Laporan Studi pelaksanaan skema Jaminan kesehatan Nasional (JKN) dalam kaitannya dengan kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual, 2015
I. Latar Belakang Masalah Kesehatan Perempuan di Indonesia masih terus menjadi sorotan dan keprihatinan. Kematian ibu bukan menunjukkan penurunan namun justru terjadi peningkatan hingga mencapai 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Perempuan memiliki kebutuhan besar akan kontrasepsi yang efektif, namun pilihan tetap terbatas dan ditentukan oleh target populasi. Aborsi yang tidak aman terus marak dan terabaikan, serta seksualitas masih menjadi hal yang tabu walaupun epidemi AIDS dan infeksi menular seksual telah menyebar luas di masyarakat. Belum lagi kanker terkait dengan organ reproduksi juga mengalami peningkatan, namun pencegahan dan pengobatan dan pelayanan masih belum terjangkau oleh masyarakat luas. Melihat kondisi kesehatan reproduksi yang belum mengalami perubahan sesuai yang diharapkan, YKP (Yayasan Kesehatan Perempuan), yang didirikan oleh para tokoh kunci yang berhasil membangun jaringan dan kegiatan advokasi di masa lalu, bermaksud untuk merevitalisasi gerakan kesehatan perempuan melalui pembelajaran reguler dan forum advokasi di tingkat nasional maupundi Jakarta. Belajar dari pengalaman masa lalu serta mempertimbangkan realitas terkini, YKP percaya bahwa membangun peningkatan kapasitas dan proses jaringan yang lebih efektif, tidak cukup hanya melalui forum diskusi saja, melainkan dengan menggabungkan proses pembelajaran lisan dengan pengalaman penelitian dan advokasi kegiatan bersama berbasis penelitian. Jaringan yang dibentuk pada awal tahun 2015 ini disebut dengan Jaringan Perempuan Peduli Kesehatan (JP2K). Kegiatan utama dari jaringan ini selain melakukan diskusi-diskusi rutin di tingkat lokal Jakarta (3 bulan sekali) dan di tingkat nasional (6 bulan sekali), juga menyelenggarakan survei kecil bersama tentang pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. Hasil dari survei ini akan digunakan untuk materi advokasi di tingkat lokal dan Nasional. Survei rutin mengenai pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional ini dirasakan sangat penting untuk dilakukan bukan hanya sebagai sarana untuk membangun kapasitas jaringan melalui kegiatan penelitian, namun hasil dari survei rutin diharapkan dapat dipakai sebagai bahan advokasi kepada pemerintah untuk memastikan dilakukannya upaya untuk meingkatkan kualitas dan akses terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan reproduksi.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman1
II. Tujuan penelitian Tujuan survei ini adalah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan skema Jaminan Kesehatan Nasional secara rutin baik dari perspektif pemberi pelayanan maupun pengguna pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya terkait dengan kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual. III. Pertanyaan penelitian Penelitian dimaksudkan untuk menjawab tiga pertanyaan utama berikut: 1. Bagaimana pemahaman, sikap dan perilaku petugas kesehatan terkait pelaksanaan jaminan kesehatan nasional untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual? 2. Bagaimana ketersediaan pelayanan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual? 3. Bagaimana pemahaman, sikap dan perilaku masyarakat mengenai pelaksanaan jaminan kesehatan nasional khususnya terkait pelayanan untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual?
IV. Metode penelitian Pertanyaan utama di atas akan didapatkan informasinya melalui dua kali survei dengan jarak waktu sekitar enam bulan. Survei dilakukan untuk mengetahui pemahaman, sikap dan perilaku masyarakat dan petugas kesehatan terkait pelaksanaan jaminan kesehatan nasional. Selain survei, penelitian dilengkapi dengan desk-based studi dengan melihat dokumendokumen yang sudah ada juga melalui diskusi-diskusi dengan pihak terkait, yaitu yang utama adalah pihak BPJS sebagai pelaksana Jaminan Kesehatan Nasional. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil survei tahap pertama yang dilakukan dari sekitar bulan Juni sampai Agustus 2015. 4.1 Lokasi Survei dilakukan di kabupaten-kabupaten dimana anggota jaringan kesehatan perempuan berada. Hasil survei ini tidak mewakili gambaran nasional, namun dapat mewakili gambaran di tingkat kabupaten dimana survei dilakukan. Lokasi tersebut adalah di berbagai kabupaten berikut: Tabel 1. Kabupaten yang menjadi lokasi survei, survei JKN 2015 No Nama Kabupaten (Propinsi) No Nama Kabupaten (Propinsi) 1 Banda Aceh (Aceh) 9 Kodya Yoga (DIY) 2 Dairi (Sumatera Utara) 10 Badung (Bali) 3 Padang Pariaman (Sumatera Barat) 11 Lombok Timur (NTB) 4 Muaro Jambi (Jambi) 12 Kupang (NTT) 5 Bandar Lampung (Lampung) 13 Makasar (Sulawesi Selatan) 6 Jakarta Timur (DKI Jakarta) 14 Manado (Sulawesi Utara) 7 Sumenep (Jawa Timur) 15 Maluku Tengah (Maluku) 8 Boyolali (Jawa Tengah) Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman2
4.2 Responden Survei dilakukan terhadap dua jenis responden berikut: 1. Petugas pemberi pelayanan di fasilitas kesehatan pemberi pelayanan BPJS. Petugas ini meliputi petugas pemberi pelayanan klinis maupun administratif. 2. Masyarakat umum yaitu perempuan berusia 15-65 tahun dari rumah tangga yang terpilih sebagai sampel survei, baik anggota BPJS maupun bukan anggota BPJS. Kriteria inklusi dan eksklusi responden adalah seperti tertera dalam tabel berikut Tabel 2. Kriteria inklusi dan eksklusi pemilihan responden survei Jenis responden Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Petugas a. Berusia minimal 18 tahun Tidak bersedia untuk kesehatan b. Sudah bekerja di fasilitas kesehatan diwawancarai. yang merupakan sampel penelitian selama setidaknya 6 bulan. c. Jenis profesi di RS 1) Dr Obgyn 2) Bidan 3) Perawat 4) Kepala ruang bersalin 5) Wadir keuangan 6) Petugas BPJS 7) Petugas pendaftaran 8) Kepala rekam medik d. Jenis profesi (puskesmas/klinik) 1) Dokter puskesmas 2) Tiga bidan 3) Perawat 4) Bidan koordinator 5) Kepala puskesmas 6) Petugas pendaftaran 7) Petugas keuangan Masyarakat a. Perempuan yang merupakan a. Tidak bersedia untuk umum anggota/pimpinan dari rumah tangga diwawancarai. yang terpilih c. Perempuan dalam satu b. Berumur 15 - 65 tahun rumah tangga dimana sudah ada perempuan lain yang diwawancarai (Satu rumah tangga satu responden, dengan prioritas responden dihitung menurut proporsi penduduk menurut umur)
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman3
4.3 Jumlah dan cara pengambilan sampel Besar sampel untuk responden masyarakat Rumus besar sampel yang digunakan adalah rumus untuk survei dengan populasi tidak diketahui (mengingat survei ini dilakukan di berbagai lokasi yang berbeda), dan dengan margin error 10%, confidence interval sebesar 95%, dan dengan memperhatikan design effect (dimana pengambilan sampel bukan dengan simple random sampling), sebagai berikut: Z2 1-α/2 P (1-P) n = -------------------d2 di mana n = besar sampel minimum Z2 1-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu. Ditentukan sebesar 95% nilai z= 1,96 P = harga proporsi di populasi (proporsi pemakai BPJS, ditentukan sekitar 50%) d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (ditentukan sebesar 10%) Dengan rumus di atas dan dengan memperhatikan design effect, jumlah sampel minimal di setiap kabupaten adalah sebesar 192. Cara pengambilan sampel Cara pengambilan sampel untuk jumlah sampel di atas adalah secara acak dengan metode random sampling dua tahap dengan Probability Proportional to Size (PPS) method. Di setiap kabupaten dipilih secara acak lima desa sebagai lokasi survei. Jumlah responden di setiap desa adalah sekitar 40 responden. Cara pengambilan sampel di setiap desa terpilih adalah dengan menempatkan petugas pengumpul data di tengah-tengah wilayah desa untuk memilih secara random rumah-rumah yang akan dikunjunginya. Responden petugas pemberi pelayanan kesehatan Untuk petugas pemberi pelayanan kesehatan, jumlah responden dirancang untuk mendapatkan informasi dari berbagai tipe petugas kesehatan baik di pelayanan kesehatan tingkat dasar dan rujukan, baik milik pemerintah maupun swasta. Di setiap kabupaten jumlah responden adalah seperti tertera dalam tabel berikut. Tabel 3. Responden untuk wawancara mendalam di setiap kabupaten Rumah sakit Fasilitas tingkat dasar (1 rumah sakit pemerintah dan 1 Puskesmas (sejumlah tiga Klinik bersalin swasta RS swasta) puskemas yang dipilih (sejumlah dua klinik secara acak) yang dipilih secara acak) Petugas klinis Petugas klinis Petugas klinis 1. Dokter spesialis kebidanan 1. Dokter puskesmas 1. Dokter dan kandungan 2. Tiga bidan 2. Bidan 2. Kepala ruangan bersalin 3. Perawat 3. Perawat 3. Bidan 4. Bidan koordinator 4. Perawat Administratif Administratif Administratif 1. Wadir keuangan 1. Kepala puskesmas 1. Direktur klinik 2. Petugas BPJS 2. Petugas pendaftaran 2. Petugas pendaftaran 3. Petugas pendaftaran 3. Petugas keuangan 3. Petugas keuangan 4. Kepala rekam medik Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman4
4.4 Instrumen penelitian Instrumen survei untuk masyarakat Kuesioner survei terdiri dari beberapa bagian pertanyaan berikut: 1. Identifikasi responden 2. Karakteristik sosiodemografi rumah tangga responden 3. Pengetahuan responden mengenai JKN, yang akan terbagi menjadi dua bagian besar: a. JKN secara umum, di antaranya: pendaftaran, pembayaran, cakupan pelayanan b. Khususnya terkait pelayanan untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual, di antaranya: pelayanan yang sensitif terhadap kebutuhan perempuan, pelayanan persalinan, kontrasepsi, kanker payudara, kanker leher rahim dan sebagainya. 4. Sikap (dan persepsi) responden terkait JKN baik secara umum dan khususnya pelayanan untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual. 5. Perilaku responden terkait JKN baik secara umum dan khususnya pelayanan untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual. Instrumen untuk petugas kesehatan Kuesioner untuk petugas kesehatan juga terdiri dari pertanyaan terkait pengetahuan dan persepsi mereka tentang pelayanan JKN terkait kesehatan reproduksi dan seksual. Instrumen dibagai antara petugas klinis dan administratif. Pertanyaan kurang lebih sama, namun untuk petugas administratif, ditanyakan juga aspek-aspek perencanaan dan administratif terkait pelayanan kesehatan reproduksi perempuan. 4.5 Proses pengumpulan data Pengumpulan data dilaksanakan oleh satu tim di tingkat propinsi yang terdiri dari seorang koordinator lapangan dan enam petugas pengumpul data yang telah mendapat pelatihan sebelumnya. Pelatihan dilakukan secara berjenjang, diawali dengan pelatihan koordinator lapangan secara terpusat. Para koordinator lapangan kemudian melakukan pelatihan terhadap para petugas pengumpul data. Wawancara terhadap responden dilakukan oleh petugas pengumpul data. Wawancara terhadap responden masyarakat dilakukan di rumah responden tersebut, sementara wawancara terhadap petugas kesehatan dilaksanakan di tempat kerja para petugas tersebut. Petugas pengumpul data memastikan bahwa wawancara dilakukan di tempat dimana kerahasiaan informasi dari responden bisa dijaga. Wawancara berlangsung sekitar kurang lebih satu jam. 4.6 Manajemen dan analisis data Untuk pemrosesan data dibuat template data entry dengan program epi-info. Data entry dilakukan secara terpusat di Jakarta oleh para petugas yang telah dilatih sebelumnya. Analisis utamanya bersifat univariat untuk melihat distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti. Perbandingan antar waktu akan dilakukan secara sederhana, setelah terlaksananya survei yang ke dua, dengan melihat tren perubahan distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti. Analisis bivariate dilakukan untuk melihat berbagai variable survei menurut desa-kota maupun menurut kuintil kesejahteraan yang dibuat berdasarkan pertanyaanpertanyaan terkait asset rumah tangga.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman5
4.7 Etika penelitian Perijinan Sebelum survei dilaksanakan, ijin etik untuk pelaksanaan survei telah diajukan kepada Komisi Etik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Ijin tersebut telah didapatkan sebelum proses pengumpulan data dilakukan. Selain itu, di setiap kabupaten, ijin juga didapatkan dari kantor yang terkait (misalnya, kantor Kesbanglinmas). Kesukarelaan Responden yang terpilih hanya diwawancarai jika mereka bersedia untuk berpatisipasi dalam survei ini. Prosedur permintaan ijin (melalui formulir informed consent tersandard) dilakukan. Dalam formulir tersebut dijelaskan tujuan survei, manfaat survei, kesukarelaan untuk berpartisipasi dan berhenti berpartisipasi ketika tadinya sudah menyetujui untuk diwawancarai, risiko yang mungkin dialami, penjagaan kerahasiaan informasi dan waktu yang diperlukan untuk wawancara. Kerahasiaan informasi Beberapa upaya dilakukan untuk menjaga kerahasiaan informasi yang didapat dari survei ini. Di antaranya meliputi: 1. Semua petugas pengumpul data diberi pelatihan dengan berbagai topik terkait survei termasuk mengenai etika penelitian. 2. Kuesioner hasil wawancara dikirim ke tempat data entry (di Jakarta) dalam amplop yang tertutup. 3. Laporan survei dibuat dalam bentuk pengelompokan, tidak menyebutkan identitas individu samasekali. Ketika kutipan dibuat, maka identitas informan disamarkan. Manfaat Responden tidak mendapat imbalan dari partisipasinya dalam survei. Namun kepada mereka dijelaskan bahwa informasi yang didapat dari survei ini diharapkan dapat dipakai bahan untuk memberi saran kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait lain untuk perbaikan pelayanan kesehatan perempuan, khususnya pelayanan kesehatan reporduksi dan seksual. 4.8 Jadwal Pengumpulan data untuk survei pertama dimulai pada sekitar akhir bulan Juni 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015. V. Hasil survei 5.1. Jumlah sampel Untuk responden masyarakat, yaitu perempuan usia 15-65 tahun, secara nasional, total jumlah sampel yang dimasukkan ke dalam analisis adalah sebesar 2564. Di 15 kabupaten dimana survei dilakukan, sejumlah 3020 didatangi oleh data kolektor. Dari jumlah tersebut terdapat 15 orang yang menolak untuk diwawancarai, 33 wawancara tidak lengkap/missing, 5 orang ditunda, dan 4 kasus dikeluarkan dari analisis karena berumur kurang dari 15 tahun. Lebih lanjut, untuk analisis secara total, data untuk Propinsi Jawa Timur (yaitu Kabupaten Sumenep – sejumlah 200) dan Makasar, Sulawesi Selatan (199) tidak diikutsertakan dalam analisis karena pemilihan desa maupun respondennya bersifat purposif. Jumlah sampel di setiap kabupaten bervariasi dari 192 sampai 200, artinya semua memenuhi target jumlah
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman6
sampel sesuai perhitungan di atas yaitu 192 (Jumlah sampel di setiap kabupaten, lihat lampiran 1). 5.2
Hasil survei terhadap masyarakat
5.2.1 Karakteristik responden Sesuai dengan target responden survei, umur responden berkisar antara 15 sampai 65 tahun, dengan rata-rata umur adalah 38 tahun. Hampir 80% responden menikah, sebagian terbesar responden (40,5%) tamat SMU, dan hampir 60% responden adalah ibu rumah tangga/tidak bekerja. Sekitar 85% responden sudah memiliki anak, dan sekitar 4% responden sedang hamil ketika survei dilakukan. 5.2.2 Pengetahuan tentang JKN/BPJS Sebagian besar responden (2087 orang atau sekitar 84,5% total responden) pernah mendengar tentang JKN/BPJS. Angka ini bervariasi di tingkat kabupaten dimana survei dilakukan, dengan angka terkecil sebesar 18% di kabupaten Maluku Tengah, Maluku dan maksimum 98,4% di Manado (Lihat lampiran 2. Responden pernah mendengar JKN/BPJS menurut kabupaten). Persentase responden perempuan pernah mendengar tentang BPJS ini ternyata cukup berbeda antara responden yang tinggal di perkotaan dengan yang tinggal di perdesaan. Angka perbandingannya adalah antara 91% di perkotaan dengan 63% di perdesaan. Ketika responden dikelompokkan dalam lima kuintil kesejahteraan, tidak terlihat pola perbedaan pada empat kelompok (paling miskin, miskin, sedang dan kaya) dalam hal persentase pernah mendengar BPJS. Yang terlihat cukup jauh berbeda hanya pada kelompok paling kaya, dimana 92,2% responden perempuan pada kelompok ini menyatakan pernah mendengar tentang BPJS (lebih rinci, lihat dalam tabel berikut ini) Tabel 4. Persentase responden perempuan pernah mendengar BPJS menurut kelompok kesejahteraan, Survei JKN 2015 Kelompok kesejahteraan Paling miskin Miskin Sedang Kaya Paling kaya
N 515 532 431 407 677
pernah mendengar BPJS n % 420 81,6 410 77,1 343 79,6 290 71,3 624 92,2
Ketika ditanyakan darimana responden mendengar tentang JKN/BPJS, jawaban spontan yang pertama disebutkan responden adalah beberapa pilihan jawaban berikut: dari rumah sakit (14,7%), dari puskesmas (14,2%), dari keluarga (15,4%), dari orang lain (15,2%), dan dari media elektronik (13,5%). Terhadap responden yang menyatakan pernah mendengar JKN/BPJS, diajukan pertanyaan „apakah mereka mengetahui prosedur pelayanan dengan menggunakan BPJS.‟ Kurang dari separuh responden (48%) mengatakan „iya.‟ Angka ini cukup bervariasi antar kabupaten Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman7
dimana survei dilakukan, dengan angka minimum sebesar 26,9% di Kabupaten Lombok Timur NTB dan tertinggi sebesar 80,7% di Manado, Sulawesi Utara (lihat lampiran 3. Responden mengetahui prosedur pelayanan dengan BPJS menurut kabupaten). Lebih rinci, responden yang menyatakan mengetahui prosedur pelayanan dengan kesehatan dengan BPJS ditanya mengenai berbagai prosedur yang ada, diantaranya prosedur pendaftaran, prosedur pelayanan dan sebagainya. Jawaban responden adalah seperti tertera pada tabel berikut ini. Tabel 5. Proporsi responden menyatakan mengetahui berbagai prosedur terkait pelayanan dengan BPJS, survei JKN, 2015 (N=1003) Prosedur Persen responden mengetahui Pendaftaran 89,7 Pembayaran 78,2 Rujukan 77,1 Cakupan pelayanan 55,2 Dari tabel di atas terlihat bahwa yang masih harus sangat ditingkatkan adalah sosialisasi mengenai jenis-jenis pelayanan yang dicakup oleh BPJS; hanya 55,2% responden yang menyatakan mereka mengetahuinya. Persepsi responden tentang pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang ditanggung BPJS Tabel 5 di atas menunjukkan masih kecilnya proporsi responden yang mengetahui „cakupan pelayanan BPJS.‟ Ini dikonfirmasi oleh hasil dari pertanyaan selanjutnya mengenai „pelayanan kesehatan reproduksi perempuan apa saja yang ditanggung BPJS? Jawaban responden adalah seperti tertera pada tabel 2 di bawah ini. Terlihat bahwa hasil tertinggi adalah pada „pelayanan persalinan normal,‟ itupun hanya sebesar 31,7%. Artinya, lebih dari dua pertiga responden tidak tahu bahwa persalinan normal itu ditanggung oleh BPJS. Untuk pelayanan lainnya angkanya bahkan lebih kecil lagi. Untuk pelayanan pengobatan tumor/kanker, misalnya, hanya sekitar 6% responden mengetahui bahwa itu ditanggung oleh BPJS. Pelayanan persalinan dengan komplikasi, hanya disebutkan oleh 7,6% responden, padahal pengetahuan responden mengenai hal ini sangat penting dalam upaya penurunan angka kematian ibu. Tabel 6. Proporsi jawaban responden secara spontan mengenai pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang dicakup BPJS, survei JKN 2015 Pelayanan yang diberikan Persen responden spontan menyebutkan Pemeriksaan kehamilan 24,5 Pelayanan persalinan normal 31,7 Pelayanan kesehatan reproduksi remaja 5,8 Pemeriksaan ISR/PMS 5,5 Pelayanan persalinan dengan komplikasi 7,6 Pelayanan pasca persalinan 6,9 Pelayanan KB 9,7 Pelayanan aborsi 1,3 Pemeriksaan HIV/AIDS 2,6 Skrining tumor/kanker 4,7 Pengobatan tumor/kanker 5,9 Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman8
Pertanyaan lebih lanjut mengenai komponen-komponen pelayanan yang ditanggung oleh BPJS dari masing-masing jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan juga menunjukkan hasil yang masih sangat rendah. Sebagai contoh, untuk pelayanan persalinan normal, komponen-komponen pelayanan yang disebutkan oleh responden adalah seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Terlihat bahwa masih sedikit proporsi responden yang mengetahui komponen pelayanan apa saja yang dicakup oleh BPJS untuk persalinan. Tabel 7. Proporsi responden menyebutkan secara spontan komponen pelayanan yang dicakup oleh BPJS pada pelayanan persalinan normal Persen responden Komponen pelayanan menyebutkan Obat 39,9 biaya operasi 32,5 Biaya menginap 32,2 Transfusi darah 4,1 Komplikasi 3,4 Untuk pemeriksaan dini tumor/kanker yang memang dicakup oleh BPJS, sangat kecil proporsi responden yang mengetahui berbagai komponen pelayanan skrining kanker tersebut. Terlihat pada tabel di bawah ini, proporsi responden yang mengetahui jenis-jenis pelayanan skrining kanker yang ditanggung oleh BPJS semuanya berada di bawah angka 10% kecuali untuk pemeriksaan pap smear (14,5%). Tabel 8. Proporsi responden menyebutkan secara spontan komponen pelayanan yang dicakup oleh BPJS pada pelayanan skrining kanker Persen responden Komponen pelayanan menyebutkan IVA 6,7 Pap smear 14,5 Mammografi 5,1 USG 7,4 Pengetahuan responden untuk pengobatan kanker yang ditanggung BPJS juga sangat minim. Tabel di bawah ini menunjukkan proporsi responden yang menyebutkan komponen pelayanan pengobatan kanker yang ditanggung BPJS. Tabel 9. Proporsi responden menyebutkan secara spontan komponen pelayanan yang dicakup oleh BPJS pada pelayanan pengobatan kanker Persen responden Komponen pelayanan menyebutkan Konsultasi dokter 15,0 Operasi 30,1 Radiasi 6,5 Kemoterapi 10,4
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman9
5.2.3. Akses terhadap JKN/BPJS Kepesertaan sebagai anggota BPJS Dari total responden yang pernah mendengar tentang BPJS, proporsi perempuan yang menjadi peserta BPJS adalah sebesar 59,6%. Angka ini bervariasi di antara kabupatenkabupaten dimana survei dilakukan. Angka tertinggi adalah untuk Kota Manado yaitu sebesar 97,7%, diikuti Banda Aceh sebesar 92,4%. Angka terendah adalah di Kabupaten Maluku Tengah - Maluku, yaitu sebesar 22,2%, yang diikuti dengan kota Padang Pariaman di Sumatera Barat sebagai angka kepesertaan BPJS terendah ke dua (28,3%). Secara lengkap lihat gambar di bawah ini.
Gambar 1. Proporsi kepesertaan BPJS menurut kabupaten, survei JKN 2015 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
97,9
92,4 72,6
67,2 49,2
47,3
53,4 43,3
28,3
51,4
52,8
49,0
22,2
Menurut desa dan kota, tingkat kepesertaan BPJS responden perempuan menunjukkan perbedaan dimana presentase responden perempuan perkotaan yang menjadi anggota BPJS lebih tinggi disbanding responden perempuan perdesaan (68% disbanding 46,6%). Sementara menurut kuintil kesejahteraan tidak terlihat perbedaan pola kepemilikan BPJS seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 10. Persentase responden perempuan yang menjadi anggota BPJS menurut kelompok kesejahteraan, Survei JKN 2015 Kelompok kesejahteraan % kepesertaan BPJS 61,7% Paling miskin Miskin 56,8% Sedang 63,4% Kaya 60,6% Paling kaya 57,4%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman10
Cara pembayaran premi BPJS Dari responden dalam survei ini yang menjadi anggota BPJS, proporsi tertinggi adalah yang membayar premi dengan uang mereka sendiri (27,1%), diikuti oleh kelompok PBI (25,5%), Jamkesda (21,4%), dibayar perusahaan (14,1%) dan terakhir askes/asabri (11,8%).
Gambar 2. Cara pembayaran premi BPJS, survei JKN 2015 11,8% 27,1% Membayar sendiri 21,4%
Perusahaan PBI 14,1%
Jamkesda Askes asabri
25,5%
Menurut tingkat kesejahteraan terdapat pola yang berbeda dalam hal pembayaran premi BPJS. Kelompok paling kaya, presentase terbanyak adalah yang membayar sendiri (33,7%), sementara pada kelompok paling miskin, persentase terbanyak adalah sebagai PBI (37,2%). Sebuah situasi yang sangat wajar. Namun perlu menjadi perhatian bahwa pada kelompok „kaya‟ persentase terbesar adalah juga sebagai PBI (37,4%). Ini kemungkinan menunjukkan adanya kesalahan distribusi bantuan pembayaran premi (secara rinci lihat pada tabel berikut). Tabel 11. Cara pembayaran premi BPJS menurut kelompok kesejahteraan, Survei JKN 2015 siapa yang membayar Tingkat Membayar askes kesejahteraan sendiri Perusahaan PBI Jamkesda asabri Paling miskin 19.4% 11.2% 37.2% 26.7% 5.4% Miskin 32.1% 8.4% 24.9% 26.2% 8.4% Sedang 27.6% 10.4% 18.6% 32.6% 10.9% Kaya 17.8% 14.4% 37.4% 16.1% 14.4% Paling kaya 33.7% 22.0% 16.2% 10.0% 18.1% Alasan belum menjadi peserta BPJS Terhadap responden yang belum menjadi anggota BPJS ditanyakan alasan mengapa mereka belum menjadi anggota BPJS. Sebagian terbesar responden (39,2%) menyatakan bahwa mereka tidak tahu prosedurnya, diikuti oleh mereka yang „tidak bisa membayar premi‟ (34,6%). Ini menunjukkan masih perlunya upaya sosialisasi kepada masyarakat mengenai prosedur menjadi anggota BPJS dan memakai pelayanan dengan menggunakan BPJS. Selain Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman11
itu, kelompok yang tidak bisa membayar premi juga cukup besar; harus dipikirkan bagaimana membantu mereka mendapatkan akses terhadap keanggotaan BPJS.
Tabel 12. Alasan responden yang belum menjadi peserta BPJS, survei JKN 2015 Alasan persen Tidak tahu prosedur 39,2 Pelayanan kurang baik 11,1 Sudah ada asuransi 14,4 tidak bisa membayar preminya 34,6 Responden yang pernah memakai pelayanan dengan menggunakan BPJS Terhadap responden yang merupakan anggota BPJS diajukan pertanyaan mengenai „apakah mereka pernah memakai pelayanan kesehatan dengan menggunakan BPJS. Sejumlah 34,1% responden menyatakan pernah memakai pelayanan BPJS. Menurut kabupaten tempat survei dilakukan, proporsi tertinggi responden pernah mengakses pelayanan kesehatan dengan memakai BPJS adalah di Manado (Sulawesi Utara) sebesar 75,3%. Secara rinci menurut kabupaten dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 13. Proporsi anggota BPJS dari responden survei yang pernah memakai pelayanan kesehatan dengan menggunakan BPJS menurut kabupaten, survei JKN 2015 Kabupaten (Propinsi)
Persen pernah memakai
Banda Aceh (Aceh)
54,7
Dairi (Sumatera Utara)
21,9
Padang Pariaman (Sumatera Barat)
11,0
Muaro Jambi (Jambi)
24,6
Bandar Lampung (Lampung)
21,1
Jakarta Timur (DKI Jakarta)
23,3
Boyolali (Jawa Tengah)
26,2
Kodya Yogya (Yogyakarta)
42,1
Sumenep (Jawa Timur)
8,8
Badung (Bali)
30,1
Lombok Timur (NTB)
11,9
Kupang (Nusa Tenggara Timur)
45,3
Makasar (Sulawesi Selatan)
57,5
Manado (Sulawesi Utara)
75,3
Maluku Tengah (Maluku)
11,4
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman12
Jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang pernah diakses responden Terkait pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, jenis-jenis pelayanan yang pernah diakses responden dengan menggunakan skema pembayaran BPJS adalah seperti tertera dalam tabel berikut ini. Terlihat bahwa proporsi tertinggi adalah untuk pelayanan persalinan (42,8%), diikuti pelayanan kehamilan (38,8%). Tabel 14. Proporsi anggota BPJS dari responden survei yang pernah memakai jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan menggunakan BPJS, survei JKN 2015 Jenis pelayanan Persen Pelayanan kehamilan 38,8 Pelayanan persalinan 42,8 Pelayanan pasca persalinan 33,0 Pemeriksaan IMS/HIV Pelayanan KB Pelayanan kespro remaja Perawatan/pengobatan kanker payudara Perawatan/pengobatan kanker leher rahim
2,9 19,2 1,6 2,4 3,3
5.2.4. Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan BPJS Dari deskirpsi hasil survei di atas terlihat bahwa pemahaman masyarakat mengenai pemakaian asuransi BPJS untuk mengakses pelayanan kesehatan, utamanya pelayanan kesehatan reproduksi masih sangat perlu ditingkatkan. Namun, mereka yang pernah mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan menggunakan BPJS menunjukkan tingkat kepuasan yang cukup tinggi, seperti tertera pada tabel di bawah ini. Terlihat bahwa hampir dua pertiga responden menyatakan puas atau sangat puas terhadap berbagai pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang mereka akses dengan menggunakan BPJS. Tabel 15. Tingkat kepuasan responden survei yang pernah memakai jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan menggunakan BPJS, survei JKN 2015 Jenis pelayanan Tingkat kepuasan Kehamilan (274) Persalinan (302) Pasca salin (233) KB (134) Sangat tidak puas 0,7 1,0 0,9 0 Tidak puas 15,4 14,4 14,7 2,9 Cukup puas 19,1 23,6 25,0 24,8 Puas 56,3 54,1 50,9 58,4 Sangat puas 6,6 6,8 5,6 8 Informasi mengenai kepuasan pada tabel di atas dikonfirmasi melalui pertanyaan berikutnya: „apakah ibu akan menyarankan keluarga ibu untuk memakai BPJS dalam mengakses pelayanan kesehatan?‟ Terhadap pertanyaan tersebut 95,2% responden menyatakan „ya,‟ 2,5% menyatakan „tidak,‟ dan 2,3% menyatakan „tidak tahu.‟ Pertanyaan lain mengenai persetujuan mereka terhadap kebijakan JKN/BPJS mendapatkan jawaban 91,6% responden setuju pada kebijakan pemerintah ini.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman13
Biaya tambahan ketika mengakses pelayanan kesehatan reproduksi dengan BPJS Terhadap responden perempuan yang pernah mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan menggunakan skema BPJS ditanyakan apakah mereka mengeluarkan biaya tambahan. Sekitar 36% dari responden perempuan tersebut menyatakan „iya.‟ Lebih lanjut ditanyakan untuk apa biaya tambahan tersebut. Tabel di bawah ini menggambarkan jawaban mereka. Tabel 16. Jenis biaya tambahan yang dikeluarkan responden perempuan saat mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan BPJS, survei JKN 2015 Peruntukkan biaya tambahan Persentase Transportasi bila dirujuk 34,2 Obat 70,5 Periksa darah 11,3 Periksa urin 7,5 Kantong darah 14,3 Konsultasi dokter 13,9 USG 20,4
5.3 Petugas di fasilitas kesehatan Selain terhadap masyarakat, survei juga dilakukan terhadap para petugas di fasilitas kesehatan, baik para petugas klinis maupun administrative. Jumlah responden untuk petugas di fasilitas ini ditentukan secara purposif, dengan tujuan ada informasi dari berbagai jenis petugas yang ada. Jumlah responden tidak dihitung berdasarkan kecukupan untuk mewakili seluruh populasi petugas yang ada di setiap kabupaten. 5.3.1 Jumlah responden Dari 15 kabupaten dimana survei dilakukan, total petugas klinis yang diwawancarai adalah 392 petugas. Sementara petugas administrative yang diwawancarai adalah 253 orang. Tempat bekerja mereka adalah seperti tertera pada tabel berikut. Terlihat bahwa proporsi terbesar adalah untuk petugas dari puskesmas dan rumah sakit umum. Tabel 16. Tempat bekerja petugas klinis dan administrative yang diwawancarai, survei JKN 2015 Petugas klinis Petugas administratif Jenis Fasilitas kesehatan Jumlah Persen Jumlah Persen Rumah Sakit Umum 55 14,0 55 21,7 Rumah sakit swasta 36 9,2 38 15,0 Klinik bersalin 34 8,7 36 14,2 Puskesmas/Pustu 232 59,2 108 42,7 Bidan Praktek swasta 4 1,0 3 1,2 Polindes/poskesdes 14 3,6 0 0,0 Lainnya 13 3,3 13 5,1 Missing 4 1,0 0 0,0 Total 392 100 253 100
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman14
5.3.2 Karakteristik responden Umur dan lama bekerja Rata-rata umur petugas klinis yang diwawancarai adalah 37 tahun (minimum 21, maksimum 71). Sementara rata-rata umur petugas administratif adalah 38 tahun (minimum 21, maksimum 65). Para petugas klinis rata-rata sudah bekerja dalam perannya sekarang tersebut selama 10 tahun (minimum 1 tahun, maksimum 45 tahun). Sementara para petugas administratif rata-rata sudah bekerja dalam perannya sekarang ini selama 7 tahun (minimum 0 tahun, maksimum 33 tahun). Profesi/peran Jenis profesi para petugas klinis maupun petugas administratif yang diwawancarai adalah seperti tertera pada tabel berikut. Terlihat bahwa responden memiliki profesi yang cukup beragam dengan jumlah terbanyak untuk petugas klinis adalah bidan (53,6%). Tabel 17. Profesi petugas klinis yang diwawancarai, survei JKN 2015 Profesi Jumlah Persen Dokter spesialis 23 5,9 Dokter umum 56 14,3 Bidan 210 53,6 Perawat 94 24,0 Laboran 2 0,5 Radiologis 2 0,5 Missing 5 1,3 Total 392 100 Tabel 18. Profesi petugas klinis yang diwawancarai, survei JKN 2015 Peran/profesi Jumlah Persen Pendaftaran pasien 67 26,5 rekam medis 27 10,7 keuangan 62 24,5 Urusan BPJS 23 9,1 Lainnya 74 29,2 Total 253 100
5.3.3 Pengetahuan tentang BPJS Berbagai jenis pertanyaan yang ditanyakan kepada responden masyarakat juga kami tanyakan terhadap para petugas kesehatan. Pada umumnya, seperti yang kita asumsikan, pengetahuan para petugas kesehatan mengenai pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang dicakup oleh BPJS lebih baik dari pengetahuan masyarakat. Namun, secara rinci, banyak hal yang masih harus disosialisakan lagi terhadap mereka. Untuk pertanyaan „apakah ibu/bapak pernah mendengar mengenai JKN/BPJS,‟ masing-masing satu orang petugas klinis dan petugas administratif yang menyatakan „tidak.‟ Meskipun angkanya sangat kecil, tetap ini adalah hasil yang mengejutkan. Terkait pengetahuan petugas mengenai pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang ditanggung oleh BPJS, tabel di bawah ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka cukup Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman15
jauh lebih tinggi dari pengetahuan masyarakat. Selain itu, secara umum, antara petugas klinis dan administrative terlihat bahwa petugas klinis memiliki pengetahuan lebih tinggi. Namun, perlu dicatat bahwa sosialisasi mengenai pelayanan yang ditanggung oleh BPJS masih sangat perlu untuk ditingkatkan. Sebagai contoh, hanya 70,4% petugas klinis yang mengetahui bahwa persalinan normal itu ditanggung oleh BPJS. Petugas administratif bahkan lebih rendah lagi yaitu hanya 58%. Sementara merekalah yang berada di garis terdepan pelayanan kesehatan. Pengobatan untuk tumor/kanker juga sangat sedikit disebutkan oleh para petugas. Hanya sekitar 25% untuk petugas klinis dan 19,6% untuk petugas administratif. Tabel 19. Proporsi jawaban petugas secara spontan mengenai pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang dicakup BPJS, survei JKN 2015 Pelayanan yang diberikan Persen petugas klinis yang Persen petugas menyebutkan administratif yang menyebutkan Pemeriksaan kehamilan 71,5 63,5 Pelayanan persalinan normal 70,4 58,0 Pelayanan kesehatan 31,7 18,5 reproduksi remaja Pemeriksaan ISR/PMS 28,7 21,1 Pelayanan persalinan dengan 48,4 40,1 komplikasi Pelayanan pasca persalinan 54,2 39,8 Pelayanan KB 53,4 37,6 Pelayanan aborsi 17,4 9,7 Pemeriksaan HIV/AIDS 19,1 13,3 Skrining tumor/kanker 26,4 22,6 Pengobatan tumor/kanker 24,9 19,6 Pertanyaan lebih lanjut mengenai komponen pelayanan yang ditanggung oleh BPJS untuk setiap jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan juga menunjukkan hasil yang belum baik. Sebagai contoh untuk pelayanan pengobatan tumor/kanker pada perempuan, jawaban petugas kesehatan adalah seperti yang tertera pada tabel berikut. Terlihat bahwa secara umum proporsinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan jawaban masyarakat. Proporsi jawaban petugas klinis sedikit lebih tinggi disbanding petugas administrative. Namun, secara umum angka-angka yang tertera pada tabel tersebut menunjukkan masih sangat perlunya sosialisasi yang lebih detail mengenai berbagai komponen pelayanan yang ditanggung BPJS. Untuk kemoterapi, misalnya, hanya 42,1% petugas klinis yang menyebutkan. Sementara petugas administratif bahkan lebih rendah dari itu (38,5%). Tabel 20. Proporsi jawaban petugas secara spontan mengenai komponen pelayanan pengobatan tumor/kanker pada perempuan yang dicakup BPJS, survei JKN 2015 Komponen pelayanan Persen petugas klinis yang Persen petugas menyebutkan administratif yang menyebutkan Konsultasi dokter 58,1 50,0 Operasi 57,7 54,1 Radiasi 40,3 33,8 Kemoterapi 42,1 38,5
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman16
5.3.4. Pendapat mengenai BPJS Sosialisasi mengenai BPJS Berbagai tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan para petugas di fasilitas kesehatan mengenai BPJS utamanya terkait dengen pelayanan kesehatan reproduksi perempuan masih perlu ditingkatkan. Namun, menurut sebagian besar mereka, sosialisasi mengenai BPJS sudah dilakukan. Sekitar 84% petugas klinis dan 86,6% petugas administratif menyatakan bahwa sosialisasi sudah dilakukan. Lebih lanjut, informasi mereka mengenai siapa yang melakukan sosialisasi terlihat dari tabel di bawah ini. Terlihat bahwa pihak BPJSlah yang disebutkan oleh paling banyak responden sebagai pihak yang selama ini melakukan sosialisasi. Sementara yang masih sedikit melakukan sosialisasi adalah organisasi profesi maupun kemenkes. Tabel 21. Pihak yang melakukan sosialisasi BPJS terhadap petugas di fasilitas kesehatan, survei JKN 2015 Yang melakukan Persen petugas klinis yang Persen petugas sosialisasi menyebutkan administratif yang menyebutkan BPJS 83,5 93,2 Kemenkes 23,6 38,4 Dinkes Propinsi 37,3 49,3 Dinkes Kabupaten 57,7 64,2 Rumah sakit 39,4 44,9 Puskesmas 65,1 54,4 Organisasi profesi 29,8 25,8 Mekanisme komplain Terkait adanya mekanisme untuk para petugas menyampaikan keluhan mengenai BPJS, sekitar 59% petugas klinis dan sekitar 65% petugas administratif menyebutkan bahwa mekanisme itu ada. Lebih lanjut ditanyakan mengenai „apa saja mekanisme yang tersedia bagi mereka untuk menyampaikan keluhan,‟ jawaban para responden adalah seperti tertera pada tabel berikut ini. Secara umum terlihat bahwa jawaban antara petugas klinis maupun administratif sangat mirip. Mekanisme yang banyak disebutkan oleh petugas klinis, juga banyak disebutkan oleh petugas administratif. Mekanisme menyampaikan keluhan yang terbanyak disebutkan adalah melalui telepon/hotline/sms; disebutkan oleh 62% petugas klinis dan oleh hampir 66% petugas administratif. Sebagaimana dengan kegiatan sosialisasi, sebagai mekanisme menyampaikan keluhan organisasi profesi belum banyak disebutkan, artinya peran mereka seharusnya lebih ditingkatkan lagi. Hanya sekitar 21% petugas klinis dan 22% petugas administratif yang menyebutkan organisasi profesi sebagai mekanisme untuk mereka menyampaikan keluhan. Tabel 22. Mekanisme bagi para petugas di fasilitas kesehatan untuk menyampaikan keluhan terkait BPJS, survei JKN 2015 Mekanisme Persen petugas klinis yang Persen petugas menyebutkan administratif yang menyebutkan Pertemuan rutin 61,3 60,2 Telepon/hotline/sms 62,0 65,8 Email 26,5 31,7 Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman17
Mekanisme
Persen petugas klinis yang menyebutkan
Media Fasilitas kesehatan Dinkes Organisasi profesi
20,8 36,6 40,6 20,9
Persen petugas administratif yang menyebutkan 24,8 32,7 36,5 22,0
Tambahan beban kerja dan dampaknya pada kualitas pelayanan Sekitar 57% petugas klinis menyebutkan bahwa adanya BPJS ini memberikan tambahan beban kerja pada mereka. Lebih lanjut, yang menyatakan bahwa BPJS memberi tambahan beban kerja tersebut, sekitar separuhnya menyatakan bahwa tambahan beban kerja itu berpengaruh pada kualitas pelayanan yang mereka berikan. Untuk petugas administrative yang menyatakan ada tambahan beban kerja lebih tinggi disbanding petugas klinis, yaitu sebesar sekitar 61%. Yang menyatakan bahwa tambahan beban kerja tersebut berpengaruh terhadap kualitas pelayanan adalah sebesar sekitar 48%. Kebijakan operasional khusus di fasilitas kesehatan mereka terkait pelayanan kesehatan reproduksi Ketika ditanyakan apakah fasilitas kesehatan tempat mereka bekerja memiliki kebijakan operasional khusus terkait pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, sekitar 34% petugas klinis mengatakan „iya,‟ sementara untuk petugas administratif angka persennya sangat mirip dengan petugas klinis yaitu sebesar 33%. Upaya preventif melalui skema BPJS Terhadap para petugas administratif ditanyakan apakah selama pelaksanaan BPJS sekarang ini ada upaya-upaya preventif di bidang kesehatan reproduksi perempuan yang dilakukan dengan memanfaatkan skema pembiayaan BPJS. Hanya sekitar 38% petugas menyatakan „iya.‟ Ini perlu menjadi perhatian khusus mengingat pentingnya upaya preventif yang pada gilirannya nanti akan menjadi jalan untuk menurunkan biaya kesehatan secara umum. Apakah ada masalah selama pelaksanaan BPJS? Ketika diajukan pertanyaan terhadap petugas di fasilitas kesehatan mengenai ada tidaknya masalah selama pelaksanaan BPJS, angka persentase petugas klinik maupun petugas administrates yang mengiyakan adalah sangat mirip, yaitu sekitar 65%. Masalah-masalah yang disebutkan oleh para petugas tersebut di antaranya: Selalu terjadi perubahan dalam prosedur Bertambahnya tugas Rujukan ribet Kurang sosialisasi Klaim terlambat Proses pendaftaran untuk perusahaan lama Apakah setuju dengan kebijakan pemerintah mengenai JKN/BPJS Salah satu pertanyaan kunci yang diajukan kepada responden, baik masyarakat maupun petugas di fasilitas kesehatan adalah mengenai persetujuan mereka terhadap kebijakan pemerintah ini. Hampir sama dengan responden masyarakat, persentase petugas di fasilitas kesehatan yang setuju terhadap kebijakan JKN/BPJS ini ternyata cukup tinggi yaitu sebesar sekitar 93% untuk petugas klinis dan 94% untuk petugas administratif. Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman18
5.
Literature (temuan dari bacaan desk-review) Apa yang tercover, apa yang tidak. Secara proyek/program atau terstruktur (kontrasepsi: ...kondom suntik dsb masuk lewat program). Imunisasi TT bumil (program atau lewat struktur). Diskusi dengan pakar: pap smear tidak teratur tapi proyek
VI.Kesimpulan 6.1 Responden perempuan 1. Proporsi perempuan yang pernah mendengar BPJS cukup tinggi yaitu sebesar 84,5% dari total responden perempuan. Namun, tingkat pengetahuan mengenai prosedur BPJS masih rendah; hanya sekitar 48% dari total responden yang pernah mendengar BPJS yang menyatakan tahu prosedur BPJS. 2. Persentase responden perempuan pernah mendengar tentang BPJS ini berbeda antara responden yang tinggal di perkotaan dengan yang tinggal di perdesaan. Angka perbandingannya adalah antara 91% di perkotaan dengan 63% di perdesaan. 3. Pengetahuan perempuan terkait jenis pelayanan kesehatan reproduksi yang dibiayai BPJS masih rendah. Hanya 24,5% responden perempuan yang menyebutkan secara spontan bahwa pemeriksaan kehamilan itu dijamin biayanya oleh BPJS. Angka-angka persentase yang lain adalah: 31,7% untuk pelayanan persalinan, 5,8% untuk pelayanan kesehatan reproduksi remaja, 9,7% untuk pelayanan KB, dan 5,9% untuk pengobatan tumor/kanker. 4. Masih adanya kebingungan perempuan mengenai layanan Kespro yang dijamin atau yang tidak dijamin BPJS. Cth; cesar, papsmear, mamografi, iva. (kebingungan terjadi karena peraturan tidak jelas atau kurang sosialisasi-PP 71) 5. Akses perempuan terhadap pelayanan kesehatan reproduksi melalui skema BPJS yang tergambar dari tingkat keanggotaan mereka dalam BPJS masih perlu ditingkatkan (baru sekitar 60%). 6. Menurut desa-kota, terlihat bahwa persentase perempuan perkotaan yang menjadi anggota BPJS lebih tinggi dibanding perempuan perdesaan (68% dibanding 46,6%). Menurut tingkat kesejahteraan, tidak terlihat ada perbedaan keanggotaan BPJS. 7. Menurut cara pembayaran, secara total persentase tertinggi adalah mereka yang membayar premi dengan uang mereka sendiri (27,1%), diikuti oleh kelompok PBI (25,5%), Jamkesda (21,4%). Selebihnya dibayar perusahaan (14,1%) dan askes/asabri (11,8%). 8. Jika dilihat menurut tingkat kesejahteraan, terlihat kemungkinan adanya distribusi PBI yang salah. Persentase terbesar penerima PBI justru pada mereka yang berada di kuintil ke 4 (kaya) yaitu sebesar 37,4%, diikuti kelompok paling miskin (37,2%). 9. Untuk mereka yang belum menjadi anggota BPJS, alasan terbesar ternyata adalah tidak tahu prosedur (sekitar 40%) dan tidak mampu membayar premi (sekitar 35%). 10. Tingkat kepuasan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan melalui skema BPJS cukup tinggi. Hampir dua pertiga dari mereka yang pernah mengakses pelayanan tersebut menyatakan puas atau sangat puas. 11. Khusus untuk pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, pelayanan yang paling banyak diakses adalah pelayanan persalinan (42,8% responden perempuan menyatakan pernah mengakses pelayanan persalinan dengan BPJS), diikuti oleh pelayanan kehamilan (38,8%) dan pelayanan KB (19,2%). 12. Dukungan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah mengenai JKN/BPJS cukup tinggi (sekitar 92% masyarakat setuju dengan kebijakan JKN/BPJS). Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman19
13. Dari responden perempuan yang mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan BPJS, banyak di antaranya yang masih harus mengeluarkan biaya tambahan. Biaya tambahan tersebut di antaranya yang laing banyak adalah untuk membeli obat (70,5%), transportasi bila dirujuk (34,2%) dan pemeriksaan USG (20,4%). 14. Sosialisasi JKN (cek UU BPJS siapa yang melakukan sosialisasi).
6.2 Responden petugas di fasilitas kesehatan 1. Tingkat pengetahuan mengenai BPJS secara umum maupun khususnya yang terkait dengan kesehatan reproduksi perempuan masih rendah di antara para petugas di fasilitas kesehatan, meskipun lebih tinggi dari tingkat pengetahuan masyarakat, bisa dianggap masih rendah. Persentase mereka yang menyebutkan komponen pelayanan kesehatan reporduksi perempuan apa saja yang ditanggung BPJS banyak yang masih rendah. 2. Survei ini juga menemukan bahkan petugas kesehatan di pelayanan kesehatanpun masih mengalami kebingunan mengenai mana pelayanan yang dijamin BPJS mana yang tidak. Persentase petugas yang menyebutkan pelayanan persalinan dijamin oleh BPJS, misalnya, hanya sebesar 70,4% (petugas klinis) dan bahkan hanya 58% petugas administrative. 3. Pengetahuan lebih rinci mengenai komponen mana dari pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang dijamin oleh BPJS juga masih rendah. Hanya 42,1% petugas klinis yang menyebutkan bahwa kemoterapi itu ditanggung oleh BPJS. Petugas administratif lebih rendah lagi, hanya sebesar 38,5%. 4. Menurut sekitar 85% para petugas di fasilitas kesehatan, sosialisasi tentang BPJS kepada petugas kesehatan sudah dilakukan. Yang melakukan sosialisasi menurut mereka paling banyak adalah pihak BPJS (83,5% petugas klinis dan 93,2% petugas administratif menyebutkan hal itu). Organisasi profesi yang disebutkan paling sedikit melakukan sosialisasi (disebutkan hanya oleh 29,8% petugas klinis dan 25,8% petugas administratif). 5. Berbagai masalah yang disebutkan oleh para petugas di fasilitas kesehatan mengenai pelaksanaan BPJS di antaranya adalah: selalu terjadi perubahan prosedur, tugas bertambah, rujukan ribet, kurang sosialisasi, klaim terlambat dan proses pendaftaran untuk perusahaan lama. 6. Dukungan petugas kesehatan di fasilitas kesehatan terhadap kebijakan pemerintah mengenai JKN/BPJS cukup tinggi (93% untuk petugas klinis dan 94% untuk petugas administratif). VII. Rekomendasi Dari hasil survei di atas, beberapa rekomendasi yang kami berikan adalah sebagai berikut 1. Peraturan mengenai BPJS harus cukup jelas bagi semua orang, mana komponen pelayanan yang ditanggung, mana yang tidak ditanggung dan sebagainya. 2. Layanan kesehatan reproduksi seharusnya secara komprehensif ditanggung oleh BPJS, termasuk untuk pelayanan preventif, curative dan rehabilitative. 3. Semua pelayanan seharusnya tidak terjadi dualism antara program dan pelayanan di fasilitas kesehatan. Semua komponen pelayanan seharusnya dimasukkan dalam pelayanan di fasilitas kesehatan. Contohnya, pelayanan KB hanya mencakup pelayanan tertentu saja, sementara pelayanan yang lain dimasukkan dalam „program.‟ 4. Perlu adanya pengelolaan sistem yang terpadu/terintegrasi. Sebagai contoh, control obat seharusnya tidak dilakukan di kemenkes, namun oleh BPJS. 5. Kegiatan sosialisasi harus dilakukan bersama dengan berbagai pihak dengan strategi yang terinci mengenai siapa melakukan apa. Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman20
VII. Draft- Catatan Kebijakan 1. Temuan-temuan dalam survey nasional, sedikit banyak mengajak JP2K untuk mengkaji kembali implementasi PP No. 101 TAHUN 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, serta Peraturan BPJS no 01/2014. Beberapa alasannya adalah: a. Kesimpulan ke-8 Jika dilihat menurut tingkat kesejahteraan, terlihat kemungkinan adanya distribusi PBI yang salah. Persentase terbesar penerima PBI justru pada mereka yang berada di kuintil ke 4 (kaya) yaitu sebesar 37,4%, diikuti kelompok paling miskin (37,2%). b. Kesimpulan ke-9: Untuk mereka yang belum menjadi anggota BPJS, alasan terbesar ternyata adalah tidak tahu prosedur (sekitar 40%) dan tidak mampu membayar premi (sekitar 35%). Alasan belum terdaftar sebagai peserta atau penerima manfaat BPJS yang karena ketidaktahuan prosedur, dapat dicegah dan ditanggulangi dengan mengembangkan sejumlah program sosialiasi dan pola pendaftaran jemput bola oleh BPJS. Namun untuk alasan yang karena tidak mampu membayar premi, perlu dikaji kembali apakah kelompok ini termasuk yang seharusnya ditanggung melalui skema PP 101. Peraturan pemerintah ini menegaskan bahwa kelompok masyarakat tertentu yang tidak mampu membayar premi karena keadaannya dapat disebut Fakir Miskin, jelas menjadi subjek penerima bantuan. Jika terdapat temuan dimana masyarakat, masih belum terdaftar karena tidak mampu membayar premi, perlu ditelusuri apakah ukuran fakis dan miskin belum jelas, atau terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan penjaringan calon peserta BPJS dari kelompok PBI ini. Pasal 1 angka 3 dalam ketentuan umum mengatur sbb: 3. Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut Bantuan Iuran adalah Iuran program Jaminan Kesehatan bagi Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu yang dibayar oleh Pemerintah. Selanjutnya angka 5 dan 6 menegaskan: 5. Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. 6.Orang Tidak Mampu adalah orang yang mempunyai sumber mata pencaharian, gaji atau upah, yang hanya mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak namun tidak mampu membayar Iuran bagi dirinya dan keluarganya. Hal itu selaras dengan isi Peraturan BPJS No 01/2014 khususnya pada Pasal 1 angka 5, dimana orang tidak mampu dan fakir miskin, iuran kepsertaaanya ditanggung oleh negara. Pasal 2 (1) lebih lanjut memberi tugas kepada menteri sosial untuk mengadakan koordinasi dengan menteri-mentri yang terkait, untuk menetapkan Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu, dan memerintahkan penyelenggara pemerintahan dibidang statistik untuk menggunakan ukuran/kriteria itu. Bahkan lebih lanjut, dalam pasal 5 ditentukan, setelah Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman21
pelaksanaan pendataan, menteri mendapat wewenang untuk menetapkan data tersebut sebagai data terpadu. Agar lebih mudah dalam merealisir pendaftaran kepesertaan BPJS dari unsur PBI ini, data terpadu tersebut di rinci berdasarkan provinsi dan kabupaten/kota. Data terpadu itulah yang kemudian menjadi dasar bagi penentuan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan, untuk selnajutnya diserahkan kepada Menteri kesehatan dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Di tangan Menteri Kesehatan itulah para fakir miskin dan orang tidak mampu, ditentukan nasibnya. Menteri kesehatan mendaftarkan jumlah nasional PBI Jaminan Kesehatan yang telah ditetapkan) sebagai peserta program Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. Mengingat data terpadu yang dipegang menteri sosial, diserahkan pula kepada DJSN, peraturan pemerintah ini mengatur bahwa usulan anggara dana PBI disampaikan oleh DJSN, dengan demikian akan menjadi kontrol anggaran sehingga antara penerima PBI yang diajukan oleh kementrian kesehatan dan dana yang diajukan DJSN, menjadi sinkron. Begitu pula dengan ketentuan dalam Peraturan BPJS No. 01/2014, pada pasal 11, 13 dan 37 ditentukan bahwa menteri bertanggungjawab terhadap proses pendaftaran peserta PBI, dengan menggunakan metode migrasi data. Untuk memulai pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu, maka ditetapkan jumlah PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 dilakukan dengan menggunakan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2011. Yang menjadi soal adalah apakah data program perlindungan sosial 2011 tersebut telah tepat? Meskipun PP 101 ini telah memberi wewenang penuh kepada menteri untuk menggunakan data 2011, Apakah terdapat mekanisme untuk memperbaiki data yang mungkin masih perlu disempurnakan? Jika mengkaji kembali PP pada bagian peran serta masyarakat, sebenarnya telah diatur pula bahwa guna menyampaikan hal-hal yang dapat membuat sempurnanya pelaksanaan sistem jaminan kesehatan nasional bagi fakir miskin dan warga yang tidak mampu ini, pemerintah membuka ruang bagi khalayak luas untk berpartisipasi. Pada Bab VII, kesempatan itu diatur dengan tegas. Hanya kendalanya adalah mekanisme dan tata laksananya yang perlu diatur lebih jelas. Satu dan lain hal, karena data terpadu mengenai calon penerima PBI ini di rinci berdasarkan provinsi dan kabupaten/kota, maka perlu pula diatur perihal tugad an wewenang pemerintah daerah untuk itu. 2.
Temuan tentang belum jelasnya jenis layanan kesehatan reproduksi dan belum ter-cover-nya layanan kerspro secara komprehensif, juga menjadi landasan tentang perlunya mengevaluasi beberapa dasar hukum perihal layanan kesehatan yang ditanggung BPJS, antara lain; a. Temuan ke-3 Pengetahuan perempuan terkait jenis pelayanan kesehatan reproduksi yang dibiayai BPJS masih rendah. Hanya 24,5% responden perempuan yang menyebutkan secara spontan bahwa pemeriksaan kehamilan itu dijamin biayanya oleh BPJS. Angka-angka persentase yang lain adalah: 31,7% untuk pelayanan persalinan, 5,8% untuk pelayanan kesehatan reproduksi remaja, 9,7% untuk pelayanan KB, dan 5,9% untuk pengobatan tumor/kanker. b. Temuan ke-11 Khusus untuk pelayanan kesehatan reproduksi perempuan, pelayanan yang paling banyak diakses adalah pelayanan persalinan (42,8% responden
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman22
perempuan menyatakan pernah mengakses pelayanan persalinan dengan BPJS), diikuti oleh pelayanan kehamilan (38,8%) dan pelayanan KB (19,2%). c. Temuan ke-13 Dari responden perempuan yang mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan BPJS, banyak di antaranya yang masih harus mengeluarkan biaya tambahan. Biaya tambahan tersebut di antaranya yang laing banyak adalah untuk membeli obat (70,5%), transportasi bila dirujuk (34,2%) dan pemeriksaan USG (20,4%). Beberapa ketentuan yang mengatur tentang layanan kesehatan yang ditanggung BPJS, diantaranya adalah Peraturan BPJS no. 01/2014, diawali pada Pasal 47 yakni; Setiap peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan, meliputi semua Faskes tingkat pertama, Faskes tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri, , termasuk fasilitas kesehatan penunjang. Menilik redaksi pada ketentuan tersebut, nampak bahwa seluruh kebutuhan layanan masyarakat telah diproyeksikan, baik dari aspek Promotif, Preventif, Kuratif, Maupun dari aspek leval pelayanannya. Pelayanan kesehatan yang dijamin oleh BPJS telah ditetapkan sedmikian rupa dalam BAB IV pada Peraturan BPJS ini. Ketentuan dimaksud terbagi dalam 26 Pasal dan 7 Bagian, yang diakhiri dengan pengaturan Pelayanan Skrining Kesehatan yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Skrinning kesehatan yang ditanggung BPJS meliputi diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, kanker leher rahim, kanker payudara,penyakit lain yang penetapannya menunjuk pada keputusan Menteri kesehatan. Persoalannya adalah bagaimana memastikan bahwa peserta BPJS dan masyarakat luas yang belum terdaftar sebagai peserta, dapat dengan mudah mengetahui dan mengakses layanan kesehatan sebagaimana duatur dalam peraturan ini. Dari aspek pembiayaan, telah diatur pula skema pembiayaan layanan kesehatan yang ditanggung oleh BPJS dan yang diurus BPJS melalui skema kompensasi. Pengertian kompensasi dalam hal ini adalah tindakan alternatif apabila dalam suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medisnya. BPJS sudah menetapan ketentuan yang relatif sederhana dan memastikan mekanismenya dapat dilaksanakan, yakni memberikan wewenang kepada kantor cabang BPJS untuk melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk penetapan daerah belum tersedia fasilitas kesehatan. Selanjutnya Dinas Kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan menetapkan keadaan perlunya kompensasi tersebut. Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk: a. penggantian uang tunai; b. pengiriman tenaga kesehatan; atau c. penyediaan fasilitas kesehatan tertentu.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman23
Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai dalam hal ini berupa penggantian atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh faskes yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Untuk dapat memperoleh kompensasi uang tunai, peserta yang tinggal di wilayah tidak ada Faskes yang memenuhi syarat harus mengikuti prosedur pelayanan rujukan berjenjang sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali dalam keadaan gawat darurat. Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, peserta mendatangi fasilitas kesehatan tingkat pertama yang terdekat, meskipun faskes tersebut bukan faskes dimana ia terdaftar. Apabila faskes terdekat itu adalah Faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka pembayaran atas pelayanan kesehatan sudah termasuk dalam komponen kapitasi tidak ditagihkan tersendiri. Mereka tidak boleh memungut tambahan biaya kepada Peserta. Kalau Faskes itu tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka peserta membayarkan biaya pelayanan kesehatan terlebih dahulu, kemudian peserta menagih kepada BPJS Kesehatan melalui klaim perorangan. Sekali lagi, proses rujukan tidak diberlakukan untuk kondisi gawat darurat, dimana peserta dapat langsung menuju Rumah Sakit . Karena itu, BPJS menegaskan agar RS tersebut membuat tagihan kepada BPJS Kesehatan, dan melarang mengenakan biaya kepada peserta. Dengan aturan ini, maka jika terdapat penyimpangan, misalnya masih ada layanan kesehatan yang meminta biaya langsung dari pasien peserta BPJS padahal Faskes tersebut terikat kerjasama dengan BPJS, maka tindakn tersebut melanggar dan terhadapnya perlu tindakan penegakan hukum. 3.
Berdasarkan hasil survey pula, dapat disimpulkan bahwa masa transisi yang ditetapkan sebagai ”waktu tranformasi” dari penyelenggaraan jaminan kesehatan sebelumnya, menjadi penyelenggaraan oleh BPJS, mestinya bukan hanya mengatur dan memantau proses transformasi dari penyelenggaraan ASKES, ASABRI, JAMSOSTEK, namun juga Jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, serta penyesuaian pengggunaan anggaran daerah dan anggaran nasional. Hal ini penting mengingat masih terdapat potensi kekeliruan data atau kurang mutakhirnya data sehingga apa yang dimaksud denga “data terpadu” bisa saja masih belum mutakhir sehingga berpotensi salah penerima. Selain itu, ketentuan tentang Peserta PBI, alias penerima bantuan iuran, yang tadi telah disinggung yankni FAKIR MISKIN dan ORANG YANG TIDAK MAMPU, masih perlu ditetapkan sebagai SEBUTAN TUNGGAL dengan INDIKATOR YANG SAMA PULA, sehingga tidak kontradiksi dengan dengan sejumlah penyebutan yang berbeda-beda dalam peraturan-peraturan daerah. Hal ini khususnya mengingat bahwa sebelum SJKN ditetapkan dan diberlakukan, sejumlah pemerintah daerah telah meneriapkan sistem jaminan kesehatan daerah. Sebutan-sebutan itu antara lain YANKES GAKIN (layanan kesehatan Keluarga miskin, atau YAKKES KATKIN NON KUOTA (pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin non kuota). Pendeknya, Keluarga Miskin atau Masyarakat Miskin Non Kuota adalah masyarakat miskin yang terdaftar dalam database kemiskinan daerah, namun tidak termasuk dalam kepesertaan PBI Jaminan Kesehatan. Peraturan daerah atau peraturan bupati/walikota seperti itu berpotensi tidakseragam dalam penetapan status seseorang dan karenanya berpotensi pula menghambat penyusunan data terpadu yang menjadi wewenang dan dasar bagi menteri untuk mendaftarkan peserta BPJS dari jalur PBI. Oleh karna itu, masa transisi dan transformasi, semestinya juga mengikat kepada proses pendaftaran melalui jalur PBI yang masih harus disesuaikan dengan data fakir miskin dan orang tidak mampu versi pemerintah daerah selama ini.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman24
4.
Pengaturan tentang peran serta masyarakat dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, perlu diwujudkan dalam bentuk mekanisme, penyelenggara, dan penganggaran yang jelas. Misalnya: PP 101/ 2012 pada BAB VII tentang PERAN SERTA MASYARAKAT, pada Pasal 13 menyebutkan: Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberikan data yang benar dan akurat tentang PBI Jaminan Kesehatan, baik diminta maupun tidak diminta. Sedangkan Pasal 14 mengatur; Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 disampaikan melalui unit pengaduan masyarakat di setiap pemerintah daerah, yang ditunjuk oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Sementara dalam bagian penjelasan Pasal tersebut, diatur :. Yang dimaksud dengan “unit pengaduan masyarakat” adalah unit yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang berada di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang salah satu fungsinya untuk menerima aduan masyarakat terkait adanya dugaan permasalahan dalam pendataan, pendaftaran, dan pemberian Iuran Jaminan Kesehatan.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman25
Lampiran 1. Jumlah sampel masyarakat di setiap kabupaten Kabupaten (Propinsi)
Jumlah sampel
Banda Aceh (Aceh)
198
Dairi (Sumatera Utara)
195
Padang Pariaman (Sumatera Barat)
199
Muaro Jambi (Jambi)
199
Bandar Lampung (Lampung)
197
Jakarta Timur (DKI Jakarta)
197
Boyolali (Jawa Tengah)
199
Kodya Yogya (Yogyakarta)
195
Sumenep (Jawa Timur)
200
Badung (Bali)
196
Lombok Timur (NTB)
200
Kupang (Nusa Tenggara Timur)
197
Makasar (Sulawesi Selatan)
199
Manado (Sulawesi Utara)
192
Maluku Tengah (Maluku)
200
Total
2963
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman26
Lampiran 2. Responden pernah mendengar JKN/BPJS menurut kabupaten
Kabupaten - Propinsi
Persen
Banda Aceh - Aceh
92,9
Dairi - Sumatera Utara
74,9
Padang Pariaman - Sumatera Barat
62,3
Muaro Jambi - Jambi
88,4
Bandar Lampung - Lampung
91,9
Jakarta Timur - DKI Jakarta
95,9
Boyolali - Jawa Tengah
93,0
Kota Yogya – DI Yogyakarta
93,3
Sumenep - Jawa Timur
17,0
Badung - Bali
83,2
Lombok Timur - Nusa Tenggara Barat (NTB)
72,5
Kota Kupang - Nusa Tenggara Timur
94,9
Makasar - Sulawesi Selatan
94,5
Manado - Sulawesi Utara
98,4
Maluku tengah – Maluku
18,0
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman27
Lampiran 3. Responden mengetahui prosedur JKN/BPJS menurut kabupaten Kabupaten - Propinsi
Persen
Banda Aceh - Aceh
57,1
Dairi - Sumatera Utara
31,0
Padang Pariaman - Sumatera Barat
42,7
Muaro Jambi - Jambi
53,7
Bandar Lampung - Lampung
39,8
Jakarta Timur - DKI Jakarta
43,9
Boyolali - Jawa Tengah
29,7
Kota Yogya – DI Yogyakarta
56,8
Badung - Bali
43,2
Lombok Timur - Nusa Tenggara Barat (NTB)
26,9
Kupang - Nusa Tenggara Timur
63,4
Manado - Sulawesi Utara
80,7
Maluku Tengah - Maluku* * angka responden yang pernah mendengar JKN/BPJS terlalu kecil, sehingga proporsi untuk pertanyaan ini hanya mencakup sangat sedikit orang.
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman28
Lampiran 4. Persentase responden perempuan pernah mendengar BPJS menurut kelompok kesejahteraan berdasarkan kabupaten, Survei JKN 2015 Wealth Quintile N
Paling miskin
Miskin
Sedang
Kaya
Paling kaya
184
n 49
% 26.6%
n 20
% 10.9%
n 16
% 8.7%
n 56
% 30.4%
n 43
% 23.4%
36
3
8.3%
10
27.8%
14
38.9%
9
25.0%
0
0.0%
187
36
19.3%
60
32.1%
12
6.4%
22
11.8%
57
30.5%
145
56
38.6%
27
18.6%
9
6.2%
10
6.9%
43
29.7%
188
41
21.8%
43
22.9%
87
46.3%
5
2.7%
12
6.4%
189
44
23.3%
40
21.2%
69
36.5%
13
6.9%
23
12.2%
181
57
31.5%
33
18.2%
11
6.1%
44
24.3%
36
19.9%
Dairi, Sumatera Utara
146
73
50.0%
45
30.8%
12
8.2%
9
6.2%
7
4.8%
Padang Pariaman, Sumatera Barat
124
20
16.1%
77
62.1%
3
2.4%
10
8.1%
14
11.3%
Muaro Jambi, Jambi
176
34
19.3%
30
17.0%
69
39.2%
13
7.4%
30
17.0%
Jakarta Timur, DKI Jakarta
189
0
0.0%
14
7.4%
39
20.6%
11
5.8%
125
66.1%
Badung, Bali
163
1
.6%
5
3.1%
9
5.5%
12
7.4%
136
83.4%
Kota Yogjakarta, Yogyakarta
182
22
12.1%
9
4.9%
41
22.5%
40
22.0%
70
38.5%
185
25
13.5%
40
21.6%
39
21.1%
41
22.2%
40
21.6%
34
2
5.9%
12
35.3%
1
2.9%
7
20.6%
12
35.3%
Banda Aceh, Aceh Maluku Tengah, Maluku Kupang, Nusa Tenggara Timur Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) Makasar (Sulawesi Selatan) Manado, Sulawesi Utara Bandar Lampung, Lampung
Boyolali, Jawa Tengah Sumenep (Jawa Timur)
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman29
Lampiran 5 Proporsi responden menyatakan mengetahui berbagai prosedur terkait pelayanan dengan BPJS berdasarkan kabupaten, survei JKN, 2015 (N=1003) Total Banda Aceh, Aceh Maluku Tengah, Maluku Kupang, Nusa Tenggara Timur Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) Makasar (Sulawesi Selatan) Manado, Sulawesi Utara Bandar Lampung, Lampung Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali Kota Yogjakarta, Yogyakarta Boyolali, Jawa Tengah Sumenep (Jawa Timur)
PENDAFTARAN
PEMBAYARAN
RUJUKAN
CAKUPAN PELAYANAN
106
91.5%
58.5%
80.2%
62.3%
9
88.9%
88.9%
55.6%
33.3%
122
97.5%
76.2%
87.7%
63.1%
39
69.2%
74.4%
56.4%
59.0%
93
87.1%
78.5%
83.9%
52.7%
153
97.4%
77.6%
83.6%
47.6%
72
93.1%
87.5%
69.4%
73.6%
45
86.7%
64.4%
64.4%
53.3%
53
64.2%
90.6%
49.1%
56.6%
99
92.9%
92.9%
76.5%
44.8%
83
89.2%
78.3%
65.1%
47.0%
70
92.9%
87.1%
84.3%
42.9%
108
93.5%
78.7%
93.5%
55.6%
55
69.1%
70.9%
74.5%
66.7%
11
81.8%
90.9%
63.6%
63.6%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman30
Lampiran 6. Proporsi jawaban responden secara spontan mengenai pelayanan kesehatan reproduksi perempuan yang dicakup BPJS berdasarkan kabupaten, survei JKN 2015 Periksa kehamilan
Pelayanan persalinan normal
Pemeriksaan kesehatan reproduksi remaja
Pemeriksaan ISR/IMS
Pelayanan persalinan komplikasi
Pelayanan setelah persalinan
Perawatan KB
Aborsi
Pemeriksaan HIV/AIDS
Skrining kanker
Pengobatan tumor/ kanker payudara, rahim)
193
19.7%
20.7%
3.6%
2.1%
3.6%
6.7%
10.9%
1.0%
.5%
1.6%
2.1%
35
2.9%
5.7%
0.0%
0.0%
2.9%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
193
28.5%
30.1%
4.2%
3.6%
3.6%
3.6%
5.7%
0.0%
1.0%
2.6%
1.0%
146
5.5%
26.7%
0.0%
.7%
0.0%
0.0%
2.7%
0.0%
0.0%
.7%
3.4%
62
90.3%
88.5%
25.0%
26.7%
42.1%
72.7%
65.7%
18.8%
21.4%
14.3%
14.3%
62
75.8%
68.5%
9.5%
17.4%
53.7%
58.7%
74.5%
11.8%
14.7%
4.0%
29.0%
181
26.0%
35.4%
6.6%
1.7%
7.2%
8.8%
8.3%
.6%
2.5%
3.9%
7.2%
45
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
94.1%
92.3%
90.9%
100.0%
83.3%
91.7%
124
30.6%
51.6%
.8%
0.0%
4.8%
4.0%
7.3%
.8%
.5%
1.6%
10.5%
18
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
0.0%
0.0%
100.0%
100.0%
100.0%
189
16.9%
19.0%
3.7%
9.0%
4.8%
3.7%
3.7%
0.0%
2.5%
3.7%
2.1%
165
16.4%
25.5%
0.0%
0.0%
2.4%
2.4%
6.1%
.6%
.5%
5.5%
5.5%
188
23.9%
29.8%
3.2%
3.2%
4.3%
4.3%
11.2%
.5%
4.5%
9.6%
8.5%
175
10.9%
19.6%
3.4%
4.0%
3.4%
3.4%
7.9%
1.7%
1.1%
6.3%
4.0%
11
90.9%
72.7%
37.5%
50.0%
50.0%
87.5%
100.0%
0.0%
12.5%
42.9%
42.9%
N
Banda Aceh, Aceh Maluku Tengah, Maluku Kupang, Nusa Tenggara Timur Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) Makasar (Sulawesi Selatan) Manado, Sulawesi Utara Bandar Lampung, Lampung Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali Kota Yogjakarta, Yogyakarta Boyolali, Jawa Tengah Sumenep (Jawa Timur)
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman31
Lampiran 7. Proporsi responden menyebutkan secara spontan komponen pelayanan yang dicakup oleh BPJS pada pelayanan persalinan normal berdasarkan kabupaten, Survei JKN 2015 OBAT n Banda Aceh, Aceh
BIAYA OPERASI %
n
%
BIAYA MENGINAP n
%
TRANSFUSI DARAH
KOMPLIKASI
n
n
%
%
72
46.5%
53
34.2%
59
38.1%
6
3.9%
4
2.6%
Maluku Tengah, Maluku
3
50.0%
2
33.3%
4
66.7%
0
0.0%
0
0.0%
Kupang, Nusa Tenggara Timur
51
30.5%
51
30.5%
53
31.7%
5
3.0%
5
3.0%
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
22
28.2%
13
16.7%
7
9.0%
0
0.0%
0
0.0%
Makasar (Sulawesi Selatan)
42
93.3%
31
81.6%
38
95.0%
7
41.2%
3
20.0%
Manado, Sulawesi Utara
58
92.1%
34
81.0%
50
90.9%
2
13.3%
8
53.3%
Bandar Lampung, Lampung
68
44.7%
52
34.2%
45
29.6%
6
3.9%
4
2.6%
8
57.1%
11
91.7%
11
91.7%
0
0.0%
1
50.0%
68
72.3%
55
58.5%
59
62.8%
16
17.0%
4
4.3%
3
100.0%
6
100.0%
5
100.0%
0
0.0%
1
100.0%
Jakarta Timur, DKI Jakarta
41
32.0%
38
29.7%
33
25.8%
3
2.3%
4
3.1%
Badung, Bali
31
26.5%
25
21.4%
16
13.7%
1
.9%
1
.9%
Kota Yogjakarta, Yogyakarta
47
35.3%
36
27.1%
35
26.3%
5
3.8%
2
1.5%
Boyolali, Jawa Tengah
27
19.1%
24
17.1%
24
17.1%
5
3.6%
6
4.4%
Sumenep (Jawa Timur)
9
90.0%
7
87.5%
7
87.5%
4
57.1%
5
71.4%
Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman32
Lampiran 8. Proporsi responden menyebutkan secara spontan komponen pelayanan yang dicakup oleh BPJS pada pelayanan skrining kanker berdasarkan kabupaten, Survei JKN 2015
IVA n
PAP SMEAR %
n
%
MAMMOGRAFI n
%
USG n
%
Banda Aceh, Aceh
4
4.1%
11
11.3%
2
2.1%
7
7.2%
Maluku Tengah, Maluku
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Kupang, Nusa Tenggara Timur
6
7.1%
6
7.1%
5
6.0%
3
3.6%
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Manado, Sulawesi Utara
3
37.5%
9
69.2%
4
44.4%
8
61.5%
Bandar Lampung, Lampung
0
0.0%
2
2.6%
2
2.6%
2
2.6%
Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat
0
0.0%
1
100.0%
1
100.0%
1
100.0%
2
6.1%
3
9.1%
5
15.2%
4
12.1%
Muaro Jambi, Jambi
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Jakarta Timur, DKI Jakarta
8
12.9%
7
11.3%
2
3.2%
2
3.2%
Badung, Bali
5
12.5%
16
40.0%
0
0.0%
5
12.5%
Kota Yogjakarta, Yogyakarta
5
7.0%
21
29.6%
6
8.5%
9
12.7%
Boyolali, Jawa Tengah
5
6.3%
7
8.8%
2
2.5%
1
1.3%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman33
Lampiran 9 Proporsi responden menyebutkan secara spontan komponen pelayanan yang dicakup oleh BPJS pada pelayanan pengobatan kanker berdasarkan kabupaten, Survei JKN 2015 KONSULTASI DOKTER SPONTAN Banda Aceh, Aceh
OPERASI SPONTAN
n 13
% 14.6%
0
0.0%
0
7
9.0%
9
0
0.0%
6
10
43.5%
6
Maluku Tengah, Maluku Kupang, Nusa Tenggara Timur Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) Manado, Sulawesi Utara Bandar Lampung, Lampung Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali Kota Yogjakarta, Yogyakarta Boyolali, Jawa Tengah
Laporan survei 1, 9 November 2015
n
n
KEMOTERAPI SPONTAN
2
% 2.2%
n 11
% 12.4%
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
11.5%
1
1.3%
5
6.4%
26.1%
0
0.0%
0
0.0%
20
64.5%
9
37.5%
8
42.1%
6.3%
31
32.3%
8
8.3%
7
7.3%
2
100.0%
7
100.0%
2
100.0%
1
100.0%
11
17.2%
39
60.9%
2
3.1%
5
7.8%
0
0.0%
3
100.0%
0
0.0%
0
0.0%
13
19.7%
15
22.4%
3
4.5%
3
4.5%
6
12.8%
10
21.3%
2
4.3%
7
14.9%
18
26.1%
12
17.4%
7
10.1%
8
11.6%
11
12.4%
19
21.3%
6
6.9%
10
13.9%
29
% 32.6%
RADIASI SPONTAN
Halaman34
Lampiran 10 Persentase responden perempuan yang menjadi anggota BPJS menurut kelompok kesejahteraan berdasarkan kabupaten, Survei JKN 2015 Wealth Quintile Total
Paling miskin n
Banda Aceh, Aceh Maluku Tengah, Maluku Kupang, Nusa Tenggara Timur Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) Makasar (Sulawesi Selatan) Manado, Sulawesi Utara Bandar Lampung, Lampung Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali Kota Yogjakarta, Yogyakarta Boyolali, Jawa Tengah Sumenep (Jawa Timur)
%
Miskin n
%
Sedang n
%
Kaya n
Paling kaya %
n
%
170
43
25.3%
19
11.2%
14
8.2%
53
31.2%
41
24.1%
8
0
0.0%
1
12.5%
5
62.5%
2
25.0%
0
0.0%
138
23
16.7%
46
33.3%
8
5.8%
17
12.3%
44
31.9%
70
32
45.7%
15
21.4%
3
4.3%
4
5.7%
16
22.9%
188
41
21.8%
43
22.9%
87
46.3%
5
2.7%
12
6.4%
186
42
22.6%
42
22.6%
66
35.5%
13
7.0%
23
12.4%
78
23
29.5%
20
25.6%
7
9.0%
16
20.5%
12
15.4%
69
36
52.2%
23
33.3%
6
8.7%
2
2.9%
2
2.9%
36
8
22.2%
18
50.0%
1
2.8%
3
8.3%
6
16.7%
88
14
15.9%
17
19.3%
34
38.6%
6
6.8%
17
19.3%
101
0
0.0%
9
8.9%
20
19.8%
5
5.0%
67
66.3%
86
0
0.0%
4
4.7%
4
4.7%
4
4.7%
74
86.0%
123
20
16.3%
7
5.7%
28
22.8%
29
23.6%
39
31.7%
95
17
17.9%
17
17.9%
22
23.2%
23
24.2%
16
16.8%
6
0
0.0%
2
33.3%
0
0.0%
0
0.0%
4
66.7%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman35
Lampiran 11 Cara pembayaran premi BPJS berdasarkan kabupaten, Survei JKN 2015 N Banda Aceh, Aceh
170
Maluku Tengah, Maluku
8
Kupang, Nusa Tenggara Timur
138
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
187
Manado, Sulawesi Utara
187
Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali Kota Yogjakarta, Yogyakarta Boyolali, Jawa Tengah Sumenep (Jawa Timur)
Perusahaan
PBI
Jamkesda
Askes/ Asabri
2.4%
4.7%
79.4%
4.7%
8.8%
50.0%
0.0%
0.0%
0.0%
50.0%
48.6%
5.1%
13.0%
14.5%
18.8%
28.6%
5.7%
51.4%
7.1%
7.1%
33.7%
6.4%
58.3%
.5%
1.1%
24.6%
8.6%
0.0%
59.4%
7.5%
32.1%
26.9%
17.9%
17.9%
5.1%
30.9%
2.9%
47.1%
7.4%
11.8%
28.9%
10.5%
0.0%
44.7%
15.8%
57.3%
18.0%
0.0%
12.4%
12.4%
37.6%
13.9%
20.8%
12.9%
14.9%
23.3%
55.8%
3.5%
2.3%
15.1%
16.8%
16.0%
22.4%
35.2%
9.6%
12.1%
17.6%
35.2%
18.7%
16.5%
50.0%
33.3%
0.0%
16.7%
0.0%
70
Makasar (Sulawesi Selatan)
Bandar Lampung, Lampung
Membayar Sendiri
78 68 38 89 101 86 125 91 6
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman36
Lampiran 12 Cara pembayaran premi BPJS menurut kelompok kesejahteraan, Survei JKN 2015 Siapa yang membayar Kabupaten
Banda Aceh, Aceh
Maluku Tengah, Maluku
Kupang, Nusa Tenggara Timur
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
Makasar (Sulawesi Selatan)
Manado, Sulawesi Utara
Bandar Lampung, Lampung
Quintile
MEMBAYAR SENDIRI n %
PERUSAHAAN n
%
PBI n
%
Jamkesda nama lokal n %
ASKES ASABRI n %
Paling miskin Miskin
1
25.0%
1
12.5%
37
27.4%
3
37.5%
1
6.7%
0
0.0%
1
12.5%
16
11.9%
0
0.0%
2
13.3%
Sedang
0
0.0%
0
0.0%
11
8.1%
0
0.0%
3
20.0%
Kaya
1
25.0%
4
50.0%
42
31.1%
2
25.0%
4
26.7%
Paling kaya Paling miskin Miskin
2
50.0%
2
25.0%
29
21.5%
3
37.5%
5
33.3%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
25.0%
Sedang
3
75.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
2
50.0%
Kaya
1
25.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
25.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
9
13.4%
2
28.6%
6
33.3%
5
25.0%
1
3.8%
31
46.3%
1
14.3%
8
44.4%
3
15.0%
3
11.5%
Sedang
6
9.0%
0
0.0%
0
0.0%
2
10.0%
0
0.0%
Kaya
4
6.0%
2
28.6%
2
11.1%
2
10.0%
7
26.9%
Paling kaya Paling miskin Miskin
17
25.4%
2
28.6%
2
11.1%
8
40.0%
15
57.7%
3
15.0%
0
0.0%
27
75.0%
1
20.0%
1
20.0%
5
25.0%
0
0.0%
8
22.2%
1
20.0%
1
20.0%
Sedang
2
10.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
20.0%
0
0.0%
Kaya
1
5.0%
0
0.0%
1
2.8%
0
0.0%
2
40.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
9
45.0%
4
100.0%
0
0.0%
2
40.0%
1
20.0%
10
15.9%
2
16.7%
28
25.7%
0
0.0%
1
50.0%
16
25.4%
3
25.0%
24
22.0%
0
0.0%
0
0.0%
Sedang
26
41.3%
2
16.7%
56
51.4%
1
100.0%
1
50.0%
Kaya
3
4.8%
1
8.3%
1
.9%
0
0.0%
0
0.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
8
12.7%
4
33.3%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
8
17.4%
3
18.8%
0
0.0%
31
27.9%
1
7.1%
2
4.3%
2
12.5%
0
0.0%
37
33.3%
0
0.0%
Sedang
16
34.8%
2
12.5%
0
0.0%
41
36.9%
9
64.3%
Kaya
4
8.7%
4
25.0%
0
0.0%
2
1.8%
2
14.3%
Paling kaya Paling miskin Miskin
16
34.8%
5
31.3%
0
0.0%
0
0.0%
2
14.3%
6
24.0%
10
47.6%
2
14.3%
4
28.6%
1
25.0%
7
28.0%
3
14.3%
5
35.7%
4
28.6%
1
25.0%
Sedang
0
0.0%
2
9.5%
4
28.6%
1
7.1%
0
0.0%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman37
Siapa yang membayar Kabupaten
Dairi, Sumatera Utara
Padang Pariaman, Sumatera Barat
Muaro Jambi, Jambi
Jakarta Timur, DKI Jakarta
Badung, Bali
Kota Yogjakarta, Yogyakarta
Boyolali, Jawa Tengah
Quintile
MEMBAYAR SENDIRI n %
PERUSAHAAN n
%
PBI n
%
Jamkesda nama lokal n %
ASKES ASABRI n %
Kaya
7
28.0%
3
14.3%
2
14.3%
3
21.4%
1
25.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
5
20.0%
3
14.3%
1
7.1%
2
14.3%
1
25.0%
11
52.4%
1
50.0%
17
53.1%
3
60.0%
4
50.0%
6
28.6%
0
0.0%
12
37.5%
1
20.0%
3
37.5%
Sedang
2
9.5%
0
0.0%
2
6.3%
1
20.0%
1
12.5%
Kaya
0
0.0%
1
50.0%
1
3.1%
0
0.0%
0
0.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
2
9.5%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
2
18.2%
2
50.0%
0
0.0%
4
23.5%
0
0.0%
6
54.5%
2
50.0%
0
0.0%
8
47.1%
4
66.7%
Sedang
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
5.9%
0
0.0%
Kaya
2
18.2%
0
0.0%
0
0.0%
1
5.9%
0
0.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
1
9.1%
0
0.0%
0
0.0%
3
17.6%
2
33.3%
8
15.7%
1
6.3%
0
0.0%
5
45.5%
0
0.0%
11
21.6%
4
25.0%
0
0.0%
1
9.1%
1
9.1%
Sedang
19
37.3%
8
50.0%
0
0.0%
5
45.5%
3
27.3%
Kaya
1
2.0%
2
12.5%
0
0.0%
0
0.0%
3
27.3%
Paling kaya Paling miskin Miskin
12
23.5%
1
6.3%
0
0.0%
0
0.0%
4
36.4%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
3
7.9%
1
7.1%
2
9.5%
2
15.4%
1
6.7%
Sedang
6
15.8%
3
21.4%
7
33.3%
3
23.1%
1
6.7%
Kaya
1
2.6%
0
0.0%
1
4.8%
3
23.1%
0
0.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
28
73.7%
10
71.4%
11
52.4%
5
38.5%
13
86.7%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
5.0%
2
4.2%
1
33.3%
0
0.0%
0
0.0%
Sedang
0
0.0%
2
4.2%
0
0.0%
1
50.0%
1
7.7%
Kaya
0
0.0%
4
8.3%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
19
95.0%
40
83.3%
2
66.7%
1
50.0%
12
92.3%
1
4.8%
4
20.0%
4
14.3%
10
22.7%
1
8.3%
1
4.8%
1
5.0%
2
7.1%
2
4.5%
1
8.3%
Sedang
6
28.6%
5
25.0%
3
10.7%
12
27.3%
2
16.7%
Kaya
6
28.6%
3
15.0%
7
25.0%
10
22.7%
3
25.0%
Paling kaya Paling miskin Miskin
7
33.3%
7
35.0%
12
42.9%
10
22.7%
5
41.7%
1
9.1%
5
31.3%
3
9.4%
3
17.6%
4
26.7%
3
27.3%
3
18.8%
5
15.6%
3
17.6%
2
13.3%
Sedang
1
9.1%
1
6.3%
14
43.8%
4
23.5%
2
13.3%
Kaya
3
27.3%
2
12.5%
9
28.1%
5
29.4%
2
13.3%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman38
Siapa yang membayar Kabupaten
Sumenep,Jawa Timur
Quintile
MEMBAYAR SENDIRI n %
PERUSAHAAN n
%
PBI n
%
Jamkesda nama lokal n %
ASKES ASABRI n %
Paling kaya Paling miskin Miskin
3
27.3%
5
31.3%
1
3.1%
2
11.8%
5
33.3%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
33.3%
1
50.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Sedang
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Kaya
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Paling kaya
2
66.7%
1
50.0%
0
0.0%
1
100.0%
0
0.0%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman39
Lampiran 13 Alasan responden yang belum menjadi peserta BPJS berdasarkan kabupaten, survei JKN 2015 TIDAK TAHU PROSEDUR PEMBUATAN n % Banda Aceh, Aceh
PELAYANAN KURANG BAIK n %
SUDAH ADA ASURANSI n
%
3
21.4%
0
0.0%
1
Maluku Tengah, Maluku
14
51.9%
1
3.8%
0
Kupang, Nusa Tenggara Timur
21
42.0%
0
0.0%
8
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
28
37.8%
3
4.1%
1
1
7.1%
0.0%
5
19.2%
16.3%
24
50.0%
1.4%
32
43.2%
2
66.7%
2
66.7%
0
0.0%
0
0.0%
Bandar Lampung, Lampung
51
51.0%
13
13.0%
18
18.0%
45
45.0%
Dairi, Sumatera Utara
29
40.3%
10
14.7%
30
42.3%
15
20.8%
Padang Pariaman, Sumatera Barat
37
41.1%
9
10.0%
1
1.1%
41
45.6%
Muaro Jambi, Jambi
18
20.7%
6
7.0%
6
6.9%
18
20.7%
Jakarta Timur, DKI Jakarta
22
24.4%
19
21.1%
17
18.9%
35
38.9%
Badung, Bali
39
50.6%
4
5.2%
21
27.3%
2
2.6%
Kota Yogjakarta, Yogyakarta
19
32.2%
11
18.6%
10
17.2%
24
40.0%
Boyolali, Jawa Tengah
37
50.7%
10
16.7%
2
3.4%
39
54.2%
Sumenep (Jawa Timur)
24
82.8%
19
73.1%
5
17.2%
19
65.5%
Manado, Sulawesi Utara
Laporan survei 1, 9 November 2015
7.1%
TIDAK BISA MEMBAYAR PREMINYA n %
Halaman40
Lampiran 14 Proporsi anggota BPJS dari responden survei yang pernah memakai jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan menggunakan BPJS berdasarkan kabupaten, survei JKN 2015 Penggunaan BPJS
Pelayanan ibu hamil
n Banda Aceh, Aceh
%
Persalinan
n
%
Pelayanan Setelah Persalinan n
%
Pelayanan IMS/HIV dengan JKN? n
%
Pelayanan KB/kontrasepsi
Pelayanan Kespro remaja dengan JKN?
Pelayanan Perawatan dan pengobatan Kanker Payudara
Pelayanan Perawatan dan pengobatan Kanker Leher
n
n
n
n
%
%
%
%
65
54.6%
69
57.0%
43
36.1%
0
0.0%
31
26.1%
4
3.4%
0
0.0%
1
.8%
Maluku Tengah, Maluku
1
25.0%
3
75.0%
2
50.0%
0
0.0%
2
50.0%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
Kupang, Nusa Tenggara Timur
53
61.6%
52
60.5%
54
62.8%
1
1.2%
15
17.4%
2
2.3%
0
0.0%
2
2.3%
5
33.3%
12
80.0%
5
31.3%
0
0.0%
4
25.0%
0
0.0%
2
12.5%
1
6.7%
Makasar (Sulawesi Selatan)
62
57.4%
55
50.9%
35
32.4%
0
0.0%
44
40.7%
5
4.6%
1
.9%
1
.9%
Manado, Sulawesi Utara
62
46.6%
65
49.2%
60
45.8%
4
3.3%
29
23.6%
0
0.0%
4
3.3%
3
2.5%
Bandar Lampung, Lampung
16
42.1%
22
57.9%
17
44.7%
0
0.0%
6
15.8%
0
0.0%
2
5.3%
3
7.9%
Dairi, Sumatera Utara
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
11
33.3%
10
31.3%
8
25.0%
1
3.1%
2
6.3%
2
6.3%
2
6.3%
1
3.1%
Padang Pariaman, Sumatera Barat
7
41.2%
7
41.2%
1
5.6%
0
0.0%
2
11.1%
0
0.0%
0
0.0%
1
5.6%
Muaro Jambi, Jambi
9
21.4%
16
38.1%
15
35.7%
2
4.8%
3
7.1%
1
2.4%
1
2.4%
2
4.8%
10
22.7%
9
20.5%
6
13.6%
8
18.2%
9
20.5%
0
0.0%
2
4.5%
2
4.5%
3
6.1%
2
4.1%
1
2.0%
0
0.0%
1
2.0%
0
0.0%
1
2.0%
2
4.1%
Kota Yogjakarta, Yogyakarta
22
28.9%
26
34.2%
15
19.7%
4
5.3%
17
22.4%
2
2.6%
1
1.3%
2
2.6%
Boyolali, Jawa Tengah
10
20.0%
9
18.0%
6
12.0%
0
0.0%
13
26.0%
0
0.0%
2
4.0%
3
6.0%
Sumenep (Jawa Timur)
3
100.0%
3
100.0%
1
33.3%
0
0.0%
0
0.0%
0
0.0%
1
33.3%
1
33.3%
Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman41
Lampiran 15 Tingkat kepuasan responden survei yang pernah memakai jenis pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan menggunakan BPJS berdasarkan kabupaten, survei JKN 2015
Pemerik saan kehamil an
SANGAT TIDAK PUAS TIDAK PUAS CUKUP PUAS PUAS SANGAT PUAS
Persalin an
SANGAT TIDAK PUAS TIDAK PUAS CUKUP PUAS PUAS SANGAT PUAS
Pelayan an Setelah Persalin an
SANGAT TIDAK PUAS TIDAK PUAS
Badung, Bali
Kota Yogjak arta, Yogya karta
Boyolali, Jawa Tengah
Sumenep (Jawa Timur)
N=10
N=3
N=22
N=10
N=3
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
11.1%
20.0%
0.0%
4.5%
33.3%
66.7%
18.2%
0.0%
33.3%
10.0%
66.7%
36.4%
0.0%
33.3%
68.8%
63.6%
100.0%
44.4%
70.0%
33.3%
59.1%
55.6%
0.0%
18.0%
6.3%
0.0%
0.0%
11.1%
0.0%
0.0%
0.0%
11.1%
0.0%
N=55
N=65
N=22
N=10
N=7
N=16
N=9
N=2
N=26
N=9
N=3
0.0%
1.9%
0.0%
0.0%
10.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
3.8%
0.0%
0.0%
50.0%
0.0%
7.5%
4.8%
0.0%
10.0%
0.0%
6.3%
11.1%
0.0%
11.5%
33.3%
66.7%
33.3%
7.7%
8.3%
26.4%
50.0%
40.9%
20.0%
0.0%
25.0%
11.1%
50.0%
26.9%
22.2%
33.3%
85.1%
33.3%
34.6%
91.7%
52.8%
29.0%
50.0%
60.0%
100.0%
68.8%
66.7%
50.0%
53.8%
22.2%
0.0%
1.5%
0.0%
5.8%
0.0%
11.3%
16.1%
9.1%
0.0%
0.0%
0.0%
11.1%
0.0%
3.8%
22.2%
0.0%
N=43
N=2
54
N=5
N=35
N=60
N=17
N=8
N=1
N=15
N=6
N=1
N=15
N=6
N=1
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
6.7%
16.7%
0.0%
4.7%
50.0%
49.1%
0.0%
0.0%
5.5%
0.0%
0.0%
0.0%
6.7%
16.7%
0.0%
0.0%
0.0%
100.0%
Kupang, NTT
Lombok Timur, (NTB)
Makasar (Sulawesi Selatan)
Manado, Sulawesi Utara
Bandar Lampung, Lampung
Dairi, Sumat era Utara
Padang Pariaman, Sumatera Barat
Muaro Jambi, Jambi
Jakarta Timur, DKI Jakarta
N=1
N=53
N=5
N=62
N=62
N=16
N=11
N=7
N=9
1.5%
0.0%
0.0%
0.0%
3.2%
0.0%
0.0%
9.1%
0.0%
4.6%
0.0%
50.9%
0.0%
1.6%
6.6%
0.0%
9.1%
7.7%
100.0%
9.4%
0.0%
29.0%
34.4%
25.0%
84.6%
0.0%
34.0%
50.0%
59.7%
41.0%
1.5%
0.0%
5.7%
0.0%
6.5%
N=69
N=3
N=52
N=12
0.0%
0.0%
1.9%
4.5%
33.3%
9.0%
Banda Aceh, Aceh
Maluku Tengah, Maluku
N=65
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman42
CUKUP PUAS PUAS SANGAT PUAS KB/kont rasepsi
SANGAT TIDAK PUAS TIDAK PUAS CUKUP PUAS PUAS SANGAT PUAS
Badung, Bali
Kota Yogjak arta, Yogya karta
Boyolali, Jawa Tengah
Sumenep (Jawa Timur)
16.7%
100.0%
46.7%
16.7%
0.0%
66.7%
66.7%
0.0%
40.0%
33.3%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
33.3%
0.0%
N=2
N=2
N=3
N=9
N=1
N=17
N=13
N=0
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
16.7%
0.0%
0.0%
0.0%
22.2%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
28.6%
46.2%
33.3%
50.0%
0.0%
33.3%
33.3%
100.0%
41.2%
23.1%
0.0%
30.0%
69.0%
38.5%
50.0%
50.0%
100.0%
66.7%
44.4%
0.0%
52.9%
61.5%
0.0%
0.0%
0.0%
15.4%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
15.4%
0.0%
Kupang, NTT
Lombok Timur, (NTB)
Makasar (Sulawesi Selatan)
Manado, Sulawesi Utara
Bandar Lampung, Lampung
Dairi, Sumat era Utara
Padang Pariaman, Sumatera Barat
Muaro Jambi, Jambi
Jakarta Timur, DKI Jakarta
50.0%
11.3%
0.0%
32.4%
52.7%
29.4%
12.5%
0.0%
26.7%
90.7%
0.0%
35.8%
50.0%
55.9%
27.3%
58.8%
87.5%
100.0%
0.0%
0.0%
3.8%
0.0%
11.8%
14.5%
5.9%
0.0%
N=31
N=2
N=15
N=4
N=44
N=29
N=6
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
6.7%
0.0%
2.4%
0.0%
50.0%
20.0%
0.0%
90.3%
50.0%
60.0%
9.7%
0.0%
13.3%
Banda Aceh, Aceh
Maluku Tengah, Maluku
4.7%
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman43
Lampiran 16 Jenis biaya tambahan yang dikeluarkan responden perempuan saat mengakses pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dengan BPJS berdasarkan kabupaten, survei JKN 2015
Banda Aceh, Aceh Maluku Tengah, Maluku
N
BIAYA TRANSP ORTASI bila dirujuk
25
4.0%
KANTONG DARAH
KONSUL TASI DOKTER
12.5%
0.0%
4.2%
4.2%
PERIKSA DARAH
PERIKSA URIN
87.5%
4.2%
OBAT
USG
1
100.0%
100.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
Kupang, Nusa Tenggara Timur
44
18.2%
90.9%
4.5%
2.3%
0.0%
4.5%
63.6%
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB)
6
16.7%
50.0%
16.7%
0.0%
0.0%
16.7%
0.0%
Makasar (Sulawesi Selatan)
26
21.1%
81.0%
0.0%
0.0%
15.8%
10.5%
0.0%
76
64.9%
79.2%
18.3%
9.9%
34.8%
18.8%
10.4%
14
21.4%
85.7%
14.3%
7.1%
35.7%
21.4%
21.4%
15
42.9%
57.1%
14.3%
14.3%
14.3%
14.3%
14.3%
3
0.0%
100.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
0.0%
13
16.7%
16.7%
8.3%
8.3%
0.0%
8.3%
16.7%
12
25.0%
66.7%
8.3%
0.0%
0.0%
16.7%
8.3%
8
0.0%
50.0%
12.5%
12.5%
12.5%
25.0%
0.0%
24
43.5%
45.8%
8.7%
4.3%
4.3%
21.7%
13.0%
14
0.0%
0.0%
14.3%
14.3%
14.3%
14.3%
14.3%
2
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
50.0%
50.0%
Manado, Sulawesi Utara Bandar Lampung, Lampung Dairi, Sumatera Utara Padang Pariaman, Sumatera Barat Muaro Jambi, Jambi Jakarta Timur, DKI Jakarta Badung, Bali Kota Yogjakarta, Yogyakarta Boyolali, Jawa Tengah Sumenep (Jawa Timur)
Laporan survei 1, 9 November 2015
Halaman44