8
III. PEMBAHASAN 3.1 Model Makroskopis dari Arbitrase Triangular Model makroskopis menggunakan data aktual kurs yang diambil dari www.oanda.com untuk tiga mata uang, yaitu IDR, JPY dan USD, dalam kurun waktu dari Januari sampai Maret 2007 kecuali hari libur. Data-data tersebut akan dianalisis untuk mengetahui apakah dari tiga mata uang tersebut memungkinkan terjadinya kesempatan arbitrase triangular atau arbitrase 3-poin. Lampiran 1 menunjukkan fluktuasi dari masing-masing kurs. 3.1.1 Keberadaan Kesempatan Arbitrase Triangular Arbitrase triangular adalah kegiatan finansial yang ingin mengambil keuntungan dari tiga kurs di pasar dunia. Prosedur transaksinya adalah sebagai berikut: pedagang menukar 1 unit mata uang pertama (misalkan x ) untuk sejumlah mata uang kedua (misalkan y ), menukar sejumlah mata uang
kedua ( y ) untuk sejumlah mata uang ketiga (misalkan z ), dan menukarkan kembali sejumlah mata uang ketiga ( z ) dengan mata uang pertama ( x) pada saat t , dengan z merupakan ‘base currency’ atau mata uang dasar yang menjadi patokan dalam pertukaran. Umumnya USD merupakan ‘base currency’ dalam pertukaran mata uang. Jika pedagang dapat memperoleh keuntungan melalui transaksi tiga kurs maka dalam pasar tersebut terjadi kesempatan arbitrase triangular. Kesempatan arbitrase triangular terjadi dalam waktu yang singkat dan akan segera hilang dikarenakan banyak pedagang lain yang ingin membuat transaksi yang sama. Untuk memenuhi syarat kesempatan arbitrase triangular didefinisikan syarat berikut: 3
μ (t ) = ∏ ri (t ) > 1
(10)
i =1
dengan ri (t ) menyatakan kurs transaksi ke- i pada saat t . Syarat di atas dinamakan sebagai hasil kurs. Jika hasil kurs μ lebih besar dari unit awal mata uang pertama yang digunakan maka pedagang memperoleh keuntungan dan hal ini menandakan terjadinya kesempatan arbitrase triangular di pasar valuta asing. Arbitrase triangular melibatkan tiga kurs mata uang dengan salah satu dari mata
uang tersebut merupakan ‘base currency’ maka pertukarannya memiliki dua kemungkinan aliran kurs, yang salah satunya akan lebih menguntungkan (akibat adanya kesempatan arbitrase). Arah aliran kurs yang pertama berdasarkan transaksi dengan arah x → y → z → x dan yang kedua berdasarkan transaksi yang mempunyai arah x→z→ y→ x. Untuk transaksi dengan arah x → y → z → x , maka tiap kurs dapat didefinisikan sebagai berikut: r1 (t ) = S a ( y | x) r2 (t ) =
1 Sb ( y | z )
1 . (11) S a ( z | x) Sedangkan untuk transaksi dengan arah x → z → y → x , maka tiap kurs didefinisikan sebagai berikut: 1 r1 (t ) = Sa ( x | z ) r3 (t ) =
r2 (t ) =
1 Sa ( z | y )
r3 (t ) = Sb ( x | y ). (12) Diasumsikan bahwa seorang arbitran dapat bertransaksi dengan segera pada harga bid dan ask. Oleh karenanya digunakan harga pada waktu yang sama untuk menghitung hasil kurs. Berdasarkan hubungan antara nilai bid dan ask pada Persamaan (1) dan (2) maka hasil kurs μ dapat memiliki dua bentuk lain, didefinisikan sebagai berikut: 3
μ * (t ) = ∏ ri* (t ).
(13)
i =1
Transaksi
dengan
arah
x→ y→z→x
memiliki nilai ri* (t ) sebagai berikut: r1* (t ) =
1 Sb ( x | y )
r2* (t ) = Sa ( z | y ) r3* (t ) = Sb ( x | z ) , (14) dan transaksi dengan arah x → z → y → x
memiliki nilai ri* (t ) sebagai berikut:
9
r1* (t ) = Sb ( z | x)
1000
r2* (t ) = Sb ( y | z )
800
(15)
Transaksi arbitrase μ * memiliki transaksi pertukaran yang berlawanan dengan transaksi arbitrase μ . Maksud berlawanan di sini adalah berbeda dalam pemakaian kurs bid atau ask. Bentuk keduanya adalah: 3
μ ** (t ) = ∏ ri** (t ) .
(16)
i =1
Untuk bentuk kedua, transaksi dengan arah x → y → z → x memiliki nilai ri** (t ) sebagai berikut: 1 r1** (t ) = Sb ( x | y ) r2** (t ) =
1 Sb ( y | z )
400
200
0 0.9998
1.0000
1.0002
1.0004 1.0006 HASILKURS
1.0008
1.0010
1.0012
Gambar 1.a Hasil Kurs μ ** (t ) arah transaksi IDR → JPY → USD → IDR dengan mean 1.000313 dan standar deviasi 0.000382. 175000
150000
125000
100000
50000 0.999996 0.999997 0.999998 0.999999 1.000000 1.000001 1.000002 1.000003 1.000004
HASILKURS
Gambar 1.b Hasil Kurs μ ** (t ) arah transaksi IDR → USD → JPY → IDR dengan mean 0.9999999 dan standar deviasi 0.0000023.
** i
memiliki nilai r (t ) sebagai berikut: r1** (t ) = Sb ( z | x) r2** (t ) = Sb ( y | z ) 1 . Sb ( y | x )
600
75000
(17) r3** (t ) = Sb ( x | z ) , dan transaksi dengan arah x → z → y → x
r3** (t ) =
PDF HASIL KURS
1 . S a ( y | x)
PDF HASIL KURS
r3* (t ) =
(18)
Transaksi arbitrase μ ** yang didefinisikan di atas mengambil asumsi bahwa akan lebih menguntungkan jika menggunakan nilai bid untuk transaksi terakhir karena di awal telah dinyatakan bahwa nilai bid selalu lebih kecil dari pada nilai ask. Sama halnya dengan transaksi μ dan μ * ,
μ ** > 1 unit mata uang pertama yang dipertukarkan menunjukkan adanya kesempatan arbitrase. Kesempatan itu akan segera hilang karena banyak transaksi lain yang sama sehingga membuat μ ** konvergen ke nilai rata-rata atau keseimbangannya. Hasil kurs μ * diasumsikan menyebar normal sehingga diperoleh fungsi kepekatan peluang dari hasil kurs. Hubungan antara hasil kurs dan fungsi kepekatan peluangnya dapat dilihat dalam Gambar 1, dengan daerah di bawah kurva yang lebih besar dari 1 menyatakan terjadinya kesempatan arbitrase.
Didefinisikan logaritma hasil kurs v(t ) sebagai berikut: 3
3
i =1
i =1
v(t ) = ln ∏ ri** (t ) = ∑ ln ri** (t )
(19)
dengan ri** (t ) menyatakan bentuk kedua dari kurs transaksi ke- i pada saat t .Keberadaan dari kesempatan arbitrase triangular dipenuhi apabila logaritma hasil kurs yang didefinisikan di atas memiliki nilai yang tak negatif. Logaritma hasil kurs v(t ) diasumsikan menyebar normal sehingga diperoleh fungsi kepekatan peluang dari logaritma hasil kurs. Hubungan antara logaritma hasil kurs dengan fungsi kepekatan peluangnya dapat dilihat dalam Gambar 2, dengan daerah di bawah kurva yang tak negatif menyatakan terjadinya kesempatan arbitrase.
10
PDF LOG HASIL KURS
1000
800
600
400
200
0 0.0000
0.0003 0.0006 LOG HASIL KURS
0.0009
0.0012
Gambar 2.a Logaritma Hasil Kurs arah transaksi IDR → JPY → USD → IDR dengan mean 0.000313 dan standar deviasi 0.000382. 175000
PDF LOG HASIL KURS
150000 125000 100000 75000 50000
.0 -0
4 00 00
.0 -0
3 00 00
00 00 .0 -0
2 .0 -0
1 00 00
0 0.
0 00 00
0 00 00 0.
1 0 0.
2 00 00
0 0.
3 00 00
0 00 00 0.
4
LOG HASIL KURS
Gambar 2.b Logaritma Hasil Kurs arah IDR → USD → JPY → IDR transaksi dengan mean -0.0000001 dan standar deviasi 0.0000023.
Dalam karya ilmiah ini perhitungan untuk hasil kurs dan logaritma hasil kurs yang dipakai adalah bentuk kedua karena dalam tulisan ini lebih memfokuskan pada harga pembelian dealer dari tiap transaksi. Lampiran 2 dan Lampiran 3 menyajikan perhitungan hasil kurs dan logaritma hasil kurs. 3.1.2 Model Makroskopis Adanya kesempatan arbitrase triangular dalam pasar mempengaruhi fluktuasi harga. Fluktuasi yang terjadi dapat dikonstruksi dengan suatu model waktu perubahan kurs asing. Model ini menggunakan data untuk menjelaskan fluktuasi yang terjadi secara kuantitatif, bukan sekedar kualitatif. Model ini disebut dengan model makroskopis. 3.1.2.1 Persamaan Dasar Waktu Perubahan Logaritma Hasil Kurs Didefinisikan persamaan dasar waktu perubahan logaritma dari tiap kurs sebagai berikut: ln ri** (t + Δt ) = ln ri** (t ) + f i (t ) + g ( v(t ) ) (20)
dengan Δt : perubahan waktu yang mengontrol skala waktu dari model; Δt = 1 karena data yang dipakai adalah data harian, fi : kebebasan fluktuasi dari transaksi ke- i yang memenuhi sebaran levy terpotong (truncated levy distribution), g : fungsi interaksi dari logaritma hasil kurs. Transaksi arbitrase triangular membuat logaritma hasil kurs v menuju ke rata-rata ε sehingga dapat didefinisikan fungsi interaksi sebagai aproksimasi linear sebagai berikut: (21) g (v ) = − k ( v − ε ) sehingga ⎧< 0 jika v > ε g (v ) ⎨ ⎩> 0 jika v < ε dengan : konstanta positif yang menentukan k kekuatan interaksi dari logaritma hasil kurs per satuan waktu, : rata-rata dari v . ε Persamaan waktu perubahan logaritma dari tiap kurs yang diberikan oleh Persamaan (20) dapat digunakan untuk membentuk persamaan waktu perubahan logaritma hasil kurs, yaitu dengan menjumlahkan Persamaan (20) dan menyubstitusi Persamaan (21) sehingga didapat rumusan sebagai berikut: v(t + Δt ) − ε = (1 − 3k ) ( v(t ) − ε ) + F (t ) (22) 3
dengan F (t ) = ∑ f i (t ) . i =1
Bukti: Untuk mendapatkan persamaan dasar waktu perubahan logaritma hasil kurs, dapat diperoleh dengan menjumlahkan persamaan waktu perubahan logaritma dari tiap kurs saat transaksi ke- i sebagai berikut: 3
v(t + Δt ) = ∑ ln ri** (t + Δt ) i =1
= ln r1** (t + Δt ) + ln r2** (t + Δt ) + ln r3** (t + Δt ) = ⎡⎣ ln r1** (t ) + f1 (t ) + g ( v(t ) ) ⎤⎦
+ ⎡⎣ln r2** (t ) + f 2 (t ) + g ( v(t ) ) ⎤⎦ + ⎡⎣ln r3** (t ) + f 3 (t ) + g ( v(t ) ) ⎤⎦ 3
3
i =1
i =1
= ∑ ln ri** (t ) + ∑ f i (t ) + 3g ( v(t ) ) =v(t ) + F (t ) + 3 ( − k ( v(t ) − ε ) ) =v(t ) − 3kv(t ) + 3k ε + F (t ) = (1 − 3k )( v(t ) − ε ) + ε + F (t )
11
sehingga terbukti bahwa: v (t + Δt ) − ε = (1 − 3k )( v (t ) − ε ) + F (t ) 3.1.2.2 Penduga Parameter Persamaan (20) bergantung pada parameter f i dan k . Dalam bagian ini akan diduga besarnya masing-masing parameter tersebut. Penduga parameter untuk kekuatan interaksi k berhubungan dengan v , yang dinyatakan sebagai berikut: 1 − 3k := c(Δt ) =
v ( t + Δt ) v ( t ) − ε 2 v (t ) − ε 2
2
.
(23)
Dengan menggunakan persamaan di atas, dapat diduga k (Δt ) dari data berkala sebagai fungsi dari perubahan waktu Δt , yaitu sebagai berikut: ⎛ v ( t + Δt ) v ( t ) − ε 2 ⎞⎟ 1 (24) k ( Δt ) = ⎜ 1 − 2 ⎟⎟ 3 ⎜⎜ v (t ) − ε 2 ⎝ ⎠ dengan v(t + Δt ) diperoleh dari data real berkala dengan Δt adalah 1 hari karena data yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah data harian dari kurs.
ϕ L ( t ) = PL ( t ; α , β , γ , δ ) = E [ e itX
⎧ ⎧ α ⎫ ⎛ πα ⎞ ⎞ α ⎛ ⎪ exp ⎨ − γ | t | ⎜ 1 − i β sign ( t ) tan ⎜ ⎟ ⎟ + iδ t ⎬ ; α ∈ (0, 2] /{1} 2 ⎝ ⎠ ⎪ ⎝ ⎠ ⎩ ⎭ ]= ⎨ 2 ⎧ ⎫ ⎛ ⎞ ⎪ ; α =1 (25) ⎪ exp ⎨ − γ | t | ⎜⎝ 1 − i β sign ( t ) π ln | t | ⎟⎠ + iδ t ⎬ ⎩ ⎭ ⎩
dengan βi : parameter skewness yang menggambarkan keasimetrikan suatu sebaran dari transaksi ke- i ; β ∈ [ −1,1]
α
γ
Dari perhitungan dengan menggunakan Persamaan (24) maka nilai k ( Δt ) diperoleh yaitu sebesar 0.29 untuk transaksi pertukaran dengan arah IDR → JPY → USD → IDR dan sebesar 0.41 untuk transaksi pertukaran dengan arah IDR → USD → JPY → IDR . Apabila nilai dari selisih logaritma hasil kurs dengan rata-rata logaritma hasil kurs adalah positif maka fungsi interaksi dari logaritma hasil kurs untuk k (1) = 0.29 akan lebih kuat dibandingkan dengan k (1) = 0.41 . Sebaliknya, jika nilai dari selisih logaritma hasil kurs dengan rata-rata logaritma hasil kurs adalah negatif maka fungsi interaksi dari logaritma hasil kurs untuk k (1) = 0.29 akan lebih lemah dibandingkan dengan k (1) = 0.41 . Kebebasan fluktuasi dari transaksi ke- i ( fi ) memenuhi sebaran levy terpotong (truncated levy distribution). Sebaran levy terpotong diperoleh dari suatu sebaran levy yang menggambarkan distribusi data keuangan yang selalu memiliki variansi yang berhingga (Situngkir & Surya, 2003d). Adapun fungsi karakteristik dari sebaran levy stabil adalah sebagai berikut:
dan menyatakan sebaran β =0 simetrik, : indeks kestabilan/indeks ekor/tail eksponen /karakteristik eksponen yang menyatakan nilai di saat ekor dari sebaran meruncing; α ∈ ( 0, 2] , asumsikan α = 0.5 untuk suatu fungsi karakteristik levy (Nolan, 2005), : parameter skala yang menyatakan panjang atau lebar suatu sebaran; γ > 0 dan asumsikan γ = 1 ,
δ
: parameter lokasi yang menyatakan perubahan posisi dari suatu sebaran; asumsikan δ = 0 , t : parameter yang menyatakan nilai kurs saat transaksi ke- i , sign ( t ) : menyatakan nilai signifikan,
dinyatakan sebagai: ⎧1 jika t > 0 ⎪ sign ( t ) = ⎨0 jika t = 0 ⎪−1 jika t < 0. ⎩ Suatu sebaran levy stabil dari data pengamatan akan konvergen ke suatu sebaran normal (Mandelbrot, 1963). Hal tersebut sesuai dengan data hasil kurs yang telah dibahas sebelumnya yang menyatakan bahwa hasil kurs konvergen ke nilai
12
keseimbangannya sehingga dari suatu sebaran levy stabil dihasilkan suatu sebaran levy terpotong (truncated levy distribution). Didefinisikan fungsi karakteristik dari sebaran levy terpotong dengan l menyatakan
koefisien truncation atau koefisien pemotongan, besarnya mendekati nol karena diharapkan pemotongan dari suatu sebaran levy sekecil mungkin mendekati sebaran levy stabil sebagai berikut:
⎧ ⎫ α α ⎪⎪ ⎪⎪ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ t γ ⎜ ( t 2 + l 2 ) 2 cos ⎜ α arctan ⎜ ⎟ ⎟ − l α ⎟ ⎬ PT ( t; α , γ , δ , l ) = ϕT (t ) = exp ⎨− ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ l ⎠⎠ ⎪ cos ⎜⎛ πα ⎟⎞ ⎝ ⎝ ⎠⎪ ⎝ 2 ⎠ ⎩⎪ ⎭⎪
Lampiran 4 menyajikan perhitungan k dan f i yang didekati oleh ϕT (t ) . Gambar berikut menyatakan persamaan waktu perubahan logaritma hasil kurs v(t ) dari model makroskopis dengan menggunakan data aktual kurs. 9000 8000 7000
pdf v(t+1)
6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0.10990
0.10995
0.11000 v(t+1)
0.11005
0.11010
Gambar 3.a Persamaan Waktu Perubahan dari Logaritma Hasil kurs untuk transaksi IDR → JPY → USD → IDR dengan mean 0.10996 dan standar deviasi 0.0000496. 0.50
PDF v(t+1)
0.25
0.00
-0.25
-0.50 1.000040
1.000045
1.000050 v(t+1)
1.000055
1.000060
Gambar 3.b Persamaan Waktu Perubahan dari Logaritma Hasil kurs untuk transaksi IDR → USD → JPY → IDR dengan mean 1.0001 dan standar deviasi 0.00000521. 3.2 Model Mikroskopis dari Arbitrase Triangular Dalam karya ilmiah ini akan dibahas lebih lanjut model mikroskopis dari transaksi
(26)
arbitrase triangular. Model mikroskopis adalah model yang menggambarkan interaksi di antara dealer dan lebih memfokuskan pada dinamika dari tiap dealer dalam pasar valuta asing. Untuk itu diperkenalkan model Sato dan Takayasu. 3.2.1 Model Sato dan Takayasu Asumsi dasar dari model Sato dan Takayasu adalah dealer ingin membeli mata uang saat harga rendah kemudian menjualnya kembali dengan harga tinggi pada waktu t di pasar valuta asing. Jika dealer membeli mata uang saat harga rendah maka dealer menetapkan batas harga maksimum pembelian yang dapat dijangkau olehnya. Hal ini berarti bahwa dealer akan membeli mata uang di bawah harga maksimum yang ditetapkannya. Sebaliknya, jika dealer menjual mata uang saat harga tinggi maka dealer menetapkan batas harga minimum penjualan yang dapat dia berikan. Hal ini berarti bahwa dealer berusaha untuk menjual mata uang di atas harga minimum yang ditetapkannya. Asumsi di atas menginginkan adanya kesempatan arbitrase dalam transaksi yang terjadi. Persamaan model ini dengan model makroskopis adalah menginginkan adanya kesempatan arbitrase dalam transaksi perdagangan. Dalam model makroskopis kesempatan arbitrase triangular dipenuhi apabila logaritma hasil kurs tak negatif. Adapun kesempatan arbitrase dalam model Sato dan Takayasu dipenuhi apabila harga penjualan saat t lebih besar dari harga pembelian saat t . Dalam model Sato dan Takayasu didefinisikan komponen-komponen dalam pasar sebagai berikut: N : banyaknya dealer,
13
Bi (t ) : harga penawaran dealer pada transaksi ke- i untuk membeli pada waktu t (nilai bid), Si (t ) : harga penawaran dealer pada transaksi ke- i untuk menjual pada waktu t (nilai ask), A = Si (t ) − Bi (t ) : selisih harga jual dan harga beli dealer pada transaksi ke- i saat t . Dalam model ini, jual-beli mata uang dalam model Sato dan Takayasu dilihat dari sudut pandang dealer, sehingga asumsi di atas dapat diperluas yaitu dealer bertujuan untuk minimisasi harga pembeliannya (atau harga penjualan customer). Maksud minimisasi di sini adalah penentuan batas harga maksimum pembelian yang akan menjadi patokan dealer untuk membeli di bawah harga maksimum yang telah ditetapkan. Di sisi lain bertujuan untuk maksimisasi harga penjualannya (atau customer). Maksud harga pembelian maksimisasi di sini adalah penentuan batas harga minimum penjualan yang akan menjadi patokan dealer untuk menjual di atas harga minimum yang telah ditetapkan. Hal tersebut menyebabkan selisih harga jual dan harga beli dealer diharapkan positif ( A = Si (t ) − Bi (t ) > 0 ) .
Dengan asumsi di atas, dapat didefinisikan mekanisme pembentukan harga di pasar yang didasarkan pada harga maksimum pembelian dan harga minimum penjualan dealer. Kondisi untuk terjadinya perdagangan diberikan oleh pertidaksamaan berikut: L(t ) = maks { Bi (t )} − min {Si (t )} ≥ 0 (27) atau v(t ) = maks { Bi (t )} − min { Bi (t )} ≥ A (28) dengan maks { Bi (t )} : harga pembelian maksimum
dealer saat transaksi ke- i pada waktu t , min {Si (t )} : harga penjualan minimum dari dealer saat transaksi ke- i pada waktu t , min { Bi (t )} : harga pembelian minimum dari dealer saat transaksi ke- i pada waktu t . Dalam model makroskopis, dengan arah x → y → z → x maks { Bi (t )}
transaksi memiliki
yang sesuai dengan
r3** (t )
sedangkan min {Si (t )} sesuai dengan r1** (t ) . Dalam transaksi tersebut memungkinkan untuk terjadi arbitrase di dalam pasar. Misalkan transaksi dengan arah x → y → z → x terjadi di pasar X .
Dalam model makroskopis, dengan arah x → z → y → x maks { Bi (t )}
transaksi memiliki
yang sesuai dengan
r3** (t )
sedangkan min {Si (t )} sesuai dengan r1** (t ) . Dalam transaksi tersebut memungkinkan untuk terjadi arbitrase di dalam pasar. Misalkan transaksi dengan arah x → z → y → x terjadi di pasar Y . Harga pasar P (t ) didefinisikan sebagai nilai
tengah
dari
maks { Bi (t )}
dan
min {Si (t )} ketika perdagangan terjadi. Harga
pasar P (t ) mempertahankan nilai terdahulu ketika tidak terjadi perdagangan. Harga pasar P(t ) didefinisikan sebagai berikut: ⎧ maks{Bi (t )} + min{Si (t )} ; L(t ) ≥ 0 ⎪ P(t ) = ⎨ 2 ⎪⎩ P (t − 1) ;L(t ) < 0 (29)
atau ⎧ maks{Bi (t )} + min{Bi (t )} ; v(t ) ≥ A ⎪ P (t ) = ⎨ 2 ⎪⎩ P (t − 1) ;v(t ) < A. (30)
Mekanisme pembentukan harga di atas mempengaruhi karakteristik pergerakan dealer sehingga algoritma dealer memiliki dua bentuk, yaitu sebagai berikut: Kasus 1 (Tidak Terjadi Perdagangan) Jika Persamaan (27) atau (28) tidak dipenuhi, yaitu maks { Bi (t )} − min {Si (t )} < 0
atau
maks { Bi (t )} − min { Bi (t )} < A
maka
harga pembelian pada waktu t + 1 dapat didefinisikan sebagai berikut: Bi (t + 1) = Bi (t ) + ai (t ) + cΔP (t ) (31) dengan ai (t ) : karakteristik pergerakan dealer pada transaksi ke- i yaitu menjadi penjual atau pembeli pada waktu t , ΔP (t ) : selisih harga pada waktu t dan harga perdagangan sebelumnya ( ΔP (t ) = P (t ) − P (t − 1) ), c : konstanta yang menentukan respon dealer dari perubahan harga pasar; c > 0 . Dealer mengikuti Persamaan (31), sehingga dealer menurunkan harga min {Si (t )} dengan cara menurunkan harga pembelian
{Bi (t )} ,
di lain pihak dealer lain
meningkatkan harga
maks { Bi (t )}
cara meningkatkan harga penjualan
dengan
{Si (t )}
14
sampai bisa kembali menjual dan membeli mata uang. Dalam kasus ini, harga hanya mengubah posisi relatif dealer dengan karakteristik pergerakan dealer mempunyai dua bentuk sebagai berikut: ⎧+1 jika dealer sebagai pembeli ai (t ) = ⎨ (32) ⎩-1 jika dealer sebagai penjual . Catatan: Bagian cΔP tidak bergantung pada transaksi ke- i yang dilakukan oleh dealer. Oleh karenanya, cΔP tidak mengubah posisi relatif dari dealer tapi mengubah keseluruhan posisi dealer. Kasus 2 (Terjadi Perdagangan) Jika Persamaan (27) atau (28) dipenuhi, maks { Bi (t )} − min {Si (t )} ≥ 0 atau yaitu maks { Bi (t )} − min { Bi (t )} ≥ A
maka harga
diperbaharui mengikuti Persamaan (29) atau (30), yaitu sebagai berikut: maks { Bi (t )} + min {Si (t )} P(t ) = 2 atau maks { Bi (t )} + (min { Bi (t )} + A) P(t ) = 2 dengan karakteristik pergerakan dealer pada waktu t + 1 didefinisikan sebagai berikut: ⎧ ⎧-1 jika dealer pembeli ⎪− ai (t ) = ⎨ ai (t + 1) = ⎨ ⎩ +1 jika dealer penjual ⎪a (t ) jika dealer tidak sebagai ⎩ i pembeli maupun penjual. (33) Berikut merupakan skema dari transaksi model Sato dan Takayasu:
3.2.2 Interaksi Dua Sistem dari Model Sato dan Takayasu Dalam bagian ini, akan dibahas model mikroskopis yang disajikan dalam model Sato dan Takayasu. Sekumpulan dealer dari model Sato dan Takayasu membentuk suatu sistem yang dikenal dengan pasar. Dalam model ini, hanya melibatkan dua pasar (misalkan pasar X dan Y ) untuk transaksi triangularnya karena mengambil asumsi bahwa satu dari tiga pasar merupakan pasar ternormalkan. Mekanisme pembentukan harga di pasar X dan Y berdasarkan pada harga maksimum pembelian dan harga minimum penjualan dealer di pasar X atau Y . Kondisi untuk terjadinya suatu perdagangan mengikuti Persamaan (27) dan (28) dalam model Sato dan Takayasu, yaitu sebagai berikut: L(t ) = maks { Bi , z (t )} − min {Si , z (t )} ≥ 0 (34)
atau v(t ) = maks { Bi , z (t )} − min { Bi , z (t )} ≥ A (35) untuk z = X atau Y dengan maks { Bi , z (t )} : menyatakan harga pembelian maksimum dari dealer dalam transaksi kei di pasar X atau Y , min {Si , z (t )} : menyatakan harga penjualan minimum dari dealer dalam transaksi ke- i di pasar X atau Y , min { Bi , z (t )} : menyatakan harga pembelian minimum dari dealer dalam transaksi ke- i di pasar X atau Y . Harga pasar Pz (t ) didefinisikan oleh nilai
tengah dari maks { Bi , z (t )} dan min {Si , z (t )}
ketika perdagangan terjadi. Harga pasar Pz (t ) mengikuti Persamaan (29) atau (30), yang didefinisikan sebagai berikut: ⎧ maks{Bi , z (t )} + min{Si , z (t )} ⎪ Pz (t ) = ⎨ 2 ⎪ P (t − 1) (36) ⎩ z Kasus 1 d1
d2
Kasus 2 d1
Keterangan: : menyatakan min {Si (t )} : menyatakan Si (t )
: menyatakan maks { Bi (t )} : menyatakan Bi (t ) di : dealer ke- i ; i = 1, 2
d2
atau ⎧ maks{Bi , z (t )} + (min{Bi , z (t )} + A) ⎪ Pz (t ) = ⎨ 2 ⎪ P (t − 1). (37) ⎩ z
Jika Persamaan (34) atau (35) tidak dipenuhi maka harga pembelian pada waktu t + 1 mengikuti Persamaan (31) yang didefinisikan sebagai berikut: Bi , X (t + 1) = Bi , X (t ) + ai , X (t ) + cΔPX (t ) (38)
15
dan Bi ,Y (t + 1) = Bi ,Y (t ) + ai ,Y (t ) + cΔPY (t ) . (39)
...(40) atau vY (t ) = maks{Bi ,Y (t )} − (min{Bi , X (t )} + A) ≥ 0 …(41) Kondisi arbitrase v X (t ) ≥ 0 dan vY (t ) ≥ 0 berhubungan dengan arbitrase v(t ) ≥ 0 di pasar aktual. Dari model Sato dan Takayasu, pasar X dan Y memiliki maksimum pembelian dan minimum penjualan sehingga memungkinkan adanya kesempatan arbitrase di antara pasar X dan pasar Y . Kesempatan arbitrase di pasar X atau pasar Y memenuhi Persamaan (40) atau Persamaan (41). Adapun sebaran dari arbitrase di pasar X dan arbitrase di pasar Y yang mengikuti logaritma hasil kurs pada data aktual diberikan sebagai berikut: 1. Transaksi Arbitrase di Pasar X Transaksi arbitrase di pasar X memuat transaksi dengan arah pertukaran x → y → z → x . maks { Bi , X (t )} bersesuaian
dengan transaksi pertukaran secara langsung dari z ke x yang diberikan oleh ln r3** (t ) . Di pasar Y tidak terdapat transaksi langsung dari z ke x dalam transaksi pertukaran arah x→z→ y→x sehingga dibutuhkan y.
min {Si ,Y (t )}
700 600 500 400 300 200 100 0 -0.00275 -0.00250 -0.00225 -0.00200 -0.00175 -0.00150 -0.00125 -0.00100
vX(t)
Gambar 4.a Kesempatan arbitrase di pasar X 2. Transaksi Arbitrase di Pasar Transaksi arbitrase di pasar transaksi dengan arah x → z → y → x . maks { Bi ,Y (t )}
Y Y memuat pertukaran bersesuaian
dengan transaksi pertukaran secara langsung dari y ke x yang diberikan oleh ln r3** (t ) . Di pasar X tidak terdapat transaksi langsung dari y ke x dalam transaksi pertukaran arah x→ y→z→x sehingga dibutuhkan perantara
z.
min {Si , X (t )}
dengan arah
transaksi pertukaran dari y ke x melalui z diberikan oleh ln r2** (t ) + ln r3** (t ) . Lampiran 5.2 menyajikan perhitungan dari kondisi arbitrase di pasar Y . Gambar berikut memperlihatkan adanya kesempatan arbitrase di pasar Y . Nilai vY (t ) ≥ 0 menyatakan kesempatan arbitrase yang tak negatif di pasar Y artinya diperoleh keuntungan dari pertukaran di antara pasar X dan Y sehingga memungkinkan untuk melakukan transaksi pertukaran antar pasar karena transaksi menguntungkan. 600 500
dengan arah
transaksi pertukaran dari z ke x melalui y diberikan oleh ln r2** (t ) + ln r3** (t ) . Lampiran 5.1 menyajikan perhitungan dari kondisi arbitrase di pasar X . Gambar berikut memperlihatkan kesempatan arbitrase di pasar X . Nilai v X (t ) < 0 menyatakan kesempatan arbitrase yang negatif di pasar X artinya diperoleh keuntungan yang negatif dari pertukaran di antara pasar X dan Y sehingga memungkinkan untuk tidak melakukan transaksi pertukaran antar pasar karena transaksi merugikan.
400 pdf vY(t)
perantara
800
pdf vX(t)
Dalam model ini, harga akan lebih berfluktuasi apabila tercipta transaksi baru di luar transaksi di dalam pasar masing-masing ( X dan Y ) misalkan transaksi antar X dan Y sehingga membuat sistem lebih berinteraksi. Adanya harga yang berfluktuasi memungkinkan terjadinya transaksi arbitrase. Transaksi arbitrase bisa terjadi jika kondisi berikut dapat dipenuhi: v X (t ) = maks{Bi , X (t )} − (min{Bi ,Y (t )} + A) ≥ 0
900
300 200 100 0 0.00100 0.00125 0.00150 0.00175 0.00200 vY(t)
0.00225 0.00250
0.00275
Gambar 4.b Kesempatan arbitrase di Pasar Y
16
Prosedur simulasi dari model mikroskopis adalah sebagai berikut: 1. Sediakan dua sistem dari model Sato dan Takayasu, misalkan pasar X dan Y. 2. Periksa Persamaan (34) atau (35) dan perbaharui harga dengan Persamaan (36) atau (37). Jika Persamaan (34) atau (35) dipenuhi, lanjutkan ke langkah 4, dan jika sebaliknya maka lanjutkan ke langkah 3. 3. Periksa kondisi transaksi arbitrase, yaitu Persamaan (40) dan (41). Jika Persamaan (40) dipenuhi, perbaharui harga PX (t ) untuk maks { Bi , X (t )} dan
sebagai pembeli membuat harga meningkat karena pembelian terkait dengan permintaan. Hal sebaliknya untuk dealer yang bertindak sebagai penjual.
X
PX
harga PY (t ) untuk min { Bi ,Y (t )} + A . Jika Persamaan perbaharui harga min { Bi , X (t )} + A
Y
PY
d1
d2
d1
d2
(41) dipenuhi, PX (t ) untuk
dan
harga
PY (t )
untuk maks { Bi ,Y (t )} . Jika kedua kondisi dipenuhi, maka pilih salah satu dari (40) dan (41) yang memiliki peluang 50% dan selesaikan transaksi arbitrasenya. Jika transaksi arbitrase ada, lanjutkan ke langkah 4, jika sebaliknya maka lanjutkan ke langkah 5. 4. Hitung selisih antara harga baru dan harga terdahulu, yaitu sebagai berikut: ΔPX (t ) = PX (t ) − PX (t − 1) dan ΔPY (t ) = PY (t ) − PY (t − 1) . Kemudian loncat langkah 5 dan teruskan ke langkah 6. 5. Jika Persamaan (34) atau (35), (40) dan (41) tidak dipenuhi maka pertahankan harga terdahulu, yakni PX (t ) = PX (t − 1) dan PY (t ) = PY (t − 1) . 6. Ubah harga penawaran dealer untuk membeli mengikuti Persamaan (38) dan (39) . 7. Ubah karakteristik pergerakan dealer dari pembeli atau penjual menjadi penjual atau pembeli mengikuti Persamaan (33). 8. Ulangi langkah (2) sampai (7). Adapun gambaran skematis dari interaksi di antara pasar X dan Y dalam model mikroskopis adalah sebagai berikut: Kasus 1 (Tidak Terjadi Perdagangan Intra Pasar Maupun Antar Pasar) Persamaan (34) atau (35), (40) dan (41) tidak dipenuhi sehingga dealer yang bertindak
Kasus 2 (Terjadi Perdagangan Intra Pasar (dalam pasar X )) Dealer dalam pasar X memenuhi Persamaan (34) atau (35). Hal tersebut menyatakan terjadinya transaksi intra pasar sehingga harga dalam pasar X ( PX (t ) ) diperbaharui mengikuti Persamaan (36) atau (37). Dealer mengubah karakteristik pergerakannya mengikuti Persamaan (33). Sedangkan untuk dealer dalam pasar Y sama seperti pada kasus 1.
X
Y
PX
PY
d1
d2
d1
d2
Kasus 3 (Terjadi Perdagangan Antar Pasar) Penjual di pasar X dan pembeli di pasar Y memenuhi Persamaan (40) dan (41). Hal tersebut menyatakan terjadinya transaksi arbitrase di antara pasar X dan Y . Perubahan harga yang terjadi membuat dealer mengubah karakteristik pergerakannya mengikuti Persamaan (33).
17
X
Y
Dari Persamaan (24) dan (42) diperoleh hubungan antara kekuatan interaksi k dengan kmikro yaitu sebagai berikut: PX
PY
d1
d2
d1
d2
Gambar 5 memperlihatkan skema interaksi di antara pasar X dan Y yang merupakan rangkuman dari tiga kasus di atas.
3.3 Hubungan Kekuatan Interaksi dari Model Makroskopis Dengan Model Mikroskopis
Dalam bagian ini, akan dibahas hubungan di antara model makroskopis dan model mikroskopis melalui kekuatan interaksi k . Kekuatan interaksi k dalam model makroskopis dinyatakan dalam Persamaan (24) sedangkan untuk model mikroskopis didefinisikan kekuatan interaksi kmikro yang berhubungan dengan kekuatan interaksi k model makroskopis yaitu sebagai berikut: vz ( t + Δt ) vz ( t ) − ε z2 ⎞ 1⎛ ⎟. (42) kmikro = ⎜ 1 − ⎟ 2⎜ vz2 ( t ) − ε z2 ⎝ ⎠
2 3 kmikro dan kmikro = k . (43) 3 2 Terlihat bahwa kmikro lebih besar dari pada k . Hal ini menyatakan bahwa kekuatan interaksi di antara dealer sangat besar pengaruhnya terhadap nilai dari logaritma hasil kurs. Dalam model makroskopis, kekuatan interaksi k bergantung pada perubahan waktu Δt . kmikro juga bergantung pada perubahan waktu yang diikutinya. Perubahan waktu dari model Sato dan Takayasu diberikan oleh kombinasi parameter-parameter berikut: 3A (44) n Nα dengan n menyatakan interval di antara dua perdagangan yang berurutan. Invers dari Persamaan (45) menghasilkan persamaan berikut: 1 Nα (46) f = 3A n
k=
dengan f menyatakan frekuensi perdagangan yang terjadi. Nilai f digunakan untuk mengukur interaksi di antara pasar X dan Y . Dengan itu maka frekuensi perdagangan menyatakan kekuatan interaksi kmikro . Frekuensi perdagangan yang terjadi di antara pasar X dan Y berbanding lurus dengan banyaknya dealer serta karakteristik pergerakan dealer.
18
Sediakan 2 sistem, pasar X dan Y
Periksa terjadi perdagangan atau tidak Terjadi perdagangan saat t
Tidak terjadi perdagangan saat t
Periksa kondisi arbitrase mengikuti Persamaan (40) atau (41)
Perbaharui harga mengikuti Persamaan (36) atau (37)
Terjadi arbitrase saat t
Arbitrase di pasar X ( Y ) mengikuti Persamaan (40) ((41))
Tidak terjadi arbitrase saat t
Harga saat t : PX (t ) = PX (t − 1) PY (t ) = PY (t − 1)
Arbitrase di pasar X dan Y mengikuti Persamaan (40) dan (41)
Pilih Persamaan (40) atau (41) yang memiliki peluang arbitrase 50%
Selisih harga saat t : ΔPX (t ) = 0 ΔPY (t ) = 0
Ubah harga menjadi: PX (t ) = maks{Bi , X (t )} ( PX (t ) =Pilih min{Bi , X (t )} + A ) PY (t ) = min{Bi ,Y (t )}+A ( PY (t ) = maks{Bi ,Y (t )} )
Selisih harga saat t : ΔPX (t ) = PX (t ) − PX (t − 1) ΔPY (t ) = PY (t ) − PY (t − 1) Saat t + 1 dealer (penjual) memiliki sedikit aset sehingga dealer meningkatkan harga pembelian saat t + 1 mengikuti Persamaan (38) atau (39)
Dealer mengubah karakteristik pergerakannya mengikuti Persamaan (33)
Gambar 5 Skema Simulasi Interaksi di Antara Pasar X dan Y