III. METODOLOGI PENELITIAN A.
ALAT DAN BAHAN
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah baskom, panci, sendok pengaduk, blender, saringan, kompor, timbangan, termometer, dan gelas pengukur. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain desikator, neraca analitik, refraktometer, erlenmeyer 100 ml dan 250 ml, buret 50 ml, labu takar 100 ml dan 1000 ml, pipet Mohr 2 ml, 5 ml, dan 10 ml, pengaduk magnetik, labu lemak 250 ml, kertas saring, spatula, penangas air dan mineral kit produksi Advanced Medical Supplies (AMS) International. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kelapa muda (berumur 6-8 bulan) dan tua (berumur 11-13 bulan), gula pasir bermerek “Gulaku”, daun stevia kering yang didapatkan dari petani di Tawangmangu, dan air mineral. Bahan lain yang digunakan adalah bahan pembantu yang terdiri atas bahan kimia untuk analisis dan medium reaksi. Bahan tersebut mencakup : Na-karbonat 2% dalam larutan NaOH 0.1N, CuSO4 dalam Na-K-tartarat 1%, pereaksi Folin Ciocalteau/pereaksi Fenol, larutan asam borat jenuh, HCl 25%, HCl 0,02N, heksan, asam sulfat pekat, Kalium sulfat (K2SO4), NaOH jenuh, asam borat 3% dan larutan tiosulfat, etanol 95%, KI jenuh, larutan asam asetat glasial-kloroform, K2Cr2O7, larutan pati 1%, indikator fenolftalein (PP), merah red, metil blue B.
METODE PENELITIAN
1.
Penentuan Bahan Dasar Minuman Santan
Penelitian pendahuluan bertujuan menentukan bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan minuman santan. Formula yang tepat ditentukan berdasarkan pengamatan pada sensori (rasa, aroma, warna dan kekentalan) yang dilakukan oleh panelis sebanyak 3 orang. Penelitian pendahuluan ini menggunakan produk pembanding minuman santan komersial yang berasal dari Cina. Produk pembanding diharapkan dapat membantu mengidentifikasi bahan dasar apa yang digunakan dalam membuat minuman santan. Empat formula yang diuji dapat dilihat pada Tabel 4. Empat formula yang diujikan berdasarkan perkiraan bahan dasar yang dapat membentuk santan, sehingga dipilih 4 jenis bahan dasar, yaitu kelapa muda, kelapa tua, air kelapa dan air mineral. Empat formula ini dibandingkan dengan produk minuman komersial dari Cina dan ditentukan dari segi organoleptik yang paling menyerupai dengan minuman komersial dari Cina tersebut.
10
Tabel 4. Empat Formula yang Diuji pada Penelitian Pendahuluan Formula 1 2 3 4
2.
Perlakuan Minuman santan kelapa yang diolah dari kelapa tua saja Minuman santan kelapa yang diolah dari kelapa tua dan ditambahkan hancuran daging buah kelapa muda Minuman santan kelapa yang diolah dari kelapa muda dan ditambahkan air buah kelapa muda Minuman santan kelapa yang diolah dari buah kelapa muda yang dijuice Penentuan Perlakuan Optimum untuk Mendapatkan Minuman Santan Rendah Lemak
Penelitian utama bertujuan menentukan perlakuan-perlakuan optimum yang dapat memisahkan bagian krim dari santan sehingga didapatkan minuman santan rendah lemak. Perlakuan yang digunakan untuk menurunkan kadar lemak adalah dengan pengenceran dan pemisahan krim. Pemisahan krim dilakukan dengan merusak emulsi dari santan melalui pemanasan, pendinginan dan sentrifugasi. Dalam tahap ini dilihat juga apakah ada pengaruh pengenceran dilakukan sebelum atau sesudah santan dipanaskan. Hal ini untuk mengetahui urutan perlakuan yang diberikan, yaitu antara pengenceran dan pemanasan. 2.1
Tahap Pengenceran Tahap ini menguji dua formula pengenceran untuk mengetahui tingkat pengenceran yang sesuai. Produk pembanding yang digunakan adalah produk minuman santan komersial dari Cina. Parameter yang digunakan untuk mengetahui kecukupan pengeceran adalah dari kadar lemak dan organoleptik (rasa). Tahap ini menggunakan 2 formula pengenceran, yaitu perbandingan kelapa parut : air = 1 : 4 (g/ml) dan perbandingan kelapa parut : air = 1 : 5 (g/ml). Kelapa parut sebanyak 100 gram ditambahkan air sesuai dengan perlakuan (perlakuan 1 sebanyak 400 ml dan perlakuan kedua 500 ml) kemudian diblender selama 3 menit dan hasil blender diperas lagi dengan tangan. Kombinasi blender dan pemerasan dengan tangan ini bertujuan untuk mendapatkan rendemen yang optimum. 2.2
Tahap Pemanasan dan Pendinginan Tahap ini bertujuan melihat bagaimana pengaruh antara perlakuan pemanasan dan tanpa pemanasan serta pengaruh dari suhu pendinginan santan terhadap pemisahan lemak dari santan. Santan diberikan dua perlakuan pemanasan yaitu pemanasan sampai suhu 80°C dan tanpa pemanasan. Pemilihan suhu 80°C sebagai suhu pemanasan ini berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Santan kemudian didinginkan dan pada tahap ini digunakan tiga perlakuan suhu, yaitu disimpan pada suhu ruang, suhu refrigerator (5-8°C) dan suhu freezer (2°C) kemudian dilihat perlakuan yang memberikan hasil pemisahan krim dan skim yang optimum akibat kombinasi pemanasan dan pendinginan. Krim terbentuk pada bagian atas dan skim terbentuk pada bagian bawah. Parameter yang digunakan adalah banyaknya krim yang terbentuk, yakni perlakuan yang
11
memberikan pemisahan krim paling banyak dipilih sebagai perlakuan selanjutnya. Enam kombinasi perlakuan yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7. Suhu ruang Pemanasan mencapai suhu 80°C
Santan Murni
Suhu refrigerator Suhu freezer
Diencerkan (santan:air = 1:1) Suhu ruang Tanpa pemanasan
Suhu refrigerator Suhu freezer
Gambar 7. Enam Kombinasi Perlakuan Pemanasan dan Pendinginan 2.3
Suhu Pemanasan Optimum
Setelah diketahui kombinasi perlakuan pemanasan dan pendinginan yang optimum digunakan untuk memecah emulsi santan maka tahap selanjutnya adalah mengetahui berapa besar suhu optimum yang digunakan untuk memanaskan santan. Pemanasan awal dilakukan pada 4 perlakuan suhu yang berbeda, yaitu santan dipanaskan sampai mencapai suhu 70°C, 80°C, 90°C dan 100°C (tidak dipertahankan). Pemanasan dilakukan di atas kompor dengan terus mengaduk santan. Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer. Pemanasan dihentikan ketika suhu mencapai empat perlakuan yang diuji. Setelah didapatkan perlakuan untuk mendapatkan pemisahan krim dan skim yang paling optimum kemudian dilakukan sentrifugasi untuk memisahkan bagian krim dan skim dari santan. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan putaran 15,232 x g selama 10 menit. Bagian skim dimanfaatkan untuk membuat minuman santan. 3.
Pembuatan Ekstrak Stevia
Penelitian ini menggunakan cara ekstraksi stevia menggunakan pelarut air karena lebih praktis dan mudah digunakan. Diagram alir pembuatan ekstrak stevia dapat dilihat pada Gambar 8.
12
Daun stevia Penjemuran selama 2 hari Pemblenderan Penambahan air (daun:air = 1:100) Perebusan selama 20 menit Penyaringan Penyimpanan dalam refrigerator 7°C selama semalam Ekstrak stevia Gambar 8. Diagram Alir Ekstraksi Stevia (Isdianti 2007) 4.
Tahap Pasteurisasi
Minuman santan sebanyak 220 ml yang sudah diberi gula dan ekstrak stevia diletakkan dalam erlenmeyer 250 ml kemudian disumbat dengan kapas dan alumunium foil. Erlenmeyer berisi minuman santan kemudian diletakkan dalam waterbath yang telah mencapai suhu yang digunakan. Ketinggian air dipastikan telah merendam seluruh produk minuman santan dalam erlenmeyer. Menurut Sukasih, et. al (2009) kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi pada santan adalah pemanasan suhu 75°C selama 31,2 menit. Kombinasi suhu dan waktu tersebut digunakan untuk pasteurisasi produk minuman santan. Produk yang sudah dipasteurisasi kemudian dikemas dalam cup plastik berbahan dasar PETE sebanyak 220 ml dan kemudian diseal dengan plastik menggunakan alat sealer. Produk minuman santan dalam cup kemudian disimpan dalam refrigerator bersuhu 5-8°C. Suhu refrigerator merupakan suhu yang disarankan digunakan untuk penyimpanan produk karena dapat membantu mempertahankan umur simpan produk. 5.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan penelitian untuk mengetahui pengaruh formulasi penambahan gula dan stevia adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 faktor. Faktor yang diterapkan adalah (1) jumlah gula, yaitu 8% dan 6% (2) jumlah ekstrak stevia , yaitu 3% dan 1%. Model rancangan penelitian adalah sebagai berikut: Yij = μ + Ai + Bj + (A*B)ij + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j μ = pengaruh rata-rata umum Ai = pengaruh jumlah gula taraf ke-i
13
Bj = pengaruh jumlah ekstrak taraf ke-j (A*B)ij = pengaruh kombinasi jumlah gula dan jumlah ekstrak stevia εij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-I kelompok ke-j Hasil dari uji organolpetik rating hedonik terhadap overall dari produk minuman santan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) untuk melihat respon panelis terhadap perlakuan perbandingan jumlah gula dan ekstrak stevia. Jika terdapat perbedaan yang nyata pada hasil analisis maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
6.
Uji Rating Hedonik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Panelis pada uji rating hedonik diminta untuk menilai atribut sensori tertentu (rasa, warna dan aroma) dan keseluruhan sifat sensori produk berdasarkan tingkat kesukaannya. Skala penilaian yang dapat digunakan dapat berupa skala garis maupun skala kategori. Persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik menurut American Standard Testing Material (ASTM) adalah 70 panelis tidak terlatih, sedangkan menurut Meilgaard, et al. (1999), persyaratan jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 30 panelis tidak terlatih. Uji rating hedonik dalam penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan jumlah gula dan ekstrak stevia ditambahkan ke produk minuman santan yang paling disukai oleh konsumen. Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategori dengan rentang nilai 1 (sangat tidak suka) sampai dengan 7 (sangat suka) dengan skala tengah merupakan skala netral. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih mencakup mahasiswa dan masyarakat umum dengan total panelis sebanyak 70 orang. Dari rancangan percobaan maka disusun empat formula yang diuji dalam uji hedonik. Empat formula yang diuji pada uji rating hedonik dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Empat Formula yang Diuji pada Uji Rating Hedonik
Formula
Jumlah gula
Jumlah ekstrak stevia
A
8%
1%
B
6%
1%
C
8%
3%
D
6%
3%
Satu orang panelis masuk ke dalam booth yang sudah ditentukan dan disajikan sebanyak 4 sampel produk minuman santan dalam gelas kecil yang sudah diberikan kode dan dilengkapi sendok kecil. Sampel disajikan satu persatu bertujuan menghindari kecenderungan panelis untuk membandingkan antar sampel. Panelis diminta untuk mencicipi satu sendok sampel dan memberikan pendapat mereka dalam kuisioner dengan
14
memberikan tanda cek pada pilihan menurut persepsi mereka. Kuosioner yang digunakan dalam pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1. C.
ANALISIS FORMULA PRODUK TERPILIH
1. Analisis Kadar Air (AOAC 1996) Kadar air dapat ditentukan secara langsung dengan menggunakan metode oven pada suhu 105o. Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam cawan yang telah dikeringkan sebelumnya dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105o selama jam 6 jam. Cawan kemudian didingankan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar Air (%bb) = ((a-(b-c))/a) x 100 % Kadar Air (%bk) = (a-(b-c)/(b-c)) x 100% Keterangan: a = berat sampel awal (g) b = berat sampel akhir dan cawan (g) c = berat cawan (g)
2. Analisis Kadar Abu (AOAC 1996) Kadar abu bahan pangan dapat ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550 oC di dalam tanur. Sejumlah 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Cawan dan sampel tersebut kemudian dibakar dengan pembakar bunsen dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550oC sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau hingga bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di dalam desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Kadar abu diperoleh dengan menggunakan rumus: Kadar Abu (%) = (bobot abu (g)) / bobot sampel (g) x 100%
3. Analisis Kadar Protein (AOAC 1996) Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode MikroKjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 2 ml K2SO4 kemudian ditambahkan 1 g CuSO4, 2 mg K2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1,5 jam samapai cairan menjadi
15
jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H 3BO3 dan 24 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0,2%) dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0,2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian ditritasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6,25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus:
%N
=
x 100
Kadar protein (BB) = %N x 6,25 Kadar protein (BK) =
4.
Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992) Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut dietil eter. Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama sekitar 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sejumlah 2 gram sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam selongsong kertas saring yang dialas dengan kapas. Selongsong kertas berisi contoh kemudian disumbat dengan kapas dan dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama ± 1 jam. Kemudian kertas saring yang telah kering dimasukkan dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya sampel direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus : Kadar lemak (BB) = Kadar lemak (BK) = Keterangan : W = bobot contoh dalam gram (g) W1 = bobot labu lemak kosong kering (g) W2 = bobot labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
16
5. Analisis Kadar Karbohidrat (AOAC 1996) Kadar karbohidrat sampel dihitung dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut : Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (Kadar Air + Kadar Abu + Kadar Protein + Kadar Lemak + Kadar Serat)
6. Pengukuran Nilai pH Setiap formula minuman diukur nilai pH-nya, dengan dua kali pengukuran. Sebelum pengaturan, pH-meter distandarisasi menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. 7. Pengukuran Kapasitas Antioksidan Metode DPPH (Leong dan Shui 2002) 1) Pembuatan Kurva Standar Asam Askorbat Seri larutan standar asam askorbat dibuat dengan konsentrasi 0, 50, 100, 150, dan 200 ppm. Larutan blanko dibuat dengan mencampurkan 8 ml metanol dengan 2 ml larutan DPPH. Larutan standar dibuat dengan mencampurkan 7 ml metanol dan 2 ml larutan DPPH dengan 1 ml standar pada masing-masing konsentrasi. Larutan didiamkan pada suhu ruang selama 30 menit untuk selanjutnya diukur absorbansinya (A) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Selanjutnya dibuat kurva standar asam askorbat dengan memplotkan hubungan antara konsentrasi asam askorbat dan (A blanko – A sampel) 2) Penentuan Kapasitas Antioksidan Sampel Sebanyak 1 ml ekstrak pekat sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml methanol PA (sebagai control negatif adalah 8 ml methanol, tanpa ekstrak sampel). Selanjutnya sebanyak 2 ml DPPH 0,25 mM ditambahkan ke dalam tabung reaksi, lalu dikocok kuat (vortex). Campuran kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit di ruang gelap. Setelah 30 menit, sampel diuur nilai absorbansinya (A) dengan spectrophotometer pada panjang gelombang (λ) 517 nm. Aktivitas antioksidan sampel diperoleh dengan membandingkan nilai absorbansi sampel dengan kurva standar antioksidan vitamin C, dengan satuan AEAC (Ascorbic Antioxidant Capacity). Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH dengan perhitungan sebagai berikut:
17
Kapasitas antioksidan (%) =
x 100%
Keterangan: Ablangko = nilai absorbansi blangko Asampel = nilai absorbansi larutan sampel 8. Pengukuran Total Fenol (Fardiaz 2008) Sampel terlebih dahulu disentrifugasi pada 15,232 x g selama 10 menit. Supernatan sampel maupun larutan standar diambil sebanyak 0,5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang bersih kemudian ditambahkan 0,5 ml etanol 95%, 2,5 ml akuades, dan 2,5 ml reagen Folin Ciocalteau 50%. Campuran didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 0,5 ml Na2CO3 5% dan divortex hingga homogen. Larutan kemudian disimpan dalam ruang gelap selama 1 jam kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada 725 nm. Asam galat digunakan sebagai standar pada pengukuran total senyawa fenolik. Konsentrasi asam galat yang digunakan sebagai standar adalah 0, 50, 100, 150, 200 dan 250. 9. Analisis Mineral (Anonim 2011) 9.1 Uji Kalsium Preparasi reagen kerja dilakukan dengan pencampuran buffer dan kromogen dengan volume yang sama. Tiga tabung reaksi disiapkan, yaitu untuk blanko, standar dan sampel. Ke dalam tabung blanko ditambahkan 25 µl akuabides dan 1000 µl reagen kerja. Ke dalam tabung standar ditambahkan 25 µl standar dan 1000 µl reagen kerja. Sedangkan untuk sampel, ditambahkan 25 µl sampel dan 1000 µl reagen kerja. Absorbansi sampel/standar dibaca dengan menggunakan blanko setelah 5-50 menit pada panjang gelombang 578 nm. Konsentrasi kalsium (mmol/L) (Konsentrasi standar kalsium = 2,5 mmol/L ) 9.2 Uji Fosfor (inorganik) Reagen kerja untuk uji fosfor dibuat dengan penambahan reagen blanko 7,0 ml dan molibdat 3,0 ml (atau kelipatan masing-masingnya). Tiga tabung reaksi disiapkan, yaitu untuk blanko, standar dan sampel. Ke dalam tabung blanko ditambahkan 10 µl air destilat dan reagen kerja 1000 µl. Ke dalam tabung sampel ditambahkan 10 µl sampel dan 1000 µl reagen kerja. Ke dalam tabung standar ditambahkan 10 µl standar dan 1000 µl reagen kerja. Ketiga tabung reaksi dikocok dengan baik dan diinkubasi selama 10
18
menit pada suhu 20-25°C. Absorbansi sampel/standar dibaca pada panjang gelombang 340 nm. Konsentrasi fosfor (mmol/L) (Konsentrasi standar fosfor = 1,61 mmol/L ) 9.3 Uji Kalium Reagen kerja untuk uji kalium dibuat dengan pencampuran sodium tetraphenylboron dan NaOH dengan jumlah yang sama. Sebanyak 50 µl sampel dengan 500 µl reagen presipitasi dicampur dan disentrifugasi dengan kecepatan putaran 15,232 x g selama 5-10 menit dan bagian supernatan kemudian diambil. Tiga tabung reaksi disiapkan, yaitu untuk blanko, standar dan sampel. Ke dalam tabung standar, ditambahkan 1 ml reagen kerja dan standar 100 µl. Ke dalam tabung sampel, ditambahkan 1 ml reagen kerja dan 100 µl supernatan. Standar dan supernatan harus ditambahkan ke tengah permukaan reagen kerja untuk menghasilkan turbiditas yang homogen. Ketiga tabung reaksi dikocok dengan hati-hati dan didiamkan 5 menit pada suhu ruang. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 578 nm. Konsentrasi kalium (mmol/L) (Konsentrasi standar kalium = 0,5 mmol/L ) 10. Pendugaan Umur Simpan Produk minuman santan yang sudah dipasteurisasi kemudian disimpan pada suhu refrigerator dan dilakukan pengujian umur simpan dengan parameter organoleptik, asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Produk diamati selama 3 minggu dengan selang pengamatan selama 7 hari, yaitu pengamatan hari 0, 7, 14 dan 21 pada penyimpanan suhu refrigerator (58°C). Produk diamati dari 3 parameter yaitu 1) organoleptik (rasa dan aroma), 2) kandungan asam lemak bebas dan 3) bilangan peroksida. 10.1
Organoleptik
Pengujian organoleptik dilakukan oleh panelis sebanyak 3 orang dan diamati kerusakan dari segi organoleptik. Produk dicicipi oleh panelis dan diamati apakah ada perubahan rasa dan aromanya. Ciri-ciri santan yang sudah rusak dari segi organoleptik adalah timbulnya bau busuk, warna agak kecoklatan dan emulsi yang pecah serta berlendir.
19
10.2
Asam Lemak Bebas
Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ke dalam erlenmeyer ditambahkan 100 ml etanol 95% netral dan 2 ml indikator phenoftalein. Erlenmeyer digoyang-goyang agar larutan tercampur homogen. Larutan dalam erlenmeyer kemudian dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sambil digoyang kuat sampai warna pink permanen selama 30 detik. Pada tahap ini ditentukan jumlah NaOH 0,1 N yang dibutuhkan ketika larutan berubah warna pink permanen selama 30 detik. Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas dihitung dengan rumus berikut : Bilangan asam (mg NaOH/g) =
Kadar asam lemak bebas (%) = dimana :
10.3
V = Volume NaOH (ml) N = Normalitas NaOH hasil standarisasi = 0,103 M = Berat molekul contoh (sesuai dengan jenis lemak dominan contoh) W = berat contoh (g)
Bilangan Peroksida
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Ke dalam erlenmeyer berisi sampel kemudian ditambahkan sebanyak 30 ml pelarut CH3COOH-CHCl3. Erlenmeyer kemudian digoyang-goyang hingga pelarut dan sampel bercampur dengan baik. Sebanyak 0,5 ml larutan KI jenuh kemudian ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer didiamkan selama 1 menit sambil sesekali digoyang. Ke dalam erlenmeyer ditambahkan air destilata sebanyak 30 ml. Contoh dititrasi dengan menggunakan larutan Na2S2O3 0,1N secara perlahan sambil digoyang dengan kuat sampai warna kuning hampir hilang kemudian ditambahkan 0,5 ml indikator larutan pati 1%. Titrasi diteruskan dengan larutan Na 2S2O3 0,1 N sambil digoyang dengan kuat. Titrasi dihentikan pada saat warna biru menghilang. Titrasi diulang dengan mengunakan larutan Na2S2O3 0,01N jika volume sodium tiosulfat yang digunakan <0,5 ml. Bilangan peroksida untuk blanko ditetapkan dengan cara yang sama dengan contoh. Jumlah Na2S2O3 0,1N yang digunakan untuk titrasi blanko harus ≤ 0,1ml. Bilangan peroksida dihitung dengan menggunakan rumus berikut : Bilangan peroksida = dimana :
BP = bilangan peroksida (meq peroxide/kg contoh) Vs = volume sodium tiosulfat untuk titrasi contoh (ml) Vb = volume sodium tiosulfat untuk titrasi blanko (ml) N = konsentrasi sodium tiosulfat (N) W = berat contoh (g)
20