BAB III OBJEK PENELITIAN
III. 1. Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yang berkantor pusat terletak di Jl. Pramuka No. 33, Jakarta. BPKP merupakan Lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa audit, konsultasi, aseistensi, evaluasi, pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) serta pendidikan dan pelatihan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
III.1.1. Sejarah Singkat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) didirikan dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (regering Accountsdients) bertugas melakukan penelitian pembukuan dari perusahaan Negara jawatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN). Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan Negara yang berada di bawas Thesauri Jendral pada Kementerian Keuangan. Selanjutnya dengan keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966 dibentuklah Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN) pada departemen keuangan. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sembagai DJPKN) meliputi pengawasan
41
anggaran dan pengawasan badan/usaha yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal. Dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983, DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung-jawab langsung kepada Presiden. Tahun 2001 dikelurkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Susunan organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Depertemen sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden No. 64 tahun 2005. Dalam pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai arahan Presiden RI tanggal 11 Desember 2006, BPKP melakukan reposisi dan revitalisasi fungsi yang kedua kalinya. Reposisi dan revitalisasi BPKP diikuti dengan penajaman visi, misi, dan strategi.
III.1.2. Visi, Misi dan Nilai Visi “Auditor Presiden yang responsif, interaktif, dan terpercaya untuk mewujudkan akuntabilitas keuangan negara uang berkualitas.” Misi 1. Menyelenggarakan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara yang mendukung tata kelola kepemerintahan yang baik dan bebas KKN. 2. Membina penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
42
3. Mengembangkan kapasitas pengawasan intern pemerintah yang professional dan kompeten. 4. Menyelenggarakan sistem dukungan pengambilan keputusan yang andal bagi Presiden/Pemerintah.
III.1.3. Bidang dan Kegiatan Kegiatan BPKP dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu: 1. Audit 2. Konsultasi, Asistensi, dan Evaluasi 3. Pemberantasan KKN, dan 4. Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Kegiatan audit atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Laporan keuangan dan Kinerja BUMN/D/Badan Usaha Lainya, Pemanfaatan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Peningkatan Penerimaan Negara, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP, Dana off Balance Sheet BUMN maupun yayasan yang terkait, Dana off Balance Budget pada Departemen/LPND, Audit Tindak Lanjut atas Temuan-Temuan Pemeriksaan, Audit Khusus (Audit investigasi) untuk mengungkapkan adalnya indikasi praktik Tindakan Pidana Korupsi (TPK) dan penyimpanan lain sepanjang hal itu membutuhkan keahlian di bidangnya dan Audit lainnya yang menurut pemerintah bersifat perlu dan urgen untuk segera dilakukan.
43
III.1.4. Visi dan Misi Deputi Investigasi Visi Menjadi investigator yang profesional, berintegritas dan berperan aktif dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dan penanggulangan hambatan kelancaran pembangunan dalam mewujudkan Good Governance. Misi 1. Membantu mewujudkan aparatur negara yang bersih dan terselenggaranya manajemen pelaksanaan pembangunan yang baik. 2. Meningkatkan kualitas hasil investigasi di bidang pemberantasan KKN dan penanggulangan hambatan kelancaran pembangunan.
III.1.5. Tugas Pokok dan Fungsi Deputi Investigasi Deputi investigasi mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang investigasi. Deputi investigasi menyelenggarakan fungsi: 1. Perumusan kebijakan teknis investigasi dan penyusunan rencana investigasi. 2. Penyusunan pedoman teknis dan pemberian bimbingan teknis investigasi. 3. Koordinasi dan pelaksanaan investigasi terhadap kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan negara dan terhadap hambatan kelancaran pembangunan pada intansi pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara, badanbadan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah dan badan usaha milik daerah. 4. Pemberian bantuan investigasi terhadap penyimpangan yang berindikasi merugikan negara dan terhadap hambatan kelancaran pembangunan pada instansi pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik negara, badan-badan lainnya 44
yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah atas permintaan pihak yang berwenang, instansi atau badan usaha yang bersangkutan, instansi penyidik dan/atau instansi/lembaga yang berwenang lainnya. 5. Pemantauan tindak lanjut hasil investigasi. 6. Evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan investigasi. 7. Analisis, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil investigasi.
III.1.6. Struktur Organisasi Struktur organisasi di BPKP adalah sebagai berikut: Gambar III.1 Struktur Organisasi BPKP
45
Berikut adalah struktur organisasi di dalam Deputi Investigasi: Gambar III.2 Struktur Organisasi Deputi Investigasi
1. Direktorat Investigasi Instansi Pemerintah Direktorat Investigasi Instansi Pemerintah menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis investigasi; b. penyusunan pedoman dan pemberian bimbingan teknis investigasi terhadap kegiatan investigasi aparat pengawasan intern pemerintah; penyiapan bahan koordinasi serta penyusunan rencana dan pengendalian investigasi terhadap
46
kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan negara pada instansi pemerintah pusat dan daerah; c. penyiapan bahan penyusunan rencana dan pengendalian pemberian bantuan investigasi terhadap kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan negara pada instansi pemerintah pusat dan daerah atas permintaan instansi yang bersangkutan, instansi penyidik dan/atau instansi/lembaga yang berwenang lainnya; d. pemantauan tindak lanjut hasil investigasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah; e. evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan investigasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah; f. analisis, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil investigasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah. Direktorat Investigasi Instansi Pemerintah terdiri dari 3 subdirektorat yang mempunyai tugas yang sama seperti fungsi Direktorat Investigasi Instansi Pemerintah, namun dibedakan melalui wilayah atau obyek sebagai berikut: a. Subdirektorat Investigasi Instansi Pemerintah Pusat I: Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen di bidang ekonomi, keuangan, dan industri serta kesekretariatan lembaga tertinggi dan tinggi negara. b. Subdirektorat Investigasi Instansi Pemerintah Pusat II: Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen di bidang politik, keamanan, kesejahteraan rakyat, dan pengentasan kemiskinan. c. Subdirektorat Investigasi Instansi Pemerintah Daerah: instansi pemerintah daerah. 47
Serta kelompok Jabatan Fungsional, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Direktorat Investigasi BUMN & BUMD Direktorat Investigasi BUMN dan BUMD menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis investigasi pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah; b. penyusunan pedoman dan pemberian bimbingan teknis investigasi badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah; penyiapan bahan koordinasi investigasi serta penyusunan rencana dan pengendalian investigasi terhadap kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan negara pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah; c. penyiapan bahan penyusunan rencana dan pengendalian pemberian bantuan investigasi terhadap kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan negara pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah atas permintaan daerah,
instansi
yang
bersangkutan,
instansi
penyidik
dan/atau
instansi/lembaga yang berwenang lainnya;
48
d. pemantauan tindak lanjut hasil investigasi pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah; e. evaluasi dan penyusunan laporan kegiatan investigasi pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah; f. analisis, evaluasi, dan penyusunan laporan hasil investigasi pada badan usaha milik negara, badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, dan badan usaha milik daerah. Direktorat Investigasi BUMN dan BUMD terdiri dari 3 subdirektorat yang mempunyai tugas yang sama seperti fungsi Direktorat Investigasi BUMN dan BUMD, namun dibedakan melalui wilayah atau obyek sebagai berikut a. Subdirektorat Investigasi Badan Usaha Milik Negara: Badan usaha milik negara dan badan-badan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pemerintah. b. Subdirektorat Investigasi Badan Usaha Milik Daerah: Badan usaha milik daerah. Serta Kelompok Jabatan Fungsional, mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
III.2. Tindak Kecurangan Tahun 2009 Kasus kecurangan yang dideteksi oleh BPKP merupakan kasus-kasus tindak kecurangan yang berindikasi tindak pidana korupsi dan non tindak pidana korupsi. Di 49
dalam penetapan pelaksanaan audit kecurangan atas instansi pemerintah dan BUMN/BUMD auditor BPKP melakukan pertimbangan atas kecukupan informasi atas penyimpangan bahwa penyimpangan yang terjadi perlu ditindak lanjuti dengan audit investigatif. Sumber informasi atas kasus-kasus penyimpangan yang berindikasi korupsi dapat berasal dari pengembangan audit regular, pengaduan masyarakat, permintaan dari instansi penyidik (KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan), dan dari Instansi Pemerintah lainnya. Di dalam penelaahan perlu diidentifikasi tentang sumber informasi, kasus posisi, dan tentative modus operandi atas laporan yang diberikan dalam surat pengaduan atau laporan hasil audit regular. Laporan tersebut setidaknya memuat informasi tentang apa, siapa, dimana, bilamana, dan bagaimana kasus tersebut terjadi. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan bukti yang dilakukan oleh auditor BPKP dengan menggunakan prosedur, teknik, dan metodelogi audit yang diperlukan sesuai keadaannya. Teknik-teknik pengujian yang lazim diterapkan dalam audit investigatif antara lain: 1. Inspeksi, yaitu memeriksa dengan menggunakan indera untuk memperoleh pembuktian. 2. Observasi, memeriksa dengan menggunakan indera yang dilakukan secara kontinyu selama kurun waktu tertentu untuk memperoleh pembuktian. 3. Wawancara, teknik audit dengan Tanya jawab. 4. Konfirmasi, pembuktian dengan mengusahakan memperoleh informasi dari sumber lain yang independen, baik secara lisan maupun tertulis. 5. Analisis, yaitu pemecahan atau penguraian suatu kejadian atau kegiatan dalam bagian atau elemen dan memisahkan bagian tersebut untuk dibandingkan dengan bagian lain. 50
6. Pemeriksaan bukti-bukti tertulis dengan memeriksa keotentikan dan kelengkapan bukti yang mendukung suatu transaksi. 7. Pembandingan, yaitu usaha mencari kesamaan dan perbedaan antara dua atau lebih gejala/fenomena. 8. Rekonsiliasi, yaitu penyesuaian antara dua golongan data yang berhubungan yang dibuat oleh masing-masing pihak independen. 9. Penelusuran, yaitu melakukan audit dengan jalan menelusuri suatu proses masalah kepada sumber. 10. Perhitungan kembali, dalam verifikasi biasanya melakukan perhitungan kembali kalkulasi yang telah ada untuk menetapkan kecermatannya. 11. Penelaahan pintas, yaitu melakukan penelaahan secara umum dan cepat. 12. Pemaparan, yaitu tindakan menjelaskan temuan audit agar diperoleh gambaran secara jelas dan sistematis. 13. Prosedur reviu analistis, yaitu mendeteksi area dengan tingkat resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya penyimpangan dalam laporan keuangan. Setelah bukti dinilai telah cukup dan dapat disimpulkan hasil penugasan audit investigatif, maka auditor BPKP melakukan pemaparan kepada obyek penugasan dan membuat Laporan Hasil Audit Investigatif.
III.2. Kasus Tindak Kecurangan III.2.1. Kasus Tindak Kecurangan di Instansi Pemerintah 1. Pelaksanaan program pembangunan kelapa sawit sejuta hektar di KT yang diikuti penerbitan ijin pemanfaatan kayu (IPK) pada tahun 1999 – 2002 tidak sesuai ketentuan. 51
2. Dugaan tindak pidana korupsi dalam pungutan biaya kawat pada kedutaan besar RI di Beijing Cina tahun 2000 sampai dengan 2004. 3. Indikasi Penyimpangan hasil pungutan jasa kepelabuhan yang diterima dari para agen pelayaran dan para pemilik Dermaga Untuk Kalangan Sendiri (DUKS) tidak seluruhnya disetor ke rekening Dinas Perhubungan Laut Kota C. 4. Kantor konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kota K (KJRI KK), Kantor penghubung KJRI KK di T dan kantor penghubung KJRI KK di M memberlakukan tarif ganda dalam memberikan pelayanan keimigrasian sehingga merugikan keuangan negara. 5. Dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHKHT) di Kabupaten P-R tahun 2001 sampai dengan 2006. 6. Dugaan penyimpangan penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) Kabupaten KH tahun 2001 sampai dengan 2004. 7. Dugaan penyimpangan penerimaan PBB dan BPHTB Bagian Kabupaten dan Bagian Provinsi yang dikelola oleh Bupati. 8. Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran V 80 ASM yang menggunakan dana APBD provinsi R tahun anggaran 2003. 9. Dugaan kemahalan harga dalam pengadaan tinta pemilu legistlatif tahun 2004 pada KPU. 10. Kasus dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan pembangunan jembatan pada dinas pekerjaan umum kabupaten PB tahun anggaran 2007.
52
11. Penggunaan tenaga ahli yang tidak sesuai dengan kontrak dalam pengadaan jasa kegiatan penyusunan rencana tata ruang wilayah 4 kecamatan kabupaten L tahun 2006. 12. Penyimpangan dalam pengadaan bibit sawit pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten TJT. 13. Pemecahan paket pengadaan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit kakao pada Dinas Pertanian dan Kehutanan kota S tahun anggaran 2005. 14. Dugaan tindak pidana korupsi pada proyek penanggulangan bencana alam provinsi B tahun anggaran 2007. 15. Dugaan tindak pidana korupsi pelaksanaan pengadaan komputer untuk Kegiatan Sanggar Bersama (SKB) tahun anggaran 2006. 16. Penyelesaian hutang PT. PPSU oleh pemerintah provinsi SU yang lebih besar dari saldo kewajiban yang seharusnya. 17. Pelaksanaan perjanjian kerjasama yang menyimpang dan tanpa persetujuan DPRD. 18. Dugaan tindak pidana korupsi pada kasus ruilsag dan ganti rugi tanah dan bangunan eks kantor Bupati L dan B tahun 2004. 19. Pertanggung-jawaban penggunaan dana untuk biaya pengurusan dana perimbangan dan biaya pengurusan bantuan bus yang tidak didukung dengan bukti pengeluaran yang sah. 20. Terdapat pemotongan dana bantuan sosial melalui anggota dewan. 21. Dugaan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah kota B tahun 2008.
53
22. Kasus tindak pidana korupsi penyimpangan penyaluran bantuan dana APBD kepada yayasan B pada tahun anggaran 2003. 23. Penyalahgunaan dana program non regular dan kerjasama sertifikasi Politeknik Negeri S tahun 2003 dan 2004. 24. Dugaan tindak pidana korupsi pemotongan dan pengeluaran fiktif Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan TA 2007 pada Dinas Pendidikan dan Pengajaran pada kota L. 25. Penyalahgunaan dana APBD pemerintah Kabupaten TB dari mata anggaran Alokasi Penyertaan Modal Pemerintah kepada PT TBJ digunakan untuk kepentingan pribadi. 26. Terdapat penyalahgunaan Silpa tahun 2002 – 2007 untuk investasi ke pihak III dan dana tidak kembali dan terdapat gratifikasi. 27. Perubahan belanja stimulan menjadi Dana Talangan pada APBD kota B tahun 2004/2005. 28. Dugaan tindak pidana korupsi pada bantuan perkuat dana untuk pengembangan usaha produksi di bidang Pengadaan Pabrik Pencetak Briket Batubara tahap II kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) R M di Kabupaten L tahun anggaran 2008. 29. Dugaan tindak pidana korupsi atas kegiatan pengadaan tanah oleh Pemerintah Kota P tahun anggaran 2007. 30. Dugaan tindak pidana pada pengadaan tanah untuk gedung workshop Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten K tahun anggaran 2007.
54
31. Penyimpangan pada pengadaan tanah untuk perluasan waduk/situ Bambon di kelurahan Kelapa Dua Wetan Kecamatan C Kota Madya J T Tahun Anggaran 2006. 32. Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Selatan tahun anggaran 2007, dengan membuat berita acara pemeriksaan dan penerimaan barang yang tidak benar. 33. Dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang dan adanya laporan perkembangan fiktif dalam pembangunan gedung rawat inap kelas III RSUD Soe Kabupaten TTS provinsi NTT tahun anggaran 2007. 34. Penyalahgunaan anggaran belanja makan dan minum Sekretaris Daerah Kabupaten M tahun anggaran 2008.
III.2.2. Kasus Tindak Kecurangan di BUMN dan BUMD 1. Dugaan tindak pidana korupsi pada Koperasi Serba Usaha (KSU) LEPP-M3 DLP Kota GRTL tahun 2005 dan 2006. 2. Dugaan kredit fiktif pada PD BPR Bank Pasar Kabupaten XYZ tahun 2005 sampai dengan 2007. 3. Dugaan penyimpangan pemberian kredit pada PD BPR DT Kabupaten SRG tahun 2006 – 2007. 4. Penyimpangan pencairan dan penggunaan dana bantuan perkuatan dalam bidang produksi oleh KSU LS kecamatan CLG kabupaten LBK, Provinsi BTN, tahun anggaran 2006.
55
5. Penyimpangan pencairan dan penggunaan dana bantuan perkuatan dalam bidang produksi oleh KSU RBY kecamatan PGRG kabupaten LBK, Provinsi BTN, tahun anggaran 2006. 6. Penyimpangan pencairan dan penggunaan dana bantuan perkuatan dalam bidang produksi oleh Koperasi Kelompok Tani BSA kecamatan CBB kabupaten LBK, Provinsi BTN, tahun anggaran 2006. 7. Penyimpangan pencairan dan penggunaan dana bantuan perkuatan dalam bidang produksi oleh Koperasi Serba Usaha NI tahun anggaran 2006. 8. Dugaan penggelapan dalam jabatan atas pengelolaan keuangan pada unit Pabrik Es SPT CLP tahun buku 2006 dan 2007. 9. Dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan PDAM kabupaten LJM tahun 2005 sampai dengan 2008. 10. Penyimpangan dalam proses pengelolaan dan pemasangan pipa transmisi PDAM 350mm pada PDAM kabupaten KLK, BL. 11. Penyimpangan atas penyaluran pupuk urea bersubsidi di wilayah provinsi XYZ tahun anggaran 2004 – 2005 pada PT. PSR pemasaran daerah XYZ. 12. Dugaan penyimpangan penyaluran dan pengembalian dana kredit usaha tani tahun penyediaan 1998/1999 dan 1999/2000 oleh pengurus KUD dan kelompok tani di kabupaten DS. 13. Dugaan tindak pidana korupsi dalam penggunaan dana APBD pada rumah sakit umum daerah BA kabupaten PWK. 14. Dugaan tindak pidana korupsi atas penjualan gula dibawah harga pasar pada PTPN Z (persero).
56
15. Pembebanan dana rescue package sebagai cost recovery pada PT. Y tahun 2001 dan tahun 2002. 16. Pembayaran kepada PT Netway Utama atas pelaksanaan outsourcing roll out CRI PT P (persero) terlalu besar. 17. Penyimpangan dana perusahaan oleh direksi PT. Mega Pura (persero). 18. Dugaan tindak pidana korupsi dalam investasi penyertaan saham PT. X pada PT. NPI. 19. Dugaan tindak pidana korupsi terhadap dana pengaspalan bantuan PT PRT EP regional Jawa dan Pemda SBG untuk desa J Kecamatan SBG kabupaten SBG tahun 2007. 20. Pengeluaran gabah kering giling hasil pengadaan tahun 2005 dari gudang filial Perum B Sub Divisi Regional LT sebanyak 450.000 kg tanpa didukung dokumen yang sah. 21. Dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan PERUM B divisi Regional STH. 22. Dugaan tindak pidana korupsi di RSHJ dalam pengadaan alat kesehatan habis pakai tahun anggaran 2005 – 2007. 23. Pembebanan dana rescue package sebagai cost recovery pada VINDO tahun 2001 sampai dengan 2003. 24. Pembebanan dana rescue package sebagai cost recovery pada UI company. 25. Pembebanan dana rescue package sebagai cost recovery pada KP S.A tahun 2000 sampai dengan 2002. 26. Pembebanan dana rescue package sebagai cost recovery pada CI inc.Ltd Tahun 2001.
57
III. 3. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data serta informasi yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini yaitu dengan cara sebagai berikut: 1. Studi Kepustakaan (Library Research) Yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis dari literatur, catatan-catatan kuliah, bahan tulisan lainnya yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti sehingga dapat dijadikan data sekunder. Tujuan dari penelitian kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan landasan teori dan berbagai pengertian mengenai masalah yang diteliti. 2. Wawancara (inqueries of clients) wawancara adalah percakapan dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. 3. Dokumentasi (Documentation) Dokumentasi merupakan proses penelusuran data-data yang terkait dengan kegiatan yang diteliti.
58