III. KARAKTERISTIK, TEGANGAN IJIN DAN KELAS MUTU KAYU MANGIUM SEBAGAI BAHAN KAYU STRUKTURAL RUMAH PREFABRIKASI A. Tujuan Penelitian 1. Menentukan nilai kekuatan karakteristik, tegangan ijin, reference resistance dan kelas mutu kayu Mangium umur 8 tahun untuk merancang struktur rumah kayu prefab. 2. Menyusun dan membandingkan data primer dan data sekunder yang meliputi distribusi kelenturan, kekakuan dan kekuatan dalam format ASD dan LRFD serta kelas mutu kayu Mangium. B. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan, mulai bulan Juni sampai Juli 2010 di Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. C. Jenis Kegiatan Penelitian Penelitian dilakukan 2 tahap yaitu pengujian sifat dasar untuk menentukan karakteristik kayu dan penentuan tegangan ijin beserta kelas mutu kayu Mangium. 1.
Pengujian Sifat Dasar Kayu Mangium
a.
Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan adalah kayu Mangium umur 8 tahun ukuran contoh kecil
bebas cacat (CKBC) dan skala pemakaian (Full scale/FS) dari HTI PT INHUTANI II Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Alat yang digunakan adalah timbangan elektronik, oven, desikator, kaliper, deflektometer, alat tulis, UTM Instron, Mesin Pemilah Kayu (MPK) Panter dan komputer. b.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut :
1) Persiapan Bahan Dilakukan pemilahan secara visual pada balok bahan rangka shearwall ukuran (5 x 7 x 400) cm berupa identifikasi cacat terutama cacat mata kayu hasil optimasi penggergajian dan pengolahan kayu untuk memastikan kondisi papan kayu Mangium, berupa nilai strength ratio (SR) dengan standar pengujian ASTM D 245-05. 37
2) Pembuatan Contoh Uji Pembuatan contoh uji CKBC mengacu pada ASTM D 143-00 metode sekunder ukuran (2,5 x 2,5 x 2,5) cm untuk pengujian sifat fisis kayu dan ukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm untuk sifat mekanis lentur berjumlah masing-masing 100 buah. Pembuatan contoh uji skala pemakaian (Full scale) ukuran (1,8 x 10,5 x 210) cm untuk sifat mekanis lentur berjumlah 63 buah mengacu pada ASTM D 198-05. 3) Pengujian Benda Uji a). Uji Sifat Fisis Pengujian sifat fisis dilakukan terhadap contoh uji berukuran (2,5 x 2,5 x 2,5) cm untuk kadar air (KA), kerapatan dan berat jenis (BJ).
2,5 cm 2,5 cm 2,5 cm
Gambar 2. Contoh uji kadar air, kerapatan dan berat jenis (1). Kadar Air Contoh uji ditimbang berat awal berupa berat kering udara (BKU), selanjutnya dioven
selama 24 jam pada suhu (103 ± 2) ºC. Setelah pengovenan contoh uji
diletakkan dalam desikator selama 20 menit, selanjutnya timbang berat kering tanur (BKT) nya. Contoh uji kembali dioven selama tiga jam dengan perlakuan yang sama sampai didapatkan berat yang konstan. Nilai KA didapat dengan cara membandingkan pengurangan berat kering udara dan berat kering tanur terhadap berat kering tanurnya menggunakan rumus : (9) dimana: KA = Kadar Air (%) BKU = Berat Kering Udara (g) BKT = Berat Kering Tanur (g) (2). Kerapatan Penentuan kerapatan menggunakan contoh uji yang sama dengan contoh uji yang digunakan pada pengujian KA. Penentuan kerapatan ini secara gravimetris dengan cara 38
menimbang berat kering tanur (BKT) nya dan diukur panjang (p), lebar (l) serta tebalnya (t) untuk menghitung volumenya. Nilai kerapatan diperoleh dari perbandingan berat kayu dengan volumenya dalam kondisi kering udara dengan menggunakan rumus : (10) dimana : ρ
= kerapatan kayu (g/cm3)
BKT
= berat kering tanur (g)
VKU
= volume kering udara (cm3)
(3). Berat Jenis Nilai BJ diperoleh dari perbandingan kerapatan kayu dengan kerapatan air : (11) dimana: BJ
= berat jenis
ρ
= kerapatan kayu (g/cm3)
ρ air
= kerapatan air dianggap 1 (g/cm3)
b). Uji Sifat Mekanis Pengujian bertujuan untuk mencari nilai kekakuan lentur (Modulus of Elasticity/MOE) dan keteguhan patah (Modulus of Rupture/MOR) kayu Mangium. Besarnya nilai MOE menandakan sifat kelenturan atau kekakuan bahan, sedangkan MOR adalah besarnya nilai pembebanan lentur maksimal yang menyebabkan contoh uji patah. Pengujian MOE dan MOR menggunakan CKBC ukuran (2,5 x 2,5 x 41) cm. Pengujian sesuai ASTM D 143-00 berupa pengujian satu pembebanan (one point loading) dimana contoh uji diletakkan ujung-ujungnya pada bentang penyangga dan beban diletakkan di tengah bentang (Gambar 3). Kecepatan pembebanan sebesar 1,3 mm/detik dengan panjang bentang (L) 36 cm, menggunakan UTM Instron. Posisi terbaik pembebanan adalah pada penampang papan tangensial yang mendapatkan beban yaitu posisi kayu rebah/baring/tidur (flat-wise).
39
1/2L
F
b
1/2L h
L
Gambar 3. Pengujian MOE dan MOR dengan one point loading (12) (13) dimana: MOR
= Modulus of Rupture (kg/cm2)
MOEs
= Modulus of Elasticity static (kg/cm2)
F
= beban hingga batas proporsi (kg)
Fmax
= beban maksimal hingga contoh uji rusak (kg)
L
= panjang bentang (cm)
y
= defleksi (cm)
b
= lebar contoh uji (cm)
h
= tinggi contoh uji (cm)
Pengujian MOE juga dilakukan dengan menggunakan contoh uji skala pemakaian (Full scale) ukuran (1,8 x 10,5 x 210) cm dengan satu pembebanan (one point loading) menggunakan MPK Panter. Data yang diperoleh berupa beban sampai batas proporsi dan defleksi. c.
Analisis Data Hasil penelitian sifat dasar berupa sifat fisis (KA ; BJ) dan sifat mekanis berupa
nilai MOEs dan MOR pada ukuran CKBC serta nilai MOE pada ukuran Full Scale (FS) kayu Mangium umur 8 tahun. Dari penelitian ini akan diperoleh nilai kekuatan karakteristik, tegangan ijin bentuk CKBC dan FS dalam format ASD, nilai reference resistance dalam bentuk FS pada format ASD dan LRFD dan kelas mutu kayu Mangium sebagai dasar untuk merancang struktur rumah kayu prefab. Hasil ini akan dibandingkan dengan kayu sejenis yang berbeda habitat, umur, cara pengujian dan ukuran contoh ujinya.
40
Nilai karakteristik kayu merupakan penentuan nilai tegangan lentur yang didapat dari data hasil pengujian. Keragaman kekuatan kayu dapat ditinjau dari beberapa pengujian sifat fisis dan sifat mekanis kayu tersebut. Hasil pengujian sifat dasar merupakan data primer ukuran CKBC dan FS pada penelitian tegangan ijin dan kelas mutu kayu Mangium. Untuk konversi nilai tegangan ijin dari data CKBC menjadi FS diperlukan faktor-faktor penyesuaian berupa nilai SR, KA dan Special Factor yang meliputi nilai ukuran benda uji (size effect), lama pembebanan (duration of load), pengawetan (treated wood) dan luas penampang tumpuhan/sambungan jika berbentuk komponen. 2.
Penelitian Tegangan Ijin dan Pengkelasan Mutu Kayu Mangium sebagai Kayu Konstruksi dalam Format ASD/LRFD
a.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah data-data primer dan sekunder hasil pengujian sifat
fisis dan mekanis kayu Mangium pada ukuran CKBC dan FS. Data primer berasal dari pengujian langsung pada ukuran CKBC berupa destructive test (DT) dan ukuran FS berupa non destructive test (NDT). Data sekunder berupa data-data hasil penelitian sebelumnya. Pada ukuran CKBC berupa NDT dengan alat Sylvatest duo dan berupa DT dengan alat UTM Amsler/Instron. Pada ukuran skala pemakaian berupa NDT dengan MPK Panter dan berupa DT dengan UTM Baldwin/Shimadzu. Pengujian telah dilakukan sejak tahun 1997 sampai 2008
di Laboratorium Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan Bogor dan Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu FAHUTAN IPB, Bogor. Alat yang diperlukan untuk perhitungan dan analisis data adalah seperangkat komputer pada software MS Office 2003 dan Minitab Release 14,xx. b.
Metode Pengolahan Data Ada dua format untuk menghitung tegangan ijin kayu, yaitu dengan metode
Allowable Stress Design (ASD) dan Load and Resistance Factor Design (LRFD). Dalam menentukan tegangan ijin dan pengkelasan mutu menggunakan acuan standar RSNI 2002 berdasarkan format LRFD ukuran Full Scale (FS). Untuk menghitung kekuatan kayu ini berdasarkan data-data yang tersedia, dapat ditentukan dari format ASD dan format LRFD yang dikonversi menjadi format LRFD ukuran FS. Sehingga tegangan ijin dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu penyusunan tegangan ijin dari
41
format ASD (CKBC/FS) menjadi format LRFD (FS) dan dari format LRFD (CKBC/FS) menjadi format LRFD (FS). Prosedur penelitian yang dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut : 1) Penyusunan Tegangan Ijin dari Format ASD (CKBC/FS) Menjadi Format LRFD (FS) Allowable Stress bagi tiap-tiap kelas mutu dihitung sesuai dengan standar ASTM D 245-05 untuk CKBC dan ASTM D 2915-03 untuk Full Scale (lumber). Prosedur ini dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan ukuran contoh ujinya. a) Penyusunan Tegangan Ijin dari Format ASD (CKBC) menjadi Format LRFD (FS) Prinsip analisis penyusunan Allowable Stress dari format ASD ukuran CKBC menjadi format LRFD (FS) adalah sebagai berikut : (1) Menggunakan metode statistik sesuai dengan ASTM D 245-05 untuk menyusun Allowable Stress kayu Mangium dengan cara data disusun distribusinya sebagai distribusi normal dan dicari kekuatan karakteristiknya (R 0,05 ) yaitu berupa nilai 5 % EL (Exclusion Limit) dengan rumus sebagai berikut : (14) Nilai karakteristik merupakan penentuan nilai tegangan lentur yang didapat dari data primer dan sekunder. Keragaman kekuatan kayu ditinjau dari beberapa pengujian sifat fisis dan sifat mekanis kayu tersebut. (2) Tegangan ijin ASD dalam bentuk CKBC (Fx). Tegangan ijin (Fx) merupakan kekuatan karakteristik kayu yang telah direduksi dengan faktor keamanan berdasarkan Tabel 8. Adjustment Factors to Be Applied to the Clear Wood Properties ASTM D 245-05, yakni sebesar 1/(2,1) untuk softwood dan 1/(2,3) untuk hardwood karena pertimbangan keamanan. Faktor keamanan untuk kayu Mangium yaitu 1/(2,3) karena termasuk hardwood. Adapun rumus Tegangan Ijin adalah : Fx = R 0,05 x faktor keamanan (3) Tegangan ijin ASD dalam bentuk FS (
(15)
dengan cara konversi dari data CKBC
(ASD) ke FS (ASD) Berdasarkan point 7. Modification of Allowable Propertis for Design Use dan Tabel 12. Allowable Properties for the Sample Stress Grade dari ASTM D 245-05
42
Rumusnya : (16) (17) Dimana : = Tegangan ijin lentur ASD dalam bentuk FS (kg/cm2) = Tegangan ijin lentur ASD dalam bentuk CKBC (kg/cm2) AF
= Adjustment Factors = untuk bending strength pada Tabel 8. Adjustment Factors to Be Applied to the Clear Wood Properties. Hardwood =
SR
= Strength Ratio = rasio kekuatan antara kayu lengkap dengan cacatnya terhadap kekuatan kayu tersebut apabila tanpa cacat (%). Nilai yang digunakan adalah nilai SR yang terendah.
KA = Kadar Air pada saat pengujian (%). SF
= Special Factors, tergantung dari nilai-nilai berikut : • Size Effect (SE) • Duration of load, jika pembebanan > 10 tahun • Treated wood/pengawetan, jika diawetkan • Luas penampang tumpuan/sambungan, jika berbentuk komponen
Nilai SF yang dipakai biasanya adalah nilai SE saja, dengan rumus : (18) Dimana : d = tinggi/tebal netto, berlaku pada pembebanan terpusat (in) Jika SE bernilai lebih besar dari 1 maka SE bernilai = 1, tetapi jika nilai SE < 1 maka digunakan nilai SE itu sendiri. (4) Konversi dari ASD ke LRFD menggunakan format conversion. Format conversion berupa Reference stress (R n ) diperoleh dengan mengalikan tegangan ijin/allowable stress dalam format ASD dalam bentuk FS (
) dengan
faktor konversi (kf) sebesar 2,16/ɸ. Nilai resistance faktor (ɸ) tergantung dari macam uji (property) yang dilakukan, diperoleh dari ASTM D 5457-04 Tabel 2.
43
Specified LRFD Resistance Factors, ɸ s . Rumus selengkapnya adalah sebagai berikut : (19) b) Penyusunan Tegangan Ijin dari Format ASD (FS) Menjadi Format LRFD (FS) Prinsip analisis penyusunan Allowable Stress dari Format ASD ukuran FS menjadi format LRFD (FS) adalah sebagai berikut : (1) Menggunakan metode statistik sesuai dengan standar ASTM D 2915-03 untuk menyusun Allowable Stress kayu Mangium dengan cara data disusun distribusinya sebagai distribusi normal dan dicari kekuatan karakteristiknya (R 0,05 ) sebagaimana persamaan (14). Nilai karakteristik dalam penelitian ini merupakan penentuan nilai tegangan lentur yang didapat dari data sekunder hasil pengujian. (2) Tegangan ijin ASD dalam bentuk FS ( Tegangan ijin (
.
) merupakan kekuatan karakteristik kayu yang telah direduksi
dengan faktor keamanan sebesar 1/(2,3) untuk hardwood (kayu Mangium) karena pertimbangan keamanan berdasarkan Tabel 5. Reduction Factor to Related Test Statistic to Allowable Properties ASTM D 2915-03. Adapun rumus Tegangan ijin adalah : = R 0,05 x faktor keamanan
(20)
(3) Konversi dari ASD ke LRFD menggunakan format conversion. Format conversion yang berupa Reference stress (R n ) diperoleh dengan mengalikan tegangan ijin/allowable stress dalam format ASD (
) dengan faktor
konversi (kf) sebesar 2,16/ɸ. Nilai resistance faktor (ɸ) tergantung dari macam uji (property) yang dilakukan, diperoleh dari ASTM D 5457-04 Tabel 2. Specified LRFD Resistance Factors, ɸ s. Rumusnya sebagaimana persamaan (19) di atas. 2) Penyusunan Tegangan Ijin dari Format LRFD (CKBC/FS) Menjadi Format LRFD (FS) Reliability normalization merupakan salah satu prosedur LRFD dalam menghitung ketahanan referensi (reference resistance) dari keterandalan struktural dengan tepat. Prosedur ini dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan ukuran contoh ujinya dengan standar ASTM D 5457-04.
44
a) Penyusunan Tegangan Ijin dari Format LRFD (CKBC) Menjadi LRFD (FS) Prosedur penelitian dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut : (1) Data disusun distribusinya berupa distribusi weibull (2) Dihitung kekuatan karakteristik kayu Mangium yaitu 5 % EL (Exclusion Limit) R 0,05 dengan rumus sebagai berikut : (21) Dimana : R 0,05 = Kekuatan karakteristik kayu, berupa nilai 5 % EL (Exclusion Limit) = parameter skala weibull p
= persentil (5 % EL)
α
= parameter bentuk weibull
(3) Nilai reference resistance dicari dengan prosedur ASTM D 5457-04 Nilai reference resistance (R n ) dihitung dengan mengalikan dugaan fifth percentile dari populasi (R 0,05 ) dengan data confidence factor (Ω) dan reliability normalization factor (KR ). Rumus selengkapnya adalah sebagai berikut : (22) Dimana : Ω = data confidence factor K R = reliability normalization factor. Data confidence factor (Ω) dapat diperoleh dengan mencari nilai Coeffıcient of Variation (CVw) dengan jumlah data yang digunakan (n) berdasarkan ASTM D 5457-04 Tabel 1. Data Confidence Factor, Ω on R 0.05 , for Two-Parameter Weibull Distribution with 75 % Confidence. Nilai Coeffıcient of Variation (CVw) dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut : (23) K R merupakan perbandingan sederhana antara faktor keterandalan hasil perhitungan dengan faktor konstanta yang telah ditetapkan dalam buku pegangan desain (ɸ c / ɸ s). Nilai K R ini telah ditetapkan dalam ASTM D 5457-04 Tabel 3. Fifth-Percentile Based Realibility Normalization Factors, K R . (4) Konversi dari data CKBC (LRFD) ke FS (LRFD) Konversi dilakukan berdasarkan point 7. Modification of Allowable Properties for Design Use dan Tabel 12. Allowable Properties for the Sample Stress Grade pada ASTM D 245-05. 45
b) Penyusunan Tegangan Ijin dalam Format LRFD Ukuran FS Prosedur penelitian dilakukan melalui pentahapan sebagai berikut : (1) Data disusun distribusinya berupa distribusi weibull (2) Dihitung kekuatan karakteristik kayu Mangium (R 0,05 ) sebagaimana persamaan (21). (3) Dihitung
nilai reference resistance (R n ) dengan prosedur ASTM D 5457-04
sebagaimana persamaan (22). 3) Pengkelasan Mutu Berdasarkan Standar RSNI 2002. Berdasarkan hasil nilai tegangan ijin dari perhitungan tersebut, dilakukan pengkelasan mutu berdasarkan standar RSNI 2002 berupa nilai kekuatan kayu (MOR) yang diwujudkan dalam bentuk kuat acuan seperti terlihat pada Tabel 2. c.
Analisis Data Hasil penelitian meliputi nilai risalah cacat berupa identifikasi cacat hasil optimasi penggergajian dan pengolahan kayu, kekuatan karakteristik, tegangan ijin dan kelas mutu kayu Mangium sebagai dasar untuk desain struktur rumah kayu prefabrikasi. Beberapa analisa yang dilakukan meliputi : 1.
Distribusi kelenturan dan kekuatan Kayu Mangium
2.
Penyusunan dan perbandingan kekakuan dan kekuatan Kayu Mangium dari data primer dan data sekunder dalam format ASD dan LRFD
3.
Kelas Mutu kayu
D. Hasil dan Pembahasan 1. Pengujian Sifat Dasar untuk Menentukan Karakteristik Kayu Mangium Pengujian kekuatan elemen bahan struktur untuk komponen rumah prefabrikasi ini berupa pengujian sifat fisis dan sifat mekanis untuk menentukan karakteristik kayu Mangium. Sifat fisis kayu yang diukur meliput i kadar air (KA) dan berat jenis (BJ). Data nilai rata-rata sifat fisis tersaji pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Perbandingan Nilai Rata-Rata Sifat Fisis Kayu Mangium dari Data Primer dan Sekunder 1) 2) 3) Data Primer KA (%) BJ KA (%) KA (%) BJ KA (%) BJ 16,5 0,47 14,48 0,57 15,00 Rata-rata 13,01 0,58 19,5 0,60 18,00 0.61 16,00 Maksimum 14,38 0,67 14,9 0,41 14,00 0,53 14,00 Minimum 11,82 0,49 Ket : 1). Firmanti et al. (2003) 2). Ginoga. (1997) dan 3). Sulistyawati. (2009). Sifat fisis
BJ 0,53 0,60 0,42
46
a.
Sifat Fisis
1) Kadar Air (KA) Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis artinya kayu mampu menyerap air dari lingkungan sekitarnya (dan menahannya dalam bentuk uap atau cairan) atau melepaskan air sehingga kayu dalam keadaan setimbang dengan kandungan air di sekitarnya. Kadar air dipengaruhi oleh jenis kayu, suhu, sirkulasi udara dan kelembaban udara sekitarnya. Kandungan KA di dalam satu batang kayu dipengaruhi oleh variasi secara vertikal pada batang kayu serta pergerakan air dalam kayu (Tsoumis, 1991). Berdasarkan Tabel 3 di atas, nilai KA berkisar antara 11,82 % sampai 14,38 % dengan nilai rata-rata 13,01 %. Nilai ini merupakan KA keseimbangan karena telah dilakukan pengeringan kayu sebelumnya yang mencapai KA ± 10 %. 2) Berat Jenis (BJ) Berat kayu tergantung dari jumlah zat kayu, kadar air dan zat ekstraktif didalamnya. Jumlah zat kayu dan zat ekstraktif biasanya konstan, sedangkan jumlah kandungan air berubah-ubah. Untuk mendapat keseragaman, maka dalam penentuan berat jenis kayu, berat ditentukan dalam keadaan kering tanur. Pada umumnya kayukayu yang berat juga kuat, dan bahwa kekuatan, kekerasan dan sifat teknis lainnya berbanding lurus dengan berat jenisnya. Makin tinggi BJ kayu, kayu semakin berat dan semakin kuat. Tentu perbandingan ini tidak selalu benar, sebab susunan dari kayu ukuran pemakaian dengan adanya cacat tidak selalu sama. Kebanyakan sifat mekanis kayu sangat berhubungan dengan kerapatan dan BJ. Kekuatan dan kekakuan kayu meningkat dengan meningkatnya BJ. Berat jenis kayu merupakan sifat fisis kayu yang banyak digunakan untuk menduga sifat-sifat kayu lainnya. Berat jenis kayu ditentukan oleh tebal dinding sel dan ukuran rongga sel. Bahan kimia berupa zat ekstratif yang terdapat pada dinding sel juga akan mempengaruhi nilai BJ kayu (Haygreen dan Bowyer, 1982). Berdasarkan Tabel 3 di atas, nilai BJ berkisar antara 0,49 sampai 0,67 dengan nilai rata-rata 0,58. Hasil pengujian KA dan BJ pada kayu Mangium pada umur 8 tahun ini secara deskriptif tidak berbeda nyata dengan hasil pengujian BJ dan KA pada kayu Mangium umur yang sama dengan BJ 0,53 pada KA 15,0 % (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun dengan BJ 0,57 pada KA 14,48 % (Ginoga, 1997). Namun berbeda dengan
47
kayu Mangium dari Indramayu pada umur yang sama yaitu BJ 0,47 pada KA 16,5 % (Firmanti et al. 2003). Perbedaan nilai BJ di atas disebabkan 2 kemungkinan, yaitu perbedaan KA dan tempat tumbuh asal kayu Mangium tersebut. Pada kayu Mangium umur 8 tahun, BJ diukur pada KA yang relatif rendah yaitu sekitar 13,01 %, sedangkan pada kayu umur yang sama dari Indramayu dan Bogor pada KA yang lebih tinggi yaitu 16,5 % dan 15,0 % dan pada umur 10 tahun diukur pada KA 14,48 %. Perbedaan KA kayu Mangium ini kemungkinan mempengaruhi kekuatan kayu sehingga berpengaruh terhadap nilai berat jenisnya, dimana kekuatan umumnya meningkat seiring berkurangnya KA di bawah titik jenuh serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Pada umur pohon yang lebih tua akan dibentuk kayu yang lebih berat daripada umur yang lebih muda. Jika dilihat hasil perbandingan nilai BJ di atas, BJ pada kayu Mangium 8 tahun lebih tinggi dibanding umur 10 tahun. Hal ini karena adanya variasi antar pohon dalam spesies yang sama akibat perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). Kayu Mangium ini berasal dari Pulau Laut, Kalimantan Selatan sedangkan kayu Mangium umur 8 tahun (Firmanti et al. 2003), (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun (Ginoga, 1997) berasal dari Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. Variasi nilai BJ kayu dapat terjadi dalam satu pohon maupun antar pohon pada spesies yang sama (Tsoumis, 1991). Variasi dalam satu pohon dapat terjadi pada arah vertikal (pangkal, tengah, ujung) maupun horizontal (dekat empulur, teras dan gubal); sedangkan variasi antar pohon dalam spesies yang sama disebabkan oleh perbedaan kondisi dan lingkungan tempat tumbuh serta faktor keturunan (genetik). b.
Sifat Mekanis Sifat mekanis kayu diukur dari pengujian statis dengan UTM Instron dan MPK
Panter. Kayu memiliki variabilitas sangat tinggi akibat pengaruh sifat-sifat genetik dan faktor-faktor lingkungan selama pertumbuhannya. Sifat mekanis kayu dapat menduga kekuatan kayu, khususnya lentur statis yang dicirikan dua sifat penting yaitu nilai MOE (modulus of elasticity) atau kekakuan lentur dan nilai MOR (modulus of rupture) atau keteguhan lentur patah. 1) Kekakuan Lentur berupa Nilai MOE Sifat Elastisitas Kayu ialah ketahanan kayu terhadap perubahan bentuk saat beban atau gaya diberikan kemudian kayu kembali ke bentuk semula. Elastisitas adalah sifat 48
benda yang mampu kembali ke kondisi semula (bentuk dan ukuran) ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Hal tersebut terjadi di bawah batas proporsi. Di atas proporsi, peningkatan tegangan akan menyebabkan deformasi yang lebih besar dari proporsi sampai tegangan yang menyebabkan benda rusak. Modulus elastisitas yang tinggi menunjukkan bahwa bahan kayu tersebut kaku (Tsoumis, 1991). Data nilai rata-rata sifat mekanis kayu Mangium tersaji pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Nilai rata-rata sifat mekanis kayu Mangium Nilai Rata-rata Minimal Maksimal
Data primer MOE (kg/cm2) CKBC DT FS NDT 126.960 117.298 72.026 79.003 168.340 163.645
Nilai MOE ini menyatakan kekakuan kayu, keadaan bentuk dan posisi penampang bahan serta posisi pembebanan pada kayu tersebut. Kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data CKBC-DT pada umur 8 tahun rata-rata 126.960 kg/cm2. Nilai kekakuan lentur (MOE) kayu Mangium berdasarkan data FS-NDT hasil pengujian statis pada umur 8 tahun rata-rata 117.298 kg/cm2. 2) Keteguhan Lentur Patah berupa Nilai MOR Keteguhan kayu ialah kemampuan kayu dalam menahan beban atau gaya yang diberikan padanya. Tegangan patah pada beban maksimum (fiber stress at maximum load) adalah tegangan yang terjadi pada saat benda tersebut patah. Nilai ini merupakan sifat kritis kayu yang disebut Modulus of Rupture (MOR) atau Modulus Patah. Keteguhan lentur patah (MOR) menunjukkan kemampuan yang dimiliki kayu untuk menerima beban maksimum. Keteguhan lentur patah berupa kekuatan kayu Mangium umur 8 tahun ini berkisar antara 385 kg/cm2 sampai 1.402 kg/cm2 dengan rata-rata 1.000 kg/cm2. Sehingga kekuatannya bisa mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Nilai ini lebih tinggi dibanding hasil pengujian kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan nilai MOR berkisar antara 153 kg/cm2 sampai 920 kg/cm2 dengan rata-rata 436 kg/cm2 (Firmanti et al., 2003). Hasil pengujian terhadap sifat mekanis menyatakan bahwa kayu Mangium pada umur 8 tahun mempunyai nilai rata-rata MOR dan MOE berturut-turut adalah 1.000 kg/cm2 dan 126.960 kg/cm2 pada data primer CKBC-DT dan nilai rata-rata MOE 117.298 kg/cm2 pada data primer FS-NDT. Menurut PKKI, yang mendasarkan 49
penentuan kekuatan dari BJ dan keteguhan lentur statis, kayu Mangium pada umur 8 tahun termasuk kelas kuat II – III (Sulistyawati, 2009) dan umur 10 tahun (Ginoga, 1997). Kayu kelas kuat II – III di dalam aplikasinya dapat digunakan sebagai komponen kayu yang bersifat struktural (Sulistyawati, 2009). Modulus elastisitas merupakan sifat mekanis yang peka terhadap cacat (Surjokusumo, 1982). Faktor yang mempengaruhi sifat kekuatan kayu diantaranya adalah cacat kayu dan faktor lain selain cacat yaitu BJ, KA, jangka waktu pembebanan, jangka waktu pemakaian dan pengawetan kayu (Green et. al. 1999). Faktor yang diduga sangat berpengaruh terhadap penentuan sifat kekuatan kayu dalam penelitian ini yaitu cacat kayu dan BJ. Dari hasil risalah cacat terhadap contoh uji berupa balok kaso ukuran (5 x 7 x 400) cm sebanyak 27 batang yang akan digunakan sebagai rangka shearwall, ditemukan banyak cacat yang mempengaruhi kekuatan kayu. Jenis cacat yang ditemukan antara lain cacat mata kayu, pecah, retak, miring serat, lubang gerek dan pingul. Cacat yang mendominasi adalah cacat pecah dan mata kayu seperti terlihat pada Gambar 4 dan Lampiran 4. Dominasi cacat serat terpisah berupa cacat pecah akibat adanya internal stress pada kayu Mangium berupa stress growth yang sering terjadi pada tanaman jenis cepat tumbuh. Kayu Mangium memiliki tegangan pertumbuhan yang tinggi. Tegangan-tegangan yang dibebaskan pada kayu Mangium lebih besar dibandingkan beberapa jenis kayu daun lebar lainnya (Wahyudi et al. 1998). Ini mengindikasikan bahwa tegangan-tegangan pertumbuhan juga tinggi, oleh karenanya resiko terjadinya cacat pada kayu Mangium juga tinggi. Tegangan tumbuh (internal stress, reaction wood dan spring) adalah aksi dari dolog yang ingin kembali ke bentuk asalnya karena dalam masa pertumbuhan, pohon mengalami tegangan karena miring, bengkok menyusup mencari sinar matahari, tiupan angin dan lain-lain. Tegangan tumbuh mudah terbentuk pada kayu-kayu cepat tumbuh pada hutan tanaman walaupun batangnya tidak miring selama pertumbuhan (Haygreen dan Bowyer, 1982). Tegangan tumbuh terjadi karena adanya gaya-gaya longitudinal, yaitu tension yang berkembang mulai dari empulur ke arah tepi dolog dan compression yang berkembang mulai dari tepi dolog ke arah empulur. Reaksi tegangan tumbuh ini dapat dilihat pada saat dolog pertama kali atau beberapa kali digergaji, tegangan tumbuh menyebabkan pecahnya kayu gergajian dan bengkoknya sisa dolog. Keadaan ini tampak jelas pada jenis kayu Mangium. Kerugian lain adalah pengaruh penyusutan longitudinal yang tinggi, menyebabkan bengkoknya 50
kayu terutama sewaktu pengeringan. Tegangan tumbuh dapat menimbulkan serat berbulu pada permukaan kayu gergajian yang menimbulkan panas pada bilah gergaji sehingga bilah tersebut tidak dapat menggergaji lurus karena menurunnya tegangan (tension) bilah. Tegangan-tegangan pertumbuhan adalah penyebab utama timbulnya pecah pada pohon yang masih berdiri maupun pada log-log hasil penebangan, perubahan bentuk pada kayu gergajian seperti membusur dan memangkok/mencawan setelah digergaji dari log serta brittle heart dan compression failures pada pohon berdiri (Panshin dan de Zeeuw, 1980). Retak dan pecah disebabkan adanya penurunan KA pada permukaan kayu sampai pada titik rendah tertentu dan mengakibatkan timbulnya tegangan tarik maksimum tegak lurus serat yang cenderung menyebabkan terpisahnya serat-serat kayu dan menyebabkan cacat. Hal ini yang menyebabkan kayu Mangium mempunyai cacat pecah dan retak yang cukup banyak. Retak dan pecah berpengaruh terhadap kekuatan tarik, kekuatan tekan dan kekuatan geser. Cacat alami berupa mata kayu hampir terdapat pada setiap papan akibat tumbuhnya cabang pada batang. Serat di sekitar mata kayu tumbuh melingkar mengelilingi mata kayu. Orientasi serat yang mengalami penyimpangan di sekitar mata kayu ini disamping daya kohesi antara mata kayu dengan kayu sekitarnya yang lebih lemah (dibandingkan antar serat kayu) yang menyebabkan reduksi kekuatan kayu pada umumnya. Pengaruh mata kayu terhadap kekuatan lentur dan kekakuan kayu adalah akibat penyimpangan orientasi serat. Lokasi mata kayu pada daerah tegangan tarik akan mengurangi kekuatan lentur. 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Mata kayu Mata kayu sehat lepas
Pecah
Retak
Lubang gerek
Miring serat
Pingul
Jenis cacat
Gambar 4. Histogram hasil analisis cacat 51
Pengaruh cacat terhadap kekuatan kayu berupa pemilahan pada contoh uji Full Scale dilakukan secara sensus dinyatakan dengan nilai strength ratio (SR). Nilai SR ini ditentukan dengan menggunakan standar ASTM D 245-05 dimana cacat yang kritis atau memiliki nilai SR yang paling rendah yang dipakai dan terutama dari mata kayu. Cacat pecah tidak digunakan untuk mencari nilai SR karena sudah dihilangkan pada saat papan diolah menjadi papan-papan bentuk bilah. Data hasil pengukuran nilai SR berupa cacat mata kayu pada balok sebagai rangka shearwall ini adalah rata-rata 82,11 % dan minimum 62,00 % sebagaimana pada Lampiran 5, yang akan digunakan dalam konversi tegangan ijin dari data CKBC (ASD) menjadi FS (ASD). Nilai SR ini lebih rendah dibanding hasil pengukuran kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu yang mencapai 86,70 % (Firmanti et al., 2003). c.
Nilai Karakteristik dan Tegangan Ijin Kayu Mangium Tegangan patah material yang diperoleh melalui penelitian menunjukkan
tegangan maksimum yang bisa diterima material, namun perencana akan mempertimbangkan keamanan struktur selama penggunaan dan hal lain yang mungkin menyebabkan kegagalan struktur yang dibangunannya. Perencana yang baik selalu memberikan tambahan ukuran material secara rasional untuk meningkatkan kapasitasnya. Tambahan ukuran material dalam perencanaan struktur dilakukan dengan memberikan faktor penyesuaian (Adjustment Factor, AF) yang terdiri atas faktor keamanan dan faktor lama pembebanan normal. Tegangan patah yang telah direduksi dengan faktor penyesuaian disebut dengan tegangan ijin (F x = F patah *AF). Faktor lama pembebanan perlu dimasukkan untuk mereduksi tegangan patah karena sifat khas dari material kayu, yaitu kayu dapat menahan beban tiba-tiba jauh lebih baik daripada menahan beban berjangka waktu lama. Struktur kayu umumnya dirancang untuk penggunaan selama ± 10 tahun, padahal pengujian untuk mengukur tegangan patah dilakukan hanya dalam waktu singkat sekitar 5-10 menit (FPL, 1999). Pada material yang relatif seragam, persamaan tegangan ijin (F x = Fpatah *AF) cukup memadai. Tetapi sebagai produk alam yang dipengaruhi oleh genetik dan faktor-faktor lingkungan selama pertumbuhannya, kayu memiliki sifat dengan variasi sangat tinggi. Oleh karena itu sangat riskan untuk menetapkan tegangan patah sebatang kayu sebagai tegangan patah bagi seluruh kayu dalam populasi. Pada kayu yang berasal dari satu batang pohon dapat diperoleh tegangan patah terkecil sebesar satu persepuluh dari tegangan patah terbesar. Pada penelitian terhadap kayu Mangium 52
umur 8 tahun ini,
kekuatannya mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu
terlemah. Selang ini semakin besar kalau kayu berasal dari individu pohon, tempat tumbuh dan jenis yang berbeda. Oleh karena itu diperlukan pendekatan statistik untuk memilih tegangan patah yang dapat mewakili seluruh populasi. Pada umumnya dipilih tegangan patah 5 % terlemah sebagai nilai bagi tegangan patah seluruh batang kayu dalam populasi, yang disebut dengan 5 % Exclusion Limit (5 % EL). Pada ASTM D 245-05 untuk CKBC dan D 2915-03 ukuran Full Scale (FS), 5% EL disebut dengan kekuatan karakteristik (R 0,05 ) yang bisa dihitung secara parametrik dan non parametrik. Tabel 5. Perbandingan nilai karakteristik, tegangan ijin dan reference resistance kayu dari data primer dan sekunder dalam bentuk CKBC/FS pada format ASD dan LRFD MOR (kg/cm2) Allowable Stress
R 0,05 Fx σ lt Rn
CKBC DT P
ASD 691 300 186 473
CKBC DT S
LRFD
ASD
655
503
FS DT S
LRFD
584 254 156 400
ASD
LRFD
572
133
230
459
58 147
208
Keterangan : R 0,05 = Nilai karakteristik kayu Fx = Nilai tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD σ lt = Nilai tegangan ijin bentuk FS hasil konversi pada format ASD Rn = Nilai reference resistance Tata cara menghitung kekuatan karakteristik secara rinci diatur dalam ASTM D 2915-03. Garis regresi hubungan antara modulus patah (MOR) dengan modulus elastisitas (MOE) dipakai sebagai dasar pembentukan mutu kekuatan. Kemudian terhadap garis regresi ini dibuat garis 5 % Exclusion Limit bawah, yang artinya garis batas dimana 5 % dari batang yang diregresi berada di sebelah bawah dan 95 % berada pada dan di atas garis tersebut. Garis batas ini dibuat sejajar garis regresi (Surjokusumo, 1993). Nilai kekuatan karakteristik kayu Mangium hasil pengujian statis pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II adalah 691 kg/cm2 pada format ASD dan 655 kg/cm2 pada format LRFD sebagaimana tercantum pada Tabel 5, yang merupakan nilai 5 % Exclusion Limit.
Nilai kekuatan karakteristik tersebut
merupakan penentuan nilai tegangan lentur hasil pengujian guna memperoleh nilai tegangan yang diijinkan (allowable stress) dengan menggunakan faktor pengganda tertentu.
53
Desain nilai tegangan ijin menurut SKI yang merupakan Standar Spesifikasi Kayu Bangunan untuk Perumahan, menggunakan format ASD (Allowable Stress Design). Dengan demikian tegangan ijin pada kayu dinyatakan (Fx = 5% EL.AF). Nilai Tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD (Fx) hasil pengujian statis pada umur 8 tahun ini adalah 300 kg/cm2. Nilai tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD (Fx) tersebut kemudian dikonversi menjadi nilai tegangan ijin bentuk FS pada format ASD (
), guna pengkelasan mutu kayu berdasarkan SKI C-bo-010:1987.
Tegangan ijin setelah direduksi dengan faktor-faktor penyesuaian lain termasuk nilai strength rationya merupakan sisi kapasitas dalam perencanaan struktur menggunakan format ASD (Bahtiar, 2008). Pengkelasan mutu kayu dilakukan sesuai dengan SKI C-bo-010:1987 berdasarkan standar ASTM D 198-05 dan menghasilkan kelas mutu kayu berdasarkan tegangan lenturnya. Nilai tegangan ijin bagi tiap kelas mutu disebut Tegangan Serat (TS) seperti Tabel 1. Nilai tegangan ijin bentuk FS hasil konversi pada format ASD
hasil pengujian (CKBC primer) adalah 186 kg/cm2 (TS 18). Berdasarkan pengkelasan mutu dengan SKI C-bo-010:1987, nilai MOE kayu
Mangium dari data CKBC-DT data primer masuk kelas TS 7 sampai TS 22 dan ratarata di TS 15, berdasarkan nilai MOR sebesar 186 kg/cm2 masuk kelas kuat TS 18 dan berdasarkan nilai MOE kayu Mangium dari data FS-NDT data primer masuk kelas TS 7 sampai TS 22 dan rata-rata di TS 12. Kayu Mangium umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil pengujian kayu Mangium sebelumnya dengan nilai TS 12 sampai TS 27 (Surjokusumo, 2006). d. Nilai Reference Resistance dengan Format ASD dan LRFD Load and Resistance Factor Design (LRFD) adalah metode desain struktural yang menggunakan konsep teori keterandalan dan memasukkannya ke dalam prosedur yang dapat dipakai oleh masyarakat desain. Format LRFD merupakan format praktis, sederhana dan siap pakai. Dasar penggunaan analisis keterandalan dalam menentukan faktor beban (load) dan ketahanan (resistance) untuk desain struktural mengacu kepada suatu diagram keamanan struktur. Standar ASTM D 5457-04 mengijinkan dua cara perhitungan ketahanan referensi (reference resistance) yaitu prosedur reliability normalization dan format conversion. Reliability normalization merupakan prosedur LRFD yang dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat, sedangkan format conversion hanya 54
mengalikan tegangan ijin (allowable stress) dalam format ASD dengan faktor konversi sebesar 2,16/ɸ. Karena itu format conversion tidak dapat menghitung keterandalan struktural dengan tepat. SNI menganut format LRFD sehingga nilai desain bagi sifat kekuatan kayu harus ditetapkan dalam format baru. Depkimpraswil (2002) dalam Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (RSNI) mencantumkan nilai desain yang disebut Kuat Acuan Lentur yang dihitung melalui pengujian menggunakan beban tunggal di tengah bentang pada posisi flatwise, seperti tercantum pada Tabel 2. Nilai ketahanan referensi (reference resistance) data primer dalam bentuk FS pada format LRFD (Rn) hasil pengujian pada umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II adalah 503 kg/cm2 sebagaimana pada Tabel 5. Hasil perhitungan reference resistance pada data primer hasil penelitian dengan menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD adalah 473 kg/cm2. e. Kelas Kuat Kayu Mangium Berdasarkan pengkelasan mutu dengan standar RSNI 2002, nilai MOE kayu Mangium dari data CKBC primer sebagaimana tercantum pada Tabel 4 masuk kelas E7 sampai E17 dan rata-rata di E13, berdasarkan nilai MOR sebagaimana tercantum pada Tabel 5 sebesar 503 kg/cm2 (nilai reference resistance dalam bentuk FS pada format LRFD) dan sebesar 473 kg/cm2 (nilai reference resistance dengan menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD) masuk kelas kuat E20 dan berdasarkan nilai MOE kayu Mangium dari data FS primer (Tabel 4) masuk kelas E8 sampai E17 dan rata-rata di E12. Kayu Mangium umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Nilai ini sama dengan hasil pengujian kayu Mangium pada umur yang sama dari Indramayu dengan nilai kuat acuan E12 (Firmanti et al., 2003) dan lebih tinggi dibanding hasil pengujian dari Bogor dengan nilai kuat acuan E10 – E12 (Sulistyawati, 2009). Kayu Mangium umur 8 tahun ini berdiameter antara 22 – 42 cm. Karena papan kayu Mangium umumnya berukuran sempit serta ukuran yang relatif pendek, maka teknologi papan sambung dan balok lamina menjadi solusi untuk mengatasi masalah tersebut (Rachman dan Balfas, 1993).
55
2.
Penelitian Tegangan Ijin dan Pengkelasan Mutu Kayu Mangium sebagai Kayu Konstruksi dalam Format ASD/LRFD
a. Distribusi Kelenturan dan Kekuatan Kayu Mangium Kayu memiliki variabilitas sangat tinggi akibat pengaruh sifat-sifat genetik dan faktor-faktor lingkungan selama pertumbuhannya. Sifat mekanis kayu yang dicirikan dua sifat penting yaitu nilai MOE atau kekakuan lentur dan nilai MOR atau keteguhan lentur patah sangat bervariasi. Kekakuan lentur kayu Mangium umur 8 tahun dari PT INHUTANI II berdasarkan data CKBC-DT hasil pengujian statis berkisar antara 72.026 kg/cm2 sampai 168.340 kg/cm2 dengan rata-rata 126.960 kg/cm2. Kekakuan lentur kayu tertinggi mencapai 2 sampai 3 kali kekakuan lentur kayu terlentur. Keteguhan lentur patah berupa kekuatan kayu Mangium berkisar antara 385 kg/cm2 sampai 1.402 kg/cm2 dengan rata-rata 1.000 kg/cm2. Kekuatannya mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Angka ini lebih rendah daripada yang dikemukakan Gloss (1983) bahwa kekuatan kayu dapat sangat bervariasi sehingga potongan kayu terkuat bisa mencapai sepuluh kali lipat kayu terlemah. Hal ini wajar mengingat kayu Mangium yang diuji berbentuk contoh kecil bebas cacat, sehingga perbedaan kekuatannya tidak terlalu bervariasi akibat contoh ujinya tanpa cacat. Untuk keperluan struktural, berbagai negara telah memperdebatkan distribusi standar yang tepat bagi penyebaran kekakuan dan kekuatan kayu. Setelah melalui penelitian yang panjang, Amerika Serikat akhirnya menetapkan distribusi Weibull yang tertuang pada ASTM D 5457-04. Standar yang terbit sebelum ASTM D 5457-04 tentang tegangan ijin berbagai jenis produk berbahan kayu mengarahkan penggunaan ragam cara menghitung dugaan fifth percentile limits dari populasi. Angka tunggal ini menjadi dasar penetapan tegangan ijin. LRFD memerlukan informasi lebih banyak seperti reference values dan variabilitas dibanding prosedur sebelumnya, namun secara substansial lebih sedikit dibanding Realiability Based Design (RBD). Pengguna LRFD hanya memerlukan tipe distribusi dan parameter-parameter yang mencirikan distribusi tersebut. Pada perbaikan prosedur ini disarankan bahwa pendugaan distribusi dan parameternya lebih akurat menggunakan sebagian ekor distribusi daripada seluruh distribusi, karena untuk aplikasi gedung hanya ekor bawah distribusi keteguhan dan ekor atas distribusi beban yang mungkin menyebabkan kerusakan. Simulasi menunjukkan bahwa tipe distribusi yang diasumsikan sangat berpengaruh dalam penghitungan faktor keteguhan LRFD. Perbedaan ini dikarenakan 56
ketidakmampuan bentuk distribusi standar untuk mengepas/menyelaraskan ekor data dengan tepat. Dengan menstandarisasi tipe distribusi, prosedur ini memberikan nilai tengah yang konsisten untuk mendapatkan faktor-faktor yang diharapkan. Apalagi dengan mengijinkan pengepasan/penyelarasan ekor data, ini memberikan cara pengepasan/penyelarasan data dalam wilayah yang lebih superior daripada tipe distribusi lengkap.
Gambar 5. Empat kemungkinan distribusi kekuatan kayu Mangium umur 8 tahun berdasarkan data CKBC – DT primer
Gambar 6. Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium umur 8 tahun berdasarkan data CKBC – DT primer
57
Oleh karena itu, dilakukan pemilihan tipe distribusi standar yang tepat bagi penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium dari berbagai tipe data baik CKBC / FS yang berasal dari data primer dan data sekunder. Hal ini dilakukan lebih disebabkan ketidakmampuan distribusi standar untuk mengepas ekor-ekor data sesungguhnya. Distribusi Weibull dan Logistic tidak tepat untuk mewakili penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium umur 8 tahun dari PT INHUTANI II. Seperti ditunjukkan Gambar 5 dan Gambar 6 telah terjadi penyimpangan distribusi dugaan dari kenyataan di lapangan bila kedua tipe distribusi ini digunakan sebagai asumsi. Distribusi 3-Parameter Weibull secara visual cukup baik menduga distribusi kekuatan kayu Mangium, sedangkan distribusi Normal secara visual cukup baik menduga distribusi kelenturan/kekakuan kayu Mangium umur 8 tahun ini. Penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar, bahkan pada kedua ekor sekalipun sebagaimana ditunjukkan pada nilai P (P-value), yaitu P-value > 0,500 untuk distribusi 3-Parameter Weibull pada nilai kekuatan kayu Mangium dan P-value = 0,435 untuk distribusi Normal pada nilai kelenturan/kekakuan kayu Mangium. Nilai P-value yang besar menunjukkan kesesuaian distribusi untuk mewakili penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium ini.
Gambar 7. Empat kemungkinan distribusi kekuatan kayu Mangium berdasarkan data CKBC – DT sekunder.
58
Gambar 8. Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data CKBC – DT sekunder. Distribusi Weibull dan Logistic tidak tepat untuk mewakili penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium dari data CKBC – DT sekunder ini. Seperti ditunjukkan Gambar 7 dan Gambar 8 telah terjadi penyimpangan distribusi dugaan dari kenyataan di lapangan bila kedua tipe distribusi ini digunakan sebagai asumsi. Distribusi Normal secara visual cukup baik menduga distribusi kekuatan kayu Mangium, sebagaimana ditunjukkan pada nilai P yang terbesar yaitu P-value = 0,357, sedangkan distribusi 3-Parameter Weibull secara visual cukup baik menduga distribusi kelenturan/kekakuan kayu Mangium dari data CKBC – DT sekunder sebagaimana ditunjukkan pada nilai P yang terbesar yaitu P-value = 0,444. Penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar, bahkan pada kedua ekor sekalipun. Nilai P-value yang besar menunjukkan kesesuaian distribusi untuk mewakili penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium ini.
59
Gambar 9. Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data CKBC – NDT sekunder. Distribusi 3-Parameter Weibull, Logistic dan Normal tidak tepat untuk mewakili penyebaran kelenturan/kekakuan kayu Mangium dari data CKBC – NDT sekunder ini. Seperti ditunjukkan Gambar 9 telah terjadi penyimpangan distribusi dugaan dari kenyataan di lapangan bila ketiga tipe distribusi ini digunakan sebagai asumsi. Distribusi Weibull secara visual cukup baik menduga distribusi kelenturan / kekakuan kayu Mangium dari data CKBC – NDT sekunder ini sebagaimana ditunjukkan pada nilai P yang terbesar yaitu P-value = 0,017. Penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar, bahkan pada kedua ekor sekalipun. Nilai P-value yang besar menunjukkan kesesuaian distribusi untuk mewakili penyebaran kelenturan kayu Mangium ini.
60
Gambar 10. Empat kemungkinan distribusi kekuatan kayu Mangium berdasarkan data FS – DT sekunder
Gambar 11. Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data FS – DT sekunder. Distribusi 3-Parameter Weibull, Logistic dan Normal tidak tepat untuk mewakili penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium dari data FS – DT sekunder ini. Seperti ditunjukkan Gambar 10 dan Gambar 11 telah terjadi penyimpangan distribusi dugaan dari kenyataan di lapangan bila ketiga tipe distribusi ini digunakan sebagai asumsi. Distribusi Weibull secara visual cukup baik menduga distribusi kekuatan dan kelenturan/kekakuan kayu Mangium,
61
sebagaimana ditunjukkan pada nilai P yang terbesar yaitu P-value < 0,010 dari data FS – DT sekunder ini. Penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar, bahkan pada kedua ekor sekalipun. Nilai P-value yang besar menunjukkan kesesuaian distribusi untuk mewakili penyebaran kelenturan dan kekuatan kayu Mangium ini.
Gambar 12. Empat kemungkinan distribusi kekakuan kayu Mangium berdasarkan data FS – NDT sekunder. Distribusi 3-Parameter Weibull, Logistic dan Normal tidak tepat untuk mewakili penyebaran kelenturan/kekakuan kayu Mangium dari data FS – NDT sekunder ini. Seperti ditunjukkan Gambar 12 telah terjadi penyimpangan distribusi dugaan dari kenyataan di lapangan bila ketiga tipe distribusi ini digunakan sebagai asumsi. Distribusi Weibull secara visual cukup baik menduga distribusi kekakuan kayu Mangium dari data FS – NDT sekunder ini sebagaimana ditunjukkan pada nilai P yang terbesar yaitu P-value < 0,010. Penyimpangan yang terjadi tidak terlalu besar, bahkan pada kedua ekor sekalipun. Nilai P-value ini menunjukkan kesesuaian distribusi untuk mewakili penyebaran kelenturan kayu Mangium. Pada pengamatan ekor bawah, sebagai bagian paling menentukan kekuatan desain kayu, lebih dekat ke distribusi Weibull (sebanyak 4 buah yaitu pada MOE CKBC – NDT sekunder, MOE dan MOR FS - DT sekunder dan MOE FS – NDT sekunder) daripada distribusi Normal (sebanyak 2 buah yaitu pada MOE CKBC – DT primer dan MOR CKBC – DT sekunder) maupun distribusi 3-Parameter Weibull (sebanyak 2 buah yaitu pada MOR CKBC – DT primer dan MOE CKBC – DT sekunder). Hal ini sesuai dengan analisis terhadap 809 contoh uji dari 62
berbagai jenis kayu, kelenturan dan kekuatan kayu Indonesia berdistribusi Weibull (Bahtiar, 2000) dan Amerika Serikat yang menetapkan distribusi Weibull sebagai distribusi standar sebagaimana pada ASTM D 5457-04. Maka distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di pasaran kayu Indonesia. b. Penyusunan dan Perbandingan Kekakuan dan Kekuatan Kayu Mangium Data Primer dan Data Sekunder dalam Format ASD dan LRFD 1) Persamaan/Perbedaan Data Primer dan Data Sekunder. Untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan data primer dan data sekunder dilakukan uji statistik dengan uji T saling bebas (independent t test), karena jumlah contoh uji yang berbeda. a) Perbandingan data antara MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC DT sekunder Tabel 6. Uji T antara MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC DT sekunder. Uji t : Saling bebas dengan asumsi ragam sama MOE CKBC DT Primer MOE CKBC DT sekunder Rata-rata 126.959,59 90.462,64 2 Variasi (Sd ) 277.378.105,90 429.203.532,30 Jumlah contoh uji (n) 100 213 Nilai t hitung 15,43 Probabilitas uji t 2 ekor 2,86 x 10-40 Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji T saling bebas, nilai MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC DT sekunder berbeda nyata. Hal ini terlihat dari nilai peluang penerimaan hipotesis (Probabilitas uji t 2 ekor) pada tingkat kepercayaan 95 % adalah 2,86 x 10-40 (lebih kecil dari 0,05) yang berarti bahwa hipotesis dapat ditolak. b) Perbandingan data antara MOR CKBC DT Primer dengan MOR CKBC DT sekunder Tabel 7. Uji T antara MOR CKBC DT Primer dengan MOR CKBC DT sekunder Uji t : Saling bebas dengan asumsi ragam sama MOR CKBC DT Primer MOR CKBC DT sekunder Rata-rata 999,85 835,66 2 Variasi (Sd ) 35.222,37 23.331,11 Jumlah contoh uji (n) 100 213 Nilai t hitung 8,23 Probabilitas uji t 2 ekor 5,37 x 10-15 63
Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji T saling bebas, nilai MOR CKBC DT Primer dengan MOR CKBC DT sekunder berbeda nyata. Hal ini terlihat dari nilai peluang penerimaan hipotesis (Probabilitas uji t 2 ekor) pada tingkat kepercayaan 95 % adalah 5,37 x 10-15 (lebih kecil dari 0,05) yang berarti bahwa hipotesis dapat ditolak. c) Perbandingan data antara MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC NDT Sekunder Tabel 8. Uji T antara MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC NDT Sekunder Uji t : Saling bebas dengan asumsi ragam sama MOE CKBC DT Primer MOE CKBC NDT Sekunder Rata-rata 126.959,59 147.344,94 2 Variasi (Sd ) 277.378.106 2.252.996.540 Jumlah contoh uji (n) 100 66 Nilai t hitung -3,95 Probabilitas uji t 2 ekor 0,000117 Setelah dilakukan analisis statistik dengan uji T saling bebas, nilai MOE CKBC DT Primer dengan MOE CKBC NDT sekunder berbeda nyata. Hal ini terlihat dari nilai peluang penerimaan hipotesis (Probabilitas uji t 2 ekor) pada tingkat kepercayaan 95 % adalah 0,000117 (lebih kecil dari 0,05) yang berarti bahwa hipotesis ditolak. Nilai t hitung yang bernilai negatif bermakna bahwa nilai rata-rata dari data yang dibandingkan yaitu nilai rata-rata data MOE CKBC NDT Sekunder lebih besar dibandingkan nilai rata-rata dari data MOE CKBC DT Primer. 2) Perbandingan Kekakuan dan Kekuatan Kayu Mangium Untuk melihat kekakuan dan kekuatan kayu Mangium dari data primer dan data sekunder dilakukan perbandingan nilai MOE dan MOR pada ukuran CKBC dan FS nya, sebagimana tercantum pada Tabel 9 berikut : Tabel 9. Perbandingan Nilai MOR dan MOE ukuran CKBC dan FS pada data primer dan data sekunder
MOR 100 1.000 1.402 385
MOEs 100 126.960 168.340 72.026
MOR 213 836 1.423 412
MOEs 213 90.463 170.262 53.247
CKBC NDT sekunder (kg/cm2) MOE D 66 147.345 274.030 79.740
188
16.655
153
20.717
47.466
CKBC DT Primer (kg/cm2)
N Rata-rata Maksimum Minimum Standar deviasi
CKBC DT Sekunder (kg/cm2)
FS NDT primer (kg/cm2)
FS NDT sekunder (kg/cm2)
MOE 144 113.463 242.696 18.350
MOE 63 117.298 163.645 79.003
MOE 146 101.527 182.699 40.598
48.089
19.261
33.707
FS DT Sekunder (kg/cm2) MOR 144 576 1.357 153 269
64
Berdasarkan Tabel 9 di atas, kekakuan lentur kayu Mangium dari data primer CKBC-DT hasil pengujian statis pada umur 8 tahun berkisar pada selang yang lebar yaitu antara 72.026 kg/cm2 sampai 168.340 kg/cm2 dengan rata-rata 126.960 kg/cm2. Kekakuan lentur kayu tertinggi mencapai 2 sampai 3 kali kekakuan lentur kayu terlentur. Sedangkan kekuatan kayu Mangium berkisar antara 385 kg/cm2 sampai 1.402 kg/cm2 dengan rata-rata 1.000 kg/cm2 bisa mencapai 3 sampai 4 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data sekunder CKBC-DT rata-rata 90.463 kg/cm2 dan kekuatannya rata-rata 836 kg/cm2. Sedangkan kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data sekunder CKBC – NDT rata-rata 147.345 kg/cm2. Kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data sekunder FS – DT ratarata 113.463 kg/cm2 dan kekuatannya rata-rata 576 kg/cm2. Nilai kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data primer FS-NDT hasil pengujian statis pada umur 8 tahun rata-rata 117.298 kg/cm2. Sedangkan kekakuan lentur kayu Mangium berdasarkan data sekunder FS-NDT rata-rata 101.527 kg/cm2. Nilai kekakuan dan kekuatan kayu Mangium pada data FS mempunyai selang kekakuan dan kekuatan yang lebih lebar dibanding data CKBC, hal ini dimungkinkan karena data FS banyak mengandung cacat-cacat kayu akibat pertumbuhan dan pengolahan kayu, sedangkan data CKBC relatif bebas dari cacat-cacat kayu. Berikut disajikan hubungan antara nilai MOE dan MOR untuk kayu Mangium berupa model matematik berdasarkan data primer dan data sekunder : Tabel 10. Model Matematik Hubungan antara Nilai MOE dan MOR untuk Kayu Mangium No. Jenis Data
Persamaan
R2
1
CKBC DT data primer
MOR = 0,008MOE - 66,52
0,555
2
CKBC DT data sekunder
MOR = 0,004MOE - 390,7
0,444
3
FS DT data sekunder
MOR = 0,004MOE - 55,62
0,670
Berdasarkan Tabel 9 di atas, nilai MOE NDT yang berasal dari nilai MOE D lebih tinggi sekitar 16 % dibandingkan nilai MOE DT yang berasal dari nilai MOEs pada CKBC data primer dan 63 % lebih besar dibandingkan dengan nilai MOE DT yang berasal dari nilai MOEs pada CKBC sekunder. Hal ini sesuai
65
dengan hasil penelitian Oliviera et.al. (2002) yang menghasilkan nilai pengujian dinamis (MOE D ) yang lebih tinggi 20 % daripada nilai pengujian statis (MOE S ). Halabe et al. (1995) diacu dalam Oliviera et al. (2002) menyatakan bahwa nilai MOE yang didapatkan melalui ultrasound umumnya lebih tinggi daripada nilai yang dihasilkan pada defleksi statis. Hal ini karena kayu merupakan material yang bersifat viskoelastis dan memiliki kemampuan menyerap yang tinggi. Saat terjadi tegangan perambatan pada kayu, kekuatan elastik proporsional terhadap pemindahan dan kekuatan yang menghilang proporsional terhadap kecepatan. Ketika kekuatan diberikan dalam waktu singkat, material menunjukkan tingkah laku elastik yang solid, sedangkan pada aplikasi kekuatan yang lebih lama tingkah lakunya serupa dengan viscous liquid. Tingkah laku ini lebih bisa dilihat uji bending statis (jangka waktu lama) daripada uji ultrasonic yang banyak digunakan untuk uji non destructive. Dengan demikian MOE dinamis (MOE D ) yang didapat dari metode ultrasound biasanya lebih besar daripada yang didapatkan pada defleksi statis (MOE S ) 3) Perbandingan Nilai Karakteristik Kayu Data Primer dan Sekunder dalam Bentuk CKBC dan FS Kayu Mangium merupakan tanaman jenis cepat tumbuh dan tanaman perintis, oleh karena itu kualitas kekuatan kayu Mangium ini sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan tempat tumbuhnya. Kekuatan karakteristik suatu jenis atau kelompok kayu merupakan 5 % exclusion limit terhadap distribusi populasinya. Nilai kekuatan karakteristik kayu Mangium hasil pengujian statis pada umur 8 tahun adalah 691 kg/cm2 pada format ASD dan 655 kg/cm2 pada format LRFD sebagaimana tercantum pada Tabel 5, yang merupakan nilai 5 % Exclusion Limit. Nilai ini lebih tinggi dibanding kekuatan karakteristik kayu Mangium pada data CKBC sekunder sebesar 584 kg/cm2 pada format ASD dan 572 kg/cm2 pada format LRFD. Nilai kekuatan karakteristik kayu Mangium pada data FS sekunder adalah 133 kg/cm2 pada format ASD dan 230 kg/cm2 pada format LRFD (Tabel 5), tidak berbeda nyata dibanding nilai kekuatan karakteristik kayu Mangium dari Indramayu sebesar 231 kg/cm2 pada format LRFD (Firmanti et al., 2003). Kekuatan karakteristik kayu terendah dimiliki oleh data FS sekunder, sedangkan yang paling kuat dimiliki oleh data CKBC primer. Data CKBC 66
sekunder hampir mendekati nilai data CKBC primer. Untuk keperluan struktur, terutama sebagai penyangga beban bisa dipenuhi oleh data CKBC primer dan sekunder yang dapat menahan beban lebih dari 200 kg/cm2. Nilai kekuatan karakteristik dari data FS sekunder sebesar 133 kg/cm2 (dalam format ASD) dan 230 kg/cm2 (dalam format LRFD) dapat menahan beban sedang karena kekuatan karakteristiknya berkisar antara 100 – 200 kg/cm2 (Bahtiar, 2000) sehingga cukup baik digunakan untuk papan-papan struktural. Nilai kekuatan karakteristik kayu Mangium pada data FS mempunyai kekuatan karakteristik yang lebih rendah dibanding data CKBC, hal ini dimungkinkan karena data FS banyak mengandung cacat-cacat kayu akibat pertumbuhan dan pengolahan kayu, sedangkan data CKBC relatif bebas dari cacat-cacat kayu. Untuk keperluan konstruksi, variabel kekuatan karakteristik kayu ini tidak banyak berarti. Pemborosan kayu sebagai bahan bangunan masih tinggi, meskipun telah dipilah-pilah kekuatan kayunya, karena setiap kelompok data kayu ini hanya memiliki satu nilai kekuatan karakteristik, padahal rentang kekuatannya masih lebar. Berdasarkan uraian sebelumnya, kekuatan kayu Mangium tertinggi pada data CKBC dapat mencapai 3 sampai 4 kali kekuatan kayu terlemah. Sedangkan kekuatan kayu Mangium pada data kelas mutu lebih lebar lagi, yaitu mencapai 8 sampai 9 kali lebih kuat dari kayu terlemah. Penetapan satu nilai kekuatan karakteristik (R 0,05 ) untuk setiap jenis kayu, secara ekonomis maupun sumberdaya sangat merugikan, karena justifikasi kekuatan jauh di bawah kemampuan sebenarnya dari sebagian besar kayu, namun dari segi keamanan struktur menjadi lebih aman. Tindakan ini menyebabkan penggunaan dimensi kayu untuk suatu beban tertentu menjadi lebih besar daripada yang dibutuhkan, sehingga terjadi pemborosan sumberdaya kayu. 4) Perbandingan Nilai Tegangan Ijin (F x ) Data Primer dan Data Sekunder dalam Bentuk CKBC pada Format ASD Format ASD merupakan format konvensional, diasumsikan tidak terdapat variabilitas beban sehingga setiap macam beban dianggap mempunyai pengaruh yang sama terhadap kayu. Tegangan ijin murni ditentukan oleh distribusi kekuatan kayu dan tidak ada distribusi beban. Konsep dasar dalam format ASD adalah : Kd.Fx ≥ D + L, yang berarti beban hidup ditambah beban mati harus lebih kecil atau sama dengan tegangan ijin dikalikan dengan faktor lama pembebanan. 67
Tegangan ijin (Fx) merupakan kekuatan karakteristik kayu yang telah direduksi dengan faktor keamanan sebagai faktor pengali, yakni sebesar 1/(2,1) untuk softwood dan 1/(2,3) untuk hardwood. Oleh karena kayu Mangium termasuk hardwood, maka faktor pengalinya digunakan sebesar 1/(2,3). Nilai Tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD (Fx) dari data primer adalah 300 kg/cm2 sedangkan tegangan ijin dari data sekunder adalah 254 kg/cm2. Berdasarkan nilai tegangan ijin (F x ) tersebut, nilai tegangan ijin (F x ) dari data primer lebih besar dibanding nilai tegangan ijin (F x) dari data sekunder. 5) Perbandingan Nilai Tegangan Ijin (σ lt ) Data Primer dan Data Sekunder dalam Bentuk kelas mutu pada Format ASD Nilai tegangan ijin bentuk CKBC pada format ASD (Fx) kemudian dikonversi menjadi nilai tegangan ijin bentuk kelas mutu pada format ASD (σlt). Nilai tegangan ijin bentuk kelas mutu pada format ASD (
) dari data primer
adalah 186 kg/cm2 sedangkan tegangan ijin data sekunder adalah 156 kg/cm2. Nilai tegangan ijin bentuk FS pada format ASD ( kg/cm2. Berdasarkan nilai tegangan ijin (
) dari data sekunder adalah 58
) tersebut, nilai tegangan ijin (
dari data primer bentuk CKBC lebih besar dibanding nilai tegangan ijin (
)
) dari
data sekunder baik dalam bentuk CKBC maupun FS. Pengkelasan mutu kayu dalam format ASD ini dilakukan sesuai dengan SKI Cbo-010:1987 yang menghasilkan kelas mutu kayu berdasarkan tegangan lenturnya yang disebut Tegangan Serat (TS) seperti Tabel 1. Nilai tegangan ijin bentuk FS hasil konversi pada format ASD
hasil pengujian CKBC primer adalah 186
kg/cm2 (TS 18), lebih tinggi dibanding data CKBC sekunder sebesar 156 kg/cm2 (TS 15) dan data FS sekunder 58 kg/cm2 (TS 5). Kayu Mangium dari data primer relatif lebih kuat dibanding kayu Mangium dari data sekunder. Berdasarkan nilai tegangan serat
kayu tersebut, kayu Mangium direkomendasikan untuk
dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, terutama untuk bahan konstruksi seperti shearwall. 6) Perbandingan Nilai Reference Resistance (Rn) Data Primer dan Sekunder Baik dalam Bentuk CKBC maupun kelas mutu pada Format LRFD. Nilai reference resistance (Rn) data primer dari data CKBC dengan menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD sebesar 473 kg/cm2 dan dalam bentuk FS pada format LRFD sebesar 503 kg/cm2, diikuti nilai reference resistance dari data sekunder data CKBC dengan menggunakan 68
prosedur format conversion dalam format ASD sebesar 400 kg/cm2 dan dalam bentuk FS pada format LRFD sebesar 459 kg/cm2 dan nilai reference resistance dari data sekunder data FS dengan menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD sebesar 147 kg/cm2 dan dalam bentuk FS pada format LRFD sebesar 208 kg/cm2. Nilai ini lebih besar dibanding nilai reference resistance kayu Mangium dari Indramayu sebesar 161 kg/cm2 dalam bentuk FS pada format LRFD (Firmanti, et al. 2003). Berdasarkan perbandingan nilai reference resistance baik dalam bentuk CKBC maupun kelas mutu pada format ASD dan LRFD, nilai reference resistance data primer lebih besar dibanding
nilai reference resistance data
sekunder baik pada ukuran CKBC maupun FS. Meskipun nilai reference resistance data sekunder pada ukuran FS terendah, namun kondisi kayunya sudah mengandung cacat-cacat di dalamnya, sehingga dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat. Keterandalan yang tepat
menunjukkan kemungkinan
kerusakan yang semakin kecil. Sementara perhitungan ketahanan referensi (reference resistance) pada data primer dan data sekunder dari data CKBC yang sudah dikonversi ke bentuk FS ini menggunakan prosedur format conversion. Karena itu nilai ketahanan referensi (reference resistance) ini tidak dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat. c. Kelas Mutu Kayu Untuk kemudahan dan alasan ekonomi, setiap potong kayu yang memiliki sifat mekanis serupa dipisah atau dikelompokkan ke dalam kelas yang disebut dengan kelas mutu (stress grade). Kelas mutu dicirikan oleh satu atau lebih standar penyortiran, sekumpulan sifat mekanis yang diijinkan untuk desain struktur dan sebuah nama kelas mutu yang khas. Dalam pengkelasan mutu, sifat yang diperlukan adalah sifat mekanis kayu yang dicirikan dua sifat penting yaitu nilai MOE dan nilai MOR. Berdasarkan pengkelasan mutu dengan standar RSNI 2002, nilai MOE kayu Mangium dari data CKBC-DT data primer sebagaimana pada Tabel 9, masuk kelas E7 sampai E17 dan rata-rata di E13. Dan berdasarkan nilai MOR sebagaimana tercantum pada Tabel 5 sebesar 503 kg/cm2 (nilai reference resistance dalam bentuk FS pada format LRFD) dan sebesar 473 kg/cm2 (nilai reference resistance dengan menggunakan prosedur format conversion dalam 69
format ASD) masuk kelas kuat E20 dan berdasarkan nilai MOE kayu Mangium dari data FS primer masuk kelas E8 sampai E17 dan rata-rata di E12. Kayu Mangium umur 8 tahun dari HTI PT INHUTANI II ini cukup kaku dan kuat. Berdasarkan data CKBC-DT data sekunder sebagaimana pada Tabel 9, nilai MOE kayu Mangium masuk kelas E5 sampai E17 dan rata-rata di E9. Dan berdasarkan nilai MOR sebagaimana tercantum pada Tabel 5 sebesar 459 kg/cm2 (nilai reference resistance dalam bentuk FS pada format LRFD) dan sebesar 400 kg/cm2 (nilai reference resistance dengan menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD) masuk kelas kuat E17-E19. Sehingga kayu Mangium dari data sekunder CKBC – DT ini cukup layak untuk konstruksi karena kurang kaku tapi cukup kuat. Berdasarkan data CKBC-NDT data sekunder sebagaimana tercantum pada Tabel 9, nilai MOE kayu Mangium masuk kelas E8 sampai E26 dan rata-rata di E14. Sehingga kayu Mangium dari data sekunder CKBC – NDT ini layak untuk konstruksi karena cukup kaku. Berdasarkan data FS-DT data sekunder sebagaimana pada Tabel 9 nilai MOE kayu Mangium masuk kelas E5 sampai E25 dan rata-rata di E12. Dan berdasarkan nilai MOR sebagaimana tercantum pada Tabel 5 sebesar 208 kg/cm2 (nilai reference resistance dalam bentuk FS pada format LRFD) dan sebesar 147 kg/cm2 (nilai reference resistance dengan menggunakan prosedur format conversion dalam format ASD) masuk kelas kuat E8 - E11. Sehingga kayu Mangium dari data sekunder FS – DT ini cukup kaku namun kurang kuat (agak getas). Berdasarkan data FS-NDT data primer sebagaimana pada Tabel 9, nilai MOE kayu Mangium masuk kelas E8 sampai E17 dan rata-rata di E12. Sedangkan berdasarkan data FS-NDT data sekunder sebagaimana pada Tabel 9, nilai MOE kayu Mangium masuk kelas E5 sampai E19 dan rata-rata di E11. Sehingga kayu Mangium dari data FS – NDT ini layak untuk konstruksi karena cukup kaku. Secara keseluruhan kayu Mangium sebagai jenis kayu cepat tumbuh dan banyak ditanam pada HTI dapat direkomendasikan untuk dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, terutama untuk konstruksi struktural sebagai komponen shearwall dan diafragma pada konstruksi rumah prefabrikasi, dinding, lantai, jendela, pintu, atap dan perancah karena relatif kaku dan cukup kuat. PT
70
INHUTANI II sudah menurunkan daur menjadi 8 tahun, baik untuk kebutuhan pulp maupun untuk kayu pertukangan. E. Simpulan Dari penelitian yang dilakukan diperoleh beberapa simpulan yaitu : 1. Nilai sifat fisis kayu Mangium umur 8 tahun di PT INHUTANI II berupa KA ratarata 13,01 % dan BJ rata-rata 0,58. Nilai sifat mekanis data CKBC berupa MOEs rata-rata 126.960 kg/cm2, MOR rata-rata 1.000 kg/cm2 dan berdasarkan data FSNDT nilai MOE rata-rata sebesar 117.298 kg/cm2. 2. Kayu Mangium umur 8 tahun ini termasuk kelas kuat II – III (NI-5 PKKI;1961). Nilai tegangan ijin berupa Tegangan Serat (TS) termasuk kelas TS 7 sampai TS 22 dan rata-rata di TS 12 (SKI C-bo-010:1987), dan kuat acuan lentur termasuk kelas E8 sampai E17 dan rata-rata di E12 (RSNI 2002). 3. Pada pengamatan distribusi kekakuan dan kekuatan kayu Mangium, distribusi Weibull dipilih sebagai distribusi standar bagi kekuatan kayu konstruksi dari kayu Mangium maupun kayu-kayu konstruksi di pasaran kayu Indonesia. 4. Nilai reference resistance data sekunder pada ukuran FS lebih rendah dibanding nilai reference resistance pada data primer maupun data sekunder dari data CKBC, karena adanya cacat-cacat di dalamnya. Sehingga dapat menduga keterandalan struktur dengan tepat
yang akan menunjukkan kemungkinan
kerusakan yang semakin kecil. 5. Berdasarkan kelas mutu standar RSNI 2002, nilai MOE dan MOR kayu Mangium dari data primer CKBC-DT, data sekunder CKBC-DT dan data sekunder FS-DT ini cukup kaku dan kuat serta berdasarkan data sekunder CKBC-NDT, data primer FS-NDT dan data sekunder FS-NDT ini layak untuk konstruksi karena cukup kaku.
71