II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas. Dalam
Kota terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada kenyataannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi. Manusia dapat mencatat dan menganalisa dari berbagai perspektif seperti moral, sejarah manusia, hubungan timbal balik antara manusia dan habitatnya, pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan politik, dan berbagai kenyataan dari kehidupan manusia (Zoer’aini,1997). Kota dipandang sebagai suatu kesatuan yang tertutup dan merupakan pusat aktifitas ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan serta mempunyai otoritas tertentu dalam suatu negara, terletak pada posisi geografis tetap dan merupakan pusat dari daerah sekitarnya. Kota dapat dipelajari melalui berbagai fungsinya yang terorganisir dalam skala waktu dan ruang tertentu dalam alam. Kota yang baik merupakan kesatuan organis yang diterapkan sesuai dengan keadaan teknologi dan cita – cita serta didasarkan pada masa lalu dan berorientasi kedepan. Kota pada akhirnya akan mati atau mundur apabila tidak merupakan suatu organisasi yang dapat berfungsi dan berkembang serta dapat menyediakan kebutuhan sumberdaya alam seperti air minum, listrik, sarana transportasi, sistem pembuangan sampah serta regenerasi kota bagi kesejahteraan penduduk kota (Soeriatmaja,1977) Menurut Zoer’aini (2005) tujuan umum pembangunan kota adalah untuk pertahanan hidup manusia yang mempunyai dua aspek, yaitu tetap hidup dan mempertinggi nilai hidup.
7
2.2.
Pengaruh Perkembangan Kota Terhadap Lingkungan Perkembangan kota tidak merata dengan laju pertambahan penduduk antara satu
kota dengan kota lainnya. Perkembangan kota terutama dipengaruhi oleh sektor jasa perdagangan, pemerintahan dan lain sebagainya yang menimbulkan krisis pemukiman, air minum, kesehatan dan limbah karena berhubungan dengan pemusatan banyaknya manusia dalam kurun waktu yang relatif pendek dalam ruang yang terbatas (Anonimous, 1978). Selanjutnya dikatakan bahwa pesatnya perkembangan pemukiman wilayah kota beserta perkembangan kebudayaannya menambah beban daya dukung lingkungan yang relatif tetap yang sementara memang masih dapat diatasi dengan teknologi, namun akibat sampingan akan semakin berlipat ganda. Menurut Richardson (1977) dalam Affandi (1994), perkembangan kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, industry, pelayanan dan sebagainya menyebabkan homogennya perekonomian ruang. Dalam perekonomian daerah terdapat daerah yang penduduknya lebih padat, bagian dalam kegiatan industri lebih besar dan pandangannya lebih kosmopolitan daripada daerah – daerah lainnya. Didalam suatu daerah terjadi pemusatan penduduk dan industry, barang dan jasa, komikasi dan lalu lintas, juga kegiatan – kegiatan bisnis komersil. Terjadinya pemusatan kegiatan atau aglomerasi ini selain memberikan keuntungan ekonomi juga memberikan dampak negatif yaitu semakin meningkatnya jasa – jasa transportasi di daerah – daerah pusat kegiatan maka pencemaran pun semakin meningkat. Perkembangan kota yang semakin pesat ditandai dengan semain meningkatnya aktivitas manusia seperti pengolahan lahan, pemukiman, perindustrian dan sebagainya, menyebabkan kualitas lingkungan hidup di perkotaan cenderung menurun. Menurunnya kualitas lingkungan merupakan perubahan lingkungan yang menyebabkan terganggunya kenyamanan penduduk perkotaan (Tarsoen,1991 dalam Affandi, 1994) Menurut Soemarwoto (1983) mutu lingkungan dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Semakin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut dan sebaliknya. Kebutuhan dasar hidup manusia dan kebutuhan dasar untuk memilih hanya dapat terpenuhi jika kebutuhan dasar untuk keberlangsungan hidup hayati sudah terpenuhi.
8
2.3.
Pencemaran Lingkungan Hidup di Perkotaan Aktivitas kota telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk. Dengan semakin majunya semua aspek pembangunan juga ikut menimbulkan berbagai implikasi, khususnya di kota – kota besar maka ekosistem juga akan berubah. Berbagai implikasi secara garis besar menyangkut pada industrialisasi, mobilitas manusia yang terus meningkat, diskonkurensi masalah kependudukan terhadap daya dukung yang semakin melebar. Dengan adanya implikasi ini, udara mengalami perubahan temperatur dan kelembapan sampai efek estitika dan pandangan di alam terbuka yang semakin suram (Zoer’aini,2005) Menurut Salim (1986) fasilitas kota seperti aliran listrik, air minum, perumahan, pendidikan, kesehatan dan lain – lain serba terbatas dan tidak dapat memenuhi kebutuhan pertambahan penduduk yang cepat. Pengaruh pembangunan kota terhadap lingkungan adalah lebih besar daripada pengaruh pembangunan desa. Pengaruh ini meliputi : (1) Perubahan keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia, (2) Perubahan lingkungan sosial masyarakat yang hidup dalam kota. Pencemaran
lingkungan
adalah
perubahan
lingkungan
yang
tidak
menguntungkan, sebagian karena tindakan manusia, disebabkan perubahan pola penggunaan energi dan materi, tingkat radiasi bahan – bahan fisika dan kimia serta jumlah organisme. Kondisi ini dapat mempengaruhi manusia secara langsung ataupun tidak langsung melalui air, hasil pertanian, peternakan, benda – benda dan perilaku dalam apresiasi di alam bebas (Sastrawijaya,2000). Sedangkan menurut Undang – Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pencemaran Lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Lingkungan dikatakan tercemar apabila ke dalam sistem tersebut dimasukkan bahan – bahan bersifat racun sehingga membahayakan mahluk hidup dalam sistem tersebut. Amsyari (1977) mengemukakan bahwa peristiwa pencemaran mempunyai beberapa komponen pokok untuk bisa disebut sebagai pencemaran yaitu lingkungan
9
yang terkena adalah lingkungan hidup manusia, yang terkena adalah lingkungan hidup manusia. Bahan pencemar lingkungan dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu bahan pencemar fisika (physical pollutans), bahan pencemar kimiawi (chemical pollutans) dan bahan pencemar fisiologi (Physiology pollutans). Ada 9 jenis zat pencemar udara yang paling utama, yaitu sulfur oksida (SO2), ozon (O3), senyawa fluor ethylene, oksigen, nitrogen, ammonia, chlorine, hydrogen clroida, partikel – partikel dan herbisida (Grey dan Denake, 1978). Bentuk pencemaran yang terjadi di perkotaan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : pencemaran dalam bentuk padat, bentuk cair, bentuk gas dan kebisingan. Dalam kehidupan sehari – hari bentuk pencemaran tersebut lebih sering disebut sebagai pencemaran tanah, air, udara dan kebisingan. Pencemaran udara terjadi akibat meningkatnya jumlah pemakaian kendaraan bermotor serta asap yang dihasilkan oleh pabrik – pabrik yang berada di daerah perkotaan. Sedangkan pencemaran air dan tanah disebabkan oleh penggunaan bahan – bahan kimia secara berlebihan serta pembuangan sampah yang tidak teratur (Sastrawijaya,2000).
2.4.
Pengembangan Hutan Kota Berbagai kegiatan di perkotaan memberikan limbah dalam bentuk padat, cair,
gas maupun debu yang mencemarkan udara menyebabkan kualitas lingkungan hidup di kota semakin lama semakin menurun. Pembangunan jalan dan pemukiman yang memberikan dampak penurunan kemampuan tanah untuk menyerap dan menampung air, transportasi yang memberikan gas karbondioksida, sulfurdioksida serta kebisingan suara. Untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup di kota dapat dilakukan dengan efisiensi dan efektif melalui pengembangan hutan kota. Hutan kota sebagai unsur Ruang Terbuka Hijau merupakan sub sistem kota, sebuah ekosistem dengan sistem terbuka. Vegetasi dalam ekosistem berperan sebagai produsen pertama
yang mengubah energi surya menjadi energi potensial. Energi
tersebut sebagai sumber hara mineral dan perubah terbesar lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan (Zoer’aini,1996)
10
Dengan perantara klorofil dan bantuan sinar matahari, tumbuhan mampu mengubah zat karbondioksida dari udara dan air, dari tanah menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses ini dikenal dengan nama fotosistesis (Bernatzky,1978). Proses tersebut sering dinyatakan sebagai berikut : 6CO2 +12 H2O
C6H12O6 + 6H2O + 6 O2
Satu hal yang paling esensial dari proses fotosintesis selain pembentukan karbohidrat adalah pembentukan oksigen yang diperlukan dalam proses pernapasan (respirasi) semua mahluk hidup. Agar proses respirasi dan fotosintesis berjalan lancar, maka adanya keseimbangan antara produsen oksigen dan konsumen oksigen mutlak dibutuhkan. Bagi kota – kota besar dan daerah yang padat penduduknya keseimbangan tersebut harus konstan, karena perubahan dalam waktu yang singkat atau perubahan sedikit saja adan dapat dirasakan akibatnya. Untuk itu diperlukan keberadaan pereduksi yang bersifat permanen. Pereduksi yang dipandang permanen adalah vegetasi pohon, mengingat pohon memiliki daur yang cukup panjang dan dapat memproduksi oksigen yang cukup banyak (Anonimus,1987). Faktor lain yang dapat menunjang perlunya pengembangan hutan kota adalah adanya kecenderungan penduduk kota yang mendambakan suasana alami. Hal ini bisa ditunjukan dengan semakin banyaknya penduduk kota yang pergi ke luar kota untuk mencari kenyamanan dan keindahan alam terbuka baik di waktu libur maupun waktu senggang (Anonimus, 1987). Dalam pengembangan hutan penyediaan lahan untuk hutan kota merupakan faktor yang paling penting karena hutan kota diperuntukan untuk masyarakat luas, maka tentu saja penyediaan lahan tersebut menjadi kewajiban penduduk kota dan pemerintah. Berdasarkan hal tersebut, maka lahan hutan kota dapat dikategorikan dalam 2 kelompok berdasarkan status kepemilikannya (Fakuara,1987), yaitu : 1.
Lahan hutan kota harus disediakan pada lokasi – lokasi atau tempat – tempat umum, seperti pusat komunitas (Pertokoan, pasar dan lain – lain), jalan raya serta tempat – tempat umum lainnya. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh pemerintah yang dapat berasal dari tanah negara maupun tanah milik.
11
2.
Lahan hutan kota harus disediakan pada tempat – tempat perorangan, termasuk dalam kelompok ini pemukiman, industry dan tempat – tempat lainnya yang dibebani hak milik. Untuk keperluan ini lahan harus disediakan oleh masyarakat, baik secara individu maupun badan hukum seperti pengembang (developer), pengusaha dan lain – lain. Perencanaan tata ruang bertujuan untuk memanfaatkan ruang/lahan secara
optimal dan tidak merusak lingkungan. Agar kegiatan dalam rangka pemanfaatan ruang dengan sumber – sumber yang terdapat didalamnya dapat memberikan hasil yang optimal, maka perlu diatur ketetapan lokasi agar kegiatan tersebut senantiasa saling menguntungkan dan sedikit mungkin menimbulkan dampak yang negatif melalui perencana tata ruang. Dengan penataan ruang diharapkan dapat terwujud kehidupan dan penghidupan yang nyaman, tertib, lancar, sehat dan efisien dalam lingkungan yang serasi dan daya dukung yang selaras, seimbang dan serasi. Oleh karena itu pembangunan dan pengembangan hutan kota harus berpedoman pada perencanaan tata ruang kota (Fakuara, 1987). Rencana penetapan lokasi hutan kota harus didasarkan pada Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). Lokasi hutan kota tersebut harus dibangun pada tempat yang tepat dengan luas yang cukup, sehingga daya dukung wilayah dapat memenuhi kebutuhan terhadap hutan kota tersebut. Menurut Dahlan (1992) beberapa komponen pendukung yang diperlukan untuk pembangunan dan pengembangan hutan kota : 1.
Tersedianya kebun pembibitan yang dapat menyediakan bibit secara masal.
2.
Ilmu dan teknologi yang memadai.
3.
Pelayanan jasa konsultasi untuk umum.
4.
Dukungan dari penentu kebijakan.
5.
Peraturan – perundangan.
6.
Dukungan Masyarakat.
7.
Tenaga ahli.
12
2.5.
Hutan Kota Menurut hutan kota relatif baru dikenal tetapi pada dasarnya hutan kota sudah
ada dalam kehidupan manusia sejak lama, baik bentuk maupun ilmu pendukungnya. Salanjutnya dikatakan bahwa hutan meliputi semua vegetasi berkayu di dalam lingkungan tempat – tempat penduduk mulai dari kampung yang kecil sampai perkotaan. Sedangkan Hutan Kota adalah lahan dalam kota yang terdiri atas komponen fisik dengan vegetasi berupa pohon dengan lingkungan yang spesifik (Grey dan Denake,1978). Beberapa ahli Society of American Foresters (SAF) tahun 1974 mendefenisikan hutan kota sebagai sebidang lahan sekurang-kurangnya seluas 0,4 ha untuk vegetasi pepohonan dengan kerapatan minimal 10% (jarak antar pohon terjauh 10 m) dalam suatu komunitas yang utuh, di dalamnya terdiri dari flora dan fauna serta unsur abiotik lainnya (Zoer’aini, 1997). Menurut PP RI Nomor 63 tahun 2002 hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang tumbuh pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Menurut Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (1987) adalah lapangan yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar – besarnya kepada penduduk kota dalam kegunaan proteksi, rekreasi dan kegunaan khusus. Hutan Kota merupakan suatu cara pendekatan dan penerapan salah satu atau beberapa fungsi hutan dalam kelompok vegetasi diperkotaan untuk mencapai tujuan proteksi, rekreasi, estetika dan kegunaan khusus lainnya bagi kepentingan penduduk perkotaan. Oleh karena itu, hutan kota tidak hanya berarti hutan (menurut Undang – Undang Pokok Kehutanan, UUPK No. 5 Tahun 1967) yaitu lapangan yang ditumbuhi pohon – pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup dengan alam lingkungannya dan mempunyai luas areal minimal 0,25 Ha berada di kota dapat tersusun dari komponen hutan dan kelompok vegetasi lainnya yang berada di kota seperti taman, jalur hijau serta kebun dan pekarangan (Fakuara, 1987)
13
Pengertian Hutan Kota menurut Dahlan (2004) lebih menekankan pada sejarah pemukiman. Pemukiman kampung kemudian menjadi desa dan kota semula berasal dari lingkungan hutan. Ada dua pengertian dalam hal ini, yaitu (1) hutan kota dibangun pada suatu lokasi tertentu saja, hutan kota merupakan bagian dari kota yang dibangun untuk hutan kota. (2) Semua areal yang ada pada suatu kota pada dasarnya adalah areal untuk hutan kota, semua kawasan seperti pemukiman, perkantoran, industri dipandang sebagai enklave yang ada dalam suatu kota. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon – pohon yang kompak dan rapat didalam wilayah perkotaan baik didalam wilayah perkotaan baik didalam tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai hutan kota (PP No 63 Tahun 2002, Tentang Hutan Kota) Berdasarkan rumusan Workshop Hutan Kota Fakultas Kehutanan UGM Tahun 2001 dalam Fandeli et al (2004) bahwa hutan kota tidak perlu kompak dan rapat tetapi dapat terbentuk dari seluruh tipe lahan di perkotaan yang kehadiran kumpulan pepohonan dapat menciptakan iklim mikro sehingga bentuk dan tipenya bervariasi. Fandeli (2001) mendefenisikan hutan kota sebagai bidang lahan didalam kota atau sekitar kota yang ditandai atas asosiasi jenis tanaman pohon yang kehadirannya mampu menciptakan iklim mikro yang berbeda dengan diluarnya.
2.6.
Bentuk dan Tipe Hutan Kota
Hutan kota mempunyai fungsi yang efektif terhadap suhu, kelembapan, kebisingan dan debu sehingga keempat variabel ini dapat mencirikan kelompok hutan kota. Menurut Zoer’aini (1994) bentuk hutan kota dapat dikelompokan menjadi tiga bentuk yaitu : 1.
Bergerombol dan menumpuk, yaitu hutan kota dengan komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat yang tidak berbenturan.
2.
Menyebar, yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasinya tumbuh menyebar terpencar – pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol – gerombol kecil – kecil.
14
3.
Berbentuk jalur, yaitu komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai dan saluran.
Fakuara (1987) menyatakan bahwa tipe – tipe hutan kota yang dikembangkan terdiri dari : 1. Hutan kota pemukiman, bentuknya antara lain : a. Taman bermain untuk anak – anak, tanaman yang ditanam didalamnya ialah dari kombinasi yang ketinggianya berbeda, disusun sedemian rupa untuk memenuhi keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatnya kenyamanan. b. Tanaman tepi jalan, dibuat untuk tujuan meredam suara, menguapkan air genangan, meningkatkan kenyamanan serta menahan silau sinar kendaraan di malam hari. Jenis pohon yang dipakai untuk tujuan ini ialah jenis pohon yang tidak terlalu tinggi, tajuknya rimbun serta tingkat transpirasinya tinggi, tajuknya rimbun serta tingkat transpirasinya tinggi. c. Tanaman perkarangan, tanaman yang dipakai untuk perkarangan ialah paling sedikit untuk tujuan menghasilkan oksigen yang diperlukan untuk pernapasan manusia.
Tujuan
penamannya
sangat
bergantung
kepada
pemilik
perkarangannya. d. Tanaman pelengkap gedung bertingkat. Karena terbatasnya lahan yang tersedia di perkotaan, maka pemukiman pada gedung bertingkat oleh pengembang. Suasana pemukiman ini seperti ini sangat monoton dan kaku. Oleh karena itu pada setiap lantai dan pada lokasi tertentu dari lantai tersebut harus tersedia tanaman yang membawa ke arah alami serta kenyamanan. Jenis tanaman yang dapat dipakai untuk kepentingan ini ialah jenis tanaman yang berdaun rindang tetapi ringan serta mempunyai kecepatan pertumbuhan yang tinggi sehingga diharapkan produksi oksigennya tinggi. 2. Hutan kota kawasan industri, bentuk – bentuknya antara lain : a. Taman kawasan industri, dibuat dengan tujuan untuk istirahat para pekerja, sebagai tempat yang terlindungi secara alami dari kebisingan debu dan gas buangan industri. Untuk dapat meredam debu udara, maka dipilih tanaman yang dapat menggugurkan daun, mempunyai tajuk yang rimbun dan rapat serta berdaya tahan tinggi. Untuk menyerap gas, maka dipilih tanaman yang mempunyai stomata yang banyak, serta mempunyai ketahanan yang baik
15
terhadap gas tertentu, mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat, dan tahan terhadap serangan angin. Jika digunakan untuk meredam kebisingan maka dipilih tanaman yang rimbun daunnya, sedangkan untuk penghasil oksigen ialah mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat. b. Tanaman penyangga, pada umumnya kawasan industri merupakan kawasan yang tidak terlepas dari kawasan berpenduduk, baik dalam bentuk pemukiman, pertokoan, pertanian dan sebagainya. Tanaman penyangga ini dibuat berdasarkan perhitungan gerakan angin yang bisa bergerak disekitar kawasan. Oleh karena itu penanaman pohon ini harus memperhatikan tinggi gerakan angin serta jarak daerah yang perlu dilindungi. 3. Hutan kota rekreasi/wisata Hutan kota rekreasi mempunyai peranan sebagai tempat bermain anak – anak, tempat istirahat, perlindungan dari gas dan debu, serta sebagai produsen oksigen. Lokasi dari hutan kota rekreasi ini diusahakan dapat memenuhi fungsi sebagai rekreasi “jam” artinya dapat didatangi dan dinikmati tidak lebih dari satu jam dari ujung daerah pemukiman dengan kendaraan bermotor. 4. Hutan kota konservasi Hutan konservasi mengandung arti untuk mencegah kerusakan, perlindungan dan pengawetan terhadap objek tertentu dari alam. Hutan kota konservasi tentunya juga bermaksud untuk mencegah kerusakan, melindungi dan melestarikan sumberdaya alam tertentu di perkotaan. 5. Hutan kota pusat komunitas sosial/kegiatan Suatu kota juga mempunyai pusat – pusat komunitas sosial/kegiatan seperti pusat pertokoan, gedung – gedung pertemuan, perkantoran dan lain – lain. Hutan kota yang berada diwilayah ini bertujuan untuk memberikan sentuhan estetika, sebagai pelindung, produsen oksigen dan lain – lain. Didalam pusat komunitas, hutan kota juga dapat dijadikan sebagai alat sosialisasi penduduk kota.
2.7.
Peranan Hutan Kota Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk, namun aspek
kelestariaannya, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang selanjutnya akan membaktikan jasa – jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya
16
kota dari polusi dan kebisingan serta sehat dan cerdasnya warga kota tersebut (Dahlan, 1992). Menurut Dahlan (1992), hutan kota mempunyai peranan sebagai berikut : (1) Identitas kota, (2) Pelestarian plasma nutfah, (3) Penahan dan penyaring partikel padat dari udara, (4) Penyerap dan penjerap partikel timbal, (5) Penyerap dan penjerap debu semen, (6) Peredam kebisingan, (7) Mengurangi bahaya hujan asam, (8) Penyerap karbonmonoksida, (9) Penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, (10) Penahan angin, (11) Penyerap dan penepis bau, (12) Mengatasi penggenangan, (13) Mengatasi intrusi air laut, (14) Produksi terbatas, (15) Ameliorasi iklim, (16) Pengelolaan sampah, (17) Pelestarian air tanah, (18) Penepis silau cahaya, (19) Meningkatkan keindahan, (20) Sebagai habitat burung, (21) Mengurangi stres, (22) Mengamankan pantai terhadap abrasi, (23) Meningkatkan industri pariwisata dan (24) sebagai hobi dan pengisi waktu luang. Menurut Grey dan Denake (1978), bahwa dengan menerapkan konsep hutan kota akan memberikan 4 jenis manfaat, yaitu : 1. Perbaikan iklim Kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh unsur – unsur iklim seperti radiasi matahari, temperatur udara, angin dan kelembapan. Dengan adanya hutan kota maka akan memberikan kondisi yang lebih baik abagi kehidupan manusia seperti penyesuaian suhu lingkungan dan penurunan kecepatan angin. 2. Pemanfaatan Bidang Keteknikan Pemanfaatan bidang ketektnikan ini berupa perlindungan terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS), pengendelian terhadap erosi, pengendalian air buangan, meredam kebisingan, menyaring polusi udara, pengendalian sinar langsung dan pantulan serta pengendalian lalu lintas. 3. Pemanfaatan di Bidang Arsitektur Pengaturan struktur pohon – pohon hutan kota disekitar gedung atau bangunan akan memberikan hasil yang lebih baik, terutama apabila dipandang dari sudut seni dan keindahan.
17
4. Pemanfaatan di Bidang Estetika Keberadaan tanaman hutan kota dalam berbagai bentuk, struktur dan warna akan mempercantik dan memperindah wajah kota Kota identik dengan kepadatan penduduk, sehingga sering kali kondisi lingkungan hidupnya kurang terpelihara dengan baik yang berakibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup perkotaan. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di kawasan pemukiman kota perlu diterapkan prinsip – prinsip hutan kota dalam bentuk (Fakuara,1987) : 1. Membuat taman bermain untuk anak – anak. Jenis tanaman yang dapat ditanam di taman ini bervariasi dengan ketinggian yang berbeda, disusun sedemikian rupa untuk memenuhi keindahan, meredam suara, produksi oksigen dan meningkatkan kenyamanan. 2. Membuat tepi jalan atau jalur hijau Tanaman ini bertujuan untuk meredam suaa, menyerap genangan air, meningkatkan kenyamanan serta menahan sinar silau pada malam hari. 3. Tanaman perkarangan Tanaman ini bertujuan untuk produksi oksigen, keindahan serta beberapa tujuan lain berdasarkan keinginan pemilikinya. 4. Tanaman pelengkap gedung bertingkat Tanaman ini bertujuan untuk produksi oksigen dan untuk memberikan kondisi yang alami dan nyaman. Selain untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup, hutan kota juga dapat dimodifikasi untuk memberikan pelayanan rekreasi bagi penduduk kota. Lokasi hutan kota rekreasi diusahakan merupakan “rekreasi jam”, yang artinya dapat didatangi dan dinikmati tidak lebih dari satu jam perjalanan dari daerah pemukiman dengan kendaran bermotor.
2.8.
Kriteria Hutan Kota Kriteria hutan kota terdiri dari sasaran dan fungsi penting, vegetasi, intensitas
manajemen serta status. Berdasarkan kriteria tersebut, maka bentuk hutan kota dapat dikelompokan menjadi 4 (empat) bentuk, yaitu taman kota, kebun/perkarangan, jalur hijau dan hutan.