III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan
pada objek dan daya tarik wisata, teknik pengukuran manfaat wisata alam dan surplus konsumen. 3.1.1
Objek dan Daya Tarik Wisata Keindahan dan keunikan yang dimiliki setiap wilayah merupakan suatu hal
yang apabila dapat dikelola dengan baik maka dapat menjadikan wilayah tersebut memiliki suatu objek wisata yang memiliki daya tarik wisata tertentu. Definisi mengenai daya tarik wisata menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Oleh karena itu, pengelolan terhadap suatu objek wisata dengan baik dapat mempertahankan daya tarik wisata yang dimiliki wilayah tersebut yang pada akhirnya dapat memberikan manfaat baik bagi pemerintah setempat maupun masyarakat sekitar. Pengelolaan objek wisata terutama objek wisata alam merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara hati-hati karena terkait dengan sifat objek wisata tersebut yang bersifat barang publik atau public goods yakni barang yang memiliki sifat non-rival dan non-exclusive. Hal ini berarti konsumsi atas barang tersebut oleh suatu individu tidak akan mengurangi jumlah barang yang tersedia untuk dikonsumsi oleh individu lainnya; dan non-exclusive berarti semua orang
26
berhak menikmati manfaat dari barang tersebut3. Terkait dengan sifat-sifat tersebut maka manfaat ekonomi menjadi sulit diukur, hal ini dikarenakan tidak terdapatnya harga pasar yang mampu mencerminkan nilai dari sumberdaya tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengukur berapa besar nilai ekonomi yang dihasilkan suatu sumberdaya alam. 3.1.2 Teknik Pengukuran Manfaat Wisata Alam Berbagai akvitivas rekreasi yang berhubungan dengan wisata alam merupakan salah satu contoh dari jenis rekreasi di alam terbuka. Penilaian manfaat terhadap aktivitas wisata ini dapat menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method). Pada dasarnya metode biaya perjalanan merupakan bagian dari teknik pengukuran tidak langsung, yang dapat digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Metode biaya perjalanan memiliki beberapa teknik pendekatan dalam hal pelaksanaannya (Turner et al, 1993) yaitu: 1. Metode biaya perjalanan zonal, yaitu dengan membagi lokasi asal pengunjung untuk melihat jumlah populasi per zona, yang digunakan untuk mengestimasi per seribu orang 2. Metode biaya perjalanan individu, yaitu dengan mengukur tingkat kunjungan individu ke tempat rekreasi dan biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu tersebut. Tujuannya adalah mengukur frekuensi kunjungan individu ke tempat rekreasi tersebut 3. Random Utility Approach atau pendekatan utilitas acak, yaitu pendekatan yang mengasumsikan bahwa individu akan berkunjung ke suatu tempat
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Barang_publik
27
berdasarkan
preferensi
mereka
dan
individu
tersebut
tidak
menghubungkan atau mengaitkan antara kualitas tempat wisata dengan biaya perjalanan untuk mencari tempat tersebut. Oleh karena itu pendekatan ini memerlukan informasi tentang semua kemungkinan yang dapat mempengaruhi preferensi individu untuk memilih antara kualitas lingkungan atau biaya perjalanan untuk setiap lokasi rekreasi Penelitian ini akan menggunakan teknik pendekatan metode biaya perjalanan individu atau Individual Travel Cost Method. Menurut Fauzi (2004) secara sederhana, fungsi permintaan dapat ditulis sebagai: Vij = f ( Cij , Tij , Qij , Sij , Mi ) ……………………………...........(1) Dimana : Vij = jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j Cij = biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Tij = biaya waktu yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j Qij = persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang dikunjungi Sij = karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain Mi = pendapatan (income) dari individu i
Persamaan (1) di atas menggambarkan fungsi generik yang sering digunakan untuk melakukan studi TCM. Agar lebih operasional, fungsi permintaan TCM sering dibuat dalam bentuk linier, yakni: V = α1 + α2C + α3S + α4M + α5T + α6Q……………………(2) Setelah mengetahui fungsi permintaan, kita dapat mengukur surplus konsumen yang merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi. Surplus konsumen diukur melalui formula: WTP ≈ CS2 = N2………………………...................……………(3) 2α1 Dimana N adalah jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu I. Biaya perjalanan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk perjalanan menuju lokasi 28
wisata. Biaya tersebut meliputi biaya transportasi, biaya konsumsi, biaya dokumentasi, biaya penginapan dan biaya-biaya lainnya. Adapun fungsi dari biaya perjalanan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: C = Bt + Bk + Bp + Bd + Bl…………….………………………(4) Keterangan: C Bt Bk Bp Bd Bl
3.1.3
= Biaya perjalanan (Rp/orang) = Biaya transportasi (Rp/orang) = Biaya konsumsi (Rp/orang/hari) = Biaya dokumentasi (Rp/orang) = Biaya penginapan (Rp/orang/hari) = Biaya lain-lain (Rp)
Surplus Konsumen Menurut Samuelson dan Nordhaus (2003) surplus konsumen adalah
kesenjangan antara utilitas total suatu barang dengan nilai total pasarnya. Sementara menurut Kardono-nuhfil (2004) suplus konsumen adalah kelebihan atau perbedaan
kepuasan total (total utility) yang dinikmati konsumen dari
mengkonsumsikan sejumlah barang tertentu dengan pengorbanan totalnya untuk memperoleh sejumlah barang tersebut. Konsep ini dapat dijelaskan dengan Gambar 3 berikut. Rp . D Luas PXBD = surplus konsumen
Px
0
B
A
X
Sumber: Kardono-nuhfil, 2004
Gambar 3. Surplus Konsumen
29
Menurut pendekatan Marginal Utility, kurva permintaan adalah kurva marginal utility yang dinilai dengan uang. Jadi luas 0ABD adalah total utilitas yang diperoleh konsumen dari konsumsi barang X sebanyak 0A. Pengorbanan totalnya adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk memperoleh barang X sebanyak OA, yaitu OA kali harga OPx atau luas OPxBA. Surplus konsumen adalah selisih antara AOBD dengan OPxBA, yaitu PxDB. 3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Bandar Lampung merupakan salah satu bagian dari Pulau Sumatera yang
sedang gencar mengembangkan dan menggalakkan industri pariwisata. Hal ini dikarenakan potensi Bandar Lampung untuk menjadi tujuan wisata utama bagi wisatawan ketika pertama memasuki Pulau Sumatera sangat didukung dengan melimpahnya berbagai jenis atraksi wisata baik wisata alam maupun keindahan seni tradisional lainnya. Potensi pariwisata di Bandar Lampung juga menunjukkan kontribusi yang cenderung meningkat terhadap PAD (Pendapatan Asli Daerah) tiap tahunnya, sehingga prospek pengelolaan dan pengembangan wisata di Bandar Lampung sangat potensial untuk dilakukan. Wisata alam termasuk di dalamnya wisata pantai merupakan salah satu pilihan wisata yang banyak diminati oleh wisatawan. Salah satu wisata yang berpotensi untuk terus dikembangkan adalah objek wisata Pantai Mutun MS Town. Objek wisata ini dianggap potensial karena tidak hanya terdiri dari pantai semata, objek wisata ini juga dilengkapi wisata Pulau Tangkil yang memiliki pulau dan pantai yang indah dan belum banyak dikunjungi oleh wisatawan serta berlokasi bersebrangan dengan Pantai Mutun MS Town, sehingga mampu memberikan pilihan baru dan menarik bagi pengunjung yang datang.
30
Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil merupakan bagian dari wisata alam yang memiliki daya tarik dan keunikan tersendiri. Terkait dengan sifat kepemilikan dari pantai maupun pulau yang merupakan barang publik, maka pengelolaan dan pemanfaatan Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil ini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan mempertimbangkan aspek sosial serta lingkungan dengan tujuan keberlanjutan pengelolaan. Potensi Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil untuk dijadikan sebagai salah satu alternatif rekreasi wisata sangat didukung oleh berbagai sarana dan prasarana di masing-masing objek wisata, sehingga setiap objek memiliki ciri khas dan perbedaan masingmasing. Namun permasalahan dalam hal prasarana muncul manakala perhatian serta perawatan terhadap berbagai fasilitas mulai menurun. Permasalahan dalam hal fasilitas dapat dibagi dalam fasilitas inti dan fasilitas penunjang. Permasalahan dalam fasilitas inti merupakan sesuatu yang sangat penting manakala tanpa adanya keberadaan fasilitas inti, kegiatan wisata tidak dapat berlangsung dengan maksimal serta mengakibatkan penurunan pengunjung, seperti minimnya tempat mandi dan WC umum, perahu atau alat penyebrangan menuju Pulau Tangkil dan sarana permainan yang tidak dirawat dengan baik, lokasi penginapan yang buruk serta minimnya restoran maupun tempat makan dan lain sebagainya. Sementara permasalahan dalam fasilitas penunjang merupakan permasalahan yang dimiliki objek wisata yang dapat mengakibatkan menurunnya kepuasan pengunjung terhadap objek wisata tersebut seperti minimnya lahan parkir, tempat ibadah, pos penjagaan, klinik kesehatan, serta toko souvenir dan tempat pembuangan sampah. Berbagai permasalahan tersebut jelas akan mempengaruhi tingkat kunjungan ke masing-masing objek wisata, sehingga estimasi terhadap masing-
31
masing objek wisata ini perlu dilakukan secara terpisah yang meliputi bagaimana deskripisi kondisi lokasi Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil melalui analisis deskriptif, perbandingan surplus konsumen dan estimasi terhadap masingmasing objek wisata secara terpisah dengan menggunakan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method), serta fungsi permintaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan wisatawan ke objek wisata tersebut dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana perbandingan karakteristik dari dua objek wisata yakni Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil sekaligus berguna untuk memberi masukkan kepada pihak pengelola mengenai objek wisata yang tersedia, sehingga kebijakan yang diambil kedepannya akan lebih tepat sasaran dan mampu berkontribusi positif terhadap pengembangan objek wisata tersebut. Alur kerangka berfikir disajikan pada Gambar 4 berikut.
32
Pengelola Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil
Rekreasi Wisata
Permasalahan Fasilitas Rekreasi :
Fasilitas Inti :
Fasilitas Penunjang :
Tempat mandi (bilas), WC umum, sarana penyebrangan (perahu), lokasi penginapan, restoran atau tempat makan
Lahan parkir kurang memadai, sarana permainan tidak terawat, jalan menuju lokasi wisata rusak serta minim papan informasi
Tingkat Kunjungan ke Masing-Masing Objek Wisata
Perlu Estimasi dan Perbandingan Terhadap Masing-Masing Objek Wisata Secara Terpisah
Pantai Mutun MS Town
Deskripsi kondisi lokasi wisata
Pulau Tangkil
Fungsi Permintaan dan Faktor yang Mempengaruhinya
WTP Pengunjung terhadap Lokasi Rekreasi
Surplus Konsumen
Surplus Konsumen
WTP Pengunjung terhadap Lokasi Rekreasi
Fungsi Permintaan dan Faktor yang Mempengaruhinya
Analisis Deskriptif
Deskripsi kondisi lokasi wisata
Analisis Deskriptif Regresi Berganda
Travel Cost Method
Regresi Berganda
Estimasi tingkat retribusi optimum harga tiket di Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil
Rekomendasi pengelolaan dan pengembangan Pantai Mutun MS Town dan Pulau Tangkil
Sumber : Penulis 2012
Gambar 4. Kerangka Penelitian
33