II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Agribisnis Peternakan Ayam Buras Agribisnis adalah kegiatan manusia yang memanfaatkan sumber daya alam
untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi kegiatan dalam bidang pertanian. Agribisnis mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. Secara luas, agribisnis berarti bisnis berbasis sumber daya alam2. Salah satu kegiatan agribisnis yang sedang dikembangkan pemerintah adalah agribisnis peternakan unggas. Peternakan unggas merupakan kegiatan yang memanfaatkan komoditi unggas sebagai kegiatan produksinya untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2006), tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas yaitu : a.
Membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas,
b.
Meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada,
c.
Menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan
d.
Meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara. Salah satu sektor agribisnis dengan komoditi unggas adalah peternakan
ayam buras. Menurut Suharno (1996) ayam buras merupakan semua ayam yang berada di luar katagori ayam ras, misalnya ayam kampung, ayam hutan, ayam hias, ayam kedu, ayam pelung dan saat ini ayam arab termasuk ke dalam katagori sebagai ayam buras.
2.2
Usahatani Ayam Buras Usahatani ayam buras dapat dijabarkan sebagai suatu kegiatan memelihara
ayam itu agar tetap hidup dan memberikan manfaat bagi petani pemelihara. Tujuan memelihara dan beternak ayam buras adalah untuk memproduksi ayam 2
Wikipidia. 2009. Agribisnis. Dikutip dari www.wikipidia.com/document/12/02/2010.
potong atau ayam pedaging, memproduksi ayam petelur, dan memproduksi bibit ayam. Beternak ayam buras merupakan kegiatan yang menggabungkan tindakantindakan pemeliharaan berupa penyediaan kandang, pemberian pakan, perawatan kesehatan, dan pengelolaan usaha yang berorientasi terhadap pasar dan keuntungan. Menurut Suharno (1996) materi yang baik adalah syarat pertama di dalam budidaya ayam buras, materi yang dimaksud dalam peternakan adalah kandang yang baik, lokasi yang tepat, bibit yang berkualitas, pakan yang cukup, obat-obatan, air, alat-alat dan keadaan lingkungan yang baik. Menurut Rasyaf (1986) kegiatan usahatani ayam buras terdapat tiga sistem pemeliharaan yang sudah dikenal yaitu : 1.
Pemeliharaan secara ekstensif Pada cara ini tidak terdapat perlakuan khusus dari peternak sebagai pemiliknya. Ternak ini dibiarkan lepas dan akan datang dengan sendirinya pada malam hari. Pemilik tidak memberikan pakan secara teratur dan mengambil ternaknya ketika pemilik membutuhkan uang.
2.
Pemeliharaaan semi intensif Pemeliharaan semi intensif adalah suatu metode pemeliharaan dengan menyediakan kandang dengan memiliki pagar disekeliling kandang, tujuan dari pemagaran tersebut adalah memberikan kesempatan untuk ayam tetap bebas tetapi dalam lingkup yang dibatasi. Pada pemeliharaan ini peternak sudah mulai menerapkan pengetahuannya untuk meningkatkan produksi ternak yang dipelihara. Peternak sudah mulai memberikan pakan tambahan pada anak ayam.
3.
Pemeliharaan secara intensif Pemeliharaan secara intensif dilakukan dengan memasukan ternak ayam di dalam kandang selama hidupnya. Pemberian pakan, minum dan kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh peternak. Kekurangan dan kelebihan makanan dan minuman berakibat langsung terhadap produksi ayam yang dipelihara. Pada sistem peternakan ini, manusia sepenuhnya sangat berperan dalam kehidupan ternak. Mulai dari kecil hingga afkir, mulai dari
8
kebutuhan yang kecil hingga besar semuanya menyertakan campur tangan manusia.
2.3
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Peternakan Ayam buras Di dalam kegiatan usahataninya terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi di dalam kegiatan produksi pada ternak ayam, faktor-faktor tersebut menurut Suharno (1996) yakni : a) Bibit Bibit yang baik berasal dari induk yang produktif, untuk memperolehnya dapat melalui pengalaman atau menanyakan kepada orang lain yang berpengalaman. b) Pakan Pakan yang baik tentu yang memenuhi kebutuhan gizi dari ayam tersebut. Pakan tersebut dapat diperoleh dari pabrik atau hasil membuat sendiri. Dalam menentukan suatu pakan yang baik harus diketahui dulu kebutuhan gizi ayam. Bahan-bahan tadi terdiri dari sumber protein, lemak karbohidrat, vitamin, dan mineral. Dari bahan-bahan tersebut kemudian di susun formulasi bahan pakan agar sesuai dengan gizi ayam. c) Obatan-obatan dan vaksin Seperti halnya pakan dan bibit, vaksin harus tersedia dalam keadaan yang baik. Dibandingkan pakan, syarat penyimpanan obat-obatan dan vaksin umumnya lebih berat, vaksin harus di simpan dalam kondisi dingin. d) Air minum Tubuh ayam mengandung air kira-kira sebanyak 70 persen, air merupakan unsur yang amat penting bagi jaringan tubuh karena berperan dalam metabolisme tubuh dan pengaturan suhu tubuh. e) Kandang Kandang yang baik bagi ternak sama hakekatnya dengan rumah yang nyaman bagi manusia. Bagaimanapun bentuk kandang yang digunakan harus merupakan tempat yang nyaman untuk hidup. Udara yang segar dan
9
tidak kekurangan sinar matahari, serta terdapat ruang gerak yang leluasa merupakan kriteria kandang yang baik.
2.4
Siklus Bertelur Pada Ayam Petelur Ayam buras betina siap bertelur pada usia 4-5 bulan. Periode bertelur
ayam buras sama dengan ayam ras, yakni tiga kali periode produksi selama 30 bulan. Setelah periode bertelur, apabila ayam telah berumur 14-16 bulan, ayam buras akan mengalami fase moulting yang pertama dan berjalan selama 60-75 hari. Siklus ini akan terus berulang, selama hidupnya ayam buras mengalami fase moulting sebanyak tiga kali. Yakni, moulting pertama umur 14 atau 16 bulan, kedua umur 24 bulan, dan ketiga umur 30 bulan atau 32 bulan. Selama fase moulting tersebut ayam buras akan berhenti bertelur selama 80 hari untuk bertelur kembali. Biasanya, setelah moulting kedua ayam buras langsung dijual karena produktivitas telurnya sudah menurun. Pada saat bertelur pertama kali, umumnya telur masih relatif kecil, dan mulai pada periode bertelur kedua berat telur mulai normal yakni seberat 35-45 gram/butir. Telur yang baik dapat disimpan selama kurang lebih dua minggu, apabila lewat dari waktu tersebut maka telur akan mengalami kerusakan.
2.4.1
Tanda-Tanda Ayam Akan Bertelur. Ayan betina dewasa yang sudah kawin dan siap bertelur, penampilannya
sangat periang. Sepanjang hari kelihatan sibuk mencari sarang untuk bertelur dan rajin mencari makan di sekitar kandang. Ciri-ciri fisik yang dapat dilihat antara lain bulu badannya rapat satu sama lainnya, terlihat rapi dan mengkilat. Temboloknya penuh berisi makanan, tetapi tidak keras kalau dirasakan, jengkernya membesar kaku, tebal, berdiri tegak atau miring ke samping, warnanya merah menyala, kalau dirasakan terasa hangat. Badan bagian belakang membesar dan menonjol ke bawah sehingga seolah-olah berbentuk pundi. Dinding paruhnya agak tipis karena lapisan lemaknya berkurang. Telur yang masih berada dalam tubuh terasa menonjol, apabila dirasaka dari luar duburnya terasa basah dan berbentuk bulat panjang agak membusung.
10
2.4.2 Tanda-Tanda Ayam pada Fase Moulting. Biasanya setelah bertelur 15-20 butir ayam buras menunjukan tanda-tanda akan mengeram sepanjang siang dan malam duduk dalam sarangnya. Bulu dadanya rontok sehingga menjadi botak kulitnya, serta sering bersuara khas “kok…kok…kok”, jengger tampak kusut dan berwarna pucat. Berat badannya menyusut, kotorannya menjadi encer, bulu leher menjadi tegak seolah marah kalau didekati orang.
2.4.3
Pengambilan Telur. Hasil utama dari usaha budidaya ayam petelur bagi perusahaan adalah
berupa telur yang dihasilkan oleh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini bertujuan agar kerusakan isi telur yang disebabkan oleh virus dapat terhindar/terkurangi.
Pengambilan
pertama
pada
pagi
hari
antara
pukul 10.00-11.00, pengambilan kedua pukul 13.00-14.00, pengambilan ketiga sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.
2.5
Ayam Arab
2.5.1 Karakteristik Ayam Arab Menurut Darmawan dan Sitanggang (2003) ayam arab merupakan ayam pendatang. Ayam ini merupakan keturunan dari ayam jenis silver braekels. Pemberian nama ayam arab karena dua hal, yakni pejantannya memiliki daya seksual yang tinggi dan keberadaannya di Indonesia melalui telur yang dibawa oleh seorang jemaah haji yang menunaikan ibadah haji dari Mekah. Warna kulit yang kehitaman dengan daging yang lebih tipis dibanding ayam kampung menjadikannya jarang dimanfaatkan sebagai pedaging. Ciri - ciri ayam arab adalah pada sepanjang leher berwarna putih mengkilap, bulu punggung putih berbintik hitam, bulu sayap hitam bergaris putih dan bulu ekor dominan hitam bercampur putih, jenggernya berbentuk kecil berwarna merah muda dan mata hitam dengan dilingkari warna kuning, pejantannya pada umur seminggu sudah tumbuh jengger, dan betina induk tidak memiliki sifat mengeram, tinggi ayam arab dewasa mencapai 35 cm dengan bobot 1,5-2 kg dan kepalanya mempunyai jengger berbentuk tunggal dan bergerigi. Ayam arab betina dewasa 11
tingginya mencapai 25 cm dengan bobot 1,0-1,5 kg. Kepalanya berjengger tipis, bergerigi. Badannya berbulu tebal. Selama usia produktif antara 5 bulan hingga 2 tahun, betina arab terus-menerus bertelur, sehingga hampir setiap hari menghasilkan telur. Secara genetis ayam arab tergolong galur ayam buras disebabkan karena bentuk telur yang kecil seperti ayam kampung, ayam ini termasuk ke dalam jenis ayam petelur unggul karena memiliki kemampuan produksi telur yang tinggi, hampir menyerupai produksi ayam ras. Bentuk dan warna telurnya sama dengan ayam lokal. Hal ini merupakan daya tarik yang menyebabkan banyak peternak mulai membudidayakan ayam ini secara serius (Hesty et al. 2004).
2.5.2 Keunggulan Ayam Arab Ayam arab ini mempunyai beberapa keunggulan di dalam usaha pembudidayaannya. Keunggulan ayam arab yaitu ayam arab memiliki produksi telur tinggi, mencapai 230-250 butir per tahun dengan berat telur 42,3 gram. Kuning telur lebih besar volumenya, mencapai 53,2 persen dari total berat telur. Bentuk ayam kecil sehingga konsumsi pakan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien, libido seksualitas jantan lebih tinggi, mudah dikawinkan dengan ayam jenis lain, dalam 15 menit bisa tiga kali kawin, dapat untuk perbaikan genetik ayam buras, harga day old chicken (DOC) yang berfluktuasi, kadang lebih tinggi atau
rendah,
harga
induk
tergolong
tinggi
(pullet
mencapai
harga
Rp 40.000 per ekor), konsumsi pakan relatif kecil karena termasuk tipe kecil dan ayam betina tidak mempunyai sifat mengeram sehingga masa bertelurnya panjang.
2.6
Hasil Penelitian terdahulu Penelitian Sitorus (1994) menganalisis efisiensi penggunaan faktor
produksi usahaternak ayam buras petelur pada kelompok tani peserta program INTAB. Penelitian ini menggunakan alat analisis Cobb-Douglas. Di dalam penelitiannya faktor produksi yang diduga mempengaruhi produksi telur adalah ayam dara, ayam petelur, pakan dedak, pakan grower, pakan layer, tenaga kerja, vaksin dan pendidikan non formal petani, hasil penelitian menunjukan bahwa 12
pengaruh ayam dara dan pakan grower terhadap produksi telur lebih rendah dibandingkan dengan pengaruh faktor lainnya. Pada usaha ternak ayam buras yang proses produksinya berada pada tahap decreasing return to scale, faktor produksi yang penggunaannya sudah tidak efisien secara teknis adalah pakan dedak, pakan grower dan vaksin. Namun dilihat dari segi efisiensi ekonomisnya, faktor produksi yang masih dapat ditingkatkan adalah ayam dara, ayam petelur, pakan layer dan tenaga kerja. Penelitian Pratomo (2007) menganalisis efisiensi produksi usaha ternak ayam buras ramah lingkungan yang dilakukan di peternakan P4S Eka Jaya Jakarta Selatan mengemukakan produksi ayam buras ramah lingkungan di peternakan P4S Eka Jaya ditinjau dari konsumsi faktor dengan bobot badan yang dihasilkan secara menyeluruh, telah efisien secara teknis dalam penggunaan input yang ditunjukan dari nilai elastisitas produksi selama periode yaitu sebesar 0,967; tetapi belum efisien secara ekonomis karena nilai rasio NPM dan BKM secara keseluruhan pada masa finisher tidak sama dengan satu. Peternakan P4S Eka Jaya memperoleh keuntungan paling besar apabila ayam dipanen pada umur 12 minggu, karena nilai rasio penerimaannya dengan biaya pakan dan bibit menunjukan
nilai
terbesar
yaitu
2,21
dengan
nilai
sebesar
Rp 10.703,67/ekor. Penelitian Kusuma (2005) menganalisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi peternak ayam probiotik dan non-probiotik pada usaha ternak ayam ras pedaging pada perusahaan Sunan Kudus Farm. Model yang digunakan adalah model Cobb-Douglas, dengan faktor-faktor produksi yang digunakan antara lain bibit, pakan, pemanas, tenaga kerja dan obat-obatan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa bibit, pakan dan pemanas lebih menunjukan responsif di dalam meningkatkan produksi telur pada peternak yang menggunakan probiotik, sedangkan tenaga kerja dan obat-obatan lebih responsif terhadap peningkatan produksi telur pada peternakan yang non-probiotik. Penelitian ini juga menunjukan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi pada peternakan Sunan Kudus Farm belum efisien, hal tersebut ditunjukan dengan tidak adanya rasio perbandingan antara NPM dengan BKM yang bernilai sama dengan satu. 13
Penelitian Pakarti (2000) menganalisis pendapatan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan tingkat pendapatan peternak ayam broiler dengan mengambil studi kasus pada pada peternakan inti-plasma Poultry Shop Jaya broiler, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat berhasil menyimpulkan bahwa keragaan teknis menunjukan tingkat mortalitas yang tinggi terutama pada peternakan skala usaha 1001-2000 dan 2001-3000, hal ini kemungkinan besar karena disebabkan oleh terjadinya serangan penyakit dan manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai penduga dalam analisis adalah hasil produksi (Y), pakan stater (X1), pakan finisher (X2), tenaga kerja (X3) dan mortalitas sebagai faktor dummy (D). Hasil penganalisisan dengan taraf kepercayaan sebesar satu persen menunjukan faktor produksi pakan stater dan pakan finisher mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi, sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan lima persen. Pada saat penelitian kombinasi optimal faktor-faktor produksi pakan stater, pakan finisher dan tenaga kerja belum mencapai efisiensi karena rasio perbandingan antara NPM dan BKM tidak ada yang sama dengan satu. Kombinasi opimal penggunaan faktor produksi pakan stater dan pakan finisher dicapai dengan meningkatkan pemberian pakan stater dan mengurangi pemberian pakan finisher. Penelitian Nur (2004) menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usaha ternak ayam broiler, studi kasus pada Hajral Harahap Farm, mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan bagaimana usaha peternakan tersebut dalam memanfaatkan faktor produksi yang dimilikinya untuk mencapai hasil produksi yang diharapkan, menduga model produksi yang sesuai dengan usaha kemudian menganalisis faktor-faktor produksi yang diharapkan, menganalisis efisiensi teknis maupun ekonomi. Faktor-faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah DOC (X1), jumlah pakan (X2), Tenaga Kerja (X3), umur panen (X4), mortalitas (X5), rasio konfersi pakan (X6), obat, vaksin dan disenfektan (X7), bahan penolong produksi (X8), berat rataan panen (X9), dummy penggunaan strain ayam (Ds), dan dummy penggunaan jenis pakan (Dj).
dari hasil penelitian diperoleh bahwa
faktor-faktor yang memiliki pengaruh nyata dengan taraf kepercayaan 95 persen 14
adalah X1,X5,X6,X7 dan X9. Sedangkan X8 berpengaruh pada taraf kepercayaan 90 persen, X2 berpengaruh pada taraf kepercayaan 80 persen, X3 dan X4 tidak berpengaruh nyata. Efisiensi dari penggunaan faktor produksi diketahui belum efisien disebabkan karena perbandingan antara rasio NPM/BKM tidak sama dengan satu. Skala usaha dalam tahap increasing return to scale. Untuk kombinasi optimal tidak dapat diramalkans secara tepat disebabkan karena terdapat nilai rasio yang benilai negatif.
2.7
Perbedaan dan Persamaan dengan Penelitian Terdahulu Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah jika dilihat
dari komoditas yang dijadikan penelitian dan tempat penelitian serta fungsi produksinya, pada penelitian ini menggunakan fungsi produksi Linear Berganda. Selain itu jika dibandingkan dengan penelitian Sitorus (1994) lebih menekankan efisiensi pada produksi telur yang dikaitkan dengan program pemerintah, Pratomo (2007) lebih menekankan efisiensi dengan perbandingan jumlah konsumsi pakan ternak dengan bobot badan, Kusuma (2005) lebih menekankan pada penggunaan probiotik dan non-probiotik, penelitian dari Pakarti (2000)
dan
Nur
(2004)
cenderung penganalisisan efisiensi penggunaan faktor produksi pada komoditi ayam pedaging dari jenis ayam ras. Penelitian ini lebih ditekankan pada produksi telur ayam buras yang dibudidayakan dengan menggunakan sistem peternakan secara intensif dan penelitian ini dalam melakukan analisis usahataninya tidak terlalu dalam dan tidak mencakup keuntungan pendapatan dari usahatani tersebut dan lebih terfokus kepada efisiensi produksi pada komoditas telur buras. Sementara itu, persamaan dari penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah persamaan dalam menggunakan alat analisis untuk menghitung efisiensi ekonomi yaitu dengan menggunakan perbandingan NPM dan BKM.
15