Bab III. Bahan dan Metodologi 3.1. Tempat dan Basis Data Penelitian Penelitian karakteristik, mekanisme dan model temporal hidrometeorologi ini dilakukan di daerah aliran Sungai Citarum Hulu dan Tengah dengan luas sekitar 6.000 km2 dan posisi geografis antara 6o43’-7o25’ LS dan 107o08’-107o85’ BT (Gambar III.1).
Lokasi penelitian tersebut dipilih mengingat daerah Sungai
Citarum Hulu dan Tengah mempunyai data hidrometeorologi yang cukup memadai dan lengkap. Penelitian menggunakan data curah hujan, evapotranspirasi, kelembapan udara, dan debit sungai bulanan hasil observasi di daerah aliran Sungai Citarum Hulu dan Tengah (Lampiran A). Data curah hujan, evapotranspirasi, dan kelembapan udara bulanan tersebut merupakan data sekunder yang diperoleh dari 36 stasiun cuaca yang menyebar di wilayah aliran Sungai Citarum Hulu dan Tengah yang diperoleh dari BMG dan PSDA (Lampiran B). Demikian juga data debit sungai merupakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas PSDA Jawa Barat. Debit Sungai tersebut hasil pengamatan di Jatiluhur. Penelitian ini juga menggunakan data bulanan Outgoing Longwave Radiation (OLR), Quasi-Biennial Oscillation (QBO), Pacific Decadal Oscillation (PDO), Pacific Warm Pool (PWP), Global Temperarture (GT), Southern Oscillation Index (SOI), Dipole Mode Index (DMI), Central Indian Precipitation (CIP), dan Precipitable Water (PW) yang diperoleh dari hasil analisis National Centers for Environmental Prediction (NCEP) dan data bulanan siklus matahari (sunspot numbers) yang diperoleh dari National Geophysical Data Center (NGDC) (Lampiran C). Dalam penelitian ini, data bulanan tersebut di atas diolah menjadi data akumulasi periode Desember-Januari-Februari (DJF), data akumulasi periode Juni-JuliAgustus (JJA), dan data akumulasi periode tahunan untuk mengkaji karakteristik hidrometeorologi daerah aliran Sungai Citarum pada musim hujan, musim kemarau, dan tahunan. Data komponen hidrometeorologi tersebut juga diolah 17
menjadi data pergeseran rataan (moving average) untuk setiap 108 data bulanan untuk melihat dinamika temporal dari karakteristik hidrometeorologi.
Dalam kajian ini data curah hujan, evapotranspirasi, dan kelembapan udara yang diperoleh dari 36 stasiun cuaca di wilayah daerah aliran Sungai tersebut kemudian dirata-ratakan menggunakan metode Poligon Thiessen untuk memperoleh ratarata spasialnya, sehingga masing-masing diperoleh satu nilai rata-rata spasial curah hujan, evapotranspirasi, dan kelembapan udara yang mewakili nilai spasial komponen hidrometeorologi daerah aliran sungai tersebut. Teknis penentuan ratarata spasial komponen hidrometeorologi ditunjukkan pada Lampiran D
U
Gambar III.1. Peta daerah aliran Sungai Citarum Hulu dan Tengah (Skala 1 : 1.000.000).
3.2. Metode Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survai dan analisis data. Survai dilaksanakan untuk mengumpulkan, mengkoreksi, dan melengkapi data hidrometeorologis yang akan dianalisis. Sedangkan analisis data dilakukan untuk mengkaji lebih dalam karakteristik dan model temporal hidrometeorologi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah persistensi, variabilitas, sifat
chaotic,
sifat
fraktal,
periode
ulang
nilai
ekstrim,
periodisitas,
kecenderungan, dan sensitivitas terhadap curah hujan, evapotranspirasi, kelembapan udara, dan debit sungai. Analisis lainnya adalah analisis neraca air
18
dan ANFIS. Analisis neraca air untuk mengkaji air cadangan dan koefisien limpasan. Sedangkan analisis ANFIS untuk mengidentifikasi model temporal curah hujan dan debit sungai yang sangat potensial untuk digunakan memprediksi curah hujan dan debit sungai. 3.2.1. Identifikasi Karakteristik Hidrometeorologi Analisis statistik untuk mengidentifikasi karakteristik hidrometeorologi daerah aliran Sungai Citarum ditunjukkan pada Lampiran E. Persistensi komponen hidrometeorologi daerah aliran Sungai Citarum diidentifikasi menggunakan analisis jumlah kumulatif (CUSUM). Analisis jumlah kumulatif adalah teknik standar yang digunakan untuk melihat perubahan di sekitar nilai rata-rata dari suatu sistem (Kadolu et al., 1999). Analisis jumlah kumulatif digunakan untuk melihat perubahan di sekitar nilai rata-rata komponen hidrometeorologi, sehingga periode di atas rata-rata dan periode dibawah rata-rata dari komponen hidrometerologi tersebut dapat diketahui. Kemiringan (slope) positif pada jumlah kumulatif menunjukkan periode di atas rata-rata (periode basah) dan kemiringan negatif menunjukkan periode di bawah rata-rata (periode kering). Variabilitas curah hujan, evapotranspirasi, kelembapan udara, dan debit sungai diidentifikasi menggunakan analisis koefisien variasi. Analisis koefisien variasi digunakan untuk melihat bagaimana sebaran proses hidrometeorologi terhadap nilai rata-ratanya, sehingga bisa mengetahui apakah proses tersebut benar-benar tidak beraturan (chaotic) atau sebaliknya (Green dan Marsh, 1997; Zeng, 1999). Dinamika rata-rata dan koefisien variasi komponen hidrometeorologi dikaji menggunakan analisis pergeseran rataan atau Moving Average (MA) untuk selang 108 bulanan. Karakteristik
komponen
hidrometeorologi
lainnya
diidentifikasi
dengan
menggunakan metode korelasi dimensi (korelasi exponesial), probabilitas empirik, periode ulang, dan power spektrum. Analisis korelasi dimensi diterapkan untuk
menganalisis
apakah
deterministik atau stokastik.
proses
hidrometeorologi
merupakan
proses
Hal ini sangat relevan, karena korelasi dimensi
19
merepresentasikan fluktuasi atau ketidakteraturan yang berhubungan dengan sistem dinamik termasuk proses hidrometeorologi. Disamping itu metode korelasi dimensi juga digunakan untuk mengidentifikasi sifat chaotic pada deret waktu komponen hidrometeorlogi.
Adanya korelasi
dimensi yang rendah menunjukkan bahwa pada proses hidrometeorologi tersebut mempunyai sifat chaotic tingkat rendah. menggunakan
rekonstruksi
phase-space
Korelasi dimensi dihitung dengan dari
deret
waktu
komponen
hidrometeorologi. Jika kurva korelasi dimensi jenuh dengan meningkatnya dimensi (d), maka proses pada sistem dinyatakkan menunjukkan chaotic.
Nilai jenuh dari korelasi
exponensial didefinisikan sebagai korelasi dimensi dari atraktor. Dimensi (d) pada waktu korelasi exponensial mencapai nilai jenuh menunjukkan jumlah minimum dari phase-space atau variabel yang dibutuhkan oleh model dinamik dari atraktor. Jika korelasi exponensial meningkat tanpa batas dengan naiknya dimensi (d), maka proses pada sistem umumnya dianggap sebagai proses stokastik ((Schertzer et al., 2002; Sivakumar et al., 2002). Analisis fungsi distribusi probabilitas empirik digunakan untuk mengkaji sifat fraktal (mono-fraktal atau multi-fraktal) hidrometeorologi. Fungsi distribusi probabilitas (PDF) empirik dari deret waktu komponen hidrometeorologi menggambarkan fraktal dari intensitas ambang batas fluktuasi deret waktu tersebut pada skala tertentu, umumnya skala tersebut berhubungan dengan resolusi pengukuran (Diermanse, et al., 2003). Nilai qD<2 menunjukkan bahwa proses hidrometeorologi merupakan model mono-fraktal.
Sebaliknya proses
hidrometeorologi merupakan model multi-fraktal apabila nilai qD >2 (Tessier et al., 1996). Analisis periode ulang digunakan untuk mengetahui waktu terjadinya kembali nilai ekstrim komponen hidrometeorologi (Königer, 2001). Periode ulang nilai ekstrim komponen hidrometeorologi sangat penting diketahui agar kejadian tersebut dapat diantisipasi dengan baik. Sementara itu analisis power spektrum
20
digunakan
untuk
mengetahui
siklik
(periodisitas)
dari
komponen
hidrometeorologi. Analisis power spektrum curah hujan, evapotranspirasi, kelembapan udara, dan debit sungai dilakukan menggunakan persamaan Monte Carlo Singular Spectrum Analysis atau SSA (Chil et al., 2001). Analisis spektrum eksponensial adalah alat standar untuk mengkaji adanya sifat fraktal pada deret waktu hidrometeorologi. Jika nilai β<1 menunjukkan bahwa sistem tersebut mempunyai karakteristik temporal dan dapat diasumsikan merupakan hasil dari proses aliran tanpa batas (unbounded cascade). Sebaliknya jika nilai β>1 menunjukkan bahwa proses hidrometeorologi merupakan hasil dari proses aliran yang terbatas (bounded cascade). Selain itu power spektrum berguna untuk mengkaji adanya osilasi pada proses dinamis. Pada umumnya untuk proses random mempunyai power spektrum yang berosilasi secara random di sekitar nilai konstan. Sedangkan untuk proses yang periodik atau semi periodik, power spektrum mempunyai puncak yang berada pada frekuensi tertentu. Proses chaotic mempunyai garis spektral yang tajam. Arah dan besarnya kecenderungan komponen hidrometeorologi diidentifikasi dengan menggunakan metode regresi logistik linier (Frei dan Schar, 2000). Analisis regresi logistik linier digunakan untuk mengetahui arah dan besarnya nilai perubahan komponen hidrometeorologi pada periode waktu tertentu. Analisis statistik tersebut menerapkan teori distribusi binomial. Model kecenderungan logistik menggambarkan bentuk transformasi dari nilai yang diharapkan (probabilitas suatu kejadian, π ) sebagai fungsi linier dari waktu. Besarnya nilai kecenderungan ditentukan dari parameter β yang diekspresikan oleh rasio odds (θ). Rasio odds menggambarkan perubahan relatif dalam rasio antara suatu kejadian terhadap non kejadian selama periode tertentu dan merupakan fungsi exponensial dari panjang periode tersebut. Dalam kasus kejadian yang sangat langka (π<<1), rasio odds (θ) menggambarkan perubahan fraksional dari probabilitas kejadian sangat langka tersebut dari awal hingga akhir pada periode tersebut. Perubahan debit sungai sangat dipengaruhi perubahan
21
curah hujan. Sejauh mana tingkat sensitivitas perubahan curah hujan terhadap perubahan debit sungai dikaji menggunakan analisis sensitivitas. 3.2.2. Analisis Neraca Air Analisis neraca air dipergunakan untuk mengkaji pola perubahan komponen hidrometeorologi pada suatu daerah aliran sungai yaitu air cadangan dan koefisien limpasan. Pendekatan analisis neraca air pada suatu daerah aliran sungai secara alami (tanpa campur tangan manusia) ditunjukkan pada Lampiran F. Sementara itu, pola perubahan koefisien limpasan (runoff) daerah aliran sungai dapat dihitung menggunakan metoda Rasional seperti ditunjukkan pada lampiran F. Metode Rasional tersebut digunakan dengan asumsi bahwa air hujan yang masuk ke dalam sistem daerah aliran sungai mengalami proses evapotranspirasi, perkolasi dan infiltrasi, intersepsi, limpasan, dan air cadangan secara alami tanpa campur tangan manusia dalam bentuk penahanan pada bedungan (reservoir) atau pelepasan aliran dari bendungan yang ada di dalam daerah aliran sungai tersebut. Kalaupun ada campur tangan manusia dalam bentuk tersebut, metode Rasional masih tetap bermanfaat dipergunakan untuk analisis data hidrometeorologi periode tahunan. Karena untuk periode tahunan pengaruh penahanan pada bendungan pada musim hujan akan diimbangi oleh pelepasan aliran dari bendungan pada musim kemarau sehingga pengaruh adanya bendungan dianggap sangat kecil. 3.2.3. Identifikasi Model Temporal Hidrometeorologi Identifikasi model temporal hidrometeorologi didasarkan pada model Adaptive Neuro-Fuzzy Inference System (ANFIS) Sugeno. Menurut Zhu (2000) dan Shapiro (2002), ANFIS Sugeno merupakan model terbaik untuk analisis numerik dibanding model logika samar lainnya, karena dalam proses pembelajarannya (training) didasarkan pada upaya memperkecil nilai kesalahan dari outputnya. Model ANFIS tersebut merupakan sistem yang paling baik untuk mengekstrak model numerik dari data numerik. Hasil penelitian Riyanto et al. (2000) juga menunjukkan bahwa ANFIS Sugeno dapat menghasilkan prediksi yang lebih 22
akurat dibanding BPMP (Back Propagation Multilayer Perceptron) maupun Autoregresi. Hasil penelitian lainnya menunjukkan ANFIS dapat mengidentifikasi model curah hujan lebih akurat dibanding ARIMA (Ruminta, 2001). ANFIS Sugeno adalah tipe model perhitungan yang mengadopsi konsep jaringan neural biologis. Perhitungan ANFIS didasarkan pada proses pembelajaran (Jang, 1993). Jejaring model ANFIS Sugeno terbentuk dari sejumlah simpul (node) antar penghubung yang tersusun ke dalam lima lapisan yaitu satu lapisan input, tiga lapisan tersembunyi (hidden), dan satu lapisan output. Pada lapisan input tidak dilakukan perhitungan tetapi digunakan untuk mendistribusikan input ke dalam jejaring ANFIS. Dalam jejaring tersebut, informasi disampaikan melalui lapisan input kemudian masuk ke lapisan tersembunyi dan akhirnya sampai ke lapisan output. Aplikasi ANFIS terhadap data deret waktu komponen hidrometeorologi terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah training ANFIS yaitu menggambarkan data deret waktu dalam bentuk input dan output pada jejaring ANFIS untuk mendapatkan bobot simpul (node) antar penghubung dalam jejaring tersebut. Pada tahap training input digunakan oleh sistem ANFIS untuk menghasilkan output yang kemudian dibandingkan dengan data hasil observasi. Training ANFIS yang paling baik diperoleh jika RMSE (Root Mean Square Error) dan MAPE (Mean Absolute Percentage Error) mempunyai nilai paling kecil. Ketika tahap training telah selesai, ANFIS digunakan untuk tahapan testing data. Kelayakan model hasil indentifikasi ANFIS Sugeno diuji dengan menggunakan nilai χ2 yang dinyatakan oleh persamaan (11). Sementara itu tingkat ketelitian (precision) model atau kualitas model hasil identifikasi ANFIS dikaji menggunakan nilai E yang dinyatakan pada persamaan (12). Dalam analisis ANFIS Sugeno mulai dari masuknya input hingga mendapatkan output melibatkan bebarapa proses pada 5 lapisan (layer), yaitu lapisan 1, 2, 3, 4, dan 5 (Gambar III.2).
23
Parameter premis
A1
x
Π
Parameter kesimpulan w1
w1
N
w1*f1
A2 B1
y
B2
Π
N w2
Lapisan 1
Σ
x y w2*f2
w2
Lapisan 2
wi*fi
Lapisan 3
Lapisan 4
Lapisan 5
Gambar III.2. Arsitektur ANFIS Sugeno.
Pada lapisan ke-1, setiap simpul (node) ke-i merupakan simpul penyesuaian yang dinyatakan oleh persamaan berikut,
Q1,i = μAi ( x)
(1)
Q1,i = μBi ( y )
(2)
di mana x dan y adalah input pada simpul ke-i. Sedangkan Ai dan Bi adalah fungsi keanggotaan dari A atau B yang masingmasing dihitung oleh persamaan (3) dan (4), O1,i = μ A1 ( x) =
O1,i = μ B1 ( y ) =
1 ⎛ x − ci 1 + ⎜⎜ ⎝ ai 1
⎞ ⎟⎟ ⎠
⎛ y − ci 1 + ⎜⎜ ⎝ ai
⎞ ⎟⎟ ⎠
2 bi
2 bi
(3)
(4)
di mana {a, b, c} adalah parameter premis atau himpunanan logika samar. Pada lapisan ke-2, setiap simpul diberi tanda Π merupakan output antara dari semua signal yang datang dan dihitung oleh persamaan berikut (5).
O2,i = ωi = μ Ai ( x) × μ Bi ( y) 24
(5)
Pada lapisan ke-3, setiap simpul diberi tanda N merupakan output antara dari simpul ke-i dan sering disebut sebagai normalisasi dari kekuatan semua aturan. O
3 ,i
= ϖ
i
=
ω ω
1
i
+ ω
(6) 2
Pada lapisan ke-4, setiap simpul ke-i pada lapisan ini merupakan ‘simpul adaptif’ dan dinyatakan oleh persamaan (7),
O4,i = ϖ i f i = ϖ i ( pi x + qi y + ri )
(7)
di mana pi, qi, ri adalah parameter kesimpulan (consequent) dan ϖi adalah normalisasi kekuatan dari lapisan ke-3. Pada lapisan ke-5, setiap simpul diberi lambang Σ yang menghitung semua output antara menjadi output total sebagai somasi dari semua signal yang datang.
O5 = ∑ ϖ i f i = i
∑ ω i fi i
∑ωi i
=
ω 1 f1 + ω 2 f 2 ω1 + ω 2
(8)
O5 merupakan output dari model ANFIS Sugeno yang menggambarkan hubungan antara input dengan output pada komponen hidrometeorologi. Kelayakan model hasil identifikasi ANFIS diuji dengan menggunakan RMSE (Root Mean Square Error) dan MAPE (Mean Absolute Percetage Error) (Salehfar et al., 2000) yang dinyatakan oleh persamaan (9) dan (10),
1 N ' (Yt − Yt ) 2 ∑ N t =1
(9)
1 ⎡ N (Yt ' − Yt ) ⎤ ⎢∑ ⎥100% N ⎣ t =1 Yt ⎦
(10)
RMSE =
MAPE =
25
di mana Y’t adalah output model ANFIS; Yt adalah data hasil observasi; dan N adalah banyaknya data deret waktu yang dianalisis. Kelayakan model hasil indentifikasi ANFIS Sugeno juga dapat diuji dengan menggunakan nilai χ2 yang dinyatakan oleh persamaan (9). Model hidrometeorologi akan menjadi layak untuk dipergunakan menduga curah hujan dan debit sungai, jika nila χ2hitung ≤ χ2
tabel
pada taraf nyata dan derajat bebas
masing-masing α dan l-p, N
χ = N ( N + 2) ∑ 2
l =1
( ρ(e) i ) 2 (N − l)
(11)
di mana l adalah banyaknya lag autokorelasi ( biasanya l = N/4); ρ(e)i adalah autokorelasi galat pada lag ke-i; dan N adalah banyaknya data deret waktu yang dianalisis. Tingkat ketelitian model atau untuk mengevaluasi kualitas model hasil identifikasi ANFIS digunakan nilai presisi (E) seperti dinyatakan oleh persamaan 12,
σ c2 E =1− 2 σo
(12)
dimana σ o adalah variasi data observasi dan σ c adalah variasi perbedaan antara data hasil observasi dan data hasil output model. Prediksi curah hujan dan debit sungai dilakukan menggunakan model temopral hasil identifikasi ANFIS dari data numerik komponen hidrometeorologi yang telah diuji kelayakannya. Hasil prediksi curah hujan dan debit sungai tersebut diverifikasi dengan data hasil observasi.
Dalam prediksi komponen
hidrometeorologi tersebut dipergunakan persamaan 13,
26
Ft = O5 = ∑ϖ i f i i
∑ω f = ∑ω i
i
i
i
=
ω 1 f1 + ω 2 f 2 ω1 + ω 2
(13)
i
di mana Ft adalah output hasil prediksi; ϖ addalah nilai normalisasi (persamaan 6); dan f adalah himpunan logika samar.
Analisis ANFIS untuk mengidentifikasi model temporal curah hujan dan debit sungai menggunakan FIS Sugeno yang terdapat pada Software Mathlab. Dalam tahapan training dan testing analisis ANFIS tersebut menggunakan beberapa input yaitu variabel yang potensial untuk memperoleh satu output yaitu curah hujan atau debit sungai dengan menerapkan parameter ANFIS editor sebagai berikut : defusifikasi (defuzzyfication) tipe bobot rata-rata (weight average); jumlah fungsi keanggotaan 3 yaitu rendah, sedang, dan tinggi;
tipe fungsi keanggotaan
generalized bell; jumlah fungsi aturan (rule) 9; metode optimasi hybrid; dan
toleransi kesalahan (error tolerance) nol. Dalam iterasinya untuk memperkesil kesalahan (RMSE dan MAPE) selama tahapan training dan testing, analisis ANFIS menggunakan jumlah epoch 100 (Lampiran G).
27