III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN yang terletak di Jalan Taman Cut Mutiah nomor 11, Menteng, Jakarta Pusat 10330. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive), berdasarkan pertimbangan: 1. Lokasi tersebut merupakan kantor pusat dari Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PTPN dimana setiap PTPN memasarkan CPO hasil produksinya dengan pertimbangan adanya ketersediaan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. 2. Lokasi penelitian yang masih bisa dijangkau oleh peneliti untuk memperoleh data dan informasi karena keterbatasan pada waktu, tenaga, dan biaya. Sedangkan waktu penelitian antara bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2009. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survey. Survey merupakan suatu teknik penelitian, yang mana informasi dari suatu responden dikumpulkan, biasanya dengan menggunakan kuesioner atau wawancara (Juanda, 2007). Sumber data primer utama dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan wawancara dengan panduan kuesioner yang merupakan pertanyaan terbuka. Kuesioner dengan pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk mengetahui uraian pendapat yang panjang lebar dari responden. Wawancara akan dilakukan dengan
32
pimpinan dan staf KPB Jakarta, staf pemasaran PTPN serta peserta tender (pembeli). Data sekunder diperoleh dari informasi historis di KPB Jakarta, instansi terkait seperti Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, dan PTPN I - XIV. 3.3 Metode Pengumpulan Data dan Pengambilan Contoh Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) Studi kepustakaan (eksplorasi), terutama kelembagaan pemasaran CPO khususnya KPB; (2) Pengamatan langsung dengan mempelajari berbagai dokumen, proses tender di KPB dan informasi historis yang ada; (3) Membuat daftar pertanyaan (kuesioner) dan wawancara terhadap pimpinan dan staf KPB Jakarta, staf pemasaran PT Perkebunan Nusantara (PTPN) serta peserta tender. Pengambilan contoh (sampling) adalah suatu prosedur yang hanya mengamati sebagian objek pengamatan. Sampling dilakukan dengan teknik penarikan contoh tanpa peluang (non-probability sampling) yaitu prosedur penarikan contoh yang tidak memungkinkan kita menghitung peluang terpilihnya anggota tertentu populasi ke dalam contoh. 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil survei dianalisis melalui metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan dengan melakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif yang digunakan antara lain analisis lembaga dan saluran tataniaga pemasaran (dalam hal ini adalah KPB), analisis fungsi – fungsi tataniaga, analisis stuktur pasar dan
33
perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif yang akan digunakan antara lain adalah analisis fleksibilitas transmisi harga dan analisis keterpaduan pasar (Indeks of Market Connection) dengan menggunakan data harga CPO time series. Pengolahan data akan dibantu oleh program Microsoft Excel 2007 dan software Eviews 6.1 yang disajikan dalam bentuk tabulasi dan keterangan penjelas. 3.4.1
Metode Analisis Data
3.4.1.1 Analisis Lembaga dan Saluran Tataniaga Pemasaran Analisis lembaga adalah melakukan identifikasi struktur kelembagaan dimana didalamnya dapat dijelaskan batas juridiksi, hak-hak kepemilikan dan aturan representasi. Batas juridiksi menjelaskan pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung sebagai pelaku dalam kelembagaan tersebut secara individu maupun organisasi atau perusahaan. Hak-hak kepemilikan menjelaskan hak dan kewajiban PTPN, KPB PTPN dan pembeli atau processor. Aturan representasi menjelaskan keterlibatan pihak-pihak dalam regulasi dan aturan-aturan yang mendasari kelembagaan ini. Analisis saluran tataniaga pemasaran akan menjelaskan gambaran umum sistem pemasaran serta saluran tataniaga pemasaran dari PTPN selaku produsen CPO hingga ke konsumennya yang terdiri dari perusahaan pengolah CPO (processor). Hal ini juga akan menjelaskan fungsi dan tujuan dibentuknya Kantor Pemasaran Bersama (KPB). 3.4.1.2 Analisis Fungsi – Fungsi Tataniaga Analisis fungsi - fungsi tataniaga menggambarkan kegiatan-kegiatan dari masing pihak dalam saluran tataniaga pemasaran CPO produksi PTPN dimulai dari produsen (PTPN), lembaga pemasaran (KPB PTPN Jakarta) sampai ke
34
konsumen (pembeli atau processor). Kegiatan-kegiatan tersebut disebut dengan fungsi-fungsi tataniaga dimana setiap tataniaga yang terlibat dalam penyaluran CPO dari PTPN hingga ke konsumen melakukan berbagai fungsi tataniaga secara umum yang dikelompokkan dalam tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. 3.4.1.3 Analisis Struktur Pasar Metode analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar yang terbentuk cenderung mendekati pasar persaingan sempurna atau pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat komponen yang mengarahkan pasar ke suatu struktur pasar tertentu contohnya seperti semakin banyak penjual dan pembeli, maka struktur pasar tersebut mendekati kesempurnaan dalam persaingan. Kesepakatan antarsesama pelaku pemasaran menimbulkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna. Mengetahui struktur pasar komoditas CPO yang dipasarkan melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB) dapat dilihat mudah tidaknya memasuki pasar, differensiasi produk, dan informasi pasar. 3.4.1.4 Analisis Perilaku Pasar Perilaku pasar dapat dianalisis dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh para pelaku pasar melalui sistem penentuan harga serta sistem pembayarannya. Pelaku pasar yaitu produsen (PTPN), konsumen (processor) dan lembaga pemasaran (KPB) menyesuaikan diri terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi.
35
3.4.1.5 Analisis Fleksibilitas Transmisi Harga Menurut George dan King (1972), elastisitas transmisi harga adalah rasio perubahan harga relatif pada tingkat petani atau produsen terhadap perubahan harga relatif pada tingkat pengecer atau konsumen. Elastisitas harga berarti perubahan jumlah yang diminta (Q) akibat adanya perubahan harga (P). Menurut Brandt dan French (1981), kebalikan dari elastisitas harga adalah fleksibilitas harga, yaitu rasio perubahan harga akibat perubahan jumlah yang diminta. Menurut George dan King (1972), diketahui bahwa harga tingkat petani atau produsen merupakan fungsi linier dari harga tingkat pengecer atau konsumen sehingga didapat persamaan melalui analisis regresi linier sederhana: Pf = a + b Pr
.......................... (1)
Konsep fleksibilitas transmisi harga dalam hal ini dapat dijadikan sebagai ukuran efisiensi pemasaran. Secara sederhana konsep fleksibilitas transmisi harga dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matematis sebagai berikut (George dan King dalam Nancy, 1988): 1 𝜂
=b
Pr
Pf ........................... (2)
dimana: 1/𝜂 = Fleksibilitas transmisi harga b
= Koefisien regresi linier antara Pf dan Pr
Pf = Harga CPO di tingkat produsen PTPN (Rp/Kg) Pr = Harga CPO di tingkat konsumen (Rp/Kg) Dari bentuk persamaan ini dapat dilihat bahwa konsep ini mengukur seberapa jauh perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen akan ditransmisikan ke tingkat produsen, baik dalam kasus harga naik maupun harga
36
turun. Nilai fleksibilitas transmisi harga yang mendekati satu (1) menunjukkan kelembagaan tataniaga mentransmisikan harga secara baik sehingga kelembagaan tersebut dapat dikatakan efisien. 3.4.1.6 Analisis Indeks Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar adalah sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga tataniaga atau pasar dipengaruhi oleh tingkat lembaga tataniaga atau pasar lainnya. Untuk mengetahui tingkat keterpaduan pasar CPO antara tingkat atau level lembaga tataniaga ke-i dengan tingkat lembaga tataniaga lainnya, dianalisis secara statistik menggunakan model Indeks of Market Connection (IMC) dengan pendekatan model Autoregressive Distribution Lag, yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Heytens (1986) dalam Arifianto (2007). Analisis indeks keterpaduan pasar digunakan untuk melihat efisiensi harga tataniaga CPO. Model ekonometrika Autoregressive Distribution Lag diduga dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS), sebagai berikut:
Pit = b1 Pit −1 + b2 Pjt − Pjt −1 + b3 Pjt −1 + et ............. (3) Dimana: Pit
= Harga CPO di pasar pengikut bulan ke-t (Rp/kg)
Pit-1 = Lag harga CPO di pasar pengikut pada bulan ke-t (Rp/kg) Pjt
= Harga CPO di pasar acuan pada bulan ke-t (Rp/kg)
Pjt-1 = Lag harga CPO di pasar acuan pada bulan ke-t (Rp/kg) bi
= Parameter estimasi (bi = 1,2,3)
et
= Random error
i
= Pasar pengikut
j
= Pasar acuan
37
Koefisien b2 mengukur bagaimana perubahan harga di pasar acuan diteruskan terhadap harga di pasar pengikut. Jika b 2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi adalah netral dan proporsi jika dihitung dalam persentase. Jika b 2 lebih besar dari 1, maka perubahan yang terjadi di pasar acuan akan berpengaruh terhadap harga di tingkat pasar pengikut. Jika di tingkat pasar acuan sama pada setiap bulannya (b2 = 0), maka koefisien b2 tidak berpengaruh dan dapat dikeluarkan dari persamaan. Dengan demikian harga di pasar pengikut hanya dipengaruhi harga di pasar acuan, dengan koefisien
b 1 dan b3. Jika kedua
koefisien telah diketahui, maka dapat diperoleh indeks keterpaduan pasar (IMC) yang dihitung sebagai berikut: IMC =
b1 b3
........................................ (4)
Jika IMC < 1, maka terjadi keterpaduan pasar yang relatif tinggi antara harga di tingkat pasar pengikut dengan pasar acuan. Artinya harga yang terjadi di pasar acuan merupakan faktor utama (dominan) yang mempengaruhi harga yang terjadi di tingkat pasar pengikut. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pasar terhubung dengan baik karena informasi permintaan dan penawaran di pasar acuan diteruskan ke pasar pengikut serta mempengaruhi harga yang terjadi di pasar pengikut. Hipotesis keterpaduan pasar jangka panjang yang kuat diterima, apabila nilai IMC = 0 dan b1 = 0, maka harga di tingkat pengecer atau pasar pengikut pada bulan sebelumnya tidak berpengaruh terhadap yang diterima di pasar pengikut sekarang. Jika IMC > 1, maka menunjukkan bahwa kondisi atau faktor di pasar pengikut memiliki pengaruh yang dominan terhadap pembentukan harga di pasar
38
pengikut atau dengan kata lain terjadinya perubahan harga di tingkat pasar acuan tidak memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan harga CPO di tingkat pasar pengikut. Keterpaduan pasar jangka pendek secara sempurna akan terjadi apabila b2 = 1, artinya perubahan harga pasar acuan akan sepenuhnya diteruskan ke pasar pengikut. Dengan kata lain, semakin mendekati satu pada nilai koefisien korelasi (b2), maka derajat asosiasinya semakin tinggi. 3.4.1.7 Pengujian Hipotesis Mengetahui apakah secara statistik peubah bebas (independent variable) yang dipilih berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas (dependent variable), digunakan uji statistik t dan uji statistik F. Uji t digunakan untuk menguji koefisien regresi dari masing-masing peubah sehingga dapat diketahui apakah peubah ke-j berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya. Sedangkan uji F digunakan untuk mengetahui koefisien regresi secara serentak apakah peubah-peubah bebas secara bersama-sama menjelaskan variasi peubah tak bebasnya. Pengujian hipotesis atas masing-masing koefisien regresi dilakukan dengan uji t-student dengan hipotesis sebagai berikut: 1) Keterpaduan Pasar Jangka Pendek Hipotesis: H0 : b2 = 1 H1 : b2 ≠ 1 Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b2 = 1) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka pendek dengan uji statistik sebagai berikut: t – hitung =
b 2 −1 𝑆𝐸 b 2
39
Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka pendek. Sebaliknya jika thitung > t-tabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka pendek. 2) Keterpaduan Pasar Jangka Panjang Hipotesis: H0 : b1/b3 = 0 H1 : b1/b3 ≠ 0 Nilai b1/b3 = 0 terjadi apabila b1 = 0, sehingga hipotesis di atas dapat dituliskan sebagai berikut: H0 : b1 = 0 H1 : b1 ≠ 0 Selanjutnya hipotesis ini (H0 : b1 = 0) digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar jangka panjang dengan uji statistik sebagai berikut: t – hitung =
b 1 −0 𝑆𝐸 b 1
Apabila t-hitung < t-tabel, maka hipotesis nol tidak dapat ditolak secara statistik. Artinya, kedua pasar terpadu dalam jangka panjang. Sebaliknya jika t-hitung > ttabel, maka hipotesis alternatif diterima secara statistik. Artinya kedua pasar tidak terpadu dalam jangka panjang.