III. KONDISI UMUM KAWASAN WISATA DANAU TOBA 3.1. Kondisi Geografi dan Administrasi Lokasi penelitian terletak pada sebuah sub DAS yaitu sub DAS Naborsahon yang berada di dalam daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba. Secara geografis Sub DAS Naborsahon berada pada 2o32’-2o 40” sampai 2o69’00” LU dan 98o56’99o04” sampai 98o92’-99o04” BT. Luas wilayah sub DAS Naborsahon 10330.7 ha mengalir sungai Naborsahon, Simarata, Sihora-hora, Sera-sera, Sigilang dan beberapa alur/parit yang bermuara ke Danau Toba. Panjang sungai utama sepanjang 17.150 m atau 17.15 Km. Secara administrasi sub DAS Naborsahon berbatasan dengan Kecamatan Pematang Sidamanik di sebelah utara, Kecamatan Hatonduhan di sebelah timur, Desa Sionggang Selatan Kecamatan lumban Julu di sebelah selatan, dan Danau Toba disebelah barat. Desa dan kelurahan yang terdapat di dalam sub DAS Naborsahon ada 12 desa, yaitu: 1. Di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, yaitu Desa Sibaganding, Desa Sipangan Bolon, Desa Girsang, Kelurahan Parapat dan Kelurahan Tigaraja. 2. Di Kecamatan Ajibata, yaitu Desa Motung, Desa Pardamean Ajibata, Desa Pardamean Sibisa, Desa Pardamuan Ajibata, Desa Parsaoran Ajibata, Desa Horsik dan Desa Sigapiton. Dari 12 desa yang ada, maka yang terpilih sebagai lokasi lokasi penelitian adalah Desa Sipangan Bolon, Desa Girsang, Kelurahan Parapat, Kelurahan Tigaraja dan Pardamean Ajibata. 3.2. Kondisi Ekologis Danau Toba terletak di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia dan tercatat sebagai danau air tawar terbesar di Asia Tenggara dan salah satu danau yang terdalam di dunia (lebih dari 500 m). Kawasan Danau Toba terletak di sisi utara Bukit Barisan, Sumatera Utara. Danau ini memanjang dari utara sampai keselatan, dengan panjang 100 km dan lebar tidak lebih dari 30 km dan di tengahnya terdapat pulau Samosir. Permukaan air Danau Toba berada 904 m dpl dengan total area sekitar 110,260 ha, dikelilingi oleh Gunung Piso-piso (di sebelah utara) dan
Gunung Pusuk Buhit (disebelah barat). Wilayah Danau Toba sering mengalami gempa karena terletak disepanjang patahan Sumatera (Sumatra Plate). DTA Danau Toba dikelilingi oleh wilayah perbukitan dengan luas 43% dan wilayah pegunungan seluas 30%. Selang suhu minimum berkisar 16.5 dan suhu maksimum 29° C dan kelembaban relatif 85%. Kondisi topografi yang berada pada ketinggian 906 - 1800 m dpl didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kelerengan lapangan dari datar (kemiringan lahan 0 - 8%), landai (kemiringan lahan 8 – 15%), agak curam (kemiringan lahan 15 - 25%), curam (kemiringan lahan 25 - 45%), sangat curam sampai dengan terjal (kemiringan lahan > 45%). Daerah yang datar meliputi lebih kurang 27,2 % dari total DTA, daerah yang landai 30,6 %, daerah yang agak curam 24,0 %, daerah curam 16,5 % dan daerah yang sangat curam sampai terjal lebih kurang 1,7 % dari total DTA (LTEMP 2004). Berdasarkan data suhu dan iklim dari stasiun Geofisika Parapat Kabupaten Simalungun diketahui bahwa rata-rata curah hujan tahunan dari tahun 1997–2006 di kawasan ini berkisar antara 1.839 sampai dengan 2.569 mm/tahun. Puncak musim hujan terjadi pada bulan September-Desember dengan curah hujan antara 197 – 276 mm/bulan. Sedangkan puncak musim kemarau terjadi selama bulan Mei-Juli dengan curah hujan berkisar antara 120 – 143 mm/bulan. Curah hujan yang tergolong tinggi dapat menimbulkan bahaya longsor/erosi, terutama di daerah yang terbuka, tepian danau yang labil dan daerah dengan kemiringan lereng > 45%. Data iklim di kawasan Danau Toba selama 10 tahun dapat dilihat pada Tabel 2. Dilihat dari struktur dan komposisi tegakannya, hutan alam yang ada merupakan hutan alam tropis basah dataran tinggi dengan jenis-jenis pohon diantaranya puspa (Schima walichii), kemenyan (Strirax sp), rasamala (Altingia excelsa), tusam (Pinus merkussi) dan lainnya. Jenis satwa yang ada diantaranya beruk (M. nemestrina), siamang (Hylobates syndactylus), tupai (Tariscus sp), kancil (Tragulus javanicus), landak (Alterap macroraurus), harimau sumatera (Phantera tigris), beruang madu (Helarcos malayanus), rusa (Cervus sp), kijang (Muntiacu muntjak), babi hutan (Sus barbatus), dan sebagainya. Beberapa jenis dari flora dan fauna ini merupakan jenis-jenis yang dilindungi (LTEMP 2004).
Tabel 2. Data Iklim di Kawasan Danau Toba (1997 – 2006) Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata
Curah Hujan (mm) 2116 1839 2569 2236 1960 2166 2510 2446 2149 2232 2222
Penguapan (mm) 4.3 4.1 3.9 3.9 3.8 3.6 3.7 3.8 4.2 4.1 3.9
Suhu Rata-rata (°C) 18.5 16.3 21.5 21.5 21.8 21.6 21.3 21.2 21.0 20.6 20.5
Lama Penyinaran Matahari (%) 42.8 45.0 47.2 49.3 48.7 52.5 47.3 47.4 53.0 47.7 48.1
Kelembaban relatif (%) 80.3 83.5 90.4 88.9 81.7 81.7 81.0 79.5 79.8 80.1 82.7
Kec. Angin (m/det) 2.6 2.8 2.6 2.7 3.3 3.5 2.5 1.9 2.1 3.2 2.7
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), stasiun Geofisika Parapat Kab. Simalungun
Kebun campuran merupakan sebidang lahan yang terletak di luar pekarangan, ditumbuhi berbagai macam tanaman secara tercampur. Keberadaan berbagai jenis tanaman sulit untuk menilai mana yang lebih penting bagi pengusahanya, sehingga pengolahannya kurang intensif. Jenis tanaman kebun campuran yang terdapat di Sub DAS Naborsahon meliputi; kopi (Albelmoschus esculenthus), pisang (Musa paradisiaca L), ubi kayu (Manihot esculenta), ubi jalar (Discorea elata L), jahe (Zingeberceae), dan cabai (Capsicum annum L) (LTEMP 2004). Berdasarkan pada Klasifikasi Tanah menurut Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (BRLKT) Wilayah I, Medan 1987, DTA Danau Toba di bagian timur merupakan jenis tanah Entisol dan Entisol/Inceptisol yang sangat peka terhadap erosi, bagian tenggara jenis Ultisol (peka erosi). Di bagian barat DTA ini jenis tanah Ultisol (peka erosi), sedangkan di Pulau Samosir jenis tanahnya sebagian besar merupakan jenis tanah Inceptisol (agak peka erosi). Jenis-jenis tanah yang terdapat di DTA Danau Toba ini disajikan pada Tabel 3. Perairan Danau Toba merupakan danau oligotropik (tidak mengandung unsur hara dengan kondisi air jernih dan dalam) dengan bagian yang subur terdapat di sekitar cekungan Pangururan, Porsea, dan Parapat. Perairan danau terletak di atas tanah andosol dan laterit yang kekurangan mineral terlarut,
memiliki kandungan besi yang tinggi, sedangkan unsur N, P dan Ca sangat rendah. Danau ini memiliki kandungan air seluas 1.146 km2 atau sekitar 2.860.000 ton air yang berasal dari mata air dan 19 sungai pada DAS tersebut. Satu-satunya sungai yang bersumber dari danau ini adalah sungai Asahan yang mengalir di wilayah Kabupaten Asahan dan dipergunakan sebagai pembangkit tenaga listrik (PLTA) Asahan. Di dalam perairan danau terdapat berbagai jenis ikan, baik ikan endemik maupun ikan yang diintroduksi yang merupakan hasil budidaya (penebaran, keramba maupun jaring apung). Jenis ikan yang merupakan jenis ikan endemik yang keberadaannya saat ini hampir punah adalah Ikan Batak terdiri dari dua spesies yaitu : Lissochilus sumatranus dan Labeobarbus soro. Di perairan danau ini juga terdapat remis yang endemik yang dikenal namanya sebagai Remis Toba (Corbicula tobae) (LTEMP 2004). Sedangkan berbagai jenis ikan lain yang alami maupun hasil budidaya yang bukan endemik adalah : ikan Mas, Mujahir, Nila, Tawes, Lele, Gabus dan sebagainya. Di perairan Danau Toba juga terdapat berbagai jenis tumbuhan air seperti berbagai jenis ganggang dan eceng gondok. Keberadaan tumbuhan eceng gondok ini pada saat ini sangat mengkhawatirkan dilihat dari kecepatan perkembangan pertumbuhan dan penyebarannya yang menyebabkan proses pengkayaan unsur hara (eutrofikasi).
Tabel 3. Jenis Tanah di DTA Danau Toba No.
Jenis Tanah
1 Entisol 2 Ultisol, Spodosol, Aquic Sub ordo 3 4 5 6 7
Entisol / Ultisol / Entisol/Inceptisol Inceptisol, Entisol/Inceptisol Entisol, Inceptisol, Histosol Inceptisol Ultisol, Inceptisol
% dari Variasi Bentuk Lahan Kepekaan Luas Terhadap Erosi DTA 36,4 Daerah Curam Sangat Peka 13,8 Datar dan Berombak Peka – sangat peka 3,5 18,7 3,2 2,7 21,6
Daerah Curam Bergelombang, Curam Datar Datar dan bergelombang Datar dan bergelombang
Peka – sangat peka Peka – sangat peka Tidak peka Peka Peka
Sumber: DitJen RRL Departemen Kehutanan – LP IPB 1990, dipadankan dengan klasifikasi tanah USDA (Hardjowigeno 2003)
3.3. Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat Penduduk di sub DAS Naborsahon mayoritas suku Batak Toba dan Simalungun serta suku lainnya yaitu, suku Jawa, Minang, Aceh, Karo dan Nias. Bahasa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Toba dan bahasa Indonesia. Jumlah penduduk di wilayah sub DAS Naborsahon yang tercatat adalah 19.512 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 4.155 KK. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari 9.587 jiwa laki-laki dan 9.925 jiwa perempuan. Tabel 4 menunjukkan jumlah penduduk di sub DAS Naborsahon menurut kelas umur. Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Kelas Umur di Sub DAS Naborsahon Sub-Sub DAS/ DTA / Kab. / Kec / Desa Kabupaten Simalungun Kec. Girsang Sipangan Bolon - Desa Sibaganding - Desa Sipangan Bolon - Desa Girsang - Desa Parapat - Desa Tiga Raja Kabupaten Toba Samosir Kec. Ajibata - Desa Motung - Desa Pardamean Ajibata - Desa Pardamean Sibisa - Desa Parsaoran Ajibata - Desa Pardomuan Ajibata - Desa Horsik - Desa Sigapiton Jumlah
Kelas Umur Penduduk (Jiwa) 0 - 15
15 - 55
> 55
Jumlah ( Jiwa )
699 742 794 2099 630
1109 1046 1008 3187 1066
62 276 195 545 203
1870 2064 1997 5831 1899
212 375 245 275 178 94 199 6542
710 628 450 664 305 189 227 10589
198 250 76 314 152 35 75 2381
1120 1253 771 1253 635 318 501 19512
Sumber : - Kecamatan Ajibata Dalam Angka Tahun 2005 - Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Dalam Angka Tahun 2005
Masyarakat di kawasan ini terdiri dari beragam marga dan tradisi yang tetap dipegang teguh hingga kini. Kearifan lokal tersebut banyak mewarnai seluk beluk masyarakat sehingga tidak dapat diabaikan dalam menyusun perencanaan pembangunan setempat. Kegiatan perekonomian sebagian besar masyarakat di Kawasan Danau Toba masih mengandalkan pada sektor pertanian, termasuk kegiatan peternakan dan
perikanan. Ditinjau dari karakteristik budidaya pertanian yang dilakukan, umumnya dilakukan pada lahan kering untuk budidaya tanaman pangan, tanaman perkebunan dan kehutanan. Sementara pengusahaan kegiatan pertanian pada lahan basah hanya dilakukan untuk tanaman pangan. Tanaman kopi merupakan komoditi andalan bagi masyarakat di Kawasan Danau Toba. Tanaman kopi menjadi tanaman yang diminati oleh masyarakat terutama sejak dikembangkannya tanaman kopi jenis baru yang secara lokal dikenal sebagai tanaman si pembayar utang, karena dalam waktu satu tahun telah berproduksi, sehingga hasil penjualannya dapat segera dimanfaatkan untuk pengembalian kredit pertanian. Lahan pertanian yang dimiliki satu keluarga petani, rata-rata tiga rante atau setara dengan 0,12 ha. Sempitnya lahan pertanian berpengaruh terhadap keputusan petani dalam memilih tanaman pertanian. Para petani cenderung menanam tanaman yang berdaur pendek, walaupun praktek bercocok tanam yang dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan lahan sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik lahan. Selain kopi, tanaman yang banyak dijumpai adalah padi varietas lokal, kacang-kacangan, jahe dan jagung (Diniyati 2001). Kegiatan ekonomi masyarakat di Kawasan Danau Toba di sektor perikanan meliputi kegiatan penangkapan ikan dan budidaya ikan di keramba jaring apung, dan pembenihan. Kegiatan perikanan dilakukan penduduk yang berbatasan langsung dengan danau. Kegiatan ini selain dilakukan oleh penduduk, juga diusahakan oleh perusahaan swasta, meliputi kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung. Penangkapan ikan di Danau Toba tidak dipengaruhi oleh musim. Lokasi penangkapan ikan adalah di perairan yang relatif dangkal di sekitar tepi danau. Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain ikan nila merah yang dibudidayakan oleh pihak swasta, sedang penduduk cenderung membudidayakan jenis ikan mas. Pendapatan penduduk dari sektor ini rendah, sehingga nelayan bukan merupakan profesi penuh bagi penduduk di sekitar Danau, melainkan memiliki sumber penghasilan tambahan dari sektor lainnya, yaitu pertanian.
3.4. Kondisi Kepariwisataan Sektor pariwisata dengan daerah tujuan wisata Danau Toba berkembang di Parapat, Tomok dan Tuktuk yang terletak di bagian Selatan dan Timur kawasan Danau Toba. Sesuai Perda Tk.I Propinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba, sektor ini diarahkan sebagai kegiatan utama bagi pengembangan Danau Toba, sedangkan kegiatan lainnya diarahkan untuk mendorong kegiatan utama tersebut. Pariwisata telah menumbuhkan efek ganda kegiatan ekonomi lainnya, seperti kegiatan perdagangan dan jasa pelayanan yang terkait dengan pariwisata. Sektor ini mencatat 12 unit obyek wisata alam, 16 unit obyek wisata budaya dan sejarah, 3 unit wisata agama dan 1 obyek wisata hutan atau perkebunan. Di samping itu, terdapat 101 hotel, 188 rumah makan, 200 toko souvenir, 5 money changers, 10 agen perjalanan, 8 diskotik dan 6 karaoke, (LTEMP 2004). Kota Parapat dikenal sebagai daerah tujuan wisata dengan Danau Toba sebagai andalan obyek wisata. Kota ini terletak di tepian Danau Toba yang merupakan kota wisata dan merupakan salah satu wisata terbesar di Sumatera Utara. Daerah ini terletak kira-kira 176 km dari kota Medan di bagian utara pantai Danau Toba dan dapat dicapai dengan perjalanan tiga sampai empat jam dari Medan dengan bus. Obyek dan atraksi wisata yang ada di Danau Toba sangat beragam. Menurut data Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Simalungun (2006), jumlah wisatawan yang berkunjung ke lokasi obyek wisata Parapat selama kurun waktu 20 tahun terakhir ini mengalami fluktuasi (Tabel 5). Puncak jumlah kunjungan wisatawan ke lokasi obyek wisata Parapat yang terbanyak terjadi pada tahun 1997 yang mencapai 1.1145.278 orang. Namun sejak tahun 2004 dan 2005 wisatawan yang berkunjung ke Parapat mengalami penurunan yang drastis. Penurunan jumlah wisatawan ke lokasi obyek wisata Parapat disebabkan karena adanya berbagai peristiwa yang berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan wisata, yaitu mulai dari peristiwa kecelakaan pesawat, bom Bali, kabut asap sampai peristiwa tsunami dan yang terakhir adanya isu akan terjadi letusan besar di Danau Toba.
Selain karena faktor kenyamanan juga karena adanya penurunan kualitas lingkungan di kawasan Danau Toba. Hal ini ditandai dengan turunnya permukaan air danau, banyaknya tumbuhan air eceng gondok yang mengganggu kualitas air, banyaknya keramba ikan dan meningkatnya luas lahan yang gundul. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan pertumbuhan areal permukiman baru disekitar danau dan tidak tertata dengan baik Tidak terpolanya bangunan dan pemukiman ini dapat dilihat di beberapa tempat banyak bangunan-bangunan dan fasilitas umum yang mengambil sebagian areal badan danau, seperti hotel, restauran, tempat parkir, dll. Tabel 5. Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Parapat dari Tahun 1986 s.d 2005 No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Wisatawan (orang) Nusantara Mancanegara 425.560 135.290 480.720 202.145 520.750 235.250 625.500 322.582 610.870 305.170 585.125 275.075 650.500 280.750 675.820 305.250 710.385 325.450 700.287 262.350 800.576 325.120 800.676 344.602 680.575 199.411 578.988 169.499 607.412 177.973 631.210 190.200 725.891 172.730 641.393 77.504 184.400 17.728 150.000 8.000
Jumlah orang 560.850 682.865 756.000 948.082 916.040 860.200 931.250 981.070 1.035.835 962.637 1.125.696 1.145.278 879.986 748.487 785.385 821.410 898.621 718.897 202.128 158.000
Sumber: Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Simalungun Tahun 2005