III. METODELOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh, khususnya pada sumberdaya hutan, dan desa-desa sekitar hutan. Sebagai desa sampel ditentukan 11 desa, dan pada setiap kecamatan mewakili 1 desa, yaitu yang mewakili kondisi keseluruhan desa di sekitar kawasan hutan (berdasarkan arahan fungsi hutan). Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan penelitian ini selama 12 bulan untuk pengambilan data dilapangan dimulai dimulai dari Juni 2009 sampai dengan Juni 2010. Rincian desa-desa sampel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2, dan peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 2. Desa-Desa Lokasi Penelitian No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Desa Sampel Palok Kuta Panjang Tungel Tongra Pertik Akang Siwah Sangir Leupuh Gumpang Panosan Sepakat Perlak Kenyaran
Kecamatan Blangkejeren Kuta Panjang Rikit Gaib Terangun Pining Blang Pegayon Debun Gelang Putri Betung Blang Jerango Tripe Jaya Pantan Cuaca
3.2. Ruang Lingkup Penelitian a. Melakukan penilaian ekonomi sumberdaya hutan yang meliputi nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tidak langsung, nilai pilihan dan nilai non penggunaan. Nilai penggunaan langsung yang dinilai adalah; kayu, kayu bakar, pakan ternak, dan nilai wisata (rekreasi). langsung
meliputi;
nilai
hidrologi (air
Nilai penggunaan tidak
domestik/rumah tangga,
air
pertanian/sawah, dan air sebagai pembangkit listrik), nilai produksi (peladang), dan nilai serapan karbon. Sedangkan nilai pilihan yang dimaksud disini adalah manfaat potensial dari sumber daya hutan untuk kepentingan dimasa yang akan datang. Selanjutnya nilai non penggunaan yang dinilai adalah nilai keberadaan hutan Gayo lues.
28 b. Melakukan analisis persepsi masyarakat dalam kaitannya dengan keberadaan dan pengelolaan hutan Gayo Lues. c. Melakukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang dengan kewenangan pengelolaan hutan Gayo Lues. d. Melakukan survey dan wawancara terhadap masyarakat (masyarakat sekitar hutan), dan para pihak/stakeholders lainnya, yaitu pihak pemerintah provinsi Aceh dan Kabupaten Gayo Lues, lembaga non pemerintah, LSM, perguruan tinggi, pelaku ekonomi/pengusaha, pemerintah ditingkat desa dan tokoh masyarakat pada setiap desa sampel, yang didasarkan kepada beberapa aspek pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan hutan Gayo Lues. e. Melakukan analisis strategis faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam rangka menyusun arahan strategis program pengembangan pengelolaan hutan Gayo Lues. f. Merumuskan strategi pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues. 3.3. Data, Parameter dan Cara Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah berupa data-data primer dan data-data sekunder. Untuk setiap jenis data yang akan dikumpulkan disajikan pada Tabel 3. Selain itu juga dikumpulkan data-data keadaan umum wilayah penelitian, karakteristik sumberdaya hutan, dan karakteristik masyarakat di desa-desa yang wilayahnya berbatasan langsung dengan hutan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah; (1) wawancara secara mendalam (depth interview), metode ini diterapkan dengan penggunaan alat bantu berupa daftar pertanyaan. Pertanyaan dibuat dan disusun sebagai interview guide yang sifatnya fleksibel. (2) Wawancara berstruktur (structure interview), metode ini dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan (quesioner).
Daftar
pertanyaan disusun dengan mengkombinasikan pertanyaan-pertanyan yang bersifat tertutup dan terbuka, dan (3) pengamatan/pengukuran secara langsung di lapangan.
29 Tabel 3. Data dan Parameter No I.
Parameter
Data Primer
Data Sekunder
Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan 1.
Nilai Biomasa (NB) a. Kayu
•
Potensi kayu (m3)
• Jenis-jenis kayu yang diproduksi c. Kayu Bakar
• Volume kayu bakar yang dikumpulkan persatuan waktu • Waktu yang dicurahkan • Rata-rata konsumsi kayu bakar/kapita/hari
• Harga kayu masing-masing jenis di Pasaran (Rp/m3) • Upah buruh harian (Rp/jam) • Jumlah KK pemakai kayu bakar • Harga pasar kayu bakar
• Rata-rata komsumsi kayu bakar//hari untuk batu-bata d. Pakan Ternak
2.
Nilai Rekreasi (NR)
3.
• Jumlah pencari hijauan pakan ternak
• Upah buruh harian (Rp/jam)
• Volume hijauan pakan ternak yang dikumpulkan per satuan waktu (kg)
• Jumlah ternak pemakan hijauan pakan ternak
• Waktu yang dicurahkan (jam)
• Konsumsi hijauan pakan ternak kg/ekor/hari
• Biaya perjalanan masing-masing responden dari masing-masing zona
• Jumlah penduduk di masingmasing zona
• Jumlah pengunjung berdasarkan zona
Nilai Hidrologi (NH) a. Sektor rumah tangga
• Jumlah kebutuhan air (m3/hari). • Sumber air yang digunakan
• Jumlah KK yang kebutuhan airnya dari kawasan hutan
• Biaya pengadaan air b. Sektor pertanian
• Biaya pengadaan air (Rp/ha/tahun) • Produksi rata-rata (ton/ha/tahun)
• Konsumsi air masing-masing petani responden (m3/ha/tahun) • Luas Sawah yang diairi dari kawasan hutan • Karakteristik sumber dan aliran air yang ada dilokasi penelitian.
c. Air tenaga Listrik
• Kebutuhan solar/hari
• Harga solar/liter
• Kapasitas mesin • Daya yang dihasilkan
4.
Nilai Produksi (NP) a. Perladangan
• Luas garapan (ha)
• Luas areal perladangan (ha)
• Jenis komoditas dan produksi
• Harga-harga komoditas
• Biaya produksi (Rp) • Keadaan sosial ekonomi peladang • Potensi getah pinus (kg atau ton)
• Harga getah pinus (Rp/kg)
Nilai Kesejukan
•
• luas kawasan hutan
(NK)
• Biaya perawatan AC
b. Getah Pinus 5.
Biaya pengadaan 1 unit AC
30 Tabel lanjutan 6.
Nilai Serapan Karbon (NSK)
7.
Nilai Plestarian
• Potensi tanaman/pohon (jenis, diameter, dan tinggi pohon)
• Citra landsat tahun 1999 dan 2009
• Potensi serasah dan tanaman bawah
• Harga karbon (Rp/ton)
• Potensi karbon hutan Kab. Gayo Lues (mulai serasah, anakan, semak dan sampai tingkat pohon)
• Luas kawasan hutan
• WTP
• WTP
(NP) 8.
Nilai Pilihan (NPL)
• WTP
• WTP
9.
Nilai Keberadaan
• WTP
• WTP
(NK) II.
Persepsi Masyarakat
• Data hasil wawancara dan jawaban responden masyarakat terhadap beberapa aspek pertanyaan
III.
Analisis Kebijakan
• Peraturan Perundangan (UndangUndang, Perpres, Permenhut, dan Ingub/Pergub Aceh)
IV.
Analisis Strategis
• Data hasil wawancara dan jawaban dari masyarakat/para pihak
(SWOT) Pengelolaan SDH
• Data bobot dan rating
Gayio Lues
3.4. Pendugaan Nilai Ekonomi Total Hutan Gayo Lues Metode penghitungan nilai ekonomi hutan tergantung pada komponen nilai ekonomi yang akan dinilai. Untuk nilai ekonomi kayu, getah pinus, dan kayu bakar batu-bata digunakan metode langsung (berdasarkan harga pasar yang berlaku diwilayah penelitian).
Untuk nilai ekonomi air pembangkit listrik
digunakan metode kontingensi (solar sebagai barang pengganti). Sementara untuk nilai pilihan, nilai pelestarian dan nilai keberaradaan didekati berdasarkan kesediaan membayar (willingness to pay).
Sedangkan untuk nilai ekonomi
ekowisata digunakan travel cost method, dan nilai ekonomi peladang, nilai ekonomi air rumah tangga dan air pertanian, nilai ekonomi pakan ternak, dan nilai kayu bakar rumah tangga; digunakan metode kontingensi berdasarkan curahan waktu dan biaya pengadaan yang digunakan. Khusus untuk komponen-komponen nilai ekonomi yang tidak mempunyai harga pasar dilakukan pendekatan berdasarkan kesedian membayar dari para responden. Sebagai responden dalam
31 penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di desa-desa sekitar kawasan hutan Gayo Lues. Desa-desa sampel ditentukan secara purposive, sebagaimana tercantum pada Tabel 2, sedangkan pengambilan sampel responden dilakukan secara acak. Jumlah sampel (responden) adalah sebanyak 20 orang setiap desa. Selanjutnya sebagai populasi untuk masing-masing nilai ekonomi yang dihitung sebagai berikut ; a. Penentuan nilai kayu bakar, nilai hijauan pakan ternak, nilai air rumah tangga, nilai air untuk pertanian (sawah) adalah masyarakat desa yang wilayah desanya berbatasan dengan kawasan hutan. b. Untuk penentuan nilai perladangan, populasi yang digunakan adalah para peladang yang berladang di dalam kawasan hutan. c. Dalam penentuan nilai wisata (rekreasi), populasi yang digunakan adalah jumlah pengunjung yang masuk ke tempat rekreasi selama tahun 2009. d. Untuk nilai serapan karbon, dilakukan berdasarkan survey vegetasi dan potensi, dan analisis laboratorium (khusus untuk tumbuhan bawah dan serasah), sedangkan harga karbon yang digunakan dalam penghitungan nilai ekonomi karbon adalah berdasarkan harga/skema perdagangan karbon yang berlaku. e. Untuk nilai kayu adalah para pengusaha dan Dinas Kehutanan Gayo Lues, Untuk mendapatkan potensi kayu, dan getah pinus, diperoleh dari data sekunder yang ada pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gayo Lues. Sedangkan untuk menduga nilai dari kayu bakar, pakan ternak diambil masingmasing 20 responden setiap desa. Samnpel yang digunakan untuk menduga nilai air domestik (rumah tangga), sebanyak 20 responden/desa.
Mengingat tingkat pendapatan rumah
tangga masyarakat bervariasi, sehingga akan mempengaruhi dan menentukan tingkat konsumsi air, maka penentuan sampel dilakukan secara acak pada berbagai modus pengguna air.
Penentuan nilai ekonomi air untuk pertanian
(sawah), sampel yang digunakan 20 responden setiap desa. Selanjutnya untuk penentuan nilai kegiatan perladangan digunakan 20 responden (KK) setiap desa. Pendugaan
nilai
ekonomi
wisata
(rekreasi)
dilakukan
dengan
menggunakan data sekunder yang terdapat pada pengelola rekreasi, dan
32 melakukan wawancara dengan para guide. Setiap pengunjung dibedakan kedalam kelompok-kelompok berdasarkan zona-zona daerah asalnya. Selanjutnya supaya memiliki azas keterwakilan, dari masing-masing zona, maka dalam pengambilan contoh dilakukan secara terencana. Oleh karena itu untuk kemudahan dalam penentuan zona atau daerah asal setiap pengunjung, maka seluruh pengunjung pada saat pengambilan sampel dilakuan secara sensus.
Untuk setiap daerah
asalnya ditentukan sebanyak 5 – 15 orang responden. Penentuan nilai ekonomi hutan Gayo Lues yang meliputi total kesediaan membayar, biaya pengeluaran dan surplus konsumen didasarkan pada kesediaan untuk membayar dari konsumen untuk mengkonsumsi barang atau jasa yang diperoleh dari sumberdaya hutan. Penentuan nilai ekonomi perladangan, nilai air untuk kebutuhan rumah tangga, nilai air untuk pertanian, nilai pakan ternak, dan nilai kayu bakar untuk kebutuhan rumah tangga, dilakukan dengan menggunakan kurva permintaan Marshal yang tahapannya adalah sebagai berikut: a. Menentukan model (kurva) permintaan, yaitu meregresikan permintaan (Y) dengan harga (biaya pengadaan) dan faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya dengan model sebagai berikut: Y = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 +…...+ β nX n Dimana : Y X1 β 0,1,2…..n β 1,1,2,3....n X 2,3….n
= = = = =
permintaan atau konsumsi (satuan/kapita) harga atau biaya pengadaan (Rp/satuan) intersep koefisien regresi Peubah bebas/faktor sosial ekonomi
Penentuan model terbaik dilakukan dengan menggunakan metode “Stepwise regression” dengan perangkat lunak Minitab. b. Menentukan intersep baru β 0 ’ Fungsi permintaan dengan peubah bebas X 1 dalam keadaan faktor lain (X 2 , X 3 , ….., X n ) tetap.
Maka cara
penghitungannya adalah sebagai berikut: Y = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 +…...+ β n X n Y = (β 0 + β 2 X 2 +…...+ β n X n ) + β 1 X 1 Y = β0 ’ + β1 X 1 c. Menginversi persamaan fungsi asal sehingga X 1 menjadi peubah tak bebas dengan Y sebagai peubah bebas.
33
Y = β0 ’ + β1 X1
X1 =
d. Menduga rata-rata kesediaan membayar (utility) dengan menggunakan persamaan berikut :
Dimana : U = Rata-rata kesediaan membayar nilai ekonomis f (Y) = Fungsi permintaan a = Rata-rata jumlah produk yang dikonsumsi (Y) e. Menentukan nilai X 1 (harga barang/biaya pengadaan) pada saat Y dengan cara memsubstitusikan nilai Y pada persamaan :
X1 = f. Menentukan rata-rata nilai yang dikorbankan oleh konsumen dengan cara mengalikan X 1 (hasil langkah e) dengan Y. g. Penghitungan nilai total kesediaan membayar, surplus konsumen, dan harga yang dibayarkan dengan cara menggandakan nilai pada point (d) dengan pengganda untuk populasi. Selanjutnya nilai ekonomi hutan Gayo Lues yang dihitung dalam penelitian ini merupakan fungsi dari nilai penggunaan langsung (NPL) yaitu berupa nilai ekonomi biomassa (NB) meliputi; nilai kayu, nilai kayu bakar, nilai pakan ternak, nilai penggunaan tidak langsung (NPTL) meliputi; nilai rekreasi (NR), nilai hidrologi NH (air domestik/rumah tangga, air pertanian/sawah, dan air untuk pembangkit listrik), nilai produksi (NP) meliputi; nilai peladang, dan nilai karbon (NSK), dan nilai pilihan (NP L ), serta nilai keberadaan (NK) sumberdaya hutan.
Nilai ekonomi hutan Gayo Lues secara keseluruhan diformulasikan
sebagai berikut: NT = NPL + NPTL + NP L + NNP NT = NB + (NH + NP + NSK) + NP L + NK br Dimana : NT NPL NPTL NP L NNP NB
= = = = = =
Nilai totak sumberdaya hutan Nilai penggunaan lamgsung Nilai penggunaan tidak langsung Nilai pilihan Nilai non penggunaan Nilai biomasa
34 NH NP NSK NK br
= = = =
Nilai hidrologi Nilai produksi Nilai serapan karbon Nilai Keberadaan
3.4.1. Nilai Biomasa a.
Nilai ekonomi kayu Penentuan nilai ekonomi kayu didekati berdasarkan harga pasar di lokasi
penelitian, dan dikalikan dengan potensi kayu yang ada di hutan Gayo lues: NEK = PK x HK Dimana: NEK = Nilai ekonomi kayu PK = Potensi kayu HK = Harga kayu di pasaran. b. Nilai ekonomi kayu bakar 1) Nilai ekonomi kayu bakar rumah tangga Mengingat tidak terdapat harga pasar, maka untuk mengetahui nilai ekonomi kayu bakar dilakukan pendekatan dengan menggunakan metode kontingensi, yaitu berdasarkan pada curahan waktu yang digunakan untuk mengumpulkan kayu bakar dengan formula sebagai berikut: U Dimana: HKB Cwi PKB i U
= = = =
Harga kayu bakar Curahan waktu (jam) pencari ke i Jumlah kayu bakar yang dihasilkan pencari ke i Upah buruh harian (Rp/jam)
Dalam penggunaan metode kontingensi, kepada masyarakat (responden) akan ditanyakan jumlah maksimum uang yang bersedia dibayarkan untuk mendapatkan jumlah volume tertentu kayu bakar.
Untuk mendapatkan harga
maksimum dilakukan dengan cara tawar menawar. Total nilai ekonomi kayu bakar didasarkan pada konsumsi kayu bakar per kapita, sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk di lokasi penelitian yang kayu bakarnya bersumber dari kawasan hutan. Dalam hal ini digunakan rumus sebagai berikut : NKB = RNKB x P
35
Dimana : NKB = Nilai kayu bakar (meliputi total kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan dan surplus konsumen) RNKB = Rata-rata nilai kayu bakar (Rp/kapita/tahun) P = Jumlah penduduk yang kayu bakarnya bersumber dari kawasan hutan. Untuk menemukan presentasi jumlah penduduk desa yang menggunakan kayu bakar yang bersumber dari kawasan hutan dilakukan sampling penduduk desa contoh secara acak dengan intensitas sampling 1 %. 2) Nilai ekonomi kayu bakar batu bata Penentuan nilai ekonomi kayu bakar untuk kebutuhan industri batu bata didekati berdasarkan harga pasar di lokasi penelitian dan dikalikan dengan potensi kebutuhan kayu bakar yang digunakan untuk industri batu bata. 3.4.2. Nilai pakan ternak Penentuan harga hijauan pakan ternak diduga melalui pendekatan biaya pengganti berdasarkan curahan waktu yang dipergunakan untuk mengumpulkan hijauan pakan ternak tersebut.
Penentuan harga berdasarkan curahan waktu
menggunakan formula sebagai berikut: U Dimana: HPT i = Harga hijauan pakan ternak = biaya pengadaan oleh rumah tangga ke i (Rp/satuan) CWi = Curahan waktu (jam) pencari ke i VPT i = Volume hijauan pakan ternak yang dihasilkan pencari ke i U = Upah buruh harian (Rp/jam) Dalam penggunaan metode kontingensi, kepada masyarakat (responden) akan ditanyakan jumlah maksimum uang (Rp) yang bersedia dibayarkan untuk mendapatkan jumlah satuan tertentu (volume dan berat) pakan yang diberikan kepada ternaknya (dikonsumsi).
Harga maksimum dicapai melalui tawar
menawar. Total nilai ekonomi hijauan pakan ternak didasarkan pada konsumsi pakan (kg atau m3) per ekor ternak per tahun, sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah ternak setara kambing/domba dewasa di lokasi penelitian yang pakannya bersumber dari kawasan hutan, dengan rumus sebagai berikut :
36 NPT = RNPT x P Dimana : NPT = Nilai pakan ternak (meliputi total kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan dan surplus konsumen) RNPT= Rata-rata nilai pakan ternak (Rp/ekor/tahun) P = Jumlah ternak (setara kambing/domba dewasa) yang pakannya bersumber dari kawasan hutan. Untuk menemukan presentasi jumlah penduduk desa yang memanfaatkan pakan ternak yang bersumber dari kawasan hutan dilakukan sampling penduduk desa contoh secara acak dengan intensitas sampling 1 %. 3.4.3. Nilai Rekreasi Penentuan nilai wisata (rekreasi) diduga dengan menggunakan pendekatan biaya perjalanan (travel cost method) yang meliputi biaya transportasi pulang pergi dari tempat tinggalnya ke tempat rekreasi, dan seluruh pengeluaran untuk tujuan wisata selama dalam perjalanan dan di dalam tempat rekreasi. Untuk mengetahui kurva permintaan, dibuat model permintaan yang merupakan hubungan antara jumlah kunjungan per 1000 penduduk daerah asal (zona) pengunjung dengan biaya perjalanan. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan fungsi permintaan sama dengan uraian sebelumnya. a. Menentukan model (kurva) permintaan, yaitu meregresikan permintaan (Y) dalam hal ini kunjungan per 1000 penduduk dari masing-masing zona dengan biaya perjalanan (X1) dan variabel soial lainnya. Y = β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 +…...+ β nX n Dimana : Y X1 β 0,1,2…..n β 1,1,2,3....n X 2,3….n
= = = = =
jumlah kunjungan per 1000 penduduk biaya perjalanan rata-rata intersep koefisien regresi Peubah bebas/faktor sosial ekonomi
Jumlah kunjungan per 1000 penduduk per tahun dihitung dengan formula sebagai berikut:
37 Dimana : JK1000i = jumlah kunjungan per seribu penduduk per tahun dari zona i JS i = jumlah sampel pengunjung yang tersensus dari zona i JS r = jumlah total sampel yang disensus JP TNGL = jumlah kunjungan ke TNGL JP i = jumlah penduduk zona i b. Menentukan intersep baru β 0 ’ fungsi permintaan dengan peubah bebas lain (X 2 , X 3 , ….., X n) tetap. Maka cara penghitungannya adalah sebagai berikut: Y Y Y
= β 0 + β 1 X 1 + β 2 X 2 +…...+ β n X n = (β 0 + β 2 X 2 +…...+ β n X n ) + β 1 X 1 = β0 ’ + β1 X 1
c. Menginversi persamaan fungsi asal sehingga X 1 menjadi peubah tak bebas dengan Y sebagai peubah bebas. Y = β0 ’ + β1 X1
X1 =
d. Menduga rata-rata total biaya perjalanan per 1000 penduduk dari seluruh zona dengan menggunakan persamaan berikut :
Dimana : U = rata-rata kesediaan membayar nilai ekonomis f (Y) = fungsi permintaan a = rata-rata jumlah produk yang dikonsumsi (Y) e. Menentukan nilai X 1 (biaya perjalanan) pada saat Y rata-rata dengan cara memsubstitusikan nilai Y rata-rata pada persamaan :
X1 = f. Menentukan rata-rata nilai yang dikeluarkan untuk biaya perjalanan dengan cara mengalikan X 1 rata-rata (hasil langkah e) dengan Y rata-rata. g. Menentukan surplus konsumen per 1000 penduduk, yaitu Surplus Konsumen = Total Kesediaan Membayar - Nilai yang dibayarkan h. Penentuan total nilai ekonomi wisata (rekreasi), penentuan total kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan dan surplus konsumen wisatawan yang berkunjung ke tempat rekreasi dengan mengkonversi nilai tersebut dengan
38 total jumlah penduduk diseluruh zona pengunjung, ditentukan berdasarkan formula sebagai berikut:
Dimana: TNW
= Total Nilai Ekonomi Wisata
3.4.4. Nilai Hidrologi a. Nilai air rumah tangga (NA rt ) Konsumsi air rumah tangga (domestik) meliputi air untuk kebutuhan minum dan memasak, air untuk mandi dan mencuci, serta air untuk kakus. Harga air rumah tangga didasarkan pada pendekatan biaya pengadaan, yaitu korbanan yang harus dikeluarkan, untuk dapat mengkonsumsi/menggunakan air tersebut. Untuk menentukan harga air berdasarkan pendekatan biaya pengadaan digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana: HA rt = Harga/biaya pengadaan air responden ke I (Rp/satuan) BPA rt = Biaya pengadaan air rumah tangga ke I K rt = Jumlah kebutuhan air rumah tangga ke I Total nilai ekonomi air rumah tangga didasarkan pada konsumsi air domestik per kapita, sehingga pengganda yang digunakan adalah jumlah penduduk di lokasi penelitian yang air rumah tangganya bersumber dari kawasan hutan. Untuk menentukan total nilai penggunaan air rumah tangga digunakan rumus sebagai berikut: NA rt = RNA rt x P Dimana: NA rt RNArt P
= Nilai air rumah tangga (meliputi total kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan, dan surplus konsumen) = Rata-rata nilai air rumah tangga (Rp/kapita/tahun) = Jumlah penduduk di sekitar kawasan hutan
b. Nilai air pertanian Areal pertanian yang dihitung nilai airnya adalah sawah-sawah yang sumber airnya berasal dari dan merupakan fungsi dari keberadaan sumberdaya
39 hutan (bukan sawah tadah hujan).
Penentuan harga air dilakukan dengan
pendekatan biaya pengadaan. Penentuan harga berdasarkan pendekatan biaya pengadaan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana: HAPi = Harga/biaya pengadaan air sawah responden ke i (Rp/ha/tahun) Bpi = Biaya untuk mengalirkan air sawah responden ke i (Rp/tahun) Li = Luas sawah yang diairi responden ke i (ha) Total nilai ekonomi air pertanian didasarkan pada luas panen (ha/tahun) sehingga pengganda yang digunakan adalah luas panen sawah per tahun yang airnya bersumber dari kawasan hutan. Untuk menentukan total nilai penggunaan air pertanian digunakan rumus sebagai berikut: NA p = RNA p x LS Dimana: NA p
= Nilai air pertanian (meliputi total kesediaan membayar, nilai yang dibayarkan dan surplus konsumen) RNA p = Rata-rata nilai air pertanian (Rp/ha/tahun) LS = Luas sawah di sekitar kawasan hutan yang sumber airnya dari kawasan hutan.
c. Nilai air pembangkit listrik Penentuan nilai ekonomi air untuk pembangkit tenaga listrik didasarkan pada analisis biaya dan manfaat dengan metode biaya pengganti yaitu biaya yang harus dikorbankan untuk pengadaan solar sebagai pengganti jasa air yang digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik, dalam hal ini untuk mendapatkan nilai air tersebut digunakan rumus sebagai berikut: NEAL = BL x JKK Dimana: NEAL BL JKK
= Nilai ekonomi air listrik = Biaya untuk memperoleh listrik (Rp/KK) = Jumlah KK
3.4.5. Nilai Perladangan Untuk penentuan nilai ekonomi dari kegiatan perladangan, didekati berdasarkan biaya pengadaan/pengolahan lahan, dengan formula sebagai berikut:
40
Dimana: HLi = Harga lahan bagi resonden ke i (Rp/ha) BPi = Biaya pengadaan/pengolahan lahan oleh responden ke i (Rp/tahun) Li = Luas lahan garapan responden ke i (ha/tahun) Selanjutnya sebagai angka pengganda yang digunakan dalam penentuan nilai ekonomi perladangan adalah luas lahan perladangan yang terdapat dalam kawasan hutan Gayo Lues. 3.4.6. Nilai Ekonomi Getah Pinus Nilai ekonomi getah pinus didekati berdasarkan pendekatan langsung, yaitu melalui harga pasar yang berlaku di wilayah penelitian. Dalam penelitian ini data potensi pohon pinus/ha, dan potensi getah pinus diperoleh berdasarkan data yang terdapat pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Gayo Lues. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut: NGP = Vgp x Hgp Dimana: NGP Vgp Hgp
= Nilai Getah Pinus (Rp/kg) = Volume getah pinus yang diproduksi (kg) = harga getah pinus diwilayah penelitian (Rp/kg)
3.4.7. Nilai Ekonomi Karbon Untuk mengetahui nilai ekonomi karbon dari hutan Gayo Lues terlebih dahulu harus diketahui biomasa dan potensi karbon yang terdapat pada sumberdya hutan tersebut. Biomassa di atas permukaan tanah dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan metode tidak langsung (non destruktif) dan metode langsung (destruktif). Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi pohon yang berdiameter≥ 2 cm, sedangkan untuk menduga biomassa serasah dan tumbuhan bawah menggunakan metode destruktif.
Pengukuran
biomassa tingkat pohon, tumbuhan bawah dan serasah dilakukan berdasarkan tipe tutupan lahan (hutan primer, hutan sekunder, hutan pinus, hutan rakyat dan semak belukar). Jumlah sampel plot untuk masing-masing jenis tutupan lahan adalah 20 plot contoh.
41 Proses pengukuran biomasa dilakukan berdasarkan pool sebagai berikut: a. Biomassa Pohon Pohon yang diukur disini adalah pohon yang berdiameter > 30 cm pada ketinggian 1,3 meter dengan metode non destruktif. Peubah yang diukur adalah jenis pohon, jumlah jenis, diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi pohon. Plot contoh berukuran 20 m x 20 m (400 m2). b. Biomassa Pancang, dan Tiang Pancang dan tiang yang diukur adalah tanaman yang berdiameter 2 – 30 cm. Peubah yang diukur adalah jenis pohon, jumlah jenis, diameter, dan tinggi pohon. Plot contoh berukuran 10 m x 10 m (100 m2). c. Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah Pendugaan biomasa tumbuhan bawah, dan serasah dilakukan dengan penggunaan metode secara langsung (destruktif), yaitu dengan cara mengambil secara langsung tumbuhan bawah, dan serasah pada petak ukur berukuran 1 m x 1 m yang ditempatkan dalam PCP di setiap lokasi penelitian. Petak ukur tersebut ditempatkan di dalam PCP sebanyak 4 tempat secara sistematik. Semua vegetasi tumbuhan bawah, dan serasah yang ada dalam petak ukur 1 m x 1 m tersebut diambil dan ditimbang untuk mendapatkan berat basah.
Dari bobot basah total tersebut kemudian dibawa ke
Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, untuk dikering ovenkan pada suhu 800C selama 48 jam, untuk memperoleh berat kering, dan selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan biomassanya. d. Biomassa Kayu Mati/Necromas Kayu mati yang diukur dibedakan ke dalam dua jenis yaitu kayu mati yang masih berdiri dan kayu mati yang sudah rebah. Diameter kayu mati yang diambil > 10 cm. Plot pengukuran kayu mati sebesar 25 x 10 m atau sama dengan ukuran pohon. Pengolahan dan analisis data vegetasi hasil pengukuran lapang dilakukan estimasi biomassa pohon (kg/pohon) dengan menggunakan persamaan allometrik seperti tertera pada Tabel 4.
42 Tabel 4. Persamaan Allometrik Estimasi Biomassa Pohon Estimasi Biomasa pohon, Jenis pohon kg/pohon Pohon bercabang BK = 0,11ρ D2,62 Sengon BK = 0,0272 D2,831 Pinus BK = 0,0417 D2,6576 *=Dalam Hairiah K, dan Rahayu S, (2007)
Sumber Ketterings, 2001* Sugiharto, 2002* Waterloo, 1995*
Dimana :
B = biomassa pohon (Kg/pohon) D = Diameter pohon setinggi dada (1,3 m) ρ = BJ Kayu (gr/cm3) Penentuan besarnya kandungan karbon vegetasi di atas permukaan tanah
diduga dengan menggunakan rumus Brown (1997), dimana 50 % dari kandungan biomassa vegetasi hutan tersusun atas karbon. Berikut rumus persamaan untuk menentukan besarnya kandungan karbon vegetasi di atas permukaan tanah : Karbon kayu = 50 % x B
Dimana : B = biomassa vegetasi hutan (Kg/ha)
Penentuan nilai karbon dalam penelitian ini difokuskan berdasarkan
tutupan lahan (hutan primer, hutan sekunder, hutan pinus, hutan rakyat dan semak belukar), dan berdasarkan arahan fungsi hutan (Taman Nasional Gunung Leuser, hutan lindung, hutan produksi, dan areal penggunaan lain). Untuk memperoleh potensi karbon pada setiap tutupan lahan, dimana potensi karbon/ha pada setiap tutupan lahan dikalikan dengan luas lahan setiap tutupan lahan tersebut. Kemudian nilai ekonomi karbon untuk masing-masing tutupan lahan didapatkan dengan cara mengkonversi potensi
karbon tersebut menjadi CO2 equivalen.
Selanjutnya potensi CO2 equivalen digandakan dengan harga karbon (Rp/ton). 3.4.8. Nilai Pelestarian Nilai ekonomi pelestarian dari ekositem hutan Gayo Lues, berupa flora, fauna, plasma nutfah, dan komponen-komponen lainnya, ditentukan berdasarkan pendekatan kesediaan membayar (willingness to pay) dari masyarakat untuk membiayai upaya pelestarian sumberdaya hutan Gayo Lues, dengan formula sebagai berikut :
43 Dimana: NP el JP
= Nilai pelestarian sumberdaya hutan = Jumlah penduduk dalam wilayah penelitian
3.4.9. Nilai Pilihan Nilai pilihan adalah kesediaan seseorang membayar untuk menjaga atau melindungi nilai/manfaat potensial dari sumberdaya hutan untuk kepentingan pemanfaatan masa depan. Penentuan nilai potensial dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Dimana: NP il = Nilai pilihan sumberdaya hutan JP = Jumlah penduduk dalam wilayah penelitian.
3.4.10. Nilai Keberadaan Nilai keberadaan merupakan kesediaan membayar untuk menjaga keberadaan sumberdaya hutan atas manfaat spiritual, estetika dan kultural.. Penentuan nilai keberadaan dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Dimana: NK eb = Nilai keberadaan sumberdaya hutan JP = Jumlah penduduk dalam wilayah penelitian
3.5. Analisis Kebijakan dan Kelembagaan Kebijakan yang dianalisis dalam penelitian ini berupa peraturan perundang-undangan (Undang-undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Kehutanan, serta Peraturan dan Instruksi Gubernur Aceh yang terkait dengan keberadaan dan pengelolaan hutan Gayo Lues). Analisis kebijakan ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis isi (content analysis) (Bungin, 2007), yaitu suatu teknik analisis untuk mendapatkan deskripsi hubungan antara isi teks produk kebijakan dengan pelaksanaan pengelolaan hutan di lapangan. Dengan
44 analisis ini akan diperoleh gambaran mengenai permasalahan terkait dengan kewenangan pengelolaan huta Gayo Lues. 3.6. Analisis Persepsi Untuk
mengetahui persepsi masyarakat
dalam kaitannya dengan
keberadaan dan pengelolaan hutan Gayo Lues, kepada para responden diajukan beberapa pertanyaan seperti tertera pada Tabel 5. Tabel 5. Pertanyaan kepada Responden/Masyarakat No Pertanyaan 1. Manfaat sumberdaya hutan bagi masyarakat 2. Pentingnya melestarikan sumberdaya hutan 3. Pemberdayaan/penyuluhan kepada masyarakat 4. Larangan perambahan dan pengambilan sumberdaya alam dari hutan 5. Pentingnya kejelasan batas kawasan hutan 6. Pengetahuan tentang peraturan perundang-undangan 7. Pengelolaan sumberdaya hutan oleh pihak lain Selanjutnya berdasarkan jawababan responden tersebut diberi peringkat dengan menggunakan “Skala Likert”. Setiap responden diminta untuk menilai terhadap pertanyataan yang diajukan dengan kemungkinan jawaban seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Peringkat Skala Likert dan Nilai Skor Persepsi No 1 2 3 4 5 Sumber :
Peringkat Skala Likert Sangat setuju Setuju Ragu-ragu Tidak setuju Sangat tidak setuju Singarimbun dan Effendi 1987.
Nilai Skor 5 4 3 2 1
Selanjutnya seluruh jawaban responden skornya dirata-ratakan, sehingga diperoleh rata-rata persepsi masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Rata-rata jawaban responden tersebut dikelompokkan ke dalam tiga kategori “Skala Likert”, yaitu kategori persepsi tinggi (Skala Likert 4,00 – 5,00), persepsi sedang (Skala Likert 3,00 – 3,99), dan persepsi rendah (Skala Likert 1,00 – 2,99).
45 3.7. Analisis Strategis Analisis strategis pengeloaan hutan Gayo Lues (pengelolaan hutan alam campuran, pengelolaan hutan pinus, pengelolaan hutan kemiri rakyat, dan pengembangan ekowisata) dilakukan analisis SWOT, yang mengacu pada Marimin (2004), dan Rangkuti (2008). Penentuan bobot dan rating dari setiap variabel faktor internal dan eksternal berdasarkan masukan dari responden. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah mewakili dari instansi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, pelaku ekonomi, dan tokoh masyarakat. Secara keseluruhan jumlah responden 44 orang. Rincian lembaga dan jumlah responden untuk setiap lembaga disajikan pada Lampiran 2. Analisis faktor strategis meliputi analisis faktor internal dan analisis faktor eksternal. Untuk analisis faktor internal digunakan matrik faktor strategi internal (IFAS = internal strategic factors analysis summary), sedangkan untuk analisis faktor eksternal digunakan matrik faktor strategi eksternal (EFAS = external strategic factors analysis summary).
Setelah faktor-faktor strategi internal
(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) pengelolaan hutan Gayo Lues teridentifikasi, selanjutnya disusun suatu tabel matrik IFAS dan EFAS untuk merumuskan faktor-faktor strategi internal dan eksternal tersebut, dan tahapan penyusunannya adalah sebagai berikut: a. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan sumberdaya hutan Gayo Lues. b. Penentuan peringkat masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan sumberdaya hutan berdasarkan pendapat responden, dengan skala 1 – 4 (pengaruh kecil – sedang – besar – sangat besar). c. Memberikan bobot dan rating dari masing-masing variabel faktor-faktor tersebut berdasarkan masukan dan pendapat dari responden/stakeholder dengan menggunakan AHP dan skala Likert.
Skala ini dimulai dari 1,0
(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap posisi strategis pengelolaan sumberdaya hutan. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total yaitu 1.
46 d. Nilai pengaruh setiap variabel strategis peluang dan ancaman (eksternal), dan variabel kekuatan dan kelemahan (internal) ditentukan dengan mengalikan nilai bobot dengan nilai rating dari masing-masing variabel tersebut. e. Berdasarkan data poin (d), kemudian disusun diagram dan matrik SWOT, untuk menentukan arahan strategi pengelolaan hutan Gayo Lues.