II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Deskripsi Geowisata
2.1.1. Konsep dan Sejarah Geowisata
Aktifitas yang dilakukan oleh manusia baik yang secara sengaja rnaupun
tidak sengaja seringkali m m a k situs-situs peninggalan dam sehingga mernbawa resiko terhadap hilangnya potensi sumberdaya dam yang masih belum diketahui. Dalam pengelolaan sumberdaya dam hendaknya dilakukan secara hati-hati dan bijaksana sehingga potensi tersebut tidak rusak dan pemdaatanya dapat secara berkelanjutan. Hal itu sesuai dengan arah kebijakan program pembangunan nasional yaitu memanfaatkan sumberdaya alam semaksirnal mungkin untuk kesejahteraan rakyat dengan memperhatikan pelestarian fimgsi dm keseimbangan lingkungan hidup yang dalam pelaksanaannya harus mempehatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Bentuk p e m a n f " sumberdaya darn yang dapat mengakomodir semua
aspek untuk mendukung pernbangunan yang berkelanjutan adalah pariwisata yang
ramah lingkungan yaitu ekowisata Untuk mengenal dan memahami konsep ekowisata ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar pariwisata seperti Ceballos-Lascurain (1987) &lam
Boo (]!NO),
yang
mengemukakan bahwa ekoturisme adalah perjalanan ke kawasan dam yang relatif tidak terganggu atau tidak terkontarninasi, dmgan tujuan tertentu seperti pendidikan, mengagumi dan menikmati pemandangan dengan tumbuhan dan binatang liarnya, sebagai perwujudan budaya yang diternukan di wilayah ini. Hadinoto (1996) mengemukakan bahwa pada dasarnya ekoturisme adalah pariwisata yang tergantung pada atraksi alam, yaitu tergantung dari kondisi dan
suasana asli dam yang tidak tercemar. Sedangkan menurut Kodyat (1995), dikemukakan bahwa prinsip-prinsip utama dalam kegiatan ekoturisme adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas hubungan antar manusia sehingga dapat menirnbulkan saling pengertian yang lebih baik dm solidaritas sosial atas dasar kesetaraan dan keadilan (hubungan antara pagunjung
dengan masyarakat seternpat). 2. Meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan masyarakat, terutama
penduduk setempat. 3. Meningkatkan kualitas lingkungan.
Menurut Hafild (1995) bahwa suatu kegiatan dikategorikan sebagai ekoturisme apabila memenuhi tiga demensi yaitu : 1. Dimensi konservasi, yaitu kegiatan wisata tersebut membantu usaha pelestarian dam setempat dengan dampak negatif yang minim. 2. Dirnensi pendidikan, yaitu wisatawan yang ikut kegiatan tersebut akan
mendapatkan ilmu pengetahuan mengenai ekosistem, keunikan biologi dan kehidupan sosial di kawasan yang dikunjungi sehingga wisatawan tersebut meningkat kesadarannya untuk ikut melestarikntn dam. 3. Dimend kerakyatan, yaitu rakyat setempatlah yang menjadi &or
utama dalam penyelenggamn kegiatan wisata tersebut. Seiring dengan terus berkembangnya ekoturisme maka perkembangan selanjutnya muncul cabang-cabang baru ekoturisme yang salah satunya adalah georurisme atau geowisata Geowisata hadir dengan mempertimbangkan semua konsep, pengertian serta prinsip dasar dari ekoturisme seperh: :
1. Obyek geowisata adalah dam, dalam hal ini bentuk fisik dam yang terjadi akibat proses alamiah yang terjadi di burni. 2. Geowisata mengandung unsur konservasi alam yaitu konservasi
keanekaragaman geologi yang berarti pula melindungi habitat flora maupun fauna yang ada di dalarnnya 3. Unsur pendiddmjuga ada dalam geowisata disamping petualangan 4. Bernilai ekonomis, ekologis dan sosial.
Perkembangan geowisata diawali dari Konferensi PBB di Rio De Jainero 1992 mengenai lingkungan. Dalam konferensi tersebut didefinisikan syarat
pembangumn berkelanjutan yang berorientasi kemasa depan bumi melalui pqelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan sebagai prioritas utama bagi peagmbil keputusan, perencam, ilmuan dan masyarakat umum. Fenomena dam
masih banyak yang merupakan rahasia yang belurn terpecahkan hingga saat ini terekam secara detail dalam bentuk bentang dam dan jenis batuan yang terjadi di bumi ini. Oleh karem itu dengan berpedoman pada konferensi tersebut sebaiknya p d ' y a menggwkan kaidah-kaidah perlindungan dan pelestarian d a m Mengacu kepada r e n m kerja dari General Confrence yang ke 29 dan 30 tahun 1997 & 1999, UNESCO pertama kali menyampailcan sebuah gagasan
baru yang dikenal dengan nama taman geologi atau gwpark (Pakak, 1999). Salah satu kegiatannya adalah membuat jaringan menyeluruh terhadap daerah-daerah yang terseleksi secara geologis di dunia untuk diintegrasikan mengenai pemeliharaan dan perlindungan peninggalan dam geologi untuk pengembangan ekonomi regional. Tujuan utama yang menjadi dasar untuk menghargai warisan peninggalan geologi melalui taman geologi yaitu, pemanfbabn fenomena geologi
untuk pendidikan masyarakat, pengetahurn ilmu geologi dan lingkungan, alat
untuk menjamin bdangsungnya suatu pembangunan yang berkelanjutan Cgeowisata) dan konservasi warisan geologi untuk generasi masa depan (geokonservasi). Geowisata untuk pertama kalinya didefinisikan sebagai ketentuan interpretasi dan fasilitas pelayanan kepada wisatawan untuk memperoleh pengetahuan dan pagertian tentang geologi dan geomorfologi sebagai sesuatu dibawah tingkat penghargaan estetika semata (Hose, 1995). Di Malaysia terminologi geowisata disarankan sebagai aplikasi ilmu geologi yang terbaru yang dapat mendukung pertumbuhan ekoturisme di duni8 Pendekatan baru ini akan menempatkan geokonservasi dalam kedudukan yang sangat penting sebagai konservasi biologi yang akan mendorong pengembangan geologi kedepan (Komoo, 1997). Menurut UNESCO kriteria untuk diangkat sebagai kawasan geowisata, suatu daerah hams memiliki persayarata sebagai taman geologi yaitu: 1. Suatu daerah yang memiliki sejumlah tempat (bisa dalam berbagai skala) atau sebuah mosaik yang secara geologis sungguh-sungguh mengandung nilai keilmuan yang khusus, keindduin yang langka, mewakili k d m u sutu daerah tennasuk sejarahnya bahkan prosesnya (kemekamgaman gdogi). 2. Suatu daerah yang bermanfaat dalam pembangunan sosial ekonomi
berkelanjutan di d-ya
Peduli terhadap lingkungan, meranpang kreasi,
inovasi usaha lokal, perdangangan, usaha penginapan dan pekejaan. 3. Suatu daerah harus mampu memberikan kontribusi konservasi yang signifikan
terhadap bentukan geoiogi yang menyediakan informasi berbagai disiplin ilrnu geologi seperti semua bentukan geologi, geologi ekonomi dm pertambangan,
geologi teknik, geomorfologi, geologi jarnan es, hirologi, mineralogi, pelontologi, pettografi, sedimentologi, stmtigrafi, struktur geologi dan volkanologi. 4. Writas pengelolaan suatu taman geologi sebagai ukuran perlindtmgan yang
menjamin keefektifan upaya konservasi. 5. Suatu daerah seharusnya menyediakan bagi program pendidikan lingkungan
dan penelitian bagi sekolah, universitas dan masyankat umum.
2.1.2.
Pola Geowisata
Beberapa hal mengenai gejala geologi yang menarik untuk diangkat sebagai potensi wisata (Sampumo, 1999) adalah : 1. Keindahan geologi yang dikaitkan dengan lingkungan dam sekitarnya 2. Pengaruh gejala geologi terhadap lingkungan, kehidupan, budaya atau
kepercayaan sosial, ekonomi, enjiniring dan kesehatan 3. Legenda yang berkembang dari gejala geologi tersebut. 4. Proses dam mengenai terjadinya gejala geologi tersebut.
5. Pemadhatm gejala geologi bagi manusia : istinhat, relaxsasi, kesehatan, olah
raga, petualaagan, ekonomi, enjiniring dan ilmu pengetahuan Dalam perkembangannya geowisata mempunyai pola tertentu sebagai obyek wisata dam sehingga geowisata sangat berbeda dengan jenis wisata lain yang sudah ada Pola yang ada pada geowisata memang belum pernah didiskripsikan secara rinci, namun dengan berpedoman pada konsep ekoturisme maka geowisata mempunyai pola :
1. Geowisata merupakan salah satu segrnen dari wisata dam yang mengutamakan elemen dam sebagai atraksinya 2. Geowisata merupakan wisata minat khusus, dan sering rnerupakan wisata petualangan di tempat terpencil dimana keadaan alam masih relatif asli. 3. Geowisata merupakan bukan termasuk wisata masal. 4. Di dalam kawasan lindung, perilaku pengunjung terkendali sesuai dengan
persrturan kmjungan sehingga dampak dari geowisata kecil. 5. Geowisata membutuhkan sarana dan prasarana wisata yang dibutuhkan
wisatawan Sarana wisata yang dibangun hendaknya desainnya sesuai dengan lingkungan dan sosial setempat. 6. Geowisata membutuhkan pemandu pakar sesuai dengan tingkat kebutuhan
p-jung. Dengan melihat berbagai definisi, deskripsi, pola dan potmi geowisata
maka Indonesia memiliki banyak tempat yang layak diangkat sebagai daerah obyek geowisata karena memiliki keunikan dan kelangkaan yang jarang dijumpai dibelahan bumi ini. Salah satu ternpat yang menunjukkan fenomena bentang alam yang unik dan langka baik dari bahan pembentdcnya, proses pembmtukannya dan jenis bentang a h yang terbentuk adalah daerah karst.
23.
Batasan dan kondisi Fisik Karst Karst berasal dari kata Kras yang merupakan istilah kata dari Slovenia
Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan bentuk lahan di Notranjski (Notranjskikarst) yang meliputi Postojna Cave, Cerknisvko Polje dan Rakov Skvcjan (Sweeting, 1972). Pada perkembangan selanjutnya istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan suatu lahan yang mempunyai pola penyaluran yang
khas yang dikontrol oleh pelamtan. Istilah tersebut kemudian
dipersempit
menjadi daerah atau medan yang dicirikan dengan adanya sistem drainase permukaan yang jarang , solum tanah yang tipis dan keberadcaanya setempatsetempat, terdapatnya cekungancekungan terMup (close depresim)
dm
terdapatnya sistern drainase bawah tanah ( Summerfield, 1970 dalcun Sweeting, 1972).
Karst berdasarkan klasifikasi bentang lahannya menurut Cvijic dan Gvozdeckij dalam Sw&&r;
1972 dibagi tiga yaitu : a) Hobkarst, rnerupaksm
tipe karst yang mempunyai tingkat dan bentukan perkembangan yang lengkap seperti do&
uvalq polye, ponor dan sistem pergoaan yang kompleks dengan
sedikit atau tanpa drainase perm-
Ciri khas dari tipe ini adalah rekahm-
rekahan terjadi pada batugamping masif dengan perkembangan karstifikasi di bawah muka air tanah Selain itu juga ditunjukkan oleh ukuran batugamping yang sangat tebal sampai bawah permukaan air laut dengan segala bentuk perkembangan topografinya b) Merokarst, merupakan tipe karst yang tidak sempurna yang ditunjukkan oleh lapisan batugamping yang biasanya sangat tipis. Karstifikasi yang berlangsung pada lahan ini belum s e m p m sehingga sedilcit sekali terdapat kenampakan bentang alam karst. c) Platfonnkarst, merupakan bentang dam yang morfologinya ditandai dengan adanya kelurusan atau kemiringan yang tegas secara meluas pada suatu kawasan Bentang alam ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari merokarst dan terletak sampai jauh dibawah muka air laut. Pernbentukan karst juga dipenganh oleh faktor-faktor iklim, jenis batugamping dan topografi regional. Berdasarkan iklim setidaknya ada dua ha1
yang tejadi mengenai keterkaitan suhu dan proses pelarutan (Ford dan Williams, 1996) yaitu, suhu mempengaiuhi aktivitas organisme dan kecepatan rekasi pelarutan. Pada musim panas ada kecenderungan terjadi peningkatan tekanan C02 dalam tanah akibat adanya peningkatan M t a s organisme melalui dekomposisi humus sehingga dapat mempercepat pelapukan batugamping dm menghasilkan lingkungan biokimia yang mernacu pelarutan. Reaksi pelarutan akan mengalami penurunan kecepatannya dengan adanya kenaikan suhu tetapi ha1 ini tidak terjadi
untuk di daerah tropis dimana karstifikrtsi beijalan lebih intensif dibandingkan dengan daerah yang lebih dingin. Hal ini w a d i karena daerah tropis pasolcan air hujan dan W t a s organisme lebih tinggi dibandingkm dengan daerah dingin. Berdasarkan litologinya batugamping yang rnempengaruhi pembentukan
karst, dapat dibedakan menjadi tiga yaitu limestone (batugampig murni), &stone
(batugamping dolornit) dan chalk (batugamping chalk) (Yuli, 1992).
Limstone merupakan batugamping yang memiliki harnpir 99% CaC03. Mineral yang mengandung CaC03 murni ini terdiri dari kalsit dan aragonit. Perkembangan karst pada batuan ini relatif berkembang dengan baik dibandingkan dengan kedua jenis batuan lain karena tingkat tingkat pelmtan dm porositas sekundernya lebih tinggi. Porositas sekunder yang sering terjadi pada
batuan gamping adalah proses diagenesa yang dapat menyebabkan terjadinya struktur kekar, rekahan ataupm pensesaran. Dolostone merupakan batugamping
yang didominasi oleh mineral dolomit dengan sedikit kalsit. Kelarutan c€ari CaC03 sebenarnya cukup tinggi tetapi karena komposisi Mg yang terikat bersama-sama dengan Ca menyebabkan berkuranganya intensitas pelarutan pada batuan ini. Pada batuan ini topografi mayor karst jarang dijumpai karena tingkat
kelarutannya rendah, sedangkan topografi yang sering dijumpai berupa topografi minor seperti lapies. Chalk merupakan batugamping yang mengandung 98% CaC03 terswun oleh cangkang mikro organisme, terutama oleh foraminifera yang tersusun mattik dan laistal kalsit yang halus. Selain oleh rnilcro organisme
chalk bisa juga tersusun oleh hasil pengendapan biokimia dan reaksi kimia chalk mempunyai sifat rapuh, lunak dan mengandung silika cukup banyak sehingga meskipun memiliki porositas tinggi tapi memiliki sB yang sangat lunak sehmgga di alam sangat sulit terbentuk kenampalcan topografi karst pada batuan ini. Kontrol topografi regional sangat berpengaruh terhadap pembentukan bentang alam karst. Bentuk lahan karst akan berkembang dengan b i k apabila
sirkulasi air pada batugamping bejalan lancar. Air dalam sirkulasinya dikontrol oleh gaya grafitasi sehingga mempunyai sifat mengalir dari suatu tempat yang tinggi ketempat yang rendah, Menurut Summerfield (1991), salah satu syarat terbentuknya bentang dam karst adalah elevasi dari batuan yang lebih tinggi dari muka air laut. Batuan sedimen karbonat yang terkubur kemudian terangkat ke pennukaan akan membentuk pornsitas sekunder yang disebut sebaga. porositas
telogenetik.
Pembentukan
porositas
berasosiasi
den-
bidang
ketidakselarasm atau erosi, sedangkan batas terbentuknya pornsitas telogenetik sampai pada beberapa meter dari muka air tanah. Hal ini mengakibatkan s u m
area yang tersusun oleh batugamping dengan elevasi yang rendah tidak dapat membentuk topografi karst. Struktur geologi yang umum terbentuk pada topograti karst adalah kekar, sesar dan lipatan (Darpilo, 1992). Kenarnpakan struktur geologi tersebut sebenarnya merupakan hasil dari dua proses yaitu proses yang terjadi pada saat
pembentukan batuan dan proses yang terjadi setelah batuan terbentuk Intensitas kekar yang terbentuk berpengaruh terhadap proses karstifikasi, karena kekar dapat mernperbesar porositas sekunder dan bidang kekar merupakan bagian terlemah pada batuan sehingga memungkinkm tejadinya pelarutan secara lebih intensif.
Selain itu sesar juga juga mempunyai pengaruh terhadap terhadap pembentukan topograti karst, karena zona-zona sesar merupalcan zona lemah yang mudah
wadi erosi dan pelarutaa Sesar dalam perkembangannya selalu diikuti dengan oleh terbentuknya struktur lain yang menyertainya seperti kekar (Darpilo, 1992).
23.
Karst Gunungkidul
23.1. Susunan Stratigraf~Gunungkidul
Berdasarkan susunan stratigrafinya formasi batuan yang ada di Gunung (Suyoto, 1994), Gunungkidul mempunyai urut-urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut : 1. Formasi Wungkal-Gamping Merupakan formasi yang berada paling bawah dan paling tua dalam zona Pegunungan Selatan, yang terdiri dari batupasir kuarsa, napal pasiran, batulempung dan lensa batugamping dengan urnur Eosen atas (P15-P17). 2. Formasi Kebo-Butak
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi WungkalGamping dengan ketebalan 650 m. Kelompok batuan yang menyusun formasi ini ada dua yaitu : a) bagian bawah terdiri dari batupasir berlapis b&
batulanau, batulempung, serplh, tuf dan aglomerat. b) bagian atas, terdiri dari batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Umur dari forrnasi
ini adalah Oligosen hingga Miosen bawah (N2-N4).
3. Formasi Semilir
Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Kebo-Butak dengan material penyusun berupa breksi batuapung dasitan, batupasir tufaan dan serpih. Umur formasi ini Miosem awal bagian tengah sampai Miosen tagah bagian bawah (N5-N9). 4. Formasi Nglanggran
Formasi ini menjari dengan formasi Sernilir dengan material penyusun bempa breksi gunungapi, batuptisir volkanik, lava andesit-basalt, breksi autoklastik serta mempunyai umur Miosen awal bagian tengah sampai Miosen tengah bagian bawah (N5-N9). 5. Formasi Sambipitu
Formasi ini mempunyai posisi menjernari terhadap formasi Nglanggran yang tersusun oleh pmlingan batupasir dan serpih. Umur formasi ini adalah Miosen tengah bagian bawah (N9-N10). 6. Formasi Oyo
Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan formasi Nglanggan d m Membaji dengan formasi Sambipitu Perryusun f o e ini terdiri dari batugamping tufaan, napal tufaan dm tuf andesitan. Umur forrnasi ini adalah Miosen awd bagian atas sampai Miosen tengah bagian bawah (N10-N11). 7. Formasi Wornsari
Posisi fonnasi ini menjari terhadap fiomasi sambipitu dan formasi Oyo. Batuan yang menyusun formasi ini adalah batugamping berlapis, reef limestone, dan setempat-setempat terdapat batupasir tufan, batugamping napalan dan batulanau (N10-N18).
8. Forrnasi Kepek Forrnasi ini menjari terhadap formasi Wonosari dengan penyusun utama batuannya adalah perselingan batugamping dan napal. Formasi ini mempunyai
umur rniosen atas (N16-N18). 9. Endapan kuarter terrarosa dijumpai secara setempat-setempat di daerah karst Pegunungan Sew. Endapan ini adalah campuran tanah pelapukan gamping, sisa-sisa sedimen yang tidak mampu terangkut oleh air tanah dan tanah lempungan ebrwama merah. Terrmsa tersebar dan mengisi rendahan bagian dasar cekungan dan bagian dasar dolina-dolina. 10. Endapan aluvial Endapan yang berasal dari deposisi sungai ini terutama tersusun oleh lempung berwama hitam, lanau, pasir, kerakal, berangkal dan sis-sisa tanaman
23.2. Tektonik Gunung Kidul Tektonisrne yang terjadi pada Zona Pegunungan Selatan merupakan bagian dari proses pembentukan Pulau Jawa dan kepulauan lain di Indonesia Pada umumnya pola neotektonisme yang terjadi di Kepulauan Indonesia adalah diawali pengangkatan (upliJt), pen-
(subsident), pelengkungan (wping),
perlipatan volding) dm pearsesaran (faulting) W l i , 1973). Pada pertemuan empat lempeng tektonik mengalabatkan beberapa kejadian seperti divergen
margin (lempeng saling menjauh), wnvergen mrgin (lempeng d i n g mendelcat), tratlsfonn shear margin fault (lempeng saling menggeser) W l i , 1973). Kepulauan Sumatera, jawa, Nusatenggara sampai Flores merupakan hasil interaksi dua lempeng tektonik yang saling bertemu (convergen margin).
28
Kepulauan Sumatera dan Jawa terbentuk oleh interaksi antara Lempeng Hindiaaustralia yang bertemu dengan Lempeng Eurasia yang relatif d i m Berdasarkan pola perlapisan batuan yang terbentuk pada setiap formasi, selama masa kenozoikum Pegunungan selatan telah di Indikasikan telah mengalami empat kali pengangkatan dengan intensitas yang berbeda-beda (Katili, 1975). Pengangkatan pertama terjadi pada Kala Eosen yaitu sebelum pengendapan
Forrnasi Kebo Butak, sedangkan pada pengangkatan yang kedua terjadi pada Kala OligosekMiosen setelah pengendapan Formasi Kebo Butak. Kedua pengangkatan tersebut memiliki intensitas yang lemah sehingga tidak banyak mengganggu perlapism batuan yang terbentuk. Pengan-
ketiga terjadi pada Kala Miosen
yaitu setelah pengendapan Formasi Sambipitu dengan intensitas yang besar sehingga mengakibatkan ketidakselarasan menyudut pada Formasi Semilir, Formasi Nglanggmn, dan Formasi Sambipitu dengan formasi yang lebih muda Pengangkatan ke empat terjadi pada Kala Pleistosen Tengah setelah pengendaan Formasi Sambipitu. Intensitas pengangkatan terbesar terjadi pada pengangkatan keempat karena menghasilkan pembentukan daratan, salah satunya adalah terbentuknya lahan karst. Batugamping yang terendapkan pada Kala Miosen Tengah sampai Miosen Atas mengalami masa istirahat pada Kala Pliosen yang
kemudian pada Kala Pleistosen Tengah endapan batwin tersebut mulai terangkat keatas bersatnaan dengan proses karstifikasi (Sweeting, 1972).
233. Stadia Geomorfologi Karst Gunungkidul
Gunungludul yang terbagi dalam tiga zona, berdasarkan stadianya memiliki perbedaan yang terlihat jelas. Pada Blok bagian Selatan eksokarstifikasi menunjukkan ciri perkernbangan dari topografi yang relatif datar, jenis litologi
tidak murni batugamping, kontrol struktur geologi tidak banyak bapengaruh serta bdum menunjukkan perkembangan karstifikasi yang jelas. Perkembangan endokartifikasi tidak berkembang karena sebagian besar aliran sungai permukaan masih muncul. Pada Blok bagian tengah merupakan menunjulckan perbedaan yang menyolok dengan blok bagian selatan Perbedaan tersebut ditandai oleh berkembangnya eksokarstifikasi dipermukaan topografi karst berupa perbukitanperbukitan kerucut, perbukitan bergelombang dan cekungan yang banyak dipengaruhi oleh kondisi struktur geologi dan keadaan batugamping yang murni. Endokarstifikasi terlihat jelas dengan mulai munculnya goa bawah tanah dan lairan sungai bawah tanah. Semakin ke arah selatan perkernbangan eksokantifikasi semakin kompleks karena selain dipengmhi oleh kondisi litologi d m struktur geologi juga dipengaruhi oleh abrasi gelombang pantai. Secara keseluruhan menunjukkan bahwa perkembangan eksokarstifikasi maupun endokarstifikasi sebagai indikator penentuan stadia geomorfologi daerah Gunungkidul cukup lengkap dari stadia muda, dewasa dan tua (Gambar 3).
Gambar 3. Stadia Karst Menurut Esteban (1996)
23.4. Iklim dan Potensi Air Hujan di Gunungkidul
Berdasarkan kondisi ikfimnya daerah ini ditandai adanya IkIim Muson Barat (musim hujan) yang dimulai pada Bulan Nopember- Mei. Jumlah hujan yang tinggi pada umumnya jatuh pada bulan-bulan Januari dengan curah hujan 475 mm/bl, sedangkan curah hujan yang h a n g dari 100 mrn/bl jatuh pada Bulan
Mei-Oktober dengan rata-rata jumlah hari hujan 2-8 hrlbl (Bappeda, 1998).
Ternperatur rat.-rata tahunan wilayah Kabupaten Gunungludul ini adalah sebesar
26,7oC. Wonosari sebagai pusat kota merupakan bagian tengah dari Kabupaten Gunungladul yang mempunyai curah hujan rata-rata antara 750-2000dth Evapotranspirasi potensi tahunan rata-rata di daerag Gunungkidul
termasuk tinggi yaitu berkisar antara 1500 rnm di damah sekitar Ponjong, Karangmojo dan Sernin, dan sampai mencapai 1650 rnm pertahun di daerah pantai. Hal ini menunjukkan bahwa evapotranspirasi daerah karst lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain disekitarnya
23.5. Potensi Sumberdaya Air
Potensi air pennukaan di daerah karst gunungludul umumnya sangat kecil bahkan tidak berkembang dengan baik Hal ini disebabkan karena air hujan yang jatuh sebagian besar akan meresap kedalam tanah, karena litologinya berupa batugamping yang mempunyai sifat mudah meresapkan air. Potensi air pennukaan yang sangat potensial di Gunungkidul adalah telaga Telaga merupakan sebuah cekungan atau sering disebut sebagai dolina yang terisi oleh air hujan Distribusi telaga ini meliputi hampir seluruh wilayah Gunungkidui dengan luas 025-2 hektar. Sirkulasi air di Gunungkidul didominasi oleh banyaknya saluran yang terbentuk &bat pengad struktur geologi dan sungai bawah tanah Air hujan yang jatuh sebagian akan mengisi telaga dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah melalui saluran-saluran, memasok sungai bawah tanah atau tertahan pada kedalarnan tertentu oleh lapisan kedap air membentuk akuifer bertengger (perched aquifer). Saluran-saluran yang ada pada akuifer karst dapat saja tidak menems atau terputus disuatu tempat. Hal ini memungkinkan terbentuknya banyak akuifer
di dalam suatu formasi batuan. Oleh karena sistem hidrogeologi yang unik inilah
maka permukaan air tanah di dalam batuan karst seringkali tidak sama antara tempat satu dengan tempat lainnya Ketinggian muka air tanah sulit dikorelasih Potensi air tanah di seluruh Kabupaten Gunungkidul terdapat 109 buah
mata air dengan debit dari <6,5 ltldt sampai yang terbesar mencapai 1500 lt/dt di Bribin dan 8200 ltldt di Baron. Sumber air tanah di Pegunungan S e w dan di sepanjang pantai selatan berupa mata air yang kaluar sepanjang pan*
sumur bor
serta serta air yang terdapat di dalam goa Kecamatan Wonosari mempunyai 3
mata air, yaitu Tegoan 260 It/& Wukul Dengok kurmg dari 0,s ltldt dm Pancuran 13 lt/dt. Untuk di Kecamatan Tepus terdapat 24 mat- air (Bappeda Gunungkidul, 1999) yang sebagian besar (17 buah) mempunyai debit kurang dari 0,s ltfdt bahkan pada saat mwim kemarau ada beberapa yang kering. Sebagian mata air ini terletak di pantai dengan debit yang besar, seperti di Baron 8200 lt/dt ymg sampai saat ini terbuang kelaut tanpa dimanfaatkan terlebih dahulu. Sementara itu rnata air yang lain juga lumayan besarnya seperti Slili 50 ltldt, Sundak 200 ltldf sedangkan untuk mata air yang tidak berada di areal pantai seperti Semurup 260 ltldt dan Mendolo 6 ltldt.
Air baku di Kabupaten Gunungkidul berupa sumber air bawah tanah dan sumber air sungai bawah tanah yang letak sumber aimya di wilayah Zona Pegunungan S e w , sepanjang Pantai selatan dan beberapa bagian terdapat di zona Cekungan wonosari.
Sistem jaringan
air
baku
dikembangkan untuk
menanggulangi keperluan air bagi kehidupm masyarakat sehari-hari seperti keperluan nunah tangga, pertanian, peternakan dan industri. Pengembangan sistem jaringan air baku dilakukan dengan mengoptimalkan p d a a t a n sistem yang telah ada dengan cara pengembangan jaringan perpipaan serta penambahan
debit pemompaan tanpa mengabailcan pelestarian sumber-surnber air yang diambil, serta manbangun sarana penyediaan air bersih baru terhadap sumber air 1
yang belurn d i d a a t k m