BAB III DATA DAN METODOLOGI
3.1 Data
Daerah penelitian adalah Jawa Timur, terletak di Indonesia yang merupakan bagian dari pulau Jawa, posisi geografis terletak pada garis bujur antara 111,0o BT hingga 114,4o BT dan pada garis lintang 7,12o LS hingga 8,48o LS. Memiliki luas wilayah 47.157.72 km2. Batas geografi Jawa Timur antara lain, pada sebelah Utara dengan Laut Jawa, Propinsi Kalimantan Selatan, sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah Timur dengan Selat Bali/Propinsi Bali, dan sebelah Barat dengan Propinsi Jawa Tengah. Dari daerah penelitian ini dicari stasiun Meteorologi yang masih dapat diketahui posisi koordinat geografisnya. Sehingga didapatkan 39 stasiun Curah Hujan (Tabel 19 Lampiran) yang mencatat data curah hujan bulanan selama 24 tahun periode 1952-1976 dan 19 stasiun yang mencatat data evaporasi harian (Tabel 15 Lampiran) dari panci kelas A selama 14 tahun periode 1972-1986. Data diperoleh dari BMG Jakarta.
3.2 Metode Penelitian
Berdasarkan peta BAKOSURTANAL dan UGM pada tahun 1974 (Gambar 63 Lampiran), daerah Jawa timur memiliki sebaran tata guna lahan dengan curah hujan yang bernilai dari 1000 hingga 2000 mm pertahun. Berdasarkan data tersebut, pengolahan data pada tugas akhir ini dilakukan dengan studi kasus yang mengambil wilayah penelitian di Jawa Timur khususnya di daerah yang bercurah hujan tahunan lebih kecil dari 1500 mm per tahun. Sebagian terletak dibagian pesisir pantai utara dan sebagian kecil terletak di pesisir pantai
III-21
selatan dan timur, serta pesisir pantai pulau Madura. Berdasarkan klasifikasi Oldeman daerah tersebut termasuk zona D3 dan zona E. Fisiografi wilayah penelitian dicirikan oleh topografi yang lebih kecil dari 200 m diatas permukaan laut dan sebagian besar mempunyai elevasi lebih kecil dari 100 m diatas permukaan laut, dengan kemiringan lereng yang lebih kecil dari 15-30 persen. Jenis tanah utama di wilayah penelitian terdiri dari alluvial, mediteran, merah kering, regusl, litosal, dan latasal.
3.3 Karakteristik Wilayah
Intepretasi distribusi curah hujan dan evaporasi di olah menggunakan software arcGIS dengan metode interpolasi IDW, sehingga didapatkan sebaran pola bulanan (dari bulan Januari hingga Desember) dari data 39 stasiun curah hujan dan 19 stasiun evaporasi.
3.4 Metode Oldeman
Karakteristik kekeringan daerah curah hujan, diamati menggunakan metode Oldeman, yang sering kali digunakan pada pertanian untuk menentukan masa tanam di Indonesia, dari tabel 2 dan tabel 3 pada bab II. Oldeman membagi pewilayahan daerah hujan berdasarkan keberurutan bulan basah dan bulan kering di wilayah yang diamati, berdasarkan Oldeman skala 200 mm per bulan pada tanaman padi digunakan untuk membedakan bulan basah dan bulan kering, dengan asumsi bahwa bulan basah dengan curah hujan diatas 200 mm per bulan merupakan lahan yang cocok digunakan untuk pertanian tadah hujan di daerah kering. Untuk menentukan bulan basah / kering digunakan software microsoft exel, dan interpolasi daerah kering berdasarkan urutan bulan basah / bulan kering digunakan
III-22
teknik interpolasi IDW dalam software arcGIS, dengan selang-selang nilai yang disesuaikan secara manual berdasarkan urutan bulan kering / basah.
3.5 Metode Kluster
Metode Kluster merupakan metode yang digunakan untuk mengolah lebih lanjut data curah hujan dan evaporasi
baik musiman maupun bulanan, untuk
mengelompokkan wilayah pengamatan berdasarkan homogenitas data, dan lebih lanjut akan disesuaikan dengan fenomena meteorologi yang terjadi di daerah pengamatan. Pengolahan metode kluster, menggunakan software arcGIS, yang terlebih dahulu menciptakan file statistik IsoCluster berekstensi *.GSG, dari data bulanan dan musiman pada data curah hujan dan evaporasi, kemudian diolah menggunakan tools maksimum likelihood clasification yang melibatkan file statistik IsoCluster, untuk mendapatkan hasil spasialisasi kluster di Jawa timur dan Madura. Tabel 5. Hasil metode kluster dan oldeman pada setiap stasiun pengamatan curah hujan Cluster cluster 1 (6 st)
Cluster 2 (5 St)
Cluster 3 (10 St)
Stasiun CH
BK Oldeman
Puger
9
Gn. Sabrang IV
8
Gn. Sabrang
Cluster
Stasiun CH
BK Oldeman
Sumber Beras
8
Banyuwangi
11
8
Kalipuro
10
Kencong
8
Badjulmati
10
Grendeng Kapura
8
P.G. Asembagus
10
Gn. Sari
8
D.Praadjekan
8
Dander
8
Situboondo
9
Djenu
11
Pokaan
9
Tuban
9
Bungatan
9
Dasok
11
Mlandingan
9
Pademawu
11
Sumur (buluh)
12
Kendit
8
Keraton
9
Kamal
8
Wonolangan
9
Kwanyar
9
Tenggo
9
Sepulun
10
Batung-Batung
9
Tanjung Bumi
9
Dungkek
9
Cluster 4 (18 St)
III-23
Karang Binangan
9
Tamberu
9
Pasongsongan
8
Pembuten Timur
8
Gapura
9
Sumber Waru
12
Lanjutan Tabel 5
3.6 Metode Ketersediaan air
Menggunakan Metode Cocheme dan Franquin yaitu Curah Hujan dikurangi Evapotranspirasi (ETP). Data ETP didapatkan dari nilai Evaporasi harian dikali jumlah hari pada bulan pengamatan, sehingga didapatkan nilai ETP bulanan untuk tiap stasiun pengamatan. Data spasial ketersediaan air didapatkan dari spasialisasi olahan Curah Hujan dikurangi spasialisasi olahan ETP, 24 stasiun curah hujan dan 19 stasiun evaporasi pada setiap olahan di asumsikan sama, setelah melalui proses interpolasi IDW dalam arcGIS. Padi sebagai tanaman pertanian yang tumbuh optimal pada curah hujan sebesar 1600 mm permusim tanamnya, ingin diamati bagaimana pertumbuhannya di daerah dengan kategori kering berdasarkan metode oldeman dengan curah hujan kurang dari 200 mm pada zona E di Jawa timur.
3.6.1 Parameter Tanaman Padi
Yang dimaksud dalam parameter ini adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman padi berdasarkan nilai kc, yang merupakan koefisien pertumbuhan tanaman padi dari masa tanam hingga panen. Untuk tanaman padi nilai kc bervariasi berdasarkan periode pertumbuhannya (tabel 4 bab II), dalam penelitian ini diasumsikan semua spesies padi memiliki nilai koefisien pertumbuhan yang sama untuk setiap tahapnya, yaitu kc = 1,40.
III-24
3.6.2 Penentuan Masa Tanam Padi
Penentuan masa tanam pada tugas akhir ini didasarkan pada, jumlah kebutuhan air yang diperlukan tanaman pangan untuk memenuhi evapotranspirasi maksimalnya (ET), Adapun harga ET ditentukan dari persamaan berikut :
ET = kc.ETo dengan Eto sama dengan ETP, karena keterbatasan data yang dimiliki. Lebih lanjut Cocheme dan Franquin, menggunakan nilai CH, ETP, 0,5ETP, dan 0,1ETP untuk menentukan penentuan masa tanam. Berdasarkan metode cluster, didapatkan daerah-daerah kelompok stasiun yang homogen. Dan lebih lanjut metode Cocheme dan Franquin digunakan untuk analisa masa tanam dari hasil pengelompokan stasiun curah hujan dengan metode cluster.
III-25
3.7 Skema Kerja Penelitian
Secara singkat metodologi tugas akhir ini, di gambarkan dalam skema sebagai berikut :
Gambar 6. Langkah Kerja Tugas Akhir
III-26