III. LANDASAN TEORITIS 3.1. Konsep Pengembangan Kawasan Zen (1999) menyatakan, pengembangan dalam arti development merupakan “kemampuan yang ditentukan oleh apa yang dapat dilakukan, apa yang mereka miliki guna meningkatkan kualitas hidupnya dan orang lain”. Pengembangan harus diartikan sebagai keinginan untuk memperoleh perbaikan dan kemampuan menyelesaikannya. Masalah dasar pengembangan adalah motivasi dan pengetahuan lebih tampak dari pada masalah kekayaan. Konsep dasar pengembangan wilayah/kawasan merupakan usaha memadukan secara harmonis sumber daya alam, manusia dan teknologi dengan memperhatikan daya tampung lingkungan itu sendiri yang disebut dengan memberdayakan masyarakat, seperti disajikan pada Gambar 3.
Sumber daya Manusia LH
LH
Pengembangan Wilayah
Sumber daya Alam
Teknologi LH
Keterangan: LH : Lingkungan Hidup Gambar 3. Hubungan antara pengembangan wilayah, sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi (Zen, 1999). Secara
garis
besar
terdapat
empat
konsep
kovensional
tentang
pengembangan wilayah menurut Alkadri et al. (2001), yaitu: 1) pengembangan wilayah berbasis sumber daya, yaitu pengembangan berdasarkan kualitas dan kuantitas sumber daya yang dipunyai sebuah wilayah, 2) pengembangan wilayah berbasis komoditi unggulan, yaitu merupakan konsep pengembangan yang menekankan motor penggerak pembangunan suatu wilayah pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, 3) pengembangan wilayah berbasis efisiensi, yaitu konsep penekanan pengembangan wilayah melalui pembangunan ekonomi yang porsinya
lebih besar dibanding bidang-bidang lainnya, dan 4) pengembangan wilayah menurut pelaku pembangunan, yaitu pengembangan wilayah yang mengedepankan peranan setiap pelaku pembangunan ekonomi, seperti pelaku usaha kecil/rumah tangga, usaha lembaga sosial, lembaga non keuangan, lembaga keuangan dan pemerintah. Selain dari empat konsep pengembangan wilayah konvensional di atas, terdapat konsep pengembangan kawasan agribisnis modern. Menurut Gumbira-Sa’id dan Burhanuddin (1996) konsep pengembangan kawasan agribisnis modern harus memiliki ciri sustainability yang ditinjau dari semua aspek sudut pandang. Agar resisten dari segala gangguan alam dan manusia dan terhindar dari kerusakan sumber daya alam, di dalam konsep pengembangan kawasan harus memperhatikan wawasan lingkungan. Untuk mencapai kesinambungan diperlukan pendekatan resource-base yang merupakan kekuatan pengembangan kawasan agribisnis modern. Pembangunan yang dilaksanakan pada konsep pengembangan kawasan agribisnis di samping menyangkut infrastruktur, juga membangun manusia dengan pendekatan yang seimbang dan mempunyai keterkaitan yang harmonis antara pendekatan topdown dan bottom-up, sehingga memberikan efek ganda. Pendekatan yang berasal dari bawah adalah dengan memobilisasi unggulan-unggulan lokal yang menyentuh harga diri dan membangun rasa percaya diri secara psikososial. Pendekatan ini diupayakan secara optimal untuk mengubah siklus tantangan dan unggulan-unggulan komparatif yang terpendam menjadi kawasan agribisnis yang modern. Pembangunan prasarana umum yang dilaksanakan pemerintah dapat menarik kalangan swasta berpartisipasi dalam mengembangkan kawasan tersebut yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dengan memilih dengan tepat sumber-sumber dan faktorfaktor yang memiliki potensi yang kuat (influencing factors). 3.2. Analisis Faktor Lingkungan Analisis lingkungan dalam konsep membangun model perencanaan strategis penting sekali dilakukan. Purnomo dan Zulkieflimansyah (1999) menyatakan bahwa analisis lingkungan dilakukan karena terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan yang berada di luar (eksternal) dan di dalam (internal) suatu organisasi/ perusahaan yang mempengaruhi kemajuan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lingkungan eksternal merupakan segala kekuatan yang berada di luar organisasi/perusahaan, yang mana pengaruh perusahaan tidak ada sama sekali. Pengaruh lingkungan eksternal organisasi/perusahaan tersebut sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dalam suatu industri. Lingkungan eksternal terdiri dari lingkungan
umum dan lingkungan industri. Lingkungan umum merupakan lingkungan eksternal suatu organisasi yang ruang lingkupnya luas. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan umum adalah 1) faktor ekonomi, 2) faktor sosial, 3) faktor politik dan hukum, dan 4) faktor teknologi. Sedangkan lingkungan internal merupakan hasil analisis dari nilai atau identifikasi segala faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi. Internal suatu organisasi/perusahaan merupakan kumpulan dari berbagai macam sumber daya, kapabilitas dan kompetensi yang dapat digunakan untuk membentuk posisi pasar tertentu. Analisis lingkungan internal mencakup analisis sumber daya, kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki dan mampu memanfaatkan peluang dengan cara efektif yang secara bersama mampu mengatasi ancaman. 3.3. Analisis SWOT Analisis matriks Strength-Weakness-Opportunity-Threat (SWOT) merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi perusahaan/organisasi. Rangkuti (2000) menyatakan bahwa penggunaan analisis SWOT dimulai dengan mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yang berasal dari internal dan eksternal perusahaan/organisasi. Alat analisis untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan/organisasi menggunakan matriks SWOT dapat menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman dari luar yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Matriks tersebut menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategis, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO, dan strategi WT. 3.4. Metoda Fuzzy - AHP Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu alat bantu dalam proses pengambilan keputusan. AHP sangat cocok untuk digunakan pada masalah-masalah yang kompleks dan tidak terstruktur. Penilaian dalam AHP dilakukan terhadap relatif pentingnya suatu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya dengan meminta pendapat pakar (ahli) pada bidang yang diteliti. Kelebihan AHP adalah sederhana dan tidak banyak menggunakan asumsi. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam AHP meliputi penyusunan hirarki, prinsip penentuan prioritas serta prinsip konsistensi logis (Saaty, 1991).
Penggabungan metoda Fuzzy dengan AHP dapat digunakan pada tahap input, yaitu dalam penilaian agar memudahkan pakar untuk melakukan pebandingan komparatif secara kualitatif. Pada tahap input sama seperti metoda AHP, dimulai mengidentifikasi sistem dengan menyusun kriteria-kriteria di setiap level hirarki, namun penilaian setiap kriteria menggunakan label Fuzzy (skala linguistik), sebagai berikut: 1. Mutlak Penting (Absolute Importance) 2. Sangat Jelas Lebih Penting (Very Strong Importance) 3. Jelas Lebih Penting (Strong Importance) 4. Sedikit Lebih Penting (Weak Importance) 5. Sama Penting (Equal Importance) Global priority alternatif keputusan dapat diperoleh dengan melakukan systhesis di setiap alternatif local priority. Bobot yang menunjukkan local priority alternatif strategi setiap pakar digabungkan dengan menghitung rata-rata terbobot dalam fuzzy computation. Dengan menggunakan fungsi keanggotaan Triangular Fuzzy Number (TFN), pemrosesan bilangan fuzzy dilakukan secara matematika fuzzy sesuai dengan metoda representasinya. Analisis AHP dilakukan untuk menentukan prioritas dari beberapa alternatif sesuai dengan faktor-faktor penyusun hirarkinya dan tujuan yang ingin dicapai atau diprioritaskan dalam pengambilan keputusan untuk jangka waktu yang akan datang (Saaty, 1991). Pada analisa metoda AHP, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan, sebagai berikut: a. Identifikasi sistem: proses untuk menemukan pokok permasalahan yang akan diselesaikan, menentukan tujuan yang ingin dicapai, kriteria-kriteria yang akan digunakan dalam menentukan pilihan alternatif-alternatif yang akan dipilih. b. Penyusunan
hirarki
dengan
melakukan
abstraksi antara komponen dan
dampak-dampaknya pada sistem. Bentuk abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling berkaitan, tersusun dari puncak atau sasaran utama (goal) turun ke sub-sub level di bawahnya sebagai syarat penentu, kemudian turun lagi ke level berikutnya, misalnya pelaku (aktor) yang memberi dorongan level tujuan dari yang ingin dicapai pelaku. Pada level terakhir misalnya level kebijakan-kebijakan atau alternatif strategi. Penyusunan atas struktur keputusan secara hirarki dilakukan adalah untuk menggambarkan elemen sistem atas beberapa alternatif keputusan yang teridentifikasi. c. Penyusunan matriks pendapat individu untuk setiap elemen hirarki dilakukan melalui perbandingan berpasangan, yaitu perbandingan setiap elemen sistem
dengan elemen lainnya pada setiap tingkat hirarki secara berpasangan sehingga di dapat nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat kualitatif. d. Penilaian dengan metoda Fuzzy-AHP dapat menggunakan skala dengan label linguistik, misalnya dapat menggunakan Triangular Fuzzy Number (TFN), yaitu suatu nilai dengan menetapkan selang batas bawah, batas tengah dan batas atas, misalnya untuk nilai Mutlak penting/Absolute importance, batas selang batas bawah, batas tengah dan batas atas adalah (7, 9, 9), Sangat jelas lebih penting/Very strong importance (5, 7, 9), Jelas lebih penting/Strong importance (3, 5, 7), Sedikit lebih penting/Weak importance (1, 3, 5), dan untuk Sama penting/Equal importance (1/3, 1, 3). Kebalikannya, untuk nilai selang Sedikit lebih penting/Weak importance (1/5, 1/3, 1), Jelas lebih penting/Strong importance (1/7, 1/5, 1/3), Sangat jelas lebih penting/Very strong importance (1/9, 1/7, 1/5), dan Mutlak penting/Absolute importance (1/9, 1/9, 1/7) untuk mengkuantifikasi pendapat kualitatif tersebut. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Fungsi keanggotaan, penilaian dan perhitungan prioritas global/gabungan secara fuzzy (TFN) menurut Marimin (2002) disajikan pada Gambar 4. μA (x) 1
.5
α1
0
α2
α3
x
Gambar 4. Triangular fuzzy number (TFN) A = (α1, α2, α3) e. Nilai-nilai
perbandingan
yang
telah
dilakukan
haruslah
diperoleh
tingkat
konsistensinya, misalnya bila dalam melakukan perbandingan, hasil yang di dapat A > B dan B > C, maka secara logis seharusnya A > C. Untuk menghitung tingkat konsistensi analisa AHP digunakan rumus consistency ratio.
f.
Penyusunan matriks gabungan. Setelah consistency ratio memenuhi, dilakukan penyusunan matriks gabungan responden. Selanjutnya dilakukan pengolahan vertikal dan menentukan vektor prioritas sistem. Formula-formula yang digunakan dalam metoda Fuzzy-AHP sama seperti pada
analisa AHP (Saaty, 1991), yaitu sebagai berikut.
•
Perhitungan vektor eigen untuk perkalian baris menggunakan rumus: =
VEi
dimana: = VEi n = i = = aij •
...………......... (1)
n
π
n
j = 1
a
ij
Vektor eigen baris ke i, Jumlah elemen, 1, 2, …, n, Elemen untuk baris ke i lalu ke j.
Perhitungan vektor prioritas, menggunakan rumus: =
VPi
...................…. (2)
VEi n
∑
VEi
k = 1
dimana: = Vektor prioritas baris ke i, VPi •
Penentuan vektor antara (VA ) dan nilai eigen VB, menggunakan rumus: VAi = aij x VPi = (baris) =
VBi
........................ (3)
VAi VPi
........................ (4)
dimana = Vektor antara baris ke i, VAi VBi = nilai eigen •
Perhitungan nilai eigen maksimum n
λ
=
maks
∑ VBi i =1
.............…….. (5)
n
dimana: λ maks = Nilai eigen maksimum, •
Perhitungan indeks konsistensi untuk mengetahui jawaban berpengaruh kepada kesahihan hasil, menggunakan rumus: CI
=
λ
− maks n − 1
n
yang
akan
....................... (6)
dimana: CI = Consistency Index, •
Untuk mengetahui CI menggunakan rumus: CI RI
=
CR
≤
10
dengan
besaran
tertentu
cukup
baik
atau
tidak
………............ (7)
%
dimana: CR = Consistency Ratio, RI = Random Consistency Index. Formula matriks gabungan pendapat, yaitu: •
G
ij
=
n
m
π
j =1
a (k )
………………………….…. (8)
ij
i, j = 1, 2, 3, 4, … n Tahapan metoda AHP dalam flow chart dijelaskan pada Gambar 5. Identifikasi Sistem
Penyusunan Hirarki
Pengisian Matriks Pendapat Individu
Tidak Revisi Pendapat
CR Konsisten (Memenuhi)? Ya Penyusunan Matriks Gabungan
Pengolahan Vertikal
Penghitungan Vektor Prioritas Sistem
Gambar 5. Tahapan-tahapan AHP (Saaty, 1991)
Susunan hirarki pada analisis AHP dapat menggunakan level fokus, aktor/pelaku, prinsip, kriteria, dan level strategi kebijakan, seperti disajikan pada Gambar 6.
Fokus
Aktor (Pelaku 2)
Aktor (Pelaku 1)
Prinsip 1
Kriteria 1
Aktor (Pelaku 3)
Aktor (Pelaku 4)
Prinsip 2
Kriteria 2
Kriteria 1
Kriteria 2
Strategi 1
Prinsip 3
Kriteria 3
Kriteria 1
Strategi 2
Kriteria 2
Kriteria 3
Strategi 3
Gambar 6. Tingkatan hirarki AHP (Saaty, 1991) 3.5. Metoda Perbandingan Eksponensial Metoda Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metoda untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak yang membantu dalam pengambilan keputusan dalam rancang bangun suatu model yang telah terdefinisi dengan baik di setiap prosesnya. Metoda Perbandingan Eksponensial dapat digunakan dalam pemilihan produk agroindustri. Menurut Marimin (2004), penggunaan MPE dapat menghasilkan nilai alternatif dengan perbedaan yang lebih kontras dari alternatif keputusan yang sulit dibedakan. Metoda ini mempunyai keuntungan untuk mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor urutan prioritas menjadi besar dan mengakibatkan urutan prioritas alternatif keputusan akan lebih nyata. Tahap kegiatan yang dilakukan dalam Metoda Perbandingan Eksponensial adalah sebagai berikut. 1. Menyusun semua alternatif keputusan yang dipilih, 2. Tentukan kriteria-kriteria penting dalam pengambilan keputusan, 3. Lakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, 4. Lakukan penghitungan skor atau nilai total setiap alternatif,
5. Tentukan urutan prioritas keputusan di dasarkan pada skor atau nilai total masingmasing alternatif. Formulasi perhitungan skor untuk setiap alternatif dilakukan sebagai berikut (Marimin, 2004).
(TN 1) = ∑ (RK ij ) m
Total
nilai
TKKj
.....…..……………….………… (9)
j =1
dimana: = Total nilai alternatif ke-1 TN1 RK ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i, TKK j = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat, n = jumlah pilihan keputusan, m = jumlah kriteria keputusan. 3.6. Metoda Faktor Peringkat Perencanaan lokasi agroindustri yang akan dibangun dilakukan peninjauan ke lokasi yang akan dipilih dengan memperhatikan faktor-faktor yang terukur diantaranya adalah jarak dari lokasi ke sumber bahan baku, sumber-sumber yang diperlukan untuk pelaksanaan sistem operasional, dan kondisi lingkungan yang dapat menunjang efektivitas, efisiensi dan kelancaran sistem operasional. Dalam penilaian, semua faktor yang dianggap penting dinilai untuk masing-masing lokasi. Secara garis besar, terdapat beberapa metoda pemilihan lokasi (plant-site), yaitu: berdasarkan penilaian hasil (values), perbandingan biaya (cost comparison), produktivitas tenaga kerja, analisis pulang pokok (BEP-Location Method), metoda median sederhana (centre of grafity method), model transportasi dan metoda faktor peringkat (factor-rating method) (Tampubolon, 2004). Metoda Faktor Peringkat (factor-rating method) dalam pemilihan suatu lokasi tergantung pada rating tertinggi yang menjadi pilihan. Semua faktor yang diidentifikasi dan dianggap penting dinilai untuk masing-masing lokasi. Penentuan lokasi dengan Metoda Faktor Peringkat (Factor-Rating Method) digunakan dalam perencanaan pengembangan agroindustri sapi potong. Langkah-langkah metoda pemeringkat faktor ini (Ma’arif dan Tanjung, 2003) sebagai berikut: (1) menilai peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi objek dengan membuat urutan berdasarkan urutan tingkat kepentingan setiap parameter terhadap variabel yang dianalisa. Urutan tertinggi adalah angka 1, kemudian 2, dan seterusnya,
(2) menilai skala faktor-faktor yang mempengaruhi objek dengan membubuhkan nomor 1 (sangat rendah) sampai dengan nomor 5 (sangat tinggi). 3.7. Metoda Prediksi Kelayakan pasar dilakukan dengan mengukur permintaan dari produk yang akan dihasilkan dan memprediksinya untuk waktu yang akan datang. Analisa permintaan produk mengunakan pendekatan sisi permintaan (demand) Nitisemito dan Burhan (1995). Metoda prediksi menggunakan prosedur PROC FORECAST (Sitepu dan Sinaga, 2006). PROC FORECAST adalah prosedur ekstrapolasi yang praktis dan efisien dalam meramalkan nilai variabel tertentu. Prosedur PROC FORECAST menggunakan tiga metoda untuk menghasilkan nilai-nilai prediksi, yaitu metoda STEPAR (Stepwise Autoregressive Method), metoda EXPO (Exponential Smoothing Method), dan metoda WINTERS (Winters Exponentially Smoothed Trend-Seasonal Method). Metoda-metoda tersebut menggunakan dua pendekatan dasar, yaitu pendekatan kecenderungan waktu dan time series. 3.7.1. Pendekatan sisi Permintaan (demand) Menaksir
besarnya
permintaan
total
suatu
produk
dilakukan
dengan
menggunakan pendekatan dari sisi permintaan (demand) pertama-tama adalah dengan mencoba menaksir permintaan per kapita terhadap suatu produk, kemudian mengalikannya dengan jumlah konsumen yang membutuhkan produk tersebut (Nitisemito dan Burhan, 1995). Jumlah kebutuhan seorang konsumen akan suatu barang/produk dalam satuan waktu, dapat digunakan standar yang telah ditetapkan instansi/institusi terkait atau dilakukan dengan penaksiran melalui percobaan dan penelitian. Setelah mengetahui jumlah kebutuhan konsumen akan produk, maka perlu diketahui jumlah konsumen yang menggunakan produk tersebut. Dengan demikian, dapat dihitung jumlah permintaan total per satuan waktu tertentu, sebagai berikut.
Permintaan total
=
Jumlah konsumen pengguna produk
X
Kebutuhan/ konsumsi per kapita
.…… (10)
3.7.2. Pendekatan Kecenderungan Waktu Menurut Sitepu dan Sinaga (2006) persamaan untuk kecenderungan linear menggunakan pendekatan kecenderungan waktu dengan asumsi terdapat pola deterministik antara waktu adalah sebagai berikut:
Xt = b0 + b1t + et
…………………. (11)
dimana: Xt = nilai-nilai yang dihasilkan menurut persamaan, b0= rata-rata series, t = waktu (term), et = error term dengan rata-rata nol dan bebas terhadap waktu. 3.7.2. Metoda Time Series Metode time series diasumsikan bahwa nilai masa depan adalah adalah fungsi linear dari nilai masa lampau. Model ini disebut dengan model autoregressive dengan persamaan (Sitepu dan Sinaga, 2006) berikut: Xt = a0 + a1xt-1 + a2xt-2 + ... + apxt-p + et
…………………. (12)
dimana: Xt = nilai-nilai yang dihasilkan, ai = koefisien ke i, disebut juga dengan autoregressive parameter, xt-1 = nilai-nilai yang dihasilkan pada periode sebelumnya, et = error term. 3.8. Analisis Titik Impas Penentuan perencanaan kapasitas sering melibatkan penggunaan dana dalam jumlah besar. Oleh karena itu, dalam analisis suatu nilai investasi perlu mendapat perhatian. Perencanaan kapasitas/kuantitas dengan pencapaian produk minimum agar tidak merugikan agroindustri dapat dipergunakan “analisis titik impas” (break event point/BEP analysis) (Tampubolon, 2004). Perencanaan kapasitas dengan model titik impas/pulang pokok digunakan dengan menentukan jumlah output (baik nilai maupun fisik) yang harus dihasilkan, agar perusahaan tidak rugi. Analisis perencanaan kapasitas/kuantitas produk dapat menggunakan formula-formula berikut: a. Titik impas (BEP) •
Formula BEP untuk memproduksi satu jenis produk P x Q = Fc + (Vc + Q)
•
…………………………….……………………….….. (13)
Formula BEP memproduksi multi produk
BEP ( Rp ) =
Fc ………………………………..……..…….. (14) Vc ⎡ ⎤ ∑ ⎢⎣(1 − Pi )(Wi ) ⎥⎦
dimana: P = Harga produk per unit Q = Kuantitas yang dihasilkan Fc = Biaya tetap total Vc = Biaya variabel per unit
P W i
= Price/unit = % produk dari total = Unit produk
b. Kuantitas atau kapasitas untuk mencapai titik impas (BEP)
Q=
Fc P − Vc
………………………………………………………………..….. (15)
c. Estimasi kapasitas/kuantitas produk berdasarkan laba yang dinginkan
Q=
Fc+ Laba yang diinginkan …………………………………..………... (16) P− Vc
d. Estimasi kapasitas dikaitkan dengan faktor pajak dan laba yang diinginkan
Laba yang diinginkan 1 − Tingkat pajak Q= P − Vc
…………………………………..……….. (17)
3.9. Metoda Fuzzy - Semi Numerik Metoda gugus fuzzy digunakan untuk menentukan besaran setiap alternatif sumber pembiayaan dalam mengembangkan agroindustri. Metoda gugus fuzzy tersebut merupakan metoda yang menggunakan semi numerik. Adapun langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. a. Penentuan alternatif dan kriteria. Penentuan alternatif kriteria digunakan adalah faktor-faktor sebagai alternatif dan kriteria yang mempengaruhi besarnya alternatif penilaian. b.
Penetapan label linguistik. Penetapan label linguistik preferensi fuzzy, preferensi multi person dari suatu kriteria diberikan dengan penilaian skala ordinal.
c.
Memilih pakar untuk penilaian. Pakar yang dipilih untuk melakukan penilaian setiap alternatif berdasarkan kriteria terhadap faktor-faktor mempengaruhi.
d. Menentukan bobot masing-masing kriteria. Menghitung bobot masing-masing kriteria. Langkah-langkah metoda ini: (1) menilai peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi objek dengan membuat urutan berdasarkan urutan tingkat kepentingan setiap parameter terhadap variabel yang dianalisa. Urutan tertinggi adalah angka 1, kemudian 2, dan seterusnya, (2) menilai skala faktor-faktor yang mempengaruhi objek dengan membubuhkan nomor 1 (sangat rendah) sampai dengan nomor 5 (sangat tinggi). e. Menentukan rata-rata terbobot (fuzzy computation). Rata-rata terbobot dalam fuzzy computation dihitung dengan mencari sensor agregasi pakar/responden.
f.
Defuzzification. Proses pengembalian bilangan fuzzy ke ekspresi natural dapat digunakan lebih lanjut Centre of Grafity (CoG).
3.10. Metoda Fuzzy - Non Numerik Metoda Fuzzy Multi Expert – Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM) digunakan
untuk
mempelajari
tingkat
komitmen
stakeholders
dan
evaluasi
perencanaan dalam mengembangkan agroindustri. Metoda ME-MCDM fuzzy – Non Numerik merupakan metoda analisis tidak menggunakan nilai angka (non numerik). Terdapat empat langkah dalam menyelesaikan analisis dengan metoda ME-MCDM fuzzy – Non Numerik, yaitu sebagai berikut. 3.10.1. Negasi Tingkat Kepentingan Kriteria. Penentuan Negasi Tingkat Kepentingan Kriteria digunakan rumus (Yager, 1993) sebagai berikut: Neg (Wak) = Wq – k + 1
……………………………….…………………… (18)
dimana: k: Indeks; q: Jumlah skala 3.10.2. Perhitungan Nilai Alternatif Pakar Metoda pengolahan data menggunakan teknik Fuzzy Group Decision Making sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Yager (1993) dengan menghitung setiap skor alternatif ke i untuk setiap pengambilan keputusan ke-j (Vij) pada semua kriteria (ak). Rumus yang digunakan adalah; Vij = min [Neg (Wak) v Vij(ak)] dimana: Vij Wak Neg (Wak) Vij (ak) k
………………………..……..…..…… (19)
= Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j = Bobot kriteria ke-k = W q-k+1 = Nilai alternatif ke-i oleh pakar ke-j pada kriteria ke-k = 1,2,3,…
3.10.3. Penentukan Bobot Faktor Nilai: Penenentukan bobot faktor nilai pengambilan keputusan digunakan formula berikut (Yager, 1993).
Q(k) = Int [ 1 + k* (q-1)/r] dimana: Q(k) r k q
…………………………….......………. (20)
= Bobot untuk pakar ke-k = Jumlah pakar = 1,2,3… = Jumlah skala penilaian
3.10.4. Penentuan Nilai Gabungan Pentuan nilai gabungan menggunakan metoda OWA (Ordered Weight Average) dengan rumus (Yager, 1993). Vi = f(Vj) = Max [ Qj Λ bj ]
……………………………….…………… (21)
dimana: Vi = nilai total alternatif ke-i, Qj = bobot nilai pakar ke-j, bJ = urutan dari skor alternatif kecil ke-i yang ke besar oleh pakar ke-j. 3.11. Konsep Penyelesaian Konflik Sistem peradilan melalui jalur pengadilan atau mahkamah peradilan yang bersifat prosedural maupun substansif yang mengikuti azaz hukum selalu memberikan solusi hukum pemenang atau kalah (win-lose). Mekanisme peradilan tersebut tidak sesuai dengan penyelesaian konflik dengan tujuan win-win solution. Oleh karena itu, salah satu metoda penyelesaian konflik yang paling banyak dipakai adalah melalui cara kompromi (Winardi, 1994). Penyelesaian perselisihan dengan cara kompromi dan di luar jalur prosedur hukum pengadilan biasanya lebih cepat dan tidak banyak mengeluarkan biaya, karena diselesaikan melalui perundingan dengan berbagai pihak (stakeholders) yang berselisih untuk mencapai suatu kesepakatan yang saling tidak merugikan. Melalui kompromi, pihak yang menengahi mencoba menyelesaikan konflik dengan jalan menghimbau pihak yang berkonflik untuk mengurbankan sasaran-sasaran tertentu, guna mencapai sasaran-sararan lain. Kompromi digunakan juga untuk resolusi perselisihan berbagai pihak yang merasa frustrasi atau mengambil sikap bermusuhan, berakhir relatif seimbang yang mengandung unsur komitmen (kesediaan) dan kepercayaan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Pada pelaksanaan kompromi, perlu adanya suatu itikad baik dan unsur kesukarelaan untuk menyelesaikan persoalan perselisihan di luar pengadilan. Hasil kesepakatan atau mufakat harus dinyatakan secara tertulis yang mengikat dan bersifat final dari pihak yang berkepentingan. Masing-masing pihak tunduk dan taat pada
peraturan yang berlaku serta disyahkan oleh Pengadilan Negeri. Untuk menyelesaikan perbedaan kepentingan, pihak yang berkepentingan membutuhkan persyaratan, yaitu 1) kedua belah pihak (pihak yang berselisih) yang tidak sejalan, harus mematuhi dan tunduk pada peraturan kesepakatan, 2) pihak industri bersedia memberikan sebagian keuntungan usaha untuk memberikan kompensasi, dan 3) masyarakat tidak bertindak sewenang-wenang dan bersedia menerima kesepakatan tersebut. Konflik agraria yang sering terjadi di Sumatera Barat antara beberapa perusahaan (investor) dan komonitas lokal terhadap tanah ulayat perlu penyelesaian melalui mekanisme resolusi konflik di luar pengadilan dan pengakuan resmi dari pemerintah (Afrizal, 2007). Berdasarkan skala prioritas melalui pendekatan FuzzyAnalytical Hierarchy Process (Fuzzy-AHP) digunakan sebagai langkah awal resolusi konflik yang dapat terjadi dimasa yang akan datang. Penilaian dilakukan terhadap relatif pentingnya suatu komponen resolusi konflik dibandingkan dengan komponen resolusi lainnya. Penilaian didasarkan kepada pendapat pakar (ahli). Hirarki pada tingkat 1. fokus, tingkat 2. faktor penentu, tingkat 3. aktor/pelaku (kelembagaan), dan tingkat 4. alternatif penyelesaian (resolusi) konflik disajikan pada Gambar 7. Fokus
Penyelesaian (resolusi) Konflik
Faktor Penentu 1
Faktor Penentu 2
Aktor/ Pelaku 1
Aktor/ Pelaku 2
Resolusi 1
Resolusi 2
Faktor Penentu 3
Aktor/ Pelaku 3
Resolusi 3
Faktor Penentu 4
Faktor Penentu 5
Faktor Penentu 6
Aktor/ Pelaku 4
Aktor/ Pelaku 5
Aktor/ Pelaku 6
Resolusi 4
Resolusi 5
Resolusi 6
Gambar 7. Hirarki prioritas penyelesaian konflik (Saaty, 1991) Nilai kesepakatan yang didapat berdasarkan nilai aset yang dimanfaatkan, disepakati antara pemegang hak dan pengguna sebagai modal investasi dalam persentase. Nilai tersebut dijadikan dasar untuk pemberdayaan masyarakat sebagai modal usaha.
Penggunaan tanah atau lahan sebagai lokasi pengembangan agroindustri sapi potong dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pemilik atau pemengang hak ulayat sebagai pemilik modal sebesar nilai lahan yang digunakan sesuai kesepakatan. Nilai kesepakatan yang didapat berdasarkan pada pembagian hak dan kewajiban masingmasing pihak yang terkait, harus didudukkan secara adil. Penggunaan aset (tanah atau lahan) untuk tujuan komersil, baik yang dilakukan oleh masyarakat sendiri maupun oleh pihak lain memerlukan kejelasan secara kelembagaan sebagai pelaku (aktor). 3.12.
Konsep Evaluasi Model Perencanaan Evaluasi (pengendalian) merupakan tahapan terakhir dalam suatu model
perencanaan dari manajemen strategis. Suatu gagasan (model) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan suatu gagasan dapat diteruskan (diterima) atau ditolak (diteruskan). Evaluasi dapat dilaksanakan sebelum, pada waktu atau setelah selesainya suatu program, proyek atau kegiatan. Proses evaluasi menurut Hunger dan Wheelen (2001) membandingkan kinerja dengan hasil yang ingin dicapai dan memberikan umpan balik yang diperlukan untuk mengevaluasi hasil-hasil yang diperoleh, bila perlu dilakukan tindakan perbaikan. Proses evaluasi dan pengendalian disajikan pada Gambar 8. Tidak Ditentukan apa yang akan diukur
Ditetapkan standar-standar yang digunakan
Diukur kinerja
Diambil tindakan perbaikan
Kinerja sesuai/ layak ? Ya Berhenti
Gambar 8. Proses evaluasi dan pengendalian (Hunger dan Wheelen, 2001) Model langkah-langkah umpan balik dalam proses evaluasi dan pengendalian seperti yang dinyatakan Hungger dan Wheelen (2001) adalah 1) menentukan apa yang diukur, 2) menetapkan standar kinerja, 3) mengukur kinerja aktual, 4) membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, dan 5) mengambil tindakan perbaikan. Pemilihan indikator yang tepat untuk diukur merupakan hal yang sangat penting dalam memulai pemantauan yang efektif terhadap para pemanfaat dalam
rangka evaluasi. Menurut Casley dan Kumar (1991) indikator-indikator tersebut mengukur prestasi fisik, perilaku, dan menganjurkan tingkah laku yang menentukan apakah pembangunan agroindustri akan menghadapi permintaan yang semakin meningkat atau menjadi semakin tidak relevan bagi pengguna. Indikator yang diperoleh ditentukan dalam suatu ukuran satuan (kuantitatif) yang menjadi standar ukuran, kemudian
menjadi
patokan
dalam
melihat realisasinya pada periode
tertentu. Sehubungan dengan perencanaan pengembangan agroindustri, evaluasi dalam
suatu
kegiatan
pengembangan
atau
pembangunan
digunakan
untuk
mengevaluasi sejauh mana keberhasilan/realisasi suatu program atau kegiatan dari rencana strategi yang telah ditetapkan. David (2002) menyatakan bahwa evaluasi merupakan serangkaian kegiatan yang mengkaji ulang dasar-dasar strategi dalam rangka membandingkan rencana kemajuan pencapaian sasaran terhadap kenyataan melalui kegiatan pengukuran prestasi kerja dan bila perlu melakukan tindakan perbaikan terhadap perbedaan yang signifikan terjadi. 3.13. Metoda Kelayakan Ekonomi Faktor-faktor kelayakan ekonomis maupun finansial dapat dijadikan sebagai indikator kelayakan dari model evaluasi pengembangan agroindustri sapi potong yang dibangun. Aspek ekonomis dalam evaluasi, melihat manfaat dan biaya terhadap perekonomian secara keseluruhannya. Manfaat (benefits) diklasifikasikan ke dalam direct benefits (manfaat langsung), indirect benefits (manfaat tidak langsung), dan intangible benefits (manfaat tidak kentara). Manfaat langsung, seperti kenaikan nilai hasil produksi dengan meningkatnya jumlah produksi atau meningkatnya mutu produk atau terjadinya penurunan biaya. Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang ditimbulkan
secara
tidak
langsung
yang
merupakan
multiplier
effects
dari
pembangunan agroindustri dan manfaat tidak kentara adalah manfaat yang sukar diukur dengan uang, misalnya manfaat dalam perbaikan lingkungan hidup, berkurangnya pengangguran, peningkatan ketahanan nasional. Biaya diklasifikasikan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung merupakan semua pengeluaran langsung untuk keperluan pengembangan pembangunan agroindustri, spserti biaya investasi, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak langsung merupakan biaya yang tidak kentara, seperti terjadinya polusi udara, bising, dan perubahan nilai-nilai (norma) dalam masyarakat dalam pembangunan agroindustri. Manfaat tidak langsung, manfaat tidak kentara, dan
biaya tidak langsung penilaiannya dilakukan oleh pakar menggunakan kaedah dan pendekatan metoda Fuzzy. 3.14. Metoda Kelayakan Finansial Kriteria-kriteria yang digunakan untuk evaluasi kelayakan investasi (finansial) pembangunan agroindustri sapi potong antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Ratio (Net B/C), Pay Back Period (PBP). 3.14.1. Net Present Value (NPV) NPV merupakan selisih nilai dari nilai investasi sekarang dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (Gray et al., 1992), persamaannya:
n
Rk - Ck
NPV = ∑
---------(1+i)
k=0 i
……..…………..…………….. (22)
k
dimana: = Revenue tahun ke-k Rk = Biaya-biaya tahun ke-k Ck = Tingkat suku bunga (discount rate) n = Umur proyek
Perhitungan nilai sekarang diperoleh dengan terlebih dahulu menentukan tingkat bunga yang dianggap relevan. Tingkat bunga memiliki pengaruh terhadap arus kas perusahaan (Haming dan Basalamah, 2003). Apabila nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar dari pada nilai investasi sekarang, maka proyek tersebut menguntungkan sehingga dinyatakan layak, begitu pula sebaliknya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa suatu proyek layak untuk dilaksanakan apabila memiliki Net Present Value positif. 3.14.2. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Suatu proyek layak untuk dilaksanakan apabila memiliki nilai IRR lebih tinggi dari nilai faktor diskonto, lazimnya diambil tingkat suku bunga deposito yang diberikan perbankan. Dengan demikian suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila memiliki IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga deposito bank umum. Rumus menentukan besarnya IRR sebagai berikut (Simarmata, 1984).
IRR
NPV2 = r2 + -------------------------- (r2 - r1) NPV1 - NPV2 dimana:
r1
……………………….. (23)
= Tingkat suku bunga, dimana NPV positif
r2
= Tingkat suku bunga, dimana NPV negatif
3.14.3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) Net B/C Ratio adalah perbandingan antara present value total dari benefit bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih itu bersifat positif terhadap present value total dari biaya bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih bersifat negatif. Analisa ini dilakukan dengan membandingkan arus kas masuk dengan arus kas keluar. Dikatakan layak apabila proyek memiliki Net Benefit Cost Ratio lebih besar dari 1. Sebaliknya jika Net B/C < 1, maka proyek/usaha tersebut tidak layak dikembangkan. Gray et al. (1992) menyatakan rumus yang digunakan di dalam menentukan kriteria Net B/C Ratio dapat dilihat sebagai berikut:
n (Bt - Ct) ∑ ----------- { untuk (B1 - C1) > 0 } t = 0 ( 1 + i )t Net B/C = ------------------------------------------n (Bt - Ct) ∑ ----------- { untuk (B1 - C1) < 0} t = 0 ( 1 + i )t
…………………. (24)
3.14.4. Pay Back Period (PBP) Periode pengembalian atau Pay Back Period adalah waktu yang diperlukan berapa lama modal yang ditanam dalam proyek dapat kembali (Sutojo, 2002). Hasil perhitungan ini juga dapat menggambarkan lamanya waktu agar dana yang telah diinvestasikan dapat dikembalikan. Satuan yang digunakan biasanya dalam tahun atau bulan.