sebar • Krim I 1. Rata rata daya sebar krim + beban 0 gram : 6,92 cm2 2. Rata rata daya sebar krim + beban 50 gram : 11,14 cm2 3. Rata rata daya sebar krim + beban 100 gram : 15,19 cm2 • Krim II 4. Rata rata daya sebar krim + beban 0 gram : 7,6 cm2
27
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
5. Rata rata daya sebar krim + beban 50 gram : 10,57 cm2 6. Rata rata daya sebar krim + 2 beban 100 gram : 15,01 cm • Krim III 7. Rata rata daya sebar krim + beban 0 gram : 7,39 2 cm 8. Rata rata daya sebar krim + beban 50 gram : 2 10,93 cm 9. Rata rata daya sebar krim + beban 100 gram : 16,37 cm2 e. Uji daya lekat rata rata yang dihasilkan : Krim I : 4,43 detik Krim II : 5,4 detik Krim III : 4,43 detik f. Uji daya proteksi krim I,II dan III memberikan proteksi terhadap pengaruh basa g. Tipe krim I,II dan III M/A (minyak dalam air)
Departemen Indonesia. [7]
[8]
[9]
[10]
[11] 3.2. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk bisa mengembangkan hasil penelitian ini supaya untuk menimbulkan efek yang lebih sempurna dan efektif dalam pemakaian krim dari isolasi daun Sirih (Piper Betle Linn.). 2. Perlu dilakukan Uji KLT lebih lanjut mengenai kandungan kimia pada daun Sirih.
[12]
[13] [14]
Kesehatan
Republik
Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 1977. Materia Medika Indonesia jilid I. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 1980. Materia Medika Indonesia jilid IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2000. Inventaris tanaman Obat Indonesia (1) Jilid I. Jakarta. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia. Harbrone. JB, 1987. Metode Fitokimia :Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua, ITB : Bandung Kim Nio, Ocy.,1989. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada tumbuhan nabati. Cermin Dunia Kedokteran, No.58. tfun, N dan Karyajit. D, Sanker. 2008. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi Kimia Organik Alam dan Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Markham. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Senyawa Flavonoid, Bandung : ITB. Syamsuni. HA. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: ECG. Voigt.R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pustaka [1] Ansel, C. Howard. 1986. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta: UI–Press. [2] Anief, M. 1997. Farmasetika.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. [3] Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 1979. Farmakope Indonesia Edisi 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [4] Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [5] Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [6] Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta.
ISSN : 2355-1313
28
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
OPTIMIZATION OF OINTMENT WHICH CONTAINING EUGENOL ISOLATION OF OIL CLOVE (Eugenia caryophylatta Thunb.) OPTIMASI SEDIAAN SALEP YANG MENGANDUNG EUGENOL DARI ISOLASI MINYAK CENGKEH (Eugenia caryophylatta Thunb.) Eka Putri Susilowati 1, Sri Saptuti Wahyuningsih2 Pharmacy Undergraduate Programm Study Of Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo
[email protected] Abstract Background : Optimization is an attempt that be made to obtain the better final result. Eugenol compound is the major component that contained in oil of cloves (Eugenia caryophylatta thunb.) with the content that can reach 70-96 %. Eugenol compound having pharmacological activity as an analgesic, muscle relaxation, anti-inflammatory, antimicrobial, antiviral, antifungal, antiseptic, antispamosdik, anti-emetics, stimulants, local anesthetic so the compound is widely used in the pharmaceutical industry. Objective: To identify whether eugenol oil can be formulated to be ointment formulation and to measure the right concentration of eugenol oil to get the formula optimized. Methods :This study was an experimental research with posttest only design approach. The study is made of two levels of ointment with 2% and 5% eugenol concentration and every concentration is done 3x replication after the evaluation test for each of the ointment than the evaluation results of the test were analyzed using two independent test side. Result: from the analysis of organoleptic the both showed similar results except the color of the ointment for 2% is whitish yellow and 5% is amber. pH test results for all ointments showed the same value, namely 5. Homogeneity test results for all the ointments is homogeneous. The protection test results for the two concentrations is provides protection. Adhesiontest resultsforboth concentrationsthatHois acceptedwhichmeans nosignificant difference. Test resultsdispersive powernoloadandload50gHois acceptedwhichmeans nosignificant difference, toload100gHo is rejectedwhichmeans thatthere are significant differences. Conclusion: ointment dosage levels of the active substance eugenol at 5% more than the optimal levels ointment with 2% active ingredient eugenol. Keywords: eugenol oil, ointment dosage optimization Abstrak Latar Belakang: Optimasi merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh hasil akhir yang lebih baik.Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak cengkeh (Eugenia caryophylatta Thunb.) dengan kandungan mencapai 70%- 96%. Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik, relaksan otot, antiinflamasi, antimikroba, antiviral, antifungal, antiseptik, antispamodik, antiemetik, stimulan, anastetik lokal. Tujuan: Dapatkah minyak eugenol diformulasi dalam bentuk salep dan pada konsentrasi berapakah minyak eugenol dapat diformulasi dalam bentuk salep. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan posttest only design. Pada penelitian ini dibuat dua sediaan salep dengan kadar minyak eugenol 2% dan 5%. Masingmasing konsentrasi dilakukan 3x replikasi setelah itu dilakukan uji evaluasi untuk masing-masing sediaan salep lalu dari hasil uji evaluasi tersebut data dianalisis menggunakan uji t independent two side. Hasil: dari hasil analisis data untuk organoleptis dari kedua kadar menunjukkan hasil yang sama kecuali warna sediaan untuk 2% kuning keputihan untuk 5% kuning kecoklatan. Hasil uji pH untuk semua sediaan menunjukkan nilai yang sama yaitu 5. Hasil uji homogenitas untuk semua sediaan sama yaitu homogen. Hasil uji proteksi untuk kedua konsentrasi sama yaitu memberikan proteksi. Hasil uji daya lekat untuk kedua konsentrasi yaitu Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan. Hasil uji daya sebar tanpa beban dan beban 50g Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan yang signifikan, untuk beban 100g Ho ditolak yang berarti ada perbedaan yang signifikan. Kesimpulan: eugenol dapat dibuat dalam sediaan salep. Berdasarkan hasil uji mutu fisik sediaan, salep dengan eugenol 5% menunjukkan hasil yang optimal. Kata kunci: eugenol, minyak cengkeh, optimasi sediaan salep
ISSN 2355-1313
29
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
PENDAHULUAN Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi, perkembangan di dunia farmasi pun tak ketinggalan.Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang muncul.Perkembangan pengobatanpun terus dikembangkan.Berbagai macam bentuk sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi dan industri. Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk dikonsumsi oleh masyarakat.Salah satunya adalah sediaan semisolid, sediaan semisolid ditujukan sebagai pemakaian luar seperti krim, salep, gel, balsam, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum.Kelebihan dari sediaan semisolid yaitu praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit.Sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu diantaranya yaitu mudah ditumbuhi mikroba.Untuk mengurangi kekurangan tersebut, para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara tepat. Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar. Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar (Chaerunnisa, 2009). Komposisi salep terdiri dari bahan obat atau zat aktif dan basis salep atau biasa dikenal dengan sebutan zat pembawa bahan aktif .Salep memiliki fungsi sebagai bahan pembawa zat aktif untuk mengobati penyakit pada kulit, sebagai pelumas pada kulit dan berfungsi sebagai pelindung kulit(Anief, 2007). Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak cengkeh (Syzygium aromaticum), dengan kandungan dapat mencapai 70-96%, dan walaupun minyak cengkeh mengandung beberapa komponen lain seperti eugenol asetat dan β-caryophyllene tetapi yang paling penting adalah senyawa eugenol, sehingga kualitas minyak cengkeh ditentukan oleh kandungan senyawa tersebut, semakin tinggi kandungan eugenolnya maka semakin baik kualitasnya dan semakin tinggi nilai jualnya. Senyawa eugenol yang merupakan cairan bening hingga kuning pucat, dengan aroma
ISSN 2355-1313
menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, memberikan aroma yang khas pada minyak cengkeh, dimana senyawa ini banyak dibutuhkan oleh berbagai industri yang saat ini sedang berkembang. Senyawa eugenol mempunyai aktivitas farmakologi sebagai analgesik, antiinflamasi, antimikroba, antiviral, antifungal, antiseptik, antispamosdik, antiemetik, stimulan, anastetik lokal sehingga senyawa ini banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi. Begitupun dengan salah satu turunan senyawa eugenol, yaitu isoeugenol yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku obat antiseptik dan analgesik (Sharma et al., 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar konsentrasi zat aktif (eugenol) yang sesuai untuk sediaan salep yang optimal. Hipotesis nya adalah tidak ada perbedaan yang signifikan optimasi salep yang mengandung eugenol 2% dan 5%. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo pada bulan februari 2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Dengan pendekatan posttest only design. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas yaitu kadar eugenol dan variabel terikat yaitu uji mutu fisik salep. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak eugenol (Eugenia caryophylatta Thunb), menthol, lemak bulu. Penelitian ini dilakukan dengan membuat 2 formula salep dengan konsentrasi eugenol masing-masing 2 % dan 5%. Masing-masing formula dilakukan rreplikasi sebanyak 3 x kemudian dilakukan evaluasi sediaan. Tabel 1 Variasi Formula Salep Bahan Formula I Formula II Eugenol 2 5 Menthol 10 10 Lemak bulu 100 100 ad Prosedur Penelitian 1. Proses isolasi eugenol dari minyak cengkeh a. 10 ml minyak cengkeh ditambah KOH 1 N, dikocok selama 5 menit kemudian dipanaskan di atas waterbath selama 10 menit. Dilakukan pengocokan kembali selama 5 menit. b. Ditambah KOH ad basa dikocok selama 5 menit c. Diekstraksi dengan 30 ml eter
30
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
d. Fase air ditambah H2SO4 1 N ad netral, ekstraksi dengan 3 x 10 ml eter e. Dilakukan penguapan sampai fase eter habis (tidak ada bau eter dan gelembung udara) 2. Pembuatan salep a. Mentol dimasukkan ke dalam mortir ditambah dengan spiritus fortior 3 tetes gerus ad larut. b. Lemak bulu dimasukkan ke dalam mortar sedikit demi sedikit kemudian diaduk sampai tercampur homogeny c. Ditambahkan eugenol dicampur homogeny d. Dimasukkan ke dalam pot salep Evaluasi Sifat Fisika Sediaan Salep 1. Organoleptis salep Pengamatan meliputi bentuk, warna dan bau 2. pH Memasukkan indikator universial ke dalam sediaan salep dan dilihat perubahan warna yang terjadi pada indikator tersebut. Kemudian dibandingkan dengan standart indikator yang ada. 3. Homogenitas Mengoleskan sediaan salep pada preparat kaca kemudian diamati apakah bahanbahan yang digunakan tersebut terdispersi merata pada lempeng kaca tersebut. 4. Daya Lekat Salep 0,5 g diletakkan di atas obyek glass yang telah ditentukan luasnya. Kemudian diletakkan obyek glass yang lain di atas salep tersebut, ditekan dengan beban 500 g selama 5 menit. Dilepaskan beban 80 g pada ujung alat dan mencatat waktu ketika kedua obyek glass tersebut saling terlepas (Miranti, 2009) 5. Daya Sebar Sebanyak 0,5 g salep diletakkan di tengah alat ekstensometer. Ditimbang dulu penutup kaca ekstensometer kemudian diletakkan di atas massa sediaan salep selama 1 menit. Diukur diameter sediaan yang menyebar dengan mengambil ratarata diameter dari beberapa sisi. 6. Daya Proteksi Diambil sepotong kertas saring (10 cm x 10 cm) dibasahi dengan larutan PP sebagai indikator kemudian dikeringkan. Diolesi dengan sediaan pada kertas saring. Pada kertas saring yang lain (2,5 cm x 2,5 cm)
ISSN 2355-1313
pada bagian pinggir dibasahi dengan parafin cair. Setelah kering akan didapat area yang dibatasi dengan parafin tersebut. Kemudian kertas saring yang diolesi salep ditempelkan di bawah kertas saring yang diberi batas dengan paraffin liq. Area tersebut dibasahi dengan larutan NaOH (0,1N).Pengamatan dilakukan pada kertas saring yang telah dibasahi dengan larutan PP pada waktu 15, 30, 45, 60 detik, 3 dan 5 menit. Analisa Data Data yang diperoleh dari hasil pengujian sifat fisika gel dianalisis secara statistic menggunakan uji t independent sample test dengan taraf kepercayaan 95%. Metode uji t independent sample test digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan variasi konsentrasi eugenol terhadap masing-masing uji dilihat dari nilai t hitungnya (Atmadja, 2006) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Isolasi eugenol dari minyak cengkeh (Eugenia caryophylatta Thunb) Evaluasi Sifat Fisika Sediaan Salep Eugenol (Eugenia caryophylatta Thunb) Hasil evaluasi sifat fisika salep eugenol terlihat pada tabel 4.1 dan 4.2. Formula optimum salep eugenol (Eugenia caryophylatta Thunb) yaitu formula salep yang mengandung eugenol 5 %. Hasil uji t independent sample tes pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa variasi konsentrasi eugenol memberikan perbedaan yang signifikan terhadap sifat fisika salep yang meliputi organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar, daya lekat, dan daya proteksi (p < 0,05). Tabel 2. hasil uji evaluasi formula I Uji FORMULA I Evaluasi I II Organole ptis Warna
Kuning keputihan
III
Bau
Khas aromatic
Bentuk
Salep
Kuning keputih an Khas aromati k Salep
Kuning keputihan
Uji pH
5
5
5
Homogen itas
Homogeny
homog en
homogen y
Khas aromatic Salep
31
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Daya proteksi 15’ 30’ 45’ 60’ 3” 5”
-
Uji daya lekat Rata-rata Uji daya sebar Tanpa beban Rata-rata
-
7,15 detik
10,18 cm2
-
6,08 7,11 detik detik 6,78 detik 10,18 cm2
9,08 cm2
9,81 cm2 2
12,57 13,22 cm2 cm2 2 12,72 cm
14,98 cm2
14,52 15,20 cm2 cm2 2 14,90 cm
Beban 12,37 cm 50g Rata- rata Baban 100g Rata- rata
Tabel 3 Hasil uji evaluasi formula II Uji Evaluasi Organole ptis Warna
I
FORMULA II II
III
Bentuk
Kuning Kecoklata n Khas aromatik Salep
Kuning Kecoklata n Khas aromatik Salep
Kuning Kecoklat an Khas aromatic Salep
Uji pH
5
5
5
Homoge nitas
Homogen
Homogen
Homoge n
-
-
-
5,69 detik
6,63 detik
6,43 detik
Bau
Daya proteksi 15’ 30’ 45’ 60’ 3” 5” Uji daya lekat Rata-rata
ISSN 2355-1313
6,25 detik
Uji daya sebar Tanpa beban Rata-rata Beban 50g Ratarata Baban 100g Ratarata
10,57 cm2
2
13,20 cm
10,57 cm2 10,76 cm2 2
13 cm
13,21 cm2 15,90 cm2
15,90 cm2 15,91 cm2
11,15 cm2
13,42 cm2
15,92 cm2
Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk membuat suatu sediaan salep yang optimal dengan bahan aktif yang dipilih adalah eugenol dari isolasi minyak cengkeh. Salep ini dapat bermanfaat sebagai analgetik, relaksan otot, penghangat, antiinflamasi. Pada penelitian ini salep dibuat dengan dua kadar eugenol yang berbeda yaitu 2% dan 5%. Pada penelitian ini basis salep yang digunakan adalah lemak bulu yang termasuk dalam dasar salep serap anhidrous, dasar salep ini tidak mengandung air, jika menyerap air membentuk emulsi tipe a/m. Kelebihan dari basis ini yaitu dapat meningkatkan adsorbsi terhadap zat aktif dan mempertahankan keseragaman konsistensi salep. Dari pembuatan salep eugenol minyak cengkeh didapatkan hasil uji evaluasi sebagai berikut: 1. Organoleptis Uji organoleptis adalah pengujian yang meliputi pengamatan terhadap bentuk, warna, dan bau salep tersebut. Parameter kualitas salep yang baik adalah bentuk sediaan setengah padat, salep berbau khas ekstrak yang digunakan dan berwarna seperti ekstrak. Dari dua kadar 2% dan 5% terlihat bentuk sediaan setengah padat. Warna sediaan untuk kadar 2% yaitu berwarna kuning keputihan sedangkan untuk kadar 5% yaitu berwarna kuning kecoklatan, sedangkan bau sediaan dengan kadar eugenol 2% tidak begitu berbau cengkeh dibandingkan dengan kadar eugenol 5% yang berbau khas aromatik cengkeh, jika dilihat dari organoleptis kadar yang lebih optimal adalah salep dengan kadar eugenol 5% karena memiliki warna yang lebih mendekati dengan warna ekstrak yaitu coklat, selain itu juga memiliki bau khas cengkeh yang lebih kuat.
32
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
2. Uji pH Berdasarkan hasil pengujian pH kedua kadar salep tersebut memiliki pH sediaan 5, pH tersebut memenuhi persyaratan pH sediaan topikal yaitu antara 4,5 – 6,5. Kulit yang normal memiliki pH antara 4,5 - 6,5 sehingga sediaan topikal harus memiliki pH yang sama dengan pH normal kulit tersebut. Kesesuaian pH kulit dengan pH sediaan topikal mempengaruhi penerimaan kulit terhadap sediaan. Sediaan topikal yang ideal adalah tidak mengiritasi kulit. Kemungkinan iritasi kulit akan sangat besar apabila sediaan terlalu asam atau terlalu basa, jika dilihat dari uji pH dapat diketahui bahwa kedua salep tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk pH sediaan topikal dan sama-sama optimal. 3. Homogenitas Uji homogenitas menunjukkan susunan yang homogen karena pada bagian atas, tengah dan bawah sediaan terdapat penyebaran partikel secara merata. Adapun syarat sediaan yang baik adalah homogen (SNI, 1996). Sediaan yang homogen akan memberikan hasil yang baik karena bahan obat terdispersi dalam bahan dasarnya secara merata, sehingga dalam setiap bagian sediaan mengandung bahan obat yang jumlahnya sama. Jika bahan obat tidak terdispersi merata dalam bahan dasarnya maka obat tersebut tidak akan mencapai efek terapi yang diinginkan jika dilihat dari uji homogenitas kedua kadar salep tersebut sudah memenuhi persyaratan sediaan topikal yang baik dan sama-sama optimal. 4. Uji Daya Proteksi Hasil pengujian kemampuan proteksi menunjukkan tidak timbulnya noda merah pada semua sediaan salep hingga lebih dari 10 detik hal ini menunjukkan bahwa salep memberikan proteksi. Basis salep yang baik dapat melindungi kulit dari pengaruh luar seperti asam-basa, debu dan sinar matahari pada waktu pengobatan, ditandai dengan tidak terbentuknya noda merah setelah penambahan NaOH. Berdasarkan hasil uji dapat dikatakan kedua salep dengan kadar 2% dan 5% memenuhi syarat uji daya proteksi dan sama-sama optimal. 5. Uji Daya Lekat Syarat untuk waktu daya lekat yang baik adalah tidak kurang dari 4 detik.Berdasarkan hasil uji yang dilakukan semua sediaan salep ini sudah memenuhi syarat daya lekat. Dari hasil uji t independent two side menunjukkan
ISSN 2355-1313
sig > 0,05 yang berarti Ho diterima yaitu tidak ada perbedaan yang signifikan dari uji daya lekat kedua kadar salep tersebut. Jika dilihat dari rata-rata kedua kadar salep ini sudah memenuhi parameter untuk daya lekat dari sediaan salep, namun jika dilihat dari rata-rata, kadar yang lebih memiliki daya lekat yang lebih lama yaitu salep dengan kadar eugenol 2% hal ini bisa disebabkan karena pada kadar 2% penambahan eugenol lebih sedikit dibanding yang 5% dimana eugenol disini memiliki bentuk cair, sehingga kadar 2% lebih memiliki bentuk yang lebih padat dibanding yang 5% hal ini dapat menyebabkan daya lekat dari kadar 2% lebih lama. Semakin meningkatnya konsistensi salep menyebabkan daya lekat dari salep juga meningkat. Semakin lama salep melekat pada kulit maka efek yang ditimbulkan juga semakin besar. Salep dikatakan baik jika daya lekatnya itu besar pada tempat yang diobati (misal kulit), karena obat tidak mudah lepas sehingga dapat menghasilkan efek yang diinginkan (Ansel, 1989). Tabel 4. Uji Daya Lekat 95% CI of Sig. (2Si
Mean
taile Differe
F
g.
T
,3
,5
1,1
38 92
72
Df 4
d) ,30
nce
Std.
the
Error
Difference
Differe
Low
Uppe
nce
er
r
,53000 ,45207
6
- 1,785 ,725
15
15 1,1
3,8
,30
72
46
9
,53000 ,45207
- 1,805 ,745
22
22
6. Uji daya sebar Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui daya penyebaran dari sediaan salep pada kulit yang diobati. Semakin meningkat konsistensi sediaan salep menyebabkan penurunan daya sebar pada masing-masing formula. Penurunan nilai daya sebar ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi eugenol pada masing-masing formula menyebabkan perbedaan viskositas salep yang dihasilkan. Dimana viskositas gel berbanding terbalik dengan daya sebar salep. Semakin tinggi konsistensi salep akan meningkatkan tahanan salep untuk menyebar. Sehingga makin besar daya menyebar salep,
33
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
maka ketersediaan obat untuk diabsorbsi makin besar (Maulidaniar dkk, 2012) Tabel. 5 Hasil uji Daya Sebar 95% Confidenc e Interval of the Sig. Std. (2- Mean Error Difference Si taile Differe Differe Lowe Upp F g. T Df d) nce nce r er 7,4 ,05 4 ,007 ,20044 23 3 5,0 1,0066 1,563 ,450 22 7 19 15 2,0 ,037 ,20044 5,0 04 1,0066 1,867 ,146 22 7 28 05 Dari hasil uji t independent two side untuk uji daya sebar menunjukkan bahwa nilai sig < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara salep dengan kadar eugenol 2% dan 5%. Rata-rata daya sebar salep pada kadar eugenol 5% lebih memiliki rata-rata daya sebar yang lebih luas dibandingkan dengan salep dengan kadar eugenol 2%, dengan ini dapat disimpulkan bahwa untuk uji daya sebar sediaan salep yang lebih optimal adalah salep dengan kadar eugenol 5%.
Kesimpulan 1. Eugenol dapat dibuat dalam bentuk sediaan salep. pembuatan sediaan salep. 2. Berdasarkan hasil uji sifat fisika sediaan, salep dengan eugenol 5% menunjukkan hasil yang optimal. DAFTAR PUSTAKA Anief, Moh. 2007, Farmasetika. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Ansel,H.C. 1989. Pengantar bentuk sediaan farmasi ed.IV.Jakarta : Universitas Indonesia Press. haerunnisa, Anis Yohana. 2009. Farmasetika Dasar. Widya Padjajaran: Bandung Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia ed.III. Jakarta: Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia ed.IV. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan RI. 2001. Inventaris tanaman obat Indonesia (i) jilid 2.Jakarta: Depkes RI Food,J Med. 2011, Antioxidant activity of eugenol: a structure-activity relationship study.Sep;14(9):975-85.
ISSN 2355-1313
doi: 10.1089/jmf.2010.0197. Epub 2011 May 9 Guenther, E. 2007.Minyak Atsiri. Jilid 1. Terjemahan S Ketaren. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Guenther, E. 2007.Minyak Atsiri. Jilid 1. Terjemahan S Ketaren. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Maulidaniar, R., Rahima, S. R., Rita, M., Hamidah, N. dan Yuda, A. W. (2011). Gel Asam Salisilat. Universitas Lambung Mangkurat Banjar Baru, dipublikasikan. Miranti, L. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaemferia galanga) dengan Basis Salep Larut Air Terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Staphyylococus aureus secara in Vittro (Skripsi). Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning, 2008, Teknologi dan Formulasi Sediaan Semipadat, Pustaka Laboratotium Teknologi Farmasi UGM, Yogyakarta. Setiawan, Cisca. 1999. Tanaman Obat Keluarga. Jakarta: PT Intisari Mediatama Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermathophyta). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Tranggono, RI, Latifah, F. 2007.Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetika. PT. Gramedia :Jakarta Ulaen, Selfie P.J, dkk. 2012. Pembuatan Salep Anti Jerawat Dari Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Manado: Poltekkes Kemenkes Manado. www.ejurnal.poltekkesmanado.acid/in dex.php/jif/article/view/27 Diunduh pada tanggal 28 April 2014.
34
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Uji Daya Analgetik Ekstrak Etanol Daun Seligi (Phyllanthus Buxifolius Muell .Arg) Terhadap Mencit Galur Swiss Inna Ayu Safitri1, Siwi Hastuti2 Program Studi DIII Kebidanan Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Background: Seligi (Phyllanthus buxifolius Muell. Arg) is a traditional herbal plant that belived by people can be used as a drug for pain. The aim of this study is to know if Phyllanthus buxifolius Muell. Arg has the effect to reduce of pain. Objective: for understanding analgetic extract ethanol javelin leaf to the galur swiss mouse which is disscused asetat acid. Method: This experimental study. Animal used for experiment contains of male swiss mice were divided randomly into 5 groups that consist of 5 mice each group, age 5 weeks, weight 20- 40 grams. All mice used in this experiment were adapted with standart diet for three day and were fasting for 8 hours before used. First, second and third group were treated with ethanol extract of Phyllanthus buxifolius 25 mg/20 gram BB, 50 mg/20 gram BB and 100 mg/20 gram BB dose orally. Fourth group is the negative control group was given coconut oil orally. Fifth group is the positive control group was given asetosal 1,1 mg/20 gram BB orally. After 60 minutes, all group were threated by acetic acid 0,1% injection intraperitoneally. Data is analized with normalitas test kolmogorov-smirnov, Test of Homogenety of Variances continued with ANOVA test, Least Significant Difference (LSD) by using SPSS. Results: Statistik test show normal distributed data and homogen, there is significant difference between analgetic capacity, ethanol extract of Phyllanthus buxifolius 25 mg, 50 mg, 100 mg dose.there is no significant difference between analgetic capacity percent, ethanol extract Javelin leaf 100 mg dose with asetosal dose. Conclusion: Ethanol extract of Phyllanthus buxifolius leaf in 100 mg/ 20 gram BB dose has the same ability analgetik capacity with asetasol in 1,1 mg/ 20 gram BB dose mouse. Keywords: Analgetic Activity, seligi leaves, Swiss Mice ABSTRAKSI: Latar Belakang: Seligi (Phyllanthus buxifolius Muell. Arg) merupakan tanaman obat tradisional yang dipercaya masyarakat dapat digunakan sebagai obat nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah daun seligi memiliki efekmenurunkan rasa nyeri. Tujuan: untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun seligi terhadap mencit galur swiss yang diinduksi asam asetat Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Digunakan hewan coba mencit swiss jantan umur 5 minggu dengan bobot 20-40 gram. Dibagi dalam 5 kelompok, masing-masing terdiri dari 5 ekor mencit. Semua kelompok diadaptasikan terlebih dahulu selama 3 hari. Sebelum digunakan semua hewan coba di puasakan selama 8 jam tidak diberi makan namun diberi minum sepuasnya kemudian dilakukan perlakuan secara peroral. Kelompok I, II, III sebagai kelompok perlakuan diberi ekstrak etanol daun seligi dengan dosis 25 mg/20 gram BB, 50 mg/20 gram BB dan 100 mg/20 gram BB. Kelompok IV sebagai kontrol negatif diberi minyak kelapa, kelompok V sebagai kontrol positif diberi 1,1 mg/20 gram BB asetosal. Setelah 60 menit kelima kelompok disuntik asam asetat 0,1% secara intraperitoneal kemudian diamati dan dihitung jumlah geliat mencit tiap 5 menit selama 60 menit. Data dianalisis dengan uji normalitas kolmogorov-smirnov, Test of Homogeneity of Variances dilanjutkan dengan uji ANOVA, dan Least Significant Difference (LSD) dengan menggunakan SPSS. Hasil: uji statistik menunjukkan data terdistribusi normal dan homogen, ada perbedaan yang signifikan antara persen daya analgetik ekstrak etanol daun seligi dosis 25 mg, 50 mg dan 100 mg. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persen daya analgetik ekstrak etanol daun seligi dosis 100 mg dengan dosis asetosal. Kesimpulan: Ekstrak etanol daun seligi pada dosis 100 mg/20 gram BB memiliki kemampuan daya analgetik yang sama dengan asetosal pada dosis 1,1 mg / 20 gram BB mencit. Kata kunci : Daya analgetik, Daun seligi, Mencit swiss. 1.1. PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia sudah sejak zaman terdahulu mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapi, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modern. Tanaman ISSN : 2355-1313
tradisional merupakan salah satu modal dasar pembangunan kesehatan nasional, di indonesia disamping pelayanan formal, pengobatan dengan cara tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh masyarakat secara luas, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Pengobatan dengan cara tradisional dan 35
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh masyarakat secara luas. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensia (Smeltzer, 2001). Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Potter, 2005). Sejak dulu tanaman seligi sudah digunakan sebagai obat nyeri terkilir oleh masyarakat. Namun tidak banyak orang yang mengenal tanaman seligi yang memiliki nama ilmiah Phyllanthus buxifolius Muell. Arg. Daun seligi memiliki efek farmakologi dan memiliki aktivitas immunodulator serta dapat digunakan sebagai analgesik pada sendi terkilir, kandungan kimia yang terdapat pada daun seligi antara lain : flafonoid, saponin, polifenol (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,2000). Tujuan penelitian ini adalah untuk Membuktikan bahwa ekstrak etanol daun seligi memiliki efek analgesik dan Membuktikan bahwa ekstrak etanol daun seligi dapat mengurangi jumlah geliat mencit galur Swiss yang diinduksi asam asetat. Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ekstrak etanol daun seligi mempunyai efek daya analgetik pada hewan uji mencit. 1.2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi & Farmakologi Farmasi Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia.Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Maret sampai Mei tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Populasi pada penelitian ini adalah daun seligi yang berasal dari tanaman seligi yang ditanam di daerah Klaten, Jawa Tengah. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun seligi (Phyllanthus buxifolius Muell. Arg). Hewan uji yang digunakan adalah mencit galur Swiss yang berumur 35 hari, dengan berat dewasa 20 sampai 40 gram, yang dibagi menjadi 5 kelompok. Teknik pengambilan tanaman seligi yaitu tanaman ini diambil secara random dengan memilih daun yang tidak terlalu tua juga tidak terlalu muda dan masih segar dari daerah Klaten, Jawa Tengah. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia yang diperoleh selanjutnya dilakukan sortasi, pencucian dan pengeringan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985). Simplisia yang telah kering ISSN : 2355-1313
dibuat serbuk sebanyak 150 g selanjutnya diekstraksi dengan cara remaserasi menggunaka etanol 96% sebanyak 1000 ml, ekstraksi merupakan suatu pemisahan senyawa yang terkandung dalam bahan cair/padat dengan menggunakan pelarut tertentu pada temperatur tertentu (Anwar dkk, 1994). Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah variasi dosis ekstrak etanol daun seligi, dan variabel tergantung (dependen) dalam penelitian ini adalah respon jumlah geliat mencit sebagai efek analgetik. Sebelum melakukan penelitian dilakukan orientasi waktu pemberian terlebih dahulu, untuk mengetahui selisih jumlah geliat mencit dengan jangka waktu pemberian induksi asam asetat yang berbeda yaitu, 5 menit, 30 menit, dan 60 menit setelah pemberian ekstrak etanol daun seligi dengan dosis 50 mg/ 20 g BB. Orientasi ini bertujuan untuk menentukan waktu pemberian induksi asam asetat dengan dosis 300 mg/kg BB yang paling baik dengan mengamati jumlah geliat dari masing-masing waktu yang ditentukan, waktu dipilih yang paling sedikit menimbulkan respon geliat pada mencit untuk dilakukan penelitian uji analgetik. Uji analgetik dilakukan dengan variasi dosis 25 mg/ 20 g BB, 50 mg/ 20 g BB, dan 100 mg/ 20 g BB yang akan dibandingkan dengan kontrol positif yaitu asetosal dengan dosis 1,1 mg/ 20 g BB dan kontrol negatif (minyak kelapa) dengan volume 0,5 ml/ 20 g BB. Analisis hasi dilakukan dengan menghitung jumlah % daya analgetik tiap perlakuan kemudian diuji dengan menggunakan One-Sample KolmogorovSmirnov Test, kumudian dilakukan uji Test of Homogeneity of Variances, selanjutnya dilakukan uji ANOVA, dan terakhir dilakukan uji Post Hoc Tests (LSD). Pengujian menggunakan alat bantu SPSS for windows 18. 2.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian, pengamatan, dan pengelolahan data dari hasil praktikum uji daya analgetik ekstrak etanol daun seligi terhadap mencit galur swiss diperoleh hasil sebagai beriut : 1. Hasil remaserasi daun seligi a. Organoleptis remaserasi Bentuk : ekstrak kental Warna : hitam kehijauan Bau : aromatik Rasa : pahit b. Hasil rendemen Hasil remaserasi serbuk daun seligi sebanyak 150 g dengan etanol 96 % 36
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
sebanyak 1000 ml diperoleh rendemen sebesar 19,77 % b/b. 2. Hasil uji statistik a. Orientasi Hasil dari uji statistik pada saat orientasi diperoleh hasil one-sampel KolmogorovSmirnov Test untuk orientasi waktu pemberian ekstrak etanol daun seligi dan induksi asam asetat waktu pemberian 5 menit , 30 menit, dan 60 menit yaitu : Waktu induks i
5 menit
30 menit
60 menit
kesimp ulan
0 1 0 ,999 ,000 ,979 > 0,05 signifi kasi Tabel 2.1. Hasil Uji Statistik Orientasi OneSampel Kolmogorov-Smirnov Test Dari tabel 2.1 memperlihatkan nilai signifikasi > 0,05 maka H0 diterima, data terdistribusi normal. Hasil Test of Homogeneity of Variances , diperoleh hasil nilai signifikasi 0,914 > 0,05 maka data mempunyai varian yang homogen. Hasil uji anova, diperoleh hasil nilai signifikasi 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak ada perbedaan yang signifikan antara orientasi waktu pemberian 5 menit, 30 menit, dan 60 menit. Hasil Post Hoc Tests (LSD) diperoleh hasil sebagai berikut
Dosis mencit
25 mg
50 mg
100 mg
Aseto sal
Kesimp ulan
signifik asi
0,9 74
0,9 45
0,9 99
0,992
> 0,05
Tabel 2.3. hasil uji statistik analgetik one-sampel Kolmogorov-Smirnov Test Pada tabel 2.3 memperlihatkan nilai signifikasi > 0,05 data mempunyai varians yang sama, tidak ada perbedaan antara persen daya analgetik asetosal dan persen daya analgetik pada ekstrak etanol daun seligi. Hasil Test of Homogeneity of Variances , diperoleh hasil nilai signifikasi 0,513 > 0,05 maka data mempunyai varian yang homogen. Berdasarkan uji anova, diperoleh hasil nilai probablilitas yang tercantum pada kolom signifikasi 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara persen daya analgetik daun seligi. Berdasarkan hasil uji Post Hoc Tests (LSD) diperoleh hasil sebagai berikut : Dosis mencit 25 mg
Signafikasi
dengan 50 mg
0,000
Kesimpulan
dengan 100 mg
0,000
Signafikasi
dengan 30 menit
0,001
< 0,05
dengan asetosal
0,000
5 menit
0,000
< 0,05
dengan 25 mg
0,000
30 menit
dengan 60 menit dengan 5 menit
0,001
< 0,05
dengan 100 mg
0,000
0,000
dengan asetosal
0,000
60 menit
dengan 60 menit dengan 5 menit
dengan 25 mg
0,000
dengan 50 mg
0,000
dengan asetosal
0,823
dengan 25 mg
0,000
dengan 30 menit
0,000
< 0,05
< 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05
< 0,05
Tabel 2.2. Hasil Uji Statistik Orientasi Post Hoc Tests (LSD) Pada tabel 2.2 diatas memperlihatkan nilai signifikasi < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara orientasi waktu pemberian. Sehingga digunakan waktu yang paling lama untuk penelitian uji analgetik yaitu 60 menit. b. Uji analgetik Hasil uji statistik one-sampel Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh hasil sebagai berikut : ISSN : 2355-1313
< 0,05
< 0,05 100 mg
0,000
< 0,05
Waktu induksi
50 mg
Kesimpulan
Asetosal
< 0,05 > 0,05 < 0,05
0,000 dengan 50 mg dengan 100 mg
< 0,05
0,823
> 0,05
Tabel 2.4. hasil uji statistik analgetik Post Hoc Tests (LSD) 37
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Dari tabel 2.4 memperlihatkan nilai signifikasi < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara dosis ekstrak etanol daun seligi. dan untuk dosis 100 mg dan asetosal mempunyai signifikasi 0,823 > 0,05 maka H0 diterima, tidak ada perbedaan yang signifikan antra dosis ektrak etanol daun seligi dan dosis asetosal. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode kimia yang menggunakan mencit sebagai hewan uji dan asam asetat sebagai perangsang terbentuknya prostaglandin untuk pengujian analgetik. Mencit putih jantan digunakan dengan alasan kondisi biologisnya stabil bila dibandingkan dengan mencit betina yang kondisi biologisnya dipengaruhi masa siklus esterus. Proses untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun seligi terhadap mencit galur swiss dilakukan dengan membagi hewan uji menjadi lima kelompok yang masingmasing kelompok terdiri dari lima ekor mencit. Variasi dosis yang digunakan adalah dosis 25 mg, 50 mg dan 100 mg, persen daya analgetik dari variasi dosis tersebut akan dibandingkangkan dengan persen daya analgetik kontrol positif yaitu asetosal dengan dosis 1,1 mg / 20 g BB mencit dan kontrol negatif yaitu minyak kelapa dengan volume pemberian 0,5 ml/ 20 g BB. Pengamatan dilakukan berdasarkan jumlah geliat yang merupakan reaksi nyeri yang diperlihatkan oleh hewan uji, pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan durasi pengamatan setiap 5 menit sekali.
Gambar 2.2. Grafik jenis perlakuan versus rata-rata jumlah geliat Grafik pada gambar 4.3 diatas memperlihatkan bahwa percobaan pada mencit dengan kontrol negatif (minyak) memiliki rata-rata jumlah geliat yang paling besar dibanding dengan percobaan pada mencit dengan esktrak etanol daun seligi dosis 25 mg, 50 mg, 100 mg, dan juga kontrol positif (asetosal).
Gambar 2.3. Rata-rata persen daya analgetik setiap perlakuan
Gambar 2.1. Grafik waktu pengukuran versus jumlah geliat Dari grafik pada gambar 2.1. memperlihatkan geliat paling banyak terjadi pada kontrol negatif (minyak kelapa) dan geliat paling sedikit pada kontrol positif (asetosal) dan pada ekstrak etanol daun seligi dosis 100 mg.
ISSN : 2355-1313
Grafik pada gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah persen daya analgetik untuk kontrol positif (asetosal) dan ekstrak etanol daun seligi pada dosis 100 mg mempunyai persen daya analgetik yang hampir sama dibandingkan dengan dosis 25 mg dan dosis 50 mg. Uji statistik yang dilakukan yaitu, Langkah pertama data diuji dengan menggunakan uji One-Sample KolmogorovSmirnov Test, dan untuk memberi nilai tentang hasil analisis apabila terdapat perbedaan ratarata variabel uji, maka dibuat H0 dan H1. H0 merupakan persen daya analgetik asetosal dan persen daya analgetik ekstrak etanol daun seligi dosis 25 mg, 50 mg, dan 100 mg adalah sama. H1 merupakan persen daya analgetik asetosal dan persen daya analgetik ekstrak etanol daun seligi dosis 25 mg, 50 mg, dan 100 mg adalah tidak sama/berbeda. Untuk menguji varian apabila probabilitas/ signifikasi > 0,05 maka data mempunyai varians yang 38
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
sama maka H0 diterima. Berdasarkan hasil uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test nilai signifikasi bahan asetosal 0,992 > 0,05, ekstrak etanol daun seligi dosis 25 mg signifikasi 0,974 > 0,05 , ekstrak etanol daun seligi dosis 50 mg signifikasi 0,945 > 0,05, dan ekstrak etanol daun seligi dosis 100 mg signifikasi 0,999 > 0,05, maka dari data tersebut dapat diketahui data yang diperoleh terdistribusi normal. Langkah selanjutnya data di uji menggunakan uji Test of Homogeneity of Variances, yaitu diperoleh hasil nilai signifikasi 0,513 > 0,05 maka data yang diperoleh mempunyai varian yang homogen. Kemudian dilakukan uji oneway ANOVA, berdasarkan hasil uji oneway ANOVA, nilai probablilitas yang tercantum pada kolom signifikasi, 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara persen daya analgetik daun seligi, selanjutnya dilakukan uji Post Hoc Tests (LSD) diperoleh hasil signifikasi 0,000 < 0,05 untuk dosis mencit 25 mg dengan 50 mg, dosis 25 mg dengan 100 mg, dosis 25 mg dengan asetosal maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara dosis pemberian ekstrak etanol daun seligi dan asetosal. Dosis pemberian 50 mg dengan 25 mg, 50 mg dengan 100 mg, 50 mg dengan asetosal mempunyai nilai signifikasi 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara dosis pemberian ekstrak etanol daun seligi dan asetosal. Dosis pemberian 100 mg dengan 25 mg, 100 mg dengan 50 mg mempunyai nilai signafikasi 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara dosis pemberian ekstrak etanol daun seligi dan asetosal, tetapi untuk dosis 100 mg dengan asetosal mempunyai nilai signafikasi 0,823 > 0,05 maka H0 diterima, tidak ada perbedaan yang signifikan antara dosis pemberian ekstrak etanol daun seligi dan asetosal. Dosis pemberian asetosal dengan 25 mg, asetosal dengan 50 mg mempunyai nilai signafikasi 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, ada perbedaan yang signifikan antara dosis pemberian ekstrak etanol daun seligi dan asetosal, tetapi untuk dosis asetosal dengan 100 mg mempunyai nilai signafikasi 0,823 > 0,05 maka H0 diterima, tidak ada perbedaan yang signifikan antara dosis pemberian ekstrak etanol daun seligi dan asetosal. 3.1 Kesimpulan 1. Hasil remaserasi ekstrak etanol daun seligi diperoleh rendemen ekstrak kental sebesar 19,77 % b/b.
ISSN : 2355-1313
2. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak etanol daun seligi mempunyai efek daya analgetik terhadap hewan uji mencit. Ekstrak etanol daun seligi pada dosis 100 mg/ 20 g BB mencit memiliki rata-rata persen daya analgetik yang sama dengan asetosal dosis 1,1 mg / 20 g BB mencit. 3. Berdasarkan uji statistik data yang diperoleh terdistribusi normal dan data mempunyai varians yang homogen. Hasil uji ANOVA, ada perbedaan yang signifikan antara persen daya analgetik ektrak etanol daun seligi dan asetosal. Hasil uji Post Hoc Tests (LSD) diperoleh hasil persen daya analgetik ektrak etanol daun seligi pada dosis 100 mg/ 20 g BB mencit memiliki kemampuan daya analgetik yang sama dengan asetosal pada dosis 1,1 mg / 20 g BB mencit. 3.2. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan atau khasiat yang terdapat didalam ekstrak etanol daun seligi yang memberikan efek analgetik pada hewan uji. 2. Perlu dilakukan penelitian secara fitokimia pada ekstrak etanol daun seligi, misalnya dilakukan isolasi dan perhitungan kadar flavonoid yang terdapat dalam daun seligi. 3. Perlu adanya penurunan dosis asam asetat yang digunakan, karena dosis 300 mg/kg BB menimbulkan jumlah geliat yang sangat banyak terhadap hewan uji, misalnya diturunkan menjadi 100 mg/kg BB. 4. Perlu dilakukan penelitian secara in vivo yang lain terhadap ekstrak etanol daun seligi, misalnya terhadap efek antiinflamasi dan antipiretik. REFERENSI [1] Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2000. Inventaris tanaman Obat Indonesia (1) Jilid I. Jakarta. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. [2] Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar Fundamental : Konsep, proses dan praktek. Edisi 4 . Jakarta. EGC. [3] Smeltzer, S.C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart.
39
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
[4]
Edisi 8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran. Ekstraksi merupakan suatu pemisahan senyawa yang terkandung dalam bahan cair/padat dengan
ISSN : 2355-1313
[5]
menggunakan pelarut tertentu pada temperatur tertentu (Anwar dkk, 1994). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Dirjen Jakarta : Pengawasan Obat dan Makanan.
40
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Pola Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pasien Pediatrik Rawat Inap Di RSUD Karanganyar Bulan November 2013-Maret 2014 Mega Kusumanata1, Susi Endrawati2 Program Studi D III Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia ABSTRACT: Background: Acute respiratory infection is an acute infection that attracks the respiratory tract (from nose to alveoli). It includes rhinitis, sinusitis, pharingitis, laryngitis, epiglotis, tonsilitis, otitis, bronchial infection on bronchus, broncholitis and pneumonia. Objective: The result to view description on the pattern of acute respiratory infection medication of the hospitalized pediatrict patients at the Local General Hospital of karanganyar in the month November 2013-March 2014, and determine compliance with the medication management guidelines of World Health Organization (WHO): Model Formulary for Children 2010 and the Ministry of Health of the republic Indonesia: Pharmaceutical Care for Respiratory Infection Disease 2005. Method: This research used non-experiment method with the descriptif non-analytical approach. The data of the research were the medical records of the hospitalized pediatric patients at the Local general hospital of Karanganyar who suffered from the acute respiratory infection. Result: The result of the research show that of the 32 padiatrict patient suffering from the acute respiratory infection, 53% are male and 47% are female. The therapies administered to the clients are principal therapy (antibiotics) and supportive therapy (simptomatics). The evaluation on the therapies shows that 91% the therapies are right dosage and 9% are not right dosage. Conclution: In general, the pattern of the medication administered to the pediatrict patients suffering from the ARI has been appropriate with the medication management guidelines of World Health Organization (WHO): Model Formulary for Children 2010 and the Ministry of Health of the republic Indonesia: Pharmaceutical Care for Respiratory Infection Disease 2005. Keywords: Acute Respiratory Infection (ARI), pediatrict, medication and infection. ABSTRAKSI: Latar Belakang: Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang saluran pernafasan (hidung sampai alveoli). Infeksi saluran nafas akut meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laryngitis, epiglotis, tonsilitis, otitis, infeksi pada bronkus, alveoli, bronkhiolitis dan pneumonia. Tujuan: Penelitian ini untuk melihat gambaran pola pengobatan pada kasus iSPA pasien pediatrik rawat inap di RSUD Karanganyar pada bulan November 2013-Maret 2014, dan mengetahui kesesuaiannya dengan pedoman penatalaksanaan menurut World Health Organization (WHO): Model Formulary for Children 2010 dan Depkes RI: Pharmaceutical Care untuk penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2005. Metode: Penelitian ini menggunakan penelitian Non Eksperimen dengan pendekatan deskriptif non analitik dan pengumpuan data retrospektif terhadap data rekam medis pasien ISPA pediatrik. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 kasus ISPA pediatrik, 53 % diantaranya pasien lakilaki dan sisanya 47 % perempuan. Terapi ISPA dilakukan dengan terapi pokok (antibiotik) dan terapi suportif (simptomatik). Evaluasi terapi menunjukkan bahwa 91 % tepat dosis dan 9 % tidak tepat dosis. Kesimpulan: Secara umum pola pengobatan pasien ISPA pediatrik telah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan dari WHO: Model formulary for Children 2010 dan Depkes RI: Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2005. Kata Kunci: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Pediatrik, Pengobatan, Infeksi. 1.1. PENDAHULUAN Penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat salah satunya adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus, dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernafasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena ISSN : 2355-1313
sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Kejadian penyakit batuk-pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali per tahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah suatu penyakit yang paling banyak diderita oleh anak-anak baik di negara berkembang maupun negara maju dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakit tersebut. Penyakit-penyakit saluran pernafasan pada 41
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan yang paling penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. Hingga saat ini, angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20-30% (Depkes, 1992 : 1-2). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pola pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di RSUD Karanganyar Bulan November 2013-Maret 2014 dan untuk mengetahui kesesuaiannya dengan standar penatalaksanaan menurut World Health Organization (WHO): Model Formulary for Children 2010 dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Pharmaceutical Care untuk penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2005. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (1) Pola pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pasien Pediatrik Rawat Inap di RSUD Karanganyar Bulan November 2013Maret 2014 penatalaksanaannya sesuai dengan standar pelayanan medis RSUD Karanganyar, (2) Pemilihan obat dan aturan pakai obat ISPA pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar Bulan November 2013-Maret 2014 sudah memenuhi standar penatalaksanaan menurut World Health Organization (WHO): Model Formulary for Children2010 dan Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2005. 1.2. METODE PENELITIAN penelitian dilakukan di RSUD Karanganyar, pada bulan Maret 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif dan pengumpulan data secara retrospektif. Populasi: Seluruh pasien ISPA (32 pasien) pediatrik (usia 0-18 tahun) di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar bulan November 2013-Maret 2014. Sampel: Pasien ISPA pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Karanganyar bulan November 2013-Maret 2014 yang memenuhi kriteria inklusi. Tehnik pengumpulan data diperoleh secara retrospektif terhadap kartu rekam medis seluruh pasien Instalasi Rawat Inap Infeksi Saluran Pernafasan Akut Pasien Pediatrik di ISSN : 2355-1313
RSUD Karanganyar bulan November 2013Maret 2014, kemudian dianalisis dengan metode deskriptif non analitik dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram atau grafik serta dihitung persentasenya. Uji validitas dalam penelitian ini adalah validasi lapangan. Tujuan validasi untuk mengetahui data yang diambil valid atau tidak valid, sebagai bukti bahwa data yang diambil sudah valid untuk di teliti lebih lanjut. Validasi dilakukan oleh Dra. Arini Ekowati, M.Si., Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi dan Sarwastutik, A.Md selaku Kepala Instalasi Rekam Medis RSUD Karanganyar, dengan mengisi lembar data validasi obat yang sudah dibuat. 2.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Subyek Penelitian 1. Jumlah Pasien Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Sejumlah 32 pasien pediatrik (usia 0-18 tahun) rawat inap di RSUD Karanganyar telah terdiagnosis ISPA selama bulan November 2013 sampai dengan Maret 2014. Data rekam medis pasien ISPA pediatrik selama bulan November 2013-Maret 2014 yang dijadikan subjek penelitian adalah data rekam medis pasien pediatrik yang memenuhi kriteria inklusi mencakup identitas, diagnosis infeksi saluran pernafasan akut dan mendapat perawatan di instalasi rawat inap RSUD Karanganyar. 2. Distribusi Pasien Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin Pasien pediatrik dari usia 0-18 tahun diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu pediatrik pada rentang usia 0-6 tahun, 7-12 tahun dan 13-18 tahun. Pasien pediatrik pada rentang usia 0-6 tahun merupakan tahap neonatus dimana terjadi perubahan klimakterik yang sangat penting dan bayi merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat. Pada rentang usia 7-12 tahun merupakan tahap anak-anak dimana masa pertumbuhan secara bertahap. Pada rentang usia 13-18 tahun (remaja) merupakan akhir tahap perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa (Aslam, 2003: 191-192). Distribusi pasien berdasarkan usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin dan usia Usia Jenis Kelamin
0-6 th
7-12 th
1318 th
Jumlah Pasien
Persen tase (%)
42
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Laki-laki
12
3
2
17
53
Perempuan
8
5
2
15
47
Jumlah
20
8
4
32
100
Data yang tercatat berdasarkan usia menunjukkan bahwa penderita kelompok usia 06 tahun terdapat paling banyak yakni 20 pasien. Wahyono (2008: 20-22) melaporkan bahwa penderita infeksi saluran pernafasan akut paling banyak pada rentang usia 12-59 bulan (1-4 tahun). Sebagian besar pasien yang memenuhi kriteria inklusa berjenis kelamin laki-laki (53%) dan sisanya (47%) adalah perempuan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Wahyono (2008: 2224) menyebutkan bahwa penderita infeksi saluran pernafasan akut lebih sering didapatkan pada laki-laki dibanding wanita yaitu pasien lakilaki sebesar 55,8 % sedangkan sisanya 44,2 % adalah perempuan. Berdasarkan penelitian yang sudah ada tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak laki-laki lebih rentan menderita ISPA daripada perempuan, jadi perlu adanya studi lanjut mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan kasus ISPA 3. Distribusi Pasien Berdasarkan Domisili Berdasarkan data pasien yang tercatat berdasarkan domisili, pasien ISPA pediatrik berasal dari Karanganyar. Hal ini bisa dikarenakan letak rumah sakit yang memadai sehingga RSUD Karanganyar ini dijadikan sebagai salah satu rumah sakit rujukan dan rumah sakit utama untuk pasien berobat. Akreditasi C yang disandang oleh rumah sakit ini juga menjadi pertimbangan bagi pasien dan dokter praktik maupun klinik untuk merujuk pasiennya untuk mendapatkan pengobatan di rumah sakit ini. 4. Distribusi Pasien Berdasarkan Lama Perawatan
5. Distribusi pasien berdasarkan status keluar Status keluarnya pasien dibagi menjadi 2 yaitu keadaan keluar RS (sembuh, perbaikan, buruk, meninggal setelah 48 jam dirawat dan meninggal sebelum 48 jam dirawat) dan cara keluar (atas persetujuan/ijin dokter, pulang paksa, meninggal, melarikan diri dan dikirim ke rumah sakit lain). Semua pasien keluar dari rumah sakit dengan status keluar atas persetujuan/ijin dokter, karena keadaan pasien sudah sembuh. Pola Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Pasien Pediatrik 1. Pasien ISPA Pediatrik Pasien pediatrik yang terdiagnoa ISPA diklasifikasikan menjadi 4 yaitu pasien dengan ISPA bronkitis, ISPA faringitis, ISPA Sinusitis dan ISPA pneumonia. Berdasarkan penelusuran data, diperoleh pasien dengan diagnosa terbanyak adalah ISPA Pneumonia sebanyak 49%. Sampai saat ini pneumonia masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama pada balita. Setiap tahun lebih dari 2 juta anak di dunia meninggal karena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), khususnya pneumonia. Pneumonia ini memang banyak ditemui pada pasien pediatrik yang menderita ISPA. Pada banyak negara berkembang khususnya Indonesia, lebih dari 50% kematian pada umur anak-anak balita disebabkan karena infeksi saluran pernafasan akut pneumonia, yakni infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli (Depkes, 2002: 32).
Gambar 4.5 Diagram klasifikasi pasien ISPA
Gambar 4.4. Diagram distribusi pasien berdasarkan lama perawatan Berdasarkan data, diperoleh hasil distribusi pasien dengan lama perawatan terbanyak yaitu 3-4 hari sebanyak 63 % pasien. ISSN : 2355-1313
Penggunaan Obat Terapi Antibiotik (ISPA) pada Pasien Pediatrik 1. Penggunaan Antibiotik Terapi pokok untuk infeksi saluran pernafasan akut adalah terapi dengan menggunakan antibiotik. Berdasarkan analisis data pada catatan rekam medis subyek penelitian, didapatkan sebanyak 6 jenis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan ISPA pediatrik ini. Antibiotik tersebut terdiri dari golongan penisilin (ampicillin dan amoxicillin), 43
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
sefalosporin (cefotaxim, cefadroxil, ceftriaxon dan cefixime), dan aminoglikosid (gentamycin).
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan adalah golongan sefalosporin sebesar 77%. Salah satu antibiotik dari golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan adalah cefotaxime, sebanyak 65%. Cefotaxime ini banyak diresepkan oleh dokter untuk kasus ISPA pneumonia. Sesuai dengan pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia di Indonesia (Depkes RI, 2003: 58) bahwa cefotaxime merupakan slah satu antibiotik golongan sefalosporin yang paling banyak digunakan oleh pasien rawat inap. b) Tepat dosis, frekuensi dan durasi Dosis penggunaan antibiotik untuk terapi ISPA pediatrik RSUD Karanganyar selama bulan November 2013-Maret 2014 dapat dilihat pada Tabel 4.4.
2. Evaluasi Penggunaan Antibiotik a) Tepat obat dan indikasi Tabel 4.3 Penggunaan antibiotk terapi pokok ISPA pediatrik Golongan dan Jumlah Pengguna Nama Antibiotik (%) Penicillin 35 % Ampicillin 4% Amoxicillin 31 % Sefalosporin 77 % Cefotaxime 65 % Cefadroxil 6% Cefixime 3% Ceftriaxon 3% Aminoglikosida 3% Gentamycin 3%
Tabel 4.4 Dosis penggunaan antibiotik untuk terapi ISPA pediatrik Dosis No
Antibiotik
Sediaan
50 mg-2 g
50 (tiap 8-12 jam)
Standar Depkes RI (mg/kg/hari) 50-70
30-500
40-90
25-50
Penggunaan (mg/kg/hari)
Frek.
1
Cefotaxime
Injeksi
2
Amoxicillin
Injeksi
Tiap 12 jam Tiap 8 jam
Sirup
3 dd
Standar WHO (mg/kg/hari)
Ket
√ √
3
Ampicillin
Injeksi
Tiap 8 jam
25-50
100-200
25-50
√
5
Cefadroxil
Tablet
2 dd
30
-
30
√
6
Gentamycin
Injeksi
Tiap 8 jam
6
7,5
7,5
√
7
Ceftriaxone
Injeksi
Tiap jam
50
50-77 mg/kg
50-75
12
√
Penggunaan Obat Terapi Suportif ISPA Pada Pasien Pediatrik
Gambar 4.8 Persentase terapi suportif obat simptomatik ISSN : 2355-1313
44
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
a. Tepat dosis, frekuensi dan durasi Tabel 4.7 Dosis penggunaan obat terapi suportif ISPA pediatrik Dosis N o 1
Jenis Obat
Obat
Sediaan
Obat Analgetikantipiretik
Paracetamol
Injeksi
Frek.
Pengguna an (sekali)
2
3 dd
7-21 200-250 mg
-
0,5-1 g
2-2,5 mg
0,1-0,2 per dosis 3-4
10 mg (3 dd)
√
10 mg
√
4 dd 200 Mg
√
Metampiron
Injeksi
3 dd
Metoklopramide
Injeksi
3 dd (tiap 8 jam)
15 (tiap 4-6 jam max. 4 g)
√
√
0,5-1 g
√
Obat Saluran Cerna Antiemetik
Laksatif
Bisakodil
Supp
1 dd
10 mg
Antasid
Ranitidin
Injeksi
2 dd
12,5-25 mg
Antidiare
3
Ket
60-500 mg
Tablet Injeksi
Standar Depkes RI (mg/kg/ hari) 10 (4-6 dd)
3 dd
Sirup Metamizole Na
Standar WHO (mg/kg/hari)
Sirup
3 dd
200 mg
2-4 (2-3 dd max. 150 mg) 30 max. 3000 mg
Al Hidroksida + Mg Hidroksida L-Bio
0,5-1 g
Sachet
2 dd
-
-
-
Dialac
Sachet
2 dd
-
-
-
Obat Batuk Hitam
Sirup
3 dd
50 mg
-
100-150 mg max 3 g
√
Amboxol
Sirup
3 dd
7,5-30 mg
-
20-50 mg
√
Salbutamol
Tablet
3 dd
1-2 mg
1-2 mg 4 dd
2-4 mg
√
√
Obat Saluran Nafas Ekspektoran
Antiasma
Dosis N o
4
Jenis Obat
Obat
Sediaan
Dekongestan
Difenhidramin HCl
Sirup
Vitamin C
Tablet
Vitamin dan Mineral
Imunos 5
Kortikosteroid
Dexametason
Psikofarma
Injeksi
Standar WHO (mg/kg/hari)
3 dd
6-12,5 mg
-
1-3 dd
25-50 mg
2-3 dd 2 dd
5 ml
250 mg sehari dalam 1-2 dosis Terbagi
Standar Depkes RI (mg/kg/ hari) 4 dd 1 mg/kg -
ket
-
√
-
-
0,5-2 mg
24 mg
4 dd 0,250,5 mg
√
Tablet
3 dd
Injeksi
3 dd
0,2 mg
-
0,5 mg/kg
-
Tablet
Bila kejang
2-5 mg
-
6-30 mg
√
Suppo
1 dd
5-10 mg
100-200 mg/kg (max. 5 mg)
Cetirizine
Kaplet
1 dd
5-10 mg
-
1 dd 10 mg
√
CTM
Tablet
3 dd
3-6 mg
1-2 mg
2-8 mg
√
Methyilprednisolon 6
Sirup
Pengguna an (sekali)
Frek.
Diazepam
Injeksi
7
Antihistamin
ISSN : 2355-1313
45
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
3.1. KESIMPULAN 1. Pengobatan terapi ISPA pediatrik rawat inap di RSUD Karanganyar yang meliputi terapi antibiotik dan terapi suportif obat simptomatik sudah memenuhi standar pedoman penatalaksanaan dari WHO: Model formulary for Children 2010 dan sDepkes RI: Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2005. . 2. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan obat antibiotik sebanyak 97 % dan terapi suportif obat ssimptomatik yang meliputi analgesik-antipiretik 100 %, obat saluran cerna 84 %, obat saluran pernafasan 75 %, vitamin dan mineral 31 %, psikofarmaka 6 % dan antihistamin 40 %. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 91 % pengobatan tepat dosis dan 9 % tidak tepat dosis. Secara umum pola pengobatan seluruh pasien ISPA pediatrik (32 orang) rawat inap yang di rujuk di RSUD Karanganyar pada bulan November 2013Maret 2014 telah sesuai dengan pedoman penatalaksanaan dari WHO: Model formulary for Children 2010 dan Depkes RI: Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2005.
[4]
[5]
[6]
[7]
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta: Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. Depkes RI. 2010. Word Health Organization (WHO): Model Formulary for Children 2010. Geneva: WHO. Depkes RI. 2003. Pneumonia Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Wahyono, D. Indr, H. dan Ika, W.B.A. Pola Pengobatan infeksi. Majalah Farmasi Indonesia.
3.2. SARAN 1. Penelitian sejenis ini perlu dilakukan lagi kedepannya untuk mengetahui perkembangan pengobatan ISPA bagi pasien pediatrik. 2. Penelitian ini akan lebih baik jika dilanjutkan dengan penelitian mengenai efektivitas terapi ISPA pasien pediatrik. REFERENSI [1] Aslam, M. Chik, KT. dan Adji, P. Farmasi klinis (Clinical Pharmacy) Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT Alex Komputindo Kelompok Gramedia. [2] Depkes RI. 1992. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta: Dirjen PPM dan PLP. [3] Depkes RI. 2002. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA untuk penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP. ISSN : 2355-1313
46
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Pengaruh Ekstrak Etanol Dan Dekokta Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Sebagai Pewarna Terhadap Kualitas Sabun Organik Transparan Berbasis Minyak Jelantah Yang Dimurnikan Dengan Ekstrak Mengkudu Dengan Pengaroma Minyak Atsiri Kulit Jeruk Purut (Citrus Hystrix) Wiji Sri Kusumaningsih1, Siwi Hastuti2 Pharmacy Undergraduate Programm Study Of Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Background : Soap is a main requirement to keep cleaning. The dye used are usually synthetic dyes which have side effects. Mangos teen peel contains anthocyanins which can be used for colouring. Lime skin contain of oil that can be used as perfume . Objective:To examine the effect of mangosteen peel extracts were isolated with water and ethanol 96 % to the transparent quality organic soap based cooking oil with odour lime peel essential oil. Methods: Refine cooking oil, mangos teen peel is isolated by maceration and dekokta, the lime skin is isolated by distillation. Later made into a soap formulation and evaluation test then observed the effect of mangos teen peel extract against the results of an evaluation test that determines the quality of the soap . This research is an experimental study conducted in the laboratory by the method of saponification. The data analysis use SPSS 18 to the formality test(Kolmogorov Smirnov test) followed by a test of independent samples test. Results : Quality soap dekokta and ethanol extract of mangos teen peel has a value of p>0.05 (Ho is accepted, there is no difference).except of rendemen and the length of the soap foam.soapdekokta and ethanol extract of mangoes teen peel,compared with ISO soap standar has a value p> 0,05 ( Ho is accepted, thereis no difference)exceptt of dekokta soap rendemen. Conclusion : There is no significant difference etanol extract soap and dekokta mangoes teen peel except rendemen and the length of soap foam.Ethanol extract and dekokta mangoes teen peel has an effect on the yield parameters of soap. Ethanol extract soap and dekokta mangoes teen peel reach the standards of ISO 06-3532 1994 in randemen and organoleptic parameters, pH, length of foam, stability test, a test of homogeneity, transparency test, inhibition against Staphylococcus aureus and determination of the saponification numbering except of dekokta soap mangoes teen peel. Keywords : The quality of transparant organic soap , cooking oil , extracts ethanol of mangos teen peel , dekokta of mangoes teen peel, lime peel , ISO standard 06-3532 1994 ABSTRAK: Latar belakang : Sabun merupakan kebutuhan pokok untuk menjaga kebersihan. Pewarna yang digunakan biasanya adalah pewarna sintetis yang mempunyai efek samping. Kulit manggis mengandung antosianin yang bisa digunakan untuk pewarna. Kulit jeruk purut memiliki kandungan minyak atsiri yang bisa dijadikan untuk parfum. Tujuan : Untuk meneliti pengaruh ekstrak kulit manggis yang diisolasi dengan air dan etanol 96% terhadap kualitas sabun organik transparan berbasis minyak jelantah dengan pengaroma minyak atsiri kulit jeruk purut. Metode : Minyak jelantah dimurnikan dengan ekstrak mengkudu, kulit manggis diekstraksi dengan maserasi dan dekok, kulit jeruk purut diisolasi dengan destilasi. Kemudian dibuat formulasi menjadi sabun dan dilakukan uji evaluasi kemudian diamati pengaruh ekstrak kulit manggis terhadap hasil uji evaluasi sabun yang menentukan kualitas sabun. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium dengan metode saponifikasi. Analisa data menggunakan SPSS 18 dengan uji normalitas (kolmogorov Smirnov) dilanjutkan dengan uji independent samples test. Hasil: Parameter sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis dengan sabun standar SNI memiliki nilai P>0,05(Ho diterima, tidak ada beda) kecuali rendemen dan panjang busa sabun. Sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis dengan sabun standar SNI memiliki nilai P>0,05 (Ho diterima, tidak ada beda) kecuali pada rendemen sabun dekokta. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis kecuali rendemen dan panjang busa sabun. Ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis mempunyai pengaruh terhadap rendemen dan parameter sabun. Sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis memenuhi standar SNI dalam rendemen dan parameter organoleptis, pH, panjang busa, uji stabilitas, uji homogenitas, uji transparansi, daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan angka penyabunan kecuali pada rendemen sabun dekokta kulit manggis. Kata Kunci : Sabun organik transparan, minyak jelantah, ekstrak etanol, dekokta, kulit manggis, kulit jeruk purut, standar SNI 06-35321994. 1.1. PENDAHULUAN Menurut standarisasi kesehatan, minyak goreng tidak boleh dipergunakan ISSN : 2355-1313
berulang kali karena membuat komposisi kimia minyak tersebut meningkat (dilihat dari bilangan asam dan peroksidanya), dan 47
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
menghasilkan senyawa karsinogenik yang terjadi selama proses penggorengan. Penggunaan minyak jelantah yang berkelanjutan oleh manusia dapat menyebabkan berbagai macam penyakit diantaranya penyakit kanker, dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya, dan pengendapan lemak dan pembuluh darah (artherosclerosis). Tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah terbentuknya akrolein yang dapat menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak jelantah. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak jenuh(Ketaren,1986). Minyak jelantah yang dibuang secara sembarangan dan tidak diuraikan terlebih dahulu akan menyebabkan minyak tersebut menjadi limbah. Oleh karena itu dibutuhkan perhatian yang tepat agar limbah minyak jelantah dapat bermanfaat dan tidak merugikan kesehatan serta lingkungan manusia. Sebagai insan sosial,manusia memerlukan hubungan harmonis satu dengan yang lainnya dan salah satunya adalah penampilan yang rapi dan berbau sedap. Untuk itu memerlukan bahan seperti kosmetika. Kosmetika yang dikenal manusia adalah sabun, bahan pembersih kulit yang dipakai selain untuk membersihkan juga untuk pengharum kulit.Pewarna sintetis mempunyai efek dalam waktu lama dapat memicu adanya kanker. Sejak 1 Agustus 1996 negara–negara maju, seperti Jerman dan Belanda,telah melarang penggunaan zat pewarna berbahan kimia. Larangan ini mengacu padaCBI (Centre for the Promotion of Imports from Developing Countries) Ref.CBI/NB-3032 tertanggal 13 Juni 1996 tentang zat pewarna untuk produk clothing (pakaian), footwear (alaskaki), bedsheet (sprei /sarung bantal).Surveylapangan banyak produk untuk kecantikan maupun kesehatan yang menggunakan pewarna sintetis.Limbah kulit manggis sukar membusuk dalam tanah dan bila dibiarkan maka akan menimbulkan bau yang tak sedap sehingga akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Kandungan antosianin di dalam kulit manggis dapat menghasilkan pigmen yang dapat dijadikan sebagai pewarna alami. Warna yang dapat dihasilkan dari kulit manggis adalah merah, orange, ungu, biru (Wijaya, 2009).Palapol et al (2009) melaporkan pewarna alami dari antosianin kulit manggis mempunyai kualitas yang tinggi.Sakagami dkk (2002) melaporkan kulit manggis juga mengandung antibakteri dan mampu melawan ISSN : 2355-1313
bakteri enterococcus.Pada penambahan antibiotik diperoleh hasil penelitian bahwa kulit manggis bersifat sinergis dengan antibiotik dalam melawan bakteri.Johann S dkk (2012) melaporkan bahwa kulit jeruk purut mengandung minyak atsiri yang bisa melawan bakteri sehingga dapat melawan kuman penyakit dalam tubuh. PDQ (2013) melaporkan bahwa kulit jeruk purut memiliki kandungan minyak atsiri yang bisa dijadikan untuk bahan parfum dan kecantikan dan Tundis R dkk (2013) melaporkan dari berbagai macam kulit jeruk yaitu kulit jeruk nipis, kulit jeruk purut dan jeruk keprok, kulit jeruk purut mempunyai potensi paling baik untuk dijadikan bibit parfum.Van Hung P dkk (2013) kulit jeruk purut mempunyai daya anti jamur. Menurut Harbone (1997) bahwa antosianin merupakan golongan flavonoid yang dapat larut dalam pelarut polar. Sehingga antosianin dalam kulit manggis dapat larut dalam air. Naimah dan Lina (2004) menyatakan bahwa antosianin larut baik dalam alkohol, disebabkan karena alkohol mempunyai kepolaran yang sama sehingga mampu melarutkan antosianin. Amin Fathoni, dkk (2013) melaporkan bahwa pelarut yang paling optimal untuk ekstraksi zat warna dari kulit buah manggis adalah etanol. Tetapi menurut (Harborne, 1996) menyebutkan bahwa antosianin merupakan pigmen berwarna kuat dan larut dalam air. Dan hal ini diperkuat oleh penelitian (Syamsudin dkk, 2008) bahwa Ekstraksi zat warna dari kulit manggis pada suhu 900C menghasilkan ekstrak zat warnayang memiliki intensitas warna tertinggi dengan absorbansi maksimalnya 0,100.Saraswati (2011) melaporkan bahwa bahwa ekstraksi zat warna dari kulit buah manggis adalah dengan konsentrasi etanol 95%. Ekstraksi zat warna dari kulit manggis pada suhu 600C menghasilkan ekstrak zat warna yang memiliki intensitas warna tertinggi pada kondisi konsentrasi etanol 95% dan perbandingan (F/S) 1: 15. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak kulit manggissebagai pewarna yang diekstrak dengan etanol 96% dengan metode remaserasi dan diekstrak dengan aquadest dengan metode dekok terhadap kualitas sabun transparan organik berbasis minyak jelantah dengan pengaroma minyak atsiri kulit jeruk purut (Citrus hystrix) sesuai standar sabun standar SNI 06-35321994. Ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis sebagai pewarna mempunyai perbedaan dan persamaan dalam parameter sabun. Ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis sebagai pewarna mempunyai 48
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
pengaruh terhadap parameter sabun organik transparan berbasis minyak jelantah dengan pengaroma minyak atsiri kulit jeruk purut dan sabun yang dihasilkan memenuhi standar SNI 06-3532 1994. 1.2. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk eksperimental
penelitian
Tempat Dan Waktu Penelitian Tempat di labolatorium Farmasetika dan Laboratorium Farmakognosi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Waktu. Penyusunan Karya Tulis ini dimulai pada bulan Januari hingga Mei 2014. Variabel Operasional Penelitian Variabel Bebas: Ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis Variabel Tergantung : Parameter Sabun Bahan Penelitian Bahan yang digunakan adalah Minyak jelantah (Pedagang ayam goreng Sukoharjo), Simplisia kulit manggis (Purworejo), Simplisia kulit jeruk purut segar (Sukoharjo), Buah mengkudu (Klaten), NaOH (teknik), Aquadest, Asam stearat(teknik), Etanol 96%(teknik), Saccaharum Album ( Gulaku), Gliserin (teknik). Alat Penelitian Alat yang digunakan adalahTimbangan elektrik (Sonic ss-a600), Alat destilasi stahl, Alat–alat gelas, Blender (Miyako), Cawan Penguap, Sendok stainless, Cetakan, Kompor listrik (Maspion). Metode Kerja Percobaan pertama dengan memurnikan minyak jelantah dengan sari mengkudu matang dan mentah dengan perbandingan 1: ½ , 1:1, 1:3 dan hasil yang paling baik digunakan untuk bahan baku sabun. Kulit jeruk purut diisolasi dengan menggunakan destilasi stahl dan kulit manggis di ekstraksi dengan menggunakan etanol 96% dengan remaserasi dan diekstraksi dengan aquadest dengan metode dekok. Masing-masing diformulasi dengan hasil pemurnian minyak jelantah dengan perbandingan 1:3 dan minyak atsiri kulit jeruk purut menjadi sabun transparan dengan replikasi masing-masing dari ekstrak kulit manggis sebanyak 3x. Sabun di uji evaluasi meliputi rendemen dan parameter organoleptis, pH, panjang busa, uji stabilitas, uji homogenitas, uji transparansi, daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan angka penyabunan. Masing – masing
ISSN : 2355-1313
parameter dibandigkan dengan standar SNI 06-3532-1994. Pemurnian Minyak Jelantah Pemurnian minyak jelantah dengan menggunakan sari mengkudu matang dengan perbandingan minyak : sari mengkudu 1:3. Minyak jelantah dan sari mengkudu dipanaskan padasuhu ± 700 C sambil dilakukan pengadukan kemudian didinginkan dan dilakukan pemisahan fase minyak dan fase air dengan corong pisah kemudian minyak disaring sebanyak 3x. IsolasiMinyakAtsiriKulitJerukPurut Kulit jeruk purut di oven selama 10 menit kemudian di isolasi dengan penyari aquadest 250 ml dengan destil asistahl selama 2 jam. EkstraksiKulitManggis Simplisia kering kulit manggis 100 mg di ekstraksi dengan etanol 96% 400 ml dengan metode remaserasi dan 100 mg di ekstraks idengan aquadest 400 ml dengan metode dekok. Pembuatan Sabun Organik Transparan Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan, membuat larutan NaOH 30 % dengan melarutkan 30gram NaOH dalam aquadest ad 100 ml. Menimbang semua bahan. Panaskan campuran 25 gram minyak jelantah murni dan 13,75 gram asam stearat dalam bekker diatas kompor penangas air pada temperatur 600C – 650C. Panaskan larutan NaOH 30% sebanyak 13,75 ml dalam gelas beker dan jaga temperatur tetap 400C. Masukkan larutan NaOH ke dalam minyak secara perlahan–lahan dan jaga temperature kurang lebih 600 C, aduk sampai homogen.Masukkan etanol, gula, dan gliserin pada sabun hasil saponifikasi aduk dan jaga temperature tetap 600 C. Tambahkan ekstrak kulit manggis 1 gram dan minyak atsiri kulit jeruk purut empat tetes segera tuang ke dalam cetakan. Analisis Analisis kualitas produk sabun meliputi rendemen dan parameter organoleptis, pH, panjang busa, uji sabilitas, uji homogenitas, uji transparansi, daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan angka penyabunan sesuai standar sabun SNI 063532-1994. Analisis data dengan menggunakan SPSS 18 dengan uji Kolmogorov Smirnov bila data terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji Independent Sample Test dan bila tidak terdistribusi normal diuji dengan non parametrik.
49
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
perbedaan yang signifikan pada parameter sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis kecuali pada rendemen dan parameter panjang busa sabun.
3.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Produk Sabun Hasil analisis disajikan pada tabel 1. Tampak bahwa sebagian besar parameter kualitas sabun telah memenuhi SNI, Hanya rendemen pada sabun dekokta kulit manggis yang tidak memenuhi standar SNI. Tidak ada
Tabel 1. Parameter Sabun Sesuai Standar SNI Dan sabun Hasil Penelitian Parameter yang Sabun Ekstrak Etanol Kulit Dianalisis SNI Manggis Rendemen 84,22% – 92,39 %, 84,923% Uji Organoleptik Warna : Warna asli Warna : Kuning Orange tanpapenambahanbahanpewarnad Bau : aromatis jeruk purut ankhas Tekstur : Bau : Netraldankhas kerasdantidakberminyak Tekstur : kerasdantidakberminyak Bentuk : Padat Bentuk : Padat Uji busa (daya buih) pH Lemak tersabunkan Homogenitas Stabilitas
Sabun Dekokta Kulit Manggis 76,38% Warna : Ungu (Purple) Bau : aromatis jeruk purut Tekstur : kerasdantidakberminyak Bentuk : Padat
0,87-2,73 cm 1,21 cm 8-11 9,67 Min 70% (0,7mg KOH /gram) 4,07 mg KOH /gram Sabun Homogen Homogen Tidak ada perubahan warna dan Tidak ada perubahan warna kekerasan pada sabun dan kekerasan pada sabun Sumber: SNI 06-3532-1994; Wijana dk (2005); L. Fitri (2013)
0,9 cm 10,33 4,21 mg KOH /gram Homogen Tidak ada perubahan warna dan kekerasan pada sabun
Tabel 2. Klasifikasi respon hambatanpertumbuhan bakteri menurutGreenwood yang disitasi olehPratama (2005). Diameter zona Respon hambatan hambat pertumbuhan ...> 20 mm
Sangat kuat
10 - 20 mm
Kuat
5 - 10 mm
Sedang
≤ 5 mm
Lemah
Tabel3. Klasifikasi Respon HambatanPertumbuhan BakteriHasilPenelitian Diameter Daya Respon Hambatan Sabun Konsentrasi Hambat Pertumbuhan Ekstrak Etanol Kulit Manggis Dekokta Manggis
Kulit
100% 80% 60% 100% 80% 60%
Tabel 4. Kolmogorov Smirnov Parameter Yang Dianalisis
24 mm 22 mm 20 mm 22 mm 20 mm 18 mm
Sangat Kuat Sangat Kuat Sangat Kuat Sangat Kuat Sangat Kuat Sangat Kuat
Signifikasi Sabun ekstrak etanol
Signifikasi Sabun SNI
Signifikasi Sabun Dekokta
Rendemen pH Panjang busa Diameter Daya Hambat
1,000 0,766 0,998 1,000
1,000 1,000 0,575 1,000
0,968 0,766 0,983 1,000
Angka penyabunan
1,000
1,000
0,766
ISSN : 2355-1313
50
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Keterangan : Nilai P < 0,05 Ho ditolak (Data Tidak Terdistribusi Normal) Nilai P >0,05 Ho diterima (Data Tidak Terdistribusi Normal)
Tabel 3. Uji Independent Sample Test Parameter Yang Signifikasi Sabun Ekstrak Dianalisis Etanol–Dekokta Kulit manggis Rendemen pH Panjang busa Diameter Daya Hambat Angka penyabunan
Signifikasi Sabun Ekstrak Etanol - SNI
Signifikasi Sabun Dekokta Kulit Manggis -SNI
0,019 dan 0,034 0,230 dan 0,230 0,037 dan 0,040 0,070 dan 0,070
0,503 dan 0,539 0,239 dan 0,306 0,652 dan 0,653 0,165 dan 0,222
0,018 dan 0,060 0,132 dan 0,133 0,063 dan 0,074 0,366 dan 0,409
1,000 dan 0,766
1,000 dan 1,000
0,766 dan 0,929
Keterangan : Nilai P < 0,05 Ho ditolak (ada perbedaan yang signifikan) Nilai P >0,05 Ho diterima (tidak ada perbedaan yangsignifikan)
3.2. Uji Organoleptik Warna Warna sabun yang dihasilkan merupakan warna asli tanpa penambahan bahan pewarna. Hasil formulasi sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis menghasilkan warna yang berbeda. Pada ekstrak etanol didapatkan rerata sabun transparan yang berwarna orange dan diduga dalam formulasi sabun transparan ekstrak etanol zat pelagornidin pada antosianin dapat larut dengan baik sehingga memberikan dominan warna orange. Pada dekokta kulit manggis didapat rerata arna ungu, zat yang larut dengan baik pada formulasi sabun dekokta kulit manggis adalah kandungan sianidin yaitu cyanidin-3sophoroside, dan cyanidin-3-glucoside sehingga ekstrak kulit manggis mempunyai pengaruh pada warna sabun. Aroma Aroma yang dihasilkan adalah khas aromatis dari minyak atsiri kulit jeruk purut pada sabun ekstrak etanol maupun dekokta kulit manggis sehingga tidak ada penambahan aroma sabun dari luar. Bentuk dan Tekstur Bentuk sabun yang dihasilkan pada sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis padat kotak sesuai dengan cetakan dan transparan. Tekstur yang didapatkan dari sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis sesuai SNI tidak berminyak, kesat da keras. Rendemensabun Rerata rendemen sabun ekstrak etanol kulit manggis 84,923 % b/b dan sabun dekokta ISSN : 2355-1313
kulit manggis 76,38 % b/b. Sabun SNI memiliki rendemen 84,22% b/b – 92,39% b/b. Dengan Uji statistik ada perbedaan yang signifikan rendemen sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis. Rendemen sabun ekstrak etanol memenuhi SNI dan dekokta tidak memenuhi SNI.Rendemen sabun ekstrak etanol lebih tinggi daripada sabun dekokta kulit manggis. Hal ini disebabkan karena didalam formulasi sabun transparan menggunakan etanol sehingga konsentrasi etanol tinggi yang menyebabkan antosianin larut dalam ekstrak etanol lebih sempurna daripada dekokta kulit manggis. Semakin tinggi kandungan etanol akan semakin banyak zat antosianin yang terlarut sehingga pigmen antosianin dapat menyebabkan warna sabun menjadi lebih tajam. Antosianin dekokta kulit manggis yang terekstraksi tidak banyak warna pigmennya karena antosianin akan mudah rusak oleh pengaruh suhu dan cahaya sehingga pada formulasi sabun antosianin dari dekokta kulit manggis tidak terekstraksi secara sempurna dan sebagian hilang karena mengalami degadrasi pada saat pemanasan dalam pembuatan sabun. Sehingga menyebabkan rendemen sabun dekokta kulit manggis lebih kecil. Rendemen juga dipengaruhi oleh viskositas suatu zat. Semakin tinggi viskositas suatu zat maka rendemennya juga akan lebih besar. Ekstrak yang disari dengan etanol mempunyai viskositas lebih tinggi sehingga ekstraknya lebih kental dan pada saat diformulasikan ke sabun menjadi lebih padat sehingga bobotnya tinggi menyebabkan rendemennya cukup tinggi. Dekokta kulit manggis menggunakan cairan penyari air 51
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
maka viskositasnya rendah dan ekstrak yang didapatkan kurang kental sehingga pada saat diformulasikan ke sabun menyebabkan kekerasan sabun berkurang sehingga bobot sabun juga berkurang dan rendemennya juga lebih rendah. Rendemen sabun ekstrak etanol memenuhi standar SNI tetapi dekokta tidak memenuhi standar SNI Uji pH Sabun Rerata pHsabun ekstrak etanol 9,67 dan dekokta 10,33. pH sabun SNI berkisar antara 8-11. Dengan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan pH sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis dan pHsabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis memenuhi standar SNI. pH sabun yang baik adalah basa karena sabun digunakanuntuk menghancurkan lemak pada kulit sehingga kotoran yang melekat padalemak dapat larut air dan pH mempengaruhi absorbsi kulit sehingga Ph yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Uji Panjang Busa Sabun Reratapanjangbusasabun ekstrak etanol kulit manggis 1,21 cm dan sabun dekokta kulit manggis 0,9 cm. Panjang busa SNI 0,87-2,73 cm. Dengan uji statistik ada perbedaan signifikan panjang busa sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis tetapi keduanya memenuhi panjang busa SNI. Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. Rerata diameter daya hambat sabun ekstrak etanol kulit manggis pada konsentrasi 100% 24 mm, konsentrasi 80% 22 mm, konsentrasi 60% 20 mm. Rerata sabun dekokta kulit manggis pada konsentrasi 100% 22 mm,konsentrasi 80% 20 mm, konsentrasi 60% 22 mm. Diameter daya hambat bakteri menurut SNI > 20 mm adalah sangat kuat. Dengan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan dimater daya hambat sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis. Daya hambat sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis memenuhi SNI. Daya hambat bakteri Staphylococcus aureus sabun ekstrak etanol kulit manggislebih besar daripada daya hambat sabun dekokta kulit manggis. Hal ini disebabkan perbedaan kandungan senyawa yang terikat pada setiap konsentrasi ekstrak dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin besar pula senyawa antimikroba yang dikandung oleh ekstrak tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barnet (1992) yang menyatakan bahwa perbedaan besarnya daerah hambatan untuk masing-masing konsentrasi dapat ISSN : 2355-1313
disebabkan karena perbedaan besarnya kandungan zat aktif. Kandungan zat aktif pada sabun ekstrak etanol kulit manggis lebih tinggi konsentrasinya sehingga memiliki daya hambat lebih besar daripada sabun dekokta kulit manggis. Ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis mempunyai daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus hal ini sesuai dengan penelitian sakagami et all (2002) bahwa kulit manggis mempunyai daya anti bakteri yang kuat dan bersifat sinergis dengan antibiotik dalam melawan bakteri. Uji Angka Penyabunan Rerata angka penyabunan pada sabun ekstrak etanol kulit manggis adalah 4,07 mg KOH/ gram dan dekokta 4,21 mg KOH/gram. Angka penyabunan SNI min 0,7 mg/gram KOH. Dengan uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan angka penyabunan sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis. Dan angka penyabunan sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis memenuhi SNI. Menurut Ketaren (1986), angka penyabunan dalam minyak dipengaruhi oleh adanya senyawasenyawa yang tak tersabunkan dalam minyak seperti sterol, pigmen, hidrokarbon, dan tokoferol yang dapat mengurangi kekuatan oksidasi terhadap ikatan tidak jenuh asam lemak. Semakin besar angka penyabunan semakin banyak lemak yang tersabunkan yang menyebabkan kualitas minyaknya semakin bagus sehingga kualitas sabun juga tinggi. Kualitas minyak yang mengalami degradasi dapat menurunkan kualitas sabun sehingga sabun menyebabkan iritasi bila digunakan. Minyak goreng pada penelitian ini di murnikan dengan sari mengkudu, antioksidan sari mengkudu dapat menurunkan asam lemak jenuh dalam minyak kemudian didalam formulasi sabun, ekstrak kulit manggis dapat mempertahankan ikatan asam lemak tak jenuh dalam minyak sehingga mendapatkan angka penyabunan yang baik. Uji Stabilitas Sabun Stabilitas sabun meliputi perubahan warna,bentuk dan tingkat kekerasan sabun. Stabilitas sabun ekstrak etanol kulit manggis sangat stabil pada suhu dingin maupun suhu kamar tetapi stabilitas sabun dekok kulit manggis sangat stabil pada suhu dingin dan stabil pada suhu ruangan karena tingkat kekerasan sabun dekokta kulit manggis pada suhu ruangan dibawah sabun ekstrak etanol. Uji Homogenitas Sabun Sabunekstrak etanol dan dekokta kulit manggis mempunyai homogenitas yang sama
52
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
tidak ada partikel asing adalam sabun dan dapat tercampur merata dengan basisnya.
[4]
Uji Transparansi Sabun Hasil sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis transparan dan tembus pandang dinilai dari 20 panelis responden. Hal ini disebabkan pada formulasi menggunakan alkohol dan gliserin untuk transparansi sabun kemudian ditambah dengan gula pasir yang menentukan tingkat tarnsparansi sabun. Semakin putih gula pasir yang yang digunakan transparansi sabun semakin baik.
[5]
4.1. KESIMPULAN DAN SARAN Tidak ada perbedaan yang signifikan sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis kecuali rendemen dan panjang busa sabun. Ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis mempunyai pengaruh terhadap rendemen dan parameter sabun. Sabun ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis memenuhi standar SNI dalam rendemen dan parameter organoleptis, pH, panjang busa, uji stabilitas, uji homogenitas, uji transparansi, daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan angka penyabunan kecuali pada rendemen sabun dekokta kulit manggis Untuk meningkatkan kualitas sabun organik transparan berbasis minyak jelantah dengan pengaroma minyak atsiri kulit jeruk purut dan pewarna ekstrak etanol dan dekokta kulit manggis diperlukan upaya penelitan lebih lanjut dengan dilakukan uji kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida sesuai standar SNI, uji daya antioksidan secara in vitro dan in vivo, dan uji daya hambat bakteri terhadap bakteri Escherichia coli REFERENSI [1] Andriany, Megah and Nurrahima, Ns. Artika(2009)Pengembangan Upaya Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas Melalui Proses Adsorpsi. Universitas sumatra utara [2] Amin Fathoni, Mando Hastuti, Dwi Agustina V, Suwandri, 2013. Penentuan Jenis Dan Konsentrasi Pelarut Untuk Isolasi Zat Warna Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L). Program Studi Kimia MIPA Fakultas Sains dan Teknik UNSOED Purwokerto [3] Asep Muhamad Samsudin Dan Khoiruddin, 2008. Ekstraksi, Filtrasi, Membran Dan Uji Stabilitas Zat Warna Dari Kulit Manggis(Garcinia mangostana L). Jurusan Tekhnik Kimia, Fakultas Tekhnik Universitas Diponegoro. ISSN : 2355-1313
[6]
[7] [8]
[9] [10] [11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
BadanStandarNasional Indonesia. 1994. StandarisasiSabunPadat. Jakarta: Badan SNI Indonesia. Bourne. 1982. Food Texture and Viscosity. Concept and Measurement. Academic. Academic Press, Inc. New York... Effendi,W.1991. Ekstraksi,purufikasi,karakterisasi Antosianin dari kulit manggis (Garcinia mangostana L). Fakultas pertanian institut pertanian bogor. Bogor Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. ITB : Bandung. Harborne, J.B. 1996. MetodeFitokimia:Penuntun Cara ModernMenganalisa Tumbuhan. (Diterjemahkan oleh : K. Padmawinata dan i. Soediro).Bandung : Penerbit ITB. Jawelz, M. A. 1995, Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Edisi 20, EGC, Jakarta Ketaren, S., 1986. Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. MoongkarnAntiproliferation, antioxidation andinddi P, Kosem N, Kaslungka S,Luanratana O, Pongpan N, Neungton N.,2004, uction of apoptosis by Garciniamangostana (mangosteen) on SKBR3human breast cancer cell line,JEthnopharmacol., 90(1):161-166. Mulyati, S., Meilina, Hesti. 2006. Pemurnian minyak jelantah dengan menggunakan sari mengkudu. UNSYIAH Digital Librar Naimah S, dan Lina H. 2004. Pengaruh Konsentrasi Asam dan Waktu Ekstraksi Antosianin dari Kulit Buah Manggis (Garciana mengostana L.).Buletin Penelitian Volume 26 No 1. Niken Dian Saraswati Dan Suci Epri Astutik, 2011. Ekstraksi Zat Warna Alami Dari Kulit Manggis Serta Uji Stabilitasnya. Jurusan Tekhnik Kimia, Fakultas Tekhnik Universitas Diponegoro. Palapol Y, Ketsa S, Stevenson D, Cooney JM, Allan AC, Ferguson IB (2009) Colour development and quality of mangosteen (Garciniamangostana L.) fruit during ripening and after harvest. Postharvest Biol Technol 51:349–353 Sakagami, Y., Kajimura, K., Wijesinghe, W.M.N.M., Dharmaratne, H.R.W., 2002. Antibacterial activity of Calozeyloxanthone isolated from Calophyllum species against 53
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
[17]
[18]
[19]
Vancomycin-resistant Enterococci (VRE) and synergism with antibiotics. Planta Med. 68, 541-543.. Suksamrarn S, Suwannapoch N, Phakhodee W,Thanuhiranlert J, Ratananukul P, ChimnoiN, Suksamrarn A., 2003,Antimycobacterial activity of prenylatedxanthones from the fruits of Garciniamangostana, Chem Pharm Bull (Tokyo).,51(7):857-859. Susinggih Wijana, Siti Asmaul Mustaniroh, dan Indha Wahyuningrum, 2005. Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Untuk Pembuatan Sabun:Kajian Lama Penyabunan Dan Konsentrasi Dekstrin. Universitas Brawijaya, Malang. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 6 No. 3 (Desember 2005) 193 – 202 Susinggih Wijana, Soemarjo, dan Titik Harnawi, 2009. Studi Pembuatan Sabun Mandi Cair Dari Daur UlangMinyak Goreng Bekas (Kajian Pengaruh Lama PengadukanDan Rasio Air:Sabun Terhadap Kualitas).Jurusan Teknologi Industri
ISSN : 2355-1313
[20]
[21]
[22]
PertanianFak. Teknologi PertanianUniversitas Brawijaya. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10 No. 1 (April 2009) 54 – 61. Tundis R, Loizzo MR, Bonesi M, Menichini F, Mastellone V, Colica C, Menichini F.2012.Comparative study on the antioxidant capacity and cholinesterase inhibitory activity of Citrus aurantifolia Swingle, C. aurantium L., and C. bergamia Risso and Poit. peel essential oils.J Food Sci. 2012 Jan;77(1):H40-6. doi: 10.1111/j.1750-3841.2011.02511.x.. Watanapokasin, R etal. 2010. Potential of Xanthones from Tropical Fruit Mangosteenas Anti-cancer Agents: Caspase-Dependent Apoptosis Induction In Vitro and in Mice. Appl Biochem Biotechnol. 162:1080–1094. Wijaya, L.A., Marcel P.S., Fenny S. 2009. Mikroenkapsulasi Antosianin Sebagai Pewarna Makanan Alami Sumber Antioksidan Berbasis Limbah Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) InstitutPertanian Bogor. Bogor.
54
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
AKTIVITAS ANALGETIK INFUSA DAUN KERSEN (Muntingia calabura L) PADA MENCIT JANTAN RAS SWISS THE ANALGETIC ACTIVITY OF KERSEN LEAVES (Muntingia calabura L) TO SWISS RASS MALE MICE Ery Septyan Danugroho1, Nova Rahma Widyaningrum2 Poltekkes Bhakti Mulia
[email protected] Abstrak Latar Belakang: Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan. Kerusakan ini juga mengakibatkan adanya radang, yang mungkin akan berkembang menjadi suatu penyakit, sehingga rasa nyeri akan meningkat. Jika rasa nyeri tidak diatasi, maka akan menyebabkan terganggunya aktivitas bahkan keparahan penyakit akan meningkat. Seiring berkembangnya ilmu pengobatan, masyarakatpun semakin kritis dalam memelihara kesehatannya. Penggunaan senyawa analgetik sintesis, memiliki banyak efek samping, sehingga beralih ke penggunaan bahan alam, salah satunya adalah daun kersen (Muntingia calabura L). Pada masyarakat Peru, daun kersen digunakan untuk mengurangi radang, juga mampu meredakan sakit kepala. Kandungan daun kersen antara lain senyawa flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin, yang memiliki khasiat sebagai antioksidan, analgetik juga antibakteri. Tujuan : Mengetahui kemampuan atau aktivitas analgetik infusa daun kersen pada hewan uji mencit jantas Ras Swiss. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan desain posttest only control group dengan pendekatan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah daun kersen dan mencit ras swiss. Sedangkan sampel yang digunakan adalah daun kersen yang sudah tua dan mencit jantan ras swis dengan bobot 25gram-30 gram. Perlakuan yang diberikan mencit ada empat kelompok, yaitu kelompok uji dengan Dosis infusa daun kersen 27mg/kgBB, kelompok uji dengan dosis infusa 270 mg/kgBB, kontrol negative menggunakan CMC Na dan kontrol positif menggunakan parasetamol. Pengamatan dilakukan dengan melihat jumlah geliat pada masingmasing kelompok uji, kemudian dihitung daya analgetiknya. Analisis hasil tersebut kemudian dianalisa menggunakan metode Anova dengan bantuan SPSS 16.0. Hasil: Hasil rendemen infundasi daun kersen adalah 92,59 % v/b. Hasil persentasi daya analgetik dosis 270 mg/kg BB dan 27 mg/kg BB dari tiga kali replikasi. Dosis 270 mg/kg BB dari replikasi pertama diperoleh rata-rata 60,81 %, replikasi ke dua memiliki rata-rata 57,59 %, dan replikasi ke tiga memiliki rata-rata 56,04 %. Dosis 27 mg/kg BB dari replikasi pertama diperoleh rata-rata 37,50 %, replikasi kedua 35,84 %, replikasi ke tiga 35,83 %. Rata-rata persentase daya analgetik kontrol positif paracetamol dosis 4,5 mg/kg BB memiliki rata-rata 69,58 %. Pada uji anova, terdapat perbedaan bermakna, dilihat dari nilai Fhitung>Ftabel, yaitu 36,780>3,5219. Tetapi pada uji LSD pada dosis 270 mg/kg BB dengan dosis 27 mg/kg BB diperoleh hasil tidak ada perbedaan, tetapi dengan kontrol positif paracetamol memiliki perbedaan Kesimpulan: Infusa daun kersen (Muntingia calabura L) memiliki aktivitas sebagai analgetik, setelah diujikan pada mencit jantan Ras Swiss. Kata kunci: daya analgetik, infusa daun kersen, mencit jantan Ras Swiss
ISSN 2355-1313
55
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Abstract Background: Pain is uncomfortable perception caused by the tissues damage. It also will make an inflammation on our tissues, probably it indicates the seriously problem. The increasing pain will appear when the unpredictable desease become into severity. If this condition cant be solved well, so that our activites will be disturbed, even the severity of the desase will increase. The using of sintethic analgetic drugs have many side effects, so that the community prefer to have back nature habit. One of the traditional medicine is kersen leaves (Muntingia calabura L). Peru’s community use its flower stew to release the inflammation, headache attack and also unpredictable pain. Kersen leaves contains flavonoide compound, alkaloide, tannin and also sapponin which use for antioxidant activity, analgethic also antibacterial activity. Objective: To know the capability or activity of analgethic leaves kersen infusa to Swiss rass male mice as test animal. Method: This study was an experimental research with posttest only control design by cross sectional approach. The population were kersen leaves and Swiss Rass male mice. The sample were the old leaves kersen taken by randomized and the test animal was swiss rass male mice with their weight were 25 – 30 gramm taken by randomized too. There were four groups, they were the first group was a test group with 27mg/kgBB doses, the second one was a test group with 270 mg/kgBB doses, the next was negative control by CMC Na and the last was positive control by paracetamol. The data analyze was done by observed the amount of their stretching caused by acetat acid stimulated then accounted the power of analgethic. This result analyzed with Anova method by SPSS 16.0. Result: The result of kersen leaves infundation sample was 92,59% v/b. The result showed analgetic activity at 270 mg/kg BB and 27 mg/kg BB doses from three replications. Dose 270 mg/kg BB obtained mean value of 60.81% from the first, 57.59% from the second, and 56.04% from the third replications. Dose 27 mg/kg BB obtained mean value of 37.50% from the first, 35.84% from the second, and 35.83% from the third replications. The mean percentage analgetic activity of positive control with paracetamol at dose 4.5 mg/kg BB had mean value of 69.58%. The result of anova test was different significantly, it seen by Fvalue>Ftable = 36.780>3.5219. But the LSD test at dose 270 mg/kg BB was neither different from dose 27 mg/kg BB nor from paracetamol positive control Conclusion: Kersen leaves infusa (Muntingia calabura L) had analgethic activity after tested to Swiss Rass Mice male. Keywords: analgethic activity, kersen leaves infusa, Swiss Rass mice male PENDAHULUAN Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan. Kerusakan ini juga mengakibatkan adanya radang, yang mungkin akan berkembang menjadi suatu penyakit, sehingga rasa nyeri akan meningkat. Jika rasa nyeri tidak diatasi, maka akan menyebabkan terganggunya aktivitas bahkan keparahan penyakit akan meningkat. Seiring berkembangnya ilmu pengobatan, masyarakatpun semakin kritis dalam memelihara ISSN 2355-1313
kesehatannya. Penggunaan senyawa analgetik sintesis, memiliki banyak efek samping, sehingga beralih ke penggunaan bahan alam, salah satunya adalah daun kersen (Muntingia calabura L). Pada masyarakat Peru, daun kersen digunakan untuk mengurangi radang, juga mampu meredakan sakit kepala. Kandungan daun kersen antara lain senyawa flavonoid, alkaloid, tanin dan saponin, yang memiliki khasiat sebagai antioksidan, analgetik juga antibakteri. Daun talok atau kersen dapat digunakan sebagai antinosoceptik 56
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
digunakan untuk melawan bakteri dan secara tradisional buah talok atau kersen dan kulit batang talok dapat digunakan untuk mengobati asam urat, antiseptik anti infalamasi dan anti tumor. Untuk penyembuhan antiseptik dengan cara menggunakan air rebusan buah talok, daun dan kulit batang talok dengan dioleskan kedaerah luka untuk membunuh bakteri C. Diptheriea, S.Aureus,P Vulgaris,S epidemidis dan K Rizhophil (Aziamanda, 2013). Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri (Mutschler, 1991). Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini (Mutschler, 1991). METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo, pada bulan mei 2014. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan posttest only control group design dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah daun kersen yang sudah tua dan mencit jantan ras Swiss. Sampel yang
ISSN 2355-1313
digunakan adalah daun kersen juga mencit jantan Ras Swiss dengan berat badan 25-30 gram. Penelitian dilakukan dengan membuat infusa dari daun talok, yaitu direbus selama 15 menit pada suhu 900 kemudian diserkai selagi panas. Perlakuan penelitian dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok 1 adalah kelompok perlakuan dengan dosis 27 mg/kgBB, kelompok 2 adalah kelompok perlakuan dengan dosis 270 mg/kgBB, kelompok 3 adalah kontrol negative menggunakan CMC Na yang dilarutkan pada aquabides dan terakhir kontrol positif menggunakan parasetamol. Skala data yang digunakan adalah rasio yaitu penggabungan dari ketiga sifat skala sebelumnya skala rasio memiliki nilai nol mutlak dan datanya dapat dikalikan atau dibagi tetapi jarak antara kategoriyang tidak sama karena bukan dibuat dalam rentang interval. Pengambilan data dengan mengamati jumlah geliat yang terjadi pada mencit setelah diinduksi menggunakan asam asetat secara intraperitoneal, pada masing-masing kelompok uji. Setelah itu, dihitung persentase daya analgetiknya. Analisa hasil daya analgetik menggunakan metode anova dengan bantuan SPSS 16.0 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1. Diagram persentase jumlah geliat
57
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Pada tabel 1 dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata pada dosis 27mg/kgBB memiliki nilai rata-rata persentase pada replikasi 1 ditunjukan dengan warna biru tua memiliki nilai 11%, pada replikasi 2 ditunjukan warna merah memiliki nilai 10%, dan pada replikasi 3 ditunjukan warna hijau memiliki nilai 10%.
replikasi 1 ditunjukan dengan warna ungu memiliki nilai 17%, pada replikasi 2 ditunjukan warna biru muda memiliki nilai 16%, dan pada replikasi 3 ditunjukan warna oranye memiliki nilai 16%. Sedangkan rata-rata persentase pada kontrol positif memberikan warna biru laut menunjukan nilai 20%, maka dosis 270mg/kgBB lebih bagus dibanding dengan dosis 27mg/kgBB.
Tabel 2. Deskriptif Data Dosis Dosis 27 270 Kontrol positif
Mean 66,4267 68,5344 23,7633
Std. Deviation 8,23470 7,4219 1,13596
Pada tabel 2 dapat dijelaskan bahwa pada masing-masing dosis dan kontrol memiliki nilai mean yang berbeda dan nilai standar deviation yang memiliki hasil yang berbeda maka data memiliki perbedaan nilai mea dan standar deviation yang berbeda.
Grafik 1 menunjukan bahwa persentase daya analgetik dari dosis 27 mg/kg BB memiliki sebaran data yang normal halini dapat dilihat dari letak nilai yang tergambar pada grafik mendekati nilai normal tetapi ada satu nilai yang memiliki jarak yang jauh dari garis normal dikarenakan ada satu nilai persentase yang lebih dari nilai rata-rata. Grafik 2. Plot of Daya analgetik dosis 270 mg/kg BB
Grafik 1. Plot of Daya analgetik dosis 27 mg/kg BB
Grafik 3. Plot of Daya analgetik kontrol positif
Sedangkan dosis 270mg/kgBB memiliki nilai rata-rata persentase pada
ISSN 2355-1313
58
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Pada grafik di atas menunjukan bahwa persentase daya analgetik dari dosis 270 mg/kgBB memiliki sebaran data yang normal halini dapat dilihat dari letak nilai yang tergambar pada grafik mendekati nilai normal tetapi ada dua nilai yang memiliki jarak yang lumayan jauh dari garis normal dikarenakan ada satu nilai persentase yang lebih dari nilai rata-rata. Pada grafik 3 menunjukkan bahwa persentase daya analgetik dari kontrol positif memiliki sebaran data yang normal halini dapat dilihat dari letak nilai yang tergambar pada grafik mendekati nilai normal tetapi ada dua nilai yang memiliki jarak yang lumayan jauh dari garis normal dikarenakan ada satu nilai persentase yang lebih dari nilai rata-rata. Pembahasan Sampel yang digunakan adalah mencit ras swiss dan daun kersen yang tua atau yang setengah tua di ambil dari 10 cm dari ujung batang. Organoleptis hasil Infundasi, yaitu : berbentuk Cair, berwarna Kuning, berbau khas daun kersen, memiliki rasa agak pahit. Dalam proses infundasi diukur sampai suhu lalu dihitung sampai 15 menit kemudian saring dengan mengunakan kain fanel lalu tunggu sampai dingin kemudian berikan kepada hewan uji mencit yang telah di berikan asam asetat sebanyak 0,5ml sebagai pemicu diamkan selama 5 menit lalu berikan ekstrak infundasi dengan dosis 270 mg/bb dlam 0,5ml sampai 3 kali replikasi dan dosis 27 mg/bb dalam 0,5ml sampai 3 kali replikasi dan amati jumlah geliat mencit dan bandingkan jumlah geliat hewan uji dengan kontrol positip paracetamol dengan dosis 4,5 mg/bb cari persentase daya analgetik setiap dosis dan replikasi. data yang dikumpulkan dari persentase daya analgetik dua dosis dengan masing-masing tiga kali.
ISSN 2355-1313
Dari grafik persentase analgetik diperoleh hasil persentase daya analgetik dosis 27 mg/kg bb mencapai 35,00% dan pada dosis 270 mg/kg bb mencapai 60,00% dan daya analgetik kontrol positif mencapai 70,00%,. Pada uji LSD bifariat digunakan untuk mengetahui perbedaan data satu persatu dari dosis 27 dan 270 memiliki nilai 60 % dan dengan kontrol positif 54 % dan dosis 270 dan 27 memiliki nilai 10 % dan dengan kontrol positif 56 % sedangkan kontrol positif dengan dua dosis memiliki perbedaan. Pada tabel diskriptif dapat dijelaskan bahwa pada masing-masing dosis dan kontrol memiliki nilai mean yang berbeda dan standar deviati yang memiliki hasil yang berbeda. Pada dosis 27 memiliki nilai signifikan 0,173, pada dosis 270 diperoleh nilai signifikan 0,380 dan pada kontrol positif diperoleh nilai signifikan 0,747 maka data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan karena diperkuat dengan nilai signifikanya > 0,05. Pada grafik terdapat masingmasing grafik plot of daya analgetik memiliki gambar nilai yang normal dikarenakan gambar nilai sejajar atau mendekati garis normal dan juga ada yang jauh dari garis normal dikarena memiliki nilai yang sama dengan ratarata. Pada uji ANOVA diperoleh nilai F tabel 3,52189 dan nilai F hitung 36,780 maka F hitung > F tabel berati data tersebut berbeda signifikan secara serempak hal ini ditunjang dan diperkuat dgn nilai 0,00 < 0,005. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakuan bahwa infundasi daun kersen (muntingia calabura) dapat digunakan sebagai analgetik atau penghilang nyeri. Kesimpulannya terurai, antara lain : 1. Infundasi daun kersen (muntingia calabura) dapat diperoleh organoleptis : a. Bentuk : Cair
59
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
2.
b. Warna : Kuning c. Bau : Khas daun kersen d. Rasa : Agak pahit Persentase jumlah geliat : Dalam persentase jumlah geliat didapatkan hasil rata-rata jumlah geliat dari dosis 270 mg/kg bb diperoleh ratarata replikasi pertama 60,81%, replikasi kedua memiliki rata-rata 57,59% dan replikasi ketiga memiliki rata-rata 56,04 %. Dosis 27 mg/kg BB dari replikasi pertama diperoleh rata-rata 37,50 %, replikasi kedua 35,84 %, replikasi ke tiga 35,83 %. Rata-rata persentase daya anal getik kontrol positif paracetamol dosis 4,5 mg/kg BB memiliki ratarata 69,58 %
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk bisa mengembangkan hasil peneletian ini dengan mengunakan metode yang lebih bagus sepeti mengunakan metode : a. maserasi dengan mengunakan pelarut etanol dengan mengambil ektrak kental daun kersen. b. ekstraksi dengan mengambil ekstrak etanol dari daun kersenl. 2. Perlu dilakukan Uji KLT mengenai kandungan kimia pada daun kersen. REFERENSI Amanda, A. 2013. Pembuatan Teh Daun Kersen. Diambil melalui http://aziamanda00.blogspot.com/20 13/01/pembuatan-teh-daunkarsen.html. Pada Tanggal 13 april 2014 Anonim. 1986. Sediaan Departemen Kesehatan Indonesia Jakarta.
Anonim. 2009. Diakses melalui http://info.peternakan.blogspot.com/ 2012/11/sejarahasal-usulmencit.htm Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1980. Materia Medika Indonesia jilid IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta Hutampea. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia; Jakarta. Kusbandono, E. 2013. Manfaat Daun Dan Buah Kersen. Diambil Melalui https://idid.facebook.com/notes/errykkusbandhono/manfaat-daun-buahkeres-kersen/10150378018513571. Pada Tanggal 13 april 2014. Mutschler, E. 1991. Dinamika obat. ITB Press; Bandung. Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Galenik. Republik
Anonim. 2001. Inventaris Tanaman Obat Jilid II. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Jakarata.
ISSN 2355-1313
60
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Pengaruh Ukuran Partikel Zeolit Terhadap Peningkatan Kadar Bioetanol Rinda wulandari 1, Cipto Priyono 2 . Diploma Pharmacy Program Studies of Polytechnic Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Background : The development of the world energy needs are increasing and limitations of fossil energy causes the current attention devoted to search for sources of environmentally friendly renewable energy such as solar energy, hydro energy, geothermal energy, and biomass energy. Global issues of climate change also encourage the use of biomass as a replacement fuel or as an additive. Objective : To determine the effect of particle size on the provision of natural zeolite and to merease levels of Bioethanol and To make bhioethanol with grading more pure than the levels of the previous samples with the addition of natural zeolite as an adsorbent of water. Methods : This study was a kind of experimental research, data analysis methods used in this study was the SPSS statistical one-way analysis of variance ( Oneway Analysis of variance = Oneway ANOVA ). Results : From the results of this study were obtained from the addition of bioethanol increased levels of zeolites with different particle size measurement, with a No. 20 sieve size levels increased by 18 %, sieve size No. 50 levels increased by 20.4 %, while there was an increase in coarse mixture levels by 7.2 %. The result the results of ANOVA test should significant any different about particle size with increasing levels of bioetanol. Conclusion : Based on the results obtained, it can be concluded that the smaller the particle size, will be produced of greater levels of bioethanol. Keywords : Elevated levels, particle size zeolite, Bioethanol . ABSTRAKSI: Latar Belakang: Perkembangan kebutuhan energi dunia yang semakin meningkat dan keterbatasan energi fosil menyebabkan perhatian saat ini ditujukan untuk mencari sumber-sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti energi surya, energi hidro, energi geotermal, dan energi biomassa. Isu global tentang perubahan iklim juga mendorong penggunaan energi biomasa sebagai pengganti bahan bakar atau sebagai bahan aditif. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel pemberian Zeolit alam terhadap peningkatan kadar Bioetanol dan untuk membuat Bioetanol dengan kadar yang lebih murni dari kadar sampel sebelumnya dengan penambahan zeolit alam sebagai adsorbent air. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental, metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data statistik SPSS analisis ragam satu arah (Oneway Analysis of variance = Oneway ANOVA) Hasil: Dari penelitian ini diperoleh hasil peningkatan kadar bioetanol dari penambahan zeolit dengan ukuran ukuran partikel yang berbeda, dengan ukuran ayakan No 20 terjadi peningkatan kadar sebesar 18 %, ukuran ayakan No 50 terjadi peningkatan kadar sebesar 20,4 % sedangkan pada campuran kasar terjadi peningkatan kadar sebesar 7,2 %. Dari hasil uji ANOVA diperoleh hasil yang signifikan. Kesimpulan: Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran partikelnya maka semakin besar kadar bioetanol yang di hasilkan Kata Kunci: Peningkatan kadar, Ukuran partikel Zeolit, Bioetanol. 1.1. PENDAHULUAN Dewasa ini secara umum dunia sedang mengalami krisis minyak karena konsumsi tahunan minyak terus meningkat. Perkembangan dan pertumbuhan industri kimia di Indonesia meningkat dengan pesatnya. Akibatnya cadangan minyak kita menjadi sangat cepat habis. Para ilmuwan memprediksi bahwa pada saat ini minyak yang kita konsumsi akan benarbenar habis hanya dalam 40 tahun pasokan bahan bakar fosil. saat ini tingkat konsumsi minyak lebih meningkat menggunakan lebih dari sumber daya yang terbatas. Disisi lain, disamping minyak memiliki beberapa manfaat dalam komunitas global, tetapi hasil pembakaran minyak meningkatkan konsentrasi gas di atmosfer dan menyebabkan masalah lingkungan ISSN : 2355-1313
yang signifikan seperti pemanasan global (Bries, 2008). Kebutuhan yang semakin meningkat dan fenomena kelangkaan bahan bakar minyak pada tahun-tahun belakangan ini telah memberikan dampak yang sangat luas di berbagai sektor kehidupan. Sektor yang paling cepat terkena dampaknya adalah sektor transportasi. Fluktuasi suplai dan harga minyak bumi menggambarkan bahwa jumlah cadangan minyak yang ada di bumi semakin menipis. Minyak bumi adalah bahan bakar yang tidak bisa diperbarui sehingga harus ada bahan bakar pengganti sebagai antisipasi menipisnya bahan bakar fosil. indonesia sebagai negara yang mempunyai potensi sumber bahan bakar alam (biofuel) berpeluang untuk mengembangkan energi 60
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
alternatif terbarukan antara lain bioetanol. Pengembangan biofuel didukung dengan dikeluarkannya Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Bioetanol berpotensi untuk dikembangkan karena ramah lingkungan. bioetanol merupakan alternative penyedia energi dunia. Penggunaan bakar alternatif harus segera dilakukan terutama yang berbentuk cair, karena masyarakat sudah sangat familiar dengan bahan bakar cair. Ada solusi penganti yang dari dulu hingga sekarang selalu dikebiri dan diintimidasi oleh kartel-kartel minyak, yaitu teknologi BioEtanol (BioAlkohol) dan BioDiesel yang mampu 100% menggantikan fungsi bensin dan solar. Ramah lingkungan, biodegradable, dan terbaharui (Dwi, 2007). Selain Peraturan Pemerintah mengenai kebijakan energi, terdapat larangan untuk meminum arak atau alkohol karena akibatnya yang amat buruk bagi kesehatan . salah satu larangan terdapat pada Keputusan Presiden RI No.3 Tahun 1997 tanggal 31 Januari 1997, tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Berakohol. Keppres tersebut tidak terlepas dari respons positif pemerintah terhadap tanggapan ketidakpuasan di dalam masyarakat terhadap Peraturan Daerah mengenai minuman berakohol. Sesuai dengan Keppres mengenai larangan penggunaan minuman berakohol, maka pembuatan tuak atau arak dibatasi (Yuarini, 2007). Eksploitasi minyak sebagai bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui terus menerus dapat menyebabkan persediaan bahan bakar fosil semakin langka. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang semakin meningkat dan keterbatasan energi fosil menyebabkan perhatian saat ini ditujukan untuk mencari sumber-sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan seperti energi surya, energi hidro, energi geotermal, dan energi biomassa. Isu global tentang perubahan iklim juga mendorong penggunaan energi biomasa sebagai pengganti bahan bakar atau sebagai bahan aditif (Balat. M., Balat, H. and Oz, C., 2008). Tujuan umum penelitian ini Sebagai salah satu upaya untuk memanfaatkan bioetanol menjadi produk yang lebih bermanfaat melaui proses peningkatan kadar. Hipotesis dalam penelitian ini adalah : pengujian ANOVA diperlukan hipotesa data dimana H0 tidak ada perbedaan peningkatan kadar bioetanol dan H1 adanya perbedaan peningkatan kadar bioetanol dengan pemberian perbedaan ukuran partikel zeolit dengan taraf yang signifikan (α = 0,05 atau 5%). ISSN : 2355-1313
1.2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan diLaboratorium Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo bulan April –Mei 2014. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental. Populasi dan Sampel penelitian ini Proses peningkatan kadar Bioetanol dengan penambahan Zeolit alam dengan ukuran partikel yang berbada, Menggunakan sampel Zeolit alam dan etanol (C2H5OH). Prosedur penelitian ,Pengambilan sampel : Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol dengan kadar awal 65 % memiliki bau yang khas, tidak berwarna dan tidak berasa. Zeolit alam dengan ukuran partikel yang berbada dari hasil pengayakan no 20, 50 dan campuran kasar (60). Penanganan sampel : Sampel zeolit terlebih dahulu dilakukan pengayakan dengan ukuran ayakan yang berbeda dan hasilnya dipisahkan kemudian masing-masing sampel ditimbang hingga mencapai berat yang diinginkan. Sampel etanol di bagi menjadi 3 perlakuan yaitu perlakuan penambahan zeolit hasil ukuran 20, 50 dan campuran kasar (60), masing-masing dilakukan sebanyak 5 kali replikasi dengan bobot zeolit masing-masing 100 gram dan sampel etanol kadar rendah (65 %) sebanyak100 ml. Pembuatan kerja peningkatan kadar 1) Menimbang 100 gr zeolit dari hasil ukuran no 20, 50 dan campuran kasar (60) kemudian dimasukkan erlenmeyer. 2) Ditambah dengan 100 ml etanol kadar rendah (65%) dan ditutup, kemudian dilakukan perendaman dan penggojokan menggunakan stirrer selama 2 jam. 3) Setelah 2 jam mengukur hasil peningkatan kadar etanol menggunakan alkoholmeter. 4) Masing-masing hasil ayakan ( no 20, 50 dan campuran kasar) dilakukan perlakuan sebanyak 5 kali replikasi. Pengukuran peningkatan kadar, Peningkatan kadar etanol diukur dengan menggunakan alat Alkoholmeter dengan cara, etanol di tuang ke dalam gelas ukur kemudian alkoholmeter dimasukkan dan diamati hasil skala nominal yang tunjukkan oleh alat tersebut. Teknik Analis Data Metode analisis data yang digunakan pada penulisan karya tulis ini adalah analisis ragam satu arah (Oneway Analysis of variance = Oneway ANOVA). Pengaruh ukuran partikel zeolit terhadap peningkatan kadar bioetanol. 2.1. HASIL Sampel Etanol di uji kadarnya 65 % ( Etanol NAHCO 70 %) Pengambilan sampel 100 ml Pemberian zeolit + 100 g 61
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Perendaman dan penggojokan selama 2 jam Ukuran serbuk zeolit : Mesh 20,50 dan campuran kasar ( diameter 3 – 5 mm) Peningkatan kadar : hasil kadar setelah penambahan zeolit – kadar sebelum penambahan zeolit. Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Peningkatan Kadar Ukuran ayakan NO 20 NO 50 Campuran kasar
Volum Rata – rata e bobot etanol zeolit
Rata – rata kadar
Rata – rata peningkatan kadar
100 ml 100 ml 100 ml
83 % 85,4 % 72,2 %
18 % 20,4 % 7,2 %
102 g 102,6 g 100,8 g
Dari hasil data pengamatan diatas menunjukan bahwa semakin kecil ukuran partikelnya maka di peroleh kadar yang semakin besar. HASIL UJI STATISTIK SPSS Tabel 2.1 Hasil uji Normalitas Tests of Normality Ukuran Kolmogorova ayakan Smirnov Shapiro-Wilk Statis Statisti tic Df Sig. c df Sig. peningkat 20 .300 5 .161 .883 5 .325 ankadar dimensio 50 .283 4 . .863 4 .272 n1 * 60 .246 5 .200 .956 5 .777 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Tabel 4.3 Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Peningkatankadar Levene Statistic df1 df2 Sig. 1.109 2 11 .364 Tabel 2.2 Hasil Uji Statisti ANOVA ANOVA Peningkatankadar
Between Groups
Sum of Squares 458.807
Within Groups Total
13.550 472.357
Mean Square F Sig. 2 229.404 186. .000 232 11 1.232 13
df
Tabel 2.3. Hasil Uji Post Hoc Post Hoc Tests Multiple Comparisons peningkatankadar LSD Mean (I) (J) Std. Difference ukuranayakan ukuranayakan Error (I-J) * 20 50 -2.25000 .74453 dimension3 * 60 10.80000 .70195 * dimensio 50 20 2.25000 .74453 dimension3 * n2 60 13.05000 .74453 * 60 20 -10.80000 .70195 dimension3 * 50 -13.05000 .74453
ISSN : 2355-1313
Sig. .012 .000 .012 .000 .000 .000
Multiple Comparisons peningkatankadar LSD Mean (I) (J) Std. Sig. Difference ukuranayakan ukuranayakan Error (I-J) * 20 50 -2.25000 .74453 .012 dimension3 * 60 10.80000 .70195 .000 * dimensio 50 20 2.25000 .74453 .012 dimension3 * n2 60 13.05000 .74453 .000 * 60 20 -10.80000 .70195 .000 dimension3 * 50 -13.05000 .74453 .000 *. The mean difference is significant at the 0.05 level. Multiple Comparisons Peningkatankadar LSD (I) ukuranayakan 20 dimension2
50 60
(J) ukuranayakan 50 60 20 dimension3 60 20 dimension3 50 dimension3
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -3.8887 -.6113 9.2550 12.3450 .6113 3.8887 11.4113 14.6887 -12.3450 -9.2550 -14.6887 -11.4113
3.1. PEMBAHASAN Biotanol merupakan sediaan cairan kimia yang kadarnya didasarkan pada perbandingan antara jumlah etanol (C2H5OH) dan air. Semakin sedikit kadar airnya maka semakin tinggi pula kadar etanolnya, dengan demikian untuk meningkatkan kadar etanol adalah dengan cara menghilangkan kadar air yang terdapat di dalam campuran cairan tersebut. Berbagai upaya dilakukan untuk memurnikan atau meningkatkan kadar etanol salah satunya menggunakan zeolit sebagai adsorbent airnya (pengikat airnya). pada pemurnian bioetanol dapat digunakan dengan 2 cara yaitu cara kimia dan fisika. cara kimia dengan menggunakan batu gamping, sedangkan cara fisika ditempuh dengan proses penyerapan menggunakan zeolit. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengambilan data dilakukan dengan tiga perlakukan yang berbeda, perlakukan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk ukuran partikel zeolite, yaitu 20 mesh, 50 mesh dan campuran kasar. Pada penelitian ini berat zeolite yang digunakan setiap Replikasinya adalah 100g tiap perlakuan. Sebelum penelitian zeolite terlebih dahulu diayak dengan menggunakan ayakan no 20 dan no 50 serta campuran kasar. pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian perbedaan ukuran partikel zeolit terhadap peningkatan kadar etanol. Adapun ukuran partikel yang telah ditetapkan adalah partikel dengan ukuran ayakan No 20 dengan ukuran 1,27 mm dan ukuran ayakan No 62
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
50 dengan ukuran 0,508 mm, sedangkan pada campuran kasar ukuran partikelnya tidak menentu karena ada yang kecil dan ada yang besar. Untuk mengetahui peningkatan kadar bioetanol ditetapkan dengan menggunakan Alkoholmeter dikarenakan alatnya lebih sederhana, harganya murah, serta mudah dalam pengamatannya. Alat ini dapat menganalisa secara langsung peningkatan kadar yang terdapat sampel bioetanol tersebut. Cara kerja alat ini adalah dengan meletakkan alkoholmeter kedalam sampel bioetanol dari hasil penambahan zeolit yang telah ditampung. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil peningkatan kadar dari penambahan zeolit dengan hasil ayakan No 20 terjadi peningkatan kadar sebesar 18 %, dan hasil ayakan No 50 sebesar 20,4 %, sedangkan pada campuran kasar diperoleh hasil sebesar 7,2 %. Dari ketiga hasil peningkatan kadar etanol tersebut menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikelnya maka di peroleh kadar yang semakin besar. Dari hasil analisa SPSS diperoleh : 1. Dari tabel Tests of Normality didapatkan hasil yang signinifikan yaitu lebih besar dari α = 0,05. 2. Dari tabel tests of homogeneity of variance yang menguji hipotesis Ho : µ1 = µ 2 = µ 3 H 1 : µ1 ≠ µ 2 ≠ µ 3 Di mana : µ1 = Rerata kadar dengan pemberian zeolit hasil ukuran no 20 µ 2 = Rerata kadar dengan pemberian zeolit hasil ukuran no 50 µ 3 = Rerata kadar dari hasil campuran kasar (no 60) Memberikan nilai P – Value ( signifikan ) = 0,364 yang lebih besar dari α = 0,05 sehingga Ho : µ1 = µ 2 = µ 3 tidak dapat ditolak. Kesimpulan ketiga sampel peningkatan kadar berasal dari populasi yang memiliki ragam yang sama. 3. Dari tabel hasil uji statistik ANOVA, memberi nilai statistik F = 186,232, Karena P – Value (signifikan) = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, maka Ho : µ1 = µ 2 = µ 3 ditolak sehingga ada perbedaan yang signifikan, Kesimpulan dari ketiga peningkatan kadar menghasilkan produk dengan kualitas yang berbeda. 4. Untuk mengetahui purata peningkatan kadar mana saja yang berbeda, di lakukan Post Hoc Multiple Comparison. Hasil output SPSS untuk Post Hoc Multiple Comparison LSD adalah bahwa purata peningkatan kadar No 20 berbeda dengan purata peningkatan kadar No 50 dan purata peningkatan kadar No 60 (campuran kasar). ISSN : 2355-1313
Ukuran partikel yang akan dipisahkan juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kapasitas dan laju adsorpsi zeolit terhadap adsorbat tertentu. Ukuran partikel pori zeolit akan mempengaruhi selektifitas zeolit terhadap molekul-molekul mana yang akan masuk ke dalam rongga zeolit dan mana yang akan ditolak. Semakin kecil diameter pori, maka proses pemisahan menggunakan sifat zeolit akan semakin selektif. Berkaitan dengan jumlah pori, apabila diameter pori semakin banyak, maka akan semakin banyak senyawa-senyawa yang dapat masuk dan terjerap dalam pori-pori zeolit. Sebaliknya, semakin kecil diameter pori dari suatu zeolit, maka zeolit tersebut akan semakin selektif dalam menyerap ataupun meloloskan zat-zat yang akan terjerap ke dalam pori-pori zeolit. Selain itu, diameter pori zeolit juga dapat digunakan untuk menentukan golongan ataupun klasifikasi dari sampel zeolit sebagai material berpori. Physisorption (adsorpsi secara fisik) digunakan untuk menentukan kemampuan adsorbsi dari zeolit, baik zeolit alam, yang dimodifikasi, maupun zeolit sintetis 3A. Proses adsorbsi yang terjadi pada zeolit merupakan adsorpsi secara fisik (physisorption) dimana struktur elektron dari molekul zeolit tidak terganggu pada saat proses adsorbsi. Prinsip dari penelitian ini adalah bahwa ukuran molekul air lebih kecil daripada molekul alkohol sehingga air dapat terjerap masuk ke dalam pori – pori zeolit sementara etanol tidak dapat terjerap masuk ke dalam pori – pori zeolit karena ukuran molekulnya lebih besar daripada ukuran pori – pori zeolit. Ukuran partikel zeolit berkaitan dengan luas permukaan zat, semakin kecil ukuran partikel total maka semakin besar luas permukaan kontak antar zat. Dengan demikian semakin banyaknya area kontak maka suatu zat di harapkan semakin mudah / cepat bereaksi. Pada penelitian ini semakin banyak luas permukaan yang kontak akan menghasilkan adsorbsi air lebih banyak. Perbedaan ukuran partikel akan menghasilkan kadar etanol yang berbeda dan semakin kecil ukuran partikel diperoleh kadar yang semakin besar. Pada campuran kasar yang ukurannya tidak menentu, maka efektivitas penyerapan airnya semakin kecil sehingga hasil peningkatan kadarnya rendah. 3.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu peningkatan kadar bioetanol dengan penambahan zeolit dengan ukuran partikel yang berbeda diperoleh hasil peningkatan kadar dengan no ayakan 20 sebesar 18%, no ayakan 50 sebesar 20,4 %, dan campuran kasar (no 60) sebesar 7,2%. 63
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Dari hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran partikel zeolit maka semakin besar kadar etanol yang di hasilkan. 3.1. Saran 1. Perlu dilakukannya destilasi untuk alkohol yang telah di beri perlakuan pemberian zeolit untuk penelitian lebih lanjut. 2. Perlu dilakukan penggojokan kembali dengan bobot yang terbagi untuk penelitian lebih lanjut. REFERENSI [1] Abdur Rahman & Budi Hartono. 2004. Makara, kesehatan, vol. 8, no. 1, juni 2004: 1-6:“Penyaringan air tanah dengan zeolit alami untuk menurunkan kadar besi dan mangan”. Jakarta: Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia [2] Al-Asheh S, Banat F, Al-Lagtah N. 2004. Separation of Ethanol-Water Mixtures Using Molecular Sieves and Biobased Adsorbents. Chem Eng Res Des 82 : 855-864. [3] Auerbach, Scott M., Carrado, Kathleen A., & Dutta, Prabir K.. 2003. Handbook of zeolite science and technology. New York: Marcel Dekker, Inc. [4] Balat, M., Balat, H. and Öz, C., 2008, Progress in bioethanol processing. Progress in Energy and Combustion Science, 34:551–573. [5] Bries. A. Rodiel, 2008. The Extraction of Bioethanol from Pineaplle (Ananas Comosus) Peelings Through Simultaneous Saccharification and Fermentation Using The Yeast Saccharomyces Cerevisiae. Quezon City Science High School, Istanbul. [6] Butland, T.D., 2008, Adsorption Removal of Tertiary Butyl Alcohol from Wastewater by Zeolite, Thesis of Worcester Polytechnic Institute. [7] Chemiawan. T. 2007. Krisis energi dan globalisasi http://mahasiswanegarawan. wordpress. com 18 -08 –2007 Diakses tanggal 19 maret 2014 [8] Clark J. 2007. Pembuatan Alkohol dalam Skala Produksi. http://www.chem-istry.org. (5 mei 2014). [9] Depkes,1979. Farmakope indonesia edisi III. Jakarta: Depatermen kesehatan Republik Indonesia. [10] Djaeni, M., 2008, Energy Efficient Multistage Zeolite Drying for Heat Sensitive ISSN : 2355-1313
[11] [12]
[13] [14]
[15]
[16]
[17]
[18]
[19] [20]
[21]
[22]
[23]
[24]
Dwi, 2007. Bioetanol, energi alternatif yang kompetitif. www. Dwi blogspot.com.Tanggal 19 marat 2014 Flanigen EM. 1980. Molecular Sieve Zeolite Technology-The First TwentyFive Years. Plenary Paper-Technology. Pure Appl Chem 52 : 2191-2211. Great Britain : Pergamon Pr. Fogler, Scott H. Elements of Chemical Reaction Engineering . University of Michigan, USA. 1991. Gruszkiewics, M.S., Simonson, J.M., Burchell, T.D., Cole, D.R., 2005, Water Adsorption and Desorption on Microporous Solids at Elevated Temperature, Journal of Thermal Analysis and Calorimetry 81, 609-615. Harjanto, S., (1987) : Lempung, Zeolit, Dolomit, dan Magnesit, Publikasi khusus,Direktorat Sumber Daya Mineral, 108-119. Igbokwe, P.K., Okolomike, R.O., Nwokolo, S.O., 2008, Zeolite for Drying of Ethanol-Water and Methanol-Water Systems from Nigerian Clay Resource, Journal of The University of Chemical Technology and Metallurgy, 43, I, 109112. Jozefaciuk, G., Bowanko, G., 2002, Effect of Acid and Alkali Treatments on Surface Areas and Adsorption Energies of Selected Minerals, Journal Clays and Clay Minerals, 50 No. 6, 771-783. Kohl S. 2004. Ethanol 101-7 : Dehidration. Ethanol Today. Maret 2004. http://www.ovsclub.com.vn/datapic/File/E thanol_Dehydration.pdf. (5 mei 2014). Moechtar., (1990), “Farmasi Fisika”, UGM Press, Yogyakarta, 169 Onuki S. 2006. Bioethanol : Industrial production process and recent studies. www.public.iastate.edu/~tge/courses/ce5 21/sonuki.pdf. (5 mei 2014). Ozkan, F.C., Ulku, S., 2005, The Effect of HCl Treatment on Water Vapor Adsorption Characteristics of Clinoptilolite Rich Natural Zeolite, Journal Microporous and Mesoporous Materials 77, 47-53. Ozkan, F.C., Ulku, S., 2008, Diffusion Mechanism of Water Vapour in A Zeolitic Tuff Rich in Clinoptilolite, Journal of Thermal Analysis and Calorimetry 94, 699-702 Paturau, J. M. 1981. By Product of the Sugar Cane Sugar Industry: An Introduction to Their Industrial Utilization. Elseiver Scientific Publ. Co.Amsterdam. Payra, P., Dutta, P.K., 2003, Zeolites : A Primer, in Auerbach, S.M., Carrado, 64
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
[25]
[26]
[27]
[28]
[29] [30]
K.A.,Dutta, P.K.,(Ed.). Handbook of Zeolite Science and Technology, Marcel Dekker New York, pp 1-19. Riyadi, Awang .2007. Pemanasan Global dan Konsep Rumah Hemat Energi. www.Google.com.tanggal 19 maret 20014 Rosita, N., Erawati, T., Moegihardjo, M., 2004, Pengaruh Perbedaan Metode Aktivasi Terhadap Efektivitas Zeolit sebagai Adsorben, Majalah Farmasi Airlangga, 4 No. 1, 20-25. Senda, S.P., Saputra, H., Sholeh, A., Rosjidi, M., Mustafa, A., 2006, Prospek Aplikasi Produk Berbasis Zeolit untuk Slow Release Substances (SRS) dan Membran, Artikel Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Indonesia, ISSN 1410-9891. Sheppard, R. A. and Gude, A.J.. 1969. Chemical Composition and Physical Properties of The Related Zeolites Offretite and Erionite. American Mineralogist: 54: 875-886. Smith, J.M. Chemical Engineering Kinetics. McGraw-Hill Book Co, Singapura. 1967. Suardana, I.N., 2008, Optimalisasi Daya Adsorpsi Zeolit Terhadap Ion Kromium(III),Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora Lembaga PenelitianUndiksha, Vol. 2(1), 17-33.
ISSN : 2355-1313
[31]
[32]
[33] [34]
[35]
[36]
Sumin, L., Youguang, M.A., Chunying, Z., Shuhua, S., Qing, H.E., 2009, The Effect of Hydrophobic Modification of Zeolites on CO2 Absorption Enhancement,Chinese Journal of Chemical Engineering, 17(1), 36-41. Suwardi. 2000. Pemanfaatan mineral zeolit di bidang pertanian dan lingkungan [abstrak]. Di dalam : Seminar Staf Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, 22 Maret 2000. http://suwardiabstrak.blogspot.com. [26 Mei 2009]. Ulku, S., Cakicioglu, F., 1991, Energy Recovery in Drying Application, Renewable Energy, 1 No. 5/6, 695-698. Van Bekkum, H, E.M Flaningen, and J.C. Jansen, Introduction to Zeolite Science and Practice. New York : Elsevier.USA. 2007. Yuarini D.A.A. 2007. Proses Produksi Dan Karakteristik Arak di Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Skrpisi S1 Fakultas Teknologi Pertanian.Universitas Udayana. Bali [IUPAC] International of Pure and Applied Chemistry. 1997. IUPAC Compendium of Chemical Terminology. Ed ke-2. http://www.iupac.org/ goldbook.pdf. ( 5 mei 2014).
65
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
KEMAMPUAN EFEK SEDASI INFUSA UMBI RUMPUT TEKI (Cyperus rotundus L ) PADA MENCIT JANTAN RAS SWISS THE CAPABILITY OF SEDATIVE EFFECT FROM NUT GRASS ROOT (Cyperus rotundus L) INFUSA TO MALE MICE OF SWISS RASS Septia Ningsih1, Nova Rahma W2
[email protected] Pharmacy Undergraduate Program Study of Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT Background: Lately, most people have the less of sleep well ability, it causes many problems rising, like migraine, decreasing of imunity, less of work productives even decreasing of metal function. Most people consume many chemical medicines for solving that problems.In otherhand, it has a lot of side effects that will be danger to our body. Because of this, many scientists discover the sedative effect from nature materials, one of them is nut grass root (Cyperus rotundus L). Allegedly, the nut grass root contains alkaloid, flavanoid and saponine that can rise the sedative effect. Objective: This research has goal to prove the sedative effect from the nut grass root infusa to mice. This research also has goal to know the effective doses from the nut grass root infusa potension if compared with fenobarbital as positive control. Method: This study was the experimental research with post test only control group design cross sectional. The population for this study were male mice and the nut grass root (Cyperus rotundus L), the samples for this study were nut grass infusa with using infundation method and thirdty three mices swiss rases, which have weight about 2040 gram, male and addolescent and the mices swiss race grouping into 5 group treatment positive control group (fenobarbital), negative control group (CMC Na 1%), and the nut grass root group with increase dose 4,55; 9,1; and 18,2 mg/gBB. The sedation effect was observed as onset and duration. First, the data was analysis by descriptive test to know average from the each data. Continued with normality test with Shapiro wilk, the data distribution was normal if P>0,05. Then continued with homogeneity test (Levene test), data distribution was homogeny if P>0,05. Continued with one way Anova test , data showed the difference inter group treatment with LSD test. Result: Nut grass root infusa resulted rendement about 72,8% , the most high of average onset is negative control group (mean=108,00) and the most high of average duration was positive control group (mean=170,00). In one way anova test and post hoc test analysis with LSD test showed that the difference inter group treatment. Conclusion: nut grass root can give sedative effect but lower than fenobarbital. Keywords: sedation effect, nut grass root, infusa ABSTRAK Latar Belakang: Berkurangnya kemampuan tidur nyenyak pada kebanyakan orang sekarang ini, menyebabkan timbul beberapa masalah pada kesehatan, antara lain pusing, migraine, kekebalan tubuh menurun, stress, produktivitas menurun bahkan menurunkan fungsi metal. Untuk mengatasi masalah tersebut, kebanyakan orang mengkonsumsi obat-obatan kimia. Jika obat-obatan tersebut dikonsumsi terus menerus, maka efek samping yang terjadi jauh lebih besar dan berbahaya. Hal inilah yang mendorong penggunaan sedasi dari bahan alam, salah satunya adalah tanaman
ISSN 2355-1313
66
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
umbi rumput teki (Cyperus rotundus L). Diduga efek sedasi yang ditimbulkan dari umbi rumput teki akibat kandungan senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan efek sedasi dari infusa umbi rumput teki dengan pembanding Phenobarbital sebagai kontrol positif. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dosis efektif yang paling mendekati dosis kontrol positif diantara variasi dosis yang diberikan. Metode: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan post test only control group design cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah mencit dan umbi rumput teki, sedangkan sampelnya yaitu umbi rumput teki yang sudah tua dan siap penen, berwarna kecoklatan dan berbau harum serta mencit jantan ras swiss yabg berumur 35 hari, berat 20-40 gram. Jumlah mencit yang diujikan sebanyak 33 ekor, yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol positif (fenobarbital), kontrol negatif (CMC Na 1%), kelompok infusa umbi rumput teki dengan dosis bertingkat 4,55; 9,1 dan 18,2mg/gBB. Data yang diperoleh adalah data efek sedasi yang timbul diamati sebagai onset dan durasi. Kemudian dilanjutkan dengan uji One Way Anova, data menunjukkan perbedaan yang bermakna jika P=0,00 atau tidak ada perbedaan jika P>0,00. Dilanjutkan dengan Post Hoc Test untuk mengetahui secara rinci apakah ada perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan dengan uji LSD. Hasil: Hasil rendemen infusa umbi rumput teki Rerata onset paling tinggi adalah kelompok kontrol negatif (mean=108,00) dan rerata durasi paling tinggi adalah kelompok kontrol positif (mean=170,00). Pada uli One way Anova dan pada analisis post hoc tests dengan uji LSD menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan Kesimpulan: Umbi rumput teki mampu memberikan efek sedasi namun lebih rendah dibanding fenobarbital. Kata kunci: efek sedasi, umbi rumput teki, infusa
ISSN 2355-1313
67
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
PENDAHULUAN Tidur nyenyak sama pentingnya seperti diet dan berolahraga untuk menjaga kesehatan yang prima. Tidur membuat tubuh segar dan mampu memperbaiki diri akibat kegiatan seharihari yang melelahkan. Tidur nyenyak dapat mengurangi stress, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan fungsi mental. Jika kita cukup tidur, kita memiliki energi untuk menjalani kehidupan yang aktif, produktif dan memuaskan. Namun akan menjadi hal yang berkebalikan jika kita menderita insomnia (susah tidur). Kurang tidur dapat menurunkan produktivitas dan juga kemampuan tubuh untuk mencegah infeksi akan menurun (Anggara R, 2009). Kebanyakan orang mengatasi masalah-masalah tersebut menggunakan obat-obatan yang mampu mempercepat induksi tidur dan memperlama waktu tidur (sedatif hipnotik). Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati (Gunawan, 2007). Pada dosis terapi, obat sedatif mampu menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga akan berefek menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (Gunawan, 2007:139). Sedangkan bila obat-obat sedative hipnotik terlalu sering digunakan, maka terdapat efek akumulasi selain efek samping, yaitu kerusakan degeneratif hati serta reaksi alergi yang kerap kali muncul pada pasien (Gunawan, 2007: 139). Hal inilah yang mendorong dikembangkannya obat tradisional yang bersifat sedasi dari bahan-bahan alam,
ISSN 2355-1313
salah satunya menggunakan umbi rumput teki (Cyperus rotundus L). Rumput teki (Cyperus rotundus L) sangat mudah ditemukan di Indonesia. Rumput teki merupakan tanaman gulma utama pertanian, karena memiliki umbi batang sebagai mekanisme pertahanan yang dapat tahan berbulan-bulan. Meskipun sebagai gulma, rumput teki (Cyperus Rotundus) mempunyai berbagai manfaat pengobatan yaitu untuk menstabilkan siklus hormonal, obat sakit perut, obat untuk memperlancar kencing, obat cacingan, sebagai air pencuci anti keringat, obat sakit gigi, untuk obat borok, radang kuku, nyeri lambung, busung, kencing batu, sakit dada, sakit iga, luka terpukul, bisul, mual, muntah, dan lain-lainnya (Ahmad WF dkk, 2009). Studi fitokimia sebelumnya pada umbi rumput teki mengandung adanya alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida dan furochromones, saponin dan seskuiterpenoid (Hanny Friska Y, 2012). Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin merupakan senyawa yang memiliki pontensi efek sedatif (Dini Novindriani dkk, 2013). Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui kemampuan efek sedasi pada umbi rumput teki terhadap mencit jantan Ras Swiss, dengan pembanding Phenobarbital sebagai kontrol positif. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dosis yang paling efektif, dimana mendekati dosis kontrol positif, diantara variasi dosis yang dicobakan. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo, pada bulan april 2014. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini yaitu mencit dan umbi rumput teki. Sedangkan sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah mencit
68
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
jantan jenis Ras Swiss, usia 35 hari dengan berat badan 20-40 gram (sebagai hewan uji) berjumlah 33 ekor. Sampel tanaman yang diujikan adalah umbi rumput teki yang sudah tua dengan warna kecoklatan dan berbau harum yang dibuat infusa dengan metode infundasi Teknik Penelitian Pembuatan infusa pada penelitian ini dengan menggunakan metode infundasi, yaitu sediaan bahan alam disari menggunakan aquadest kemudiaan dididihkan pada suhu 900C selama 15 menit. Umbi rumput teki ditimbang sebanyak 72,8 g dimasukkan dalam bekker glass lalu ditambahkan aquadest 145 ml. umbi rumput teki dipanaskan diatas penangas air selama 15 menit terhitung mulai tercapai suhu 90°C, kemudian disaring selagi panas menggunakan kain flannel, kemudian ditambahkan air panas melalui ampas sampai volume yang dikehendaki yaitu 100 ml, dan dihitung rendemennya. Selanjutnya dilakukan pengujian efek sedative pada hewan uji mencit jantan ras Swiss. Menimbang bobot masing-masing hewan uji, hewan uji dibagi dalam 5 kelompok, yaitu 1 kelompok kontrol positif (fenobarbital), 1 kelompok kontrol negatif (CMC Na 1%), dan 3 kelompok perlakuan yakni infusa umbi rumput teki dengan dosis 4,55 mg/gBB (Dosis 1); 9,1 mg/gBB (Dosis 2); dan 18,2mg/gBB (Dosis 3). Selanjutnya hewan uji diletakkan di kandang dan diamati lalu di tunggu sampai mencit tertidur. Mencatat waktu pemberian obat sampai mulai timbulnya efek (onset) dan hilangnya efek (durasi), ditandai dengan hilangnya kemampuan hewan uji membalikkan badan dari keadaan terlentang, hewan uji diam, tidak bergerak, usaha untuk menegakkan diri tidak berhasil dan tidak lagi mencoba. Analisis Data Data onset dan durasi yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji OneWay ANOVA
ISSN 2355-1313
dibantu dengan program SPSS. Hasil pengujian ANOVA, jika bermakna, maka dilanjutkan Posthoc test dengan metode LSD. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Onset Tabel 1. Uji statistik descriptive Dosis SD SEM Rerata±SEM 4.55 1.87 1.98 94.67±1.98 mg 9.1 mg 1.81 3.74 48.44±3.74 18.2 1.54 4.65 33.11±4.65 mg Kontrol 1.00 3.57 28.00±3.57 positif Kontrol 2.00 1.85 108.00±1.85 negatif Tabel 2. Analisis Data One Way Anova Nilai F Sig Keterangan 2400.649 0.000 <0.05 = bermakna Pada tabel 2 menunjukkan bahwa, hasil onset terdapat perbedaan bermakna antara kelima kelompok. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap perlakuan memberikan pengaruh signifikan terhadap efek sedasi yang dihasilkan. Selanjutnya dilakukan analisa Posthoc test untuk melihat perbedaan antar dua perlakuan. Tabel 3. Uji Post Hoc Test dengan LSD Dosis VS Dosis Sig 4.55 mg vs kontrol 0.000 positig 9.1 mg vs kontrol 0.000 positif 18.2 mg vs kontrol 0.000 positif Kontrol negative 0.000 vs kontrol positif Pada tabel 3 menunjukkan bahwa setelah dilakukan pengujian antar perlakuan, terdapat perbedaan bermakna ditunjukkan dengan masingmasing nilai signifikan p<0.05.
69
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Data Durasi Tabel 4 Uji Statistik Descriptives Dosis SD SEM Rerata±SEM 4.55 2.60 3.64 71.44±3.64 mg 9.1 mg 1.87 2.26 82.67±2.26 18.2 3.91 4.10 95.44±4.10 mg Kontrol 4.00 2.35 170.00±2.35 positif Kontrol 2.52 9.57 26.33±9.57 negatif Tabel 5 Uji Statistik One Way Anova Nilai F Sig Keterangan 973.876 0.000 <0.05 = bermakna Data durasi (pada tabel 5) menunjuukan terdapat perbedaan yang bermakna pada kelima kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek sedasi tiap perlakuan memiliki perbedaan yang signifikan. Durasi yang paling besar adalah kontrol positif diikuti oleh dosis infusa umbi rumput teki 18.2 mg, dosis 9.1 mg dan dosis 4.55 mg. Kontriol negative menunjukkan rerata durasi yang sangat kecil. PEMBAHASAN Infus/rebusan obat adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air suhu 90° C selama 15 menit (Depkes RI, 1979), yang mana ekstraksinya dilakukan secara infundasi penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Secara umum penyarian akan bertambah baik apabila permukaan simplisia yang bersentuhan semakin luas (Depkes RI, 1986:2 ). Sedasi adalah obat-obat yang bekerja sebagai depresan terhadap sistem saraf pusat dengan jalan mengurangi secara ringan kepekaan korteks atau sistem saraf pusat sehingga aktivitas fisiologis menjadi ringan dan memberikan efek menenangkan pada pemakai, tetapi
ISSN 2355-1313
belum sampai kategori tidur (Staf Pengajar Departemen Farmakologi, 2009:79). Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya, sedangkan Durasi adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi (Ahyari J, 2007). Pemberian dosis infusa umbi rumput teki secara bertingkat dimaksudkan untuk dapat mempercepat timbulnya efek sedasi dan meningkatkan lamanya waktu mencit tertidur secara signifikan yang berarti semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar efek sedatif yang ditimbulkan pada mencit yang ditandai dengan semakin menurunnya respon/kepekaan mencit terhadap lingkungan sekitar. Hasil analisis uji One Way Anova pada table 2 onset dan tabel 4 durasi memberikan nilai signifikansi p<0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap nilai rata-rata varian antar kelompok. Sehingga untuk mengetahui secara rinci apakah ada perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan maka perlu dilakukan uji Post Hoc test.Dalam uji post hoc test dengan uji LSD pada tabel 3 onset dan tabel 6 durasi didapatkan hasil kelompok dosis infusa umbi rumput teki 4,55 mg/gBB, 9,1 mg/gBB, 18,2 g/gBB, kontrol positif fenobarbital dan kontrol negatif CMC Na 1% dengan nilai P=0,000 (P<0,05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna. Hal ini menunjukkan bahwa infusa umbi rumput teki dapat memberikan efek sedatif, namun efek sedatif yang ditimbulkan lebih rendah dari kontrol positif sehingga dapat dikatakan bahwa efek terapinya masih di bawah fenobarbital. Mencit yang memiliki onset yang cepat yaitu pada kelompok kontrol positif (mean=28,00) dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis infusa umbi rumput teki 18,22 mg/gBB (mean=33,11) 9,1 mg/gBB (mean=48,44), 4,55 mg/gBB (mean
70
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
=94,67) dan kelompok kontrol negatif (mean=108,00). Onset yang timbul paling cepat pada kelompok perlakuan akibat dari efek sedasi, karena menurunnya aktifitas motorik akibat proses penekanan pada sistem saraf pusat. sedangkan mencit yang memiliki waktu durasi yang lama yaitu pada kelompok kontrol positif (mean=170,00) dibandingkan dengan kelompok perlakuan dosis infusa umbi rumput teki 18,2 mg/gBB (mean=95,44), 9,1 mg/gBB (mean=82,67), 4,55 mg/gBB (mean=71,44) dan kelompok kontrol negatif (mean=26,33). Namun dalam penelitian ini tidak dapat dijelaskan lebih lanjut mengenai kandungan zat aktif dalam umbi rumput teki (Cyperus Rotundus L.) yang dapat menimbulkan efek sedasi. Tidak ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang hal ini. Umbi rumput teki memiliki kandungan kimia berupa senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, pati, glikosida dan furochromones, saponin dan seskuiterpenoid. Senyawa yang diduga berperan dalam memberikan efek sedatif adalah senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Namun hal ini masih bersifat dugaan dan belum dapat dibuktikan secara ilmiah. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu pembuatan infusa Umbi Rumut teki (Cyperus Rotundus L) dengan metode infundasi dapatdiperoleh rendemen= 72,8 % Pada uji statistik parametrik One Way Anova untuk data onset dan durasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok perlakuan (p=0,000) p<0,005. Berdasarkan penelitian, infusa umbi rumput teki (Cyperus rotundus L) dapat memberikan efek sedasi pada mencit dengan dosis 4,55 mg/gBB, 9,1 mg/gBB dan 18,2 mg/gBB yang lebih rendah dari kontrol positif (fenobarbital).
ISSN 2355-1313
DAFTAR PUSTAKA Ahyari J. 2007. Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat. Diakses pada http%3A%2F%2F71mm0.files.wo rdpress.com%2F2008%2F05%2F farmakologi1.doc&ei=EgLDU_j5Id GLuASt4YCIBg&usg=AFQjCNH5 VcJDPLxUrNltkRPvEKRHaI4v-A. Tangggal 6 Juli 2014 Anggara R. 2009. Pengaruh Ekstrak Kangkung Darat ( Ipomea reptans Poir.) Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit Balb/C. Diakses padahttp://eprints.undip.ac.id/807 9/ . Tanggal 30 Maret 2014 Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI:Jakarta Departemen Kesehatan RI. 1986. Sediaan Galenik. Depkes RI: Jakarta Dini Noviindriani, Bambang Wijianto, Muhammad Andrie. 2013. Uji Efek Sedatif Infusa Daun Kratom (Mitragyna Speciosa) Pada Mencit Jantan Galur Balb/C. Diakses pada http%3A%2F%2Fwww.portalgaru da.org%2Fdownload_article.php %3Farticle%3D111608%26val%3 D5160&ei=td2U_rjMMK1uATOyY H4Dw&usg=AFQjCNFG0KzBtAig agNe7Y3Gzz9LSrFHEg. Pada tanggal 8 April 2014 Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth,editor. 2007. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Gaya Baru: Jakarta Hanny Friska Y. 2012. Efek Ekstrak Umbi Rumput Teki (Cyperus Rotundus L) Sebagai Antipiretik Pada Tikus Wistar Jantan Yang Diinduksi Vaksin Dpt-Hb. Diakses http://repository.unej.ac.id/bitstrea 71
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
m/handle/123456789/3653/ Skripsi.pdf?sequence=1. Pada tanggal 9 april 2014 Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. EGC: Jakarta Syaiful A. 2009. Pengaruh Ekstrak Putri Malu (Mimosa pudica Linn.) Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit Balb/C. Diakses pada http://eprints.undip.ac.id/7855/. Tanggal 29 Maret 2014 Wikipedia. 2012. Teki Ladang. Diaksesid.wikipedia.org/wiki/wiki/ Cyperus_ rotundus. Tanggal 3 mei 2014
ISSN 2355-1313
72
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
ISSN 2355-1313
73
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org
Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica Papaya L) Sebagai Analgetik Yanuar Prasditya1, Sri Rejeki2 Pharmacy Undergraduate Programm Study Of Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo ABSTRACT: Background: Indonesian Society reaching healthy lifestyle often can’t separate with traditional medicine who given by ancestor hereditarily. The one is papaya who used to be a traditional medicine as increase the temperature when fever and disappearing menstruation siclus sickness. Objective: This research has aim to determine the analgesic activity of extract papaya leaf and compare the analgesic power of the ethanol extract of papaya leaf with asetosal. Methods:This research used an experimental research method .The sample used was old papaya leaf, leaf that have been captured green and perfectly open and located at the branch or stem that receives the perfect light, use a population of mice as test animals, and using maceration method to sum up the active compound. The subject of this research in was mice were divided into 5 groups, they were the positive control, negative control, and the ethanol extract of papaya leaf at a dose of 50 mg, 100 mg, and 200 mg, with acetic acid to cause pain in mice. Results: The results of this research were mentioned there are differences of analgesic power with asetosal, they are power ethanol extract of papaya leaf below asetosal analgesics at doses of 50 mg, 100 mg, and 200 mg and obtained best analgesic power at a dose of 200 mg. Conclusion: Based on the results of this research concluded that ethanol extract of papaya leaf has analgesic activity, and there was no significant difference between the analgesic activity of ethanol extract of papaya leaf at a dose of 200 mg aetosal given intravenously at a dose of 0.22 g / 100 ml. Keywords: mice, the amount of stretching, Extract ethanol of Papaya Leaf. ABSTRAK: Latar belakang : Masyarakat Indonesia mencapai hidup sehat seringkali tidak dapat dipisahkan dengan obat tradisional yang diwariskan nenek moyang secara turun temurun. Salah satunya daun pepaya yang memiliki manfaat sebagai obat tradisional yaitu sebagai penurun panas,mengurangi nyeri saat haid dan menghilangkan sakit. Tujuan :Penelitiaan ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui aktifitas analgetik ekstak daun pepaya dan membandingkan daya analgetik ekstrak etanol daun pepaya dengan asetosal. Metode : Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental. Sampel yang digunakan daun pepaya yang sudah tua,daun yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna berwarna hijau dan terletak dibagian cabang atau batang yang menerima sinar sempurna, menggunakan populasi mencit sebagai hewan uji, dan menggunakan metode maserasi untuk menyari senyawa aktifnya.Subjek penelitian berupa mencit yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif, kontrol negatif, dan ekstrak etanol daun pepaya dengan dosis 50 mg, 100 mg, dan 200 mg. Dengan asam asetat untuk menimbulkan rasa nyeri pada mencit. Hasil :Hasil dari penelitian ini adalah menyebutkan ada perbedaan daya analgetik ekstrak etanol dengan asetosal.yaitu daya analgetik daun pepaya dibawah asetosal pada dosis 50 mg,100 mg, dan 200 mg,dan didapat daya analgetik paling baik pada dosis 200 mg. Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, ekstrak etanol daun pepaya mempunyai aktivitas analgetik,dan tidak ada perbedaan yang signifikan aktivitas analgetik antara ekstrak etanol daun pepaya pada dosis 200 mg dengan asetosal yang diberikan secara intravenous dengan dosis 0,22 g /100 ml. Kata kunci :Mencit, jumlah geliat ,Ekstrak Etanol Daun Pepaya 1.1. PENDAHULUAN Masyarakat Indonesia mencapai hidup sehat seringkali tidak dapat dipisahkan dengan obat tradisional yang diwariskan nenek moyang secara turun temurun. Banyak faktor yang mempengaruhi penggunaan obat tradisional, misalnya keadaan ekonomi, geografi maupun adat istiadat. Penggunaan obat-obat tradisional saat ini semakin marak, hal ini antara lain disebabkan semakin mahalnya harga obat-obat modern sehingga tidak dapat dijangkau lagi oleh masyarakat golongan bawah dan juga disebabkan karena pengobatan modern tidak selalu memberikan hasil seperti yang diinginkan hingga konsep ISSN : 2355-1313
“back to nature” yang dicanangkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), tengah menjadi fenomena sebagian anggota masyarakat. Pemerintah juga telah berupaya mengembangkan obat tradisional agar dapat diterima dalam sistem kesehatan formal melalui pendekatan fisioterapi fitofarmaka,akan tetapi penggunaan obat-obat tradisional ini masih mendapat tantangan yang cukup tinggi di kalangan ilmuwan kedokteran karena standarisasi yang belum jelas terutama dalam kadar, khasiat serta kandungan kimianya,untuk itu perlu dilakukakn penelitian yang intensif, sehingga pemakaian obat tradisional dapat diterima secara luas. 64
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org
Penanganan obat tradisional serta pengembangannyaharus dapat menopang usaha pemerintah dan meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Tujuan dari pengembangan obat tradisional adalah untuk menunjang usaha peningkatan taraf hidup masyarakat di bidang kesehatan. Pengembanganobat tradisional agar bahanbahan tersebut dapat semaksimal mungkin dimanfaatkan dan potensi tanaman obat dapat dibuktikan secara ilmiah, sehingga penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mempunyai dasar-dasar yang kuat serta dapat dipertanggungjawabkan. Rasa nyeri dan pusing merupakan gejala penyakit yang sering diderita oleh masyarakat. Mengingat efek samping dari obat modern dan semakin mahalnya harga obat modern maka sangat perlu dilakukan penelitian mengenai obat tradisional untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri (analgetik). Dewasa ini telah dikembangkan obat analgetik (untuk mengurangi rasa sakit) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai obat di masyarakat. Salah satu tumbuhan yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri adalah daun pepaya (Caricapapaya L). Pada penelitian terdahulu menyebutkan bahwa infusa daun pepaya segar dapat memberikan efek analgetik pada mencit betina(rindhowati, 2003).Dasar inilah yang mendorong dilakukannya penelitian efek analgetik ekstrak etanol daun pepaya pada mencit. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan dasar ilmiah penggunaan daun pepayasebagai penghilang nyeri, sehingga dari hasilnya didapatkan manfaatkan antara lain adanya landasan yang lebih rasional dalam penggunaan daun pepaya sebagai analgetik, dan bertambahnya kepustakaan obat tradisional terutama mengenai daun pepaya. 1.2. METODE PENELITIAN Penelitian di lakukan dilaboratorium farmakologi di Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia Sukoharjo dan akan di lakukan pada bulan mei tahun 2014. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental. Variabel yang digunakan: 1. Variabel Independen : Variasi dosis ekstrak kenthal daun pepaya (Carica papaya L) 2. Variabel Dependen : Pengamatan efek analgetik sebagai respon geliat. Analisa hasil geliat pada mencit ini dapat dilihat dari data uji ANOVA.
ISSN : 2355-1313
2.1. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Ekstraksi Daun Pepaya a. Organoleptis Maserasi Bentuk : ekstrak kental Warna : hitam Bau : khas simplisia daun pepaya Rasa : pahit b. Hasil Rendemen = = 6,17% B. Hasil Uji Analgetik Uji aktivitas analgetik daun pepaya dilakukan dengan cara ekstrak etanol daun pepaya diujikan pada hewan uji mencit. Untuk menimbulkan rasa nyeri terhadap mencit digunakan senyawa asam asetat dengan konsentrai 0,1% dengan cara disuntikan secara peritonial setelah sebelumnya hewan uji telah diberi perlakuan. Percobaan ini meliputi kontrol negatif menggunakan minyak, kontrol posotif berupa asetosal, dan ekstrak daun pepaya dengan dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg. Pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan internal pengamatan setiap 5 menit sekali. Pengamatan berdasarkan jumlah geliat, karena geliat merupakan reaksi nyeri yang dialami oleh hewan uji mencit. C. Hasil Uji anova Uji anova biasanya digunakan untuk membandingkan rata-rata lebih dari 2 sampel yang bersifat bebas satu sama lain. Tabel 1. Hasil Uji Deskriftif Dosis
Mean
SD
Dosis 50 mg
16.6167
7.96057
Dosis 100 mg Dosis 200 mg Kontrol Positif Kontrol Negatif
14.2883
6.07735
9.5167
6.14164
8.6833
3.71186
22.5333
8.26222
Tabel 2.Hasil Uji Normalitas Dosis Signifikan Dosis 50 mg Dosis 100 mg Dosis 200 mg Kontrol Positif Kontrol Negatif * Batas bawah
.200* .200* .087* .200* .128*
65
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org
Tabel 3. Hasil Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances liat vene Statistic 2.505
df1
df2 4
Sig. 55
.053
Berikut ini adalah tabel data hasil anova satu arah(one way) daya analgetik. Tabel 4.Hasil One way anova ANOVA liat
t
Sum of Square Mean s Df Square F Sig. 530.944 4 382.736 8.696 .000
Between Groups within 420.733 group Total 951.677
55 44.013 59
Berdasarkan hasil anova, nilai probablilitas lebih kecil dari 0,05 sehingga ada perbedaan yang signifikan antara ekstrak daun pepaya dan asetosal. Tahapan selanjutnya adalah post hoc tests,dan berikut ini tabel post hoc test : Tabel 5.Post hoc test. LSD ( l ) Dosis ) Dosis Dosis 50 mg 100 mg
(J
Signifikan
Dosis .393 Dosis
200 mg
.001
Kontrol Positif
.005
Kontrol Negatif Dosis 100 mg Dosis 200 mg
.033
Kontrol Positif
.043
.084
Kontrol Negatif Dosis 200 mg Kontrol Positif
.004
Kontrol Negatif Kontrol Positif Kontrol Negatif
.000
.759
.000
Hasil statistik uji anova penggunaan dengan ekstrak etanol daun pepaya pada dosis 50 mg dengan kontrol positif mempunyai nilai P < 0,05 sehingga diperoleh h0 ditolak sehingga ada perbedaan yang signifikan antar dosis 50 mg dengan kontrol positif,dan pada dosis 100 mg dengan kontrol positif diperoleh hasil P < 0,05 sehingga diperoleh h0 ditolak sehingga ISSN : 2355-1313
ada perbedaan yang signifikan dengan kontrol positif. Lalu penggunaan ekstrak pada dosis 200 mg dengan kontrol positif asetosal mempunyai nilai P > 0,05 sehingga diperoleh h0 diterima sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan. D. Pembahasan Menggunakan metode maserasi karena metode penyarian yang paling mudah dan lebih sederhana dilakukan pengadukan agar penyarian lebih sempurna dan dalam penyarian kali ini digunakan maserasi modifikasi dengan maserasi pengadukan cepat menggunakan alat blender tujuanya agar didapatkan penyarian yang lebih sempurna dan efisiensi waktu. Menggunakan pelarut etanol karena etanol dapat meningkatkan kelarutan zat aktif pada daun pepaya karena zat aktif yang erkandung dalam daun pepaya larut dalam etanol. Kelarutan daun pepaya larut dalam 1 : 2 bagian etanol (95% P) pada suhu 60o C dengan pelarut etanol.(Anhethy 2003) Daun pepaya dapat mempunyai efek analgetik karena pada jaman dahulu digunakan pada pereda nyeri pada saat haid dan zat yang mempunyai aktivitas analgetik yang terdapat pada kandungan daun pepaya adalah alkaloid karpain. Untuk menimbulkan rasa nyeri pada mencit ditimbulkan dengan cara penyuntikan asam asetat 0,5 % karena asam asetat menimbulkan nyeri pada jaringan sehingga menimbulkan geliat pada mencit. Kontrol positif pada penelitian ini mengunakan asetosal 0,22 g /100 ml karena daya analgetiknya kuat. Efek samping asetosal yaitu dapat menyebabkan iritasi pada lambung dan tetapi pada ekstrak daun pepaya lebih aman karena mengandung flavanoid Untuk kontrol negatif menggunakan minyak 0,5mg/bb karena minyak goreng tidak mempunyai aktitivitas analgetik, menggunakan munyak goreng kualitas rendah karena lebih dapat menimbulkan geliat yang lebih banyak dan tidak merusak zat aktif dari daun pepaya. Data hasil percobaan disajikam dalam bentuk grafik, untuk mengetahui perbedaan percobaan antara kontrol negatif (minyak), kontrol positif (asetosal), dan ekstrak daun pepaya dengan dosis 50 mg,100 mg, dan 200 mg dengan perbandingan waktu selama 1 jam dengan skala tiap 5 menit sekali. Berikut ini adalah grafik antara wakrtu percobaan dengan geliat pada hewan uji mencit.
66
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org
Gambar 2. Grafik hubungan antara jenis perlakuan dengan rata rata jumlah geliat . Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu percobaan dengan geliat pada mencit. Berdasarkan tabel diatas maka dapat diuraikan sebagai berikut: Geliat paling banyak pada kontrol negatif (minyak), karena minyak tidak memiliki aktivitas analgetik diikuti ekstrak dengan dosis 50 mg dengan jumlah rata-rata geliat yang paling tinggi dibanding dengan dosis ekstrak lainya, dan pada dosis 100 mg geliat mengalami penurunan dan juga pada dosis 200 mg jumlah geliat terus mengalami penurunan. Sehingga didapat kesimpulan semakin besar dosis ekstrak maka jumlah geliat akan menurun. Dan geliat paling sedikit terdapat pada asetosal karena asetosal mempunyai efek analgetik yang kuat. Minyak yang digunakan untuk percobaan adalah minyak yang mempunyai kualitas rendah agar tidak merusak zat aktif yang terdapat pada daun pepaya. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan jumlah geliat pada berbagai macam variasi percobaan maka dibuat tabel rata-rata jumlah geliat.
Pembahasan grafik : Minyak memiliki jumlah geliat yang besar karena pada minyak tidak mempunyai aktivitas analgetik, kemudian asetosal jumlah geliatnya paling sedikit karena asetosal mempunyai daya analgetik kuat, pada ekstrak daun pepaya semakin kecil dosis semakin bertambah jumlah geliatnya, sehingga pada dosis paling tinggi di dapat jumlah geliat yang sedikit, hal ini disebabkan efek pada dosis 200 mg dapat terabsorbsi dalam saluran pencernaan lebih cepat dari pada dosis 50 mg atau 100 mg.
Berikut ini tabel antara jenis perlakuan dan rata-rata jumlah geliat pada hewan pada hewan uji(mencit) Tabel 6. Jumlah rata rata geliat tiap percobaan Perlakuan
Rata-rata Jumlah Geliat
Kontrol negatif(minyak) Kontrol positif(asetosal) Dosis 50 mg Dosis 100mg Dosis 200 mg
279 100,4 199,4 171,4 133
Berdasarkan hasil percobaan rata-rata jumlah geliat sangat relevan dengan variasi percobaan yang dilakukan. Berikut ini adalah grafik hubungan antara jenis perlakuan dengan rata-rata jumlah geliat. ISSN : 2355-1313
Gambar 3 .Daya persen analgetik Pembahasan grafik: Daya persen analgetik antara dosis 50 mg dan 100 mg mempunyai daya analgetik dibawah daya persen analgetik asetosal dan daya persen analgetik ekstrak pada dosis 200 mg hampir mempumyai daya persen yang sama dengan asetosal. Dari hasil uji statistik uji Anova bahwa ada perbedaan persen daya analgetik ekstrak etanol pada daun pepaya dengan asetoal, yaitu daya analgetik ekstrak etanol daun pepaya dibawah asetosal pada dosis 50 mg, 67
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 1 – Januari 2014 - ijmsbm.org
100 mg, dan 200 mg. Semakin bertambah dosis semakin banyak persen daya analgetik, persen dosis analgetik paling banyak pada dosis 200 mg, sehingga daya analgetik ekstrak etanol daun pepaya paling besar pada dosis 200 mg.
[4]
Anonim. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia ( I ). Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia Badan Penalitian dan Pembangunan Kesehatan.
3.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, ekstrak etanol daun pepaya mempunyai aktivitas analgetik. Dan tidak ada perbedaan yang signifikan aktivitas analgetik antara ekstrak etanol daun pepaya pada dosis 200 mg dengan asetosal yang diberikan secara intravenous dengan dosis 0,22 g /100 ml. Saran Perlu penilitian lebih lanjut untuk bisa mengembangkan hasil penelitian ini semisal dibuat bentuk sediaan siap pakai dari ekstrak daun pepaya seperti tablet,kapsul dan bentuk sediaan lain untuk digunakan sebagai pengobatan.
[5]
Markham. K.R. 1998.Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB. Bandung
[6]
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat secara Kramatografi dan Mikroskopi. ITB. Bandung
[7]
Sudarsono,Apt.Dr dkk. 2006. Tumbuhan Obat I. Pusat Penelitian Obat Tradisional UGM. Yogyakarta
[8]
Depkes RI. 1986 Sediaan galenik .Jakarta :Departemen Kesehatan RI
[9]
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Dirjen Jakarta : Pengawasan Obat dan Makanan.
[10]
Anonim. 1986. Sediaan Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta
Anael,H. C. 1986. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi keempat. Jakarta. UI-pres
[11]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia.
[12]
Dirjen Jakarta :Pengawasan Obat dan Makanan.
REFRENSI [1]
[2]
[3]
Galenik. Republik
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
ISSN : 2355-1313
68
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Sosialisasi Sediaan Serta Label Obat Ispa Dan Diare Terhadap Upaya Meningkatkan Pengetahuan Siswa Kelas 8i Di SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo Tahun 2014 Erlina Candra Sari1, Susi Endrawati2 Program Studi D III Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia ABSTRACT: Background:The society’s tendency to buy free-, limited-free or limited drugs sold in pharmacy is worried to result in adverse effect when it is not based on the sufficient knowledge of drug. To anticipate such the error, socialization was conducted on the Acute Respiratory Tract Infection and Diarrhea drug preparation and label to the 8I graders of SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo. Objective: This research aimed to find out the use of socialization with lecturing method in the learning process to improve knowledge viewed from the cognitive and affective learning outcomes of the 8I graders. Method: This study was a quantitative analitic observational with cross sectional consisting of two cycles. Each cycle consisted of four stages: planning, acting, observing and reflecting. The subject of research was the 8I graders. Data was obtained through unstructured interview, questionnaire and cognitive questions. Technique if analyzing data used was descriptive qualitative one. Result: The research showed that the socialization with lecturing method could improve: 1) cognitive learning outcome classically with the mean achievement of 72% in cycle I increasing to 80% in cycle II or with the percentage class passing of 71% in cycle I increasing to 100% in cycle II; 2) the affective learning outcome with the percentage achievement of 76% in cycle I increasing to 79% in cycle II. Conclusion: Socialization with lecturing method could improve the knowledge of the 8I graders of SMP Negeri Grogol Sukoharjo, viewed from the cognitive and affective learning outcomes of students. Keywords: Cross sectional, preparation and label of Acute Respiratory Tract Infection and diarhea drugs, affective and cognitive learning improvement. ABSTRAK: Latar Belakang:Kecenderungan masyarakat membeli obat bebas, obat bebas terbatas atau obat keras yang dijual di apotek dikawatirkan akan merugikan bila tidak dilandasi pengetahuan tentang obat yang cukup. Mengantisipasi kesalahan tersebut diadakan sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare terhadap siswa kelas 8I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo. Tujuan:Penelitian untuk mengetahui penggunaan sosialisasi metode ceramah dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan ditinjau dari hasil belajar kognitif dan afektif siswa kelas 8I. Metode:Penelitian ini merupakan Penelitian kuantitatif analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang terdiri dari dua siklus. Setiap siklus terdiri empat tahap, dimulai dari perencanaan tindakan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subyek penelitian adalah siswa kelas 8I. Data diperoleh melalui wawancara tidak terstruktur, angket, dan soal kognitif. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil:Penelitian menunjukkan bahwa pemberian sosialisasi metode ceramah dapat meningkatkan; 1) hasil belajar kognitif secara klasikal dengan rata-rata ketercapaian 72% di siklus I menjadi 80% di siklus II atau dengan presentase ketuntasan kelas 71% di siklus I menjadi 100% di siklus II; 2) dapat meningkatkan hasil belajar afektif dengan presentase ketercapaian 76% di siklus I menjadi 79% di siklus II. Kesimpulan:Sosialisasi metode ceramah dapat meningkatkan pengetahuan siswa kelas 8I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo ditinjau dari hasil belajar kognitif dan afektif siswa. Kata Kunci:cross sectional, sediaan serta label obat ISPA dan diare, peningkatan belajar afektif kognitif. 1.1. PENDAHULUAN Obat adalah benda atau zat yang digunakan untuk merawat penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia termasuk obat ISSN : 2355-1313
tradisional. Keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri, bisa menggunakan golongan obat bebas dan bebas terbatas yang mudah diperoleh masyarakat di apotek atau toko obat. Kondisi penyakit yang semakin serius sebaiknya konsultasi dan periksa ke dokter. Masyarakat tidak di anjurkan untuk memakai obat keras tanpa resep dokter. Obat yang boleh dikonsumsi tanpa resep dokter adalah golongan obat bebas dan golongan obat bebas terbatas. Obat tersebut telah memiliki 81
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
izin beredar dengan pencantuman nomor registrasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau Departemen Kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi suatu obat: 1) kondisi obat masih baik, 2) tanggal kadaluwarsa, 3) membaca keterangan atau informasi yang tercantum pada kemasan obat atau brosur, 4) minum obat sesuai aturan. (Wibowo. 2010: hal 14). Data awal juga diambil dari wawancara tidak terstruktur terhadap siswa kelas 8I. Dari 30 siswa, 17% atau 5 siswa menyatakan mengerti, 30% atau 9 siswa menyatakan kurang mengerti, dan 53% atau 16 siswa menyatakan tidak mengerti terhadap obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. 5% atau 2 siswa menyatakan mengerti tentang warna label obat, 95% siswa atau 28 siswa menyatakan tidak mengerti tentang warna label obat. 30% atau 9 siswa menyatakan membutuhkan informasi, 70% atau 21 siswa menyatakan tidak membutuhkan informasi. 55% atau 17 siswa menyatakan mengobati sendiri 45% atau 13 siswa pergi ke dokter. 85% atau 26 siswa mengkonsumsi obat 15% atau 4 siswa mengkonsumsi jamu. Data tersebut dipergunakan sebagai sampling data awal bahwa siswa kelas 8I kurang memahami pengetahuan tentang sediaan serta label obat ISPA dan diare, sehingga dilakukan solusi pemecahan masalah yaitu sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare. Tujuan dalam penelitian sosialisasi metode ceramah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang sediaan serta label obat ISPA dan diare ditinjau dari hasil belajar kognitif siswa kelas 8I dan meningkatkan pengetahuan tentang sediaan serta label obat ISPA dan diare dari sikap/ afektif siswa kelas 8I. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (1) Pemberian sosialisasi dapat meningkatkan pengetahuan siswa kelas 8I SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo tahun 2014, (2) Sikap siswa dalam mengikuti sosialisasi sedian serta label obat ISPA dan diare dapat meningkat atau menjadi lebih baik. 1.2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo, pada tanggal: 25-26 April 2014. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8 SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo tahun 2014 berjumlah 320 siswa. Untuk uji coba validasi (tryout) aspek kognitif dan afektif ISSN : 2355-1313
menggunakan siswa kelas 8J SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo tahun 2014 dengan jumlah siswa 31 orang, dan sampel yang digunakan untuk penelitian adalah kelas 8I dengan jumlah siswa 31 orang. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner angket afektif dan kognitif melalui sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare dengan metode ceramah. Pernyataan di ukur dengan menggunakan skala interval. Uji validitas dan reliabilitas penilaian afektif menggunakan Product Moment dari Pearson. Perhitungan validitas butir soal pada instrumen penilaian kognitif dilakukan dengan menggunakan komputasi koefisien korelasi point biserial atau koefisien korelasi biserial. Realibilitas pada Instrumen penilaian kognitif yang berbentuk objektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus Kuder Richardson (KR 20), Instrumen penilaian kognitif hasil untuk menghitung koefisien reliabilitasnya dengan menggunakan rumus alpha. Uji taraf kesukaran soal pada soal kognitif yaitu suatu item dinyatakan dalam bilangan indeks yang disebut Indeks Kesukaran (IK), yaitu bilangan yang merupakan hasil perbandingan antara jawaban benar yang diperoleh dengan jawaban yang seharusnya diperoleh dari suatu item. Uji taraf pembeda soal kognitif adalah suatu item adalah taraf sampai di mana jumlah jawaban benar dari siswa yang tergolong kelompok atas (pandai) berbeda dari siswa yang tergolong kelompok bawah (kurang pandai). Perbedaan jawaban benar dari siswa tergolong kelompok atas dan bawah disebut Indeks Diskriminasi (ID). 2.1. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Awal Sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare dilakukan karena pengetahuan siswa kelas 8I di SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo masih kurang, sehingga dilakukan penelitian kuantitatif analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Data diperoleh dari wawancara tidak terstruktur dengan siswa kelas 8I diperoleh data awal, bahwa: 17% atau 5 siswa menyatakan mengerti, 30% atau 9 siswa menyatakan kurang mengerti, dan 53% atau 16 siswa menyatakan tidak mengerti terhadap obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. 5% atau 2 siswa menyatakan mengerti tentang warna label obat, 95% siswa atau 28 siswa menyatakan tidak mengerti tentang warna label obat. 30% atau 9 siswa menyatakan membutuhkan informasi, 70% atau 21 siswa menyatakan tidak membutuhkan informasi. 82
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
55% atau 17 siswa menyatakan mengobati sendiri 45% atau 13 siswa pergi ke dokter. 85% atau 26 siswa mengkonsumsi obat 15% atau 4 siswa mengkonsumsi jamu. Deskripsi Hasil Belajar Hasil belajar adalah salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan belajar seseorang. Nilai hasil belajar mencerminkan hasil yang dicapai seseorang dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Data nilai try out kognitif siswa kelas 8J, pengetahuan siswa tentang sediaan serta label obat ISPA dan diare tersebut kurang. Data nilai try out siswa yang mencapai ketuntasan sebesar 71% atau 22 siswa, sedangkan yang belum tuntas sekitar 29% atau 9 siswa. Gambar 4.1 menunjukkan kondisi ketuntasan tryout.
Gambar 4.1 Diagram Presentase Ketuntasan Tryout Ketidak tuntasan tersebut disebabkan karena siswa kurang memahami materi saat diberikan sosialisasi dan menyebabkan 29% siswa tidak dapat mencapai ketuntasan sesuai dengan nilai yang diharapkan. Deskripsi Hasil Tindakan I Tahap Perencanaan Tindakan I Tahap ini diawali identifikasi masalah sampai akhirnya difokuskan pada suatu permasalahan yang perlu diprioritaskan untuk mendapatkan pemecahan masalah. Langkahlangkah yang direncanakan pada tindakan I adalah:1) membuat ijin penelitian ke institusi sekolah, 2) menerapkan pendekatan ceramah/sosialisasi, 3)membuat instrumen dalam proses pembelajaran yaitu soal-soal kognitif pilihan ganda berjumlah 30 soal. Semua instrumen telah divalidasi, untuk soal kognitif, afektif telah diujicobakan terlebih dahulu pada siswa kelas 8J SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada hari Jum’at, 25 April 2014. Perencanaan pengambilan data dilakukan dengan memberikan angket afektif dan tes kognitif pilihan ganda 30 soal setelah pelaksanaan tindakan sosialisasi. Tahap Pelaksanaan Tindakan I Pelaksanaan tindakan pada kelas 8I di SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo pada hari sabtu, 26 april 2014 diawali dengan mengisi materi pembelajaran dengan memberikan ceramah materi sosialisasi sediaan serta label ISSN : 2355-1313
obat ISPA dan diare selama 30 menit, kemudian setelah materi yang disajikan selesai, siswa diberikaan angket afektif dan soal tes kognitif pilihan ganda sebanyak 30 soal untuk mengetahui pemahaman materi yang sudah diterima. Tahap Observasi Tindakan I Tahap observasi meliputi: 1) observasi terhadap proses pembelajaran pada tindakan pertama,yaitu terhadap penguasaan materi yang dilihat dari hasil belajar tindakan I, 2) observasi terhadap afektif siswa. Tahap Refleksi Tindakan I Pembelajaran pada tindakan I didapatkan hasil bahwa pengetahuan siswa dalam memahami materi sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare masih kurang, dan sikap afektifnya kurang, hal ini disebabkan karena selama proses pembelajaran/ceramah beberapa siswa masih sedikit ribut, kurang memperhatikan, malu untuk bertanya.Observasi ketercapaian pada tindakan I kurang maksimal dan perlu dilakukan tindakan lebih lanjut. Hasil tes belajar kognitif dari masing– masing indikator pada tindakan I dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Hasil Belajar Tes Kognitif Siklus I. No
Indikator Soal
1.
Memahami pengetahuan tentang ISPA dan diare
2.
Memahami penggunaan obat ISPA dan diare
3.
Mengetahui indikasi dan kontra indikasi obat ISPA dan diare Mengetahui golongan obat dan labelnya
4.
Nom or Soal 10 11 13 14 15 16 17 18 26 30 12 19 20 23 24 25 22 27 29
1 2 3 4 5 6 7 8 9 21
Persentase Ketercapaian (%) Setiap Setiap Soal Indikator Soal 87 87 26 68 26 65 81 94 29 94 58 42 84 71 66.3 71 19 90 90 77 78.4 68
100 10 77 94 94 100 90 94 52 90
80.1
Berdasarkan analisis hasil tes kognitif tindakan I terlihat bahwa indikator soal 83
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
yang telah mencapai batas tuntas (persentase ketercapaian di atas 70%) sebanyak dua indikator, yaitu pada indikator soal no 22, 27, 29, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 21. Untuk dua indikator soal yang lain belum mencapai batas tuntas, yaitu pada indikator soal 11, 10, 30, 14, 15, 16, 17, 18, 13, 26, 12, 19, 28, 20, 23, 24, 25 yaitu pada indikator pengetahuan tentang ISPA dan diare dengan ketercapaian 65% dan pada indikator penggunaan obat ISPA dan diare dengan ketercapaian 66,3% sedangkan rata-rata persentase ketercapaian setiap indikator kompetensi 70%. Materi sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare ada dua indikator yang belum mencapai batas tuntas pada pembelajaran kognitif, yaitu: 1) tentang ISPA dan diare, 2) penggunaan obat ISPA dan diare. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran lebih lanjut untuk memperbaiki nilai hasil belajar tersebut. Indikator tersebut merupakan indikator yang harus dipahami oleh setiap siswa agar siswa tidak salah dalam memahami dan menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Indikator tersebut dianggap belum tuntas, karena pengetahuan kognitif siswa dalam memahami penyakit ISPA dan diare dan pengobatannya masih kurang. Persentase siswa yang telah mencapai batas ketuntasan dapat dilihat pada gambar 4.2 pada diagram pie berikut ini :
Gambar 4.2 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Kognitif I Analisis tes tindakan I materi sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare, pada Tabel 4.2 menunjukkan bahwa persentase ketuntasan kelas sebesar 71%. 31 siswa, 22 siswa atau 71% sudah mencapai ketuntasan, dan 9 siswa atau 29% belum mencapai ketuntasan pada tes tindakan I. Berdasarkan target yang sudah ditetapkan, maka ketercapaian dari kegiatan pembelajaran pada tindakan I diperoleh hasil sebagai berikut :
ISSN : 2355-1313
Tabel 4.2 Target dan Ketercapaian Tindakan I N o
Aspek Yang Dinilai
1
Hasil belajar (aspek kognitif) Hasil belajar (aspek afektif)
2
Siklus I Target
Kriteria Keberh asilan
70%
Keter capai an 71%
Berhasil
70%
76%
Berhasil
Penilaian afektif siswa dipergunakan untuk memberikan informasi tentang sikap siswa. Penilaian afektif diperoleh dari angket yang diisi oleh siswa dan observasi perilaku siswa dalam pembelajaran yang dilakukan. Hasil penilaian aspek afektif pada pembelajaran materi sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare, diperoleh hasil yang baik. Hasil penilaian aspek afektif,persentase ketercapaiannya sebesar 76%, sedangkan yang tidak tercapai 24% dari target yang sudah diharapkan 70%, yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 Diagram Pie berikut ini :
Gambar 4.3 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Afektif I Nilai afektif siswa dan perilaku siswa dalam pembelajaran dapat dilihat pada lampiran 21. Secara umum untuk hasil penilaian aspek afektif pada siswa kelas 8I baik, yaitu dengan persentase ketercapaian 76% dari target 70%. Hal ini ditunjukkan dengan sikap siswa yang peduli dalam mendengarkan penjelasan, dan sikap ingin tahu. Tindakan I masih banyak ditemukan kekurangan-kekurangan pada kegiatan pembelajaran di antaranya : 1) Bagi peneliti a) terlalu cepat dalam penyampaian materi, b) tingginya penyampaian bahasa yang diberikan kepada siswa, sehingga siswa sulit memahaminya, c) kurangnya waktu dalam penyampaian materi. 2) Bagi siswa a) pada awal pembelajaran kurang tertarik terhadap materi yang akan disampaikan, b) siswa sedikit sekali yang bertanya tentang materi yang disampaikan, c) beberapa siswa masih kurang teliti pada waktu mengerjakan soal afektif dan kognitif, d) waktu yang digunakan kurang efektif. 84
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Hasil pembelajaran pada tindakan I, masih perlu dilakukan perbaikan pembelajaran yaitu dengan melanjutkan ke tindakan II agar nilai hasil belajar siswa lebih meningkat dari target yang sudah dicapai pada siklus I. Deskripsi Hasil Tindakan II Tahap PerencanaanTindakan II Hasil refleksi dari tindakan I maka dilakukan perencanaan untuk pelaksanaan tindakan II. Pelaksanaan tindakan II hampir sama dengan tindakan I. Pelaksanaan tindakan II dilakukan setelah observasi dan refleksi I. Proses pembelajaran pada tindakan siklus II diperolah hasil yang lebih baik dibandingkan tindakan I, terlihat pada tabel 4.3. Berdasarkan target indikator yang telah ditetapkan, maka target ketercapaian dari kegiatan pembelajaran pada siklus II diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.3 Hasil Tes Kognitif II. Indikator Soal
Nomo r Soal
1.
Memahami pengetahuan tentang ISPA dan diare
2.
Memahami penggunaan obat ISPA dan diare
10 11 13 14 15 16 17 18 26 30 12 19 20 23 24 25 28
No
3.
4.
Mengetahui indikasi dan kontra indikasi obat ISPA dan diare Mengetahui golongan obat dan labelnya
Persentase Ketercapaian (%) Setiap Setiap Soal Indikator Soal 90 87 52 65 55 71.4 74 94 42 90 65 58 71 84 75.6 71 68 90 87
22 27 29
90 81 74
1 2 3 4 5 6 7 8 9 21
100 71 84 97 97 100 94 94 71 90
Gambar 4.4 Persentase Ketuntasan Hasil BelajarKognitif II Hasil kognitif dari data tindakan II, ada peningkatan yang sangat tinggi persentase ketuntasan kelas dari tindakan I, 71% menjadi 100% di tindakan II. Peningkatan ketercapaian pada tes kognitif II tersebut dinyatakan tuntas, tetapi ada beberapa siswa yang ketuntasannya mendekati nilai maksimal. Indikator kompetensi yang mengalami peningkatan persentase ketercapaian, yaitu: indikator memahami pengetahuan tentang ISPA dan diare dan pada indikator memahami penggunaan obat ISPA dan diare. Aspek kognitif dan ketuntasan belajar pada tindakan II dapat disimpulkan ada peningkatan dibandingkan dengan tindakan I. Hasil di atas dapat diketahui bahwa pada pelaksanaan tindakan II telah dapat meningkatkan hasil pencapaian belajar pada semua indikator. Hasil perkembangan pencapaian hasil belajar pada setiap indikator untuk tindakan I dan II juga dapat dilihat pada Gambar 4.5dibawah ini:
81.7
89.8
Kemampuan kognitif siswa mengalami peningkatan pada semua indikator yang sangat baik pada tindakan II jika dibandingkan pada tindakan I, dengan predikat kriteria berhasil. Penelitian ini dengan pemberian ceramah sosialisasi sediaan serta ISSN : 2355-1313
label obat ISPA dan diare, dikatakan berhasil. Persentase ketercapaian dapat dilihat pada Tabel 4.4 yang artinya semua indikator telah mencapai batas ketuntasan. Presentase ketuntasan pada diagram pie dari nilai hasil belajar kognitif siswa pada tindakan II dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 4.5 Histogram Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Soal pada Tindakan I dan II 85
IJMS - Indonsian Journal on Medical Science – Volume 1 No 2 – 2014 - ijmsbm.org
Berdasarkan target yang telah ditetapkan, maka target ketercapaian dari kegiatan pembelajaran pada tindakan II diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.4 Target dan Ketercapaian Tindakan II N o
Aspek Yang Dinilai
Siklus II Target (%)
1 2
Hasil belajar (aspek kognitif) Hasil belajar (aspek afektif)
70
Keter capai an (%) 100%
70
79%
Kriteria Keberhasi lan Berhasil Berhasil
3.1. Pembahasan Pembelajaran pada tindakan I didapatkan hasil bahwa pengetahuan siswa dalam memahami materi sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare masih kurang, dan sikap afektifnya kurang, hal ini disebabkan karena selama proses pembelajaran/ceramah beberapa siswa masih sedikit ribut, kurang memperhatikan, malu untuk bertanya. Observasi ketercapaian pada tindakan I kurang maksimal dan perlu dilakukan tindakan lebih lanjut karena, materi sosialisasi sediaan serta label obat ISPA dan diare ada dua indikator yang belum mencapai batas tuntas pada pembelajaran kognitif,yaitu: 1) tentang ISPA dan diare, 2) penggunaan obat ISPA dan diare. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran lebih lanjut untuk memperbaiki nilai hasil belajar tersebut. Indikator tersebut merupakan indikator yang harus dipahami oleh setiap siswa agar siswa tidak salah dalam memahami dan menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Indikator tersebut dianggap belum tuntas, karena pengetahuan kognitif siswa dalam memahami penyakit ISPA dan diare dan pengobatannya masih kurang. Perbandingan persentase ketercapaian indikator soal kognitif pada siklus I dan II dapat dilihat pada Gambar Histogram 4.5. Dari empat indikator soal, semuanya mengalami peningkatan. Tingkat presentase dari keempat indikator soal ini tidak terlalu tinggi, tetapi sudah mengalami peningkatan. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian sosialisasi metode ceramah dapat meningkatkan; 1) hasil belajar kognitif secara klasikal dengan rata-rata ketercapaian 72% di siklus I menjadi 80% di siklus II atau dengan presentase ketuntasan kelas 71% di siklus I menjadi 100% di siklus II; 2) dapat meningkatkan hasil belajar afektif dengan presentase ketercapaian 76% di siklus I menjadi 79% di siklus II.
ISSN : 2355-1313
4.1. KESIMPULAN 1. Presentase ketercapaian hasil belajar kognitif siswa secara klasikal dengan ratarata ketercapaian 72% di siklus I menjadi 80% di siklus II atau dengan presentase ketuntasan kelas 71% di siklus I menjadi 100% di siklus II. 2. Presentase ketercapaian hasil belajar afektif siswa yaitu 76% di siklus I menjadi 79% di siklus II. 3. Sosialisasi dengan metode ceramah dapat meningkatan pengetahuan siswa kelas 8I di SMP Negeri 1 Grogol Sukoharjo ditinjau dari belajar kognitif dan afektif. 4.2. SARAN 1. Dilakukan sosialisasi secara rinci agar tingkat pengetahuan siswa tentang sediaan serta label obat ISPA dan diare dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Dilakukan sosialisasi lain yang sifatnya dapat membangun sikap positif siswa terhadap kesehatan. REFERENSI [1] Arikunto, S. (2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. [2]
Gregory, RJ. (2007). Psychological testing: History, Principles, and Applications. 5th, Edition, Boston, MA: Attyn dan Bacon.
[3]
Kasbolah. (1999). Penelitian Tindakan Kelas. Depdiknas: Jakarta.
[4]
Kemmis, S. dan Taggart, R. (2001). The Action Research Planner. Deakin: Deakin: Jakarta.
[5]
Masidjo. (1995). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah. Yogyakarta: Kanisius.
[6]
Milles, M. B. Dan Huberman, A. M. (1995). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI. Press.
[7]
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
[8]
Wibowo. (2010). Cerdas Memilih Obat dan Mengenali Penyakit. Jakarta: Lingkar Pena Kreativa.
86
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN KECELAKAAN KERJA DI LABORATORIUM Dwi Yulita Sari1, Sri Saptuti Wahyuningsih2 Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia
[email protected] Abstract Background: The accidents happened at Laboratory, its not only caused by the unconcern students of the rules ang ignore obey the rules at laboratory, but its also caused by the less of their knowledge in procedural or practical when they are in laboratory. They also don’t understand about the things cause an accidents at laboratory. Implementing Occupational Health and Safety is one of the efforts to create a safety & healty workplace, thus it can reduce the level of accidents at workplace and occupational diseases that can ultimately improve efficiency and productivity. Optimally, Implementation of healty & safety workplace in pharmaceutical laboratories polytechnic Bhakti Mulia Sukoharjo because laboratory activities have many risk, especially by the increasing progress of IPTEK, so that the risk that will be faced by the student increase. Objective: To know the relationship of knowledge with the preventing behavior occupational accidents in the laboratory department of Pharmacy Polytechnic Diploma Bhakti Mulia Sukoharjo. Method: This study was a quantitative Observasional Analitic study with cross sectional approach. The population were all of the pharmacist student are II, IV, and VI semester and totally 103 respondent. The respondent of samples were 78 students, with proportionate stratified random sampling technique. The data analysis was conducted using prerequisite analysis including normality, and linearity test, followed with hypothesis tests with Product Moment. Result: There was a significant relationship between knowledge with the preventing of accidents behavior in pharmaceutical laboratories polytechnic sukoharjo by significancy value was 0,013. Conclusion: There was a significant relationship between knowledge with the preventing of accidents behavior in pharmaceutical laboratories polytechnic sukoharjo. Keywords: knowledge, behavior, occupational accidents Abstrak Latar Belakang: Kecelakaan yang terjadi di laboratorium tidak hanya disebabkan karena mahasiswa kurang memperhatikan dan mentaati peraturan atau tata tertib di laboratorium, tetapi disebabkan juga karena kurangnya pengetahuan atau pemahaman mahasiswa baik dalam prosedur melakukan praktikum maupun pemahaman tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakaan. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, sehingga dapat mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Pelaksanaan K3 secara optimal di laboratorium farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo sangat diperlukan karena kegiatan laboratorium mempunyai resiko yang sangat besar, apalagi dengan kemajuan IPTEK resiko yang akan dihadapi mahasiswa akan semakin meningkat. Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja di laboratorium Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo.. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif Analitik Observasional dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi diambil dari semua mahasiswa farmasi yaitu dari semester II,IV,VI berjumlah 103 orang responden. Sampel 78 responden, dimana teknik pengambilan sampel menggunakan Teknik Proportionate Stratified Random Sampling. Analisis data dengan uji prasyarat yaitu uji normalitas data dan uji linearitas, kemudian dilanjutkan dengan uji hipotesa dengan Product Moment. Hasil: Ada hubungan yang positif dan signifikan pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja di laboratorium Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia dengan nilai signifikansi 0,013
ISSN 2355-1313
87
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja di laboratorium Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. Kata kunci: pengetahuan, pencegahan kecelakaan, perilaku PENDAHULUAN Menurut Reber dalam syah M (2012) belajar pengetahuan adalah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen. Tujuan belajar pengetahuan adalah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan (Syah M, 2012). Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, dan tindakan. Perilaku dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dan lingkungan. Skinner (Notoatmodjo, 2005), menyatakan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner disebut teori ”S-O-R” atau StimulusOrganism-Response. Laboratorium ialah suatu tempat dimana dilakukan kegiatan kerja untuk menghasilkan sesuatu. Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan lain-lain (Suma’mur, 2001). Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani dan rohani. Dengan kesehatan dan keselamatan kerja maka para mahasiswa diharapkan dapat melakukan praktikum dengan aman dan nyaman. Praktikum dikatakan aman jika apapun yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut dapat menghindari kemungkinan resiko yang timbul. Praktikum dikatakan nyaman jika para mahasiswa yang bersangkutan dapat melakukan praktikum dengan merasa nyaman dan betah.
ISSN 2355-1313
Kegiatan laboratorium mempunyai risiko yang berasal dari faktor fisik, kimia, biologi, dan ergonomi, apalagi jika diiringi dengan kemajuan IPTEK maka risiko yang dihadapi mahasiswa semakin meningkat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, dan perilaku mahasiswa terhadap K3 dalam pencegahan kecelakaan kerja. Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu mencegah kecelakaan kerja di laboratorium dengan meningkatkan pengetahuan dan perilaku dari mahasiswa. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo, pada bulan April 2014. Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif Analitik Observasional dengan pendekatan Cros Sectional Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo yang terdiri dari semester II, IV dan VI yang berjumlah 103 mahasiswa. Sampel adalah bagian dari populasi. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan sistem Proportionate Stratified Random Sampling. Hal ini dikarenakan anggota yang terdapat dalam populasi memiliki tingkatan atau strata yang proporsional. Jumlah sampel berdasarkan tabel penentuan jumlah sampel dengan taraf kesalahan 5% diperoleh sampel sebesar 78 responden (Sugiyono, 2008). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuisioner perilaku yang berisi daftar pertanyaan yang diberikan kepada mahasiswa Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan instrumen berupa tes prestasi untuk mengkur pengetahuan dari mahasiswa. Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : data pengetahuan, informasi diperoleh dari nilai tes prestasi dimana tes ini berisi pertanyaan seputar pengetahuan kecelakaan kerja dilaboratorium dengan tipe soal chek poin dengan skala pengukuran adalah interval. Perilaku pencegahan kecelakaan kerja, dimana datanya diperoleh dari pengisian
88
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
kuisioner yaitu lembar isian yang meliputi beberapa pertanyaan alternatif jawaban: tidak pernah, jarang, sering dan selalu, dengan skala pengukuran menggunakan skala interval. Instrumen sebelum digunakan lebih dahulu dilakukan uji validitas dengan rumus koefisien korelasi dari pearson yaitu product moment, dan uji reliabilitas dengan rumus alpha cronbach pada kuesioner perilaku, sedangkan pada tes pengetahuan dengan rumus KR-20. Teknik analisa data menggunakan uji hipotesa dengan korelasi product moment dengan bantuan SPSS 16.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Deskripsi data Penelitian ini menggunakan sampel sejumlah 78 responden. Pengambilan data penelitian dilaksanakan di Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo. Deskripsi data penelitian meliputi : a. Deskripsi Data Pengetahuan Distribusi frekuensi dari pengetahuan mahasiswa diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.1 Distribusi Data Pengetahuan No Data Pengetahuan Nilai Skor 1 Tertinggi 20 2 Terendah 0 3 Rata – rata 2,63 4 Standar Deviasi 2,892 Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel 78 responden, diperoleh nilai terendah 0. dan nilai tertinggi dari responden adalah 20. Selain itu dari data juga dapat diketahui rata – rata nilai responden adalah 2,63 dengan standar deviasi sebesar 2,892. Uji validitas digunakan untuk mengetahui validitas tiap soal tes prestasi menggunakan rumus koefisien korelasi dari pearson yaitu product moment. Tabel 4.2 : Hasil Uji Validitas Pengetahuan Kk
Pearson Correlation
Sig. (2tailed)
Ket
kk_1 kk_2 kk_3 kk_4 kk_5
0,873 0,484 0,873 0,914 0,939
0,000 0,014 0,000 0,000 0,000
Valid Valid Valid Valid Valid
ISSN 2355-1313
kk_6 0,484 0,014 Valid kk_7 0,484 0,014 Valid kk_8 0,424 0,035 Valid kk_9 0,544 0,005 Valid kk_10 0,824 0,000 Valid kk_11 0,873 0,000 Valid kk_12 0,771 0,000 Valid kk_13 0,647 0,000 Valid kk_14 0,499 0,011 Valid kk_15 0,775 0,000 Valid kk_16 0,549 0,005 Valid kk_17 0,863 0,000 Valid kk_18 0,592 0,002 Valid kk_19 0,873 0,000 Valid kk_20 -0,913 0,000 Valid Pengujian validitas dari tes prestasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS dengan kriteria apabila hasil perhitungan (r tabel) lebih kecil dari (r hitung), maka diartikan bahwa item soal adalah valid. Dari hasil uji validitas diperoleh semua item soal adalah valid. Pengujian reliabilitas adalah pengujian sejauh mana alat ukur atau instrumen itu relatif stabil pada pengukuran pada subyek yang sama yang diulang beberapa kali. Pengujian reliabilitas tes prestasi pada variable pengetahuan menggunakan KR 20. Tabel 4.3:Hasil Uji Reliabilitas Pengetahuan dengan rumus KR 20 R 2,952062 r table 0,2214 Reliabel
r > r tabel
jika r > r tabel maka reliable. Pada pengujian reliabilitas dengan kriteria hasil apabila (r hasil) lebih besar dari (r tabel), diartikan bahwa instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data dikatakan reliable. b. Deskripsi Data Perilaku Distribusi frekuensi dari pengetahuan mahasiswa diperoleh data sebagai berikut : Tabel 4.4. Distribusi Data Perilaku No Data Perilaku Nilai Skor 1 Tertinggi 80 2 Terendah 58 3 Rata – rata 72,21 4 Standar Deviasi 5,382 Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari jumlah sampel 78 responden, diperoleh nilai terendah 58. Dan nilai tertinggi dari
89
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
responden adalah 80. Selain itu dari data juga dapat diketahui rata – rata nilai responden adalah 72,21. Dengan standar deviasi sebesar 5,382. Uji validitas digunakan untuk mengetahui validitas kuesioner menggunakan rumus koefisien korelasi dari pearson yaitu product moment. Tabel 4.5 : Hasil Uji Validitas Perilaku Pearson Sig. (2K3 Ket Correlation tailed) K3_1 0,804 0,000 Valid K3_2 0,724 0,000 Valid K3_3 0,679 0,000 Valid K3_4 0,419 0,000 Valid K3_5 0,381 0,001 Valid K3_6 0,804 0,000 Valid K3_7 0,470 0,000 Valid K3_8 0,459 0,000 Valid K3_9 0,581 0,000 Valid K3_10 0,534 0,000 Valid K3_11 0,573 0,000 Valid K3_12 0,619 0,000 Valid K3_13 0,541 0,000 Valid K3_14 0,625 0,000 Valid K3_15 0,744 0,000 Valid K3_16 0,668 0,000 Valid K3_17 0,677 0,000 Valid K3_18 0,804 0,000 Valid K3_19 0,724 0,000 Valid K3_20 0,679 0,000 Valid Pengujian validitas dari kuisioner dilakukan dengan menggunakan program SPSS dengan kriteria apabila hasil perhitungan (r tabel) lebih kecil dari (r hitung), maka diartikan bahwa instrumen penelitian adalah valid. Pengujian reliabilitas adalah pengujian sejauh mana alat ukur atau instrumen itu relatif stabil pada pengukuran pada subyek yang sama yang diulang beberapa kali. Pengujian reliabilitas kuisioner menggunakan rumus Alpha Cronbach.
Tabel 4.6 : Hasil Uji Reliabilitas Perilaku Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
.901 20 Jika P > 0.05 maka reliable Pada pengujian reliabilitas kuisioner dengan kriteria hasil apabila (r hasil) lebih besar dari (r tabel), diartikan bahwa instrumen
ISSN 2355-1313
penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data dikatakan reliable. 2. Uji Prasyarat a. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Tabel 4.7 : Hasil uji normalitas data pengetahuan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kk_Total N Normal a Parameters
78 72.2051 5.38241 .092 .074 -.092 .814 .522
Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. Jika p> 0.05 maka berdistribusi normal
Tabel 4.8 : Hasil uji normalitas data perilaku One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test k3_Total N Normal Parametersa
Mean Std. Deviati on Most Extreme Absolut Differences e Positiv e Negati ve Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
78 9.8333 6.15475 .088 .078 -.088 .777 .582
a. Test distribution is Normal. Jika p> 0.05 maka berdistribusi normal. Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari hasil perhitungan uji normalitas diperoleh nilai p atau signifikansi dari variabel pengetahuan sebesar 0,522 dan variabel perilaku 0,582.
90
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan ketentuan yang ada dapat dikatakan data dari semua variabel penelitian berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal. b. Uji linearitas Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Metode yang digunakan dalam uji linearitas adalah dengan rumus anova. b
Tabel 4.9 : Hasil Uji Linieritas (ANOVA ) Sum of Mean Squares Df Square
Model 1 Regressio n
24.481
Residual
542.376
F
Sig. a
1 24.481 3.385 .070 75
7.232
Total 566.857 76 a. Predictors: (Constant), KK b. Dependent Variable: K3 Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada variabel pengetahuan dengan perilaku diperoleh nilai p (0,070) > 0,05. Hal ini dapat dikatakan bahwa antara variabel pengetahuan dengan perilaku ada hubungan yang linier. Dapat dikatakan pula bahwa hubungan antara variabel independen dan dependen linier. 3. Hasil Penelitian a. Pengujian hipotesa penelitian Pengujian hipotesa menggunakan rumus korelasi. Korelasi yang digunakan korelasi Pearson dari Product Moment. Tabel 4.10 : Hasil Uji Hipotesa Correlations K3 K3
Pearson Correlation
KK 1
Sig. (2-tailed) N KK
.281* .013
78
78
*
1
Pearson Correlation
.281
Sig. (2-tailed)
.013
N 78 78 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Hasil perhitungan dengan program SPSS di tabel 4.10 diperoleh
ISSN 2355-1313
nilai koefisien korelasi (r) hitung sebesar 0,281 dan nilai signifikansi (p) sebesar 0,013. Selain itu berdasar tabel 3.2 didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,281 termasuk kategori rendah. Pembahasan Uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas untuk masing – masing variabel dengan rumus product moment dan didapat hasil untuk masing – masing variabel setiap item instrument yaitu valid. Selanjutnya untuk uji reliabilitas digunakan rumus untuk variabel pengetahuan digunakan rumus KR 20 didapat hasil r = 2,95 dan r tabel = 0,2214 dengan ketentuan r > r tabel maka reliabel. Untuk uji reliabilitas data perilaku digunakan rumus alpha conbrach didapat hasil P = 0,901 dengan ketentuan jika p > 0,05 maka reliabel. Uji normalitas digunakan rumus kolmogorov smirnov untuk masing – masing variabel, hasil uji normalitas variabel pengetahuan didapat p = 0,522 sedangkan untuk perilaku didapat p = 0,582 dengan ketentuan jika p > 0,05 maka terdistribusi normal. Uji linearitas dengan menggunakan rumus anova dan didapat hasil signifikan untuk masing – masing variabel yaitu untuk variabel pengetahuan dan perilaku hasilnya p = 0,070 dengan ketentuan jika p > 0,05 maka linier. Uji hipotesa dengan menggunakan pearson correlation product moment didapat hasil signifikan untuk masing – masing variabel yaitu p = 0,013 dengan ketentuan jika p < 0,05 maka signifikan, selain itu juga didapatkan r sebesar 0,281 berdasarkan tabel 3.2 dengan r = 0,281 termasuk dalam kategori rendah. Data yang diperoleh dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa nilai koefisien korelasi (r) antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja adalah 0,281 dan signifikansi (p) 0,013. Hal ini berarti bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan kecelakaan kerja dalam tingkat hubungan rendah. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa semakin meningkat pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan dan keselamatan kerja maka akan semakin meningkatkan perilaku mahasiswa dalam mencegah terjadinya kecelakan kerja di laboratorium. Mahasiswa akan berusaha
91
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
menjaga dari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan teori Green menyatakan bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan sebagainya dari orang tua atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para pengajar di Institusi pendidikan juga harus mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Hasil penelitian ini diperkuat dengan penelitian Afip Khoirudin (2010), menunjukkan bahwa ada hubungan sikap perawat terhadap penerapan prosedur tindakan pencegahan universal dengan perilaku perawat dalam menjalankan prosedur tindakan tersebut di RSUP dr Kariadi Semarang. Berdasarkan penelitian tersebut tampak bahwa selalu adanya hubungan secara bermakna antara pengetahuan dengan sikap dan perilaku seseorang. Hal ini dapat terjadi karena sikap sesorang yang sudah baik untuk melakukan pencegahan kecelakaan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori dari Notoatmojo (2007) yang menjelaskan pengetahuan adalah hasil tahu dari suatu pengeideraan dari suatu objek tertentu. Penginderaan meliputi penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan yang baik akan lebih terarah dan memberikan hasil yang baik pula. Menurut penelitian dari Yanti (2011) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tindakan dengan kecelakaan kerja. Sikap mahasiswa cecara umum sudah baik, yaitu kebersihan tangan dan pemakaian jas praktikum. Hal ini sangat mendukung kegiatan praktikum yang hampir 60 % dilakukan di laboratorium. Namun pada kenyataannya penggunaan sarung tangan dan masker pada saat praktikum belum sepenuhnya dilakukan dengan alasan kurang nyaman sehingga berpendapat pemakaian sarung tangan dan masker tidak perlu dilakukan. Sikap yang kurang benar tersebut perlu dilakukan peningkatan pemahaman sehingga semua alat pelindung diri haruslah digunakan demi keamanan dalam bekerja.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ada hubungan positif secara signifikan antara pengetahuan mahasiswa dengan pencegahan perilaku kecelakaan kerja di laboratorium Prodi DIII Farmasi Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo dengan nilai signifikasi atau p = 0,013. Saran 1. Menegakkan kedisiplinan dalam pelaksanaan semua pekerjaan di laboratorium dalam hal alat pelindung diri. 2. Perlu dilakukan penyuluhan tentang Kesehatan & Keselamatan Kerja di laboratorium secara periodic. REFERENSI Arikunto, S, 2002. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Rineka Cipta, Jakarta. Budiarto E, 2004. Metodologi penelitian kedokteran. EGC, Jakarta. Green L.W. And Kreuter, M.W, 2005. Health Program Planning And Educational And Ecological Aprroach. Fourth Edition, Rollins Scholl Of Public Health Of Emory University. New York. Published by Mc Graw – Hill a bussines unit of the Mc Graw – Hill Companies, Inc. Yanti K, 2011, Hubungan Perilaku dengan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Peternak Ayam Ras di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang. Nazir M, 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Bogor. Notoatmodjo, 2002. Metodologi Penelitan Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Notoatmodjo, 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
ISSN 2355-1313
92
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 1 No 2 – Juli 2014 - ijmsbm.org
Notoatmojo, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta, Rineka Cipta. Notoatmodjo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta. Setiana D, 2011. Pengetahuan, Sikap dan Praktik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Terhadap Pencegahan Infeksi, Artikel Ilmiah, Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran UNDIP, Semarang Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif ,Kualitatif dan RND, Alfabeta. Bandung. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung Syah, M. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Syah, M. 2012. Psikologi Belajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Suma’mur Dr, 2001, Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan, Gunung Agung, Jakarta
ISSN 2355-1313
93