1717
III. METODOLOGI
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di jalan Depag, Komplek Perumahan Wengga 1 Blok B Nomor 54 Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Mei sampai Desember 2014.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah podsolik, benih kedelai Varietas Kaba, pupuk hayati yang digunakan adalah pupuk mikroba multiguna RHIZO-PLUS, pupuk kandang kotoran ayam, kapur dolomit. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag ukuran 35x45 cm, cangkul, sekop, parang, meteran, ayak tanah, gunting, piring kertas, timbangan analitik, ember, jaring, kamera, dan laptop komputer.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan dan tiga ulangan. Faktor pertama berupa pemberian pupuk hayati RHIZO-PLUS yang terdiri dari 4 taraf, yaitu : R1 = 7,500 g pupuk hayati/kg benih kedelai R2 = 9,375 g pupuk hayati/kg benih kedelai R3 = 11,250 g pupuk hayati/kg benih kedelai R4 = 13,125 g pupuk hayati/kg benih kedelai
18
Faktor kedua yaitu pemberian pupuk kandang kotoran ayam yang terdiri dari 3 taraf, yaitu : A1 = 5 ton/ha (10,41 g/polybag) A2 = 10 ton/ha (20,83 g/polybag) A3 = 15 ton/ha (31,25 g/polybag) Berdasarkan perlakuan tersebut diatas, setelah dikombinasikan diperoleh 12 kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 1. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali, sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Penempatan satuan percobaan dilakukan secara acak menggunakan daftar bilangan teracak (Gambar Lampiran1).
Tabel 1. Kombinasi Perlakuan Pupuk Kandang Kotoran Ayam (A)
Pupuk Hayati (R)
A1 R 1 A1
A2 R1A2
A3 R 1A3
R2 R3
R 2 A1
R2A2
R 2A3
R 3 A1
R3A2
R 3A3
R4
R 4 A1
R4A2
R 4A3
R1
Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan model linear aditif menurut Yitnosumarto (1993) sebagai berikut : Yijk = µ + Ri + Aj + (RA)ij +
εijk
dimana: Nilai pada perlakuan pemberian pupuk hayati taraf ke-i,pupuk kandang kotoran ayam taraf ke-j dan ulangan ke-k (k = 1,2,3)
Yijk
:
µ
: Nilai tengah umum
19
Ri
:
Pengaruh pupuk hayati taraf ke-i (i = 1,2,3,4)
Aj
:
Pengaruh pupuk kandang kotoran ayam taraf ke-j (j = 1,2,3)
(RA)ij
:
Pengaruh interaksi perlakuan pupuk hayati kandang kotoran ayam taraf ke-j
taraf ke-i dan pupuk
εijk
: Galat percobaan pengaruh pupuk hayati taraf ke-i dan pupuk kandang kotoran ayam taraf ke-j dan ulangan ke-k.
3.4.
Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan Media Tanam Setiap polybag diisi dengan tanah sebanyak 5 kg yang sudah diayak dengan menggunakan ayakan dengan ukuran lubang ayakan 5 mm. Tanah podsolik diambil dari Bukit Batu, Kelurahan Kasongan Lama, Kecamatan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan. Sebelum digunakan sebagai media tanam, tanah podsolik terlebih dulu dianalisis pH tanahnya di laboratorium.
Tanah
podsolik yang akan digunakan sebagai media tanam kemudian diberi kapur dolomit 4 ton/ha (8,3 g/polybag) (Suhartoyo, 2005), sekaligus dicampur dengan pupuk kandang kotoran ayam digunakan sebesar 5 ton/ha (10,41 g/polybag), 10 ton/ha (20,83 g/ polybag) dan 15 ton/ha (31,25 g/polybag) kemudian diinkubasi selama 2 minggu.
3.4.2. Persiapan Benih Inokulasi dengan Pupuk Hayati
Benih yang akan digunakan terlebih dahulu diseleksi, untuk memisahkan benih yang berkerut, berwarna kusam, retak dan pecah dengan benih yang mengkilat dan tidak kusam, tidak retak, tidak pecah, dan ukuran biji seragam serta
20
bernas dengan cara pemilihan manual, yaitu memilih dan melihat per benih, benih yang terpilih direndam selama 5 menit sebelum ditanam kemudian benih diinokulasi dengan pupuk hayati sesuai dosis perlakuan. Menginokulasi pupuk hayati dengan cara dibasahi lebih dahulu dengan sedikit air kemudian dicampurkan kepermukaan benih sehingga merata.
3.4.3. Penanaman Penanaman dilakukan setelah masa inkubasi selesai. Sebelum penanaman dilakukan, terlebih dahulu media tanam disiram dengan air sampai kondisi jenuh, kemudian menanam benih kedelai dengan cara dimasukkan di lubang tanam dengan kedalaman 2 cm sebanyak 1 butir pada masing-masing polybag.
3.4.4. Pemeliharaan Pemeliharaan
dilakukan
mulai
tanam
sampai
menjelang
panen.
Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, penyulaman, penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan hati-hati agar tanaman tidak terbongkar pada saat disiram dan air yang digunakan adalah air tanah dengan pH 5. Apabila terjadi hujan maka tanaman mendapat air siraman dari hujan (dengan pH 7). Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan sampai tanah dalam keaadaan basah tetapi tidak becek atau tergenang dengan volome penyiraman yang sama. Penyiraman menggunakan gelas plastik dengan ukuran 400 ml. Setiap kali penyiraman pada umur 7 sampai 14 hst tiap tanaman diberikan 400 ml air, pada umur 21 sampai 28 hst tiap tanaman diberikan 800 ml air, pada
21
umur 35 hst sampai 56 hst tiap tanaman diberikan 1.200 ml air, dan pada umur 63 hst sampai 85 hst tiap tanaman diberikan 1.600 ml air. Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma yang tumbuh di sekitar tanaman secara manual dengan cara mencabutnya, dan dilakukan pada saat terdapat gulma saja. Penyiangan dilakukan pada pagi hari dimulai tanaman berumur 14 hst. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan ketika terjadi serangan hama dan penyakit pada saat pertumbuhan dan perkembangan tanaman dikendalikan dengan cara mekanik yaitu mengambil bagian tanaman yang terkena hama dan penyakit. Sedangkan pengendalian secara kimia dengan memberikan pestisida Decis 25 EC dengan konsentrasi 1 ml liter–1 air pada saat tanaman berumur 21, dan 28 HST untuk mengendalikan serangan ulat grayak (Spodoptera) dan belalang daun.
3.4.5
Panen
Panen dilakukan saat tanaman berumur 85 hari setelah tanaman dengan kriteria daun-daun menguning dan telah rontok, polong sudah masak dan berwarna kecoklatan, batang sudah kering, dan kulit polong mudah dilepas. Panen dilakukan dengan cara mengambil semua polong isi.
3.5. Pengamatan Variabel yang diamati meliputi : a.
Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ujung tunas batang utama yang tertinggi pada umur 14, 21, 28, dan 35 HST
22
b.
Luas Daun (cm2), diukur pada daun yang sudah membuka sempurna pada umur 14, 21, 28, dan 35 HST. Menggunakan metode panjang kali lebar (Sitompul dan Guritno, 1995) menggunakan rumus : LD = p x l x K Keterangan : LD = luas daun (cm2)
c.
p
= panjang daun (cm)
l
= lebar daun (cm)
K
= faktor koreksi, menggunakan nilai K= 0,76 menurut Wijayanti (2014)
Jumlah cabang (cabang), dihitung cabang yang keluar dari batang utama pada umur 14, 28 dan 35 HST.
d.
Jumlah nodul (nodul). Diamati secara destruktif pada saat tanaman berumur 28 dan 35 HST (tanpa melihat besar dan kecilnya nodul) dan dinyatakan dalam satuan nodul.
e.
Jumlah nodul aktif (nodul). Diamati secara destruktif pada saat tanaman berumur 28, dan 35 HST. Pengamatan dilakukan pada nodul akar tanaman yang aktif dengan warna kemerah-merahan apabila dibelah, kemudian dihitung jumlahnya (tanpa melihat besar dan kecilnya nodul) dan dinyatakan dalam satuan nodul.
f.
Jumlah polong isi per tanaman (polong) dihitung terhadap polong yang mempunyai isi pada saat panen umur 85 hst pada setiap tanaman.
g.
Jumlah biji kering per tanaman (biji) dihitung dari hasil panen polong isi yang dilakukan pada setiap tanaman.
23
h.
Berat biji kering per tanaman (gram) dihitung terhadap biji yang dikeringkan pada saat panen umur 85 hst dengan mengeringkan terlebih dulu selama tiga hari dibawah panas matahari.
i.
Berat 100 biji kering (gram) ditimbang terhadap biji yang dihasilkan pada saat panen umur 85 hst dengan mengeringkan terlebih dahulu sebanyak 100 biji selama tiga hari di bawah panas matahari.
3.6. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf taraf α = 0,05 dan α = 0,01. Perlakuan yang berpengaruh nyata dan sangat nyata dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 0,05.